Anda di halaman 1dari 102

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT

TENTANG PATIENT SAFETY DALAM UPAYA PENERAPAN


MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN DI ERA COVID-19
(RSD IDAMAN BANJARBARU)

Proposal Penelitian
Diajukan guna menyusun Karya Tulis Ilmiah untuk memenuhi
sebagian syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Diajukan Oleh
Rahadin Nur Anbiya Irawan
1810913210005

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
BANJARBARU

September, 2021
i

Proposal Penelitian oleh Rahadin Nur Anbiya Irawan ini


Telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan

Banjarbaru, 15 September 2021


Pembimbing Utama

(Endang Pertiwiwati, S.Kep., Ns., M.Kes.)


NIP. 19720727199202 2 006

Banjarbaru, 15 Agustus 2021


Pembimbing Pendamping

(Fatma Sayekti Ruffaida, S.Kep., Ns., M.NS.)


NIP. 19870215201903 2 015
ii

Proposal Penelitian oleh Rahadin Nur Anbiya Irawan


Telah dipertahankan di depan dewan penguji
Pada tanggal 15 Oktober 2021

Dewan Penguji
Ketua (Pembimbing Utama)

Endang Pertiwiwati, S.Kep., Ns., M.Kes.

Anggota (Pembimbing Pendamping)

Fatma Sayekti Ruffaida, S.Kep., Ns., M.NS.

Anggota (Penguji 1)

………………………..

Anggota (Penguji 2)

…………………….
iii

DAFTAR ISI
iv

DAFTAR TABEL
v

DAFTAR GAMBAR
vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Biodata Peneliti


Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan dari Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran ULM
Lampiran 3 Surat Persetujuan Izin Studi Pendahuluan dari Dinas
Kesehatan Kota Banjarbaru
Lampiran 4 Surat permintaan data dari Dinas Kesehatan Kota
Banjarbaru
Lampiran 5 Lembar Informasi
Lampiran 6 Lembar Kuesioner Data Demografi
Lampiran 7 Lembar Kuesioner Pengetahuan Perawat tentang Patient
Safety
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kasus misterius yang pertama kali dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei

saat ini menjadi wabah yang meningkat pesat dan telah menyebar di

berbagai provinsi yang ada di China bahkan ke seluruh dunia. Wabah ini

diberi nama Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh

Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2).

Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki angka tingkat

mortalitas COVID-19 tertinggi hingga mencapai (8,9%). Pada situasi saat

ini, keselamatan pasien rawat inap menjadi prioritas bagi perawat dengan

memisah ruangan pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan pasien yang

tidak terinfeksi di rumah sakit (Lubis, 2020).

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang berfungsi untuk

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dan

wajib dalam penerapan standar keselamatan pasien (Mochammad, 2018).

Dalam rangka untuk meningkatkan mutu pelayanan pasien dan menjamin

keselamatan pasien, maka rumah sakit memerlukan adanya program

peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) yang dapat

menjangkau ke seluruh unit kerja di rumah sakit (SNARS, 2017).

Keselamatan pasien (Patient safety) adalah suatu sistem yang membuat

asuhan pasien lebih aman, yang meliputi pengkajian risiko, identifikasi dan

1
2

pengelolaan risiko pasien, pelaporan & analisis insiden, kemampuan

belajar dari insiden & tindak lanjutnya, serta implementasi solusi dalam

meminimalkan risiko & pencegahan terjadi cedera yang disebabkan oleh

kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil (Permenkes, 2017). Keselamatan

pasien merupakan salah satu komponen penting sebagai indikator

penilaian mutu sarana pelayanan kesehatan di rumah sakit.yang dapat

diukur dari penerapan sasaran keselamatan pasien yang telah ditetapkan

(Chen & Li 2010 dalam Muhtar, 2020).

Penyusunan sasaran keselamatan pasien ini mengacu pada Nine Life-

Saving Patient Safety Solutions yang menyatakan bahwa 6 sasaran

keselamatan pasien diantaranya adalah mengidentifikasi pasien dengan

benar, meningkatan komunikasi yang efektif, meningkatan keamanan obat

yang perlu diwaspadai, memastikan tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-

pasien operasi, mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan

mengurangi risiko jatuh (SNARS, 2017)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nursery (2019) dalam

pelaksanaan enam sasaran keselamatan pasien di rumah sakit Suaka

Insan Banjarmasin didapatkan bahwa dari 107 perawat pelaksana yang

ikut berpartisipasi sebagai sampel, untuk pelaksanaan dalam identifikasi

pasien sebesar (64,5%), Pelaksanaan komunikasi efektif dengan

presentase (56,1%), Peningkatan keamanan obat dengan pengawasan

tinggi sebesar (50,5%), Kepastian tepat lokasi, Prosedur dan Pasien

operasi memiliki presentase sebesar (59,8%), Pengurangan resiko infeksi


3

sebesar (50,5%) dan pelaksanaan pengurangan resiko jatuh memiliki

presentase sebesar (61,7%).

Penerapan keselamatan pasien di rumah sakit pada masa pandemi

COVID-19 ini merupakan tanggung jawab seluruh karyawan rumah sakit

dan berbeda dengan era sebelumnya, karena pada masa pandemi ini

pasien yang positif Covid-19 dapat berisiko untuk menularkannya ke

tenaga kesehatan ataupun ke pasien lain (Lubis, 2020). Perawat menjadi

salah satu tenaga kesehatan yang memiliki peran utama dalam

keberhasilan penerapan keselamatan pasien, karena jumlah perawat yang

cukup dominan dan keberadaannya hingga 24 jam. Dalam program

pengembangan keselamatan pasien, perawat ditempatkan sebagai

komponen penting dalam pelaporan kesalahan pelayanan karena luasnya

peran perawat memungkinkan terjadinya risiko kesalahan pelayanan.

Dengan demikian, kemampuan perawat memiliki pengaruh dalam

memberikan pelayanan yang aman bagi pasien salah satunya yaitu tingkat

pengetahuannya (Marianna, 2019).

Pengetahuan dan kemampuan perawat terhadap patient safety merupakan

hal yang sangat diperlukan dan ditingkatkan dalam upaya manajemen

keselamatan pasien di era COVID-19 saat ini karena akan menjadi tolak

ukur yang berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam penerapan

manajemen patient safety di Rumah Sakit dan untuk menghindari kejadian

yang tidak diharapkan. Tanpa pengetahuan yang memadai, tenaga

kesehatan salah satunya perawat tidak bisa menerapkan serta

mempertahankan keselamatan pasien. Semakin tinggi pengetahuan


4

perawat tentang penerapan keselamatan pasien maka diharapkan semakin

tinggi juga perawat dalam memahami pentingnya penerapan keselamatan

pasien dalam memberikan asuhan dalam pelayanan kesehatan pada

pasien. (Panggabean, 2020). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Zebua (2019) dengan mengukur tingkat pengetahuan perawat terhadap

segala sesuatu tentang konsep dari Patient Safety dengan menggunakan

kuesioner pada RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias yang terdiri dari 40

responden yaitu terdapat 23 orang pengetahuan cukup (57,5%), 8 orang

berpengetahuan baik (20%) dan 9 orang berpengetahuan kurang (22,5%).

Pada penelitian yang dilakukan Farisia (2020) menyimpulkan bahwa

semakin baik tingkat pengetahuan perawat maka semakin baik pula sikap

perawat dalam menerapkan keselamatan pasien serta mengindari kejadian

yang tidak diharapkan pada pasien, oleh karena itu tingkat pengetahuan

perawat tentang patient safety dapat dikatakan sangat perlu untuk

ditingkatkan serta diukur pada masa saat ini dalam meminimalkan kejadian

yang tidak diharapkan sesuai dengan enam sasaran Patient Safety yang

akan berdampak pada peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan

keselamatan pasien di rumah sakit (SNARS, 2017).

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Daerah Idaman yang

merupakan rumah sakit umum milik pemerintah dengan tipe C di Kota

Banjarbaru yang telah diserahkan pengelolaannya oleh Pemerintah

Provinsi Kalimantan Selatan pada tanggal 14 Agustus 2004. Pada masa

pandemi ini, Rumah Sakit Daerah Banjarbaru menjadi salah satu Rumah

Sakit rujukan bagi pasien Covid-19. Seluruh Perawat yang bekerja di


5

Rumah Sakit Idaman Banjarbaru memiliki peran nya masing-masing dalam

upaya penerapan Manajemen Keselamatan Pasien yang di antara nya

adalah Kepala Ruangan yang berperan dalam monitoring dan evaluasi,

Supervisor berperan sebagai pengawas, Perawat Penanggung Jawab

Asuhan (PPJA) berperan dalam mengatur tim dan Perawat Pelaksana

memiliki peran dalam pelaksanaan Patient Safety.

Terdapat perbedaan dalam penerapan manajemen keselamatan pasien di

RSD Idaman Banjarbaru sebelum dan setelah adanya Covid-19 yaitu lebih

berfokus pada bagian pengendalian Risiko Infeksi yang berhubungan

dengan pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit dengan adanya peningkatan

pada capaian angka kepatuhan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

(PPI) seperti kepatuhan pada cuci tangan dan penggunaan APD. Namun,

tidak ada perubahan terkait prosedur dalam penerapan enam sasaran

keselamatan pasien di RSD Idaman Banjarbaru.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal

21-26 Oktober 2021 di RSD Idaman Banjarbaru yang sesuai dengan

Pelaporan Komite Keselamatan Pasien menyebutkan bahwa insiden terkait

Keselamatan Pasien masih sering terjadi. Hal ini didasarkan atas adanya

pelaporan yang diterima oleh Komite Keselamatan Pasien di Rumah Sakit

Idaman Banjarbaru. Tren pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)

yang diterima pada rentang tahun 2019-2020 mencapai hingga 44 kasus

kejadian, yaitu yang di antara nya pada tahun 2019 terdapat kejadian

keselamatan pasien yaituantara lain 2 Kasus Kejadian Potensi Cedera


6

(KPC), 20 Kejadian Nyaris Cedera (KNC), 7 Kejadian Tidak Cedera (KTC)

dan tidak ada Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Selanjutnya pada tahun

2020 terdapat 1 Kejadian Nyaris Cedera (KNC), 12 Kejadian Tidak Cedera

(KTC), 2 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan tidak ada Kejadian Potensi

Cedera (KPC). Kejadian-kejadian tersebut sebagian besar dilakukan oleh

perawat salah satu faktornya adalah kurangnya pengetahuan perawat

terkait keselamatan pasien, oleh sebab itu untuk mengurangi insiden

keselamatan pasien di rumah sakit adalah dengan mendorong perawat

untuk lebih meningkatkan perhatian serta pengetahuannya terkait masalah

keselamatan pasien di rumah sakit.

Salah satu perilaku yang diharapkan dari perawat dalam keselamatan

pasien yaitu melakukan pelaporan insiden keselamatan pasien, karena

pelaporan tersebut dianggap penting untuk memonitor upaya pencegahan

kesalahan dan menemukan solusi sehingga dapat mendorong dan motivasi

perawat untuk lebih meningkatkan perhatian untuk mencegah melakukan

kejadian yang sama. RSD Idaman Banjarbaru menerapkan sistem

pelaporan dengan menggunakan Formulir Laporan Insiden Internal ke Tim

KP RS dan menggunakan aplikasi android yang telah disesuaikan dengan

Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP).

Berdasarkan masalah-masalah yang telah dijabarkan oleh peneliti bahwa

di Rumah Sakit Daerah Idaman Banjarbaru masih terdapat adanya insiden

keselamatan pasien yang dilakukan oleh perawat pada satu tahun terakhir,

hal tersebut menunjukan belum terpenuhinya standar keselamatan pasien

di Rumah Sakit serta mengindikasikan bahwa insiden yang terjadi dapat


7

menimbulkan kerugian bagi pasien, sehingga peneliti tertarik untuk

mengidentifikasi bagaimana tingkat pengetahuan perawat tentang Patient

Safety dalam upaya penerapan manajemen keselamatan pasien di Rumah

Sakit Idaman Banjarbaru.

1.2 Rumusan Masalah

Rumuskan masalah pada penelitian yang dilakukan adalah “Bagaimana

gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang patient safety dalam

upaya penerapan manajemen keselamatan pasien di era covid-19 RSD

Idaman Banjarbaru?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk mengetahui

gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang patient safety dalam

penerapan manajemen keselamatan pasien di era Covid-19 RSD Idaman

Banjarbaru.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui data karakteristik responden

2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan perawat tentang enam sasaran

keselamatan pasien di RSD Idaman Banjarbaru.


8

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi P peneliti

Penelitian yang dilakukan bermanfaat untuk menambah pengetahuan

peneliti, membuat peneliti berpikir kritis dan ilmiah pada penerapan aspek

memanajemen keselamatan pasien yang dilakukan oleh perawat di Rumah

Sakit.

1.4.2 Manfaat bagi Akademik

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan bermanfaat untuk menambah

pengetahuan pembaca dan pengembangan teori dalam pendidikan pada

aspek upaya penerapan patient safety di Rumah Sakit pada era Covid-19

serta menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.

1.4.3 GaManfaat bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Bermanfaat untuk meningkatkan mutu layanan yang ada di Rumah Sakit

serta untuk meningkatkan pengetahuan perawat pada aspek patient safety

dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam pelayanan kesehatan.

1.5 Keaslian Penelitian

1. Penelitian yang dilakukan oleh Everista Ngalngola (2013) berjudul

“Gambaran Pengetahuan Dan Motivasi Perawat Terhadap

Penerapan Program Patient Safety Di Instalasi Rawat Inap RSUD

Daya Makassar Tahun 2012”. Persamaan pada penelitian ini yaitu

pada variabel tentang penerapan patient safety, metode kuantitatif

deskriptif, sampel yang digunakan adalah perawat. Sedangkan

perbedaan dari penelitian ini yaitu pada variabel penelitian yang


9

terdiri dari dua variabel, tempat penelitian yang dilakukan di RSUD

Daya Makassar sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di

RSD Idaman Banjarbaru, waktu penelitian yang dilakukan pada tahun

2012 sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah tahun

2021 dan teknik yang dilakukan dengan Total Sampling sedangkan

teknik yang digunakan peneliti adalah dengan Stratified Random

Sampling.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Fitriani (2015) berjudul

“Gambaran Pengetahuan Tentang Patient Safety Pada Mahasiswa

Profesi Keperawatan Angkatan XXII Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta”. Persamaan pada penelitian ini yaitu pada variabel

independen yang digunakan yaitu pengetahuan tentang patient

safety, metode yang digunakan yaitu deskriptif kuantitatif non

eksperimental. Sedangkan perbedaan dari penelitian ini yaitu pada

sampel yang digunakan adalah mahasiswa profesi keperawatan

angkatan XXII sedangkan sampel yang digunakan pada penelitian

yang dilakukan oleh peneliti adalah perawat, teknik pengambilan

sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Simple Random

Sampling sedangkan pengambilan sampel pada penelitian yang

dilakukan oleh peneliti menggunakan teknik Stratified Random

Sampling, waktu penelitian yang dilakukan pada tahun 2015

sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah tahun 2021,

tempat penelitian yang dilakukan pada penelitian ini di Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta sedangkan penelitian yang dilakukan

oleh peneliti di RSD Idaman Banjarbaru.


10

3. Penelitian yang dilakukan oleh Putra Irawan Zebua (2019) berjudul

”Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Patient Safety Di

RSUD Gunungsitoli Pemerintah Kabupaten Nias”. Persamaan pada

penelitian ini diantaranya pada variabel independen yang digunakan

yaitu pengetahuan perawat tentang patient safety, metode yang

digunakan yaitu bersifat deskriptif dan sampel yang digunakan adalah

perawat. Sedangkan perbedaan dari penelitian ini adalah pada

tempat penelitian yang dilakukan yaitu di RSUD Gunungsitoli

Pemerintah Kabupaten Nias sedangkan penelitian yang dilakukan

oleh peneliti di RSD Idaman Banjarbaru, teknik yang digunakan

dengan Total Sampling sedangkan teknik yang digunakan peneliti

adalah dengan Stratified Random Sampling dan waktu penelitian

yang dilakukan pada tahun 2019 sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh peneliti adalah tahun 2021.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurhaliza Farisia (2020) berjudul

“Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Patient Safety

Dalam Menghindari Kejadian Tidak Diharapkan Pada Pasien Di

Rumah Sakit Jember”. Persamaan pada penelitian ini diantaranya

pada variabel independen yang digunakan yaitu pengetahuan

perawat tentang patient safety, metode yang digunakan yaitu

Kuantitatif Deskriptif non eksperimental dan sampel yang digunakan

adalah perawat. Sedangkan perbedaan dari penelitian ini adalah

pada waktu penelitian yang dilakukan pada tahun 2020 sedangkan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah tahun 2021, Teknik

pengambilan sampel yang dilakukan dengan Total Sampling


11

sedangkan teknik yang digunakan peneliti adalah dengan Stratified

Random Sampling serta pada tempat penelitian yang dilakukan yaitu

di dua tempat yaitu Rumah Sakit Tingkat III Baladhika Husada

Kabupaten Jember dan di Rumah sakit Daerah Kalisat Jember

sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSD Idaman

Banjarbaru.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perawat

2.1.1 Definisi Perawat

Perawat atau nurse berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang

memiliki arti merawat atau memelihara. Dalam Undang-undang Nomor 38

Tahun 2014 tentang Keperawatan dijelaskan bahwa definisi perawat

adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di

dalam maupun luar negeri yang diakui pemerintah sesuai dengan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan definisi dari

keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu,

keluarga, kelompok baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Profesi

keperawatan terbagi menjadi perawat vokasi dan perawat profesi (UU No.

38 Tahun 2014). Perawat merupakan tenaga kesehatan yang profesional

yang mempunyai kemampuan dan bertanggung jawab memberikan

pelayanan kesehatan secara menyeluruh baik dari bio-psiko-sosio-kulturan

dan spiritual (Wardah, 2017).

2.1.2 Fungsi Perawat

Fungsi perawat adalah suatu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan

sesuai dengan perannya. Fungsi perawat dapat berubah-ubah disesuaikan

dengan keadaan yang ada di dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Dalam menjalankan peran nya perawat memiliki beberapa fungsi, yang

diantaranya (Budiono, 2016):

9
10

1. Fungsi Independen

Perawat memiliki fungsi independen yaitu fungsi mandiri dan tidak

tergandung pada orang lain atau tenaga kesehatan lain, dimana

perawat melaksanakan tugasnya secara sendiri dengan keputusan

sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka untuk memenuhi

kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis

(pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan

dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan

aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan

kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan

harga diri dan aktualisasi diri.

2. Fungsi Dependen

Perawat memiliki fungsi dependen yaitu fungsi dalam melaksanakan

kegiatan atas pesan atau instruksidari perawat lain. Sehingga

sebagian tindakan pelimpahan tugas yang di berikan. Hal ini

biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum

atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.

3. Fungsi Interdependen

Perawat memiliki fungsi interdependen yaitu fungsi yang dilakukan

dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim

satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk

pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan

seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang


11

mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi

dengan tim perawat sendiri melainkan juga dari dokter ataupun

tenaga kesehatan yang lainnya.

2.1.3 Peran Perawat

Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang

lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam suatu sistem,

Peran perawat dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial dari profesi perawat

maupun dari luar profesi keperawatan yang sifatnya konstan (Budiono,

2016). Terdapat 11 Peran perawat menurut Berman (2016) yaitu sebagai

berikut:

1. Perawat sebagai pemberi asuhan. Peran pemberi asuhan meliputi

tindakan mendampingi serta membantu klien dalam meningkatkan

dan memperbaiki mutu kesehatan diri melalui proses keperawatan

yang mencakup aspek bio-psiko-sosial hingga spiritual pasien.

2. Perawat sebagai komunikator. Perawat berperan untuk

mengomunikasikan informasi yang sebelumnya diproses melalui

identifikasi kepada pasien, baik secara tertulis atau lisan.

Kemampuan perawat dalam berkomunikasi dapat menunjang

tersampaikannya informasi secara jelas dan akurat.

3. Perawat sebagai pendidik. Perawat sebagai pendidik dalam

membantu pasien untuk mengenal kesehatan dan prosedur asuhan

kesehatan yang perlu mereka lakukan, baik dengan tujuan untuk

mencegah ataupun memulihkan.


12

4. Perawat sebagai advokat klien. Perawat dapat menjadi wakil pasien

dalam menyampaikan harapan dan kebutuhannya kepada profesi

kesehatan lain. Selain itu perawat juga dapat membantu klien dalam

menjaga dan menegakkan hak-haknya, salah satunya dalam

pengambilan keputusan atas tindakan keperawatan yang akan

diberikan.

5. Perawat sebagai konselor. Perawat memberikan konsultasi terutama

kepada klien untuk mengembangkan sikap, perasaan, dan perilaku

yang sesuai dengan kondisinya atau perilaku alternatif lain. Konseling

itu sendiri merupakan proses membantu klien untuk mengenali dan

menghadapi sebuah permasalahan dan untuk meningkatkan

perkembangan personal yang meliputi pemberian dukungan emosi,

intelektual, dan psikologis.

6. Perawat sebagai agen perubahan. Perawat dapat dikatakan sebagai

agen perubahan ketika turun langsung untuk membantu klien dalam

memperbaiki perilaku dan kondisi kesehatannya melalui asuhan klinis

yang dilakukan secara berkelanjutan.

7. Perawat sebagai pemimpin. Peran pemimpin seorang perawat dapat

diterapkan pada beberapa tingkatan, seperti pada klien individu,

keluarga, kelompok, kolega, atau pun komunitas. Seorang pemimpin

tentu memiliki pengaruh yang besar terhadap suatu tim, baik untuk

mengkordinir, membimbing, atau pun bekerja sama demi mencapai

suatu tujuan.

8. Perawat sebagai manajer. Perawat memiliki peran dalam mengatur

segala sesuatu yang berkaitan dengan pemberian asuhan


13

keperawatan, baik secara individu, keluarga, atau pun komunitas.

Perawat manajer juga berperan dalam mengkordinir, memantau, dan

mengevaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan oleh para staf

dan perawat lainnya.

9. Perawat sebagai manajer kasus. Perawat bekerja dalam tim asuhan

kesehatan multidisiplin dalam mempertimbangkan, memantau, dan

mengevaluasi keberhasilan rencana pemecahan kasus yang ada

berdasarkan asuhan keperawatan.

10. Perawat sebagai konsumen penelitian. Dengan hadirnya beragam

penelitian mengenai ilmu dan praktik kesehatan, perawat dapat

memanfaatkannya sebagai sarana dalam meningkatkan dan

memperbaiki pola asuhan klien secara aktual dan berkelanjutan.

11. Perawat berperan dalam pengembangan karir keperawatan. Seiring

berkembangnya keilmuan dan ketetapan seputar keperawatan, saat

ini perawat dapat mewujudkan peran melalui karir yang beragam.

Seperti perawat praktisi, perawat spesialis, perawat anestesi, perawat

peneliti, hingga perawat pendidik yang pada tiap peran tersebut tentu

memiliki tanggung jawab dan cakupannya masing-masing.

2.1.4 Tugas dan Wewenang Perawat

Dalam melaksanakan dan menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan

keperawatan, perawat memiliki tugas yang harus dilaksanakannya sesuai

dengan tahapan dalam proses keperawatan. Berdasarkan UU RI No 38

Tahun 2014 Pasal 29, Tugas dan Wewenang dari perawat adalah sebagai

berikut:
14

1. Pemberi Asuhan Keperawatan

Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan di

bidang upaya kesehatan perorangan, perawat berwenang (pasal 30,

UU 38/2014):

a. Melakukan pengkajian keperawatan secara holistik

b. Menetapkan diagnosis keperawatan

c. Merencanakan tindakan keperawatan

d. Melaksanakan tindakan keperawatan

e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan

f. Melakukan rujukan

g. Memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai

dengan kompetensi

h. Memberikan konsultasi keperawatan dan berkolaborasi dengan

dokter

i. Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling

j. Melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada klien

sesuai dengan resep tenaga medis atau obat bebas dan obat

bebas terbatas.

2. Penyuluh dan konselor bagi klien

Dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh dan konselor bagi klien,

perawat berwenang (pasal 31 UU Keperawatan):

a. melakukan pengkajian keperawatan secara holistik di tingkat

individu dan keluarga serta di tingkat kelompok masyarakat

b. melakukan pemberdayaan masyarakat


15

c. melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan

masyarakat

d. menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat

e. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.

3. Pengelola Pelayanan Keperawatan

Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola pelayanan

keperawatan, perawat berwenang:

a. melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan

b. merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pelayanan

keperawatan

c. mengelola kasus.

4. Peneliti Keperawatan

Dalam menjalankan tugasnya sebagai peneliti keperawatan, perawat

berwenang:

a. melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika

b. menggunakan sumber daya pada fasilitas pelayanan kesehatan

atas izin pimpinan

c. menggunakan klien sebagai subjek penelitian sesuai dengan

etika profesi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang

Dalam melaksanakan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang,

perawat berwenang:

a. melakukan tindakan medis yang sesuai dengan kompetensinya

atas pelimpahan wewenang delegatif tenaga medis


16

b. melakukan tindakan medis di bawah pengawasan atas

pelimpahan wewenang mandat

c. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan program

pemerintah.

6. Pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu

Perawat dalam melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan

tertentu berwenang (pasal 33 UU Keperawatan):

a. melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak

terdapat tenaga medis

b. merujuk klien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan

c. melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal

tidak terdapat tenaga kefarmasian

2.1.5 Tanggung Jawab Perawat

Definisi tanggung jawab menurut (Berten, dalam Budiono 2016) adalah

keharusan seseorang sebagai makhluk rasional dan bebas untuk tidak

mengelak serta memberikan penjelasan mengenai perbuatannya, secara

retrosfektif atau prospektif. Ada beberapa tanggung jawab yang dapat

diidentifikasi sebagai berikut:

1. Tanggung jawab utama terhadap Tuhannya (responsibillity to God).

2. Tanggung jawab terhadap klien dan masyarakat (Responsibillity to

Client and Society).

3. Tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan atasan (Responsibillity

to Colleague and Supervisor).


17

2.2 Konsep Pengetahuan

2.2.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan menurut Notoadmodjo (2012) adalah hasil dari penginderaan

manusia, atau hasil tahu yang terjadi pada seseorang terhadap suatu objek

yang diamati menggunakan panca indra yang dimilikinya. Pengetahuan

dapat dijadikan sebagai pedoman dalam membentuk sikap, perilaku dan

dapat mempengaruhi tindakan dari individu itu sendiri (over behaviour).

Pengetahuan dapat diperoleh menggunakan lima panca indera yang

dimiliki oleh manusia, namun pengetahuan paling banyak diperoleh melalui

mata dan telinga. Pengetahuan adalah hasil dari sebuah pengetahuan

untuk “tahu” oleh seseorang melalui panca inderanya yang bermula karena

rasa ingin tahunya atau rasa penasaran dalam mengamati suatu objek

yang belum pernah dilihat ataupun dirasakan sebelumnya (Farisia, 2020).

2.2.2 Fungsi Pengetahuan

Pengetahuan memiliki fungsi untuk mendorong manusia untuk ingin tahu

dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada. Pengetahuan

berguna untuk menguji dan menghasilkan kebenaran pernyataan manusia

dengan cara yang otoriter, mistik, logika-rasional serta ilmiah (Firman,

2018).

2.2.3 Tingkat Pengetahuan


18

Tingkat pengetahuan yang merujuk pada (Taksonomi Bloom Revisi dalam

Darmawan, 2013) dalam ranah Kognitif (intelektual) menyatakan bahwa

tingkatan aktivitas yang menyangkut otak terbagi menjadi 6 tingkatan yang

disesuaikan dan telah diperbarui dengan melakukan perubahan pada sub

kategori proses kognitif yang berbentuk kata benda diubah atau digantikan

dengan kata kerja. dengan jenjang mulai dari terendah hingga tertinggi dan

dilambangkan dengan C (Cognitive) , yang diantaranya :

1. C1 : Mengingat (Remember)

Mengingat pada tingkatan ini merupakan kemampuan seseorang

untuk menarik kembali informasi yang telah tersimpan dalam memori

jangka panjang. Kemampuan ini terdiri atas Mengenali (Recognizing)

dan Mengingat kembali (Recalling).

2. C2 : Memahami (Understand)

Memahami pada tingkatan ini merupakan kemampuan dari

seseorang dalam memahami dan menjelaskan materi tertentu yang

telah diterima ataupun yang telah dipelajari terhadap suatu objek

kemudian mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema

pemikirian seseorang. Kemampuan ini meliputi Menafsirkan

(Interpreting), Mencontohkan (Examplifying), Mengklasifikasikan

(Classifying), Merangkum (Summarising), Menyimpulkan (Inferring),

Membandingkan (Comparing) dan Menjelaskan (Explaining). Contoh

pada aspek keselamatan pasien yaitu perawat mampu menafsirkan

dan menyimpulkan definisi dari patient safety dari berbagai teori

tokoh keperawatan.

3. C3 : Menerapkan (Apply)
19

Menerapkan pada tingkatan ini merupakan kemampuan dari

seseorang melakukan penerapan dari informasi yang berupa

pengetahuan dan pemahaman yang mencakup penggunaan suatu

prosedur yang berguna untuk menyelesaikan masalah. Pada

kemampuan ini meliputi Melaksanakan (Executing) dan

Mengimplementasikan (Implementing). Contoh pada aspek

keselamatan pasien yaitu perawat mampu menerapkan sasaran

patient safety dalam menjalankan perannya sebagai tenaga

kesehatan.

4. C4 : Menganalisa (Analyze)

Menganalisa pada tingkatan ini merupakan kemampuan dari

seseorang untuk menjabarkan atau menguraikan materi serta objek

menjadi suatu unsur-unsur yang lebih jelas dan saling berkaitan.

Kemampuan ini meliputi Membedakan (Differentiating),

Mengorganisasikan (Organizing) dan Mengatribusi (Attributing).

Contoh pada aspek keselamatan pasien yaitu perawat mampu

menganalisis tujuan dari patient safety dalam penerapan manajemen

keselamatan pasien di Rumah Sakit.

5. C5 : Mengevaluasi (Evaluate)

Mengevaluasi pada tingkatan ini merupakan kemampuan dari

seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau

objek dengan tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang ada maupun

kriteria pribadi. Mengevaluasi pada tingkatan ini meliputi Memeriksa

(Checking) dan Mengkritisi (Critiquing). Contoh pada aspek

keselamatan pasien yaitu perawat mampu mengevaluasi insiden


20

yang pernah terjadi dalam penerapan patient safety dalam

memberikan asuhan keperawatan di Rumah Sakit.

6. C6 : Mencipta (Create)

Mencipta pada tingkatan ini merupakan kemampuan dari seseorang

untuk menghubungkan dan menggabungkan elemen-elemen serta

menyusun kembali bagian tersebut menjadi bentuk formula yang

baru. Pada tingkatan ini meliputi Merumuskan/membangun

(Generating), Merencanakan (Planning) dan Memproduksi

(Producing).Contoh pada aspek keselamatan pasien yaitu perawat

mampu memproduksi komunikasi yang unik dalam penerapan

sasaran patient safety.

2.2.4 Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat diukur dengan memberi

pertanyaan melalui wawancara maupun melalui angket pernyataan

mengenai subjek tertentu. Hasil pengukuran yang dilakukan dapat

digolongkan menjadi 3 kategoti yang meliputi baik, sedang dan kurang

(Notoatmodjo, 2010).

Arikunto (2010) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan dari seseorang

dibagi menjadi tiga tingkatan kategori berdasarkan dengan nilai presentasi

yang meliputi:

1) Pengetahuan Baik : Subjek memperoleh hasil 76% - 100%.

2) Pengetahuan Cukup : Subjek memperoleh hasil 56% - 75%.

3) Pengetahuan Buruk : Subjek memperoleh hasil ≤ 56%.


21

2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan dari seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

dan menurut (Budiman dan Riyanto, 2013) faktor tersebut terbagi menjadi

faktor internal dan eksternal yang meliputi :

1) Faktor Internal

a) Usia

Usia menjadi salah satu faktor yang berasal dari diri seseorang

dan mempengaruhi pola pikir serta daya tangkap seseorang.

Semakin bertambahnya usia maka daya tangkap dan pola pikir

seseorang pun akan semakin bertambah dan membaik

terhadap pengetahuan yang dia terima.

b) Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu sifat yang melekat pada

diri seseorang mulai dari dia berada di dunia ini. Jenis kelamin

meliputi laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin menjadi faktor

yang dapat memepengaruhi dalam menerima pengetahuan

karena dalam penerapan pengetahuan yang ditunjukkan secara

sosial maupun kultural pun akan berbeda.

c) Pengalaman

Pengalaman dapat diartikan sebagai sumber pengetahuan.

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman pribadi maupun

dari orang lain sehingga pengalaman yang telah diperoleh

dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Pengalaman

dapat digunakan dengan cara mengulang kembali salah satu

pengetahuan yang telah diperoleh dan sebagai upaya untuk


22

memperoleh pengetahuan baru dalam memecahkan persoalan

yang pernah dihadapi pada masa lampau.

2) Faktor Eksternal

a) Pendidikan

Secara umum, pendidikan adalah proses perubahan sikap dan

perilaku seseorang atau kelompok dan merupakan usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh

oleh seseorang maka semakin banyak pula pengetahuan yang

dimiliki, serta lebih cepat juga menerima dan memahami suatu

informasi dan juga sebaliknya.

b) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan suatu kebutuhan yang harus dimiliki

seseorang dalam menunjang kehidupannya pribadi dan

kehidupan keluarganya. Pekerjaan bukanlah sumber

kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari

nafkah yang membosankan berulang dan banyak tantangan.

c) Informasi atau Media Massa

Informasi pada saat ini menjadi salah satu faktor yang sangat

mudah dan paling sering diakses oleh setiap orang terutama di

Era Covid-19. Media massa merupakan suatu wadah yang

berguna untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,

memanipulasi, mengumumkan, menganalisis dan menyebarkan

informasi dengan tujuan tertentu kepada khalayak umum.

Informasi mempengaruhi pengetahuan seseorang apabila


23

mendapatkan informasi tentang suatu materi atau objek maka

akan menambah pengetahuan serta wawasannya. Semakin

berkembangnya teknologi maka semakin bervariasi jenis media

massa yang dapat di akses oleh masyarakat terhadap

pengembangan pengetahuan.

d) Lingkungan

Lingkungan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang

dalam memproses masuknya pengetahuan kedalam individu

akibat adanya interaksi serta timbal balik antara satu individu

dengan individu yang lain yang berada dalam lingkungan

sekitarnya. Apabila lingkungan tersebut dikelilingi oleh

hubungan yang positif dengan pengetahuan maka

pengetahuan yang didapatkan seseorang tersebut juga akan

positif terhadap lingkungannya.

e) Sosial, Budaya dan Ekonomi

Sosial, budaya dan ekonomi merupakan kesatuan faktor yang

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang dalam

pengambilan keputusan serta keadaan individu dalam

memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kebiasaan yang

dimilikinya. Seseorang yang memiliki sosial budaya yang baik

maka pengetahuannya akan baik begitupun sebaliknya.

2.3 Konsep Patient Safety

2.3.1 Definisi Patient Safety


24

Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem yang

dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi:

assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan

dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar

dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk

meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang

disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Permenkes RI, 2017).

Menurut (Kohn, Corrigan & Donaldon dikutip dalam Adventus 2019)

menyebutkan bahwa patient safety adalah tidak adanya kesalahan atau

bebas dari cedera karena kecelakaan. Menurut World Organization Health

(WHO) mendefinisikan patient safety sebagai pelayanan kesehatan yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan pada pasien atau klien dengan tidak

mencederai pasien atau klien tersebut. Keselamatan pasien merupakan

salah satu komponen penting sebagai indikator penilaian mutu sarana

pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dapat diukur dari penerapan

sasaran keselamatan pasien yang telah ditetapkan (Chen & Li 2010 dalam

Muhtar, 2020).

Berdasarkan beberapa definisi terkait Patient safety maka peneliti

menyimpulkan bahwa Patient Safety merupakan salah satu prinsip

mendasar dalam pelayanan kesehatan terhadap pasien yang menuntut

upaya seluruh sistem yang kompleks sebagai indikator penilaian mutu

rumah sakit dalam proses pemberian asuhan atau setiap tindakan yang

dilakukan oleh perawat.


25

2.3.2 Tujuan Patient Safety

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 11 Tahun 2017 Pasal 2,

Pengaturan Keselamatan Pasien (patient safety) bertujuan untuk

meningkatkan mutu pelayanan fasilitas & kesehatan melalui penerapan

manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan oleh

fasilitas pelayanan kesehatan. Patient safety memiliki 4 tujuan yang harus

dicapai yaitu sebagai berikut (Adventus, 2019):

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.

2. Meningkatnya akuntanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan

masyarakat

3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.

4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi

penanggulangan KTD.

2.3.3 Manfaat Patient Safety

Dalam penerapan patient safety di fasilitas pelayanan kesehatan, apabila

tujuan yang telah diharapkan tercapai, maka terdapat beberapa manfaat

dari penerapan patient safety tersebut, antara lain (Adventus, 2019):

1. Berkembang dan meningkatnya budaya Safety

2. Berkembangnya komunikasi dengan pasien

3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD)

4. Menurunnya risiko klinis

5. Berkurangnya keluhan dan litigasi

6. Meningkatnya mutu pelayanan


26

7. Meningkatnya kepercayaan dan citra rumah sakit

2.3.4 Peran Perawat dalam Patient Safety

Perawat memiliki peran penting dalam penerapan program keselamatan

pasien di rumah sakit karena perawat adalah tenaga kesehatan yang

paling sering dan paling dekat dengan pasien hingga 24 jam. Terdapat

peran dan kewajiban seorang perawat terhadap keselamatan pasien antara

lain (Adventus, 2019):

1. Mencegah terjadinya malpraktek dan kelalaian dengan mematuhi

standart.

2. Melakukan pelayanan keperawatan berdasarkan kompetensi

3. Menjalin hubungan empati dengan pasien.

4. Mendokumentasikan asuhan secara lengkap dengan teliti dan

obyektif.

5. Mengikuti peraturan dan kebijakan institusi.

6. Peka terhadap terjadinya cedera.

2.3.5 Standar Patient Safety

Standar keselamatan pasien di Rumah Sakit menurut Depkes RI (2008)

merupakan acuan bagi Rumah Sakit yang ada di Indonesia untuk

melaksanakan kegiatannya. Berdasarkan ketetapan Permenkes RI No 11

tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien bahwa standar Keselamatan

pasien dapat dinilai dengan menggunakan instrumen Akreditasi dan

bersifat wajib untuk diterapkan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di

Indonesia. Standar Keselamatan Pasien terdiri dari tujuh standar yaitu :


27

1. Standar 1 : Hak Pasien.

Hak pasien yang dimaksud disini adalah pasien maupun keluarga

memiliki hak untuk mendapatkan informasi terkait rencana dan hasil

pelayanan bahkan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

2. Standar 2 : Pendidikan pasien dan keluarga.

Fasilitias pelayanan kesehatan yaitu Rumah sakit harus memiliki

sistem dan mekanisme yang sistematis dalam memberikan

pendidikan kepada pasien maupun keluarga terkait dengan

kewajiban serta tanggung jawab pasien dalam menerima asuhan.

Dalam hal ini pasien dan keluarga diberikan kesempatan untuk

mengajukan pertanyaan terhadap hal yang tidak dimengerti yang

berguna dalam keterlibatan pasien dan keluarga terhadap

pengambilan keputusan dan pemahaman dengan asuhan yang yang

akan diterimanya atau diberikan oleh tenaga kesehatan.

3. Standar 3 : Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.

Dalam memberikan pelayanan, fasilitas kesehatan memberikan

jaminan keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan

menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan

kesehatan. Koordinasi yang dimaksud bertujuan untuk menciptakan

proses kesinambungan pelayanan tanpa hambatan, aman dan efektif

yang mencakup sistem pelayanan dari pasien masuk hingga keluar,

kebutuhan dan kelayakan sumber daya, komunikasi dan transfer

informasi.

4. Standar 4 : Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk

melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.


28

Dalam melaksanakan program peningkatan keselamatan pasien,

fasilitas pelayanan kesehatan memerlukan adanya budaya motivasi

yang cukup tinggi dalam mendesain proses baru atau memperbaiki

proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui

pengumpulan data, menganalisis insiden secara intensif dan

melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta

keselamatan pasien karena program keselamatan pasien merupakan

program Never ending procces atau program yang tidak memiliki

akhir.

5. Standar 5 : Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan

pasien.

Dalam proses meningkatkan keselamatan pasien, peran pemimpin

sangat dibutuhkan dalam pengelolaan kinerja dan koordinasi antar

unit dan tim. Pemimpin memiliki peran yang sangat signifikan

terhadap peningkatan keselamatan pasien yang diantaranya untuk

mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit

dan individu, mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusi,

mengalokasikan sumber daya yang adekuat, menjamin program

identifikasi risiko secara proaktif serta mendorong dan menjamin

implementasi “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien”.

6. Standar 6 : Mendidik staf tentang keselamatan pasien.

Selain melakukan pendidikan terhadap pasien dan keluarga, fasilitas

pelayanan kesehatan harus memiliki program pendidikan, pelatihan

dan orientasi petugas kesehatan baik di dalam rumah sakit maupun

di luar rumah sakit. Dalam pelayanan kesehatan, program pendidikan


29

dan pelatihan staf ini bertujuan untuk memelihara serta meningkatkan

kompetensi staf yang berupa pengetahuan dan sikap dalam

menjalankan tugasnya serta mendukung pendekatan interdisiplin

terkait keselamatan pasien.

7. Standar 7 : Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai

keselamatan pasien.

Komunikasi menjadi bagian penting dalam kerja sama antar tim

dalam pelayanan kesehatan terkait keselamatan pasien. Dalam

standar ini fasilitas pelayanan kesehatan harus merencanakan dan

mendesain proses dalam memanajemen informasi dengan tepat

waktu dan akurat agar dapat mengidentifikasi masalah dan kendala

komunikasi serta merevisi manajemen informasi dengan mekanisme

yang ada dalam suatu sistem pelayanan keselamatan pasien.

2.3.6 Langkah penerapan Patient Safety

Untuk mencapai proses penerapan patient safety di rumah sakit yang baik

dan benar, Berdasarkan (Permenkes RI, 2017) tentang keselamatan

pasien terdapat tujuh langkah keselamatan pasien, antara lain:

1. Membangun budaya kesadaran akan nilai keselamatan.

2. Menegakkan pemimpin dan dukungan staf.

3. Memadukan sistem manajemen risiko.

4. Mengembangkan sistem pelaporan keselamatan pasien.

5. Berkomunikasi dan melibatkan pasien.

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien.


30

7. Mencegah cedera dengan implementasi sistem Keselamatan Pasien

melalui informasi yang ada.

2.3.7 Sasaran Patient Safety

Sasaran patient safety merupakan syarat yang harus diterapkan di semua

rumah sakit yang telah diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.

Sasaran ini bertujuan untuk mendorong perbaikan yang menyoroti bagian-

bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dalam aspek

keselamatan pasien dan menciptakan perawatakn kesehatan yang aman

dan berkualitas tinggi. Menurut Permenkes RI No. 11 tahun 2017 tentang

keselamatan pasien menyebutkan bahwa di Indonesia secara nasional,

memberlakukan 6 Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) Nasional yaitu

(Kemenkes RI, 2017) :

1. SKP 1: Mengidentifikasi pasien secara benar (Identify patients

correctly).

Identifikasi pasien adalah suatu proses pemberian tanda atau

pembeda yang mencakup nomor rekam medis serta identitas pasien

agar dapat membedakan antara satu pasien dengan pasien lainnya

dalam ketepatan memberikan pelayanan, pengobatan serta tindakan

kepada pasien. Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk

memperbaiki atau meningkatkan ketelitian dalam identifikasi pasien.

Sasaran ini bermaksud untuk melakukan dua kali pengecekan dalam

identifikasi pasien sebelum memberikan pelayanan atau pengobatan

pada pasien.

a. Elemen Penilaian Sasaran I


31

1) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien,

tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi

pasien.

2) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau

produk darah.

3) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan

spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.

4) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan

tindakan/prosedur.

5) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan

identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.

b. Kondisi yang memerlukan identifikasi pasien

Terdapat beberapa keadaan yang dapat menimbulkan risiko

terjadinya kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, yaitu

dalam keadaan terbius/tersedasi, tidak sadar sepenuhnya,

melakukan pertukaran tempat tidur-kamar-lokasi di dalam

rumah sakit maupun mengalami disabilitas sensori atau akibat

situasi lain.

c. Ruang lingkup dan pelaksana identifikasi pasien

1) semua pasien rawat inap, pasien Instalasi Gawat Darurat

(IGD), dan pasien yang akan menjalani suatu prosedur.

2) Pelaksana identifikasi pasien adalah semua tenaga

kesehatan (medis, perawat, farmasi, bidan, dan tenaga

kesehatan lainnya); staf di ruang rawat, staf administratif,

dan staf pendukung yang bekerja di rumah sakit.


32

d. Waktu tindakan identifikasi pasien dilakukan

1) Pemberian obat

2) Pemberian darah atau produk darah (transfusi darah)

3) Pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan

klinis

4) Memberikan pengobatan atau tindakan lain.

5) Prosedur pemeriksaan radiologi (rontgen, MRI, dan

sebagainya)

6) Intervensi pembedahan dan prosedur invasif lainnya

7) Transfer pasien

e. Strategi tatalaksana identifikasi pasien

1) Melakukan identifikasi pasien

a) Menanyakan nama lengkap pasien dan tanggal lahir

b) Identifikasi pasien dapat menggunakan Nomor

Rekam Medik (NRM)

c) Menggunakan komunikasi aktif/ pertanyaan terbuka

dalam mengidentifikasi

2) Identifikasi pasien menggunakan dokumen foto

a) Pasien yang tidak memiliki ekstremitas

b) Pasien luka bakar luar

c) Pasien psikiatri yang tidak memungkinkan untuk

dipasang gelang identitas

d) Pasien tanpa identitas

3) Identifikasi pasien menggunakan gelang identitas pasien


33

Gelang nama pasien dapat dibedakan berdasarkan jenis

warna dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Gelang warna merah jambu diberikan kepada

pasien perempuan

b) Gelang warna biru diberikan kepada pasien laki-laki

c) Gelang warna putih diberikan kepada pasien

ambigu

d) Label pada gelang identitas berisi Nama lengkap,

tanggal lahir, jenis kelamin, dan Nomor Rekam

Medik pasien

4) Identifikasi pasien berisiko

a) Menggunakan gelang identitas

b) Menggunakan klip dan gelang risiko

c) Identifikasi pasien berisiko dengan menggunakan

stiker (sesuai warna gelang) ditempel pada halaman

depan status pasien pada pasien yang tidak dapat

dilakukan pemasangan gelang risiko, seperti pasien

luka bakar luas, pasien psikiatri yang tidak

kooperatif/gaduh gelisah dan pasien tanpa anggota

gerak.

2. SKP 2: Meningkatkan komunikasi yang efektif (Improve effective

communication).

Komunikasi efektif adalah sebuah proses pennyampaian pikiran atau

informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suat cara tertentu
34

sehingga orang tersebut dapat memahami betul apa yang dimaksud

oleh pemberi informasi. Komunikasi efektf merupakan komunikasi

yang dilakukan antara petugas pemberi pelayanan yang dilakukan

dengan tepat waktu, lengkap, jelas, akurat dan dapat dimengerti oleh

penerima yang berfungsi untuk mengurangi kesalahan dan

meningkatkan perbaikan keselamatan pasien. Rumah sakit

mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas

komunikasi antar para pemberi layanan. Sasaran ini bermaksud

untuk meningkatkan cara berkomunikasi dan meminimalisir terjadinya

kesalahan akibat perintah yang diberikan oleh perawat baik dalam

bentuk lisan, terulis atau elektronik kepada pasien.

a. Elemen Penilaian Sasaran II

1) Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon

atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh

penerima perintah

2) Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan

dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima

perintah.

3) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh

pemberi perintah atau yang menyampaikan hasil

pemeriksaan

4) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan

verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau melalui

telepon secara konsisten.

b. Aturan/Hukum komunikasi efektif


35

1) Sikap menghargai (Respect)

2) Sikap empati (Empathy)

3) Sikap rendah hati (Humble)

4) Pesan yang disampaikan dapat dimengerti dengan baik

(Audible)

5) Pesan yang disampaikan harus jelas (Clarity)

c. Aspek komunikasi efektif

1) Kejelasan (Clarity): Pesan yang disampaikan harus jelas

2) Ketepatan (Accuracy): Informasi yang diberikan harus

benar

3) Konteks (Context): Gaya bicara dan informasi yang

disampaikan harus dalam situasi yang tepat

4) Alur (Flow): Informasi yang disampaikan harus runtut atau

secara sistematik.

5) Budaya (Culture): Pesan yang disampaikan harus sesuai

dengan bahasa, gaya bicara, norma dan etika yang

berlaku

d. Strategi meningkatkan komunikasi efektif

1) Komunikasi SBAR

Strategi yang pertama untuk meningkatkan komunikasi

efektif dapat menggunakan komunikasi SBAR yang

dilakukan pada :

a) Saat serah terima Pasien (antar shift keperawatan,

perpindahan pasien antar unit kerja)


36

b) Saat Petugas melaporkan kondisi pasien kepada

Dokter penanggung jawab Pasien (DPJP).

Melaparkan:

- kondisi pasien yang kritis

- pemeriksaan penunjang dengan hasil nilai

kritis

- kondisi pasien yang mendapat pengobatan

dan memerlukan pengawasan khusus

- kondisi pasien yang memerlukan monitoring

ketat

Pada komunikasi SBAR terdapat isi laporan yang dapat

digunakan, meliputi:

a) S (Situation): melaporkan situasi pasien, meliputi:

nama pasien, umur, lokasi, masalah yang ingin

disampaikan, tanda-tanda vital pasien,

kekhawatiran petugas terhadap kondisi pasien

b) B (Background): menyampaikan latar belakang atau

masalah pasien sebelumnya

c) A (Assessment): menyampaikan penilaian terhadap

kondisi pasien dengan menyampaikan masalah

saat ini

d) R (Recommendation): menyampaikan rekomendasi

berupa saran, pemeriksaan tambahan, atau

perubahan tatalaksana jika diperlukan

2) Komunikasi TBAK
37

Strategi yang kedua untuk meningkatkan komunikasi

efektif dapat menggunakan komunikasi TBAK yang

dilakukan pada :

a) Saat petugas menerima instruksi verbal pertelepon/

lisan dari DPJP

b) Saat petugas menerima laporan hasil tes kritis/

critical test/ pemeriksaan cito.

Pada komunikasi TBAK terdapat prosedur yang dapat

diterapkan, meliputi:

a) Penerima pesan dapat menuliskan pesan lengkap

yang disampaikan pengirim di Catatan

Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT), terdiri

dari:

- Tanggal dan jam pesan diterima

- Isi pesan secara lengkap

- Nama pemberi instruksi dalam kotak stempel

konfirmasi (penerima pesan membutuhkan

stempel konfirmasi di sebelah kanan/bawah

catatan instruksi)

- Nama penerima pesan

b) Penerima pesan Membacakan kembali instruksi

lengkap tersebut kepada pemberi pesan

c) Pemberi pesan mengkonfirmasi isi pesan dengan

jawaban “Ya benar”


38

d) Pemberi pesan/ instruksi menanda tangani dan

menulis tanggal dan jam penandatanganan dalam

kotak stempel KONFIRMASI dalam catatan

perkembangan terintegrasi, dalam waktu 1 x 24 jam

3. SKP 3: Meningkatkan keamanan dari pengobatan risiko tinggi

(Improve the safety of high-alert medications).

Obat yang perlu di waspadai adalah obat yang memerlukan

kewaspadaan tinggi, terdaftar dalam kategori obat berisiko tinggi dan

dapat menyebabkan cedera serius pada pasien jika terjadi kesalahan

dalam penggunaan. Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk

memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai. Sasaran

ini bertujuan untuk mengurangi dan mengeliminiasi kejadian atau

kesalahan dalam pemberian obat-obatan yang secara tidak sengaja

dan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu

diwaspadai.

a. Elemen Penilaian Sasaran III

1) Kebijakan dan /atau prosedur dikembangkan agar

memuat proses identifikasi, menetapkan lokasi,

pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.

2) Implementasi kebijakan dan prosedur.

3) Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien

kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil

untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area

tersebut sesuai kebijakan.


39

4) Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan

pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada

area yang dibatasi ketat (restricted).

b. Jenis obat yang perlu di waspadai

1) Kelompok obat yang mirip rupa (Look-Alike)

2) Kelompok obat yang mirip nama (Sound-Alike)

3) Kelompok obat elektrolit konsentrasi tinggi

c. Strategi meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus

diwaspadai

1) Cara penyimpanan obat High Alert

a) Lokasi penyimpanan

Obat disimpan sesuai dengan kriteria penyimpanan

farmasi, dengan memperhatikan jenis sediaan obat

(rak atau kotak penyimpanan, lemari pendingin),

sistem FIFO dan FEFO serta ditempatkan sesuai

ketentuan obat High Alert.

b) Penyimpanan elektrolit konsentrasi tinggi

Penyimpanan dilakukan dengan memisahkan obat

yang termasuk high alert dengan memberikan stiker

merah dan selotip merah pada sekeliling tempa

penyimpanan yang terpisah dari obat lain.

c) Penyimpanan obat LASA (Look Alike Sound Alike)

Obat-obatan yang memiliki bentuk, rupa, nama atau

pengucapan mirip tidak boleh diletakkan berdekatan


40

dan biasakan mengeja nama obat dengan kategori

LASA saat memberi ataupun menerima instruksi.

d) Pemberian Label

Label untuk obat yang perlu di waspadai dibedakan

menjadi dua jenis :

- Hight Alert : dengan stiker Hight Alert Double

Check.

- LASA : dengan penanda stiker LASA pada

tempat penyimpanan obat atau pada

kemasan primer obat.

2) Cara penyiapan obat High Alert

Penyiapan obat High Alert dilakukan dengan menerapkan

prinsip 7 (Tujuh) Benar obat untuk mencapai medication

safety, yang meliputi:

a) Benar obat

b) Benar waktu dan frekuensi pemberian.

c) Benar dosis.

d) Benar rute pemberian.

e) Benar identitas pasien

- Kebenaran nama pasien

- Kebenaran nomor rekam medis pasien

- Kebenaran umur/tanggal lahir pasien

- Kebenaran alamat rumah pasien

- Nama DPJP

f) Benar informasi
41

g) Benar dokumentasi

3) Cara pemberian obat High Alert

a) Sebelum perawat memberikan obat high alert

kepada pasien maka perawat lain harus melakukan

pemeriksaan kembali (double check) secara

independent yang meliputi kesesuaian antara obat

dengan rekam medik/instruksi dokter, ketepatan

perhitungan dosis obat dan identitas pasien.

b) Obat high alert infus harus dipastikan ketepatan

kecepatan pompa infus (infuse pump) dan apabila

obat lebih dari satu, tempelkan label nama obat

pada syringe pump di setiap ujung jalur selang.

c) Obat high alert elektrolit konsentrasi tinggi harus

diberikan sesuai perhitungan standar yang telah

baku, yang berlaku di semua ruang perawatan.

d) Setiap kali pasien pindah ruang rawat, perawat

pengantar menjelaskan kepada perawat penerima

pasien bahwa pasien mendapatkan obat high alert

dan menyerahkan formulir pencatatan obat.

e) Dalam keadaan emergency yang dapat

menyebabkan pelabelan dan tindakan pencegahan

terjadinya kesalahan obat high alert dapat

mengakibatkan tertundanya pemberian terapi dan

memberikan dampak yang buruk pada pasien,

maka dokter dan perawat harus memastikan


42

terlebih dahulu keadaan klinis pasien yang

membutuhkan terapi segera (cito) sehingga double

check dapat tidak dilakukan,namun sesaat sebelum

memberikan obat, perawat harus menyebutkan

secara lantang semua jenis obat yang diberikan

kepada pasien sehingga diketahui dan

didokumentasikan dengan baik oleh perawat

lainnya.

4. SKP 4: Memastikan kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan

pasien, kesalahan prosedur operasi (Ensure wrong-site, wrong-

patient, wrong procedure surgery).

Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang bertujuan

untuk menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan komplikasi.

Namun, pembedahan yang dilakukan juga dapat menimbulkan

komplikasi yang dapat membahayakan nyawa. Rumah sakit

mengembangkan pendekatan untuk memastikan tepat lokasi, tepat

prosedur, dan tepat pasien. Sasaran ini bermaksud agar

meminimalisir kejadian atau kesalahan yang terjadi akibat dari

komunikasi yang kurang efektif atau tidak adekuat antara anggota

tim, kurang/tidak melibatkan pasien, dan tidak ada prosedur dalam

verifikasi lokasi operasi.

a. Elemen Penilaian Sasaran IV


43

1) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan

dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan

melibatkan pasien di dalam proses penandaan.

2) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses

lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi,

tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen

serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan

fungsional.

3) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat

prosedur “sebelum insisi/time-out” tepat sebelum

dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.

4) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung

proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi,

tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur

medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar

operasi.

b. Faktor yang berkontribusi terhadap kesalahan (Salah-lokasi,

salah-prosedur, salah pasien pada operasi)

1) Komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara

anggota tim bedah

2) Kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan

lokasi (site marking)

3) Tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi

4) Assesmen pasien yang tidak adekuat

5) Penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat


44

6) Budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar

anggota tim bedah

7) Permasalahan yang berhubungan dengan resep yang

tidak terbaca (illegible handwriting)

8) Pemakaian singkatan yang tidak lazim

c. Hambatan potensial kesalahan

1) Kurang adanya perjanjian ahli bedah dengan pendekatan

standar dan kesulitan untuk mengubah budaya.

2) Gagal mengenali risiko dalam pengaturan prosedural

selain ruang operasi.

3) Kurangnya kemauan perawat dan staf lainnya untuk

menanyai ahli bedah bila ada kemungkinan kesalahan

identifikasi.

4) Sumber daya dan pengetahuan manusia yang tidak

memadai untuk memudahkan proses ditantang.

5) Perilaku rutinitas selama proses time-out (berjalan sesuai

tapi tanpa komunikasi yang berarti).

6) Kurangnya penelitian, data, dan pertimbangan ekonomi

yang diterima secara umum mengenai analisis biaya

serta manfaat atau pengembalian investasi untuk

menerapkan rekomendasi ini.

d. Strategi penandaan lokasi operasi

Strategi yang dapat dilakukan merupakan teknik dalam

penandaan lokasi operasi agar terhindar dari kesalahan dalam

lokasi pembedahan atau operasi, yang diantaranya:


45

1) Pasien diberi tanda saat informed concent telah dilakukan

2) Penandaan dilakukan sebelum pasien berada di kamar

operasi

3) Pasien harus dalam keadaan sadar saat dilakukan

penandaan lokasi operasi

4) Tanda yang digunakan dapat berupa: tanda panah /

tanda ceklist

5) Penandaan dilakukan sedekat mungkin dengan lokasi

operasi

6) Penandaan dilakukan dengan spidol hitam (anti luntur,

anti air) dan tetap terlihat walau sudah diberi desinfektan.

7) Bagian organ mana yang perlu dilakukan penandaan

adalah semua tempat yang melibatkan incisi kulit dan

lateralisasi harus ditandai.

8) Bila operasi dilakukan di sekitar orifisium maka

penandaan dilakukan disebelahnya dengan tanda panah.

5. SKP 5: Mengurangi risiko infeksi yang berhubungan dengan

pelayanan kesehatan (Reduce the risk of health care-associated

infections).

Infeksi merupakan salah satu proses dari seseorang rentan terkena

invasi agen patogen atau infeksius yang berupa bakteri, virus, jamur

dan parasit yang dapat tumbuh, berkembang biak dan menyebabkan

sakit pada seseorang. Rumah sakit mengembangkan pendekatan

untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.


46

Sasaran ini bertujuan untuk meningkatkan pencegahan dan

pengendalian infeksi yang dapat dijumpai dalam berbagai bentuk

pelayanan kesehatan.

a. Elemen Penilaian Sasaran V

1) Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman

hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima

secara umum.

2) Rumah sakit menerapkan program hand hygiene

yangefektif.

3) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk

mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko

dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

b. Penyebab Infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan

1) Suntikan yang tidak aman dan seringkali tidak perlu.

2) Penggunaan alat medis tanpa ditunjang pelatihan

maupun dukungan laboratorium.

3) Standar dan praktek yang tidak memadai untuk

pengoperasian bank darah dan pelayanan transfusi.

4) Penggunaan cairan infus yang terkontaminasi, khususnya

di rumah sakit yang membuat cairan sendiri.

5) Meningkatnya resistensi terhadap antibiotik karena

penggunaan antibiotik spektrum luas yang berlebih atau

salah.

6) Berat penyakit yang diderita


47

7) Penderita lain, yang juga sedang dalam proses

perawatan.

8) Petugas pelaksana (dokter, perawat dan seterusnya).

9) Peralatan medis yang digunakan.

10) Tempat (ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita

dirawat.

11) Tempat/kamar dimana penderita menjalani tindakan

medis akut seperti kamar operasi dan kamar bersalin.

12) Makanan dan minuman yang disajikan.

13) Lingkungan rumah sakit secara umum.

c. Cara Penularan Infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan

1) Penularan secara kontak, yang meliputi kontak langsung,

kontak tidak langsung dan droplet.

2) Penularan melalui Common Venichle, yaitu penularan

yang terjadi melalui benda mati yang telah terkontaminasi

oleh agen infeksius.

3) Penularan melalui udara dan inhalasi, yaitu terjadi bila

mikroorganisme yang ukuran nya sangat kecil meengenai

bagian penjamu melalui saluran pernfasan.

4) Penularan dengan perantara vector, yaitu penularan

apabila terjadinya pemindahan secara mekanis dari

mikroorganisme yang menempel pada tubuh vektor

misalnya salmonella oleh lalat.

d. Strategi Pencegahan Infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan


48

Strategi yang dapat dilakukan berupa prosedur tindakan yang

di desain untuk meminimalkan risiko terpapar agen infeksius

seperti darah maupun cairan tubuh lain dari pasien ke tenaga

kesehatan ataupun sebaliknya. Strategi yang digunakan yaitu

dengan mengikuti prinsip pemeliharaan hygene yang baik,

kebersihan dan kesterilan dengan menggunakan 5 standar

penerapan, yang diantaranya:

1) Mencuci tangan untuk menghindari adanya infeksi silang.

Mencuci tangan merupakan metode yang paling efektif

untuk mencegah infeksi nosokomial dan efektif

mengurangi perpindahan mikroorganisme karena

bersentuhan.

2) Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) untuk

menghindari kontak dengan darah atau cairan tubuh lain

yang meliputi pakaian khusus (apron), masker, sarung

tangan, topi, pelindung mata dan hidung yang digunakan

di rumah sakit.

3) Manajemen alat tajam secara benar yang bertujuan untuk

menghindari resiko penularan penyakit melalui benda-

benda tajam yang tercemar oleh pasien. Harus

tersedianya tempat sampah khusus untuk alat tajam agar

tidak menimbulkan injuri pada tenaga kesehatan maupun

pasien.

4) Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi

instrumen dengan prinsip yang benar. Tindakan ini adalah


49

3 proses untuk mengurangi resiko transmisi infeksi dari

instrumen dan alat lain pada klien atau tenaga kesehatan.

5) Menjaga sanitasi lingkungan secara benar dengan

memanajemen sampah rumah tangga, sampah medis

dan sampah berbahaya untuk menjaga keamanan tenaga

rumah sakit, pasien, pengunjung dan masyarat.

6. SKP 6: Mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh (Reduce the

risk of patient harm from falls).

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk mengurangi risiko

pasien dari cedera karena jatuh. Sasaran ini bermaksud agar rumah

sakit perlu lebih evaluatif dalam meminimalisir terjadinya risiko pasien

terjatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila

pasien jatuh.

a. Elemen Penilaian Sasaran VI

1) Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas

pasien terhadap risiko jatuh dan melakukan asesmen

ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi

atau pengobatan, dan lain-lain.

2) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko

jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap

berisiko jatuh.

3) Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan

pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari

kejadian tidakdiharapkan.
50

4) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk

mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien

cedera akibat jatuh di rumah sakit.

b. Kondisi pasien yang berisiko jatuh

1) Riwayat jatuh sebelumnya

2) Memiliki gangguan kognitif atau perubahan status mental

secara tiba-tiba.

3) Memiliki gangguan keseimbangan, gaya berjalan, atau

kekuatan.

4) Memiliki gangguan mobilitas.

5) Memiliki penyakit neurologi seperti stroke.

6) Memiliki gangguan muskuloskeletal seperti artritis,

penggantian sendi ataupun deformitas.

7) Memiliki penyakit kronis seperti osteoporosis, penyakit

kardiovaskular, penyakit paru dan diabetes.

8) Terdapat masalah nutrisi.

9) Terdapat medikamentosa (> 4 jenis obat).

c. Risiko potensial yang dapat terjadi

1) Penglihatan yang buruk atau tidak baik/ tidak jelas.

2) Sepatu impor atau sepatu lokal yang tidak cocok.

3) Lantai yang licin.

4) Terlalu banyak furniture.

5) Medan tidak merata.

6) Hidrasi yang kurang.

d. Penilaian risiko jatuh pasien


51

1) Skala penilaian risiko jatuh untuk geriatric/ lanjut usia

2) Morse Fall Scale (MFS) / Skala Jatuh dari morse Untuk

Dewasa.

3) Humpty Dumpty Fall Scale (HDFS) / Skala Jatuh Humpty

Dumpty Untuk Pediatrik.

e. Strategi untuk mengurangi risiko cidera akibat jatuh

Strategi yang dapat dilakukan dengan melakukan pengkajian

ulang secara berkala mengenai resiko pasien jatuh termasuk

resiko potensial yang berhubungan dengan jadwal pemberian

obat serta mengambil tindakan untuk mengurangi semua resiko

yang telah diidentifikasikan tersebut. Terdapat beberapa upaya

untuk mengurangi terjadinya kejadian pasien terjatuh di rumah

sakit, yang diantaranya:

1) Membiasakan pasien dengan lingkungan sekitarnya.

2) Menunjukkan pada pasien alat bantu panggilan darurat.

3) Posisikan alat bantu panggil darurat dalam jangkauan.

4) Posisikan barang-barang pribadi dalam jangkauan

pasien.

5) Menyediakan pegangan tangan yang kokoh di kamar

mandi, kamar dan lorong.

6) Posisikan sandaran tempat tidur di posisi rendah ketika

pasien sedang beristirahat dan posisikan sandaran

tempat tidur yang nyaman ketika pasien tidak tidur.

7) Posisikan rem tempat tidur terkunci pada saat berada di

bangsal rumah sakit.


52

8) Menjaga roda kursi roda di posisi terkunci ketika

stasioner.

9) Gunakan alas kaki yang nyaman, baik, dan tepat pada

pasien.

10) Gunakan lampu malam hari atau pencahayaan

tambahan.

11) Kondisikan permukaan lantai bersih dan kering

12) Kondisikan daerah perawatan pasien rapi.

13) Ikuti praktek yang aman ketika membantu pasien pada

saat akan ke tempat tidur dan meninggalkan tempat tidur.


53

Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan


1. Faktor Internal :
2.4 Kerangka Teori Fungsi Perawat Usia, Jenis Kelamin, dan Pengalaman.
1. Fungsi Independen 2. Faktor Eksternal :
2. Fungsi Dependen Pendidikan, Pekerjaan, Informasi & Media Massa,
3. Fungsi Interdependen Lingkungan dan Sosial,budaya & ekonomi.

(Budiono, 2016) (Budiman dan Riyanto, 2013)

Peran Perawat dalam penerapan Patient Enam sasaran penerapan Patient Safety
Profesi Perawat Safety 1. Mengidentifikasi pasien secara benar
1. D3/D4 Keperawatan 1. Mencegah terjadinya malpraktek. 2. Meningkatkan komunikasi yang efektif
Pengetahuan perawat
2. S1 Profesi Keperawatan dan 2. Melakukan pelayanan keperawatan berdasarkan 3. Meningkatkan keamanan dari
tentang Patient Safety
Ners atau Ners Spesialis kompetensi. pengobatan risiko tinggi
3. Menjalin hubungan empati dengan pasien. 4. Memastikan kesalahan penempatan,
4. Mendokumentasikan asuhan secara lengkap kesalahan pengenalan pasien,
(UU No. 38 Tahun dengan teliti dan obyektif. Enam tingkat pengetahuan : kesalahan prosedur operasi
2014) 5. Mengikuti peraturan dan kebijakan institusi. 1. C1 : Mengingat (Remember) 5. Mengurangi risiko infeksi yang
6. Peka terhadap terjadinya cedera. 2. C2 : Memahami berhubungan dengan pelayanan
(Understand) kesehatan
(Adventus, 2019) 3. C3 : Menerapkan (Apply) 6. Mengurangi risiko pasien teruka karena
4. C4 : Menganalisa (Analyze) jatuh
Pengukuran tingkat pengetahuan :
5. C5 : Mengevaluasi
Peran perawat secara umum
1. Pengetahuan
(Evaluate) (PERMENKES RI No. 11, 2017)
Baik: Subjek memperoleh hasil 76%-100%.
1. Perawat sebagai pemberi asuhan
6. Pengetahuan
2. C6 : Mencipta Cukup:
(Create)Subjek memperoleh hasil 56%-75%.
2. Perawat sebagai komunikator
3. Perawat sebagai pendidik 3. Pengetahuan Buruk: Subjek memperoleh hasil ≤ 56%.
4. Perawat sebagai advokat klien (Taksonomi Bloom
5. Perawat sebagai konselor Revisi)
(Arikunto, 2010)
6. Perawat sebagai agen perubahan
7. Perawat sebagai pemimpin
8. Perawat sebagai manajer
9. Perawat sebagai manajer kasus
10. Perawat sebagai konsumen penelitian
11. Perawat sebagai pengembangan karir

(Berman et al, 2016)

Gambar 2.1
Kerangka Teori
BAB 3 KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Konsep Patient Safety Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan


1. Faktor Internal :
1. Manfaat Patient Safety
Usia, Jenis Kelamin, dan Pengalaman.
2. Standar Patient Safety 2. Faktor Eksternal :
Pendidikan, Pekerjaan, Informasi & Media Massa,
3. Insiden Patient Safety
Lingkungan dan Sosial,budaya & ekonomi.
4. Persepsi tentang Patient Safety
(Budiman dan Riyanto, 2013)
5. Langkah penerapan Patient
Safety

(Permenkes RI No. 11
Tahun 2017)

Tingkat pengetahuan perawat tentang Rumah Sakit


enam sasaran dalam patient safety
1. Mengidentifikasi pasien secara benar
2. Meningkatkan komunikasi yang efektif Puskesmas
3. Meningkatkan keamanan dari
pengobatan risiko tinggi
RSD Idaman
4. Memastikan kesalahan penempatan, Komunitas
Banjarbaru
kesalahan pengenalan pasien, (Rumah Sakit lokasi
kesalahan prosedur operasi
5. Mengurangi risiko infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan
kesehatan Enam tingkat pengetahuan :
6. Mengurangi risiko pasien teruka 1. C1 : Mengingat (Remember)
karena jatuh
2. C2 : Memahami (Understand)
(Permenkes RI No. 11, 2017) 3. C3 : Menerapkan (Apply)
4. C4 : Menganalisa (Analyze)
Pengukuran tingkat pengetahuan : 5. C5 : Mengevaluasi (Evaluate)
1. Pengetahuan Baik: Subjek memperoleh hasil 76%-100%.
2. Pengetahuan Cukup: Subjek memperoleh hasil 56%-75%.
6. hasil
3. Pengetahuan Buruk: Subjek memperoleh C6 ≤: 56%.
Mencipta (Create)

(Arikunto, 2010)
(Taksonomi Bloom Revisi)

Keterangan : : Diteliti
: Diteliti
Gambar 3.1 Kerangka
: Tidak Diteliti Konsep

54
55

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif

non-eksperimental yang digunakan ini bertujuan untuk mendeskripsikan

dan menggambarkan tingkat pengetahuan perawat mengenai patient

safety dalam upaya penerapan manajemen keselamatan pasien di RSD

Idaman Banjarbaru. Penelitian deskriptif merupakan suatu jenis rancangan

penelitian yang digunakan untuk menjelaskan, mendeskripsikan,

menggambarkan fenomena yang ada serta memunculkan adanya ide-ide

baru terhadap suatu objek maupun subjek penelitian yang akan diteliti

(Nursalam, 2015).

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini melibatkan 176 perawat yang bekerja di

Ruang Rawat Inap RSD Idaman Banjarbaru sebagai responden.

Berdasarkan Studi Pendahuluan yang dilakukan oleh calon peneliti,

didapatkan populasi Ruang Rawat Inap di RSD Idaman Banjarbaru yang

terdiri dari 7 Ruangan yang diantaranya adalah Ruang camar, Ruang

Kasuari, Ruang Nuri, Ruang Murai, Ruang Merak, Ruang Cendrawasih dan

Ruang Parkit. Persebaran populasi perawat setiap ruangan rawat inap di

RSD Idaman Banjarbaru dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :


56

Tabel 4.1 Persebaran Populasi Perawat di Ruang Rawat Inap RSD Idaman

Banjarbaru (Data perawat didapatkan dari Bidang Keperawatan RSD Idaman

Banjarbaru, Oktober 2021)

Jumlah Populasi Per


Pendidikan
NO. Ruangan Ruangan
D3 D4 S1 Ners
Ruang Camar
1. 13 - - 13 26 Perawat
(Penyakit Dalam)
Ruang Kasuari
2. 13 - - 11 24 Perawat
(Penyakit Dalam)
Ruang Nuri
3. 12 - - 9 21 Perawat
(Bedah: Kelas II/III)
Ruang Murai
4. 12 - - 12 24 Perawat
(VIP)
Ruang Merak
5. 13 - 1 10 24 Perawat
(Anak)
Ruang Cendrawasih
6. 12 2 - 8 22 Perawat
(Perinatologi)
Ruang Parkit
7. 20 - - 15 35 Perawat
(Isolasi)
Jumlah Populasi Keseluruhan 176 Perawat

4.2.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja dan

memiliki peran dalam Manajemen Keselamatan Pasien di Ruang Rawat

Inap RSD Idaman Banjarbaru. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini menggunakan teknik Stratified Random Sampling. Total

jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 122 perawat. Penentuan besar
57

sampel pada penelitian ini menggunakan rumus Slovin untuk menaksir

proporsi populasi sebagai berikut :

N
n=
N d 2 +1

176
n=
176 (0,05¿¿ 2)+1 ¿

176
n=
0 , 44+1

176
n=
0,44+1

n=122,22→ Dibulatkan menjadi 122

Gambar 4.1 Rumus Slovin

Keterangan :

n = Besar sampel

N = Jumlah populasi

d = Tingkat kepercayaan yang digunakan yaitu sebesar 5% atau 0,05

Pengambilan sampel pada setiap strata (Ruangan) dilakukan dengan cara

random dengan memperhatikan proporsi pada setiap strata dengan

menggunakan formula sebagai berikut :

n Anggota strata dalam populasi


Jumlah sampel setiap strata= X n Sampel
n Total populasi

Gambar 4.2 Formula Jumlah sampel setiap strata


58

Tabel 4.2 Persebaran Sampel Perawat di Ruang Rawat Inap

Jumlah
Jumlah
NO. Ruangan Formula
Sampel
Populasi
Ruang Camar 26
1. 26 Perawat X 122 18 Perawat
(Penyakit Dalam) 176
Ruang Kasuari 24
2. 24 Perawat X 122 17 Perawat
(Penyakit Dalam) 176
Ruang Nuri 21
3. 21 Perawat X 122 14 Perawat
(Bedah: Kelas II/III) 176
Ruang Murai 24
4. 24 Perawat X 122 17 Perawat
(VIP) 176
Ruang Merak 24
5. 24 Perawat X 122 17 Perawat
(Anak) 176
Ruang
22
6. Cendrawasih 22 Perawat X 122 15 Perawat
176
(Perinatologi)
Ruang Parkit 35
7. 35 Perawat X 122 24 Perawat
(Isolasi) 176
Total Jumlah Sampel Keseluruhan 122 Perawat

Dalam penelitian ini terdapat dua kriteria dalam pengambilan sampel, yaitu:

1) Kriteria Inklusi :

a) Perawat yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

b) Perawat yang memiliki status aktif bekerja di RSD Idaman

Banjarbaru.

c) Perawat yang berperan aktif dalam manajemen keselamatan

pasien di RSD Idaman Banjarbaru (Kepala & Wakil ruangan,

Supervisor, Perawat Penanggung Jawab Asuhan dan Perawat

Pelaksana)
59

d) Perawat dengan minimal pendidikan terakhir D3 Keperawatan.

2) Kriteria Eksklusi :

a) Perawat yang sedang cuti, izin belajar dan izin sakit.

b) Perawat yang tidak menyelesaikan pengisian kuesioner.

4.3 Instrumen Penelitian

4.3.1 Instrumen Pengumpulan Data

Pada penelitian ini peneliti menggunakan instrumen yang berupa kuesioner

yang dibuat oleh Farisia (2020) dan telah dimodifikasi oleh calon peneliti

yang berisi mengenai “Pengetahuan Perawat tentang patient safety”.

Penelitian ini akan dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang

berupa google form. Kuesioner penelitian ini terdiri dari data demografi

responden dan 32 pertayaan mengenai enam sasaran dari keselamatan

pasien. Instrumen penelitian yang berupa kuesioner ini dapat dinilai pada

setiap pernyataannya dan setiap jawabannya, skala skoing yang digunakan

adalah skala guttman yaitu dengan penilaian skor “1” untuk jawaban yang

benar dan skor “0” untuk jawaban yang salah.

Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh responden adalah mengisi

data demografi responden terdiri dari umur, pendidikan terakhir, jenis

kelamin, masa kerja, pernah/tidak pernah mengikuti sosialisasi patient

safety dan sumber informasi patient safety. Selanjutnya responden diminta

untuk mengisi kuesioner mengenai pengetahuan perawat tentang patient

safety yang terdiri dari mengidentifikasi pasien secara benar, meningkatkan

komunikasi efektif, meningkatkan keamanan obat beresiko tinggi, kepastian


60

tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi, pengurangan resiko

infeksi terkait pelayanan kesehatan dan pengurangan pasien jatuh.

Rumus yang akan digunakan pada penelitian ini berpacu pada Arikunto

(2013) dalam pengukuran presentase jawaban yang telah didapatkan

melalui kuesioner yaitu dengan rumus:

Jumlah nilai yang benar


Presentase= x 100 %
Jumlah soal

Gambar 4.3 Rumus skor penilaian

Dalam penentuan skor dari tingkat pengetahuan perawat tentang patient

safety ini berpacu pada Arikunto (2010) yang menyatakan bahwa tingkat

pengetahuan dari seseorang dibagi menjadi tiga tingkatan kategori

berdasarkan dengan nilai presentasi yang meliputi:

1) Pengetahuan Baik : Subjek mampu menjawab pernyataan

dengan benar dan memperoleh hasil 76%-100% dari kuesioner yang

diberikan.

2) Pengetahuan Cukup : Subjek mampu menjawab pernyataan

dengan benar dan memperoleh hasil 56%-75% dari kuesioner yang

diberikan.

3) Pengetahuan Buruk : Subjek mampu menjawab pernyataan

dengan benar dan memperoleh hasil ≤ 56% dari kuesioner yang

diberikan.

Tabel 4.3 Kisi-kisi kuesioner pengetahuan perawat tentang Patient Safety


61

Variabel Dimensi Nomor Item Jumlah


Item Pernyataan
UnfavorablButir
No Domain Total
Favorable
Pengetahuan perawat Mengidentifikasi pasien 1,2,3,4,5,6,7,8e 8
1 Mengidentifikasi
tentang patient safety pasien secara
secara benar benar 1,2,4,5,6,7,8 3 8
2 Meningkatkan
dalam upaya komunikasi efektif 9,10,12,13,14,15 11 7
Meningkatkan keamanan obat berisiko 16,17,18,19,20,2
penerapan
3
manajemen - 6
keselamatan pasien. tinggi 1
Rumah sakit membuatMeningkatkan
pendekatan untuk 9,10,11,12,13,14,15 7
komunikasi efektif
4 kepastian tepat lokasi, tepat prosedur
Meningkatkan keamanan22,23,24 25,26
16,17,18,19,20,21 65
obat berisiko tinggi
dan tepat pasien operasi
Rumah sakit membuat 22,23,24,25,26 5
Pengurangan risiko infeksi
pendekatanterkait
untuk
5 kepastian tepat lokasi, 27,28 29 3
pelayanan kesehatan
tepat prosedur dan tepat
6 Pengurangan risiko pasien operasi
pasien jatuh 30,31,32 - 3
Pengurangan risiko 27,28,29 3
Total infeksi terkait pelayanan 27 5 32
kesehatan
Pengurangan risiko 30,31,32 3
pasien jatuh

Item pernyataan Benar Salah


Item positif (+) Skor 1 Skor 0
Item negative (-) Skor 0 Skor 1

Tabel 4.4 Kisi-kisi skor kuesioner pegetahuan perawat tentang Patient Safety

Tabel 4.5 Blueprint kuesioner pengetahuan perawat tentang Patient Safety

4.4 Variabel Penelitian


62

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap

suatu benda. Variabel juga dapat diartikan secara sederhana sebagai segala

sesuatu yang bervariasi (Pratama, 2017). Variabel yang digunakan oleh peneliti

dalam penelitian ini adalah variabel tunggal. Variabel yang akan diteliti yaitu

pengetahuan perawat tentang patient safety dalam upaya penerapan

manajemen keselamatan pasien.

4.5 Definisi Operasional

Tabel 4.6 Definisi Operasional


63

4.6 Prosedur Penelitian

Variabel Definisi Parameter/Indikat Skala


Alat ukur Hasil ukur
Penelitian Operasional or data
Gambaran Mengukur Peneliti meminta Kuesioner Ordina 1) Pengetahua
tingkat pengetahua kepada pengetahua l n baik = 76-
pengetahua n perawat responden untuk n perawat 100 %
n perawat terhadap 6 mengisi atau tentang 2) Pengetahua
tentang sasaran menjawab patient n cukup =
patient penerapan lembar kuesioner safety 32 56-75 %
safety patient yang berisi pernyataan
3) Pengetahua
safety pernyataan (Closed
n kurang =
patient safety ended
≤ 56 %
meliputi : questions
Skor Benar = 1
1) Identifikasi dengan
Skor Salah = 0
Pasien skala
Dengan guttman)
Benar
2) Komunikasi
Secara
Efektif
3) Peningkatan
Keamanan
Obat-Obatan
Dengan
Resiko Tinggi
(High-Alert)
4) Kepastian
Lokasi,
Prosedur,
Dan Tepat
Pasien
Operasi
5) Mengurangi
Resiko
Infeksi Pada
Pasien
6) Mengurangi
Resiko Jatuh
Pada Pasien
64

4.6.1 Tahap Persiapan

1) Peneliti melakukan konsultasi mengenai tema dan judul yang akan

diteliti kepada dosen pembimbing.

2) Peneliti melakukakan studi pendahuluan untuk melihat fenomena

yang ada dan sebelumnya peneliti telah mendapat surat izin dari

program studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran yang ada di

Universitas Lambung Mangkurat (ULM) yang diajukan kepada RSD

Idaman Banjarbaru.

3) Setelah peneliti mendapatkan surat pengantar studi pendahuluan dari

RSD Idaman Banjarbaru, peneliti meminta izin kepada kepala ruang

RSD Idaman Banjarbaru untuk melakukan studi pendahuluan.

4) Setalah mendapat izin, peneliti melakukan studi pendahuluan dengan

melakukan pengumpulan data primer melalui wawancara kepada

perawat RSD Idaman Banjarbaru.

5) Setelah mendapatkan fenomena, peneliti melakukan penyusunan

proposal karya tulis ilmiah muali dari bab I sampai bab IV lalu

dikonsultasikan kepada dosen pembimbing.

6) Peneliti mengajukan sidang proposal setelah proses penyusunan

proposal karya tulis ilmiah disetujui oleh dosen pembimbing.

7) Setelah maju sidang proposal peneliti mengajukan protokol etik untuk

mendapat surat kelayakan etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat.

8) Peneliti dapat melakukan penelitian setelah mendapatkan surat

kelayakan Etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan FK ULM.

4.6.2 Tahap Pelaksanaan


65

Setelah tahap proses persiapan telah dilaksanakan, selanjutnya peneliti

melakukan penelitian dengan tahap-tahapan sebagai berikut:

1) Sebelum mengambil data, peneliti mengajukan surat izin penelitian

yang ditujukan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu untuk melakukan pengambilan data dari Program Studi

Ilmu Keperawatan.

2) Setelah mendapat surat izin dari Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu peneliti mengajukan surat izin

penelitian yang ditujukan ke RSD Idaman Banjarbaru dengan

melampirkan surat dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu

3) Setelah dapat izin dari RSD Idaman Banjarbaru, peneliti melakukan

penelitian dengan membawa surat izin penelitian dari Fakultas

Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat serta surat pengantar

dari RSD Idaman Banjarbaru. Peneliti meminta izin kepada Kepala

ruang tempat penelitian untuk melakukan penelitian.

4) Setelah disetujui, peneliti memilih responden penelitian dengan cara

yang telah ditetapkan sebelumnya.

5) Peneliti menjelaskan ke calon responden penelitian yang sudah

diidentifikasi oleh peneliti diberikan penjelasan mengenai tujuan

penelitian, manfaat penelitian, prosedur sebagai responden dalam

penelitian, dan hak yang diberikan kepada calon responden

penelitian.

6) Setelah tujuan penelitian dapat dipahami dan calon responden

bersedia, selanjutnya calon responden diminta melakukan

penandatanganan surat pernyataan kesediaan (informed consent).


66

7) Kemudian pengambilan data melalui wawancara dengan

menggunakan kuesioner atau responden mengisi dan menjawab

kuisioner sendiri. Apabila terdapat pernyataan yang tidak dipahami

terkait kuesioner responden bisa bertanya atau diklarifikasi kepada

peneliti.

8) Setelah data dan pertanyaan pada kuesioner selesai diisi semua oleh

responden kemudian peneliti memberi reward kepada responden.

9) Setelah memberi reward peneliti melakukan dokumentasi terkait hasil

penelitian tetapi tetap menjaga etika penelitian.

10) Setelah selesai semua proses pengambilan data, peneliti melakukan

pengolahan serta analisis data dengan menggunakan komputer. Data

yang sudah dianalisis kemudian dikonsultasikan dengan dosen

pembimbing. Jika ada kesalahan dalam analisa data maka peneliti

mengganalisis ulang data dan mengkonsultasi kembali kepada dosen

pembimbing.

4.7 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

4.7.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer merupakan data yang langsung didapatkan oleh

peneliti pada saat mengumpulkan data (Sugiyono, 2016). Data primer disini

didapat langung dari jawaban yang dipilih oleh responden berdasarkan

pernyataan yang ada pada kuesioner mengenai pengetahuan perawat

tentang patient safety. Sedangkan, untuk data sekunder merupakan data


67

yang didapatkan melalui perantara dari orang lain maupun dari dokumen

(Sugiyono, 2016). Data sekunder pada penelitian ini yaitu jumlah perawat

yang bekerja di RSD Idaman Banjarbaru.

4.7.2 Teknik Pengolahan Data

Pada tahap proses pengolahan ini akan sangat mempengaruhi hasil dari

sebuah penelitian secara keseluruhan. Data dan informasi yang diperoleh

kemudian akan diolah dan dianalisis melalui tahap-tahap tertentu yaitu:

1) Editing

Peneliti melakukan pengecekan kembali tentang kelengkapan

pengisian formulir atau kuesioner dengan tujuan memastikan

kelengkapan jawaban dan kebenaran dari isian kuesioner yang

didapat dari masing-masing responden. Pada tahap ini peneliti juga

menjumlahkan kuesioner yang telah ditarik kembali apakah sudah

sesuai dengan jumlah perawat yang bersedia menjadi responden dan

mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti, tujuannya agar

informasi yang didapat dipastikan lengkap, jelas, konsisten dan

relevan.

2) Coding

Peneliti melakukan coding dengan mengelompokan jawaban dari

subyek penelitian untuk masuk ke kategori tertentu pada sebuah

penelitian. Tahap coding bertujuan untuk mempermudah proses

analisis data atau informasi yang didapat yang berupa huruf atau

kategori tertenti diubah menjadi data berbentuk bilangan. Pemberian

kode pada penelitian ini terdiri dari :


68

a) Pada karakteristik usia dalam menentukan kelas bagi

distribusi frekuensi digunakan aturan strugess yaitu

sebagai berikut:

1. Menentukan jumlah kelas

Rumus :

k = 1 + 3,3 log n

Keterangan:

k : banyaknya kelas

n : banyaknya nilai observasi

2. Menetukan interval kelas

Xn− Xi
Rumus : i=
k

Keterangan:

i : perkiraan interval kelas

k : banyaknya kelas

Xn : Nilai observasi terbesar

Xi : Nilai observasi terkecil

b) Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

diberikan kode:

1. DIII Keperawatan = 1

2. D IV Keperawatan = 2

3. S1 Keperawatan = 3

4. S1/ Ners = 4

c) Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

diberikan kode:

1. Laki –laki = 1
69

2. Perempuan = 2

d) Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja diberikan

kode:

1. < 1tahun = 1

2. 2-5 tahun = 2

3. 6-10 tahun = 3

4. 11-15 tahun = 4

5. 16-20 tahun = 5

6. ≥ 21 tahun = 6

e) Mengikuti Sosialisasi Patient Safety diberikan kode:

1. Pernah = 1

2. Belum pernah = 2

f) Sumber Informasi Patient Safety diberikan kode:

1. Media elektronik (smartphone, komputer) = 1

2. Media cetak (buku, jurnal, sop) = 2

3. Pelatihan = 3

4. Teman sejawat = 4

5. Tidak tahu = 5

g) Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Patient Safety

diberikan kode:

1. Baik = 1

2. Cukup = 2

3. Kurang = 3

3) Entry

Peneliti melakukan entry untuk melakukan proses memasukkan data

dengan tepat, terjamin keamanan datanya, mudah, cepat dan dapat


70

dikerjakan serta mempermudah analisis data menggunakan statistik

(Swarjana, 2016). Dalam penelitian ini, peneliti memasukkan semua

data yang didapatkan dari pengisian kuesioner oleh responden yang

diperoleh dan melakukan entry data dengan alat pengolah data yaitu

menggunakan aplikasi SPSS.

4) Cleaning

Cleaning pada tahapan ini merupakan proses membersihkan data

untuk mencegah adanya kesalahan yang terjadi. Proses cleaning

dapat dilakukan apabila semua data yang telah diperoleh oleh peneliti

selesai di entry, kemudian data yang telah diperoleh akan dikoreksi

lagi untuk melihat apakah ada kemungkinan kesalahan kode seperti

missing data atau data yang tidak konsisten.

4.8 Cara Analisis Data

Pada penelirian ini analisa data yang akan dilakukan adalah untuk

mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang patient safety.

Analisis data yang digunakan berupa analisis univariat dengan tujuan untuk

mendeskripsikan dan menjelaskan karakteristik data yang telah didapatkan

dan diolah oleh peneliti pada variabel penelitian. Secara definisi, analisis

univariat merupakan suatu penelitian yang dilakukan pada suatu variabel

yang dipilih dan memiliki tujuan untuk menjelaskan suatu variabel

penelitian. Analisis data ini meliputi distribusi frekuensi dan persentase dari

setiap variabel yang diteliti (Notoatmodjo, 2010).

Analisa univariat pada penelitian ini yaitu karakteristik responden dan faktor

pengetahuan perawat. Data umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa

kerja, serta tingkat pengetahuan disajikan dalam bentuk frekuensi dan


71

persentase. Peneliti melakukan pengolahan data dan menganalisis

karakteristik responden serta melakukan perhitungan penilaian dengan

persentase dari tingkat pengetahuan perawat tentang patient safety dan

kejadian tidak diharapkan dengan penilaian skor tingkat pengetahuan

perawat menjadi kategori tiga tingkatan sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan “Baik” jika 25 sampai dengan semua

pernyataan dijawab dengan benar.

2. Tingkat pengetahuan “Cukup” jika 19-24 pernyataan dijawab dengan

benar.

3. Tingkat pengetahuan “Kurang” apabila ≤ 18 pernyataan dijawab

dengan benar.

Peneliti melakukan pengolahan data dengan perhitungan penilaian sesuai

dengan 6 dimensi yang diukur yaitu, enam standar keselamatan pasien.

Apabila dihitung berdasarkan dimensi maka dapat dinilai sebagai berikut :

1. Identifikasi pasien dengan benar :

- Dikatakan baik jika 7-8 pernyataan dijawab dengan benar.

- Dikatakan cukup jika 5-6 pernyataan dijawab dengan benar.

- Dikatakan kurang jika hanya 4 pernyataan dijawab dengan

benar.

2. Komunikasi secara efektif :

- Dikatakan baik jika 6-7 pernyataan dijawab dengan benar.

- Dikatakan cukup jika 5 pernyataan dijawab dengan benar.

- Dikatakan kurang jika hanya 4 pernyataan dijawab dengan

benar.
72

3. Peningkatan keamanan obat-obatan dengan resiko tinggi (high-

alert) :

- Dikatakan baik jika 5-6 pernyataan dijawab dengan benar.

- Dikatakan cukup jika 4 pernyataan dijawab dengan benar.

- Dikatakan kurang jika hanya 3 pernyataan dijawab dengan

benar.

4. Kepastian lokasi, prosedur, dan tepat pasien pada tindakan operasi :

- Dikatakan baik jika 4 pernyataan dijawab dengan benar.

- Dikatakan cukup jika 3 pernyataan dijawab dengan benar.

- kurang jika hanya 2 pernyataan dijawab dengan benar.

5. Mengurangi resiko infeksi mengenai perawatan kesehatan :

- Dikatakan baik jika semua pernyataan dijawab dengan benar.

- Dikatakan cukup jika 2 pernyataan dijawab dengan benar.

- Dikatakan kurang jika hanya 1 pernyataan dijawab dengan

benar.

6. Mengurangi resiko cedera pasien jatuh :

- Dikatakan baik jika semua pernyataan dijawab dengan benar

- Dikatakan cukup jika 2 pernyataan dijawab dengan benar

- Dikatakan kurang jika hanya 1 pernyataan dijawab dengan

benar.

4.9 Tempat dan Waktu Penelitian

4.9.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja RSD Idaman kota Banjarbaru,

Kalimantan Selatan di ruang yang termasuk di kriteria inklusi ruangan.


73

4.9.2 Waktu Penelitian

Tabel 4.7 Waktu Penelitian

Agustus 2021 – Desember


Kegiatan 2021
Aug Sep Okt Nov Des
Konsultasi
Pengumpulan data dan referensi
Permintaan izin studi penelitian
Pengambilan data studi
pendahuluan
Penyusunan proposal penelitian
Seminar Proposal
Uji layak etik
Uji validitas
Perizinan penelitian
Pengambilan data
Analisis data
Uji plagiarism
Seminar hasil
Penulisan naskah jurnal

4.10 Etika Penelitian

Penelitian ini mengikuti etika penelitian dari komite Etik Penelitian

Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat. Ethical

clearance atau komite etik kedokteran yang di lakukan setelah sidang

proposal yang diajukan ke institutional Review Board (IRB) Fakultas

Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat. Menurut Asfiyanti &

Rachmawati (2014) yang harus diperhatikan dalam masalah etika

penelitian antara lain:

1) Beneficence (manfaat penelitian), merupakan hasil dari penelitian

apakah responden mendapat manfaat dari penelitian yang dilakukan


74

oleh peneliti. Jika ada manfaat maka responden dapat dalam

menerapkan hasil penelitian dalam kegiatan sehari-hari.

2) Informed consent (persetujuan), merupakan cara persetujuan dari

peneliti kepada responden. Dalam informed consent peneliti harus

menjelaskan secara lengkap tentang penelitian.

3) Anonymity (tanpa nama), peneliti di sini memberikan jaminan kepada

responden untuk tidak mencantumkan nama responden. Peneliti di

sini hanya mencantumkan kode baik itu pada lembar pengumpulan

data maupun hasil penelitian.

4.11 Biaya Penelitian

Biaya penelitian ini adalah sebagai berikut:

Biaya studi pendahuluan di RSD Idaman Banjarbaru : Rp150.000,-

Pembuatan & Penggandaan proposal dan laporan hasil : Rp600.000,-

Transportasi : Rp500.000,-

Uji Etik : Rp100.000,-

Biaya Penelitian dan referensi : Rp200.000,-

Souvenir : Rp250.000,-

Biaya publikasi jurnal : Rp400.000,-

Jumlah : Rp.2.200.000,-
75

DAFTAR PUSTAKA

Budiono. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Konsep Dasar


Keperawatan. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan KEMENKES RI.

Berman, A., Snyder, S. J., & Frandsen, G. (2016). Kozier &


Erb's Fundamentals of Nursing Concept, Process, and Practice (10th
ed.). New Jersey: Pearson Education.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Panduan Nasional


Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). Jakarta: KKPRS.

Kementerian Kesehatan RI. 2017. Permenkes RI. Nomor 11 Tahun 2017


Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Keputusan Menteri Kesehatan No.1195/MENKE/SK/VIII/2012 Tentang


Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Lokakarya Keperawatan Nasional. 1983. Sinopsis Dasar-Dasar


Keperawatan. Jakarta: Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI.

Notoatmodjo, S. 2010. Pendidikan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.


Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.


Bandung: Alfabeta.

Wardah, dkk. 2017. Pengaruh Pengetahuan Perawat dalam Pemenuhan


Perawatan Spiritual Pasien di Ruang Intensif. Jurnal Edurance, Vol 2 (3).

World Health Organization.2017. WHO Global Patient Safety. Challenge:


Medication Without Harm.
76

Nursalam. 2015. Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis. Edisi 4. Jakarta:


Salemba Medika.

Joint Commission International. 2015. Jci Accreditation Standards For


Hospitals. Joint Commission International Accreditation Standards For Hospitals.
(July):12–14.

Hidayat A. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.


Jakarta: Salemba Medika.

Fitriani, N. 2015. Gambaran Pengetahuan Tentang Patient Safety Pada


Mahasiswa Profesi Keperawatan Angkatan XXII Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Arikunto, S. 2013. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek.Jakarta:


Rineka Cipta.

Budiman & Riyanto A. 2013. Kapita Selekta Kuisioner Pengetahuan Dan


Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika pp 66-69

Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil kesehatan Indonesia


2007.Jakarta : Depkes RI Jakarta.

Permenkes No 1691 THN 2011.Kelematan Pasien di Rumah Sakit.


Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup.

Farisia. 2020. Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Patient


Safety dalam Menghindari Kejadian Tidak Diharapkan pada Pasien di Rumah
Sakit Jember. Jember : Universitas Jember

Muhtar. 2020. Pelaksanaan Budaya Keselamatan Pasien pada Masa


Covid-19 di Rumah Sakit Umum Daerah Bima. Bima Nursing Journal, Vol 2 (1).
77

Pratama. 2017. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Penerapan


Patient Safety Dengan Persepsi Penerapan Patient Safety Oleh Perawat Di Rsud
Dr. Soediran Mangoen Soemarso Wonogiri.

Wardah, dkk. 2017. Pengaruh Pengetahuan Perawat dalam Pemenuhan


Perawatan Spiritual Pasien di Ruang Intensif. Jurnal Edurance, Vol 2 (3).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang


Rumah Sakit. Jakarta: 2009.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2014 Tentang


Keperawatan. Jakarta: 2014.

Adventus. 2019. Manajemen Pasien Safety. Jakarta : Program Studi DIII


Keperawatan Fakultas Vokasi UKI.

Firman. 2018. Ilmu Pengetahuan, Teori dan Penelitian. Padang : Jurusan


Bimbingan dan Konseling FIP Universitas Negeri Padang.

Kementerian Kesehatan RI. 2017. Bahan Ajar Keperawatan Manajemen


Keselamatan Pasien. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
78

LAMPIRAN

Lampiran 1. Biodata Peneliti


79

BIODATA PENELITI

Nama : Rahadin Nur Anbiya Irawan

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat, Tanggal Lahir : Balikpapan, 08 Juli 2000

Nomor Hp : 083141712336

Alamat email : adien.anbiya@gmail.com

Alamat : Jl. Basuki Rahmat, Perumahan Terrace

Pelangi Blok I-16, Tanjung Tabalong,

Kalimantan Selatan
80

Lampiran 2.Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan Dari Program


Studi Ilmu Keperawatan FK ULM
81

Lampiran 3. Surat Persetujuan Izin Studi Pendahuluan dari RSD Idaman


Banjarbaru
82

Lampiran 4. Surat Permintaan data dari RSD Idaman Banjarbaru


83

Lampiran 45. Lembar Informasi

LEMBAR INFORMASI UNTUK RESPONDEN PENELITIAN

Kepada Yth: Bapak/Ibu

Di -

Tempat

Bersama ini saya menyampikan bagian dalam rangka menyelesaikan tugas

akhir Program Studi llmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas

Lambung Mangkurat, maka saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rahadin Nur Anbiya Irawan

NIM : 1810913210005

No Kontak : 0831-4171-2336

Bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Gambaran Tingkat

Pengetahuan Perawat tentang Patien Safety dalam Upaya Penerapan

Manajemen Keselamatan Pasien di Era Covid-19 (RSD Idaman Banjarbaru)”.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat

pengetahuan perawat tentang patient safety dalam penerapan manajemen

keselamatan pasien di era covid-19 RSD Idaman Banjarbaru dan manfaat dari

penelitian ini adalah terdiri dari tiga manfaat yang pertama manfaat untuk

akademik yaitu memberikan pengetahuan pembaca tentang gambaran tingkat

pengetahuan perawat mengenai memanajemen keselamatan pasien dalam

pemberian obat, di RSUD Idaman Banjarbaru dan menjadi acuan untuk

penelitian lainnya untuk peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit. Kedua


84

manfaat untuk institusi rumah sakit yaitu sebagai masukan kepada instalasi

rumah sakit, khususnya dalam pelayanan asuhan yang baik, mengenai

pengetahuan perawat terhadap memanajemen keselamatan pasien dalam

pemberian obat, di RSUD Idaman Banjarbaru. Hal itu dapat menjadi acuan dan

peningkatan mutu pelayanan yang ada dirumah sakit melalui evaluasi guna

memberikan pelayanan yang baik dan standar. Ketiga yaitu manfaat untuk

perawat dimana perawat dapat menggali lebih dalam lagi atau meningkatkan

pengetahuannya mengenai memanajemen keselamatan pasien dalam

pemberian obat, agar dapat meningkatkan pelayanan kepada pasien yang ada di

rumah sakit.

Pengambilan data saya lakukan dengan media kuesioner yang terbagi

menjadi 2 bagian yang memuat data karakteristik responden dan pertanyaan

tentang pengetahuan perawat. Didalam kuesioner ini sudah mewakili variabel

penelitian yang saya lakukan yaitu tentang pengetahuan perawat, penelitian ini

tidak akan menimbulkan dampak dan pengaruh apapun, termasuk hubungan

antar perawat. Hal ini karena semua informasi dan kerahasiaan dijaga dan

hanya untuk kegiatan penelitian ini. Jika bapak/ibu telah menjadi responden dan

terjadi hal-hal yang menyebabkan ketidaknyamanan maka bapak/ibu berhak

untuk mengundurkan diri dari penelitian dengan memberikan informasi kepada

peneliti.

Melalui penjelasan ini maka saya sangat mengharapkan agar bapak/ibu

berkenan menjadi responden dengan mengisi lembar persetujuan. Atas

perhatian dan kesediaanya saya ucapkan terima kasih.

Banjarbaru,………..2021
85

Peneliti

Rahadin Nur Anbiya Irawan

NIM. 1810913210005
86

Lampiran 5. Informed Consent

LEMBAR PERSETUJUAN INFORMAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama (inisial) :

Usia :

Alamat :

Menyatakan telah mendapat penjelasan tentang tujuan, manfaat dan

prosedur penelitian. Saya saat ini berada dalam kesadaran penuh tanpa paksaan

sehingga saya menyatakan untuk ikut dalam penelitian yang berjudul “Hubungan

tingkat pengetahuan perawat terhadap manajemen keselamatan pasien dalam

pemberian obat”.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa saya bersedia

menjadi responden untuk penelitian ini. Saya mengetahui bahwa menjadi bagian

dari penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan perawat terhadap manajemen keselamatan pasien dalam

pemberian obat. Saya juga mengetahui tidak ada risiko karena telah

diinformasikan kerahasiaan. Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat agar

dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

Banjarbaru, 31 Agustus
2021
87

Peneliti

Responden,

(Rahadin Nur Anbiya Irawan)

(…………………………….)

NIM. 1810913210005

(Tanda tangan dan nama)

(inisisal)

No Kontak : 0831-4171-2336
Ruang…………………………
88

Lampiran 6. Kuisioner Data Demografi

Kode Responden:

LEMBAR KUESIONER

Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Patient Safety dalam upaya


Penerapan Manajemen Keselamatan Pasien
Petunjuk Pengisian :
Isilah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan tepat mulai dari bagian:
1. Isilah identitas diri saudara dengan lengkap
2. Bacalah pertanyaan ini dengan seksama
3. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dan benar, pengisian kuesioner
tersebut dengan cara memberikan tanda centang ( ) pada jawaban yang
dianggap benar.
Jawaban saudara adalah benar dan terjamin kerahasiaannya sehingga
kejujuran anda dalam menjawab kuesioner ini sangat kami hargai.

Tanggal Pengisian : / / 2021

Data Responden

Umur :

Pendidikan Terakhir : DIII Keperawatan S1 Keperawatan


DIV Keperawatan S1 Ners

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempua


n
Masa Kerja :
< 1tahun 11-15
tahun
1-5 tahun 16-20
Mengikuti Sosialisasi Patient tahun
6-10 tahun > 21 tahun
Pernah Belum
Pernah
Safety
:
Media elektronik (smartphone,
komputer)
Sumber Informasi Media cetak (buku, jurnal, sop)
Patient Safety : Pelatihan
Teman sejawat
Lampiran 7. Kuesioner
Pengetahuan Perawat tentang Patient Safety
89

Kode Responden:

Berilah penilaian atas masing-masing pernyataan dibawah ini


dengan memberi tanda silang ( ) pada kolom pilihan yang
sesuai menurut saudara.
No Pernyataan Benar Salah
Mengidentifikasi Pasien Secara Benar
Pemasangan gelang identitas dilakukan pada pasien
1. rawat inap rumah sakit setelah melakukan registrasi di
bagian administrasi
Perawat menjelaskan manfaat gelang identias dan
2.
akibat dari jika menolak, melepas, atau menutupinya
Gelang identitas berwarna merah muda untuk laki-
3.
laki, biru untuk perempuan
Perawat mengkonfirmasi nama, jenis kelamin, dan
4. tanggal lahir pasien sebelum memasangkan gelang
identitas
Perawat melakukan konfirmasi verbal dengan
5. menanyakan identitas dan visual dengan melihat
identitas yang tertulis di gelang saat pemasangan
gelang identitas
Perawat mengkonfirmasi nama lengkap, tanggal lahir,
6. dan nomor rekam medis ketika akan memberikan
asuhan keperawatan atau prosedur medis lainnya
Gelang identitas dilepas oleh perawat jika pasien telah
7. sembuh, pulang berobat jalan (PBJ), pulang atas
permintaan sendiri (PAPS), atau meninggal dunia
Perawat mengkonfirmasi serah terima berkas-berkas
8. dan obat-obatan (jika ada) serta kelengkapan
administrasi kepada pasien atau keluarga sebelum
melepas gelang identitas
Meningkatkan komunikasi efektif
SBAR (Situation, Background, Assessment,
9. Recommendation) merupakan sistem komunikasi lisan
saat pelaporan hasil kritis
SBAR digunakan untuk menyampaikan kondisi pasien
10.
saat melakukan serah terima pasien
90

Riwayat diagnosa medis tidak perlu disampaikan saat


11.
SBAR
Backgroud hasil pengkajian keperawatan yang telah
12. diperoleh sebelumnya dilaporkan kembali saat operan
atau transfer ruangan saat SBAR berlangsung
Perawat memberitahukan asesmen yang telah,
13. belum, dan akan diberikan kepada pasien dalam
SBAR saat serah terima pasien dilakukan
Instruksi via telepon digunakan dalam keadaan
14. mendesak serta penerima instruksi menggunakan
TBaK (Tulis, Baca, Konfirmasi)
Instruksi via telepon didokumentasikan dalam catatan
terintegerasi dikonfirmasi ulang oleh pemberi instruksi
15. dengan batas maksimal waktu 1 x 24 jam dengan
cara menandatangani atau memberi stempel pada
catatan
terintegerasi oleh pemberi instruksi
Meningkatkan Keamanan Obat Beresiko Tinggi
Obat yang beresiko tinggi perlu disimpan terpisah dan
16.
diberi label khusus
Segera beri label pada setiap obat atau cairan yang
17. sudah disiapkan dalam syringe atau container,
termasuk kontainer steril.
Label dituliskan nama pasien pemilik obat, nama obat,
18. dosis, waktu pemberian dan waktu kadaluarsa bila
kadaluarsa terjadi dalam waktu <24 jam.
Semua obat yang masuk dalam daftar NORUM
19. (Nama Obat, Rupa, dan Ucapan Mirip) tidak
ditempatkan di area yang berdekatan
Sebelum memberikan obat pada pasien perawat
20. memeriksa kemasan obat dan mencocokkan dengan
resep yang ditulis dokter dengan menggunakan
double check
Memastikan benar pasien dengan dua cara
21. identifikasi (mengecek nama pasien dan tanggal
lahir/nomor RM), benar obat, benar dosis, benar
waktu, dan benar rute setiap kali akan memberikan
obat kepada pasien
91

Rumah sakit membuat pendekatan untuk kepastian tepat lokasi, tepat


prosedur, dan tepat pasien operasi
Perawat menyiapkan checklist keselamatan bedah
22.
sebelum mendaftarkan untuk operasi
Checklist keselamatan bedah harus dilengkapi dan
23. dilakukan pada pasien yang menerima tindakan bedah
atau prosedur invasif lainnya
Perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya
mengkonfirmasi secara verbal kembali lokasi serta
24. jenis prosedur operasi, lokasi operasi sudah ditandai,
dan nama pasien yang akan dilakukan operasi pada
fase sign in
Tim operasi memperkenalkan diri dan peran masing-
25. masing serta memastikan seluruh anggota tim saling
kenal sebelum sayatan pertama dilakukan pada fase
time out
Tim operasi melakukan pengecekan seluruh
26.
instrument operasi pada fase sign out
Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
5 momen mencuci tangan yang benar adalah sebelum
kontak dengan tubuh pasien, sebelum melakukan
27. tindakan aseptic, setelah melakukan kontak dengan
tubuh pasien, setelah kontak dengan cairan dari tubuh
pasien, serta setelah melakukan kontak dengan
lingkungan pasien,
6 Langkah Cuci tangan yang benar yaitu tuang cairan
pembersih pada telapak tangan kemudian usap dan
gosok kedua telapak tangan secara lembut dengan
28. arah memutar; kedua punggung tangan; sela-sela jari
tangan; ujung jari secara bergantian; kedua ibu jari
secara bergantian; Letakkan ujung jari ke telapak
tangan kemudian gosok perlahan
Kegiatan dekontaminasi, pre-cleaning, cleaning,
29. disinfeksi, dan sterilisasi merupakan bukan kegiatan
pengurangan resiko infeksi.
Pengurangan resiko pasien jatuh
Pada skala Morse skor 25-50 merupakan resiko
30.
92

rendah jatuh sedang diatas 51 resiko jatuh tinggi


Penanda resiko jatuh pada pasien dipasang di tempat
31. yang mudah diperhatikan seperti digantungkan di
tempat tidur
Semua hasil monitor dan intervensi resiko jatuh
32. didokumentasikan di asuhan keperawatan dan
catatan terintegerasi

Sumber: Siti Nurhaliza Farisia (2020) yang telah dimodifikasi


oleh Rahadin Nur Anbiya Irawan (2021)

Anda mungkin juga menyukai