Anda di halaman 1dari 35

METODE EKSPERIMEN, PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS,

MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY

Makalah Awal

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Strategi
Pembelajaran Fisika yang diampu oleh Dr. H. Unang Purwana, M.Pd.

Disusun oleh:

Rifa Ismiandini 2005458

Salsya Diva Safitri 2010087

Tanti Febriyanti 2004515

Wina Tika Gustiani 2009076

Zahra Nadifa Elahi 2003298

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Metode Eksperimen, Pendekatan
Konstruktivis, Model Pembelajaran Discovery” dengan baik, tepat waktu, dan
tanpa halangan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata
kuliah Strategi Pembelajaran Fisika yang diampu oleh Dr. H. Unang Purwana,
M.Pd. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan banyak manfaat dan
menambah pengetahuan pembaca dan juga kami selaku penyusun makalah ini.

Kami menyadari makalah yang kami susun jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandung, November 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

I. Latar Belakang .............................................................................................. 1

II. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2

II. Tujuan ........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3

A. Metode Pembelajaran Eksperimen ............................................................... 3

B. Pendekatan Kosntruktivis ........................................................................... 15

C. Model Pembelajaran Discovery Learning .................................................. 21

BAB III PENUTUP ............................................................................................... 31

I. Kesimpulan ................................................................................................. 31

II. Saran ........................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Seorang guru harus mampu melakukan perencanaan pembelajaran dengan
baik agar dapat mencapai hasil pembelajaran yang baik. Guru harus menentukan
cara atau rencana-rencana yang dilakukan selama proses pembelajaran agar dapat
membantu peserta didik mencapai tujuan pendidikannya. Adapun tujuan
pendidikan yang diharapkan ialah peserta didik dapat memahami dan menerapkan
materi pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Tentunya setiap peserta didik
memiliki latar belakang yang berbeda-beda, sehingga karakteristiknya pun dapat
berbeda-beda. Seorang guru harus memahami karakteristik, kemampuan, dan
kebutuhan peserta didik yang beragam. Untuk mencapai tujuan pendidikan
dengan keberagaman karakteristik tersebut, diperlukan sebuah strategi
pembelajaran yang sesuai.
Strategi pembelajaran merupakan prosedur yang digunakan guru dalam
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Dalam proses pembelajaran, setiap guru tidak memiliki strategi pembelajaran
yang sama. Misalnya guru Fisika dengan guru Sejarah tentunya memiliki strategi
yang berbeda. Strategi pembelajaran ini mencakup metode, pendekatan, dan
model pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan cara penyajian materi
pembelajaran kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikannya.
Pendekatan pembelajaran merupakan startegi untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang dipikirkan saat merancang pembelajaran, tetapi belum
terperinci. Sementara itu, model pembelajaran merupakan tata urutan logis untuk
membelajarkan peserta didik, mencakup kegiatan yang dilakukan guru sebagai
konsekuensi dari tahapan belajar peserta didik.
Pada makalah ini, akan dijelaskan metode, pendekatan, dan model
pembelajaran yang kami pilih. Metode yang akan kami gunakan adalah
eksperimen, dengan pendekatan konstruktivis, serta model pembelajaran

1
discovery. Menurut kami, metode, pendekatan, dan model pembelajaran tersebut
sesuai dengan mata pelajaran yang akan kami ajarkan, yaitu “Fisika”.

II. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah pokok yang


dirumuskan pada makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan metode pembelajaran eksperimen?


2. Apa yang dimaksud dengan pendekatan konstruktivis?
3. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran discovery learning?

III. Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan metode pembelajaran


eksperimen beserta karakteristik dan kelebihan serta kekurangannya.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendekatan konstruktivis
beserta karakteristik dan kelebihan serta kekurangannya.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan model pembelajaran
discovery learning beserta karakteristik dan kelebihan serta kekurangannya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Metode Pembelajaran Eksperimen


1. Pengertian Metode Pembelajaran Eskperimen

Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan guru dalam


menyampaikan pembelajaran, sebagaimana yang disampaikan oleh Sudjana
(2005, halaman 76) “Definisi metode pembelajaran adalah cara yang
dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsungnya pengajaran”. Ada banyak macam-macam metode pembelajaran
yang bisa digunakan dalam proses mengajar, salah satunya metode pembelajaran
eksperimen.

Pada hakikatnya metode pembelajaran eksperimen adalah metode


pembelajaran yang dalam penerapannya siswa melakukan percobaan secara
langsung, siswa melakukan percobaan akan materi yang ia pelajari, dalam
melakukan percobaannya siswa dibimbing oleh guru, disini guru hanya sebagai
fasilitator, agar proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran
eksperimen berjalan lancar. Selama melakukan percobaan, siswa tidak lupa
mencatat hal hal yang penting yang terjadi pada saat percobaan berlangsung, serta
tidak lupa mencatat hasil dari percobaannya tersebut, kemudian siswa
menyampaikan hasil dari percobaannya di dalam kelas.

Dijelaskan oleh Somantri, dkk (2018, hlm. 24) dalam jurnalnya mengatakan
bahwa “Metode eksperimen merupakan salah satu metode pembelajaran yang
dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Melalui penerapan
metode eksperimen tersebut siswa dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran
dengan cara melakukan percobaan/praktikum”. Sementara ada pendapat lain
menurut Oviana Wati, Mauliar (2018, hlm. 338) bahwa “Dengan metode
eksperimen siswa lebih kreatif daripada guru karena di sini siswa melakukan
pengamatan sendiri untuk mengetahui kebenaran dari suatu teori yang sedang

3
dipelajarinya dan melatih siswa untuk berpikir yang ilmiah. penggunaan metode
eksperimen diharapkan mampu menumbuhkan rasionalitas siswa”. Begitu pula
yang dituliskan Juita Ratna (2019, hlm 45) “Metode eksperimen adalah suatu cara
mengajar, dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal,
mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil
pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru”. Serta pendapat
lain menurut Mayangsari Dewi, dkk (2014, hlm. 28) “Implementasi pembelajaran
eksperimen selalu menuntut penggunaan alat bantu yang sebenarnya karena esensi
pembelajaran ini adalah mencobakan sesuatu objek. Oleh karena itu, dalam
prosesnya selalu mengutamakan aktivitas siswa sehingga peran guru cenderung
lebih banyak sebagai pembimbing dan fasilitator”.

Dari keempat teori di atas terdapat perbedaan, yaitu menurut Somantri, dkk
bahwa dalam penerapannya metode pembelajaran eksperimen ini membuat
siswanya aktif dalam proses pembelajaran, dari melakukan percobaan sampai
menyampaikan hasil percobaan semuanya dilakukan oleh siswa, sedangkan
menurut Oviana Wati dan Mauliar bahwa dalam penerapannya metode
pembelajaran eksperimen siswa menjadi kreatif, karena menemukan hal-hal yang
terjadi selama percobaan yang dilakukan oleh siswa sendiri, perbedaan lain
menurut Juita Ratna dalam penerapannya metode pembelajaran eksperimen siswa
melakukan pecobaan, mengamati proses sampai mencatat hasil percobaan yang
kemudian disampaikan di depan kelas, lain lagi dengan pendapat yang
disampaikan oleh Mayangsari Dewi, dkk bahwa dalam penerapannya metode ini
dituntut untuk menggunakan alat, alat digunakan untuk melakukan percobaan.

Pengertian metode pembelajaran eksperimen menurut Puryadi, dkk (2017,


hlm,134) menjelaskan bahwa “Metode pembelajaran eksperimen dalam
penerapannya siswa dituntut melakukan sendiri, mencari sendiri, atau mencoba
suatu hukum atau dalil dan mencari kesimpulan dari proses yang dialami”.
Pendapat Rismawati, dkk (2014, hlm. 200) dalam jurnalnya bahwa “Metode
eksperimen memberikan kesempatan kepada siswa individu/kelompok, untuk
dilatih melakukan percobaan. Dengan metode ini siswa diberi kesempatan
mengalami sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis,

4
membuktikan, dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan
atau proses tertentu”. Pendapat lain mengenai metode pembelajaran eksperimen,
menurut Surya Yenni Fitra (2017, hlm. 12) “pengertian metode eksperimen
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk melakukan berbagai
kegiatan pembelajaran. Siswa dapat melakukan, mengambil, dan mencatat hasil
percobaan tersebut.” Adapun pendapat menurut Komarosidah (2008, hlm 2)
“Dalam kegiatan pembelajarannya siswa diberi kesempatan untuk menemukan
dan membuktikan secara langsung suatu pernyataan yang telah ada sehingga
kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen
akan lebih bermakna bagi siswa sehingga tidak menutup kemungkinan siswa akan
lebih paham terhadap materi yang diajarkan dan siswa pun memperoleh hasil
yang maksimal dalam pembelajaran tersebut”.

Dilihat dari keempat teori di atas memiliki persamaan yaitu penerapan


metode pembelajaran eksperimen melalu percobaan. Dalam penerapannya siswa
dibiarkan berkreasi sendiri untuk mencobakan suatu materi unuk menemukan
temuan-temuan selama percobaan maupun hasil dari percobaan yang nantinya
akan disampaikan di dalam kelas, maupun dikoreksi oleh guru. Siswa bebas
melakukan apapun dalam proses pembelajaran asalkan masih sesuai dengan
prosedur yang sebelumnya sudah disampaikan oleh guru, karena tiap siswa
mendapatkan pengetahuannya beda-beda, dengan melakukan pembelajar dengan
menggunakan metode eksperimen ini, diharapkan siswa lebih mampu memahami
materi yang dicobakannya sendiri.

Metode pembelajaran eksperimen adalah metode pembelajaran yang dalam


penerapannya berpusat pada siswa, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator saja,
dimana siswa melakukan percobaannya sendiri akan suatu topik yang diberikan
guru, mengamati proses percobaan serta hasil dari percobaan untuk dituliskan
yang kemudian dijelaskan di dalam kelas, pada penerapannya metode ini bisa
dilakukan secara individu ataupun kelompok kecil.

5
2. Karakteristik Metode Pembelajaran Eksperimen
Metode pembelajaran eksperimen adalah metode pembelajaran yang dalam
penerapannya menitik beratkan kepada kinerja siswa, sebagian besar dilakukan
dalam kelompok kecil, namun tidak menutup kemungkinan juga dilakukan oleh
individu. Siswa melakukan percobaan, menganalisis serta mencatat hasil
kemudian menjelaskan hasil percobaannya. Oleh karena itu, metode pembelajaran
eksperimen ini memiliki karakteristik. Hal itu dijelaskan oleh Mayangsari, Dewi
(2013, hlm. 28):
1. Implementasi pembelajaran eksperimen selalu menuntut penggunaan alat
bantu.
2. Mengutamakan aktivitas siswa dan kreatifitas siswa dalam pembelajaran.
3. Guru lebih sebagai pembimbing dan fasilitator utuk mengawasi proses belajar
siswa.
4. Pembelajaran mencobakan sesuatu objek. Jika tidak ada objek, maka tidak
akan terjadi proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran
eksperimen.

Pendapat lain mengenai karakteristik metode pembelajaran eksperimen juga


disampaikan oleh Juita, Ratna (2019, hlm. 45) yaitu:

1. Setiap siswa harus mengadakan percobaan.


2. Kondisi alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik dan bersih.
3. Waktu pembelajaran yang cukup lama.
4. Petunjuk pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen yang jelas.
5. Adanya topik karena tidak semua masalah bisa dieksperimenkan.
Salsiah, A. (2015, hlm. 195) juga menjelaskan karakteristik metode
pembelajaran eksperimen di dalam tulisannya, yaitu:
1. Menggabungkan teoritis dan pengujian empiris
2. Peserta didik dapat terlatih dalam cara berpikir ilmiah serta rasional
3. Adanya teori untuk dibuktikan kebenarannya
4. Melakukan percobaan berkelompok terhadap suatu teori

Pendapat lain disampaikan oleh Rismawati, dkk (2017, hlm. 201) tentang
karakteristik dari metode eksperimen, antara lain:

6
1. Metode untuk membelajarkan siswa dengan melakukan percobaan,
pengamatan dan penarikan kesimpulan terhadap sesuatu yang sedang diuji
kebenarannya.
2. Metode yang dirancang untuk mengembangkan pengetahuan siswa dalam
mengembangkan pengetahuan siswa dalam pembelajaran tertentu.
3. Metode yang membantu siswa dalam pemerosesan informasi yang aktif,
sehingga membantu mereka dalam belajar akan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
4. Metode yang mengarahkan siswa mempelajari lingkungan belajar sebagai
suatu ekologi.
5. Metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang bersifat ilmiah.

Pendapat lain juga disampaikan oleh Winataputra (Hendawati Y, 2016, hlm.


17). Karakteristik metode eksperimen serta hubungannya dengan pengalaman
belajar siswa, yaitu:

1. Ada alat bantu yang digunakan.


2. Ada tempat untuk melakukan metode eksperimen.
3. Ada pedoman (petunjuk kerja) untuk siswa.
4. Ada topik (materi pelajaran) yang dieksperimenkan.
5. Ada temuan-temuan.

Setelah dianalisis dari pendapat-pendapat tentang karakteristik metode


pembelajaran eksperimen di atas mempunyai persamaan dan perbedaan yang
mendasar. Persamaan ketiga pendapat di atas bahwa karakteristik dari metode
pembelajaran eksperimen memiliki karakteristik dalam penerapannya metode
pembelajaran eksperimen melakukan percobaan serta dibutuhkan topik/objek/teori
yang nantinya siswa melakukan pembelajaran dari topik/objek/teori tersebut.
Adapun perbedaan menurut ketiga pendapat tersebut yaitu menurut Salsiah, A.
(2015, hlm. 195) 1) “Melakukan Percobaan Berkelompok Terhadap Suatu
Teori…” berbeda dengan pendapat menurut Juita, Ratna (2019, hlm. 45) bahwa
“Setiap siswa harus mengadakan percobaan…”. Dengan itu maka dapat
disimpulkan bahwa karakteristik dari metode pembelajaran eksperimen adalah:

7
1. Pada proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran
eksperimen, siswa belajar dengan melakukan percobaan untuk menemukan
hasil atas kebenaran suatu materi, baik secara individu ataupun berkelompok.
2. Adanya materi yang harus dieksperimenkan, karena jika tidak ada materi yang
harus dieksperimenkan, pembelajaran bukan lagi dinamakan pembelajaran
dengan metode eksperimen.
3. Siswa dituntut aktif serta kreatif, karena metode pembelajaran ini berpusat
pada siswa, guru hanya sebagai fasilitator dengan membimbing siswa selama
percobaan berlangsung.
4. Tersedianya alat-alat serta tempat untuk melakukan eksperimen terhadap
materi yang sudah dipilih.

3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Eksperimen


• Kelebihan Metode Pembelajaran Eksperimen

Memilih menggunakan metode pembelajaran eksperimen dalam


pembelajaran bukan tanpa alasan, melainkan karna banyak sekali kelebihan-
kelebihan dari metode pembelajaran eksperimen yang bisa kita manfaatkan untuk
meningkatkan hasil belajar sisiwa, dimana Anitah (dalam Mayangsari, Dewi 2013
hlm. 28) menjelaskan kelebihan metode pembelajaran eksperimen adalah sebagai
berikut:

1. Membangkitkan Rasa Ingin Tahu Siswa


2. Membangkitkan Sikap Ilmiah Siswa
3. Membuat Pembelajaran Bersifat Actual
4. Membina Kebiasaan Belajar Kelompok Maupun Individu.

Pendapat lain juga disampaikan oleh Rusyan (dalam purwadi, dkk 2017 hlm.
134) Metode eksperimen di dalam pelaksanaannya mempunyai beberapa
kelebihan antara lain:

1. Siswa dapat belajar melalui pengalaman langsung.


2. Memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat obyektif dan realistis.
3. Dapat mengembangkan sikap ilmiah siswa.

8
4. Membuat pembelajaran bersifat aktual.
5. Membina kebiasaan belajar kelompok maupun individual
6. Hasil belajar akan bertahan lama.

Begitu pula dengan pendapat yang disampaikan Syaiful Sagala (dalam


fitriah 2017, hlm. 227) bahwa metode pembelajaran eksperimen memiliki
kelebihan sebagai berikut:

1. Metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau
kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata
guru atau dari buku saja.
2. Dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksploratoris tentang
sains dan teknologi, suatu sikap dari seorang ilmuwan.
3. Metode ini didukung oleh asas-asas didaktik modern antara lain: siswa belajar
dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian, siswa
terhindar jauh dari verbalisme, memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang
bersifat objektif dan realistis, mengembangkan sikap berfikir ilmiah, dan hasil
belajar akan tahan lama dan internalisasi.

Dapat disimpulkan dari ketiga pendapat di atas memiliki persamaan bahwa


kelebihan dari penggunaan metode pembelajaran eksperimen bahwa dengan
menggunakan metode pembelajaran eksperimen dalam pembelajaran bisa
membuat anak berfikir secara ilmiah, berfikir ilmiah sangat diperlukan bagi anak,
dengan anak mampu berfikir secara ilmiah maka anak mampu berfikir secara
logis, sesuai dengan kenyataan yang ada, sehingga dalam menghadapi masalah
dalam belajar, anak mampu berfikir sesuai kenyataan dan menyelesaikannya
dengan baik. Pembelajaran dengan metode pembelajaran eksperimen bisa
membuat pembelajaran bersifat aktual, mengapa demikian karena anak
mengalami proses pembelajarannya secara langsung dengan melakukan
percobaan, hal itu juga membuat anak menjadi kaya akan pengetahuan serta
pengalaman, pengetahuan dan pengalaman yang didapat dari percobaan itu akan
bertahan lama, karena anak memperolehnya dari percobaan secara langsung,
dalam penerapannya metode eksperimen sering kali dilakukan dalam kelompok
kecil, hal ini membuat anak belajar belajar untuk bekerjasama, tanggung jawab,

9
serta menghargai pendapat orang lain, namun tidak menutup kemungkinan bahwa
penerapannya bisa dilakukan secara individu.

Serta pendapat lain mengenai kelebihan metode eksperimen dijelaskan oleh


Djamarah (dalam mulyani 2016, hlm. 47) adalah sebagai berikut:

1. Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau
kesimpulan berdasarkan percobaannya
2. Membina siswa untuk membuat terobosan-terobosan baru dengan penemuan
dan hasil percobaannya dan bermanfaat bagi manusia.

Keunggulan-keunggulan dari metode eksperimen yang digunakan dalam


kegiatan belajar-mengajar menurut Moedjiono dan Moh.Dimyati (1992, hlm. 78):

1. Siswa secara aktif terlibat mengumpulkan fakta, informasi atau data yang
diperlukannya melalui percobaan yang dilakukan.
2. Siswa memperoleh kesempatan untuk membuktikan kebenaran teoritis secara
empiris melalui eksperimen, sehingga siswa terlatih membuktikan ilmu secara
ilmiah.
3. Siswa berkesempatan untuk melaksanakan prosedur metode ilmiah dalam
rangka menguji kebenaran hipotesis-hipotesis.

Dilihat dari dua pendapat di atas, bahwa kelebihan dari penggunaan metode
pembelajaran eksperimen adalah siswa bisa belajar seperti ilmuwan, dengan
melakukan percobaan sendiri pada materi yang pelajari hal ini membuat menjadi
aktif dan siswa lebih percaya diri atas hasil belajarnya, karena siswa melakukan
percobaannya sendiri, siswa bisa membuat kesimpulan akan dari hasil temuan
temuannya selama percobaan. Setelah dianalisis dari lima pendapat di atas,
banyak sekali manfaat dari kelebihan metode pembelajaran eksperimen,untuk
dapat merasakan manfaatnya maka guru dan siswa harus bekerjasama dalam
melakukan proses pembelajaran dengan metode ini, baik guru yang sebagai
fasilitator dan siswa yang sepenuhnya melakukan percobaan dengan teliti.

Maka kelebihan metode pembelajaran eksperimen adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran berpusat pada siswa.

10
2. Siswa mendapatkan banyak pengetahuan dari percobaan yang dilakukan dan
lebih percaya akan hasil belajarnya.
3. Hasil belajar siswa bertahan lama, karena siswa melihat bahkan melakukannya
secara langsung.
4. Siswa menjadi lebih teliti.

• Kekurangan Metode Pembelajaran Eksperimen

Sekian banyaknya kelebihan dari penerapan metode pembelajaran eksperimen,


tidak selamanya proses belajar mengajar dengan metode pembelajaran eksperimen
berjalan lancar, metode pembelajaran ini juga tidak luput dari kekurangan. Anitah
(dalam Mayangsari, Dewi 2013 hlm. 28) kelemahan atau kendala-kendala yang
kemungkinan perlu diantisipasi oleh guru jika menerapkan metode eksperimen, di
antaranya:

1. Memerlukan alat dan biaya yang cukup banyak


2. Memerlukan waktu yang relatif lama
3. Sangat sedikit sekolah yang memiliki fasilitas eksperimen

Pendapat lain juga disampaikan oleh Syaiful Sagala (dalam fitriah 2017,
hlm. 227) bahwa tidak ada metode pembelajaran yang sempurna, ada juga
kekurangan dari penerapan metode pembelajaran eksperimen adalah sebagai
berikut:

1. Pelaksanaan metode ini sering memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan


bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan murah.
2. Setiap eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena
mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan
atau pengendalian.
3. Sangat menuntut penguasaan perkembangan materi, fasilitas peralatan, dan
bahan mutakhir.

Djamarah (dalam mulyani, 2016, hlm. 47) juga berpendapat metode


pembelajaran eksperimen memiliki kekurangan, kekurangan metode pembelajaran
eksperimen menurut adalah sebagai berikut:

11
1. Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan teknologi.
2. Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap anak didik
berkesempatan mengadakan eksperimen.
3. Metode ini menuntut ketelitian, keuletan, dan ketabahan.
4. Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena
mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan
pengendalian

Pendapat lain di sampaikan oleh Munjih (dalam Haerani 2018, hlm. 6)


tentang kekurangan metode pembelajaran eksperimen, diantaranya:

1. Tidak semua sekolah memiliki kecukupan media dan alat bantu pembelajaran
untuk menunjang pelaksanaan metode eksperimen. Akibatnya, tidak setiap
anak didik berkesempatan mengadakan eksperimen
2. Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak
selalu mudah diperoleh
3. Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, anak didik harus
menanti untuk melanjutkan pelajaran
4. Metode ini menuntut ketelitian, keuletan, dan ketabahan
5. Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena
mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan
atau pengendalian
6. Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan teknologi

Dilihat dari keempat pendapat di atas yang menjelaskan kekurangan metode


pembelajaran eksperimen, kendala terbesar dari penerapan metode pembelajaran
ini adalah alat, karena tidak semua sekolah memiliki alat untuk mendukung
pembelajaran dengan percobaan, disini peran guru diperlukan untuk mencari
solusi agar materi pembelajaran yang harus dieksperimenkan bisa terlaksanakan.
Kendala lainnya yaitu waktu, sebenarnya dalam penerapannya pembelajaran
dengan metode eksperimen ini tidak memerlukan waktu yang lama, namun
seringkali siswa tidak mengerti akan percobaan yang ia lakukan dan seringkali
proses percobaan siswa dari langkah satu ke langkah selanjutnya lama, hal ini
juga karena siswa seringkali kurang teliti, maka disini juga peran guru diperlukan,

12
itulah mengapa dalam langkah langkah penerapannya guru memberikan
penjelasan kepada siswa terlebih dahulu mengenai langkah langkah dalam
penerapannya, hal ini agar siswa memahami dan tidak kebingungan saat proses
percobaan berlangsung. Kendala lain juga muncul dari materi, karena tidak semua
materi dapat dieksperimenkan. Dari kesimpulan tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa kekurangan dari metode pembelajaran eksperimen adalah:

1. Alat yang kurang memadai


2. Siswa yang kurang memahami prosedur
3. Waktu yang diperlukan untuk percobaan cukup lama
4. Materi yang tidak bisa dieksperimenkan

Kesimpulan dari pendapat pendapat mengenai kelebihan dan kekurangan


metode eksperimen, penggunaan metode pembelajaran tidak ada yang sempurna,
metode apapun itu, karena karakteristik setiap siswa berbeda beda, namun sebagai
guru sebaiknya bisa membuat penerapan penggunaan metode pembelajaran secara
maksimal, dilihat dari kelebihan-kelebihan yang dimiliki metode pembelajaran
eksperimen, agar kelebihan itu bisa dirasakan manfaatnya oleh siswa, maka dalam
pelaksanaannya, guru harus benar-benar membimbing serta memfasilitasi siswa,
agar pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen berjalan lancar, tidak
ada kendala, sehingga siswa bisa memahami dari percobaan yang telah dilakukan
siswa serta mampu mencapai nilai yang maksimal.

4. Tujuan Penggunaan Metode Pembelajaran Eksperimen

Setiap metode pembelajaran memiliki tujuan masing masing,begitu pula


dengan tujuan dari penggunaan metode pembelajaran eksperimen, menurut Surya,
Yenni Fitra (2017, hlm. 12):

1. Siswa diharapkan dapat menemukan sendiri jawaban permasalahan yang


sedang dihadapinya.
2. Untuk melatih dan mengajarkan siswa untuk belajar konsep materi.

13
3. Membuat siswa belajar secara aktif dengan mengikuti tahap-tahap
pembelajarannya.
4. Agar siswa akan menemukan sendiri konsep sesuai dengan hasil yang
diperoleh selama pembelajaran.
5. Agar materi pembelajaran dapat tertanam dalam ingatannya.
6. Menumbuhkan rasa percaya diri dan juga perilaku yang inovatif dan kreatif.

Pendapat lain disampaikan oleh Oviana, Wati, dan Maulidar (2013 hlm 338)
penggunaan metode pembelajaran eksperimen ini mempunyai tujuan:

1. Siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau


persoalan-persoalan yang dihadapi dengan mengadakan percobaan sendiri,
siswa juga dapat terlatih dalam cara berfikir yang ilmiah.
2. Siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajari.
3. Melatih dan mengajarkan siswa untuk belajar konsep.

Hendawati dan Cici (2016, hlm.16) juga menjelaskan dalam jurnalnya


mengenai tujuan metode eksperimen yaitu:

1. Agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau
persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri
pada suatu topik.
2. Siswa dapat terlatih dalam cara berfikir yang ilmiah. Dengan eksperimen
siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang
dipelajarinya.

Tujuan merupakan arah yang selalu diharapkan serta dapat dicapai melalui
pelaksanan yang baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan metode eksperimen
adalah agar siswa mandiri dalam belajar, dimana siswa mempersiapkan,
merancang, mecobakan,menganalisis, menyimpulkan serta melaporkan hasil yang
didapat daripercobaan yang dilakukannya secara mandiri. Dengan begini maka
siswa akan menjadi aktif dalam pembelajaran.

14
B. Pendekatan Konstruktivis

Pendekatan Kontruktivisme menjadi pendekatan yang populer dan


berkembang dalam praktik pembelajaran saat ini. Konstruktivistik merupakan
salah satu cabang yang relatif baru dalam psikologi kognitif yang memberikan
dampak penting bagi pemikiran para perancang proses pembelajaran. Para ahli
konstruktivistik memiliki pandangan yang beragam tentang isu-isu seputar
pembelajaran. Konsep paling utama dalam pemikiran para ahli konstruktivistik
adalah pandangan tentang belajar yang merupakan produk konstruksi dari
individu yang belajar.

Hadirnya pendekatan kontruktivisme dalam pembelajaran dalam


perkembangannya, memang banyak digunakan dalam pendidikan ataupun
pendekatan-pendekatan pembelajaran konstruktivisme pada dasarnya adalah suatu
pandangan yang didasarkan pada aktivitas siswa untuk menciptakan,
menginterpretasikan, dan mereorganisasikan pengetahuan dengan jalan individual
(Windschitl, dalam Abbeduto, 2004). Sejalan dengan pendapat tersebut menurut
Schwandt (1994) bahwa konstruktivisme adalah seperti interpretivis dan
konstruktivis. Hal ini sejalan pula dengan pendapat von Glaserfeld (1987) bahwa
pengetahuan bukanlah suatu komunikasi dan komoditas yang dapat dipindahkan
dan tidak satu pengantar-pun itu ada.

1. Pengertian Pendekatan Konstruktivis


1) Menurut Von Glasersfeld (1987: 204), mendefinisikan konstruktivisme
apapun namanya secara aktif dan kreatif akan selalu membentuk konsepsi
pengetahuan. Ia melihat pengetahuan sebagai sesuatu hal yang dengan aktif
menerima apapun melalui pikiran sehat atau melalui komunikasi dan
interaksinya. Hal itu secara aktif dan kreatif terutama dengan membangun
pengetahuan itu.
2) Menurut de Kock, Sleegers, dan Voeten (2004) dalam konstruktivisme
memandang belajar lebih dari sekedar menerima dan memproses informasi
yang disampaikan oleh guru maupun teks.Alihalih, pembelajaran adalah
konstruksi pengetahuan yang bersifat aktif dan personal.

15
2. Bentuk Pendekatan Konstruktivis

Salah satu cara untuk mengorganisasikan pandangan-pandangan


konstruktivis adalah berbicara tentang tiga bentuk konstruktivisme;
konstruktivisme psikologis/individual/ endogenous, konstruktivisme
sosial/eksogenous, serta konstruktivisme dialektikal (Palincsar, 1998; Philips,
1997).

1. Konstruktivisme Psikologis/Individual/Endogenous

Konstruktivisme psikologis terfokus pada bagaimana individu membangun


elemen-elemen tertentu dari aparatus kognitif atau emosionalnya (Philips,
1997;153). Para konstruktivis ini tertarik dengan pengetahuan, keyakinan, konsep-
konsep diri, atau identitas individual, sehinnga mereka kadang-kadang disebut
konstruktivis individual, atau konstruktivis psikologi-kognitif, atau konstruktivis
endogenous; mereka semuanya memfokuskan pada kehidupan psikologis dalam
diri orang.

2. Konstruktivisme Sosial Vygotsky

Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial, perangkat kultural dan aktivitas


menentukan perkembangan dan pembelajaran individual. Dengan berpartisipasi di
rentang aktivitas yang luas bersama orang lain, pembelajar appropriate
(mengapropriasikan, menginternalisasikan atau mengambil untuk dirinya sendiri)
produk-produk yang dihasilkan dengan bekerja bersama-sama. Salah cara untuk
mengintegrasikan konstruktivisme individual dan soaial adalah memikirkan
pengetahuan yang dikonstruksikan secara indovidual dan dimediasi secara sosial
(Windschitl, 2002).

3. Konstruktivisme Dialektika (Campuran)

Pengetahuan dikonstruksikan berdasarkan pengalaman individual dengan


interaksi sosial, di mana pengetahuan merefleksikan dunia luar yang disaring
melalui dan dipengaruhi oleh budaya, bahasa, keyakinan, interaksi dengan orang
lain, pelajaran langsung, dan modeling. Dalam hal ini relevan kiranya untuk
membahas tipe ketiga ini adalah teori kognitif strukturalis Bruner yang memiliki

16
asumsi serupa dengan pernyataan di atas. Ia berbeda pendapat dengan Piaget
maupun Vygotsky, bahwa dalam teorinya itu Bruner berasumsi pertumbuhan
kognitif ‘berlangsung dari luar ke dalam dan juga dari dalam ke luar (Bruner,
1966: 57; Salkind, 2009: 358).

3. Prinsip-Prinsip Pendekatan Konstruktivis

Di dalam pembelajaran konstruktivisme, konstruktor pengetahuan aktif


memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Belajar selalu merupakan sebuah proses aktif. Pembelajar secara aktif


mengkonstruksikan belajarnya dari berbagai macam input yang diterimanya.
Hal ini mengisyaratkan bahwa pembelajar perlu bersikap aktif agar dapat
belajar secara efektif. Belajar adalah tentang membantu untuk
mengkonstruksikan makna mereka sendiri, bukan tentang "mendapatkan
jawaban yang benar" karena dengan cara seperti ini siswa dilatih untuk
mendapatkan jawaban yang benar tanpa benar-benar memahami konsepnya
(Muijs, & Reynolds, 2009).
2. Anak-anak belajar paling baik dengan menyelesaikan berbagai konflik
kognitif (konflik dengan berbagai ide dan konsepsi lain) melalui pengalaman,
refleksi, dan metakognisi (Beyer, 1985).
3. Bagi konstruktivis, belajar adalah pencarian makna, Pembelajar secara aktif
berusaha mengkonstruksikan makna. Dengan demikian guru mestinya
berusaha mengkonstruksikan berbagai kegiatan belajar seputar ide-ide besar
dan eksplorasi yang memungkinkan pembelajar untuk mengkonstruksikan
makna.
4. Konstruksi pengetahuan bukan sesuatu yang bersifat individual semata-mata.
Belajar juga dikonstruksikan secara sosial, melalui interaksi dengan teman
sebaya, guru, orang tua dan sebagainya.
5. Elemen lain yang berakar pada fakta bahwa pembelajar secara individual dan
kolektif mengkonstruksilan pengetahuan adalah bahwa agar efektif guru harus
memiliki pengetahuan yang baik tentang perkembangan anak dan teori belajar,

17
sehingga mereka dapat menilai secara lebih akurat belajar seperti apa yang
dapat terjadi.
6. Di samping itu belajar selalu dikonseptualisasikan. Kita tidak mempelajari
fakta-fakta secara murni abstrak, tetapi selalu dalam hubungannya dengan apa
yang telah kita ketahui. Kita juga belajar dalam kaitannya dengan prakonsepsi
kita. Ini berarti bahwa kita dapat belajar dengan paling baik bila pembelajaran
baru itu berhubungan secara eksplisit dengan apa yang telah kita ketahui.
7. Belajar secara betul-betul mendalam berarti mengkonstruksikan pengetahuan
secara menyeluruh, dengan mengeksplorasi dan menengok Kembali materi
yang kita pelajari dan bukan dengan cepat pindah dari satu topik seperti pada
pendekatan pengajaran langsung. Murid hanya dapat mengkonstruksikan
makna bila mereka dapat melihat keseluruhannya.
8. Mengajar adalah sebagai pemberdayaan pembelajar, dan memungkinkan
pembelajar untuk menemukan dan melakukan refleksi terhadap pengalaman-
pengalaman realistis. Ini akan menghasilkan pembelajaran otentik dan
pemahaman yang lebih dalam bila dibandingkan dengan memorisasi
permukaan yang sering menjadi ciri pendekatan-pendekatan mengajar lainnya
(Von Glassersfeld, 1989). Ini juga membuat kaum konstruktivis percaya
bahwa lebih baik menggunakan bahan-bahan hands-on dari riil daripada
texbook.

4. Pendekatan Pembelajaran

Suatu hal yang perlu diingat, tidak mungkin untuk menciptakan sebuah
pembelajaran konstruktivis yang bersifat "generik", berlaku untuk semua situasi.
Menurut sifatnya, konstruktivisme seharusnya mendorong siswa untuk
memberikan jawaban-jawaban terbuka dan mendiskusikan tentang subjek yang
dikajinya. Berdasarkan jenis dan bentuknya penyajian model pembelajaran
konstruktivisme, terdapat tiga model kecenderungan, yakni;

1) Model Konstruktivisme "Siklus Belajar"

Tahapan-tahapannya sebagai berikut:

18
a. Discovery, di mana para siswa didorong untuk membuat pertanyaan-
pertanyaan terbuka maupun hipotesis-hipotesis.
b. Pengenalan Konsep, dalam hal ini guru mempertanyakan konsep-konsep yang
berhubungan dengan topik itu.
c. Aplikasi Konsep, dengan menerapkan konsep-konsep yang dikemukakan
tahap a & b serta boleh mengulangi tahapannya lagi.

2) Model Konstruktivisme Gagnon & Collay

Terdiri dari enam tahapan sebagai berikut:

a. Situasi: gambarkan situasi tertentu yang berhubungan dengan tema/topik


pembahasan
b. Pengelompokan: membuat kelompok bisa berdasarkan no urut maupun
campuran tingkat kecerdasannya.
c. Jembatan: memberikan suatu masalah sederhana/permainan/ teka-teki untuk
dipecahkan.
d. Pertanyaan: membuat pertanyan pembuka maupun kegiatan inti agar siswa
tetap termotivasi untuk belajar lebih jauh.
e. Demonstrasi: memajangkan/memamerkan/menyajikan hasil kerja siswa di
kelas.
f. Refleksi: merenungkan, menindak-lanjuti laporan kelompok yang
dipresentasikan.

3) Model Konstruktivisme McClintock dan Black

Terdiri atas tujuh tahapan sebagai berikut:

a. Observasi: siswa melakukan observasi terutama atas sumber-sumber, materi-


materi, foto, gambar, rekaman video, & permainan ttg kebudayaan daerah.
b. Konstruksi Interpretasi: siswa menginterpretasikan pengamatan dan
memberikan penjelasan.
c. Kontekstualisasi/siswa membangun konteks untuk penjelasan mereka.

19
d. Belajar keahlian kognitif. guru membantu pengamatan, penguasaan siswa,
interpretasi, dan kontekstualisasi.
e. Kolaborasi: Para siswa bekerja sama dalam observasi, menafsirkan, dan
kontekstualisasi.
f. Interpretasi jamak: Para siswa memperoleh fleksibilitas kognitif dengan
memiliki kemampuan mengunjukkan berbagai penafsiran dari berbagai
perspektif.
g. Manifestasi jamak.siswa memperoleh transferabilitas dengan melihat berbagai
penjelmaan penafsiran yang beragam (Supardan, 2015: 175-177; 2004:5).

5. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Konstruktivis

Riyanto (2010: 157) mengemukakan kelebihan dan kelemahan dalam


pembelajaran konstruktivisme sebagai berikut.

1) Kelebihan
a. Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan
mencari sendiri jawabannya.
c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman
konsep secara lengkap.
d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

2) Kelemahan
a. Sulit mengubah keyakinan guru yang sudah terstruktur bertahun-tahun
menggunakan pendekatan tradisional.
b. Guru Konstruktivis dituntut lebih kreatif dalam merencanakan pelajaran dan
memilih atau menggunakan media.
c. Siswa dan orang tua mungkin memerlukan waktu beradaptasi dengan proses
belajar dan mengajar yang baru.

20
6. Evaluasi Teori

Bertahun-tahun silam, Larry Cremin (1961) mengamati bahwa pedagogi


yang progresif dan inovatif membutuhkan guru-guru yang sangat terampil.
Sekarang, hal yang sama dapat dikatakan tentang pembelajaran konstruktivisme.
Kita sudah melihat bahwa ada banyak ragam konstruktivisme dan banyak praktik
yang mengalir dari konsepsi-konsepsi yang berbeda ini. Kita juga tahu bahwa
semua pembelajaran orang dewasa ini terjadi dalam konteks high-stakes testing
dan akuntabilitas. Dalam situasi seperti ini, para guru konstruktivis menghadapi
banyak tantangan. Mark Windschitl (2002) mengidentifikasi empat dilema praktik
konstruktivisme yang dihadapi guru sebagai berikut:

1. Dilema konseptual: Menangkap tiang fondasi konstruktivisme kognitif, sosial,


dan dialektikal; merekonsiliasikan keyakinan saat ini tentang pedagogi dengan
keyakinan yang dibutuhkan untuk mendukung lingkungan belajar yang
konstruktivis.
2. Dilema pedagogis: Menghormati usaha siswa untuk berpikir bagi dirinya
sendiri sambil tetap meyakini ide-ide disipliner yang diterima;
mengembangkan pengetahuan yang lebih mendalam tentang subjek,
menguasai seni fasilitasi, mengelola jenis-jenis wacana baru dan kerja
kolaboratif di kelas.
3. Dilema kultural: Menjadi paham akan budaya kelas Anda; mempertanyakan
asumsi-asumsi tentang apa jenis-jenis kegiatan yang seharusnya dihargai;
memanfaatkan pengalaman, pola-pola wacana, dan pengetahuan lokal siswa
dengan beragam latar belakang budaya.
4. Dilema politis: Menghadapi isu-isu akuntabilitas dengan berbagai stakeholder
dalam komunitas sekolah, bernegosiasi dengan orang kunci tentang wewenag
dan dukungan untuk mengajar demi pemahaman.

C. Model Pembelajaran Discovery

Discovery Learning adalah proses belajar yang di dalamnya tidak disajikan


suatu konsep dalam bentuk jadi (final), tetapi peserta didik dituntut untuk

21
mengorganisasi sendiri cara belajarnya dalam menemukan konsep. Model
pembelajaran Discovery Learning mengarahkan peserta didik untuk memahami
konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai pada
suatu kesimpulan.

Dengan pembelajaran ini siswa tidak hanya berperan pasif menerima materi
pelajaran. Namun juga memprosesnya sampai memahami dan menguasai yang
biasa disebut sebagai pembelajaran aktif. Sehingga siswa bisa terbiasa untuk
menciptakan (menemukan) sebuah ilmu pengetahuan.

1. Pengertian Doscovery Learning Menurut Para Ahli


1) Berdasarkan Sund, Discovery learning merupakan aktivitas intelektual siswa
di mana mereka mampu menguraikan sebuah prinsip atau konsep. Aktivitas
intelektual diantaranya adalah mengobservasi, memahami, mampu
mengklasifikasikan, menciptakan asumsi, menjabarkan, menakar,
menciptakan kesimpulan (Suryabrata, 2002:193).
2) Berlandaskan Hosnan (2014:282), discovery learning adalah model
pengembangan kemampuan belajar aktif pada siswa agar bisa investigasi
dan mendapatkan ilmu secara mandiri. Dengan belajar aktif ini siswa juga
bisa dilatih berpikir secara analisis dan problem solving sehingga ilmu
pengetahuan bisa bertahan lama dalam diri siswa.
3) Berdasarkan Ruseffendi (2006:329), Model pembelajaran discovery learning
merupakan model yang mengelola pembelajaran yang bisa membuat siswa
mendapatkan ilmu pengetahuan secara mandiri dan belum diketahui oleh
dirinya.
4) Berlandaskan Kurniasih, dkk (2014:64), discovery learning adalah aktivitas
pembelajaran di mana materi disampaikan secara langsung kepada siswa.
Selanjutnya siswa dianjurkan untuk mengelola materi tersebut secara
mandiri. Di mana mereka harus bisa menemukan konsep berdasarkan data
atau informasi dengan cara penelitian.

22
2. Peran Siswa dan Guru dalam Model Pembelajaran Discovery Learning
• Peran Siswa
1. Siswa akan meneliti informasi
2. Memanipulasi objek
3. Melaksanakan percobaan (eksperimen)
4. Melakukan diskusi atau debat
5. Melihat sudut pandang lain
6. Menanyakan sebuah pertanyaan yang lebih dalam dan luas
7. Mendiskusikan gagasan-gagasan pengetahuan yang telah didapatkan dengan
guru.
• Peran Guru

Perlu diketahui bahwa pengajaran discovery learning membutuhkan peranan


guru. Tugas guru pada pembelajaran ini di antaranya adalah:

1. Memberikan tugas secara terbimbing dengan memanfaatkan berbagai teknik


instruksional.
2. Siswa dituntut untuk bisa menjabarkan gagasan mereka, kemudian guru akan
mengomentari (feedback) dan menilai gagasan tersebut.
3. Guru bisa memberikan contoh cara dan bagaimana sebuah tugas atau
pertanyaan diselesaikan.

Aspek penentu kesuksesan pembelajaran discovery learning adalah


keterlibatan guru. Senada dengan pernyataan Bruner (1961), bahwa sebuah
penemuan (discovery) tidak akan terjadi tanpa pengetahuan dasar (logika,
hitungan, bahasa dsb). Sementara Mayar (2004) menyatakan bahwa penemuan
tanpa pendukung lain harus dihilangkan, karena kurangnya pendukung akan
memperlemah hasil penemuan. Selain itu pembelajaran discovery tanpa
bimbingan dan peran guru akan menyebabkan siswa frustasi dan bingung.

Maka dari itu, peran guru pada pembelajaran discovery sangat krusial untuk
kesuksesan hasil pembelajaran. Siswa dituntut untuk bisa membangun
pengetahuan dasar dengan cara latihan, umpan balik, dan contoh. Pengetahuan

23
dasar bisa menjadi pondasi siswa untuk integrasi informasi dan membangun
keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah.

3. Jenis dan Bentuk Discovery Learning

Berdasarkan Suprihatiningrum (2014:244), Discovery learning ada dua


bentuk dalam implementasinya, yakni:

1. Guided Discovery Learning atau pembelajaran penemuan terbimbing, yaitu


bentuk yang memerlukan arahan guru sebagai penyedia dalam aktivitas
pembelajaran.
2. Free Discovery Learning atau pembelajaran penemuan bebas, yaitu bentuk
yang bebas di mana siswa harus bisa berperan aktif secara mandiri dan tidak
memerlukan fasilitator seperti guru.

Selain itu model pembelajaran discovery learning juga bisa dilakukan


dengan hubungan dua arah dan satu arah. Penjabaran lebih lanjut bisa
berlandaskan pada (Oemar Hamalik, 2009:187) yakni:

a. Hubungan dua arah adalah di mana siswa harus bisa berkomunikasi dengan
guru seperti menjawab pertanyaan. Lalu guru melakukan komunikasi dengan
siswa dengan cara panduan secara baik.
b. Hubungan satu arah adalah siswa akan diberi stimulus agar mereka bisa
melaksanakan penemuan. Di mana guru akan memberikan sebuah masalah
kepada siswa, dan mereka akan membuat solusi dengan metode penemuan.

4. Karakteristik dan Tujuan Discovery Learning

Model discovery learning memiliki karakteristik berupa eksplorasi dan


membuat solusi agar siswa bisa menciptakan, memadukan dan mengumumkan
sebuah pengetahuan. Berfokus pada peserta didik. Aktivitas untuk memadukan
ilmu pengetahuan baru dan lama.

24
1. Penyelesaian masalah. Guru membimbing dan mendorong siswa untuk bisa
mencari solusi dengan cara memadukan informasi yang sudah ada dengan
informasi baru serta menjelaskan cara menyederhanakan sebuah pengetahuan.
2. Manajemen Pelajar. Guru mengizinkan siswa untuk bekerja secara mandiri
atau bersama siswa atau orang lain. Dengan fleksibilitas ini membuat
pembelajaran bisa lebih dinamis, karena dengan siswa belajar secara bebas
membuat mereka terhindar dari stres yang tidak perlu dan mereka merasa
belajar secara mandiri.
3. Mengintegrasikan dan Menghubungkan. Guru akan mengajari siswa cara
mengintegrasikan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru. Selain itu guru
juga bisa membuat sebuah pengetahuan terhubung dengan dunia nyata,
caranya bisa dengan memberikan contoh.
4. Pengetahuan lama dan sudah dikenal akan menjadi dasar dari informasi baru,
sehingga saat pengetahuan lama dan informasi baru terintegrasi maka
wawasan siswa akan menjadi luas dan akan menemukan sesuatu yang baru.
5. Analisis dan Interpretasi Informasi. Pembelajaran akan berfokus pada proses
bukan pada isi atau hasil, karena pembelajaran bukanlah sekumpulan fakta
dan informasi. Ini menjadikan siswa untuk didorong untuk bisa menganalisis
dan menafsirkan (menerjemahkan) informasi yang diperoleh daripada
menghafal jawaban atau informasi.
6. Kegagalan dan Umpan Balik. Belajar tidak hanya ketika kita menemukan
jawaban yang benar, namun belajar juga ketika kita mendapatkan sebuah
kegagalan. Pembelajaran discovery ini tidak berorientasi pada hasil akhir yang
tetap namun lebih pada hal-hal baru yang ditemukan pada prosesnya.

Maka dari itu menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan penjelasan
(umpan balik), karena tanpa penjelasan tersebut pembelajaran akan menjadi buntu
dan tidak lengkap. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:

1. Pada sebuah penelitian, pembelajaran discovery bisa membuat tingkat retensi


siswa pada sebuah materi atau pengetahuan meningkat, informasi bisa
bertahan hingga enam minggu sesudah penjabaran sebuah materi atau
pengetahuan.

25
2. Selain itu pembelajaran berbasis penemuan atau discovery learning ini adalah
pengembangan pikiran yang bisa meningkatkan potensi siswa sehingga bisa
bermanfaat sepanjang hayat.
3. Pembelajaran ini bisa meningkatkan daya eksplorasi dan kolaborasi antar
siswa dan guru dalam memecahkan sebuah masalah.

5. Unsur-unsur Dalam Model Pembelajaran Discovery


1. Langkah-langkah atau Sintaks Discovery Learning
a. Persiapan

Sebelum menuju langkah yang sesungguhnya berikut adalah persiapan


Discovery Learning, agar bisa berjalan maksimal (Hosnan, 2014: 289).

1) Memutuskan tujuan pembelajaran apa yang akan dipelajari


2) Melaksanakan pengamatan untuk mengetahui sifat siswa mulai dari cara
belajar, bakat dan minat.
3) Menetapkan materi yang akan digunakan.
4) Menetapkan materi apa saja yang akan dipelajari siswa untuk meningkatkan
keterampilan induktif beserta contoh dalam melakukan generalisasi.
5) Pengembangan bahan ajar dengan cara memberikan gambaran, ilustrasi dan
contoh untuk diamati siswa.
6) Mengkategorikan materi ajar untuk siswa dari yang mudah hingga yang paling
susah, konkret hingga abstrak dsb.
7) Melaksanakan asesmen pada proses dan hasil yang didapatkan siswa dalam
pembelajaran.
8) Prosedur Implementasi Strategi Discovery Learning

b. Pelaksanaan

Berdasarkan penuturan Hosnan 2014: 289, terdapat langkah umum yang


harus dilakukan pada strategi pembelajaran penemuan ini, di antaranya adalah:

1) Identifikasi Masalah (Problem statement)

26
Pada sesi awal ini siswa akan diberi tugas untuk identifikasi masalah sesuai
dengan pelajaran yang telah ditetapkan, selanjutnya siswa akan melakukan
hipotesis dengan menjawab pertanyaan dari masalah.

2) Stimulasi (Stimulation)

Guru akan melakukan stimulasi atau rangsangan kepada siswa, untuk mengetahui
apakah siswa sudah paham betul dengan apa yang sedang dilakukannya. Caranya
bisa dengan mengajukan pertanyaan terkait masalah agar mereka bisa berinisiatif
untuk melakukan observasi mandiri.

3) Penghimpunan Data (Data collection)

Bagian ini merupakan proses siswa untuk mengetahui apakah hipotesis yang
diajukan benar atau tidak, caranya bisa dengan melakukan penghimpunan data.
Cara penghimpunan data sendiri terdiri dari membaca penelitian terdahulu &
literatur, observasi, wawancara narasumber, melaksanakan uji coba mandiri dsb.

4) Mengolah Data (Data processing)

Pada sesi ini adalah cara siswa untuk mengolah data yang telah diperoleh dari
penghimpunan data. Metode pengolahan data sendiri ada berbagai cara, untuk
pelajar yang masih dibangku SMA-SMP-SD bisa dengan cara sederhana seperti,
pengkategorian, penghitungan, pengacakan dan tabulasi

5) Verifikasi (Verification)

Pada sesi ini siswa akan melaksanakan pembuktian data, siswa akan
melaksanakan penelitian secara teliti agar diketahui apakah hipotesis yang
diajukan benar atau tidak.

6) Kesimpulan (Generalization)

Melakukan kesimpulan adalah ketika sebuah data menunjukan gejala yang sama
dalam hal ini dinamakan dengan generalisasi dengan cara melakukan induksi.
Tentu dasarnya adalah Verification.

27
2. Sistem Sosial

Siswa belajar dalam kelompok yang beranggota 4 siswa dan siswa bebas
berfikir serta menuntut untuk bekerjasama dalam proses pembelajaran.

3. Prinsip Reaksi

Guru sebagai fasilitator dan reflektor pada saat pembelajaran berlangsung


dan siswa dituntut belajar lebih mandiri dengan sistem belajar kooperatif.

4. Sistem Pendukung

Ada beberapa sistem pedukung pada saat pembelajaran berlangsung, seperti


Powerpoint presentation, LKS, geoboard dan view reflektor serta buku paket
siswa yang dapat membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep
refleksi.

5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring


a. Dampak instruksional model pembelajaran Discovery Learning bagi siswa
adalah sebagai berikut:
1) Siswa mampu mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk b ahasa lisan
ataupun verbal;
2) Siswa mampu menyalurkan dan mengarahkan kognitifnya
sendiri, kemampuan ini meliputi konsep dan kaidah memecahkan masalah;
3) Siswa mampu menerima atau menolak objek berdasarkan penelitian
terhadap objek tersebut.
b. Dampak pengiring model pembelajaran Discovery Learning bagi siswa
adalah sebagai berikut:
1) Menimbulkan semangat kreativitas pada siswa;
2) Memupuk solidaritas antar siswa;
3) Menambah nilai dan prestasi belajar siswa.

28
6. Kelebihan dan Kekurangan Discovery Learning

Berdasarkan penuturan Suherman, dkk (2001:179) menyatakan bahwa


terdapat keunggulan atau kelebihan yang bisa diambil dari model discovery
learning, yakni:

1. Kelebihan
a. Dalam aktivitas belajar siswa akan aktif, ini dikarenakan mereka akan
menyelesaikan permasalahan atau menemukan pengetahuan secara mandiri.
b. Dengan model discovery learning siswa akan menguasai pelajaran secara
mendalam. Ini dikarenakan siswa mencerna dan menemukan sendiri ilmu
pengetahuan itu sehingga bisa lebih bertahan lama dalam ingatannya.
c. Dengan memahami dan menemukan secara mandiri akan memicu rasa puas.
Rasa puas tersebut akan memotivasi siswa untuk memahami dan
menemukan lagi. Ini menjadikan minat belajar (motivasi) akan berkembang.
d. Siswa yang mendapatkan ilmu pengetahuan dengan discovery learning akan
lebih sanggup membagi ilmu pengetahuannya di berbagai aspek.
e. Dengan metode discovery learning in siswa akan terlatih untuk bisa belajar
secara mandiri.

2. Kekurangan

Sementara berdasarkan penuturan Kurniasih, dkk (2014:64-65), terdapat


beberapa kekurangan kelemahan dari Discovery Learning, berikut diantaranya:

a. Model ini akan memicu sebuah anggapan setiap pikiran pasti sudah siap
untuk belajar. Namun untuk siswa yang lemah, mereka akan mendapati
kesukaran dalam berpikir abstrak atau menjabarkan sebuah pengetahuan
melalui tulisan maupun ucapan sehingga siswa tersebut bisa terkuras
mentalnya.
b. Dalam prakteknya model discovery learning kurang bisa mengcover jumlah
siswa yang jumlahnya banyak. Ini disebabkan akan memakan waktu yang
relatif tidak sedikit.

29
c. Esensi dalam model discovery learning akan tidak tersampaikan jika
digunakan pada pola pikir guru dan murid yang sudah nyaman dengan
metode lama. Jadi gunakan metode penemuan ini dengan cara bertahap.
d. Pembelajaran discovery lebih efektif bila digunakan untuk membangkitkan
penguasaan dan pemahaman, namun dalam membangkitkan komponen
keterampilan, konsep dan emosi pembelajaran ini kurang bisa memfasilitasi.
e. Materi yang ditentukan oleh guru dalam model pembelajaran ini
mengakibatkan siswa tidak bisa memilih apa yang diinginkan dalam
pembelajaran.

30
BAB III

PENUTUP

I. Kesimpulan

Dengan menyusun strategi pembelajaran yang mencakup metode,


pendekatan, dan model pembelajaran, seorang guru diharapkan dapat membantu
peserta didik yang memiliki latar belakang dan karakteristik yang berbeda untuk
mencapai tujuan pendidikannya. Metode eksperimen merupakan metode
pembelajaran yang dalam penerapannya berpusat pada siswa, sedangkan guru
hanya sebagai fasilitator, sehingga proses pembelajaran berlangsung lebih
bermakna bagi siswa yang membiat siswa lebih memahami dan lebih lama
mengingat materi yang diajarkan. Pendekatan konstruktivis menekankan bahwa
siswa dapat menciptakan, menginterpretasikan, dan mengorganisasikan
pengetahuannya. Sementara itu, model pembelajaran discovery learning
merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk mengorganisasikan
sendiri cara belajarnya dalam menemukan konsep. Dengan demikian, dari metode,
pendekatan, dan model pembelajaran yang telah kami pilih, semua proses
belajarnya menuntut siswa lebih aktif, sehingga ketiganya cocok diterapkan dalam
pembelajaran sains, khususnya pada mata pelajaran Fisika.

II. Saran

Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan terdapat banyak
kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Kami juga
menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dalam segi tata cara
penulisannya. Untuk itu, kami berharap pembaca dapat memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

31
DAFTAR PUSTAKA

Maulana, I., & Leonard. (2018). Pendekatan Konstruktivisme dengan Strategi


Pembelajaran Tugas dan Paksa. Seminar Nasional dan Diskusi Panel
Multidisiplin Hasil Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat.

Muhamad,N. (2017). Pengaruh Metode Discovery Learning untuk Meningkatkan


Representasi Matematis dan Percaya Diri Siswa. Jurnal Pendidikan
UNIGA, 10 (1), 9-22.

Nisaunnajah. (2021). BAB II KONSEP METODE PEMBELAJARAN


EKSPERIMEN.

Supardan, H.D. (2016). Teori dan Praktik Pendekatan Konstruktivisme dalam


Pembelajaran . Edunomic Jurnal Pendidikan Ekonomi.

32

Anda mungkin juga menyukai