Manusia
TUJUAN
3
Etika Bisnis dan Profesi
adalah substansi/partikel. Dari sini jelas bahwa lidak ada pemisahan antara objek yang diamati)
dengan subjuk (pengamat).Bila tidak ada pengamat, maka yang muncul adalah berupa potensi murni.
Chopra menyebut ini sebagai eksistensi lingkat ketiga. Pada eksistensi tingkat ketigi mi tidak ada lagi
identitas individual, semuanya membaur, lulul, clan inenyaldı.
Keberadaan yang bertingkat ini juga diungkapkan oleh Ilahi .ee (2006) dengan menganalogikan
lapisan keberadaan mirip dengan sistem komputer, yaitu: lapisan/tubuh fisik (sebagai peranti keras),
lapisan energi (arus listrik), dan lapisan spiritual/informasi (peranti lunak). Dengan memanfaatkan
pengetahuan fisika kuantum, Erbe Sentanu (2007) mengemukakan lapisan/lingkat keberadaan sualu
benda (alam semesta) dikaitkan dengan alanı keliiciupan manusia seperti pada Gambul.l.
Gambar 1.1
Tingkat Keberadaan Alam Semesta dan Alam kehidupan manusia
Partikel Tindakan
Kuanta Pikiran
Benda adalah sesualu yang tampak, sedangkan alam energi adalah sestatu yang tidak tampak.
Nasib seseorang adalah sesuatu yang tampak, telapi perasaan seseorang adalah sesuatu yang Tidak
tampak. Nasib seseorang mencerminkan karakternya, dan karakter seseorang berasal dari kebiasaan
dan lindakannya. Tindakan seseorang ditentukan oleh pikirannya, sedangkan pikiran seseorang
sangat dipengaruhi oleh perasaan (emosi)-nya dan pada akhirnya lingkat kematangan emosi/perasaan
seseorang akan mencerminkan tingkat kematangan kesadaran (spiritual) sesevrang.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat keberadaan alam semesta tikiak
hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat isiksebagaimana diyakini oleh sementara ilmuwan. Dengan
kemajuan ilmu fisika dan adanya ketertarikan para ilmuwan untuk mulai mengkaji hal-hal spiritual
secara lebih rasional, maka mulai diyakini bahwa hal-hal yang lidak tampak oleh pancaindra juga
merupakan bagian tak terpisahkan dari hakikat keberadaan. Di samping itu, makin dapat dibuktikan
pula bahwa terdapat tingkatan-tingkatan atau lapisan-lapisan keberadaan alam semesta dari yang kasat
mala (berwujud fisik kasar) sampai yang tidak kasat mata tidak lucraud isik dan sangat balus;
seperti: pikiran, perasaan, dan kesadaran murni ibisa juga disebut potensi lak terbatas, kesadaran
murni, roh, spirit, "Tuhan, atau sebutan lainnya).
HAKIKAT MANUSIA
Stevenson dan Haberman (2001) mengatakan bahwa meski ada begitu banyak hal yang sangat
bergantung pada konsep tentang hakikat manusia, namun terzlapat begitu banyak ketidakvepakatan
6
Bab 1: Manusia dan Alam Semesta
pendekatanini din Pitsial. Numun Schumacher telah mengingatkan para ilmuwan tentang
adana lingkata-lingkatan eksistenst alam semesta sebagai berikut:
1
Benda,
dilishni
Tumbuhan dan dituliskan PN
3
Hewan, dapat dituliskan Palth
Dengan memberikan simbol untuk benda mti, A untuk unsur hidup. S'untuk kesadurun, dan
? untuk heridare till's chesedaran transendental/spiritual), maka dapat dikatakan bahwa eksistensi
alam semesta inemiliki ienjang sang terbagi ke dalam enpat tingkat, yaitu:
Tingkat pertama adalah benda mati. yang hanya memiliki unsur P(substansi, materi).
a
b. Tingkat kedua adalah tumbuh-tumbuhan, yang mempunyai unsur P dan unsur X (kehidupan).
Tingkat keriga adalah golongan hewan yang memiliki unsur ?? X; dan 3' (kesadaran).
d. Tingkat keempat adalah golongan manusia, yang memiliki semua unsur P, X, Y, dan Z (unsur
kesadaran transendental,spiritual).
Seorang sosiolog. Pitirim Alexandrovich Sorokin (clalam Eko Wijayanlo dkk., 2002) mencoba
menjelaskan perubahan-perubahan besar (krisis) dan Huktuasi sistem nilai yang terjadi dalam
sejarah kehidupan umat manusia ini berdasarkan skema tiga sistem nilai, yaitu: indriawi, ideasional,
dan idealistis. Sistem nilai indriawi berada pada sisi ekstrem satu, yang berpandangan bahwa semua
nilai etika bersifat relatif dan bahwa persepsi indrini merupakan satu-satunya sumber pengetahuan
dan kebenaran. Sementara pada sisi ekstrem lainnya, sistem nilai ideasional berpandangan bahwa
realitas sejati berada di luar dunia materi (berada pada alam spiritual) dan bahwa pengetahuan dapat
diperoleh melalui pengalaman batin. Sistem ini percaya pada nilai-nilai etika absolut, standar keadilan,
kebenaran, dan keindalian yang supramanusiawi. Selanjutnya, tarik menarik antara kedua kekuatan
sistem nilai ini memunculkan sistem nilai idealistis yang tampil sebagai perpaduan harmonis di antara
kedua sistem nili ekstrem indriawi dan idcasional tersebut. Krisis multidimensi (termasuk yang
terjadi di Indonesia menjelang akhir abad ke-20) timbul karena proses modernisasi, industrialisasi,
dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya terlalu menekankan pada aspek
kehidupan yang berorientasi materi/tisik (sistein nilai indriawi).
Dengan cara rang agak berbeda, Chopra (2001) mengemukakan tiga tingkat keberadaan, yaitu:
domain tisik. domain kuantum, dan domain nonlokal. Domain fisik adalah domain substansi, materi,
dan alam semesta rang dapat diketahui melalui pancaindra-dapat diraba, dilihat, didengar, dibaui,
dan dikecap. Api, air, tanah, udara, rumah, mobil, tumbuh-tumbuhan, hewan, gedung bertingkat,
danau, laut. dan sebagainya adalah contoh eksistensi pada domain fisik ini. Pada domain fisik ini,
segalanya dibatasi Ich ruang dan taktu. Segalanya mengikuti siklus: lahir, tumbuh, dan mati.
Pada lingkat kedua, domain kuantum, segalanya terdiri atas informasi dan energi. Melalui
persamaan Einstein, di mana F = m.c. dapat diketahui bahwa energi (1) saina dengan massa (m)
dikalikan dengan kuadrat kecepatan cahaya !c-). Jadi, sebenarnya energi dan massa itu sama saja,
hanya berbeda bentul. Dengan kemajuan ilmu tìsika dan diperkenalkannya tisika kuantum, dapat
dibuktikan bahwa banda atau substansi yang tampak padat ternyata hanya berwujud vibrasi/
gelombang saja setelah diurzi meniadi molekul atom, sub-atom, dan seterusnya. Pengamat dengan
obick sang
diamati ternyata saling memengaruhi. Bila pengamat menafsirkan gelombang, maka yang
tampak adalah gelumbang. Namun bila pengamat menafsirkan substansi partikel, maka yang tampak
5
Bab 1: Manusia dan Alam Semesta
mengenai apa itu hakikat manusia. Adanya ketidaksepakatan ini karena banyak pihak hanya melihat
hakikat manusia secara sepotong-sepotong tanpa mendudukkannya dalam konteks keseluruhan yang
utuh. Karl Marx, misalnya, (dalam Stevenson dan Haberman, 2001) mengatakan bahwa hakikat riil
manusia adalah keseluruhan hubungan sosial dengan menolak adanya Tuhan dan menganggap bahwa
tiap pribadi adalah produk dari tahapan ekonomis tertentu dari masyarakat manusia tempat manusia
itu hidup.
Kecenderungan memahami hakikat manusia secara sepotong-sepotong ini sangat jelas terasa
bila melihat perkembangan dan aliran dalam psikologi, khususnya menyangkut konsepsi-konsepsi
psikologis tentang manusia. McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2001) mengelompokkan
empat teori psikologi dikaitkan dengan konsepsinya tentang manusia sebagai berikut:
1. Psikoanalisis, yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh keinginan
keinginan terpendam (homo volensi). Tokoh-tokoh aliran ini antara lain: Freud, Jung, Abraham,
Horney, dan Bion.
2. Behaviorisme, yang menganggap manusia sebagai makhluk yang digerakkan semuanya oleh
lingkungan (homo mechanicus). Teori ini menyebut manusia sebagai manusia mesin (homo
mechanicus) karena perilaku manusia sepenuhnya ditentukan/dibentuk oleh lingkungan. Teori
ini disebut juga sebagai teori belajar karena menurut mereka, seluruh perilaku manusia—kecuali
insting-adalah hasil belajar (dari lingkungan). Ada keyakinan bahwa jiwa manusia pada saat
dilahirkan diumpamakan seperti meja lilin (tabula rasa), belum mempunyai warna mental dan
siap untuk dilukis oleh pengalaman dari lingkungannya. Tokoh-tokoh dalam aliran ini antara
lain: Hull, Miller dan Dollard, Rotter, Sklinner, serta Bandura.
3. Kognitif, yang menganggap manusia sebagai makhluk berpikir yang aktif mengorganisasikan
dan mengolah stimulasi yang diterimanya (homo sapiens). Manusia tidak lagi dianggap sebagai
makhluk yang bereaksi secara pasif terhadap lingkungannya. Tokoh-tokoh aliran ini, antara lain:
Lewin, Heider, Festinger, Piaget, dan Kohlberg.
4. Humanisme, yang melukiskan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi
transaksional dengan lingkungannya (homo ludens). Di sini diperkenalkan konsep 1 - thou
Relationship, bukan sebagai I - it Relationship, yang artinya menunjukkan pentingnya hubungan
seseorang dengan orang lain sebagai pribadi dengan pribadi, bukan sebagai pribadi dengan benda.
Dengan kata lain, yang ditekankan adalah hubungan subjek dengan subjek, bukan subjek dengan
objek Tokoh-tokoh aliran ini, antara lain: Rogers, Combs dan Snygg, Maslow, May, Satir, serta
Peris.
Untuk memahami hakikat manusia secara utuh, ada baiknya kembali memahami pendapat
Schumacher tentang empat tingkat eksistensi kehidupan sebagaimana telah disinggung sebelumnya,
yang terdiri atas: benda (P-unsur materi), tumbuh-tumbuhan (P + unsur hidup X), hewan (P + x +
unsur kesadaran Y), dan manusia (P+X+ Y + unsur kesadaran diri Z). Manusia merupakan makhluk
ciptaan Tuhan yang menduduki tingkat eksistensi tertinggi karena memiliki semua unsur (P, X, Y)
yang dimiliki oleh tingkat eksistensi yang lebih rendah, namun sekaligus juga memiliki unsur Z yang
tidak ada pada tingkat eksistensi yang lebih rendah.
Steiner (1999) melihat hakikat manusia berdasarkan lapisan-lapisan energi yang melekat pada
tubuh manusia sebagai satu kesatuan, yaitu: (1) badan fisik (physical body), (2) badan eterik (etheric
body), (3) badan astral (astral body), (4) badan ego (consciousness-body), (5) manas (spirit-self), (6)
buddhi (life-spirit), dan (7) atma (spirit-man). Manusia mempunyai lapisan fisik (materi) yang sama
7
Erika Biluriscon Protest
dengan semua benda mati, tumbuh-tumbuhan, dan binatang. Badan eterik merupakan lapisan/unsur
hidup yang memungkinkan seruatu itu mengalami siklus hidup, tumbuh, matang, berkembang, dan
mati. Martsin, tumbuh-tambuhan, dan binatang mempunyai lapisan eterik, sedangkan benda mati
tidak mempunyai Impiaan ini. Badan astral merupakan lapisan yang memungkinkan sesuatu memiliki
nafsu (passion), keinginan (desire), serta merasakan senang dan sakit. Manusia dan binatang memiliki
lapisan astral. Lapisan ego memungkinkan timbulnya kesadaran Aku (I atau myself) dan di luar Aku.
Lapisan ini hanya dimiliki oleh manusia, sedangkan binatang tidak mempunyai lapisen ini. Keempat
lapisan ini (fisik, eterik, astral, dan ego) sudah terbentuk sepenuhnya pada diri manusia, sedangkan
lapisan manas baru terbentuk sebagian dan lapisan buddhi dan atma masih berupa potensi yang dapat
dikembangkan lebih lanjut. Ketujuh lapisan yang menyelimuti manusia ini terbentang dari lapisan
yang paling padat (ſsik) sampai ke lapisan yang paling halus (atma, roh).
Dalam membahas konsep manajemen baru berdasarkan dharma, Hawley(2001)menganalogikan
suatu organisasi seperti manusia yang memiliki empat agenda (bagian) yang saling melengkapi dan
mempunyai saling ketergantungan, yaitu: (1) agenda tubuh, (2) agenda kepala, (3) agenda hati, dan (4)
agenda semangat. Agenda tubuh berkaitan dengan kesehatan fisik anggota (karyawan) organisasi dan
kesehatan kolektif organisasi secara keseluruhan. Agenda kepala merupakan pikiran rasional yang
menjadi fungsi dari otak bagian kiri. Bagian ini memecahkan berbagai persoalan organisasi (struktur,
uraian dan pembagian tugas, dan hubungan antar bagian), pemecahan masalah yang berkaitan
dengan efisiensi dan produktifitas, serta pengambilan keputusan yang bersifat linier/logis. Agenda
hati merupakan pikiran emosional yang menjadi fungsi otak bagian kanan yang berurusan dengan
masalah emosional/perasaan, serta hubungan antar pribadi dalam suatu organisasi. Agendasemangat
merupakan agenda roh (spiritual), hal yang belum pernah disinggung dalam organisasi/manajemen.
Agenda ini berkaitan dengan cara setiap anggota organisasi memaknai kehidupan, hal yang berkaitan
dengan aspek spiritual/ketenangan batin. Agustian (2001) dan Kustara (2005) membagi manusia ke
dalam tiga lapisan, yaitu: fisik, mental (jiwa, mind), dan spiritual (roh, soul).
Berdasarkan uraian di atas, makin banyak ilmuwan yang mulai menyadari bahwa untuk
memahami hakikat manusia secara utuh, diperlukan pemahaman atas lapisan-lapisan keberadaar
manusia tersebut. Walaupun dalam mengemukakan jumlah lapisan tersebut para ilmuwan tampaknya
masih berbeda pendapat, namun sebenarnya tidak terdapat perbedaan yang sangat prinsipil. Hal in
tampak dari pendapat-pendapat yang tampaknya berbeda tersebut, ternyata dapat ditarik benang
merahnya dengan menghubungkan unsur-unsur/lapisan-lapisan yang mereka kemukakan. Ardan.
(2005) telah mencoba membuat skema hubungan antar lapisan yang dikemukakan oleh para ilmuwan
sebagaimana tampak pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2
Skema Hubungan Lapisan-lapisan Manusia
Manusia adalah bagian dari keberadaan alam semesta. Segala sesuatu yang ada di alam semesta
(makrokosmos) juga ada di alam manusia (mikrokosmos). Oleh karena itu, alam semesta dan alam
manusia sebenarnya sama-sama mempunyai tiga lapisan keberadaan, yaitu: fisik (body), energi pikiran
(mind), dan kesadaran murni (roh, soul, spirit).
BAGIAN-BAGIAN OTAK
Series
perties tation| Kognitif, memori, dan
trontrol emosi
Humphrey (2000) membedakan kerja otak berdasarkan gelombang elektro, yaitu: gelombang
alpha, beta, delta, dan theta. Getaran/gelombang otak dapat diukur dengan mesin EEG. Gelombang
delta mempunyai daerah frekuensi yang paling rendah sekitar 0.5-4 Hz putaran per detik. Kondisi
ini terjadi pada saat seseorang tidur lelap atau sedang melakukan meditasi mendalam. Gelombang
theta terjadi pada frekuensi 4-7 Hz, muncul pada saat tidur disertai mimpi ringan, atau meditasi pada
tingkat yang belum mendalam. Gelombang alpha yang sangat menarik terjadi pada frekuensi 8-13
Hz, muncul dengan mudah pada saat memejamkan mata, mendengarkan musik, meditasi pada tahap
awal, dan dalam keadaan santai. Gelombang beta timbul pada frekuensi 13–30 Hz, terjadi pada saat
terjaga dan perhatian terpusat secara aktif, misalnya pada saat memecahkan suatu masalah.
Sementara itu, Ned Herrmann (dalam Lumsdaine dan Lumsdaine, 1995) mengembangkan lebih
lanjut fungsi otak dengan membaginya ke dalam empat kuadran seperti terlihat pada Gambar 1.4.
Bila dikaitkan dengan kecerdasan (intelligence), berkat otaknya manusia mempunyai banyak
kecerdasan (multiple intelligence). Gardner (1999) mendefinisikan kecerdasan sebagai potensi
biopsikologis untuk memproses informasi yang dapat diaktifkan dalam suatu latar (setting) kebudayaan
untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk-produk bermanfaat dalam suatu kebudayaan.
Pada awalnya, ilmuwan hanya mengenal kecerdasan tunggal yang disebut sebagai kecerdasan
intelektual (intellectual quotient). Namun belakangan terbukti bahwa manusia sebenarnya mempunya
banyak kecerdasan. Gardner pada awalnya mengidentifikasi tujuh kecerdasan manusia, yaitu: linguisti
logical-mathematical, musical, bodily-kinesthetical, spatial, interpersonal, dan intrapersonal intelligence
Walaupun masih ragu, Gardner menambahkan kemungkinan tiga potensi kecerdasan, yaitu
naturalist, spiritual, dan existential intelligence. Guilford (dalam Semiawan, 1997) membangu
struktur intelektual yang seluruhnya berjumlah 120 kemampuan (5 x 6 x 4)—lima kemampuai
operasi (evaluasi, produksi konvergen, produksi divergen, memori, kognisi), enam kemampuan produ
(unit, kelas, relasi, sistem, transformasi, implikasi), dan empat kemampuan konten (figurasi, simbolil
semantik, dan perilaku).
Bab 1: Manusia dan Alam Semesta
Gambar 1.4.
Empat Kuadran Berpikir
Logical Holistic
Analytical Intuitive
Fact Based Integrating
Quantitative Synthesinsing
Organised Interpersonal
Sequential Feeling Based
Planned Kinesthetic
Detailed Emotional
14
11
Etika Bisnis dan Profesi
mengeksplorasi dunia materi serta untuk mengumpulkan modal materiil (uang dan segala sesuatu
yang dapat dibeli dengan uang). Kecerdasan hati (EQ) berguna untuk mengasah/mengembangkan
ketajaman rasa yang diperlukan dalam membangun modal sosial, yaitu modal berupa jaringan/
hubungan dengan orang lain yang memungkinkan komunitas dan organisasi berfungsi secara efektif
demi kepentingan bersama. Kecerdasan spiritual (SQ) berguna untuk memupuk modal spiritual, yaitu
modal/kekayaan yang merefleksikan berbagai nilai bersama, visi bersama, dan tujuan mendasar dalam
upan yang memperkaya aspek-aspek kehidupan umat manusia yanglebih dalam, psikolog dari
Istilah kecerdasan emosional (EQ) pertama kali dicetuskan oleh Peter Salovey
Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire pada tahun 1990 (dalam
Shapiro, 2001) untuk menggambarkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi
keberhasilan. Kualitas-kualitas tersebut antara lain: empati, kemampuan mengungkapkan dan
memahami perasaan, pengendalian amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai,
kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, serta sikap
hormat. Istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence) menjadi populer berkat buku best-seller
karya Daniel Goleman yang berjudul Emotional Intelligence yang terbit pada tahun 1995. Goleman
(2000) menjelaskan emosi sebagai suatu perasaan yang disertai pikiran-pikiran yang khas, suatu
keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak Kecerdasan emosi
berhubungan dengan kemampuan mengontrol impuls sehingga dapat bertindak dengan cara-cara yang
tidak berbahaya bagi diri sendiri maupun orang lain. Dengan kata lain, fokus dari kecerdasan emosi
adalah pengendalian diri dan empati. Pengendalian diri berkaitan dengan kemampuan memahami diri
sendiri sehingga tidak kehilangan kendali diri yang merugikan diri sendiri, sedangkan empatiberkaitan
dengan kemampuan memahami orang lain sehingga tidak menimbulkan tindakan yang merugikan
oranglain (Patton, 2002). Jadi, kecerdasan emosional mencakup keterampilan mengendalikan diri
(intrapersonal) dan keterampilan berhubungan dengan orang lain (interpersonal, hubungan sosial).
Harus diingat bahwa kecerdasan emosional (EQ) bukanlah lawan dari kecerdasan intelektual (IQ),
melainkan keduanya berinteraksi secara dinamis baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia
nyata.
Istilah kecerdasan spiritual (SQ) pertama kali diperkenalkan oleh Danar Zohar dan lan
Marshall pada tahun 2000 dalam bukunya yang berjudul SQ: Spiritual Intelligence-The Unlimited
Intelligence. Akan tetapi, tidak mudah untuk memberikan definisi SQ. Zohar dan Marshall sendiri
tidak memberikan definisi, namun hanya memberikan tanda-tanda SQ, yaitu kemampuan bersikap
fleksibel, tingkat kesadaran tinggi, kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan,
kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit, kualitas hidup yang diilhami oleh visi
dan nilai-nilai, keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu, berpandangan holistik
kecenderungan untuk selalu bertanya “mengapa?" atau "bagaimana?", serta memiliki kemudahan
untuk selalu bekerja melawan konvensi. Memang sulit untuk memahami SQ. Agustian (2001) sendiri
memberikanı kritik terhadap konsep SQ Zohar dan Marshall tersebut sebagai konsep yang belun
menyentuh aspek ketuhanan, baru sebatas tataran biologis dan psikologis semata. Hal ini dapa
dimaklumi mengingat aspek spiritualitas (ketuhanan)-sebagaimana dikatakan oleh Campbell (dalan
Hawley, 2001)-merupakan suatu dinensi alam semesta yang berada di luar jangkauan indra manusia
Untuk lebih menyederhanakan pemahaman pada aspek spiritualitas ini, Gymnastiar (2002) tida!
memberikan definisi, namun mengungkapkannya dalam bentuk puisi yang sederhana dan sanga
indah sebagai berikut:
Bab 1: Manusia dan Alam Semesta
"Bila hati kian bersih, pikiran pun selalu jernih, semangat hidup 'kan gigih, prestasi mudah diraih, tapi
bila hati busuk, pikiran jahat merasuk, akhlak pun klan terpuruk, dia jadi makhluk terkutuk. Bila hati
kian lapang, hidup susah tetap senang, walau kesulitan menghadang, dihadapi dengan tenang, tapi
bila hati sempit, segalanya jadi rumit, seakan hidup terhimpit, lahir batin terasa sakit."
Mirip dengan ungkapan Gymnastiar, Lama Surya Das (2002) juga mengungkapkan kehidupan
spiritualitas sebagai hal-hal yang berhubungan dengan kehadiran Ilahi, Tuhan, roh, jiwa, kebenaran,
pengetahuan diri, pengalaman mistis, kedamaian batin, dan pencerahan. Dalam Bhagavad Gita
dijumpai ayat (sloka 2.66) sebagai berikut:
"Orang yang tidak mempunyai hubungan dengan Yang Maha Kuasa tidak mungkin memiliki
kecerdasan rohani maupun pikiran yang mantap. Tanpa kecerdasan rohani dan pikiran yang mantap,
tidak mungkin ada kedamaian. Tanpa kedamaian, bagaimana mungkin ada kebahagiaan?"
13
Etika Bisnis dan Profesi
"Manusia jelas sekali dibuat untuk berpikir. Di dalamnya terletak semua martabat dan kebajikannya;
dan seluruh kewajibannya adalah berpikir sebagaimana seharusnya."
Begitu juga dengan Descartes (dalam Walters, 1996) yang menempatkan pikiran sedemikian
pentingnya sehingga ia mengatakan:
Drever (dalam Sudibyo, 2001) memberikan batasan mengenai pildran (mind) atau mental
sebagai keseluruhan struktur dan proses-proses kejiwaan-baik yang disadari maupun tidak disadari
yang merupakan bagian dari psyche yang terorganisir. Jalaluddin Rakhmat (2001) melihat proses
berpikir sebagai komunikasi intrapersonal yang meliputi: sensasi, persepsi, memori, dan berpikir.
Sensasi merupakan alat pengindraan melalui pancaindra yang menghubungkan organisme (manusia)
dengan lingkungan. Proses sensasi terjadi saat alat pengindra merekam informasi lingkungan dan
mengubahnya menjadi impuls-impuls saraf sehingga dipahami oleh otak. Persepsi adalah proses
pemberian makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain,
persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses menyimpan informasi dan
memanggilnya kembali. Berpikir adalah mengolah informasi dan memanipulasikan informasi untuk
înemenuhi kebutuhan atau memberikan respons.
Hal ini juga secara jelas disebutkan dalam buku Bhagawad Gita, sloka 6.5 yang terjemahannya
adalah sebagai berikut:
"Seseorang harus menyelamatkan diri dengan bantuan pikirannya, dan tidak menyebabkan dirinya
merosot. Pikiran adalah kawan bagi roh yang terikat, dan pikiran juga musuhnya. Sifat pikiran adalah
liar, tidak ubahnya seperti kuda liar, atau kera, namun manusia juga mempunyai kemampuan untuk
mengendalikan pikiran agar menjadi jinak, tenang. Hanya melalui ketenangan pikiran manusia baru
dapat menembus kesadaran yang lebih tinggi."
Alkitab, sebagaimana dikutip oleh Hart, sudah mengatakan bahwa Anda adalah produk
pemikiran Anda sendiri. Pikiran menentukan siapa dan apa diri seseorang sebagai individu. Pikiran
akan menentukan apakah umat manusia akan menuju sakit atau sehat, emosi yang bergejolak atau
stabil, sikap dan perilaku negatif atau positif, watak yang baik atau buruk, serta menuju ke kesadaran
yang lebih tinggi atau menuju ke kesadaran yang lebih rendah. Hart melukiskan beberapa pengaruh
penting dari pikiran sebagaimana terlihat pada Gambar 1.4.
Erbe Sentanu (2007) mengatakan bahwa pikiran rasional bukanlah kemampuan tertinggi yang
dimiliki umat manusia. Di atas pikiran rasional masih ada kesadaran murni (sering juga disebut
kesadaran transendental, kesadaran tak terbatas, atau kesadaran roh/atma). Sebagaimana dikatakan
oleh Walters, kesadaran dalam keadaannya yang murni bersifat mutlak, lebih mutlak dari kecepatan
cahaya yang melambat ketika memasuki medium fisik seperti atmosfir bumi, serta lebih mutlak
dari keberadaan benda. Padahal benda itu hanyalah suatu manifestasi energi, dan energi itu sendiri
merupakan getaran kesadaran. Dalam kaitannya dengan kesadaran, Sigmund Freud (dalam Hjelle dan
Ziegler, 1992) membedakan tiga lapisan kesadaran, yaitu: (1) lapisan sadar (conscious level), (2) lapisan
sadar (preconscious level), dan (3) lapisan tidak sadar (unconscious level).
Bab 1: Manusia dan Alam Semesta
Gambar 1.4
Pengaruh Pikiran
Merbentuk
Spritual
Menempa
Membentuk
Sikap dan
Watak Pikiran
Pikiran
Menetukan
Mempengaguhi
Perilaku Sistem
kekebalan
Mengubah
'Emosi
Lapisan sadar berhubungan dengan dunia luar dalam wujud sensasi dan berbagai pengalaman
yang disadari setiap saat. Lapisan prasadar-sering disebut memori (ingatan) yang tersedia
menyangkut pengalaman-pengalaman yang tidak disadari pada saat pengalaman tersebut terjadi,
namun dengan mudah dapat muncul kembali menjadi kesadaran secara spontan atau dengan sedikit
usaha. Lapisan tidak sadar-yang merupakan lapisan paling dalam dari pikiran manusia-menyimpan
semua dorongan insting primitif serta emosi dan memori yang mengancam pikiran sadar yang telah
sedemikian ditekan, atau secara tidak disadari telah didorong ke dalam lapisan yang paling dalam
pada pikiran manusia. Krishna (1999) membagi kesadaran manusia ke dalam lima tingkat kesadaran/
lapisan utama. Kelima lapisan tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Lapisan kesadaran fisik, yang ditentukan oleh makanan.
(2) Lapisan kesadaran psikis, yang didasarkan atas energi dari udara yang disalurkan melalui
pernapasan.
(3) Lapisan kesadaran pikiran, yang merupakan kesadaran pikiran rasional dan emosional. Bila
pikiran kacau atau dalam keadaan marah, maka napas kita akan lebih cepat (ngos-ngosan).
Sebaliknya, bila pikiran tenang maka napas kita juga tenang. Seluruh kepribadian kita ditentukan
oleh pikiran.
(4) Lapisan intelegensia (bukan intelek), menyangkut kesadaran hati nurani atau budi pekerti.
Lapisan ini yang menyebabkan manusia menjadi bijak.
(5) Lapisan kesadaran murni (kesadaran transendental), merupakan hasil akhir pemekaran
kepribadian manusia, yang merupakan tingkat kesadaran tertinggi yang dapat dicapai oleh
manusia. Pada tahap ini manusia telah melampaui dualisme kehidupan di dunia.
15
Etika Bisnis dan Profesi
berkembang, sementara
Manusia telah memiliki lapisan kesadaran mental/emosional yang telah ini
hewan belum
menentukan mencapai
apakah tingkat/lapisan
kepribadian manusia kesadaran
dapat ini. Kondisi
berkembang kepikiran
lapisan pada lapis
kesadaran ketiga
yang lebih tinggi
sangat
Tidak mudah mengukur tingkat kesadaran yang dimiliki seseorang berdasarkan ukuran objektif
atau pendekatan ilmiah yang biasa digunakan oleh ilmu pengetahuan pada umumnya. Kematangan
dirihanya dapat dirasakan secara subjektif oleh yang bersangkutan melalui refleksi diri. Sejalan dengan
16
Bab 1: Manusia dan Alam Semesta
evolusi kesadaran yang dikemukakan Sutrisna, Ibnu Arabi (dalam Frager, 1999) membagi empat tingkat
kesadaran berdasarkan pengamalan dan pemahaman akan hakikat kehidupan sebagai berikut:
1. Tingkat pertama: jalan syari'ah, yaitu tahap di mana seseorang secara taat asas mengikuti hukum
hukum moral (hukum keagamaan) dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitannya dengan upaya
mencari harta benda/kekayaan materi, hukum moral ini diikuti untuk menilai sah atau tidaknya
apa yang menjadi milikku dan milikmu. Pada tahap ini, orang yang taat mengikuti ajaran agama
secara lahiriah, tetapi masih memiliki rasa kemelekatan atas apa yang menjadi miliknya dan apa
yang menjadi milik orang lain—walaupun apa yang dimilikinya itu telah diperoleh menurut
hukum moral keagamaan-maka dapat dikatakan bahwa kesadaran diri seseorang tersebut ada
pada tingkat syari'ah.
2. Tingkat kedua: jalan thariqah, yaitu tahap di mana seseorang mencoba mencari kebenaran melalui
jalan tanpa rambu (upaya menggali kebenaran melalui pengalaman langsung, melampaui hukum
moral keagamaan). Pada tahap ini, tingkat kesadaran seseorang telah melampaui tingkat syari'ah.
Dalam kaitannya dengan kekayaan materi, dalam diri seseorang telah tumbuh perasaan milikku
adalah milikmu dan milikmu adalah milikku. Intinya telah muncul rasa kebersamaan dan rasa
milik bersama.
3. Tingkat ketiga: jalan haqiqah, yaitu tahap di mana seseorang telah memahami makna terdalam
dari praktik syariah dan thariqah. Seseorang dalam tahap ini sering memperoleh pengalaman
langsung tentang kebenaran gaib. Orang pada tahap kesadaran ini telah merasakan bahwa tidak
ada lagi apa yang menjadi railikku dan milikmu. Semua adalah milik Tuhan. Tidak ada lagi
rasa kemelekatan pada kekayaan materi. Kesadaran pada tahap ini hanya dimiliki oleh mereka
yang batinnya sudah sangat tinggi, seperti para nabi dan rasul, para sufi, atau orang-orang suci
terkemuka.
4. Tingkat keempat: jalan ma'rifah, yaitu tahap di mana seseorang telah mempunyai kearifan dan
pengetahuan terdalam tentang kebenaran spiritual. Pada tahap ini, kesadaran seseorang telah
mencapai tahap tertinggi, di mana orang seperti ini telah menyadari bahwa tidak ada lagi aku
dan kamu. Masing-masing pribadi menyadari bahwa segalanya adalah Tuhan, bahwa tidak ada
satu pun dan tidak ada seorang pun yang terpisah dari Tuhan. Inilah tujuan utama dari tasawuf
(agama Islam) agama Hindu menyebutnya moksa, dan Budha menyebutnya nirwana.
17
Etika Bisnis dan Profesi
Inti dari pemahaman konsep sistem adalah bahwa setiap elemen (bagian, unsur, subsistem)
saling bekerja sama, saling mendukung, saling memerlukan, dan saling memengaruhi satu dengan
lainnya dalam kerangka mencapai tujuan sistem secara keseluruhan. Oleh karena itu, adanya gangguan
pada satu elemen-sekecil apa pun gangguan tersebut-akan berpengaruh pada pola interaksi dengan
elemen-elemen lainnya. Pada akhirnya, tentu saja hal tersebut akan berpengaruh pada pencapaian
tujuan sistem secara keseluruhan sebagai satu kesatuan.
Gejala banjir di ibu kota Jakarta adalah contoh nyata terganggunya keseimbangan berbagai
elemen yang ada. Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta boleh saja tidak peduli dengan
penggundulan hutan di daerah Puncak atau daerah Bogor karena merasa itu bukan wilayahnya. Akan
tetapi, akibat penggundulan hutan itu telah menimbulkan banjir yang justru menimpa wilayah DKI
Jakarta. Pemda DKI juga boleh saja memberi izin reklamasi Pantai Indah Kapuk untuk pembangunan
rumah-rumah mewah dan lapangan golfdidaerah tersebut, tetapi akibat semua ini hutan bakau menjadi
musnah dan berpotensi menimbulkan pengikisan daerah pantai Kapuk. Barangkali penggundulan
hutan bakau di sekitar jalan tol bandara Soekarno-Hatta berkorelasi positif dengan banjir yang sering
menenggelamkan jalan tol tersebut sehingga mengganggu urat nadi penerbangan dan transportasi
ke Bandara Soekarno-Hatta dan arah sebaliknya. Atau dalam skala global, pemerintah negara
negara maju boleh saja tidak peduli terhadap penebangan kayu liar di negara-negara yang sedang
berkembang di belahan benua Asia dan Afrika, tetapi dampak pemanasan global akibat penebangan
hutan liar di negara-negara berkembang tersebut juga dirasakan oleh negara-negara maju. Begitu pula
pencemaran udara akibat pelepasan karbon dioksida dari industri-industri di negara-negara maju
telah berpengaruh terhadap penipisan lapisan ozon yang pada gilirannya juga berpengaruh pada
pemanasan global yang dampaknya dirasakan oleh seluruh penghuni bumi (manusia, binatang, dan
tumbuh-tumbuhan), termasuk penghuni bumi di negara-negara maju.
Manusia dan alam merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan. Perilaku umat
manusia akan sangat menentukan nasib keberadaan bumi, alam semesta, beserta seluruh isinya.
SPIRITUALITAS DAN ETIKA
Sebenarnya, kajian etika erat kaitannya dengan pengembangan karakter. Namun, pengembangan
karakter harus dilakukan melalui pengembangan keempat kecerdasan manusia—PQ, IQ, EQ, dan
SQ-secara seimbang dan utuh. Banyak pakar etika yang masih membedakan antara etika dengan
spiritualitas, padahal keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipilah
pilah. Menurut mereka, etika adalah adat, kebiasaan, dan ilmu yang mempelajari hubungan perilaku
anusia yang bersifat horizontal–yaitu hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan
Bab 1: Manusia dan Alam Semesta
KASUS
kplorasi Minyak dan Gas (Migas) di Jawa
ni mengejar pendapatan negara, kegiatan ekplorasi migas terus dipacu, termasuk di Jawa. Di
au yang memiliki kepadatan penduduk paling tinggi di Indonesia itu, sedikitnya terdapat sembilan
perusahaan yang telah mendapat konsesi untuk mengeksplorasi minyak bumi. Berbagai kecelakaan
um terjadi di wilayah kegiatan penambangan minyak ini. Dalam kurun waktu 36 tahun terakhir,
ating tidak ada delapan kejadian kecelakaan, yaitu:
Pada 20 Mei 1971, sumur pengeboran minyak Pertamina di Kedokan Bunder Unit III, Cirebon
meledak dan menyemburkan minyak bercampur lumpur sehingga menggenangi daerah sekitar
dan sekitar 550 warga diungsikan.
Tanggal 1 September 1984, sumur eksplorasi Pertamina di Pasirjadi, Subang terbakar akibat
kebocoran gas.
1a 24 Oktober 1995, terjadi kebakaran hebat di Unit Pengolahan IV, Cilacap yang mengakibatkan
- 590 rumah rusak, 738 sumur tercemar, debu tersebar di Kelurahan Lomanis, Donan, dan
reja.
Tangga 6 Februari 2002, kebakaran menimpa sumur eksplorasi Randublatung, Blora. Akibatnya,
sekitar 10 warga terpaksa mengungsi.
Tanggal 16 Maret 2004, sumur eksplorasi Pertamina di Pondok Tengah, desa Bunibakti, Bekasi
menyemburkangas. Ratusan warga terpaksa mengungsi untuk menghindari bahaya kebakaran.
Tanggal 15 Februari 2005, terjadi ledakan pipa gas nitrogen di Unit Pengolahan VI, Balongan,
Indramayu yang mengakibatkan enam pekerja terluka dan dilarikan ke rumah sakit.
Tanggal7 Desember 2005, sumur tua Pertamina di Ledok, Blora ineledak dan terbakar. Akibatnya,
ua orang terlukadanseorang meninggal dunia.
Tanggal 29 Me 2006, sumur eksplorasi PT Lapindo Brantas di desa Renokenongo mengalami
sbocoran sehingga gas dan lumpur panas keluar dari sumur tersebut.
19
Bab 1: Manusia dan Alam Semesta
mencari kebenaran. Ada apa sebenarnya dengan kasus lumpur panas ini? Siapa yang bertanggung
jawab dan sejauh masa darnpak yang ditimbulkannya mengingat kerugian yang ditimbulkan bukan
saja dari aspek ekonomi, tetapi juga aspek psikologis, sosiologis, ekologis, hak-hak asasi manusia, dan
masa depan penghidupan penduduk yang terkena musibah tersebut.
Sumber: Golah dari Kompas, 2006-2007
Pertanyaan:
2 Coba Anda bahas kasus di atas, apakah kegiatan eksplorasi minyak di pulau Jawa yang padat
penduduk ini masih dapat dibenarkan bila lihat dari sudut manusia dan alam sebagai satu
kesatuan sistem?
b. Bagaimana Anda mengaitkan proses keputusan pemberian izin konsesi eksplorasi migas oleh
pemerintah tersebut dengan tingkat-tingkat kesadaran pejabat pemerintah?
C. Bagaimana Anda menilai tindakan PT Lapindo Brantas yang tidak memasang casing dalam proses
pengeboran sumur eksplorasi tersebut bila lihat dari hakikat manusia secara utuh?
Sumber. Scal Uijan Etika Bannis FE Untar shun 2006 (diolah dari sumber Kampas, 6 Desember 2006).
vayaan:
Anda menilai seorang Hery dalam mengelola bisnis tanaman hias dan wisata situ di atas
A tingkat kesadaran sebagai manusia, makné, serta tujuan hidup?
21