Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KEBUDAYAAN SUKU TOLAKI

Dosen Pembimbing :
Sitti Aisa, AM.Keb., M.Pd.

Oleh :
RIRIN
P00324020088

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KENDARI


D-III KEBIDANAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT., karna atas berkat,
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami diberi kesehatan untuk
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “KEBUDAYAAN SUKU TOLAKI”.
Shalawat serta salam kita kirimkan kepada baginda Rasulullah Saw, keluarga,
sahabatnya yang telah berjuang dalam menegakkan Islam sehingga kita bisa
merasakan indahnya Islam dan nikmatnya iman sampai saat ini.
Pada kesempatan ini pula saya mengucapkan terimah kasih kepada semua
pihak terutama dosen mata kuliah Antropologi Kesehatan yakni ibu Sitti Aisa,
AM.Keb., M.Pd yang telah memberikan tugas kepada saya.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna.Untuk itu, saya meminta kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini bisa lebih baik lagi kedepannya. Semoga makalah ini bermanfaat
untuk pembaca.

Kendari, 26 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Ciri-Ciri Fisik
B. Persiapan Menikah
C. Persiapan Pada Saat Hamil
D. Persiapan Pada Saat Menjalankan Kehamilan
E. Persiapan Pada Saat Melahirkan Normal
F. Persiapan Pada Saat Masa Nifas
G. Persiapan Pada Saat Menyusui Bayi
H. Sehat Dan Sakit
I.Bagaimana suku dalam menjalankan kehamilan
J Ritual Pada Saat Kehamilan
K Kesehatan Reproduksi
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Suku Tolaki adalah etnis terbesar yang berada di provinsi Sulawesi
Tenggara. Suku Tolaki merupakan etnis yang berdiam di jazirah tenggara
pulau Sulawesi. Suku Tolaki merupakan suku asli daerah Kota Kendari dan
Kabupaten Kolaka. Suku Tolaki tersebar di 7 kabupaten/kota di provinsi Sulawesi
Tenggara yang meliputi Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Konawe
Selatan, Konawe Utara, Kolaka, Kolaka Utara dan Kolaka Timur.
Masyarakat Tolaki sejak zaman prasejarah telah memiliki jejak peradaban,
hal ini dibuktikan dengan ditemukannya peninggalan arkeologi di beberapa gua
atau kumapo di Konawe bagian utara maupun beberapa gua yang ada di daerah
ini. Lokasi situs gua-gua di daerah ini umumnya terletak di Konawe bagian Utara
seperti Asera, Lasolo, Wiwirano, Langgikima, Lamonae, diantaranya gua
Tanggalasi, gua Tengkorak I, gua Tengkorak II, gua Anawai Ngguluri, gua
Wawosabano, gua Tenggere dan gua Kelelawar serta masih banyak situs gua
prasejarah yang belum teridentifikasi.
Dari hasil penelitian tim Balai Arkeologi Makassar dari tinggalan materi
uji artefak di Wiwirano berupa sampel dengan menggunakan metode uji karbon
14 di laboratorium Arkeologi Miami University Amerika Serikat, menyimpulkan
bahwa daripada artefak di Wiwirano Konawe Utara berumur sekitar 7000 tahun
yang lalu atau dengan evidensi ini maka peradaban Tolaki di Konawe telah
berlangsung sejak 5000 tahun Sebelum Masehi. Di dalam gua-gua tersebut
menyimpan banyak artefak baik tengkorak manusia, alat kerja seperti alat-alat
berburu, benda pemujaan, guci, tempayan, gerabah, porselin baik itu buatan
China, Thailand, VOC, Hindia Belanda, batu pemujaan, terdapat beberapa gambar
atau adegan misalnya binatang, tapak tangan, gambar berburu, gambar sampan
atau perahu, gambar manusia, gambar perahu atau sampan, patung, terakota, dan
sebagainya. Secara linguistik bahasa Tolaki merupakan atau masuk kedalam
rumpun bahasa Austronesia, secara Antropologi manusia Tolaki merupakan Ras
Mongoloid, yang datang ditempat ini melalui jalur migrasi dari Asia Timur,
masuk daerah Sulawesi, hingga masuk daratan Sulawesi Tenggara.
Sebelum kerajaan Konawe muncul, telah ada beberapa kerajaan kecil
yaitu: Padangguni berkedudukan di Abuki pada saat itu yang menjadi rajanya
adalah mokole Bunduwula. Kerajaan Besulutu di Besulutu dengan rajanya
bernama Mombeeti, dan kerajaan Wawolesea di Toreo dengan rajanya Wasangga.
Berdasarkan oral tradition atau tradisi lisan masyarakat Tolaki jauh sebelum
kerajaan Konawe terbentuk. Di daerah ini telah berdiri beberapa kerajaan kecil.
Kemudian berintegrasi menjadi satu konfederasi yaitu kerajaan Konawe. Gejala
terintegrasinya kerajaan kecil membentuk satu konfederasi kerajaan terjadi juga di
beberapa kerajaan di daerah ini seperti halnya kerajaan Wolio terbentuk
merupakan gabungan dari beberapa kerajaan kecil seperti Kamaru, Tobe-Tobe,
dan beberapa kerajaan kecil lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ciri Fisik Suku Tolaki
B. Persiapan menikah
Suku Tolaki dengan kekayaan budaya dan adat istiadatnya mengenal tata cara
perkawinan yang cukup kompleks dan relatif masih dipatuhi penyelenggaraannya
hingga sekarang. Salah satu aspek yang masih dilakukan adalah tradisi
penyerahan onggoso. Terkait peristilahan, ada yang menyebutkannya dengan
istilah onggoso tekonggoa atau onggoso ndekonggoa. Pada tulisan ini digunakan
istilah onggoso yang lebih umum digunakan dalam masyarakat. Istilah ini
mengacu pada tanggungan pengadaan biaya atau materi untuk persiapan
penyelenggaraan acara yang ada dalam rangkaian adat perkawinan. Bertolak dari
pendapat bahwa pesan dan pikiran masyarakat pemilik folklor salah satunya
dititipkan dalam cerita-cerita lisan dan sebagai pendalaman dari penelitian
terdahulu, diangkatlah permasa- lahan mengenai bagaimana tradisi onggoso
terepresentasi di dalam mitos Oheo. Tujuannya adalah menelusuri tradisi onggoso
dalam adat perkawinan Suku Tolaki melalui mitos Oheo.
Penelusuran mengenai muasal sebuah tradisi melalui cerita lisan dapat dilakukan
dengan mempertimbangkan nilai mitologis cerita tersebut. Mitos Oheo bernilai
mitologis yang cukup kuat bagi masyarakat Tolaki.
Gunung Oheo di Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara menjadi salah satu
entitas alam yang diyakini terjadi dari batu besar yang dijatuhkan dari kayangan
oleh Raja Dewa untuk mencelakai Oheo dan keluarganya. Mitos Oheo sudah
ditransformasikan dari bentuk asalnya sebagai cerita lisan melalui sebuah buku
hasil penelitian yang dilakukan oleh Sande (1986). Dalam buku ini disebutkan
bahwa penyebaran cerita ini meliputi seluruh masyarakat Tolaki yang ada di
daratan Sulawesi Tenggara. Artinya, berdasarkan pe- nelitian Sande diketahui
bahwa mitos Oheo dimiliki oleh suku Tolaki secara keseluruhan. Perbedaan versi
hanya terletak pada detail kisahnya seperti penyebutan ahua (telaga) dan sungai
sebagai tempat di mana Anawaingguluri dan saudara-saudaranya mandi (Hastuti,
2013).
Hukum dan aturan adat perkawinan dalam bahasa Tolaki disebut sara ine tina
(Koodoh, 2011). Ada empat syarat adat yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki
sebagai peminang sebelum diresmikan dalam akad nikah. Keempat syarat adat itu
adalah puuno (pokok adat), popolono (mahar), sara peana (sejumlah barang/materi
penebus jasa ibu), dan onggoso (biaya pesta).
Pada awalnya, ada pembedaan antara penyerahan biaya untuk acara peminangan
(mowawo niwule) dan biaya untuk acara pesta pernikahan (mowindahako). Biaya
untuk peminangan disebut ana nggoso, sedangkan biaya untuk pesta pernikahan
disebut onggoso. Ana nggoso berupa bahan keperluan pesta seperti sapi atau
kerbau, beras, kelapa, dan lain-lain diantarkan pihak laki-laki ke rumah pihak
perempuan sebelum dilakukan acara pe- minangan. Dalam perkembangannya,
banyak masyarakat Tolaki yang menyederhanakan penyerahan biaya pesta ini
menjadi hanya satu, yaitu onggoso.
Onggoso demikian penting dalam sebuah proses perkawinan. Suku Tolaki
mengenal beberapa istilah untuk proses perkawinan, baik yang didahului dengan
proses yang wajar atau pun yang tidak wajar, misalnya kawin lari atau perkawinan
yang dilaksanakan karena kasus perzinaan (umoapi). Di dalam perkawinan karena
umoapi pun onggoso menjadi salah satu poin yang harus dipenuhi (Handrawan,
2016). Sebelum tahun 1960-an, onggoso diserahkan dalam bentuk barang-barang
keperluan pesta. Penyerahan onggoso dalam bentuk uang baru dilakukan setelah
tahun 60- an (Su’ud, 2011). Selain berupa penggabungan ana nggoso dengan
onggoso, penyederhanaan juga terjadi pada jenis materi yang diserahkan, yaitu
berupa uang. Penyederhanaan ini dilakukan demi alasan kepraktisan. Namun,
pada praktiknya onggoso harus ditunaikan sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
Tidak menutup kemungkinan onggoso seluruhnya berupa uang, barang, atau uang
dan barang. Semua diputuskan melalui musyawarah.
c. Persiapan pada saat menikah
Tahap perkawinan (Mowindahako)
Mowindahako dapat diterjemahkan pesta perkawinan, setelah tiba hari
yang telah disepakati, maka diantarlah pengantin laki-laki ketempat upacara
perkawinan dengan usungan (Sinamba Ulu) atau kendaraan lain.
Rombongan pengantin laki-laki dalam memasuki ruang upacara utama, pintu
pagar, pintu utama, pintu kamar tidur, pembuka kelambu dan mata pengantin
perempuan masih tertutup. Untuk membuka hal-hal tersebut diatas, maka pihak
laki-laki harus menebusnya sesuai dengan kesepakatan dengan masing-masing
penjaga. Hal ini dimaksudkan agar memeriahkan acara perkawinan, serta sebagai
symbol ketulusan dari pihak laki-laki.disaat upacara ini pula semua kesepakatan
peminangan dipenuhi serta ditampilkan secara transparan didepan masing-masing
juru bicara, Puutabo, pemerintah, serta para undangan.
Setelah hal-hal tersebut dilakukan, kemudian kedua mempelai duduk
bersila dan siap mengikuti upacara adat Mowindahako. Acara ini dilakukan
dengan cara juru bicara pihak laki-laki menyesuaikan duduknya dengan
mengarahkan Kalonya kehadapan Puutobu atau pemerintah setempat dan maju
maksimal 4 kali sampai berhadapan langsung dengan penerima Kalo sebagai
permohonan izin untuk memulai upacara adat. Dalam prosesi ini, juru bicara
pihak laki-laki mengucapkan salam kepada Puutobu atau pemerintah setempat
serta menyampaikan maksud kehadiran yang kemudian dijawab oleh Puutobu
atau pemerintah tersebut. Setelah itu penerima Kalo mengembalikan kepada juru
bicara. Kemudian juru bicara laki-laki mohon diri untuk kembali ketempat semula
dan berhadap-hadapan dengan juru bicara dari pihak perempuan.
Acara berikutnya juru bicara laki-laki mengarahkan kehadapan juru bicara
perempuan dengan meletakkan Kalo untuk melanjutkan acara Mowindahako.
Bersamaan itu pula di sebelah kanan juru bicara laki-laki disuguhkan salopa
tempat sirih, pinang, rokok atau tembakau oleh masing-masing ibu yang
ditugaskan untuk Mosoro niwule.
Setelah kedua petugas Mosoro niwule menyodorkan salopa maka juru
bicara laki-laki membuka kesunyian dengan mengucapkan salam dan dijawab
oleh yang mendengarkan
Akhir acara atau penutup dilakukan Moheu osara atau pengukuhan adat.
Makna dari acara ini adalah agar dalam melaksanakan tugasnya, juru bicara harus
berlaku adil dan jujur serta sehat sepanjang hidupnya, bila sebaliknya akan
terkena sanksinya dan mendoakan kedua rumpun keluarga mempelai agar hidup
rukun, damai, bahagia, sehat, beriman, bertakwa kepada tuhan, dimurahkan
rezekinya, melahirkan keturunan saleh, sehat, berilmu, dan beriman sampai akhir
hayat. Kemudian dilanjutkan dengan saling menyuguhkan minuman sebagai
pertanda upacara perkawinan telah selesai.
Setelah acara adat telah selesai, maka selanjutnya dilakukan akad nikah
oleh petugas agama yang didahului penyerahan perwalian dari orang tua
perempuan kepada imam (pemuka agama islam) yang akan menikahkan. Dan
tahapan berikutnya adalah membawa pengantin laki-laki ke kamar pengantin
perempuan untuk pembatalan wudhu. Dalam acara pembatalan wudhu, jempol
kanan pengantin laki-laki ditempelkan diantara kedua kening atau dibawah
tenggorokan pengantin perempuan.
Pada acara selanjutnya, kedua pengantin keluar kamar menuju kedua
orang tua untuk melaksanakan Meanamotuo atau sembah sujud sebagai tanda
syukur dan hormat kepada kedua orang tua yang telah melahirkan dan memelihara
mereka. Setelah itu barulah dilakukan acara resepsi dan hiburan yang diisi dengan
tarian lulo, pada zaman dulu tarian ini dilakukan pada upacara-upacara adat
seperti pernikahan, pesta panen raya dan upacara pelantikan raja, yang diiringi
oleh alat musik pukul yaitu gong. Tarian ini dilakukan oleh pria, dan yang
terpenting dari semua itu adalah arti dari tarian Lulo sendiri, yang mencerminkan
bahwa masyarakat Tolaki adalah masyarakat yang cinta damai dan mengutamakan
persahabatan dan persatuan dalam menjalani kehidupannya.
Demikianlah keterangan tentang prosesi pernikahan adat suku tolaki,
semoga keterangan tersebut diatas dapat bermanfaat bagi pihak yang peduli pada
suku tolaki khususnya yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai prosesi
pernikahan adat suku Tolaki.
d. Persiapan Pada Saat Hamil
e. Pada Saat Menjalankan Kehamilan
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan
untuk mencegah terjadinykomplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping
itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatajanin. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui dan menganalisis faktor sosial budaya ibu hamil suku toladalam
berpantang makan pada masyarakat pesisir Kota Kendari. Penelitian ini
menggunakan penelitiakualitatif dengan pendekatan studi kasus. Cara
mendapatkan informasi melalui wawancara mendalam daobservasi lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat kepercayaan berpantang makanan masih
adhingga saat ini, beberapa jenis makanan yang dipantang oleh suku tolaki di
Kota Kendari adalah jenis sayuranangka, terong, papaya, nenas, dan pisang
mentah. Jenis minuman yang dipantang yakni minum susu daminum air es.
Makanan yang manis-manis seperti gula merah juga dipantang termasuk makanan
bersantadan berminyak. Dari jenis hewani dipantang makan ikan masak karena
dikhawatirkan akan membuat Aberbau busuk dan amis. Makanan yang dianjurkan
adalah jenis kacang tanah, sayur bening dan ikan pangganUntuk perilaku
perawatan kehamilan ibu hamil dilarang keluar rumah kecuali membawa jimat
yang dipercaybisa melindungi ibu hamil dan bayinya dari roh jahat. Dilarang pula
makan didalam kamar dan ketika makaharus memberitaukan ke suami agar ibu
tidak memberaki dirinya saat melahirkan. Kesimpulan penelitian iadalah masih
terdapat budaya berpantang makanan selama kehamilan pada suku tolaki juga
masih terdaptata cara perawatan kehamilan pada ibu hamil berupa perilaku
berpantangan dan anjuran selama kehamilan.Kata kunci: sosial budaya, suku
tolaki
f. Melahirkan Normal
g. Persiapan Nifas
H.
I.
J. Bagaimana suku dalam menjalankan kehamilan.
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan
untuk mencegah terjadinykomplikasi dan kematian ketika persalinan,
disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatajanin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor sosial
budaya ibu hamil suku tolaki dalam berpantang makan pada masyarakat
budaya tolaki., beberapa jenis makanan yang dipantang oleh suku tolaki di
masyarakat budaya tolaki adalah jenis sayur nangka, terong, papaya, nenas,
dan pisang mentah. Jenis minuman yang dipantang yakni minum susu
daminum air es. Makanan yang manis-manis seperti gula merah juga
dipantang termasuk makanan bersantadan berminyak. Dari jenis hewani
dipantang makan ikan masak karena dikhawatirkan akan membuat
Aberbau busuk dan amis. Makanan yang dianjurkan adalah jenis kacang
tanah, sayur bening dan ikan pangganUntuk perilaku perawatan kehamilan
ibu hamil dilarang keluar rumah kecuali membawa jimat yang dipercaybisa
melindungi ibu hamil dan bayinya dari roh jahat. Dilarang pula makan
didalam kamar dan ketika makaharus memberitaukan ke suami agar ibu
tidak memberaki dirinya saat melahirkan. Kesimpulan penelitian iadalah
masih terdapat budaya berpantang makanan selama kehamilan pada suku
tolaki juga masih terdaptata cara perawatan kehamilan pada ibu hamil
berupa perilaku berpantangan dan anjuran selama kehamilan.Kata kunci:
sosial budaya, suku tolaki

K.

Anda mungkin juga menyukai