Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SISTEM KEPERCAYAAN SUKU FLORES

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas


Budaya Lahan Kering, Kepulauan, dan Pariwisata

Disusun Oleh:

Michelle Maria Angely Rani Sani (2206080001)


Inggi Rosina Nomleni (2206080002)
Varra Chandrika Kumara Tungga (2206080003)
Anggi Tri Sujada Lifere (2206080073)
Grace Intan Bithauni Seran (2206080075)

PROGRAM STUDI ILMU KOMPUTER

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
kelompok untuk mata kuliah Budaya Lahan Kering, Kepulauan, dan Pariwisata dengan judul:
“Sistem Kepercayaan Suku Flores”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Kupang, September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4

BAB II 5

BAB III 6

BAB IV 9
4.1 Kesimpulan 9

DAFTAR PUSTAKA 10

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Flores berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Flores Termasuk dalam gugusan
Kepulauan Sunda Kecil bersama Bali dan NTB, dengan luas wilayah sekitar 14.300 km².
Daerah ini termasuk daerah yang kering dengan curah hujan rendah,memiliki potensi bidang
pertanian yang rendah. Meskipun potensi di bidang pertanian rendah, Flores memiliki potensi
di bidang lain yang cukup menjanjikan.Tetapi sayang, tidak banyak yang tahu mengenai
potensi tersebut. Potensi pariwisata dan budaya Flores dianggap akan dapat memakmurkan
perekonomian daerah Flores. Daerah Flores yang indah sangat mendukung untuk
dikembangkannya pariwisata disana. Ada banyak tempat-tempat indah di Flores yang bisa
dikunjungi oleh wisatawan, baik wisatawan luar negeri maupun dalam negeri, misalnya Air
Terjun Kedebodu/Ae Poro, KebunContoh Detu Bapa, Air Panas Ae Oka Detusoko, Air Panas
Liasembe dan sebagainya.

Tetapi pengembangan atas bidang ini masih sangat kurang. Budaya Flores Yang beraneka
ragam juga dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Aneka tarian, lagu
daerah, alat musik dan berbagai produk budaya lainnya merupakan kekayaan Flores yang
menuntut warganya untuk selalu melestarikannya. Upacara-upacara adat yang unik juga
dapat memberikan ciri khas bagi daerah Flores. Apabila potensi-potensi di bidang budaya
inidikembangkan, akan dapat memajukan dan meningkatkan perekonomian Flores dimasa
depan. Pembelajaran, pendalaman, pengembangan dan pelestarian terhadap budaya-budaya
Flores harus mulai dilakukan sekarang, terutama oleh masyarakat Flores sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana sistem kepercayaan/religi pada suku Flores?

1.3 Tujuan
Menganalisis dan mengkritisi tentang sistem kepercayaan/religi suku flores

4
BAB II

SISTEM KEPERCAYAAN SUKU FLORES

Masyarakat Flores sudah menganut agama seperti Katolik, Islam, Kristen dan lain
sebagainya. Namun masih terdapat tradisi atau kepercayaan leluhur yang dipertahankan,
salah satunya adalah tradisi megalitik di beberapa sub etnis Flores. Misalnya, tradisi
mendirikan dan memelihara bangunan-bangunan pemujaan bagi arwah leluhur sebagai wujud
penghormatan (kultus) terhadap para leluhur dan arwahnya berawal sejak sekitar 2500 - 3000
tahun lalu dan sebagian diantaranya masih berlangsung sampai sekarang.

Dampak pendirian monumen-monumen tradisi megalitik itu begitu luas mencakup aspek
simbolisme, pandangan terhadap kosmos (jagat raya), asal mula kejadian manusia, binatang
dan sebagainya. Upacara doa dan mantra, serta berbagai media untuk mengekspresikan
simbol-simbol secara fisik dalam kebersamaan. Tradisi megalitik yang berkembang di Pulau
Flores awal pemunculannya, tampak pada sisa-sisa peninggalan seperti rancang rumah adat
dan monumen-monumen pemujaan terhadap arwah leluhur, termasuk seni ragam hiasnya.

Selain itu, tampak juga pada upacara pemujaan termasuk prosesi doa mantra, pakaian, pelaku
seni, seni suara dan tari serta perlengkapan-perlengkapan upacara (ubarampe) dan
sebagainya. Tradisi megalitik pun tampak pada tata ruang, fungsi, konstruksi serta struktur
bangunan. Tak ketinggalan pada upacara siklus hidup mulai dari lahir, inisiasi, perkawinan
dan pola menetap setelah perkawinan dan kematian, penguburan serta perkabungan. Sudah
tentu juga berkaitan dengan upacara untuk mencari mata pencarian, seperti pembukaan lahan,
penebaran benih, panen, perburuan, pengolahan logam dan sebagainya, serta pembuatan
benda-benda gerabah, tenun dan senjata.

5
BAB III

KRITISI BUDAYA

Penduduk asli suku bangsa Flores terdiri atas beberapa sub-sub suku bangsa, antara lain
orang Manggarai, orang Riung, orang Ngada, orang Nagekeo, orang Ende, orang Lio, orang
Sikka, dan orang Larantuka.

Sebelum mengenal agama, penduduk asli Flores mengenal konsep religi berupa kepercayaan
kepada roh-roh nenek moyang. Dalam bahasa Manggarai, roh-roh nenek moyang disebut
Empo atau andung.

Adapun istilah untuk roh orang yang telah meninggal disebut poti. Roh-roh dianggap
menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia, misalnya dalam tiang rumah, dalam
sebuah perigi (sumur), di persimpangan jalan, dalam sebuah pohon besar, dan di halaman
rumah.

Di samping itu penduduk asli Flores dan orang Manggarai juga percaya kepada makhluk-
makhluk halus yang menjaga rumah dan halaman, menjaga desa (naga golo), dan menjaga
tanah pertanian (naga tana).

Roh-roh halus itu dinamakan ata pelesina yang artinya makhluk-makhluk yang berada di
dunia lain. Masyarakat adat pada masa lampau juga mempercayai adanya makhluk-makhluk
halus yang menguasai hutan, sungai, dan sumber air.

Makhluk-makhluk halus yang menguasai hutan, sungai, dan sumber air disebut darat. Banyak
dari ata pelesina dan darat yang dapat dihubungi melalui upacara-upacara kesuburan atau
upacara-upacara pertanian. Semua roh atau makhluk halus tersebut, ada yang bersifat baik
dan ada yang jahat.

Roh-roh itu mendatangkan penyakit, bencana, dan kematian, jika tidak diperhatikan sesuai
dengan cara-cara adat. Adapun roh-roh yang bersifat jahat adalah jin dan setan.

6
Suatu unsur penting dalam religi asli masyarakat adat Flores adalah kepercayaan kepada
Dewa Tertinggi. Orang Manggarai menyebut dewa tertinggi sebagai Mori Karaeng,
sedangkan orang Ngada menyebutnya deva.

Dalam dongeng-dongeng mitologi orang Manggarai, Mori Karaeng dianggap sebagai


pencipta alam dan ada dongeng-dongeng khusus mengenai cara ia menciptakan bumi,
manusia, dunia roh, binatang, dan tumbuh-tumbuhan.

Selain itu ada pula dongeng-dongeng yang menceritakan tentang adanya angin, gempa bumi,
petir dan sebagainya.

Ada pula dongeng mengenai bagaimana Mori Karaeng mengajari manusia membuat tenunan,
membuat tuak, dan sebagainya.

Selain sebagai pencipta alam dan penjaga adat, Mori Karaeng juga dikenal sebagai tokoh
dewa yang dalam ilmu antropologi disebut sebagai dewa pembawa adat atau cultural hero.

Upacara keagamaan yang asli menurut adat Manggarai dilakukan oleh seorang yang disebut
ata mbeko. Jabatan itu tidak didapat dari keturunan melainkan karena belajar dari seorang ata
mbeko yang sudah berpengalaman.

Baik laki-laki maupun perempuan dapat menjadi ata mbeko. Seorang ata mbeko kadang kala
diundang untuk memberi petunjuk atau melaksanakan upacara-upacara sekitar rumah tangga
yang berkaitan dengan upacara sekitar siklus hidup manusia.

Di samping itu ia sering juga diundang untuk menyembuhkan penyakit, meramal nasib,
memberikan jimat kesaktian bahkan untuk memberikan guna-guna kepada musuh.

Upacara pemakaman dan berkabung pada adat Flores sangatlah komplek. Dalam agama asli
mereka mempercayai bahwa sesudah mati rohnya akan berkeliaran di sekitar rumah terutama
di sekitar tempat tidur. Lima hari sesudah kematian diadakan upacara yang disebut kelas.

7
Pada upacara kelas tersebut jiwa yang sudah mati dianggap berubah menjadi roh (poti),
melepaskan segala hubungan dengan yang hidup di alam fana dan pergi ke alam baka tempat
Mori Karaeng. Pada upacara ini biasanya memotong seekor hewan kurban.

8
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Masyarakat Flores masih mempertahankan budaya untuk mendirikan dan memelihara


bangunan luhur untuk pemujaan arwah para leluhur sebagai bentuk penghormatan. Meskipun
begitu, sekarang sudah banyak penduduknya yang menganut ajaran agama yang lebih modern
seperti Kristen Katolik, Islam dan lainnya.

Masyarakat suku Flores juga masih menganut tradisi megalitik dimana masih
mempertahankan upacara doa dan mantra sebagai media untuk mengekspresikan simbol-
simbol secara fisik dalam kebersamaan.

Tradisi ini muncul dan berkembang di Flores yang tampak dari sisa-sisa peninggalan seperti
rancangan rumah adat serta monumen pemujaan arwah leluhur. Termasuk juga seni ragam
hiasnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/10
https://www.floresidn.com/2019/05/mengenal-lebih-dalam-tentang-sejarah.html
https://www.materiedukasi.com/2017/09/sistem-kepercayaan-yang-ada-serta-berkembang-
dalam-masyarakat-flores.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Flores

10

Anda mungkin juga menyukai