Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH SEJARAH

INTEGRASI NASIONAL DALAM BHINEKA TUNGGAL IKA


ETNIS PAPUA

DISUSUN OLEH :

1. AURIEL GEZZIA IRDI


2. DHEA ANANDA

SKS (PERCEPATAN)

SMA NEGERI 1 SOLOK


TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini dapat pembaca terapkan nilai positifnya dalam kehidupan
sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Solok, Januari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A.LATAR BELAKANG.................................................................................. 1
B.RUMUSAN MASALAH.............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A.SEJARAH .................................................................................................... 2
B.KARAKTERISTIK ...................................................................................... 3
C.UPACARA ADAT....................................................................................... 11
BAB III PENUTUP......................................................................................... 14
A.KESIMPULAN ............................................................................................ 14
B.SARAN......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etnis Papua adalah salah satu etnis di Indonesia yang melakukan perantauan ke luar
daerah. Kebutuhan menempuh pendidikan yang lebih layak di luar pulau mengharuskan
etnis Papua untuk beradaptasi dengan lingkungan baru mereka. Namun, adaptasi ini
seringkali tidak berjalan sebagaimana mestinya karena adanya stereotip dan prasangka
yang menimbulkan konflik, sehingga sampai saat ini masih kita temui kabar dan
pengalaman etnis Papua yang mengalami perlakuan tidak menyenangkan seperti
diskriminasi akibat adanya stereotip dan prasangka di lingkungan sosial dalam konteks
bermasyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah lahirnya etnis Papua?
2. Apa saja yang termasuk karakteristik dari etnis Papua?
3. Tradisi apa saja yang terjadi pada etnis Papua?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH
Papua (dahulu Irian Jaya) adalah provinsi yang terletak di pesisir utara Tanah Papua,
Indonesia, yang berdiri sejak 1 Mei 1963. Provinsi Papua sebelumnya bernama Irian Jaya
yang mencakup seluruh Tanah Papua bekas Nugini Belanda.
Orang Belanda menyebut pulau Papua dahulu yaitu Niew Guinea oleh seorang pelaut
Spanyol, Ynigo Ortiz de Retes (1545) yang menyebut “Neuva Guinea” (Guinea Baru).
Penduduk Irian (Papua) yang berkulit hitam mengingatkan-nya kepada penduduk pantai
Guinea di benua Afrika (Naber, 1915). Sebutan lain juga adalah “Papua” yang mula-mula
dipakai oleh pelaut Portugis Antonio d’ Arbreu yang mengunjungi pantai Papua pada
tahun 1551. Nama itu sebelumnya dipakai oleh Antonio Pigafetta pada waktu berada di
laut Maluku pada tahun 1521. Kata “Papua” berasal dari kata Melayu “Pua-pua” yang
berarti “keriting” (Stirling, 1943: 4, dalam Koentjaraningrat, 1993).
Dalam konferensi Malino 1964 nama “Iryan” diusulkan oleh F. Kaisepo. Kata itu
berasal dari bahasa Biak yang artinya “Sinar matahari yang menghalau kabut di laut”,
sehingga ada “harapan bagi para nelayan Biak untuk mencapai tanah daratan Irian” .
Pengertian lain dari kata ini juga pada orang Biak, bahwa Irian itu berasal dari dua kata
yaitu “Iri” dan “ryan”. Iri berarti “dia” (Dia yang dimaksut disini adalah Tanah) dan ryan
berarti “panas”. Jadi arti dari kata Irian adalah “tanah
Mengenai asal mula orang Papua, Teuku Jacob, guru besar Antropologi ragawi
Universitas Gajah Mada pernah mengadakan proposisi dalam desertasinya yang berjudul
“Some Problems Pertaining to the Racial History of the Indonesian Region” (1967). Ia
menduga bahwa di zaman es yang terakhir kira-kira 800.000 tahun yang lalu ketika Papua
masih menyatu dengan benua Australia, penduduk yang merupakan nenek moyang
penduduk Papua dan Melanesia, tetapi juga nenek moyang penduduk asli Australia yang
memiliki ciri-ciri fisik Paleo-Melanesoid. Ketika zaman es berakhir dan permukaan laut
menjadi tinggi, maka Australia terpisah dari Papua serta pulau-pulau Nusantara. Ciri fisik
penduduk Papua dan Melanesia berkembang menjadi ciri-ciri ras Melanesoid yang kita
kenal sekarang, sedang ciri fisik penduduk Australia berkembang menjadi ciri fisik ras
Australoid. Adapun nenek moyang kedua ras itu yaitu ras PaleoMelanesoid, masih
sempat bermigrasi ke kepulauan Nusantara bagian barat, dan ciri fisiknya masih tampak
2
sisa-sisanya pada tengkorak manusia purba Homo Wajakensis yang ditemukan di Wajak,
di Jawa Timur, yang menurut para ahli paleo-antropologi hidup berkeliaran di Jawa
Timur kurang lebih 400.000 tahun yang lalu (Koentjaraningrat, 1993)
Di Indonesia etnis Papua merupakan etnis minoritas minoritas yang dimaksud adalah
status sosial dan kekuatan politis. Persoalan mayoritas dan minoritas selalu muncul dalam
masyarakat yang multikultural.
Sejarah kolonial mengisahkan penindasan mayoritas terhadap minoritas. Hal ini
tampak pada kebijakan pemerintah tahun 1964 dalam bentuk operasi koteka. Pemerintah
orde baru melihat koteka sebagai primitif, tidak sopan, tidak berbudaya, bentuk
ketelanjangan, dan sebagainya. Sementara ketika itu sendiri bagi masyarakat Papua
adalah baju.

B. KARAKTERISTIK
Berikut beberapa karakteristik etnis Papua:
1. Wilayah budaya MHA Papua dibagi menjadi 7 yaitu Wilayah I disebut dengan
wilayah TABI atau MAMTA meliputi suku yang mendiami dataran sungai
memberamo sampai sungai tami. Wilayah II disebut dengan wilayah SAIRERI
meliputi suku yang mendiami wilayah teluk saireri. Wilayah III disebut dengan
wilayah DOBERAY meliputi suku yang mendiami wilayah kepala burung. Wilayah
IV disebut dengan wilayah BOMBERAI meliputi suku yang mendiami wilayah teluk
bintuni hingga mimika. Wilayah V disebut dengan wilayah HA-ANIM meliputi suku
yang mendiami wilayah Asmat sampai Kondo (merauke). Wilayah VI disebut dengan
wilayah LA PAGO meliputi suku yang mendiami daerah pegunungan tengah daerah
timur. Wilayah VII disebut dengan wilayah ME PAGO meliputi suku yang mendiami
daerah pegunungan tengah daerah barat. Untuk wilayah Papua Barat tergolong pada
wilayah DOBERAY dan BOMBERAI.

2. Distribusi bahasa Papuan dan Austronesian di Papua Barat tergolong merata


keseluruh tempat. Kantong penutur Austronesian berada di wilayah teluk wondama,
teluk bintuni, kaimana dan fak-fak serta hampir seluruh wilayah pantai di Manokwari,
Sorong dan Raja Ampat. Kelompok bahasa Papuan umumnya di gunung dan lembah
seperti pegunungan arfak, ihandin, tambraw, maybrat dan moi.

3
3. Sistem kepemimpinan terbagi menjadi 2 yaitu kerajaan dan campuran. Ciri utama
sistem kerajaan adalah kedudukan pemimpin adalah pewarisan kepada anak laki-laki
sulung dari pemimpin yang berkuasa. Jika tidak memenuhi syarat maka dapat
diwariskan kepada adik atau saudara laki-laki ayah. Sistem ini merupakan akulturasi
antara kebudayaan papua dan maluku. Legitimasi sistem ini dapat melalui mitologi
(religi atau keturunan. Ciri utama sistem campuran adalah pemimpin tidak selalu pada
garis keturunan, sekali-kali dapat beralih ke orang lain yang memiliki kemampuan
mengatasi masalah yang timbul. Pendukung sistem pewarisan seperti di raja ampat
orang kawe, maya, matbat, moi dan baser. Di semenanjung onin (fakfak) seperti Iha,
Onin dan mbaham. Di kaimana dan bintuni seperti orang kowiai, irarutu, mairasi,
buruai, kamberau dan kamoro. Pendukung sistem kedudukan/ campuran seperti orang
Maybrat dan di Teluk Cenderawasih. Pencapaian kedudukan ini pada prinsipnya
dlihat dari kekayaan.

4. Sistem penguasaan tanah di papua berkaitan dengan kekerabatan, kekuasaan,


kepemimpinan, sumber nafkah, cerita rakyat, ritus dan alam roh. Hubungan ini yang
disebut “religio magis” karena terdapat ikatan batin dengan manusianya. Sistem
penguasaan tanah terbagi menjadi 2 yaitu kepemilikan komunal dan individu.
Kepemilikan komunal terbagi lagi menjadi 2 yaitu berbasis marga kecil (marga
tertentu) atau marga besar (suku). Untuk kepemilikan individu adalah kepemilikan
berbasis keturunan bukan perorangan. Walaupun terdapat hak perorangan, namun
kekuasaan pemimpin dalam kelompok tetap memiliki prioritas atas hak penguasaan
tanah sehingga hak persekutuan bersifat primer sedangkan perorangan bersifat
sekunder.

5. Transformasi kebudayaan pada umumnya terjadi karena adanya intervensi kekuasaan


dan budaya eksternal. Beberapa contoh transformasi diantaranya adalah dalam
berbahasa, di Papua Barat secara berangsur-angsur terlah mengalami peralihan bahasa
“shifting code” dari bahasa ibu (asli) ke bahasa melayu/ nasional. Oleh karena itu,
bahasa menjadi sulit untuk dijadikan indikator asal usul karena generasi muda sudah
mulai banyak yang tidak menuturkan bahasa asli. Pada sistem kepemimpinan, secara
umum telah bergeser ke dalam satu bentu kepemimpinan yaitu “kepala suku” yang
mulai berkembang atas inisiatif belanda untuk mengangkat seseorang menjadi kepala
suku yang dianggap mampu berkomunikasi dengan perwakilan belanda saat itu untuk
4
menjadi pemimpin kelompok masyarakat. Dengan demikian saat ini telah menjadi
umum dalam suatu kelompok masyarakat memiliki seorang kepala suku. Dalam hal
penguasaan tanah, sebelumnya penguasaan lebih dominan pada anak tertua atau pada
pemilik kekuasaan pada suatu kelompok, namun saat ini penguasaan tersebut setiap
individu dapat tampil sebagai penentu penguasaan tanah sehingga dapat berperan
dalam memindahtangankan penguasaan tanah tanpa memperhatikan faktor “religio
magis” dan eksistensi budaya setempat. Hal tersebut membuat penguasaan tanah
menjadi carut marut dan eksistensi adat menjadi tergerus. Nilai kultural tanah menjadi
bergeser pada nilai ekonomis semata.

6. Struktur sosial di tanah Papua


kelompok etnik (etnic group)/suku-bangsa :
Ada sekitar 262 bahasa yakni: bahasa, teritorial dan budaya/adat istiadat contoh: etnik
mooi, etnik sentani, etnik lani,etnik maybrat, etnik Asmat, etnik biak, etnik waropen,
etnik Marind anim, etnik wamesa dll.
Pada suku-suku bangsa di tanah papua terdapat prinsip pewarisan keturunan:
a. Prinsip unilineal : terbagi 2 yaitu, patrilineal dan matrilineal. Patrilineal (sebagian
besar suku-bangsa di tanah papua menganut prinsip ini, misalnya: orang sentani,
orang dani (lani), orang mee, Orang biak, orang meybrat, orang marind anim).
Sedangkan matrilineal terdapat di Mimika.

b. Prinsip kognatik : terbagi 2 yaitu, prinsip ambilineal dan prinsip bilateral. Prinsip
ambilineal adalah pewarisan keturunan melalui garis keturunan Ayah dan atau
garis keturunan ibu. Kelompk etnik pendukung prinsip ambilineal ini adalah orang
yakhai (mappi), penduduk Semenanjung onin, fak-fak, dan meakh (arfak).
Sedangkan prinsip bilateral adalah prinsip yang menentukan garis keturunan
secara rangkap, yaitu melalui garis keturunan ayah maupun garis keturunan ibu.
Contoh: penduduk pedalaman sarmi (contoh:etnik isirawa).

7. Makanan dari Papua


a. Papeda

5
Papeda merupakan makanan khas Papua, Maluku, dan beberapa daerah di
Sulawesi.Bentuk makanan ini seperti pasta atau gel. Papeda mengandung
karbohidrat pengganti nasi. Papeda memiliki warna putih bening atau agak keruh
dan tekstur lengket yang mirip dengan lem. Papeda dibuat dari proses pengolahan
sagu. Makanan ini biasanya dihidangkan bersama ikan, daging, kelapa, sayuran
dan lainnya.

b. Sagu

Seperti yang sudah diketahui oleh banyak orang bahwa Papua sangat dikenal
dengan sagunya. Sagu bisa dibuat menjadi tepung yang dibuat dari teras batang
rumbia atau pohon sagu.

c. Udang selingkuh.

6
Udang selingkuh merupakan makanan khas daerah Papua. Udang yang dipakai
biasanya jenis udang air tawar. Tekstur dari udang ini mirip dengan lobster.
Disebut udang selingkuh karena udang tersebut memiliki bentuk capit seperti
kepiting. Warga lokal menganggap udang tersebut berselingkuh dengan kepiting.
Biasanya diolah dengan cara digoreng, direbus atau dibakar.

8. Pakaian adat Papua


a. Koteka

Koteka merupakan bagian dari pakaian adat Papua yang berfungsi untuk
menutupi kemaluan penduduk pria asli Papua, sementara bagian tubuh lainnya
dibiarkan terbuka sehingga nyaris telanjang. Koteka terbuat dari bahan kulit labu
air yang telah dihilangkan biji dan buahnya. Labu air yang dipilih harus yang
sudah tua karena labu yang tua jika dikeringkan mempunyai tekstur yang keras
dan awet. Labu tua tersebut ditanam di dalam pasir atau tanah kemudian dibakar
agar lebih mudah untuk mengeluarkan biji dan buahnya. Setelah berhasil
dikeluarkan biji dan buahnya, labu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di
atas perapian.
Bentuknya panjang seperti selongsong dan ujungnya meruncing seperti
kerucut atau lebih mirip batang buah wortel. Di bagian ujung koteka diberi bulu
ayam hutan atau bulu burung.

7
b. Baju kurung

Baju kurung merupakan pakaian adat Papua yang digunakan oleh para wanita
sebagai atasan. Bahan dari baju kurung adalah kain beludru.
Kombinasi baju kurung, rok rumbai, dan hiasan rumbai bulu biasanya
ditambahkan beberapa perlengkapan lain agar tampak lebih serasi. Adanya gelang
dan kalung yang terbuat dari biji-bijian yang keras dan penutup kepala yang
terbuat dari bulu burung.

c. Rok rumbai

Rok rumbai merupakan bawahan yang menutupi bagian tubuh bawah wanita
Papua. Biasanya rumbai digunakan secara berpasangan dengan baju kurung. Rok

8
rumbai terbuat dari bahan daun sagu yang telah dikeringkan kemudian dirajut
dengan rapi hingga membentuk sebuah rok.

9. Permainan dari Papua


a. Hawam

Hawam adalah istilah untuk menyebut permainan tradisional berupa lempar


lembing khas etnis Baham, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Yang
dimaksud dengan hawam adalah permainan tradisional yang bertujuan melatih
ketangkasan dan keterampilan dalam melempar lembing (kayu sepanjang kurang
lebih 2 meter yang ujungnya diruncing). Yang menjadi target lemparan berupa
batang pohon yang lunak biasanya batang pohon pisang.

b. Korkouria

Korkouria adalah istilah untuk menyebut permainan tradisional berupa ayunan


khas etnis Baham, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Korkouria
merupakan permainan tradisional yang bertujuan melatih ketangkasan dan
keberanian dengan cara berayun-ayun di udara dengan memanfaatkan tali hutan
(tumbuhan menjalar yang biasanya merambat pada pohon). Permainan tradisional
korkouria biasanya dilakukan dengan memilih lokasi bermain yang penuh

9
tantangan, misalnya pada tempat dimana terdapat tebing yang curam di tepi sungai
atau laut, sehingga apabila tali yang digunakan untuk berayun-ayun putus maka si
pemain akan dengan bebas terjun kedalam air. Permainan ini biasa dimainkan oleh
anak-anak baik wanita maupun pria.

c. Mengget

Mengget merupakan permainan ketangkasan memanah menggunakan panah-


panahan dari batang lidi dan batang pohon pisang yang lunak sebagai sasarannya.
Pemain yang berhasil menancapkan panahnya dalam jumlah banyak, yang akan
menjadi pemenang. Asal: Sausapor, Tambrauw, Papua Barat.
d. Name Aret

Name Aret adalah permainan tradisional anak-anak dari daerah Ayamaru,


Ayamaru, Maybrat, Papua Barat. Dimainkan oleh anak laki-laki setempat saat
menginjak usia remaja. Permainan ini dibuat untuk melatih anak-anak saat
waktunya mereka sudah harus pergi berburu ke hutan. Gerakan-gerakan dalam

10
permainan memperlihatkan cara melemparkan tombak kayu untuk mengenai
sasaran dengan tepat.

e. Pampampum

Pampampum adalah permainan yang dilakukan di laut dangkal untuk


menjatuhkan tim lawan. Satu tim dalam permainan ini ada dua orang. Mereka
akan bertanding dengan tim lainnya. Permainan ini digelar di laut dangkal. Pada
permainan tersebut anak yang lebih kecil naik ke atas pundak rekannya yang lebih
besar. Mereka kemudian mencoba menjatuhkan tim lain ke air.

C. UPACARA ADAT
Ada beberapa upacara adat yang terdapat di Papua:
1. Upacara Wor

Pesta meramal janin untuk menebak jenis kelamin dengan menggunakan kelapa
Munara Sababu atau yang dikenal sebagai Wor Sababu, terkait dengan mengenalkan
anak-anak yang masih kecil pada alamatau lingkungan sekitar.Anak-anak yang sudah
berusia 6-7 tahun, pesta ini terkait dengan acara tusuk telinga dan tusuk hidung.Pesta
yang ditujukan untuk menunjukkan seseorang telah menginjak masa remaja.Masa

11
dewasa, pesta untuk menandakan seseorang menginjak masa dewasa.Memasuki
waktu untuk dipinang,pesta ini lebih diadakan untukmeminang calon mempelai
wanita.Pihak laki-laki siap mengantar mas kawin. Mas kawin ini berbentuk piring,
gelang besi putih (sarak).Pihak laki-lakimengantar barang ke perempuan.Acara
pernikahan perempuan dimana pihak perempuan mengantar laki-laki.

2. Ritual Fanangki dan Barapen

Ritual Fanangki dan Ritual Barapen merupakan ritual wajib Suku Bangsa Biak
yang dilaksanakan sepulang berperang dan pergi melaut pada masa lalu. Kini kedua
ritual tersebut dilaksanakan bak pesta rakyat dalam festival-festival budaya dan
menjadi daya tarik wisata bagi wisatawan. Jika anda mengunjungi Supiori, sangat
disarankan untuk mencari informasi terkait pertunjukkan budaya ritual Fanangki dan
Barapen, karena kedua ritual tersebut murni diturunkan dai nenek moyang sebagai
bentuk rasa syukur terhadap sang pencipta dan sebagai identitas Suku Bangsa Biak.
Pada zaman dahulu, ritual Fanangki dan ritual Barapen merupakan satu kesatuan,
namun memiliki makna serta tujuan yang berbeda. Ritual Fanangki biasanya
diselenggarakan sebelum ritual Barapen.
Ritual Fanangki merupakan media komunikasi suku bangsa Biakdengan sang
pencipta, sebagai ekspresi rasa syukur kepada sang pencipta. Berbagai jenis makanan,
seperti ikan, keladi, buah-buahan, dan lainnya dikumpulkan di panggung atau para-
para sebagai wujud persembahan terhadap sang pencipta. Setelah diadakan ritual
Fanangki, di lanjutkan dengan ritual Barapen selama satu malam suntuk, mulai dari
matahari terbenam hingga matahari terbit.
Barapen yang ditonjolkan adalah atraksi bagaimana seseorang kabor (pria Biak,
simbol kejantanan dan kekuatan) yang memiliki kekuatan super berjalan di atas bara
12
panas, yang panasnya sangat terasa dari jarak 5 meter. Orang tersebut berjalan sambil
memakan pinang sirih kapur, makanan identitas bangsa Timur. Pertunjukkan tersebut
ramai diiringi dengan dangan musik tifa, nyanyian khas bangsa timur, dan tari-tarian.
Pertunjukkan ini terasa lebih meriah saat tari Wor dipertontonkan dalam festival
budaya ini. Jika anda dapat menyaksikan pertunjukan budaya ini, lengkap sudah
keunikan suku bangsa biak yang bias anda nikmati, dari ritual adat, hidangan sajian
khas suku bangsa Biak, hingga pertunjukkan keseniannya. Seperti budaya pernikahan
umumnya di Tanah Papua, perkawinan di daerah Yapen Serui juga memiliki ciri khas
yang tidak jauh berbeda, bahwa jumlah mas kawin disesuaikan dengan permintaan
dan kesanggupan pihak laki-laki untuk membayar pihak perempuan. Pembayaran
maskawin berupa gelang batu yang disebut “paseda”;piring gantung asli yang dengan
tanda ada bunyi (piring lesa-lesa), jika diisi makanan di dalamnya tidak akan busuk;
membawa hewan (kasuari atau babi hutan). Gelang batu biasa diberikan atau diterima
oleh kepala suku dari pihak perempuan, sedangkan piring gantung dan piring batu
berwarna putih dibagikan kepada seluruh keluarga dari Bapak dan Ibu si pihak
perempuan.Sebelum pembayaran maskawin dilakukan, terlebih dahulu dimulai
dengan acara peminangan kepada perempuan berupa pembayaran uang pintu dan
uang susu.
Uang pintu adalah diberikan kepada keluarga yang membuka pintu saat pihak
laki-laki datang kerumah untuk meminang anak perempuan. Sedangkan uang susu
adalah uang yang diberikan kepada ibu dari perempuan tersebut sebagai tanda
penghargaan dan ucapan terimakasih karena sudah membesarkan anak perempuannya
dengan baik hingga akan diminang serta diperistri oleh sang lelaki pujaannya.
3. Tradisi Apen Bayeren

13
Tradisi adat khas masyarakat Biak ini bernama 'Apen Bayeren', yang merupakan
upacara penghormatan kepada seseorang atau tokoh masyarakat. Upacara tersebut
digelar di Desa Adoki, sekitar 20 menit perjalanan dari pusat Kota Biak. Upacara ini
khusus digelar untuk menghormati kedatangan tamu, berupa penghormatan yang
sakral. Sekitar 12 orang, terdiri dari laki-laki dan perempuan, bersiap diri dan
mengenakan pakaian adat. Tetua adat kemudian memimpin doa. Di tengah lapangan,
tersebar batu panas yang di bawahnya terdapat bara api.

14
BAB lll
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diharapkan dengan penelitian ini, kita sebagai makhluk sosial sudah seharusnya
untuk tetap menjaga tradisi yang kita miliki sebagai jati diri atau identitas yang dimiliki
supaya tidak punah oleh zaman dan agar masyarakat Papua khususnya kaum muda
semakin bergiat dalam melestarikan identitas mereka. Namun bukan sebagai bukti
kesetiaan kepada negara leluhur, melainkan bukti keragaman budaya yang dimiliki oleh
Indonesia.
Etnis Papua terkadang dipandang sebagai kaum minoritas, sebagai sesama bangsa
Indonesia kita harus berupaya untuk saling menghargai dan caranya adalah
menyelesaikan masalah dengan bijak, tidak memandang rendah suatu golongan,
menghormati dan menghargai pendapat atau keputusan orang lain, memiliki sikap lapang
dada dan mau menerima masukan/saran, memiliki jiwa toleransi yang besar terhadap
orang yang memiliki latar belakang yang berbeda.

B. Saran
Diharapkan dengan penelitian ini, kita sebagai makhluk sosial sudah seharusnya
untuk tetap menjaga tradisi yang kita miliki sebagai jati diri atau identitas yang dimiliki
supaya tidak punah oleh zaman. Dan diharapkan agar masyarakat Papua khususnya kaum
muda semakin bergiat dalam melestarikan identitas mereka. Namun bukan sebagai bukti

15
kesetiaan kepada negara leluhur, melainkan bukti keragaman budaya yang dimiliki oleh
Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.1. Februari 2015 Enos H.Rumansara


file:///C:/Users/lenovo/Downloads/279323-memahami-kebudayaan-lokal-papua-suatu-pe-01dd4bed
%20(1).pdf
Mutiono, S.HUT
file:///C:/Users/lenovo/Downloads/DOC-20230125-WA0020..pdf
Lintang Citra Christian
file:///C:/Users/lenovo/Downloads/225025-representasi-identitas-etnis-papua-dalam-
d7428d15%20(1).pdf
Saireri
file:///C:/Users/lenovo/Downloads/saireri1%20(1).pdf
Larasati
file:///C:/Users/lenovo/Downloads/comm695d75efc7full.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai