Anda di halaman 1dari 97

Hakikat Manusia Dan Keberadaan Alam Semesta

Tugas Mata Kuliah

Etika Bisnis dan Profesi

Oleh :

Kelompok 9

Savira Nur Aldira (190810301031)

Jessica Tabitha N (190810301066)

Zulfa Puspita Sari (190810301132)

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Jember

2020
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Kebenaran

Bebagai disiplin ilmu dan teknologi tidak sepenuhnya mampu memahami misteri
keberadaan alam semesta dan tidak lagi sepenuhnya dapat menjelaskan dan
memecahkan berbagai permasalahan dunia saat ini. Menurut E.F. Schumacher (dalam
Eko Wijayanto dkk., 2002) ada empat kebenaran besar, yaitu:

a. Kebenaran (hakikat) tentang eksistensi (dunia/alam semesta)


Kebenaran tentang eksistensi menyangkut kebenaran tentang adanya empat
tingkat eksistensi dunia, yaitu:
1. Benda
2. Tumbuh-tumbuhan
3. Hewan
4. Manusia

Yang membedakan adalah unsur kesadaran yang dimiliki oleh keempat kelompok
eksistensi tersebut.

b. Kebenaran tentang alat (tools) yang dipakai untuk memahami dunia


Kebenaran tentang alat adalah ketepatan penggunaan alat yang dipakai untuk
memahami keempat tingkat eksistensi tersebut, disini asas ketetapan diterapkan.
c. Kebenaran tentang cara belajar tentang dunia
Kebenaran tentang cara belajar yang menyangkut dunia akan berbeda untuk
empat bidang pengetahuan:
1. Saya-batin
2. Saya-lahiriah
3. Dunia-batin
4. Dunia-lahiriah/material
d. Kebenaran tentang hidup di dunia.

Terdapat 2 corak masalah dan kedua masalah ini tidak dapat dipecahkan dengan
cara yang sama, yaitu:
1. Masalah konvergen (bertitik temu), sesuatu yang dapat dipecahkan secara
menyeluruh.
2. Masalah divergen (bertitik pisah), sesuatu yang selalu berlawanan
berlawanan.

Jadi ada berbagai tingkat eksistensi alam dan tingkat eksistensi kesadaran. Oleh
karena itu, untuk menemukan hakikat kebenaran tidak cukup mengandalkan
pendekatan ilmiah/rasional. Pendekatan rasional mungkin efektif untuk memahami
dimensi fisik, tetapi akan menjadi alat yang tidak sepenuhnya memadai untuk
memahami perilaku. Apalagi jika digunakan untuk memahami aspek keindahan
(estetik).

B. Hakikat Eksistensi (Dunia/Alam Semesta)

Ada kecenderungan yang disodorkan oleh saintisme modern yaitu suatu paham
yang sering disebut sebagai materialistik, mekanistik, dan deterministik yang
memandang dunia fisik/dunia materi sebagai satu-satunya keberadaan yang diakui oleh
ilmu pengetahuan. Alam semesta seolah-olah dianggap mesin raksasa yang bekerja
secara mekanistik. Alam semesta dilihat sebagai materi/substansi yang terbentang luas
dan tak bernyawa, yang misterinya mampu dipecahkan dengan pendekatan ilmiah dan
rasional.

Schumacher mengingatkan para ilmuwan tentang adanya tingkat-tingkatan


eksistensi alam semesta sebagai berikut:

1. Benda, dapat dituliskan P


2. Tumbuhan, dapat dituliskan P+X
3. Hewan, dapat dituliskan P+X+Y
4. Manusia, dapat dituliskan P+X+Y+Z

Keterangan simbol:

P ⇨ benda mati

X ⇨ unsur hidup
Y ⇨ kesadaran

Z ⇨ kesadaran diri (kesadaran transendental/spiritual)

Maka dapat dikatakan bahwa eksistensi alam semesta memiliki jenjang yang
terbagi ke dalam 4 tingkat, yaitu:

1. Tingkat pertama adalah benda mati, yang hanya memiliki unsur P (substansi,
materi).
2. Tingkat kedua adalah tumbuhan-tumbuhan, yang mempunyai unsur P dan unsur X
(kehidupan).
3. Tingkat ketiga adalah golongan hewan, yang memiliki unsur P,X, dan Y
(kesadaran).
4. Tingkat keempat adalah golongan manusia, yang memiliki semua unsur P,X,Y dan
Z (unsur kesadaran transendental/spiritual).

Menurut Pitirim Alexandrovich Sorokin (dalam Eko Wijayanto dkk, 2002),


perubahan-perubahan besar (krisis) dan fluktuasi sistem nilai yang terjadi dalam
sejarah kehidupan manusia berdasarkan skema tiga sistem nilai, yaitu:

1. Indriawi

Sistem nilai indriawi berpandangan bahwa semua nilai etika bersifat relatif dan
persepsi indriawi merupakan satu-satunya sumber pengetahuan dan kebenaran.

2. Ideasional

Sistem nilai ideasional berpandangan bahwa realitas sejati berada di luar dunia
materi dan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman batin.

3. Idealistis

Perpaduan harmonis antara kedua sistem nilai ekstrem indriawi dan ideasional.

Chopra (2004) mengemukakan tiga tingkat keberadaan, yaitu:

1. Domain fisik
Domain fisik adalah domain substansi, materi, dan alam semesta yang dapat
diketahui melalui pancaindra.
Contoh eksistensi domain fisik: hewan, air, api, laut, dll.
Pada domain fisik segalanya dibatasi oleh ruang dan waktu dan mengikuti siklus:
lahir, tumbuh, dan mati.
2. Domain kuantum
Segalanya terdiri atas informasi dan energi. Melalui persamaan Einstein:
E = m.c²
Keterangan persamaan:
E ⇨ Energi
m ⇨ Massa
c ⇨ Kecepatan cahaya
3. Domain nonlokal
Eksistensi tingkat ketiga ini tidak ada lagi identitas individual, semuanya membaur,
luluh, dan menyatu.

Ilchi Lee (2006) mengemukakan keberadaan yang bertingkat dengan


menganalogikan lapisan keberadaan mirip sistem komputer, yaitu:

1. Tubuh fisik (sebagai piranti keras)


2. Lapisan energi (arus listrik)
3. Lapisan spiritual (piranti lunak)

Jadi dapat disimpulkan hakikat keberadaan alam semesta tidak hanya terbatas
pada sesuatu yang bersifat fisik.

C. Hakikat Manusia

Steven dan Haberman (2001), mengatakan bahwa meski ada begitu banyak hal
yang sangat bergantung pada konsep tentang hakikat manusia, namun terdapat begitu
banyak ketidaksepakatan mengenai apa itu hakikat manusia. Adanya ketidaksepakatan
dikarenakan banyak pihak hanya melihat hakikat manusia secara sepotong-potong
tanpa mendudukannya dalam konteks keseluruhan yang utuh.
Kecenderungan memahami hakikat manusia secara sepotong-potong ini sangat
jelas terasa bila melihat perkembangan dan aliran dalam psikologi, khususnya konsepsi
psikologis tentang manusia. Mcdavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2001)
mengelompokkan empat teori psikologi dikaitkan dengan konsepsinya tentang manusia
sebagai berikut:
1. Psikoanalisis
Melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh keinginan terpendam
(homo volensi).
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain: Freud, Jung, dan Bion.
2. Behaviorisme,
Menganggap manusia sebagai makhluk yang digerakkan semuanya oleh
lingkungan (homo mechanicus).
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain: Hull, Miller, dan Bandura.
3. Kognitif
Menganggap manusia sebagai makhluk berpikir yang aktif mengorganisasikan dan
mengolah stimulasi yang dterimanya (homo sapiens).
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain: Lewin, Heider, dan Rotter.
4. Humanisme
Melukiskan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi
transaksional dengan lingkungannya (homo ludens).
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain: Rogers, Maslow, dan Satir.

Steiner (1999) melihat hakikat manusia berdasarkan lapisan-lapisan energi yang


melekat pada tubuh manusia sebagai satu kesatuan, yaitu:

1. Badan fisik (physical body)


Manusia memiliki lapisan fisik yang sama dengan semua benda mati, tumbuh-
tumbuhan, dan binatang.
2. Badan eterik (etheric body)
Unsur hidup yang memungkinkan sesuatu itu mengalami siklus hidup, tumbuh,
matang, berkembang, dan mati.
3. Badan astral (astral body)
Lapisan yang memungkinkan sesuatu memiliki nafsu, keinginan, dan merasakan
senang dan sakit.
4. Badan ego (consciousness-body)
Lapisan yang memungkinkan timbulnya kesadaran Aku dam di luar Aku.
5. Manas (spirit-self)
Lapisan yang baru terbentuk sebagian.
6. Buddhi (life-spirit)
Potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut.
7. Atma (spirit-man)
Potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut.

Ardana (2005) membuat skema hubungan antar lapisan yang dikemukakan oleh
para ilmuwan:

Steiner Hawley Schumacher Agustian dan Kustara


Fisik P
Tubuh (body) Fisik
Eterik X
Astral
Hati (heart)
Ego
Y Jiwa
Manas
Kepala (head)
Buddhi
Atma Semangat (spirit) Z Roh

D. Hakikat Otak (Brain) dan Kecerdasan (Intelligence)

Otak merupakan organ tubuh yang paling kompleks. Otak memilki kemampuan
sangat luar biasa, antara lain: memproduksi pikiran-sadar, melakukan pilihan bebas,
menyimpan ingatan, memungkinkan memiliki perasaan, menjembatani kehidupan
spiritual dengan kehidupan materi fisik, kemampuan perabaan, persentuhan,
penglihatan, penciuman, berbahasa mengendalikan berbagai organ tubuh, dan
sebagainya

Menurut Agus Nggermanto (2001), ada 9 subkomponen di dalam otak manusia,


yaitu:

1. Neocortex
Lapisan otak paling luar dan hanya dimiliki oleh manusia. Lapisan ini
memungkinkan manusia mempunyai berbagai kemampuan, seperti menulis,
membaca, melakukan perhitungan rumit, menguasai bahasa, melukis, dan
sebagainya.
2. Corpus callosum
Lapisan penghubung antara belahan kiri dan kanan neocortex.
3. Cerebellum/ otak kecil
Berfungsi mengatur gerakan dan gerak refleks.
4. Otak reptile
Terletak di lapisan paling dalam dari otak kita yang berhubungan dengan rasa
aman dan takut. Berfungsi mengendalikan pernapasan, peredaran darah, detak
jantung, pencernaan, dan kesadaran.
5. Hippocampus
Berhubungan dengan ingatan jangka panjang.
6. Amigdala
Mengatur emosi.
7. Pituitary gland
Memengaruhi dan mengatur kerja hormon-hormon.
8. Hypothalamus
Mengontrol hormon seksual, agresi, tekanan darah, suhu badan, dan rasa haus.
9. Thalamus
Mengaktifkan sensor indra yang sedang menerima informasi dari luar.

Humphrey (2000) membedakan kerja otak berdasarkan gelombang elektro, yaitu:

1. Alpha
Terjadi pada frekuensi 8-13 Hz, muncul dengan mudah pada saat memejamkan
mata, mendengarkan musik, meditasi pada tahap awal, dan dalam keadaan santai.
2. Delta
Daerah frekuensi sekitar 0.5-4 Hz putaran/detik. Kondisi ini saat seseorang tidur
lelap atau sedang melakukan meditasi mendalam.
3. Theta.
Terjadi pada frekuensi 4-7 Hz, muncul pada saat tidur disertai mimpi ringan, atau
meditasi pada tigkat yang belum mendalam.
4. Beta
Timbul pada frekuensi 13-30 Hz, terjadi saat terjaga dan perhatian terpusat secara
aktif, misal saat memecahkan suatu masalah.

Clark (dalam Munandar, 1999) mengembangkan model integratif yang


mengintegrasikan empat fungsi otak, yaitu:

1. Kognitif
Fungsi otak kanan dan kiri.
2. Afektif
Mengelola emosi dan perasaan yang merupakan fungsi sistem limbik.
3. Fisik
Fungsi fisik meliputi gerakan, penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan,
dan perabaan.
4. Intuisi
Pemahaman secara menyeluruh dan sebagian merupakan hasil sintesis tingkat
tinggi dari semua fungsi otak.

Jadi kesimpulannya pada awalnya para ilmuwan hanya mengenal IQ. Dengan
kecerdasan ini manusia dianggap mampu mengatasi berbagai persoalan hidup. Namun
belakangan baru disadari manusia mempunyai banyak kecerdasan. Semua kecerdasan
itu dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu:

1. Kecerdasan intelektual (IQ)


Berguna untuk memahami dunia fisik dan membangun kekayaan materi.
2. Kecerdasan emosional (EQ)
Berguna untuk mengenal diri dan orang lain serta membangun hubungan
sosial/modal sosial.
3. Kecerdasan spiritual SQ)
Berguna untuk mencari makna hidup melalui hubungan dengan Tuhan dan untuk
memupuk modal spiritual.

Ketiga kecerdasan ini merupakan satu kesatuan dengan SQ sebagai fondasinya.

Etika adalah cabang ilmu yang membahas tentang perilaku manusia.


Dalam kajian etika, disamping mencari konsep, teori, dan penjelasan logis tentang apa
yang baik dan tidak baik menyangkut perilaku manusia, hendaknya hasil pemahaman
tersebut juga dimanfaatkan untuk melakukan proses transformasi diri menuju tingkat
kematangan emosi dan kesadaran diri yang lebih tinggi. Jadi kajian dan implementasi
etika melibatka IQ, EQ, dan SQ.

E. Hakikat Pikiran (Mind) Dan Kesadaran (Consciousness)

Drever (dalam sudibyo, 2001) memberikan batsan mengenai pikiran (mind) atau
mental sebagai keseluruhan struktur proses – proses kejiwaan – baik yang disadari
maupun tidak disadari – yang merupakan bagian dari psyche yang terorganisir. Jalaluddin
rakhmat (2001) melihat proses berpikir sebagai komunikasi intrapersonal yan meliputi :
sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Sensasi merupaan alat pengindraan melalui
pancaindra yang menghubungkan organisme (manusia) dengan lingkungan. Proses
sensasi terjadi saat alat pengindraan merekam informasi lingkungan dan mengubahnya
menjadi impuls – impuls sarafa sehingga dipahami oleh otak. Persepsi adalah proses
pemberian makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru.
Dengan kata lain, persepsi mengubah sensai menjadi informasi. Memori adalah proses
penyimpanan informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah mengolah informasi
dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respons.
Membentuk
Spiritual

Menempa Sikap Membentuk


dan Watak Pikiran

PIKIRAN
Memerlukan
Mempengaruhi
Sistem
Perilaku
Kekebalan

Mengubah
Emosi

 Ilustrasi Pengaruh Pikiran.

Lapisan sadar berhubungan dengan dunia luar dalam wujud sensasi dan berbagai
pengalaman yang disadari setiap saat. Lapisan Prasadar - sering disebut memori atau
ingatan yang tersedia menyangkut pengalaman - pengalaman yang tidak disadari pada
saat pengalaman tersebut terjadi, namun dengan mudah dapat muncul kembali menjadi
kesadaran secara Spontan atau dengan sedikit usaha lapisan tidak sadar-yang
merupakan lapisan paling dalam dari pikiran -manusia menyimpan semua dorongan
insting primitif serta emosi dan memori yang mengancam pikiran sadar yang telah
sedimikian ditekan, atau secara tidak disadari telah didorong ke dalam lapisan yang paling
dalam pada pikiran manusia. Krisnha (1999) membagi kesadaran manusia ke dalam lima
tingkat kesadaran atau lapisan utama. Kelima lapisan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Lapisan kesadaran fisik, yang ditentukan oleh makanan.


2. Lapisan kesadaran psikis, yang didasarkan atas energi dari udara yang disalurkan
melalui pernapasan.
3. Lapisan kesadaran pikiran, yang merupakan kesadaran pikiran rasional dan
emosional. Bila pikiran kacau atau dalam keadaan marah, maka napas kita akan
lebih cepat (ngos-ngosan). Sebaliknya, bila pikiran tenang makan nafas kita juga
tenang. Seluruh kepribadian kita ditentukan oleh pikiran.
4. Lapisan Intelegensia (bukan intelek), menyangkut kesadaran hati nurani atau
budipekerti. Lapisan ini yang menyebabkan manusia menjadi bijak.
5. Lapisan kesadaran murni (kesadaran transcendental), merupakan Hasil akhir
pemeakaran kepribadian manusia, yang merupakan tingkat kesadaran tertinggi
yang dapat dicapai oleh manusia. Pada tahap ini manusia telah melampaui
dualisme kehidupan di dunia.

Manusia telah memiliki lapisan kesadaran mental atau emosional yang telah
berkembang, sementara hewan belum mencapai tingkat atau lapisan kesadaran ini.
Kondisi pikiran pada lapisan ketiga ini sangat menentukan apakah kepribadian manusia
dapat berkembang ke lapisan kesadaran yang lebih tinggi (Tingkat kesadaran
transcendental), tetap stagnan, atau bahkan turun pada lapisan kesadaran yang lebih
rendah.

F. Tujuan Dan Makna Kehidupan

Tujuan hidup manusia adalah memperoleh kebahagiaan. Jalaluddin Rahmat


(2004) mengatakan bahwa secara agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan, orang harus
memilih hidup bahagia. Namun, dalam kehidupan sehari – hari, apalagi dalam era dewasa
ini yang dipenuhi oleh filsafat materialism, makin banyak banyak orang yang merasa tidak
bahagia. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan penafsiran/pemahaman tentang
cara mencapai kebahagiaan itu sendiri. Perbedaan pemahan tentang hidup ini sangat
bergantung pada evolusi kesadaran seseorang. Menurut Sutrisna (2007) yang
membedakan 3 tingkat kesadaran manusia, yaitu : (1) kesadaran hewani, (2) kesadaran
manusia, dan (3) kesadaran tuhan. Dari tiga golongan tersebut dapat dibedakan ciri – ciri
yang menonjol, sebagai berikut :

Atribut / Kesadaran Kesadaran Kesadaran


Ciri - ciri Hewani Manusia Tuhan
Tujuan hidup Kenikmatan duniawi; Keseimbangan Kenikmatan rohani;
kekayaan, kekuasaan antara kenimatan kekayaan hanya lata
(jabatan), dan duniawi dan rohani untuk
kenikmatan fisik menyempurnakan
sebagai tujuan hidup tingkat kesadaran
rohani
Tingkat ego Tinggi Sedang Rendah / tidak ada
ego
 Buruk sangka /  Bergerak di  Selalu berbaik
selalu berpikir sekitar dua sangka /
negative sifat berpikir positif
 Tinggi hati / eksstrem,  Rendah hati
sombong tergantung  Dermawan
 Kikir tingkat  Jujur
 Munafik kesadaran  Penyabar
Karakter
 Pemarah nya
 Bekerja secara
 Bekerja tulus dan tanpa
dengan pamrih pamrih
 Tidak  Selalu pasrah /
percaya / tidak menyerahkan
ingat kepada diri kepada
Tuhan tuhan
 Golongan Manusia Berdasarkan Tingkat Kesadaran

Kematangan diri atau kesadaran diri tidak mudah diukur dengan ukuran objektif,
melainkan secara subjektif yang bersangkutan melalui refleksi diri. Ibnu Arabi (1999)
membagi empat tingkat kesadaran berdasarkan pengamalan dan pemahan kesadaran
akan hakikat kehidupan sebagai berikut :

1. Tingkat pertama : jalan syariah, yaitu tahap di mana seseorang secara taat asa
mengikuti hukum – hukum moral ( hukum keagamaan) dalam kehidupan sehari –
hari. Dalam kaitannya dengan upaya mencari harta benda/kekayaan materi,
hukum moral ini diikuti untuk menilai sah atau tidaknya apa yang menjadi milikku
dan milikmu.
2. Tingkat kedua : jalan thariqah, yaitu tahap dimana seseorang mencoba mencari
kebenaran jalan tanpa rambu (upaya menggali kebenaran melalui pengalaman
langsung, melampaui hukum moral keagamaan).
3. Tahap ketiga : jalan haqiqah, tahap dimana sesornag telah memahami makna
terdalam dari praktik syariah dan thariqah. Sesorang dalam tahap ini sering
memperoleh pengalaman langsung tentang kebenaran gaib. Orang pada tahap ini
telah merasakan semua adalah milik tuhan. Tidak ada lagi rasa kemelekatan pada
kekayaan materi, kesadaran ini hanya dimiliki oleh mereka yang batinnya sudah
sangat tinggi, seperti para nabi dan rasul, para sufi, atau orang – orang yang suci
terkemuka.
4. Tingkat keempat : jalan ma’rifah, tahap dimana seseorang telah memiliki kearifan
dan pengetahuan terdalam mengenai kebenaran spiritual. Pada tahap ini,
kesadaran seseorang telah mencapai tahap tertinggi, dimana orang seperti ini
telah menyadari bahwa tidak ada lagi aku dan kamu.

G. Alam Semesta Sebagai Satu Kesatuan Sistem

Alam semesta beserta seluruh isinya sebenarnya merupakan salah satu kesatuan
sistem. Pengertian sistem menurut kamus bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta
(1976) adalah :

a. Sekelompok bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja bersama untuk melakukan
suatu maksud, misalnya urat Syaraf dalam tubuh;
b. Sekelompok pendapat, peristiwa, kepercayaan, dan sebagainya yang disusun dan
diatur baik - baik, misalnya filsafat;
c. Cara (Metode) yang teratur untuk melakukan sesuatu, misalnya pengajaran
Bahasa.

Jogiyanto (1988) menyebutkan bahwa setiap sistem mempunyai karakteristik / ciri -


ciri sebagai berikut :

a. Mempunyai komponen – komponen (component/subsystem),


b. Ada batasan suatu sistem (boundartes),
c. Ada lingkungan luar sistem (environtment),
d. Ada penghubung (interface),
e. Ada masukan (input), proses (process), dan keluaran (output),
f. Ada sasaran (objectives) atau tujuan (goal).

Inti dari pemahaman konsep sistem adalah bahwa setiap elemen (bagian, unsur,
subsistem) saling bekerja sama, saling mendukung, saling memerlukan, dan saling
mempengaruhi satu dengan lainnya dalam kerangka mencapai tujuan sistem secara
keseluruhan. Oleh karena itu, adanya gangguan pada satu elemen-sekecil apapun
gangguan tersebut-akan berpengaruh pada pola interaksi dengan elemen - elemen
lainnya. Pada akhirnya, tentu saja hal tersebut akan berpengaruh pada pencapaian tujuan
sistem secara keseluruhan sebagai satu kesatuan. Manusia dan alam merupakan satu
kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan. Perilaku umat manusia akan sangat
menentukan nasib keberadaan bumi, alam semesta, beserta seluruh isinya.

H. Spiritualitas dan etika

Sebenarnya, kajian etika erat kaitannya dengan pengembangan karakter. Namun,


pengembangan karakter harus dilakukan melalui pengembangan keempat kecerdasan
manusia PQ, IQ, EQ, dan SQ secara seimbang dan utuh. Banyak pakar etika yang masih
membedakan antara etika dengan spiritualitas, padahal keduanya mempunyai hubungan
yang sangat erat dan tidak dapat di pilah – pilah. Menurut mereka, etika adalah adat,
kebiasaan, dan ilmu yang mempelajari hubungan perilaku manusia yang bersifat
horizontal-yaitu hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan lembaga atau
institusi, manusia dengan alam, dan lembaga / organisasi dengan lembaga / organisasi
lainnya. Sementara itu, spiritualitas berhubungan dengan perilaku manusia yang bersifat
vertical, dalam arti hubungan manusia dengan Tuhan / kekuatan tak terbatas. Menurut
mereka, spiritualitas bukan merupakan bidang kajian etika.

Pemahaman tentang etika yang terpisah dari spiritualitas ini sangat keliru. Dengan
pemisahan pemahaman seperti ini, bisa saja seseorang yang telah mempelajari teori -
teori etika dan telah berkali - kali mengikuti pelatihan kode etik, tetapi belum menjamin
bahwa perilakunya bersifat etis selama kecerdasan spriritual (SQ) nya masih rendah.
Sebaliknya, orang yang mempunyai SQ tinggi sudah pasti mempunyai perilaku etis yang
tinggi pula.

Sejatinya, setiap manusia harus menyadari bahwa kesempatan hidup di dunia ini
hendaknya dimanfaatkan sebaik - baiknya untuk mencapai tingkat kesadaran Tuhan
(kesadaran transendental atau kesadaran spriritual). Bila kesadaran spriritual telah
tercapai, maka kesadaran etis dengan sendirinya tercapai namun harus diingat bahwa
dalam perjalanan mendekati puncak kesadaran spriritual ini, syarat mutlak yang harus
dipenuhi adalah orang yang bersangkutan harus menjalani perilaku hidup yang etis dan
hidup sesuai dengan norma - norma moral yang telah diajarkan oleh semua agama. Pada
tahap awal, perilaku etis akan mempengaruhi kesadaran spriritual seseorang. Namun
pada langkah - langkah selanjutnya, kesadaran spiritual akan menentukan tingkat
kesadaran etis seseorang.

Filsafat, Agama, Etika, dan Hukum

Tugas Mata Kuliah

Etika Bisnis dan Profesi


Oleh :

Kelompok 9

Savira Nur Aldira (190810301031)

Jessica Tabitha N (190810301066)

Zulfa Puspita Sari (190810301132)

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Jember

BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Filsafat

Filsafat berasal dari dua kata Yunani: philo berarti cinta dan shopia berarti
kebijaksanaan. Jadi philoshopia adalah cinta terhadap kebijaksanaan (Fuad Farid Ismail
dan Abdul Hamid Mutawalli, 2003). Menurut Suriasumantri (2000) yang membedakan
antara pengetahuan (ilmu) dengan filsafat, pengetahuan dimulai dari rasa ingin
tahu, kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu, dan fisafat dimulai dari keduanya).
Karakteristik utama berpikir filsafat:

 Sifatnya menyeluruh
Mempertanyakan hakikat keberadaan dan kebenaran tentang keberadaan itu
sendiri sebagai satu kesatuan secara keseluruhan, bukan dari perspektif sepotong-
sepotong.
 Sangat mendasar
Filsafat tidak begitu saja percaya bahwa ilmu itu adalah benar.
 Spekulatif
Filsafat ingin selalu mencari jawab bukan hanya pada suatu yang sudah diketahui,
tetapi juga segala sesuatu yang belum diketahui.

Menurut Suriasumantri (2009) pokok permasalah yang dikaji filsafat mencakup tiga segi
yaitu:

 Apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika).
 Mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika).
 Apa yang dianggap indah dan apa yang dianggap jelek (estetika).

Itulah sebabnya filsafat dikatakan sebagai induk dari seluruh cabang ilmu pengetahuan
dan seni.

Theo Huijbers (dalam Abdulkadir Muhammad, 2006) menjelaskan filsafat adalah


kegiatan intelektual yang metodis, sistematis dan secara reflektif menangkap makna hakiki
keseluruhan yang ada. Objek filsafat bersifat universal dan mencangkup segala sesuatu
yang dialami manusia. Abdulkadir Muhammad menjelaskan filsafat dengan melihat unsur-
unsurnya sebagai berikut:

 Kegiatan intelektual (pemikiran).


 Mencari makna yang hakiki (interpretasi).
 Segala fakta dan gejala (objek).
 Dengan cara refleksi, metodis dan sistematis (metode).
 Untuk kebahagian manusia (tujuan).
Perbedaan filsafat dengan ilmu pengetahuan dapat dilihat dari tiga aspek:

No Aspek Filsafat Ilmu


1 Ontologis Segala sesuatu yang Segala sesuatu yang
bersifat fisik dan nonfisik, bersifat fisik dan yang dapat
baik yang dapat di rekam di rekam melalui indra
melalui indra maupun yang
tidak
2 Epistemologis Pendekatan yang bersifat Pendekatan ilmiah,
reflektif atau rasional- menggunakan pendekatan;
dedukatif dedukatif dan induktif
secara saling melengkapi
3. Aksiologis Sangat abstrak bermanfaat Sangat konkret, langsung
tetapi tidak secara langsung dapat dimanfaaatkan bagi
bagi umat manusia kepentingan umat manusia

B. Hakikat Agama

Berikut beberapa pengertian dan definisi tentang agama.


1. Agus M. Harjana (2005) mengutip pengertian agama dari Ensiklopedi Indonesia
karangan Hasan Shandily. Agama berasal dari bahasa Sanskerta: a berarti tidak,
gam berarti pergi, dan a berarti bersifat atau keadaan. Jadi istilah agama berarti:
bersifat tidak pergi, tetap lestari, kekal, dan tidak berubah. Jadi, agama
2. Abdulkadir Muhammad (2006) memberikan dua rumusan agama, yaitu:
a. Menyangkut hubungan antara manusia dengan suatu kekuasaan luar yang lain
dan lebih daripada yang dialami oleh manusia
b. Apa yang disyariatkan Allah dengan perantara para nabi-Nya, berupa perintah
dan larangan serta petunjuk untuk kebaikan di dunia dan akhirat.
Dari beberapa definisi di atas, dapat dirinci rumusan agama berdasarkan unsur-
unsur penting sebagai berikut:
1. Hubungan manusia dengan sesuatu yang tak terbatas, yang transendental, yang
Ilahi (Tuhan Yang Maha Esa ).
2. Berisi pedoman tingkah laku (dalam bentuk larangan dan perintah), nilai-nilai dan
norma-norma yang diwahyukan langsung oleh Ilahi melalui nabi-nabi.
3. Untuk kebahagian hdup manusia di dunia dan hidup kekal di akhirat.
Sebenarnya dalam pengertian agama tercakup unsur-unsur utama sebagai berikut:
1. Ada kitab suci.
2. Kitab suci yang ditulis Nabi berdasarkan wahyu langsung dari Tuhan.
3. Ada suatu lembaga yang membina, menuntun manusia, dengan menafsirkan kitab
suci bagi kepentingan umatnya.
4. Setiap agama berisi tentang ajaran dan pedoman penting:
 Takwa, dogma, doktrin, atau filsafat tentang ketuhanan.
 Susila, upacara, atau etika.
 Ritual,upacara, atau tata cara beribadat.
 Tujuan agama.
Tujuan semua agama adalah menuntun umat manusia memperoleh kebahagiaan (di
dunia) dan kehidupan kekal di akhirat.

C. Hakikat Etika
Etika barasal dari kata Yunani ethos (bentuk tunggal) yang berarti: tempat tinggal,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Bentuk
jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat istiadat. Dalam hal ini etika sama dengan
moral. Moral berasal dari kata Latin: mos (bentuk tunggal), atau mores (bentuk jamak)
artinya adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, watak, tabiat, akhlak, cara hidup (Kanter, 2001).
Etika memiliki banyak arti, tetapi arti etika dapat dilihat dari dua hal berikut:
1. Etika sebagai praktis, sama dengan moral yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
nilai-nilai, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
2. Etika sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiran/penilaian moral.

D. Hakikat Nilai
Menurut Doni Koesoema A. (2007) mendefinisikan nilai sebagai kualitas suatu hal
yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dan dihargai sehingga dapat
menjadi semacam objek bagi kepentingan tertentu. Nilai juga merupakan sesuatu yang
memberi makna dalam hidup, yang memberikan titik tolak, isi, dan tujuan dalam hidup.
Sebenarnya ada banyak pengertian dari nilai, tetapi dapat disimpulkan tiga hal dari
nilai, yaitu:
1. Nilai selalu dikaitkan dengan sesuatu (benda, orang, hal).
2. Ada bermacam-macam (gugus) nilai selain nilai uang (ekonomis) yang sudah
cukup dikenal.
3. Gugus-gugus nilai membentuk semacam hierarki dari yang terendah sampai yang
tertinggi.

E. Hubungan agama, Etika, dan Nilai


Seluruh agama dalam kitab sucinya mengajarkan tiga hal pokok, yaitu:
1. Hakikat Tuhan (God, Allah, Gusti Allah, Budha, Brahma, Kekuatan tak terbatas,
dan lain-lain).
2. Etika, tata susila.
3. Ritual, tata cara beribadat.
Jadi agama dan etika tidak dapat dipisahkan. Tidak ada agama yang tidak
mengajarkan etika/moralitas. Kualitas iman seseorang bukan ditentukan oleh kualitas
peribadatan tetapi juga oleh kualitas moral/etika.
Tingkat keyakinan dan kepasrahan kepada Tuhan, kualitas peribadatan, dan
kualitas moral seseorang akan menentukan hierarki nilai kehidupan yang telah dicapai.
Pencapaian nilai-nilai kehidupan duniawi bukan merupakan tujuan akhir, tetapi hanyalah
tujuan sementara, dan dianggap sebagai media untuk mendukung tujuan akhir yaitu hidup
kekal di akhirat.

F. Hukum, Etika, dan Etiket


Tabel berikut ini menjelaskan persamaan dan perbedaan dari hukum, etika, dan
etiket.

No Hukum Etika Etiket

1. Persamaan: sama-sama mengatur perilaku manusia.

2. Perbedaan:

A. Sumber Hukum: Sumber Etika: Sumber Etiket:


Negara, Pemerintah. Masyarakat. Golongan
Masyarakat.
B. Sifat Pengaturan: Sifat Pengaturan: Sifat Pengaturan:
Tertulis berupa Undang- Ada yang lisan (berupa Lisan
undang, Peraturan adat kebiasaan) dan ada
Pemerintah, dan yang tertulis (berupa
sebagainya. kode etik).
C. Objek yang diatur: Objek yang diatur: Objek yang
Bersifat lahiriah Bersifat rohaniah, diatur:
(misalnya: hukum misalnya: perilaku etis Bersifat lahiriah,
warisan, hukum agraria, (jujur, tidak menipu, misalnya: tata
hukum tata negara) dan bertanggung jawab) dan cara berpakaian
rohaniah (misalnya: perilaku tidak etis (untuk pesta,
hukum pidana). (korupsi, mencuri, sekolah,
berzina). pertemuan resmi,
berkabung, dan
lain-lain), tata
cara menerima
tamu, tata cara
berbicara dengan
orang tua, dan
sebagainya.

G. Paradigma Manusia Utuh


Sebelum membahas model paradigma pembangunan seutuhnya, perlu terlebih
dahulu dipahami pengertian beberapa konsep dan/atau hubungan antar berbagai konsep
penting yang terkait dengan pembangunan manusia seutuhnya, antara lain: karakter,
kepribadian, kecerdasan, etika, gelombang otak, tujuan hidup, agama, dan meditasi/zikir.
1. Karakter dan Kepribadian
Istilah kepribadian (personality) dan karakter/watak(character) banyak dijumpai dalam
ilmu psikologi. Soedarsono (2002) mendefinisikan kepribadian sebagai totalitas kejiwaan
seseorang yang menampilkan sisi yang didapat dari keturunan (orang tua, leluhur) dan sisi
yang didapat dari pendidikan, pengalaman hidup, serta lingkungannya. Karakter adalah
sisi kepribadian yang didapat dari pengalaman, pendidikan, dan lingkungan sehingga bisa
dikatakan bahwa karakter adalah bagian dari kepribadian.
Walaupun beberapa definisi tentang karakter sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya terlihat berbeda, namun sebenarnya dapat ditarik benang merahnya sebagai
berikut:
a. Karakter adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang. Kompetensi ini
mencakup pengembangan secara seimbang dan utuh ketiga lapisan, yaitu: fisik
(body), pikiran (mind), dan jiwa/roh (spiritual).
b. Karakter menentukan keberhasilan seseorang (Sentanu menyebutnya sebagai
“nasib”)
c. Karakter dapat diubah, dibentuk, dipelajari melalui pendidikan dan pelatihan tiada
henti serta melalui pengalaman hidup.
d. Tingkat keberhasilan seseorang ditentukan oleh tingkat kecocokan karakter yang
dimilikinya.
Chopra menyebutkan ada 10 karakter sel (10C) yang seharusnya dapat dijadikan
sebagai karakter umat manusia.
1. Ada maksud yang lebih tinggi.
2. Kesatuan (keutuhan).
3. Kesadaran.
4. Penerimaan.
5. Kreatifitas.
6. Keberadaan.
7. Efisiensi.
8. Pembentukan ikatan.
9. Memberi.
10. Keabadian.

2. Kecerdasan, Karakter, dan Etika.


Melalui pemahaman Wahyuni Nafis (2006) atas pemikiran/ajaran tradisional Islam dan
diinspirasi oleh bebrapa pemikiran Stephen R. Covey, ia menyebut tiga jenis kecerdasan
dengan tiga golongan etika, yaitu: (1) psiko etika, (2) sosio etika, dan (3) teo etika. Psiko
etika merupakan masalah aku dengan aku, sosio etika menyangkut masalah aku dengan
orang lain, dan teo etika menyangkut masalah aku dengan Tuhan. Masing-masing
golongan etika ini ditandai oleh tiga karakter sehingga secara keseluruhan ada sembilan
karakter.
3 Golongan Etika Karakter Utama

1. Teo Etika 9. Takwa (pasrah diri)


Saling ketergantungan 8. Ikhlas (tulus)
Masalah aku dengan Tuhan 7. Tawakal (tahan uji)
2. Sosio Etika 6. Silaturahmi (tali kasih)
Ketergantungan 5. Amanah (integritas)
Masalah aku dengan orang lain 4. Husnuzan (baik sangka)
3. Psiko Etika 3. Tawaduk (berilmu)
Kemandirian 2. Syukur
Masalah aku dengan aku 1. Sabar

Konsep etika selama ini hanya dipahami sebatas hubungan antar manusia dengan
manusia lainnya, sedangkan konsep etika Nafis berdasarkan paradigma manusia utuh-
yaitu masalah manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain dan alam,
serta manusia dengan Tuhan.
Hubungan antara pemikiran kecerdasan Covey, karakter/sifat-sifat sel Chopra, dan
golongan etika menurut Nafis ditunjukkan pada tabel berikut :
Empat Kecerdasan Sepuluh Sifat/Karakter Etika Nafis
Covey Sel Chopra
PQ  Efisiensi  Psiko Etika

IQ  Kesadaran  Psiko Etika


 Keabadian
EQ  Penerimaan  Sosio Etika
 Memberi
 Pembentukan ikatan
SQ  Maksud yang lebih  Teo Etika
tinggi
 Kesatuan
 Kreatifitas
 Keberadaan

1. Karakter dan Paradigma Pribadi Utuh


Covey telah mengingatkan bahwa untuk membangun manusia berkarakter,
diperlukan pengembangan kompetensi secara utuh dan seimbang terhadap empat
kemampuan manusia, yaitu: tubuh (PQ), intelektual (IQ), hati (EQ), dan jiwa/roh (SQ).
Sekedar contoh, Cloud (2007) sendiri mengatakan bahwa kunci pembangunan
karakter adalah integritas. Tentu pemahaman atas integritas ini tidak sekadar berarti jujur
atau punya prinsip moral, tetapi terkandung juga pengertian: utuh dab tidak terbagi,
menyatu, berkonstruksi kukuh, serta mempunyai konsistensi.
2. Karakter dan Proses Transformasi Kesadaran Spiritual

Merumuskan karakter memang diperlukan, namun langkah konkret berikutnya


adalah yang lebih penting, yaitu bagaimana melakukan proses transformasi diri untuk
mencapai atau bergerak menuju idealisme karakter tersebut. Pada saat ini belum banyak
ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu mengkaji ranah spiritual melalui pendekatan
rasional/ ilmiah. Dan ajaran agama yang seharusnya dijadikan panduan pengembangan
batin seringkali lebih bersifat indoktrinasi, sekedar menjalankan praktik berbagai ritual
serta kurang mngedepankan pendekatan melalui proses nalar, pengamalan, dan
pengalaman langsung melalui refleksi diri, terlihat dari maraknya bentuk kejahatan seperti
korupsi, kekerasan, konflik antar pemeluk agama berbeda dan sejenisnya justru makin
menjadi-jadi. Meskipun terlambat akhir-akhir ini sudah banyak pakar dari berbagai latar
keilmuan mulai berani dan tertarik untuk menyelami ranah spiritual ini dari pendekatan
yang lebih rasional.

3. Pikiran, Meditasi, dan Gelombang Otak

Olah Pikir (brainware management) adalah suatu konsep dan keterampilan untuk
mengatur gelombang otak manusia yang paling sesuai dengan aktivitasnya sehingga bisa
mencapai hasil optimal (Senttanu, 2007). Gelombang otak dapat diukur melalui
Elektroensefalogram (EEG). Dilihat dari frekuensi gelombang otak ini, setidaknya terdapat
empat golongan gelombang otak. Ketika pikiran dalam keadaan sadar (aktif), berarti
sedang berada dalam gelombang beta. Dalam gelombang ini akan memaksa otak untuk
mengeluarkan hormon kristol dan norepinephrin yang menyebabkan timbulnya rasa
cemas, khawatir, gelisah, dan sejenisnya. Sedangkan gelombang alpha bertujuan untuk
membangun karakter positif, seperti: tenang, sabar, nyaman, ikhlas, bahagia, dan
sebagainya. Kunci untuk membangun karakter adalah melatih pikiran untuk memasuki
gelombang alpha, melalui meditasi, yoga, zikir, retret, dan sejenisnya. Meditasi (termasuk
zikir dan sejenisnya) adalah upaya mendiamkan suara percakapan dalam pikiran dan
menemukan ruang yang tenang (Rodenbeck, 2007).

Nama Ciri - ciri

Beta (14-100 Hz) Kognitif, analisis, logika, otak kiri,


konsentrasi, prasangka, pikiran sadar aktif,
cemas, was-was, khawatir dll

Alpha (8-13,9 Hz) Khusyuk, relaksasi, moditatif, focus-


alaretness, akses naluri bawah sadar,
ikhlas nyaman, tenang, dll

Theta (4-7,9 Hz) Sanagant khusyuk, deep mediation ,


mimpi, intuisi, nurani bawah sadar, ikhlas,
kreatif dll

Delta (0,1-3,9 Hz) Tidur lelap, nurani bawah sadar kolektif,


tidak ada pikiran dan perasaan, celluler
regneratiaon, hgh.

4. Model Pembangunan Manusia Utuh


Berdasarkan konsep yang telah di jelaskan sebelumnya dapat dibuat dua model
tentang hakikat keberadaan manusia.
 Menjelaskan suatu model hakikat manusia yang di landasi dengan paradigma tidak
utuh (paradigma materialisme) sehingga menimbulkan berbagai permasalahan
yang memunculkan ketidakbahagian. Pada model ini manusia tujuan manusia
hanya mengejar kekayaan, kesenangan, dan kekuasaan duniawi. Kecerdasaan
yang dikembangkan hanya IQ dan kesehatan fisik sehingga praktis kurang atau
bahkan lupa mengembangkan EQ dan SQ.

KARAKTER
KAYA/TIDAK BAHAGIA
NEGATIF

MAKANAN PQ SEHAT
ENAK OLAHRAGA (FISIK)

IPTEK IQ TINGGI EGO TINGGI

SOMBONG,
EQ RENDAH GELISAH, BENCI

EQ DAN SQ TIDAK
DIKEMBANGKAN

SQ RENDAH TIDAK PERCAYA TUHAN

 Model yang di kembangkan untuk kembali pada paradigma tentang manusia


secara seutuhnya. Karakter positif hanya dapat di kembangkan melalui
pengembangan hakikat manusia secara utuh. Dalam pengembangan manusia
secara utuh perlu di kembangkan juga secara seimbang kecerdasan emosional
dan spritual di samping kecerdasaan intelektual dan kesehatan fisik.
KARAKTER
KEBAHAGIAAN POSITIF
( SIFAT SEL)

MAKANAN PQ SEHAT FISIK


ENAK
OLAHRAGA

PSIKO ETIKA
IPTEK IQ TINGGI Berilmu, Sabar,
Syukur

MEDITASI, SISIO ETIKA


EQ TINGGI Silaturahmi,
ZIKIR, RETRET
Baik Sangka,
Amanah

TEO ETIKA
AGAMA SQ TINGGI Taqwa, Ikhlas,
Teori-teori Etika Tawakal
Tugas Mata Kuliah

Etika Bisnis dan Profesi

Oleh :

Kelompok 9

Savira Nur Aldira (190810301031)

Jessica Tabitha N (190810301066)

Zulfa Puspita Sari (190810301132)

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Jember

2020
BAB II
PEMBAHASAN

A. ETIKA ABSOLUT VERSUS ETIKA RELATIF


Sampai saat ini masih terjadi perdebatan dan perbedaan pandangan diantara
etikawan tentang apakah etika bersifat absolut atau relatif. Para penganut paham etika
absolut dengan berbagai argumentasi yang masuk akal meyakini bahwa ada prinsip-
prinsip etika yang bersifat mutlak, berlaku universal kapan pun dan dimanapun.
Sementara itu, para penganut etika relatif dengan berbagai argumentasi yang juga tampak
masuk akal membatah hal ini.

Di antara tokoh-tokoh berpengaruh yang mendukung paham etika relatif ini adalah
Joseph Fletcher (dalam Suseno, 2006), yang terkenal dengan teori etika situasional-nya.
Ia menolak adanya norma-norma moral umum karena kewajiban moral selalu bergantung
pada situasi konkrit, dan situasi konkrit in dalam keseharianya tidak pernah sama.

Tokoh pengaruh pendukung paham etika absolut antara lain Immanuel Kant dan
Jammes Rachels. Rahcels sendiri, yang walaupun membuka pemikiranya dengan
memberikan argumentasi bagi pendukung etika relatif. Ia mengatakan bahwa ada pakok
teoritis yang umum dimana ada aturan-aturan moral tertentu yang dianut secara bersama-
sama oleh semua masyarakat kerena aturan-aturan itu penting untuk kelestarian
masyarakat.

B. PERKEMBANGAN PERILAKU MORAL


Teori perkembangan moral banyak dibahas dalam ilmu psikologi. Salah satu teori
yang sangat berpengaruh di kemukakan oleh Kohlberg ( dalam Atkinson et.al., 1996)
dangan mengemukakan tiga tahap perkembangan moral dihubungkan dengan
pertumbuhan usia anak. Beberapa konsep yang memerlukan penjelasan, antara lain :

1. Perilaku moral (moral behavior)


Adalah perilaku yang mengikuti kode moral kelompok masyarakat tertentu. Moral
dalam hal ini berarti adat kebiasaan atau tradisi.

2. Perilaku tidak bermoral (immoral behavior)


Berarti perilaku yang gagal mematuhi harapan kelompk social tersebut.
3. Perilaku diluar kesadaran moral (unmoral behavior)
Adalah perilaku yang menyimpang dari harapan kelompok social yang lebih di
sebabkan oleh ketidakmampuan yang bersangkutan dalam memahami harapan kelompok
social.

4. Perkembangan moral (moral development)


Bergantung pada perkembangan intelektual seseorang. Perkembangan moral ada
hubungannya dengan tahap – tahap perkembangan intelektual ini.

C. BEBERAPA TEORI ETIKA


Suatu pengetahuan tentang suatu objek baru bisa dianggap sebagai disiplin ilmu
bila pengetahuan tersebut telah dilengkapi dengan seperangkat teori tentang objek yang
dikaji. Jadi, teori merupakan tulang punggung suatu ilmu. Ilmu pada dasarnya adalah
kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam dan sosial yang
memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala
tersebut berdasrkan penjelasan yang ada, sedangkan teori adalah pengetahuan ilmiah
yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan
(Suriasumantri, 2000).

Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dngan kajian secara kritis tentang adat
kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-normaperilaku manusia yang dianggap baik atau tidak
baik. Sebagi ilmu, etika belum semapan ilmu fisika atau ilmu ekonomi. Dalam etika masih
dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu tindakan, sifat, atau objek
parilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang berlainan.

1. Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungn dengan egoisme,
yaitu: egoisme psikologis dan egoisme etis.

Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan
manusia dimotivasi oleh kepentingan berkuwat diri (selfish). Menurut teori ini, orang boleh
saja yakin bahwa ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun
semua tindakan yang terkesan luhur dan tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah
ilusi. Egoism etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-
interest). Munculnya paham egoism etis memberikan landasan yang sangat kuat bagi
munculnya paham ekonomi kapitalis dalam ilmu ekonomi.

2. Utilitarianisme
Utilitarisme besasal dari kata latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris Utility yang
berarti bermanfaat ( Bertens, 2000 ). Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatakan baik
jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat, atau dengan istilah
yang sangat terkenal: “the greatest happiness of the greatest numbers”. Jadi, ukuran baik
tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu
apakah memberi manfaat atau tidak.Itulah sebabnya, paham ini disebut juga paham
teleologis. Teleologis berasal dari kata yunani telos yang berarti tujuan.

Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis adalah melihat dari
sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut
kepentingan orang banyak ( kepentingan bersama, kepentingan masyarakat ).

3. Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban ( Beterns,
2000 ). Paham ini dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804) dan kembali mendapat
dukungan dari filsuf abad ke-20, Anscombe dan suaminya .Peter Geach (Rachels, 2004).
Paham deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya
sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau dari akibat dari tindakan tersebut.

Untuk memahami lebih lanjut tentang paham deontologi ini, sebaiknya dipahami
terlebih dahulu dua konsepn penting yang dikemukakan oleh Kant, yatu konsep
imperative hypothesis dan impertive categories. Imperative hypotesis adalah perintah-
perintah (ought) yang bersifat khusus yang harus diikuti jika seseorang mempunyai
keinginan yang relevan. Imperative categories adalah kewajiban moral yang mewajibkan
kita begitu saja tanpa syarat apapun. Dalam hal ini, kewajiban moral bersifat mutlak tanpa
ada pengecualian apa pun dan tanpa dikaitkan dengan keinginan atau tujuan apa pun.

4. Teori Hak
Teori hak sebenarnya didasarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai
martabat dan semua manusia mempunyai martabat yang sama. Hak asasi
manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas (Weiss, 2006), yaitu: 

1. Hak hukum (legal right)


Hak legal adalah hak yang didasarkan atas sistem atau yurisdiksi hukum suatu
negara, di mana sumber hukum tertinggi suatu negara adalah Undang-Undang Dasar
Negara yang bersangkutan.
Contoh: hak legal warga negara Amerika Serikat bersumber dari Constitution and
Declaration of Independence dalam bentuk hak untuk hidup, hak kebebasan, hak
memperoleh kebahagiaan, dan hak kebebasan berbicara.
2. Hak moral atau kemanusiaan (moral, human right)
Hak moral dihubungkan dengan pribadi manusia secara individu atau dalam
beberapa kasus dihubungkan dengan kelompok, bukan dengan masyarakat dalam arti
luas. Hak moral berkaitan dengan kepentingan individu selama kepentingan individu
tersebut tidak melanggar hak-hak orang lain.
3. Hak kontraktual (contractual right)
Hak kontraktual adalah hak yang mengikat individu-individu yang membuat
kesepakatan/kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Teori hak kini lebih dikenal dengan dengan prinsip-prinsip HAM dan mendapat
banyak dukungan masyarakat dunia termasuk dari PBB. Piagam PBB sendiri merupakan
salah satu sumber hukum penting untuk penegakan HAM. Dalam piagam PBB disebutkan
ketentuan umum tentang hak dan kemerdekaan setiap orang. PBB bahkan telah
mendeklarasikan prinsip-prinsp HAM universal pada tahun 1948, yang dikenal dengan
nama Universal Declaration of Human (UDoHR) dan diharapkan semua negara di dunia
dapat menggunakan UDoHR sebagai dasar penegakan HAM dan pembuatan berbagai
undang-undang/peraturan.

Indonesia juga memiliki UU tentang HAM yang diatur dalam UU Nomor 39 Tahun
1999. Hak-hak warga negara yang diatur dalam UU ini (dalam Bazar Harahap dan
Nawangsih Sutardi, 2007), antara lain:

1. Hak untuk hidup


2. Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3. Hak untuk memperoleh keadilan
4. Hak untuk kebebasan pribadi
5. Hak atas rasa aman
6. Hak atas kesejahteraan
7. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan
8. Hak wanita
9. Hak anak

Prinsip HAM yang dijadikan acuan bagi perusahaan multinasional menurut Weiss
(2006), yaitu:

1) PMN harus menghormati hak semua orang untuk kehidupan, kebebasan,


keamanan, dan privasi.
2) PMN harus menghormati hak semua orang atas persamaan perlindungan
hukum, pekerjaan, pilihan jenis pekerjaan, kondisi kerja yang sehat dan
nyaman, serta perlindungan untuk memberantas pengangguran dan
diskriminasi.
3) PMN harus menghormati kebebasan semua orang atas pemikiran, ilmu
pengetahuan, agama, ekspresi dan pendapat, komunikasi, asosiasi dan
organisasi damai, serta pergerakan di setiap negara.
4) PMN harus mendukung suatu standar hidup untuk menjunjung kesehatan serta
kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
5) PMN harus memberikan perhatian khusus dan bantuan bagi ibu dan anak.

Pada level perusahaan teori HAM merujuk untuk menilai tindakan manajemen
terhadap karyawannya, apakah karyawannya telah diperlakukan secara manusiawi sesuai
prinsip-prinsip HAM yang berlaku universal atau belum.

5. Teori Keutamaan (Virtue Theory)

Immanuel kant mengemukakan apa yang dikenal dengan teori hak. Menurut teori
hak, Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut
sesuai dengan hak asasi manusia. Teori hak sebenarnya didasarkan atas asumsi bahwa
manusia mempunyai martabat dan semua manusia mempunyai martabat yang sama. Hak
asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas (Weiss, 2006), yaitu:  hak hak
moral atau kemanusiaan dan hak kontraktual. 
Keutamaan sebenarnya telah lahir sejak zaman dahulu didasarkan atas pemikiran
Aristoteles (384-322 SM) yang sempat tenggelam, tetapi sekarang kembali mendapatkan
momentum.  Teori keutamaan tidak menyatakan tindakan mana yang etis dan tidak. Bila
ini ditanyakan pada penganut paham egoisme, maka jawabannya adalah suatu tindakan
disebut etis bila mampu memenuhi kepentingan individu dan suatu tindakan disebut tidak
etis bila tidak mampu memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan. Bila ini
ditanyakan kepada penganut paham utilitarianisme maka suatu tindakan disebut etis bila
mampu memberikan manfaat atau kegunaan sebanyak-banyaknya bagi sebanyak
mungkin anggota masyarakat, dan suatu tindakan disebut tidak etis bila akibatnya lebih
banyak merugikan sebagian besar anggota masyarakat.
Dasar teori keutamaan adalah mempertanyakan mengenai sifat-sifat atau karakter
yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-
sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina. Bartens (2000) memberikan
beberapa contoh sifat keutamaan antara lain: kebijaksanaan, keadilan dan kerendahan
hati. Sedangkan untuk pelaku bisnis sifat-sifat utama yang perlu dimiliki antara lain:
kejujuran kewajaran kepercayaan dan keuletan.

6. Teori Etika Teonom 


Kriteria baik buruknya perilaku manusia hanya dikaitkan dengan tujuan
kebahagiaan yang bersifat duniawi. Dalam teori etika walaupun Kant mencoba
mengungkapkan bahwa ada kewajiban moral yang bersifat mutlak namun ia mengatakan
bahwa manusia harus mengikuti kewajiban moral tersebut demi kewajiban itu sendiri,
bukan karena adanya tujuan, apalagi dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat Ilahi.
Peschke S.V.D. (2003) mengkritik berbagai paham teori etika yang telah ada
terutama yang telah diungkapkan oleh para etikawan barat seperti diungkapkan
sebelumnya. Keterbatasan teori-teori yang ada adalah mereka tidak mengakui adanya
kekuatan tak terbatas (Tuhan) yang ada di belakang semua hakikat keberadaan alam
semesta ini. Oleh karena itu mereka keliru menafsirkan bahwa tujuan hidup manusia
hanya untuk memperoleh kebahagiaan yang bersifat duniawi saja.
Sebagaimana diakui oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan
tertinggi yang ingin dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi yaitu untuk
memperoleh kebahagiaan surgawi. Sebenarnya setiap agama mempunyai filsafat etika
yang hampir sama.
Ada empat persamaan fundamental filsafat, etika semua agama, yaitu:
1. Semua agama mengakui bahwa umat manusia memiliki tujuan tertinggi selain
tujuan hidup di dunia, semua mengakui adanya eksistensi non duniawi yang
menjadi tujuan akhir umat manusia.
2. Semua agama mengakui adanya Tuhan dan semua agama mengakui adanya
kekuatan tak terbatas yang mengatur alam raya ini.
3. Etika bukan saja diperlukan untuk mengatur perilaku hidup manusia di dunia, tetapi
juga sebagai salah satu syarat mutlak mencapai tujuan akhir umat manusia dan ini
adalah yang terpenting.
4. Semua agama mempunyai ajaran moral yang bersumber dari kitab suci masing-
masing. Ada prinsip-prinsip etika yang bersifat universal dan bersifat mutlak yang
dijumpai di semua agama, tetapi ada juga yang bersifat spesifik dan hanya ada
pada agama tertentu saja.

Setiap teori etika yang memperkenalkan konsep kewajiban tak bersyarat


diperlukan untuk mencapai tujuan tertinggi yang bersifat mutlak. Kelemahan teori etika
Kant terletak pada bagian tujuan tertinggi yang harus dicapai umat manusia walaupun ia
memperkenalkan etika kewajiban mutlak. Bila pemikiran etika hanya dikaitkan dengan
tujuan manusia yang berorientasi duniawi yang bersifat terbatas, maka akan tampak
bahwa ajaran moral akan selalu bersifat relatif. Ini logis karena hukum duniawi selalu
didasarkan atas dua kekuatan ekstrem yang berlawanan. Contoh: kekuatan yin dan yang.

D. ETIKA ABAD KE-20


Ringkasan ini diambil dari buku Etika Abad Kedua puluh karangan Fransz Magnis
Suseno (2006).

1. Arti Kata “Baik” Menurut George Edward Moore


Kata baik adalah kunci dari moralitas, namun Moore merasa heran tidak satupun
etikawan yang berbicara tentang kata baik seakan hal itu sudah jelas dengan sendirinya.
Menurut Moore, di sinilahletak permasalahan sehingga terjadi kekacauan dalam
menafsirkan kata baik. Ada banyak penafsiran tentang sesuatu yang dianggap baik, ada
yang menafsirkan kata baik sebagai nikmat (kaum hedonis),  keinginan individu (etika
egoisme, etika psikologis),  memenuhi kepentingan orang banyak (etika utilitarianisme),
memenuhi kehendak Allah (etika teonom), dan bahkan ada yang mengatakan kata baik
tidak mempunyai arti.
Kata baik tidak dapat didefinisikan.Suatu kata tidak dapat didefinisikan jika kata tersebut
tidak lagi terdiri atas bagian-bagian sehingga tidak dapat dianalisis. Jadi menurut Moore
kata baik tidak dapat didefinisikan.

2. Tatanan Nilai Max Scheller


Scheller membantah anggapan teori imperatif category Immanuel Kant yang
mengatakan bahwa hakikat moralitas terdiri atas kehendak untuk memenuhi kewajiban
karena kewajiban itu sendiri. Kewajiban bukanlah unsur primer, melainkan mengikuti apa
yang bernilai. Manusia wajib memenuhi sesuatu untuk mencapai sesuatu yang baik, dan
yang baik itu adalah nilai. Jadi inti dari tindakan moral adalah tujuan merealisasikan nilai-
nilai dan bukan asal memenuhi kewajiban saja. 
Nilai-nilai bersifat material dan apriori. Material lawan dari kata formal. Istilah
material dan formal sering dipakai dalam konteks ilmu hukum. Bersifat apriori artinya
kebenaran suatu nilai tersebut mendahului segala pengalaman. Menurut Scheller, ada
empat gugus nilai yang masing-masing mandiri dan berbeda antara satu dengan yang
lainnya, yaitu:
1. Nilai-nilai sekitar enak dan tidak enak.
2. Nilai nilai vital
3. Nilai rohani murni
4. Nilai-nilai sekitar roh kudus 

3. Etika Situasi Joseph Fletcher


Fletcher menentang prinsip etika yang bersifat mutlak. Menurutnya setip kewajiban
moral selalu bergantung pada situasi konkret. Suatu ketika berada dalam situasi tertentu
bisa jadi baik dan tepat, tetapi ketika berada dlam situasi yang lain bisa jadi jelek dan
salah. Jadi moralitas hanya dapat dipahami dalam situasi konkret, padahal situasi konkret
tidak selalu sama, sehingga etika Fletcher sering disebut etika situasi.

4. Pandangan Penuh Kasih Iris Murdoch


Teori Murdoch menyatakan bukan kemampuan otonom yang menciptakan nilai,
melainkan kemampuan untuk melihat dengan penuh kasih dan adil. Hanya pandangan
yang adil dan penuh kasih yang menghasilkan pengertian yang betul-betul besar.

5. Pengelolaan Kelakuan Byrrhus Frederic Skinner


Ilmu etika sekarang ini tidak maju jauh dari apa yang telah dikemukakan oleh Plato
dan Aristoteles. Skinner mengatakan bahwa pendekatan filsafat tradisional dan ilmu
manusia tidak memadai sehingga yang diperlukan bukanlah ilmu etika tetapi teknologi
kelakuan. Ide dasar skinner adalah menemukan cara mengubah perilaku. Apabila kita
dapat merekayasa kondisi-kondisi kehidupan seseorang, maka kita dapat merekayasa
kelakuannya. Filsafat dan ilmu-ilmu manusia lainnya hanya memfokuskan perhatian pada
inner state. Inner state adalah kesadaran manusia, pikiran, kehendak, perasaan, maksud,
cita-cita, sasaran dan tujuan-tujuannya, serta kehendak bebas dari dalam diri manusia itu
sendiri. Intinya, inner state saja tidak cukup untuk mengubah tingkat laku. Perlu adanya
rekayasa atas kondisi-kondisi kehidupan yang berasal dari luar diri manusia itu untuk
mengubah kelakuannya.

6. Prinsip Tanggung Jawab Hans Jonas


Jonas menekankan pentingnya dirancang etika baru yang berfokus pada tanggung
jawab. Intinya adalah kewajiban manusia untuk bertanggung jawab atas keutuhan kondisi-
kondisi kehidupan umat manusia di masa depan.

7. Kegagalan Etika Pencerahan Alasdair Macintyre


Menurut Macintyre etika pencerahan telah gagal karena pencerahan atas nama
rasionalitas justru telah membuang apa yang menjadi dasar rasionalitas setiap ajaran
moral, yaitu pandangan teologis tentang manusia. Yang dimaksud Macintyre adalah
pandangan dari Aristoteles sampai dengan padangan Thomas Aquinas bahwa manusia
sebenarnya mempunya tujuan hakiki dan hidup untuk mencapai tujuan itu. Moralitas
lantas mudah dipahami sebagai jalan ke tujuan hakiki tersebut. Dengan membuang tujuan
hakiki umat manusia dari ilmu etika, maka etika menjadi irrational. Jadi, Maclntyre
menganjurkan agar etika kembali pada paham teologis tentang manusia.

E. TEORI ETIKA DAN PARADIGMA HAKIKAT MANUSIA


Setelah mengulas berbagai filosofi, konsep tentang hakikat alam semesta dan hakikat
manusia, serta setelah mengupas pokok pikiran dan berbagai macam teori etika yang
berkembang, maka dapat dirangkum:
1. Sampai saat ini telah muncul beragam paham atau teori etika, dimana masing-
masing teori mempunyai pendukung dan penentang yang cukup berpengaruh.
2. Munculnya beragam teori etika karena perbedaan paradigma, pola pikir, atau
pemahaman tentang hakikat hidup sebagai manusia.
3. Hampir semua teori etika yang ada didasarkan atas paradigma tidak utuh tentang
hakikat manusia.
4. Semua teori yang seolah-olah saling bertentangan tersebut sebenarnya tidaklah
bertentangan.
5. Teori-teori yang tampak bagikan potongan-potongan terpisah ini dapat dipadukan
menjadi satu teori tunggal berdasarkan paradigma hakikat manusia secara utuh.
6. Inti dari etika manusia utuh adalah keseimbangan pada:
 Kepentingan pribadi, kepentingan masyarakat, dan kepentingan Tuhan.
 Keseimbangan moral materi (PQ dan IQ), modal sosial (EQ), dan modal
spiritual (SQ).
 Kebahagiaan lahir (duniawi), kesejahteraan masyarakat, dan kebahgiaan batin
surgawi.
 Keseimbangan antara hak (individu) dengan kewajiban kepada masyarakat
dan Tuhan.
Ringkasan berbagai teori etika dan hubungannya dengan paradigma hakikat manusia dan
kecerdasan.
Paradigma
Hakikat
No Teori Penalaran
Kriteria Etis Tujuan Hidup Manusia dan
Teori
Kecerdasan
1 Egoisme Tujuan dari Memenuhi Kenikmatan Hakikat tidak
tindakan kepentingan duniawi utuh (PQ, IQ)
pribadi secara indvidu
2 Utilitarianisme Tujuan dari Memberi Kesejahteraan Hakikat tidak
tindakan manfaat duniawai utuh (PQ, IQ,
bagi banyak masyarakat. EQ)
orang.
3 Deontologi- Tindakan itu Kewajiban Demi Hakikat tidak
Kant sendiri mutlak kewajiban itu utuh (IQ, EQ)
setiap orang sendiri
4 Teori Hak Tingkat Aturan Demi Hakikat tidak
kepatuhan tentang martabat utuh (IQ)
terhadap HAM kemanusiaan
HAM
5 Teori Disposisi Karakter Kebahagiaan Hakikat tidak
Keutamaan karakter posotif- duniawi dan utuh (IQ, EQ)
negatif mental
individu
6 Teori Teonom Disposisi Karakter Kebahagiaan Hakikat utuh
karakter dan mulia dan rohani, (PQ, IQ, EQ,
tingkat mematuhi mental, dan SQ)
keimanan kitab suci duniawi
agama
masing-
masing
individu dan
masyarakat

Cara lain untuk melihat hubungan berbagai teori etika yang ada dapat dilihat
dengan tabel :

NO. Teori/Dimensi Hubungan Teori


1. Tingkat kesadaran Hewani  Manusiawi  Transendental
2. Teori Tindakan Egoisme  Utilitarianisme  Teonom
3. Teori Hak dan Kewajiban Hak  Kewajiban
4. Teori Keutamaan Manusia Hina  Manusia Utama
5. Tujuan/Nilai Duniawi  Surgawi
6. Pemangku Kepentingan Individu  Masyarakat  Tuhan
7. Kebutuhan Maslow Fisik  Sosial  Aktualisasi Diri
8. Tingkat Perkembangan Hukuman  Prinsip
Kohlberg
9. Kecerdasan Convey PQ  IQ, EQ  SQ
10. Etika Nafis Psiko Etika  Sosio Etika  Teo Etika

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, dapat dibangun model


pengembangan teori etika berdasarkan paradigma/pemahaman atas hakikat manusia
sebagaimana dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Paradigma Acuan Acuan Teori


Hakikat Nilai/Tujuan Moral/Etika Tindakan
Manusia Hidup a

Realisasi Nilai Hidup Karakter Kebiasaan

Nilai-nilai tersebut melatarbelakangi setiap paham/teori etika dan norma moral


yang ada. Teori dan norma moral ini selanjutnya menjadi pedoman dalam setiap tindakan
yang dilakukan. Tindakan-tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang akan
membentuk kebiasaan; kebiasaan akan membentuk karakter; dan karakter menentukan
seberapa efektif nilai-nilai yang diharapkan dapat tercapai.

Teori egoisme berangkat dari pemikiran para penganutnya bahwa makna hidup
setiap orang adalah untuk merealisasikan kepentingan diri secara individu. Di sini yang
dikejar adalah nilai-nilai kenikmatan duniawi secara individu.

Di lain pihak, ada pemahaman lain tentang hakikat manusia. Manusia diciptakan
bukan untuk menikamati kebahagiaan duniawi, tetapi untuk mencapai nilai-nilai tertinggi
dalam bentuk kebahagiaan surgawi (kebahagiaan hidup di akhirat). Pola piker inilah yang
melatarbelakangi munculnya teori teonom-suatu teori yang lebih menekankan pada
pencapaian kebahagiaan di akhirat.

Teori utilitarianisme juga dilandasi oleh pola piker hakikat manusia untuk mencapai
kebahagiaan duniawi, sama seperti egoisme. Teori egoisme lebih menekankan pada
kepentingan individu, sedangkan teori utilitarianisme lebih menekankan pada kepentingan
kelompok/masyakarakat.

Dalam mengupayakan kebahagiaan, teori hak dan teori kewajiban (deontologi)


mencoba mengulas dari sudut pandang antara hak dan kewajiban individu dengan hak
dan kewajiban individu dengan hak dan kewajiban masyarakat. Teori deontologi lebih
menekankan pentingnya kewajiban setiap orang, sedangkan teori hak lebih menyoroti dari
sisi hak setiap orang. Teori keutamaan lebih menyoroti karakter manusia daripada
moralitas tindakan.

1. Tantangan ke Depan Etika sebagai Ilmu

Etika sebagai ilmu mencoba menjelaskan perilaku manusia dalam konteks sebatas
makna hidup duniawi umat manusia dengan mengabaikan sama sekali aspek kesadaran
spiritual dalam diri manusia. Perkembangan ilmu etika menjadi salah kaprah karena hanya
dilandasi oleh hakikat manusia tidak utuhsuatu paradigma tentang hakikat manusia
yang hanya mengandalkan kekuatan pikiran untuk mencari kebenaran, mengejar makna
hidup duniawi, dan melupakan potensi kekuatan spiritual, kekuatan tak terbatas, kekuatan
Tuhan dalam diri manusia tersebut.

Ilmu etika ke depan hendaknya didasarkan atas paradigm manusia utuh, yaitu
suatu pola pikir yang mengutamakan integrasi dan keseimbangan pada:

a. Pertumbuhan PQ, IQ, EQ, dan SQ.


b. Kepentingan individu, kepentingan masyarakat, kepentingan Tuhan.
c. Keseimbangan tujuan lahiriah (duniawi) dengan tujuan rohaniah (spiritual).
Pada tahap kesadaran trasendental, manusia telah mencapai nilai tertinggi hakikat
manusia, yaitu manusia tercerahkan yang sebagian besar hidupnya telah dipersembahkan
untuk melayani Tuhan dan ia tidak lagi tertarik/melekat pada hal-hal yang bersifat duniawi.

Dalam upaya mengejar tujuan hidup yang bersifat duniawi tersebut jangan sampai
melupakan pengembangan kesadaran spiritual yang diperlukan pada tahap ini adalah
keseimbangan dalam pengembangan aspek fisik, mental , dan spiritual. Etika harus
dimaknai sebagai pedoman perilaku menuju peningkatan semua kecerdasan dan
kesadaran manusia secara utuh, yaitu pertumbuhan dan pemenuhan kebutuhan fisik
(PQ), kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan sosial (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).

Dari uraian mengenai cara membangun manusia utuh yang telah dikemukakan, dapat
disimpulkan bahwa sebenarnya semua teori etika yang pada awal kemunculannya
bagikan potongan-potongan terpisah dan berdiri sendiri, ternyata dapat dipadukan karena
sifatnya yang saling melengkapi. Inti dari hakikat manusia utuh adalah keseimbangan,
yang bisa diringkas sebagai berikut:

a. Keseimbangan antara hak (teori hak) dan kewajiban (teori deontologi).


b. Keseimbangan tujuan duniawi (teori teologi) dan rohani (teori teonom).
c. Keseimbangan antara kepentingan individu (teori egoism) dan kepentingan
masyarakat (teori utilitarianisme).
d. Gabungan ketiga butir di atas akan menentukan karakter seseorang (teori
keutamaan).
e. Hidup adalah suatu proses evolusi kesadaran. Teori perkembangan moral
Kohlberg menjelaskan proses evolusi kesadaran ini. Teori-teori etika yang ada
dapat dianalogikan dengan alur proses evolusi kesadaran, yaitu: hak (egoisme)
utilitarianismekewajiban (deontologi) teonomkeutamaan (virtue).
Hakikat Ekonomi dan Bisnis

Tugas Mata Kuliah

Etika Bisnis dan Profesi

Oleh :

Kelompok 9

Savira Nur Aldira (190810301031)

Jessica Tabitha N (190810301066)

Zulfa Puspita Sari (190810301132)

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Jember

2020
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Ekonomi
Ekonomi berasal dari kata Yunani oikonomia yang berarti pengelolaan rumah
(Capra, 2002). Yang dimaksud dengan pengelolaan rumah adalah cara rumah tangga
memperoleh dan menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup (fisik)
anggota rumah tangganya. Sehingga berkembang disiplin ilmu ekonomi sebagai ilmu yang
berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Ilmu ekonomi berkembang berdasarkan asumsi dasar yang masih dipegang
hingga saat ini, yaitu adanya kebutuhan (needs) manusia yang tidak terbatas dihadapkan
pada sumber daya yang terbatas (scarce resources) sehingga menimbulkan persoalan
bagaimana mengekploitasi sumber daya yang terbatas tersebut secara efektif dan efisien
guna memenuhi kebutuhan manusia yang tak terbatas. Dengan demikian, ilmu ekonomi
berkepentingan dalam mengembangkan konsep, teori, hukum, sistem, dan kebijakan,
ekonomi yang bertujuan meningkatkan kemakmuran masyarakat.
Ilmu ekonomi modern dewasa menanamkan paradigma hakikat manusia, sebagai
berikut:
1. Manusia adalah makhluk ekonomi.
2. Manusia mempunyai kebutuhan tak terbatas.
3. Dalam upaya merealisasikan kebutuhannya, manusia bertindak rasional.
Dampak dari paradigma ini adalah:
1. Tujuan hidup manusia hanya mengejar kekayaan materi dan melupakan tujuan
spiritual.
2. Manusia cenderung hanya mempercayai pikiran rasionalnya dan mengabaikan
adanya potensi kesadaran transendental (kesadaran spiritual, kekuatan tak
terbatas, Tuhan) yang dimiliki manusia
3. Mengajarkan bahwa sifat manusia itu serakah.

B. ETIKA DAN SISTEM EKONOMI


Sistem ekonomi adalah jaringan berbagai unsur yang terdiri atas pola pikir,
konsep, teori, asumsi dasar, kebijakan, infrastruktur, institusi, seperangkat hukum,
pemerintahan, negara, rakyat, dan unsur terkait lainnya yang semuanya ditujukan untuk
meningkatkna produksi dan pendapatan masyarakat. Paham sistem ekonomi ekstrem
yang berkembang, yaitu:
1. Ekonomi kapitalis
Dikembangkan oleh negara-negara Barat yang dipelopori Amerika Serikat dan
Inggris serta sekutu-sekutunya, seperti Belanda, Jerman Barat, Perancis, Australia,
dsb.
Inti dari paham ekonomi kapitalis adalah adanya kebebasan individu untuk
memiliki, mengumpulkan, dan mengusahakan kekayaan secara individu.
Teori kebebasan (liberalisme) pertama kali diperkenalkan oleh John Locke, dalam
hal kepemilikan kekayaan, manusia memiliki 3 kodrat dasar yang harus dihormati,
yaitu life, freedom, dan property (Bartens, 2000).
Dua ciri pokok sistem ekonomi kapitalis: liberalisme kepemilikan dan dukungan
ekonomi pasar bebas.
2. Ekonomi komunis
Berkembang di bekas negara Uni Soviet beserta sekutu-sekutunya seperti Jerman
Timur dan negara-negara Eropa Timur lainnya – RRC di Asia, dan Kuba di benua
Amerika.
Karl Marx sangat menentang sistem kapitalis. Perhatian utama adalah
kemakmuran masyarakat secara keseluruhan dan bukan kemakmuran orang per
orang, oleh sebab sering disebut sistem ekonomi sosialis.

Penggabungan antara dari kedua sistem tersebut oleh Soekarno disebut


Pancasila, sedangkan Mohammad Hatta memperkenalkan koperasi sebagai salah satu
wadah ekonomi rakyat yang paling sesuai dengan falsafah Pancasila. Pokok-pokok pikiran
falsafah Pancasila, yaitu:
1. Tujuan: mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera (sila ke-5).
2. Landasan operasional: kepercayaan kepada Tuhan YME sebagai landasan
spiritual (sila ke-1), HAM (sila ke-2), persatuan/kebersamaan rakyat dalam wilayah
Indonesia (sila ke-3), dan kearifan demokrasi (sila ke-4).

Jika diperhatikan, falsafah Pancasila sebenarnya dilandasi oleh semua teori etika,
yaitu:
1. Teori teonom (sila ke-1)
2. Teori egoisme/teori hak (sila ke-2)
3. Teori deontologi, teori kewajiban (sila ke-3 dan ke-4)
4. Teori utilitarianisme/Saltruisme (sila ke-5)

Etika dan Sistem Ekonomi Komunis


Tujuan sistem ekonomi komunis adalah untuk memeratakan kemakmuran
masyarakat dan menghilangkan eksploitasi oleh majikan, pemilik modal terhadap kaum
buruh. Tujuan pemerataan kemakmuran tidak tercapai. Kesenjangan kekayaan mencolok
antara oknum pejabat pemerintahan (yang juga merupakan pemimpin partai komunis)
dengan rakyatnya. Alasan kegagalan ekonomi komunis, yaitu:
1. Sistem ekonomi komunis didasarkan atas hakikat manusia tidak utuh yaitu tidak
mengakui Tuhan YME sebagai sumber kekuatan tak terbatas dan hanya
mengandalkan kekuatan pikiran dalam memecahkan persoalan hidup di dunia.
2. Alat-alat produksi dan kekayaan individu tidak diakui
3. Produktivitas tenaga kerja sangat rendah karena rakyat yang bekerja untuk negara
tidak termotivasi untuk bekerja lebih giat
4. Keadaan perekonomian negara-negara Blok Komunis semakin memburuk karena
terjadi pemborosan kekayaan negara, terutama untuk memproduksi senjata yang
dipaksakan dalam rangka perang dingin menghadapi negara-negara Blok Barat

Etika dan Sistem Ekonomi Kapitalis


Perekonomian negara Barat dan Jepang yang menganut ekonomi kapitalis tumbuh
jauh lebih cepat melampaui pertumbuhan ekonomi negara-negara komunis.
Dalam sistem ekonomi kapitalis tujuan manusia direndahkan hanya untuk mengejar
kemakmuran ekonomi (fisik) semata dan mengabaikan kekuatan Tuhan. Pertumbuhan
ekonomi di Barat tidak didasari asas moralitas dan ketuhanan. Sistem ekonomi kapitalis
yang berkembang di negara-negara Barat telah melahirkan perusahaan-perusahaan
multinasional dengan ciri-ciri:
1. Kekayaan mereka sudah demikian besar, bahkan sudah melewati pendapatan
negara-negara yang sedang berkembang.
2. Kekuasaan para pemiliknya telah melewati batas-batas wilayah suatu negara.
Bahkan tidak jarang mereka ini mampu mengendalikan kebijakan aparat
pemerintah dan legislatif di negara-negara di mana perusahaan ini berada demi
keuntungan perusahaan-perusahaa tersebut.
Akibat dari sistem ekonomi kapitalis yang dirasakan saat ini, antara lain:
1. Terjadi pemanasan global dan kerusakan lingkungan di bumi akibat kerakusan
para pemilik modal yang didukung oleh aparat pemerintah.
2. Terjadi ketidakadilan distribusi kekayaan yang mengakibatkan timbulnya
kesenjangan kemakmuran yang makin tajam.
3. Ancaman kekerasan, konflik antar negara, kemiskinan, dan pengangguran makin
meluas.
4. Korupsi, kejahatan kerah putih, dan penyalahgunaan kekuasaan untuk mengejar
kekayaan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang banyak telah meluas
bukan saja di negara-negara miskin, tetapi juga di negara-negara maju.
5. Penyalahgunaan obat-obat terlarang, perjudian, kebebasan seks, pembunuhan,
perampokan, pencurian, dan tindakan-indakan amoral lainnya makin meluas baik
di negara maju maupun negara miskin.
6. Gaya hidup modern yang boros dan terlalu konsumtif, penumpukan harta
kekayaan yang jauh melampaui ukuran yang normal, serta pamer kemewahan dan
kekayaan menjadi ciri yang sangat menonjol.
7. Munculnya tanda-tanda tekanan mental dan psikologis, seperti stres, kasus bunuh
diri, tindakan anarkis massal, pembunuhan karena masalah sepele, percecokan
dan perceraian rumah tangga, dan kasus sejenisnya sudah makin meluas.
8. Penyakit akibat gaya hidup modern, seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi,
HIV/AIDS, dan penyakit sejenisnya makin mengancam umat manusia.

Etika dan Sistem Ekonomi Pancasila


Sistem ekonomi Pancasila memadukan hal-hal positif sistem ekonomi komunis dan
kapitalis. Ciri keadilan dan kebersamaan paada sistem ekonomi pancasila diambil dari
sistem komunis; ciri hak dan kebebasan individu diambil dari sistem kapitalis; ditambah ciri
ketiga yang tidak ada pada kedua sistem, yaitu kepercayaan pada Tuhan YME dan
memberikan rakyat kebebasan memeluk agama sesuai keyakinan masing-masing.
Bangsa Indonesia yang menerapkan sistem Ekonomi Pancasila yang secara
konseptual lebih baik tetapi sampai saat ini sebagian besar rakyatnya masih miskin karena
perekonomian Indonesia dibangun berlandaskan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Korupsi adalah menyalahgunakan wewenang, fasilitas, dan kekayaan negara untuk
memperkaya diri sendiri. Kolusi adalah kerja sama oknum pejabat negara dengan
pemimpin perusahaan milik negara maupun swasta untuk menyalahgunakan kekayaan
negara demi kepentingan perusahaan tersebut dengan cara memberikan suatu imbalan
oleh perusahaan kepada pejabat negara tersebut. Nepotisme adalah model perekrutan
karyawan yang dilakukan perusahaan maupun negara, yang lebih memilih anggota
keluarga, kerabat, suku, kelompok, dan sejenisnya dari oknum pejabat negara atau oknum
pimpinan perusahaan tersebut dan tidak memberikan peluang adil bagi calon yang
mempunyai potensi dan kemampuan.

Etika dan Sistem Ekonomi


Sistem ekonomi seharusnya bersifat etis karena semua sistem ekonomi bertujuan
meningkatkan produksi dan pendapatan untuk memakmurkan masyarakat. Tetapi
pengimplementasian komunis, kapitalis, dan Pancasila memunculkan dampak negatif
serupa. Dampak yang paling mudah dilihat adalah kerusakan lingkungan, kesenjangan
dan ketidakadilan, korupsi, kolusi, manipulasi yang dilakukan pejabat pemerintah dan
kalangan manajemen/pemilik perusahaan.
Kesimpulannya adalah sistem ekonomi apa pun dapat saja memunculkan banyak
persoalan yang bersifat tidak etis. Etis tidaknya suatu tindakan lebih disebabkan tingkat
kesadaran individual para perilaku dalam aktivitas ekonomi (oknum birokrasi, pejabat
negara, pemimpin perusahaan), bukan pada sistem ekonomi yang dipilih oleh suatu
negara. Di sini yang berperan adalah tingkat kesadaran dalam memaknai hakikat dirinya—
hakikat manusia sebagai manusia utuh atau manusia tidak utuh.

C. PENGERTIAN DAN PERANAN BISNIS


Aktivitas bisnis sudah ada sejak manusia ada di bumi ini. Pada zaman dahulu,
kegiatan bisnis manusia adalah berburu dan mengumpulkan barang-barang yang
disediakan oleh alam. Contoh: kayu dijadikan perumahan. Seiring pertumbuhan
peradaban dan perkembangan zaman, maka timbul pertukaran barang antar kelompok
(barter). Dengan diperkenalkannya uang sebagai alat tukar dan ditunjang kamajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, saat ini tidak ada satu negara yang mampu memenuhi
seluruh kebutuhan barang dan jasanya sendiri.
Aktivitas bisnis bukan saja kegiatan dalam rangka menghasilkan barang dan jasa
tetapi juga termasuk kegiatan mendistribusikan barang dan jasa tersebut ke pihak-pihak
yang memerlukan. Kegiatan bisnis menjadi sumber APBN, lapangan pekerjaan dan
sumber penghasilan.
Namun masih dijumpai pandangan pro dan kontra mengnai etis atau tidaknya
suatu aktivitas bisni. Menurut Sonny Keraf (1998) yaitu pandangan realistis dan
pandangan idealis. Pandangan praktis-realistis melihat tujuan bisnis adalah untuk mencari
keuntungan bagi pelaku bisnis, sedangkan aktivitas produksi dan distribusi barang
merupakan sarana/alat untuk merealisasikan keuntungan tersebut. Pandangan idealis
adalah suatu pandangan di mana tujuan bisnis yang terutama adalah menghasilkan dan
mendistribusikan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan
keuntungan yang diperoleh merupakan konsekuensi logis dari kegiatan bisnis tersebut.
Dua sudut pandang yang berbeda tentang bisnis ini mempunyai konsekuensi yang
berbeda. Pandangan praktis-realistis atas bisnis muncul dari individu yang paham
moralitasnya didominasi oleh teori etika egoisme atau teori hak. Paham idealisme dalam
bisnis muncul dari individu yang paham moralitasnya didominasi oleh teori deontologi,
teori keutamaan dan teori teonom.
Penjelasan isu pro dan kontra dalam aktivitas bisnis jika dilihat dari sudut pandang
etika dapat dijelaskan melalui pemikiran Lawrence, Weber, Post (2005) tentang budaya
etis, yaitu pemahaman tak terucap dari semua karyawan (pelaku bisnis) tentang perilaku
yang dapat dan tidak dapat diterima. Yang menentukan derajat keetisan atau budaya etis
dari suatu tindakan bisnis adalah orang kunci dibelakang kegiatan bisnis itu sendiri bukan
bisnis itu sendiri. Komponen-komponen budaya etis:
Kriteria Etis Fokus
Individu Perusahaan Masyarakat
Egoisme Kepentingan diri Kepentingan Efisiensi ekonomi
(pendekatan (self-interest) perusahaan
berpusat pada (company interest)
kepentingan diri)
Benevolence Kepentingan Kepentingan tim Tanggung jawab
(pendekatan Bersama (team interest) sosial (social
berpusat pada (friendship) responsibility)
kepentingan
orang lain)
Principles Moralitas pribadi Prosedur dan Kode etik dan
(pendekatan (personal morality) peraturan hukum
berpusat pada perusahaan
prinsip integritas)

D. LIMA DIMENSI BISNIS


Kegiatan bisnis dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu: ekonomi, etika, hukum, sosial,
dan spiritual.

Dimensi Ekonomi
Dari sudut pandang ekonomi, bisnis adalah kegiatan produktif dengan tujuan
memperoleh keuntungan. Keuntungan adalah ukuran tingkat efisiensi perusahaan karena
keuntungan menggambarkan hasil yang diperoleh setelah dikurangi harta yang
dikorbankan. Bisnis merupakan tulang punggung kegiatan ekonomi; tanpa bisnis tidak ada
kegiatan ekonomi. Keuntungan diperoleh berdasarkan rumus yang sudah jamak
dikembangkan oleh para akuntan, yaitu penjualan dikurangi HPP dan beban-beban. Bagi
akuntan, HPP dan beban adalah harta yang telah dikorbankan/dimanfaatkan untuk
menciptakan penjualan pada periode ini sehingga sering disebut expired cost of assets.
Harta adalah sumber daya ekonomis yang masih mempunyai manfaat untuk menciptakan
penjualan pada periode mendatang, sering disebut unexpired cost. Para ekonom lebih
suka menggunakan istilah faktor-faktor produksi daripada harta. Faktor produksi terdiri dari
tanah, tenaga kerja, modal, dan wirausahawan.

Dimensi Etis
Sudut pandang kesadaran hewani (egoisme) menilai bahwa suatu tindakan
dianggap etis bila tindakan itu bermanfaat/menguntungkan bagi diri invidu/seseorang, dan
suatu tindakan dianggap tidak etis bila merugikan diri individu yang bersangkutan. Dari
sudut pandang spiritual, suatu tindakan dinilai etis jika tindakan tersebut bermanfaat bagi
diri individu, masyarakat, dan alam serta sesuai dengan ajaran/perintah agama.
Pertama, kegiatan besinis adalah kegiatan produktif, artinya kegiatan
menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk kebutuhan seluruh umat
manusia. Kedua, bila dilihat dari pihak yang memperoleh manfaat dari keuntungan suatu
kegiatan bisnis (masalah keadilan dalam distribusi keuntungan) dan tindakan bisnis dalam
merealisasikan keuntungan itu, isu etika muncul untuk memberikan penilaian atas dampak
negatif yang ditimbulkan bagi masyarakat dan lingkungan alam (merugikan orang lain atau
menimbulkan kerusakan lingkungan).

Dimensi Hukum
Hukum dibuat oleh negara atau beberapa negara melalui suatu mekanisme formal
yang sesuai dengan konstitusi/aturan internasional dan mengikat seluruh warga negara
suatu negara atau lebih dari satu negara bila hukum/peraturan itu diratifikasi oleh lebih
dari satu negara. Aturan etika biasanya dibuat oleh suatu organisasi profesi untuk
mengatur perilaku anggota organisasi profesi untuk mengatur perilaku organisasi profesi
tersebut.
Dalam kaitannya dengan tinjauan dari aspek hukum ini, De George (dalam Sonny
Keraf,1998) membedakan dua macam pandangan tentang status perusahaan, yaitu legal
creator dan legal recognition. Dari sudut pandang lendang creator, perusahaan diciptakan
secara legal oleh negara sehingga perusahaan adalah sebuah badan hukum. Sangat
berbeda dengan pandangan perusahaan sebagai legal creator, pada sudut pandang legal
cerognition perusahaan bukan diciptakan atau didirikan oleh negara, melainkan oleh
orang atau sekolompok orang yang mempunyai kepentingan untuk memperoleh
keuntungan, bukan untuk melayani kebutuhan masyarakat.

Dimensi Sosial
Perusahaan saat ini sudah berkembang menjadi suatu sistem terbuka yang sangat
kompleks. Sebagai suatu sistem, artinya di dalam organisasi perusahaan terdapat
berbagai elemen, unsur, orang, dan jaringan yang saling terhubung (interconnected),
saling berinteraksi (interacted), saling berhubungan bergantung (interpended), dan saling
berkepentingan.
Sebagai sistem terbuka, artinya keberadaan perusahaan ditentukan bukan saja
oleh elemen-elemen yang ada di dalam perusahaan atau yang sering disebut faktor
internal, seperti: sumber daya manusia (tenaga kerja, manajer, eksekutif) dan sumber
daya non-manusia (uang, peralatan, bangunan, dan sebagainya), tetapi juga oleh faktor-
faktor di luar perusahaan atau yang sering faktor eksternal, yang juga terdiri atas dua
elemen, yaitu: faktor manusia dan non-manusia.
Bila perusahaan dilihat dari dimensi sosial, tujuan pokok keberadaan perusahaan
adalah untuk menciptakan barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat, sedangkan
keuntungan akan datang dengan sendirinya bila perusahaan mampu melayani kebutuhan
masyarakat. Pandangan ini selanjutnya akan melahirkan paradigm dan konsep
stakeholders dalam mengelola perusahaan.

Dimensi Spirutual
Dalam agama Islam dijumpai suatu ajaran bahwa menjalankan kegiatan bisnis itu
merupakan bagian dari ibadah, asalkan kegiatan bisnis (ekonomi) diatur berdasarkan
wahyu yang tercantam dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul (Dawam Rahardjo, 1990).
Nyoman S. Pendit (2002) mengemukakan bahwa dalam Bhagavadgitayang
merupakan salah satu dari lima kitab suci Hindudikemukakan empat cara untuk
berhubungan dengan Tuhan, dan keempatnya merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan, yaitu: bakti yoga (jalan kebaktian, sembahyang, dan kasih sayang), karma
yoga (jalan tindakan/kerja), jnana yoga (jalan ilmu pengetahuan), dan raja yoga (jalan
meditasi, zikir).
Menurut Peschke S.V.D (2003), dalam agama Kristen dijumpai suatu pandangan
bahwa hakikat tujuan hidup tertinggi umat manusia adalah untuk memuliakan Allah di
surga. Selanjutnya Paschke S.V.D mengatakan bahwa manusia dipanggil untuk
menguasai dunia dan segenap isinya serta mengolah dan merawatnya. Pandangan ini
menjadi dasar pembenaran bahwa kegiatan bisnis itu bukan saja tidak bertentangan
dengan ajaran agama, tetapi justru manusia diberi wewenang untuk mengolah dunia
asalkan dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Kegiatan bisnis yang spiritual tumbuh berdasarkan paradigm sebagai berikut:
a. Pengelola dan pemangku kepentingan (stakeholders) menyadari bahwa kegiatan
bisnis adalah bagian dari ibadah (God devotion).
b. Tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejahteraan semua pemangku
kepentingan atau masyarakat (prosperous society).
c. Dalam menjalankan aktivitas bisnis, pengelola mampu menjamin kelestarian alam
(planet conservation).
Secara lebih jelas, peraan bisnis yang spiritual dapat digambarkan pada gambar di
bawah ini.

Ibadah (God Devotion)

Bisnis
(Profit)

Alam Lestari (Planet Masyarakat Sejahtera


Consevation) (Prosperous Society

A. PENDEKATAN PEMANGKU KEPENTINGAN (SKATEHOLDERS)


Dari sudut pandang pengelola perusahaan(manajemen), dijumpai beberapa
paradigma berkaitan dengan peran dan tanggung jawab manajemen dalam mengelola
perusahaan. Dalam dunia akuntansi, wujud peran dan tanggung jawab manajemen ini
tercermin dalam beberapa teori yang berkaitan dengan pemangku kepentingan, yaitu:
teori kepemilikan, teori entitas, teori dana, teori komando, teori perusahaan, dan teori
ekuitas sisa. Pemangku kepentingan adalah semua pihak yang mempengaruhi
keberadaan perusahaan dan/atau dipengaruhi oleh tindakan perusahaan. Selanjutnya
lawrence, weber, dan post membagi pemangku kepentingan ke dalam dua golongan, yaitu
pemangku kepentingan pasar, dan pemangku kepentingan non pasar.

Hubungan perusahaan dengan para pemangku kepentingan :

1. Kelompok sekunder.
2. Masyarakat.
3. Kelompok primer.
4. Pemerintah.
5. Pemodal.
6. Perusahaan.
7. Pemasok.
8. Pelanggan.
9. Karyawan.
10. Aktiva lingkungan.
11. Media massa.
12. Kelompok sekunder.
13. Masyarakat.
14. Kelompok primer.
15. Pemerintah.
16. Pemodal.
17. Perusahaan.
18. Pemasok.
19. Pelanggan.
20. Karyawan.
21. Aktiva lingkungan.
22. Media massa.
B. TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY – CSR)
Pengertian CSR

Sesuai dengan namanya, CSR berarti  “tanggung jawab sosial perusahaan”.


Dengan kata lain, CSR merupakan bentuk tanggung jawab sosial dari pemegang
kekuatan suatu perusahaan yang diwujudkan dengan memberikan kontribusi kepada
masyarakat sekitar/lingkungan.

Di Indonesia, makna CSR dapat dilihat dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang
perseroan terbatas (UUPT) pasal 1 ayat 3 yang berbunyi seperti:

Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perusahaan untuk


berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas
hidup dan lingkungan yang bermanfaat, baik untuk perusahaan itu sendiri, masyarakat
setempat, dan masyarakat pada umumnya.

Berikut dibawah ini pengertian CSR Menurut para ahli:

a. Wibisono (2007:7) Menurut Wibisono dalam bukunya yang berjudul  ” membedah


konsep dan aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility) “, Wibisono
menjelaskan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan komitmen
berkelanjutan dari perusahaan untuk bertindak secara etis dan berkontribusi
terhadap perkembangan ekonomi masyarakat setempat atau masyarakat luas,
serta meningkatkan taraf hidup karyawan dan keluarga mereka.
b. Suharto (2007:16) Melalui bukunya yang berjudul  “pekerjaan sosial di dunia
industri: Memperkuat tanggung jawab sosial perusahaan”, Soeharto menyatakan
bahwa CSR adalah operasi bisnis yang tidak hanya untuk meningkatkan
keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi juga untuk pengembangan sosio-
ekonomi daerah, secara holistik dan berkelanjutan. Dalam konteks pemberdayaan,
CSR merupakan bagian dari kebijakan perusahaan yang secara profesional dan
instittual diimplementasikan. CSR kemudian identik dengan CSP, yaitu Roadmap
dan strategi perusahaan yang mengintegrasikan tanggung jawab sosial
perusahaan dengan tanggung jawab sosial, hukum dan etika.
c. Kotler dan Nancy (2005) Menurut Kotler dan Nancy Corporate Social
Responsibility atau CSR didefinisikan sebagai komitmen perusahaan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui praktik bisnis yang baik dan
menyumbangkan beberapa sumber daya perusahaan.
d. Fraderick Menurut Fraderick et al. arti CSR dapat ditafsirkan sebagai prinsip yang
menjelaskan bahwa perusahaan harus bertanggung jawab atas efek yang timbul
dari setiap tindakan dalam masyarakat dan lingkungannya.
e. Kicullen dan Kooistra Menurut Kicullen dan Kooistra, arti CSR adalah tingkat
tanggung jawab moral yang dianggap berasal dari perusahaan di luar sesuai
dengan hukum negara.

Pengenalan konsep CSR ini merupakan upaya untuk lebih memperjelas atau
mempertegas konsep stakeholders yang sudah ada. Berangkat dari konsep 3P yang
dikemukakan oleh elkington, konsep CSR sebenarnya ingin memadukan tiga fungsi
perusahaan secara imbang yaitu:

1. Fungsi Ekonomis : Fungsi ini merupakan fungsi tradisonal perusahaan, yaitu


untuk memperoleh keuntungan(profit) bagi perusahaan.
2. Fungsi Sosial : Perusahaan menjalankan fungsi ini melalui pemberdayaan
manusianya, yaitu  para pemangku kepentingan(people) baik pemangku
kepentingan primer maupun pemangku ke[entingan sekunder. Selain itu, melalui
fungsi ni perusahaan berperan menjaga keadilan ndalam membagi manfaat dan
menanggung beban yang ditimbulkan dari aktivitas  perusahaan.
3. Fungsi Alamiah : Perusahaan berperan dalam menjaga kelestarian alam(planet).
Perusahaan hanya merupakan salah satu elemen dalam system kehidupan di
bumi ini. Bila bumi ini dirusak maka seluruh bentuk kehidupan di bumi akan
terancam musnah. Bila tidak ada kehidupan, bagaimana mungkin akan ada
perudahaan yang masih bertahan hidup?

Tingkat atau Lingkup Keterlibatan CSR


Walaupun sudah banyak perusahaan yang menyadari pentingnya untuk
menajalankan CSR, namun masih ada juga yang keberatan untuk menjalankannya.
Bahkan di antara mereka yang setuju agar perusahaannya menjalankan CSR, masih
terdapat perbedaan dalam memaknai tingkat keterlibatan perusahaan dalam menjalankan
program CSR. Pada akhirnya, keberhasilan CSR dan cakupan program CSR yang
dijalankan akan ditentukan oleh tingkat kesadaran para pelaku bisnis dan para pemangku
kepentingan terkait lainnya. Ada tiga tingkat kesadaran yang dimiliki oleh seseorang yaitu,
tingkat kesadaran hewani, tingkat kesadaran manusiawi, dan tingkat kesadaran
transedental. Mereka yang masih berkeberatan dengan program CSR ini dapat dikatakan
bahwa mereka masih mempunyai tingkat kesadaran hewani,dan masih menganut teori
etika egoisme. Program CSR akan berjalan efektif bila para  pihak yang terkait dalam
bisnis (oknum pengelola, pemerintah, dan masyarakat) sudah mempunyai tingkat
kesadaran manusiawi atau transedental, serta menganutteori-teori etika dalam koridor
utilitarianisme, deontologi, keutamaan, dan teonom.
 
Lawrence, Weber, dan Post (2005) melukiskan tingkat kesadaran ini dalam bentuk
tingkat keterlibatan bisnis dengan para pemangku kepentingan dalam beberapa tingkatan
hubungan, yaitu : inactive, reactive, proactive, dan interactive.
1. Perusahaan yang inactive sama sekali mengabaikan apa yang menjadi perhatian
pihak  pemangku kepentingan.
2. Perusahaan yang reactive hanya bereaksi bila ada ancaman atau tekanan yang
diperkirakan akan mengganggu perusahaan dari pihak pemangku kepentingan
tertentu.
3. Perusahaan yang proactive akan selalu mengantisipasi apasaja yang menjadi
kepedulian para  pemangku kepentingan, sedangkan
4. Perusahaan yang interactive selalu membuka diri dan mengajak para pemangku
kepentingan untuk berdialog setiap saat atas dasar saling menghormati, saling
memercayai, dansaling menguntungkan.
PRO dan KONTRA terhadap CSR

Sebagimana telah diungkap sebelumnya, masih banyak pihak yang menentang


implementasi CSR walaupun telah banyak pelaku bisnis dan pemangku kepentingan
terkait yang menyadari dan menyetujui pentingnya perusahaan untuk melaksanakan
program CSR. Proses lahirnya Undang-undang Perseroan Terbatas di Indonesia-yang
dalam salah satu pasalnya (Pasal 74) mewajibkan perusahaan untuk menjalankan
tanggung jawab social dan lingkungan-telah menimbulkan kontroversi pro dan kontra. Ini
menunjukkan bahwa para pelaku bisnis-khususnya di Indonesia- belum banyak yang
mendukung program CSR ini. Tidak sulit memperoleh fakta untuk mendukung fenomena
ini. Lihat saja misalnya kasus Lumpur Lapindo Brantas di Sidoarjo,kasusu Freeport di
Papua, kerusakan hutan lumpuhnya bandara Internasional Soekarno-Hatta dan akses
jalan tol ke bandara karena banjir dan, sebagainya. Semua ini ada hubungannya dengan
aktivitas bisnis yang tidak peduli dengan lingkungan social dan alam sekitar.
Ketersendatan pelaksanaan CSR ini tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi juga hamper di
semua Negara termasuk Negara-negara maju.
Pada konferensi tentang pemanasan global yang dihadiri oleh hamper semua
Negara di dunia pada akhir tahun 2007 di Bali, semua Negara menyadari dan sepakat
bahwa pemanasan global yang terjadi dewasa ini disebabkan oleh kelalaian umat
manusia pada umunya dan masyarakat bisnis pada khususnya dalam menjaga kelestarian
alam. Namun memasuki sesi perundingan mengenai bagaimana mengatasi filantropi
pemanasan global ini, timbullah perdebatan sengit dan berlarut-larut yang justru
hambatannya dating dari Negara-negara maju yang dipelopori oleh Amerika Serikat. Hal
ini tidk mengherankan karena bila membicarakan program CSR, berarti membawa
konsekuensi biaya yang harus dipikul dalam menanggulangi kerusakan lingkungan.
Akhirnya disini muncul kermbali egoism Negara atau egoism kelompok usahawan besar
yang kurang menyadari pentingnya tindakan bersama dalam menyelamatkan lingkungan
hidup.

Sonny Keraf (1998) telah mencoba menginvetarisasi alasan-alasan bagi yang


mendukung dan menentang perlunya perusahaan menjalankan program CSR.

Alasan Menentang CSR :


a. Tidak semua perusahaan mempunyai tenaga yang terampil dalam
menjalankan kegiatan sosial.
b. Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari keuntungan,
bukan merupakan lembaga sosial.
c. Perhatian management perusahaan akan terpecah dan akan membingungkan
mereka bila perusahaan dibebani banyak tujuan

Alasan Mendukung CSR :

a. Kesadaran yang meningkat dan masyarakat yang makin kritis terhadap dampak
negatif dari tindakan perusahaan yang merusak alam.
b. Sumberdaya alam yang semakin terbatas.
c. Menciptakan lingkungan sosial yang lebih baik.
d. Perimbangan yang lebih adil dalam memikul tanggung jawab dan kekuasaan
dalam memikul beban sosial dan lingkungan antara pemerintah, perusahaan, dan
masyarakat.
e. Bisnis sebenarnya mempunyai sumberdaya yang berguna.
f. Menciptakan keuntungan jangka panjang.

Good Corporate Governance (GCG)

Tugas Mata Kuliah

Etika Bisnis dan Profesi

Oleh :

Kelompok 9

Savira Nur Aldira (190810301031)

Jessica Tabitha N (190810301066)

Zulfa Puspita Sari (190810301132)

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Jember
2020

BAB II PEMBAHASAN

LATAR BELAKANG MUNCULNYA GCG


Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat dilepaskan dari maraknya skandal
perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar. Runtuhnya sistem ekonomi
komunis menjelang akhir abad ke-20, menjadikan sistem ekonomi kapitalis sebagai satu-
satunya sistem ekonomi yang paling dominan di seluruh dunia. Sistem ekonomi kapitalis
ini makin kuat mengakar berkat arus globalisasi dan perdagangan bebas yang mampu
dipaksakan oleh negara-negara maju penganut sistem ekonomi kapitalis. Ciri utama
sistem ekonomi kapitalis adalah kegiatan bisnis dan kepemilikan perusahaan dikuasai
oleh individu-individu / sektor swasta. Dalam perjalanannya, beberapa perusahaan akan
muncul sebagai perusahaan-perusahaan swasta raksasa yang bahkan aktivitas dan
kekuasaannya telah melebihi batas-batas suatu negara. Para pemilik dan pengelola
kelompok perusahaan-perusahaan raksasa ini bahkan mampu memengaruhi dan
mengarahkan berbagai kebijakan yang diambil para pemimpin politik suatu negara untuk
kepentingan kelompok perusahaan mereka dengan kekuatan uangnya.

Perusahaan saat ini telah berkembang dari sesuatu yang relatif tidak jelas menjadi
institusi ekonomi dunia yang amat dominan. Pengaruh dan kekuatan perusahaan ini besar
sehingga hampir mendikte seluruh hidup kita. Sering kali terjadi pemerintah suatu negara
yang seharusnya menjadi kekuatan terakhir sebagai pengawas, penegak hukum, dan
pengendali perusahaan-perusahaan tidak berdaya menghadapi penyimpangan perilaku
yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh.
Salah satu contoh akibat dari praktik bisnis yang tidak etis adalah krisis ekonomi
yang menimpa Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya, serta mega skandal yang
menimpa perusahaan-perusahaan raksasa di Amerika Serikat. Semua hal ini terjadi
karena perilaku tidak etis bahkan cenderung kriminal yang dilakukan oleh para pelaku
bisnis karena kekuatan mereka yang besar dan tidak berdayanya aparat pemerintah
dalam menegakkan hukum dan pengawasan atas perilaku pelaku bisnis ini.
Timbulnya krisis ekonomi di Indonesia disebabkan oleh tata kelola perusahaan
yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahan yang buruk
sehingga memberi peluang besar timbulnya praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Hal ini dapat ditunjukkan pada beberapa fakta berikut:

1. Mudahnya para spekulan mata uang untuk mempermainkan pasar valuta asing
karena tidak ada alat kendali yang efektif.
2. Konglomerat mudah memperoleh dana pinjaman dari perbankan.
3. Banyak direksi BUMN termasuk di bank-bank pemerintah juga tidak independen.
4. Komisaris di BUMN sering kali bukan orang yang professional, melainkan oknum-
oknum birokrasi yang telah memasuki usia pensiun.
5. Banyaknya profesi yang terkait dengan kegiatan ini seperti akuntan publik dan
sebagainya yang mudah diajak bekerja sama untuk merekayasa laporan audit,
laporan keuangan, dan laporan penilaian harta perusahaan untuk berbagai
keperluan seperti :tender, aplikasi kredit bank, dan sebagainya.
6. Saat timbul krisis moneter Bank Indonesia mengucurkan dana berupa bantuan
likuiditas Bank Indonesia yang mencapai triliunan rupiah kepada sektor perbankan
nasional dalam upaya membantu perbankan agar tidak ambruk akibat penarikan
dana nasabah secara besar-besaran tetapi hal ini disalahgunakan oleh pemilik
bank. 

Kasus manipulasi dan kebangkrutan perusahaan juga pernah terjadi di Amerika


Serikat, hal ini disebabkan lemahnya tata kelola perusahaan, yaitu kasus yang terjadi
sekitar awal tahun 2000-an menimpa perusahaan-perusahaan raksasa seperti: Enro,
Tyco, Adelphia, Global Crossing, Williams Companies, WorldCom, Dynegy, JPMorgan
Chase, Citicrop, AOL, TimeWarner, dan Lucent Technologies (Tuanakotta, 2007). Bahkan
beberapa perusahaan seperti Cendant, Wase Management, Bank of America, 3Com, Rite
Aid, Micri Strategy, Informix, Sunbeam, Consejo, dan Ikon harus membayar denda
sebesar lebih dari US$100 juta atas kasus yang menimpa mereka.

PENGERTIAN GCG
Beberapa definisi GCG dari berbagai sumber, yaitu:

1. Cadbury Committee of United Kingdom:


Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang
kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka.
2. Forum for Corporate Governance in Indonesia – FCGI (2006) - tidak membuat
definisi tersendiri tetapi mengambil definisi dari Cadbury Committee of United
Kingdom.
3. Sukrisno Agoes (2006) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai
suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan komisaris, peran Direksi,
pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya.
4. Organization for Economic Cooperation and Development – OECD (dalam Tjager
dkk, 2004) – mendefinisikan suatu struktur yang terdiri atas pemegang saham,
direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat
yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.
5. Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006) mendefiniskan mekanisme
administratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan,
komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan
(stakeholders) yang lain.

GCG dapat diberi pengertian dalam arti sempit dan luas. Kedua pengertian ini
dapat dijelaskan pada gambar dibawah ini.

Setelah mengutip dari berbagai definisi, dapat dirangkum bahwa konsep GCG
pada intinya mengandung pengertian sebagai berikut:

1. Wadah Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan)


2. Model Suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan,
termasuk prinsip-rinsip, serta nilai-nilai yang melandasi
praktis bisnis yang sehat
3. Tujuan a. Meningkatkan kinerja organisasi
b. Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku
kepentingan
c. Mencegah dan mengurangi manipulasi serta
kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan
organisasi
d. Meningkatkan upaya agar para pemangku
kepentingan tidak dirugikan
4. Mekanisme Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran,
wewenang, dan tanggung jawab:
a. Dalam arti sempit: antar pemilik/ pemegang saham,
dewan komisaris, dan dewan direksi
b. Dalam arti luas: antar seluruh pemangku
kepentingan 

PRINSIP-PRINSIP GCG
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mencoba
mengembangkan beberapa prinsip yang dijadikan acuan oleh pemerintah maupun para
pelaku bisnis dalam mengatur mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan.
Prinsip-prinsip OECD (dalam Sukrisno Agoes, 2006) secara ringkas dirangkum sebagai
berikut:

1. Perlakuan yang setara antara pemangku kepentingan (fairness)


2. Transparansi (transparency)
3. Akuntabilitas (accountability)
4. Responsibilitas (responsibility)

Dalam hubungannya dengan tata kelola BUMN, Menteri Negara BUMN juga
mengeluarkan Keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan GCG. Ada 5
prinsip menurut keputusan ini, yaitu:
1. Kewajaran (fairness)
2. Transparansi
3. Akuntabilitas
4. Pertanggungjawaban
5. Kemandirian

Selanjutnya, National Committee on Governance (NCG, 2006) mempublikasikan


“Kode Indonesia tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik” pada tanggal 17 Oktober
2006. Walaupun Kode Indonesia tentang GCG bukan merupakan suatu peraturan tetapi
dapat menjadi pedoman dasar bagi seluruh perusahaan di Indonesia dalam menjalankan
usaha agar kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin dalam jangka panjang dalam
koridor etika bisnis yang pantas. NCG mengemukakan 5 prinsip GCG, yaitu:

1. Transparansi (transparency)
2. Akuntabilitas (accountability)
3. Responsibilitas (responsibility)
4. Independensi (independency)
5. Kesetaraan (fairness)

Prinsip-prinsip yang dikemukakan NCG hampir sama dengan yang diungkapkan


menteri negara BUMN. Penjelasan singkat masing-masing prinsip yang telah
dikemukakan, yaitu:

1. Perlakuan yang setara (fairness) merupakan prinsip agar para pengelola


memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan setara baik
pemangku kepentingan primer maupun sekunder.
2. Prinsip transparansi, artinya kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan
prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi. Jadi
Informasi yang disampaikan harus lengkap benar dan tepat waktu kepada semua
pemangku kepentingan.
3. Prinsip akuntabilitas adalah prinsip di mana para pengelola berkewajiban untuk
membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan
yang dapat dipercaya.
4. Prinsip Responsibiltas adalah prinsip di mana para pengelola wajib memberikan
pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada
para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang diberikan
kepadanya. Prinsip tanggung jawab ini mempunyai 5 dimensi yaitu itu ekonomi,
hukum, moral, sosial, dan spiritual.
5. Kemandirian, artinya suatu keadaan di mana para pengelola dalam mengambil
keputusan bersifat professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan
bebas dari tekanan/pengaruh dari mana pun yang bertentangan dengan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip pengelolaan yang sehat (prinsip
mengelola BUMN).

Prinsip kesetaraan, transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab merupakan


jawaban langsung atas permasalahan yang dihadapi oleh dunia usaha. Sebagaimana
telah di singgung sebelumnya berbagai skandal yang marak dihadapi oleh dunia usaha
terjadi dalam bentuk:
1. Perlakuan tidak adil yang dihadapi oleh satu atau beberapa pemangku
kepentingan sehingga harus ada prinsip perlakuan yang setara di antara
pemangku kepentingan.
2. Maraknya rekayasa laporan keuangan dan sering timbulnya insider trading yang
dilakukan oleh para eksekutif puncak bahkan melibatkan beberapa akuntan publik
ternama akhirnya mempertegas kembali pentingnya penerapan prinsip
transparansi dan akuntabilitas
3. Munculnya berbagai kejahatan kerah putih yang sangat canggih, korupsi, kolusi
dan nepotisme yang melibatkan para pelaku bisnis dan oknum birokrasi
pemerintahan yang yang merugikan masyarakat dan perekonomian. Timbulnya
kerusakan hutan, pencemaran udara dan air, pemanasan global, dan sebagainya,
semua ini mencerminkan lemahnya wujud kesadaran dan tanggung jawab para
eksekutif puncak dan oknum pejabat pemerintahan. Hal ini mempertegas kembali
pentingnya prinsip tanggung jawab yang harus diikuti.

MANFAAT GCG
Akibat kepanikan dan kehilangan kepercayaan, para investor tersebut melakukan
penarikaan modal besar-besaran secara beruntun dari bursa sehingga menimbulkan
tekanan berat pada indeks harga saham di bursa. Penerapan konsep GCG merupakan
salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan para investor dan institusi terkait di
pasar modal. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, tujuan penerapan GCG
adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau memperkecil peluang
praktik manipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan kegiatan organisasi.
Tjager dkk. (2013) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa penerapan
GCG itu bermanfaat, yaitu:

1. Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh McKinsey&Company menunjukkan


bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap
perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
2. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya
krisis financial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola
perusahaan.
3. Internasioanalisasi pasar-termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar modal-
menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
4. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, sistem ini dapat
menjadi dasar bagi berkembangnya sistem nilai baru yang lebih sesuai dengan
lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.
5. Secara teoretis, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat
dari penerapan GCG adalah:

1. Memudahkan akses terhadap investasi domestic maupun asing.


2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah.
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan.
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingn
terhadap perusahaan.
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.

Namun harus disadari bahwa betapa pun baiknya suatu sistem dan perangkat hukum
yang ada, pada akhirnya yang menjadi penentu utama adalah kualitas dan tingkat
kesadaran moral dan spiritual dari para aktor/pelaku bisnis itu sendiri.
GCG DAN HUKUM PERSEROAN DI INDONESIA
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UU nomor 40 Tahun 2007, yang
dimaksud dengan Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Beberapa ketentuan lama yang
masih relevan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 masih
dipertahankan. Namun ada beberapa ketentuan baru yang ditambahkan, yang kalau
dicermati dengan baik sebenarnya merupakan penyempurnaan rambu-rambu secara garis
besar yang berkaitan dengan tata kelola perusahaan (corporate governance).

Ketentuan yang disempurnakan ini, antara lain:

1. Dimungkinkan mengadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologi informasi


yang ada, seperti: telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik
lainnya (pasal 77)
2. Kejelasan mengenai tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status
badan hukum dan pengesahan Anggaran Dasar Perseroan (Bab II).
3. Memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan
Komisaris, termasuk mengatur mengenai komisaris independen dan komisaris
utusan (Bab VII).
4. Kewajiban perseoran untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan
(Bab V)
Wewenang dari Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris diatur dalam
Bab I pasal I sebagai berikut:

Ayat 4 Rapat Umum Pemegang Saham,


yang selanjutnya disebut RUPS,
adalah Organ Perseroan yang
mempunyai wewenang yang tidak
diberikan kepada Direksi atau Dewan
Komisaris dalam batas yang
ditentukan dalam Undang-Undang ini
dan/atau anggaran dasar.
Ayat 5 Direksi adalah Organ Perseroan yang
berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan
untuk kepentingan Perseoran, sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan
serta mewakili Perseroan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan serta mewakili Perseroan,
baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar.
Ayat 6 Dewan Komisaris adalah organ yang
bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan/atau khusus sesuai
dengan anggaran dasar serta
memberi nasehat kepada Direksi.

Dewan Komisaris bertugas untuk mengawasi tindakan Dewan Direksi serta memberikan
nasehat dan arahan kepada Dewan Direksi dalam menjalankan operasi perusahaan.
Dewan Direksi bertugas untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan berdasarkan
arahan dan garis besar kebijakan yang telah ditetapkan oleh RUPS, Dewan Komisaris,
serta Anggaran Dasar Perseroan yang berlaku dalam koridor hukum.

ORGAN KHUSUS DALAM PENERAPAN GCG


Indra Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan
empat organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu:

1. Komisaris Independen
2. Direktut Independen
3. Komite Audit
4. Sekretaris Perusahaan (Corprate Secretary)
1. Komisaris dan Direktur Independen

Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006) mengungkapkan ada dua pengertian
independen terkait konsep Komisaris Direktur Independen tersebut

Pertama, Komisaris dan Direktur Independen adalah seseorang yang ditunjuk untuk


mewakili pemegang saham independen (pemegang saham minoritas). Sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Perseroan, anggota Direksi dan Komisaris diangkat dan
diberhentikan oleh RUPS, sedangkan keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan
atas perbandingan jumlah suara para pemegang saham. Kedua, Komisaris dan Direktur
Independen adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam kapasitas mewakili pihak manapun
dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalaman dan
keahlian hukum yang dimilikinya untuk sepenuhnya menjalankan tugas demi kepentingan
perusahaan. Keberadaan Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek Indonesia
melalui peraturan BEI sejak tanggal 20 Juli 2001 mengenai beberapa hukum
tentang Komisaris Independen adalah sebagai berikut:

1) Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham


Pengendali Perusahaan tercatat yang bersangkutan sekurang-kurangnya enam bulan
sebelum menunjukkan sebagai direktur tidak terafiliasi.
2) Tidak memiliki hubungan afiliasi Komisaris  dan Direktur lainnya dari perusahaan
Tercatat yang bersangkutan.
3) Tidak bekerja rangkap sebagai direksi pada perusahaan lain
4) Tidak menjadi Orang Dalam pada lembaga atau profesi perpanjang pada pasar modal
yang jasanya digunakan oleh Perusahaan Tercatat selama enam bulan sebelum
penunjukan sebagai direktur.

2. Komite Audit
Menurut Subur (2003) yang dikutip I Putu Sugiartha Sanjaya, syarat-syarat yang
harus dipenuhi untuk menjadi anggota Komite Audit adalah sebagaiberikut:

1) Anggota Komite Audit harus memiliki keseimbangan keterampilan dan pengalaman


dengan latar belakang usaha yang luas.
2) Anggota Komite Audit harus independen, objektif dan hokumlonal.
3) Anggota Komite Audit harus memiliki integritas, dedikasi, pemahaman yang baik
mengenai organisasi, lingkungan bisnis serta risiko dan hokuml.
4) Paling sedikit anggota komite audit harus memiliki pengertian yang baik tentang
analisa dan penyusunan laporan keuangan.
5) Ketua Komite Audit harus memiliki kemampuan untuk memimpin dan terampil
berkomunikasi dengan baik. Selain hal tersebut, menurut Keputusan Ketua
Bapepam Nomor: Kep-41/PM/2003 menambahkan bahwa anggota Komite Audit
tidak merangkap jabatan yang sama pada perusahaan lain pada periode yang
sama.

Keberadaan Komite Audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor


SE-03/PM/2002 (bagi perusahaan publik) dan Keputusan Menteri BUMN Nomor  KEP-
103/MBU/2002 (bagi BUMN). Komite Audit terdiri dari sedikitnya tiga orang, diketuai oleh
Komisaris Independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen serta
menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Dalam pelaksanaan
tugasnya, Komite Audit mempunyai fungsi membantu Dewan Komisaris untuk (i)
meningkatkan kualitas Laporan Keuangan, (ii) menciptakan iklim disiplin dan pengendalian
yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan
perusahaan, (iii) meningkatkan efektifitas fungsi internal audit (SPI) maupun eksternal
audit, serta (iv) Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas.

Kewenangan Komite Audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu DK,
sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya sebatas rekomendasi kepada
DK), kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari DK,
misalmya mengevaluasi dan menentukan komposisi auditor eksternal, dan memimpin
suatu investigasi khusus. Peran dan tanggung jawab Komite Audit akan dituangkan dalam
Charter Komite Audit yang secara umum dikelompokkan menjadi tiga bagian besar,
yaitufinancial reporting, corporate governance, dan risk and control management.

Pada akhirnya, suatu Dewan Komisaris yang aktif, canggih, ahli, beragam dan
yang terpenting independen yang menjalankan fungsinya secara efektif dan dibantu oleh
Komite Audit adalah yang paling baik untuk ditempatkan dalam memastikan
implementasi Good Corporate Governance  berjalan dengan baik sehingga kecurangan
(fraud) maupun keterpurukan bisnis dapat dihindari (Alison).
3. Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)
Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis
karena orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat penghubung (liason officer) tau
semacam public relations / investor relations antara perusahaan dengan pihak diluar
perusahaan.tugas utama sekretaris perusahaan antara lain menyimpan dokumen
perusahaan, Daftar Pemegang Saham, risalah rapat direksi dan RUPS, serta menyimpan
dan menyediakan informasi penting lainnya bagi kepentingan seluruh pemangku
kepentingan.

GCG DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)


Pada awalnya tujuan dibentuknya BUMN adalah merupakan penjabaran dan
implementasi pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan air kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.” Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis bentuk
hokum BUMN yaitu Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan perusahaan jawatan
(Perjan). Tjager dkk (2003) selanjutnya mengungkapkan bahwa rendahnya kinerja BUMN
ini ada kaitannya dengan belum efektifnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik di
BUMN tersebut. Contohnya pemberian remunerasi yang berlebihan kepada direksi.
Tujuan GCG diatur dalam pasal 4 adalah:

1) Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,


akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki
daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
2) Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan, dan efesien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemendirian organ.
3) Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab social BUMN
terhadap para pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar
BUMN.
4) Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
5) Menyukseskan program privatisasi.

 GCG DAN PENGAWASAN PASAR MODAL DI INDONESIA


Secara formal, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar dimana berbagai
instrument keuangan jangka panjang dan diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang
maupun modal sendiri, baik yang terbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan swasta.
Keberadaan pasar modal ditentukan oleh lembaga-lembaga penunjang pasar modal,
antara lain:

1) Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;


2) Bursa Efek;
3) Lembaga Kliring;
4) Emiten;
5) Underwriter;
6) Investor / calon investor;
7) Akuntan publik;
8) Notaris;
9) Konsultan Hukum; dan
10) Konsultan Keuangan.

 GOOD CORPORATE GOVERNANCE  PERBANKAN DI INDONESIA


Menyadari tata kelola perbankan di Indonesia masih lemah, dalam upaya menata
kembali manajemen dan kegiatan perbankan di Indonesia, Bank Indonesia mengeluarkan
peraturan No 8/4/PBI/2006 pada tanggal 30 Januari 2006 tentang implementasi GCG oleh
Bank-bank komersial. Secara garis besar, peraturan ini mengatur tentang :

1) Prosedur pengelolaan melalui penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung


jawab, independensi dan kesetaraan.
2) Tujuan implementasi GCE, minimal untuk merealisasikan:
a. Kejelasan tugas dan tanggung jawab Dewan komisaris dan Dewan Dereksi.
b. Kelengkapan dan implementasi tugas komite dan unit pelaksana fungsi internal
audit bank.
c. Kinerja ketaan, fungsi auditor internal dan eksternal.
d. Implementasi manajemen resiko termasuk system pengendalian internal.
e. Ketentuan dalam pihak-pihak terkait dan dana dalam jumlah besar.
f. Rencana strategi bank.
g. Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan.
3) Jumlah komposisi, kriteria dan independensi Dewan Komisaris.
4) Jumlah, komposisi, kriteria dan independensi Dewan Direksi.
5) Komite.
6) Ketaatan, Fungsi Auditor Eksternal dan Internal.
7) Implementasi Management Resiko.
8) Ketentuan Dana.
9) Rencana Strategis Bank.
10) Aspek Transparansi Kondisi Bank.
11) Konflik Kepentingan dan Pelaporan Internal.
12) Laporan dan Asesmen Implementasi GCG.
13) Implementasi GCG di Cabang Luar Negeri.
14) Sanksi-sanksi.
15) Ketentuan Peralihan.
16) Ketentuan Penut
Prinsip dan Kode Etik dalam Bisnis

Tugas Mata Kuliah

Etika Bisnis dan Profesi

Oleh :

Kelompok 9

Savira Nur Aldira (190810301031)

Jessica Tabitha N (190810301066)

Zulfa Puspita Sari (190810301132)

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Jember

2020
BAB II PEMBAHASAN
PENGERTIAN PROFESI
Istilah profesi, professional dan profesionalisme sudah sangat sering
dipergunakanbaik dalam percakapan sehari-hari maupun dalam tulisan. Untuk
memahami berbagai macam pengertian profesi, professional dan profesionalisme,
dibawah ini ada beberapa definisi :

KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)


a) Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
(ketrampilan, kejuruan, dll) tertentu;
b) Profesional adalah bersangkutan dengan profesi; memerlukan kepandaian
khusus; dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya; dan
c) Profesionalisme adalah ciri suatu profesi atau orang professional.

Hidayat Nur Wahid dalam Economics, Business, Accounting Review, edisi II /


April 2006
“Profesi adalah sebuah pilihan yang sadar yang dilakukan seseorang, sebuah
pekerjaan yang khusus dipilih, dilakukan dengan konsisten, kontinu ditekuni, sehingga
orang bisa menyebut kalau dia memang berprofesi dibidang tersebut.Sedangkan
profesionalisme yang memayungi profesi tersebut semangat, paradigma, spirit, tingkah
laku, ideology, pemikiran, gairah untuk terus menerus secara dewasa, secara intelek
meningkatkan kualitas profesi mereka.”

Kanter (2001)
Profesi adalah pekerjaan dari kelompok terbatas orang-orang yang memiliki
keahlian khusus yang diperolehnya melalui training atau pengalaman lain, atau
diperoleh melalui keduanya sehingga penyandang profesi dapat membimbing atau
memberi nasehat/saran atau juga melayani orang lain dalam bidangnya sendiri.

Sonny Keraf (1998)


Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup dengan
mengandalkan keahlian dan ketrampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen
pribadi(moral) yang mendalam.Dengan demikian, orang yang professional adalah
orang yang menekuni pekerjaannya dengan purna waktu, dan hidup dari pekerjaan itu
dengan mengandalkan keahlian dan ketrampilan yang tinggi serta punya komitmen
pribadi yang mendalam atas pekerjaan itu.

Brooks (2004)
Profesi adalah sebuah kombinasi fitur, kewajiban dan hak yang kesemuanya
dibingkai dalam seperangkat nilai-nilai professional yang umum nilai-nilai yang
menentukan bagaimana keputusan dibuat dan bagaimana tindakan dilaksanakan.”

Prof. Dr. Widjojo Nitisastro


Seorang professional akan selalu mempersoalkan apakah karyanya sesuai
kaidah yang berlaku.” Dengan definisi tersebut dapat dipetik intisarinya :
a) Karyanya berarti hasil karya (hasil pekerjaan) dari seorang professional.
b) Kaidah berarti pedoman, aturan, norma, asas. Dalam kaitannya dengan
profesi, diberlakukan minimal tiga unsur kaidah, yaitu : kaidah pengetahuan
(keilmuan), kaidah ketrampilan (teknis), dan kaidah tingkah laku (kode etik).
Secara terperinci, pengertian profesi dalam konteks ini ditandai oleh ciri-ciri :
a. Profesi adalah pekerjaan mulia.
b. Untuk menekuni profesi diberlakukan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan
tinggi.
c. Pengetahuan, keahlian dan keterampilan dapat diperoleh dari pendidikan
formal, pelatihan, praktik/pengalaman langsung.
d. Memerluhkan komitmen moral(kode etik) yang ketat.
e. Profesi ini berdampak luas bagi masyarakat umum.
f. Profesi ini mampu memberikan penghasilan.
g. Ada organisasi profesi untuk bertukar pikiran, pengembangan program, dan
lain-lain.
h. Ada izin dari pemerintah untuk menekuni profesi

BISNIS SEBAGAI PROFESI


Sebenarnya, bila mengacu pada pengertian profesi dalam arti luasdiartikan
sebagai “pekerjaan penunjangnafkah hidup”, maka sudah jelas bahwa semua aktivitas
bisnis dapat dianggap sebagai profesi. Sebagaimana diketahui bahwa bisnis dapat
diartikan sebagai suatu lembaga atau wadah dimana didalamnya berkumpul banyak
orang dari berbagai latar belakang pendidikan dan keahlian untuk bekerjasama dalam
menjalankan aktivitas produktif dalam rangka memberikan manfaat ekonomi.
Oleh karena itu tidak dapat disangsikan lagi bahwa bisnis sebagai profesi dan
para pelaku bisnis dituntut untuk bekerja secara professional. Bisnis dapat dianggap
sebagai profesi karena telah sesuai dengan definisi profesi, yaitu :
a. Profesi adalah pekerjaan dan didalam bisnis terdapat banyak jenis pekerjaan.
b. Sebagian besar jenis pekerjaan didalam perusahaan terutama yang dilakukan
oleh jajaran manajemen menuntut pengetahuan dan ketrampilan tinggi baik
melalui pendidikan formal maupun melalui berbagai jenis pelatihan dan
proposal.
c. Profesi menuntut penerapan kaidah moral/etika yang sangat ketat. Begitu pula
didalam bisnis, saat ini telah disadari bahwa semua pelaku bisnis khususnya
para eksekutif/manajemen juga harus dituntut mempunyai tingkat
kesadaran/kaidah moral yang tinggi.
d. Tuntutan kaidah moral yang tinggi menjadi keharusan dalam bisnis karena
pengalaman membuktikan bahwa perilaku para pelaku bisnis menentukan
kinerja perusahaan yang akan berpengaruh besar bagi kehidupan ekonomi
masyarakat dan Negara baik secara positif, maupun secara negatif.

PRINSIP – PRINSIP ETIKA BISNIS


Menurut Caux Round Table (Dalam Alois A. Nugroho,2001)
Merupakan suatu kombinasi yang dilandasi secara bersama oleh konsep etika
Jepang kyosei yang sifatnya lebih menekankan kebersamaan dan konsep etika barat
yang lebih menekankan pada penghormatan terhadap martabat/nilai-nilai individu.

Prinsip - prinsip etika bisnis menurut Caux Round Table adalah :


a) Tanggung Jawab Bisnis : Tujuan perusahaan menurut prinsip ini adalah
menghasilkan barang dan jasa untuk menciptakan kemakmuran masyarakat
secara luas (stakeholder), bukan hanya terbatas untuk kepentingan
shareholder (pemegang saham).
b) Dampak Ekonomis Dan Social Dari Bisnis : Kegiatan bisnis tidak semata
mencari keuntungan ekonomis, tetapi juga mempunyai dimensi social, dan
perlunya menegakkan keadilan dalam setiap praktik bisnis mereka. Kegiatan
bisnis ke depan harus selalu didasarkan atas inovasi dan keadilan.
c) Perilaku Bisnis : Pentingnya membangun sikap kebersamaan dan sikap saling
percaya.
d) Sikap Menghormati Aturan : Perlunya mengembangkan perangkat hokum dan
aturan yang berlaku secara multilateral dan diharapkan semua pihak dapat
tunduk dan menghormati hokum/aturan multilateral tersebut.
e) Dukungan Bagi Perdagangan Multilateral : Prinsip yang menganjurkan agar
semua pihak mendukung perdagangan global dalam mewujudkan suatu
kesatuan ekonomi dunia.
f) Sikap Hormat Bagi Lingkungan Alam : Meminta kesadaran semua pelaku bisnis
akan pentingnya bersama-sama menjaga lingkungan bumi dan alam dari
berbagai tindakan yang dapat memboroskan sumber daya alam atau
mencemarkan dan merusak lingkungan hidup.
g) Menghindari Operasi-Operasi Yang Tidak Etis : Mewajibkan semua pelaku
bisnis untuk mencegah tindakan-tindakan tidak etis, seperti penyuapan,
pencucian uang, korupsi, dan praktik-praktik tidk etis lainnya.

Prinsip Etika Bisnis menurut Sonny Keraf (1998)


a) Prinsip Otonomi : Prinsip otonomi menunjukkan sikap kemandirian, kebebasan
dan tanggung jawab.
b) Prinsip Kejujuran : Prinsip kejujuran menanamkan sikap bahwa apa yang
dipikirkan adalah yang dikatakan, dan apa yang dikatakan adalah apa yang
dikerjakan. Prinsip ini juga menyiratkan kepatuhan dalam melaksanakan
berbagai komitmen, kontrak dan perjanjian yang telah disepakati.
c) Prinsip Keadilan : Prinsip keadilan menanamkan sikap untuk memperlakukan
semua pihak secara adil, yaitu suatu sikap yang tidak membeda-bedakan dari
berbagai aspek, aik dari aspek ekonomi, aspek hokum maupun aspek lainnya.
d) Prinsip Saling Menguntungkan : Prinsip yang menanamkan kesadaran bahwa
dalam berbisnis perlu diterapkan prinsip win-win-solution, artinya dalam setiap
keputusan dan tindakan bisnis harus diusahakan agar semua pihak merasa
diuntungkan.
e) Prinsip Integritas Moral : Adalah prinsip untuk tidak merugikan orang lain dalam
setiap keputusan dan tindakan bisnis yang diambil.

Prinsip Etika Bisnis menurut Lawrence, Weber, dan Post (2005)


Prinsip etis merupakan tuntunan perilaku moral. Contoh prinsip etika antara lain
kejujuran, pegang janji, membantu orang lain, dan menghormati hak-hak orang lain.
Weiss (2006)
Mengemukakan 4 prinsip etika yaitu :
a) Martabat / Hak (Right)
b) Kewajiban (Duty)
c) Kewajaran (Fairness)
d) Keadilan (Justice)

ETIKA LINGKUNGAN HIDUP


Isu Lingkungan Hidup
Persoalan lingkungan hidup ( hubungan dan keterkaitan antara manusia
dengan alam dan pengaruh tindakan manusia terhadap kerusakan alam ) baru mulai
disadari pada paruh abad ke-20, bersamaan dengan pesatnya pertumbuhan bisnis
modern dan dukungan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kesadaran ini mulai
muncul setelah ada indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi global yang
ditulangpunggungi oleh perusahaan-perusahaan raksasa berkala global telah
mengancam eksistensi bumi. Sebagaimana dikatakan oleh Bertens (2001),
pertumbuhan ekonomi global saat ini telah memunculkan enam persoalan lingkungan
hidup yang akan dibahas lebih rinci sebagai berikut.

Akumulasi bahan beracun


Terjadi karena pabrik-pabrik membuang limbahnya ke saluran-saluran yang
pada akhirnya mengalir ke sungai-sungai dan laut. Ada pula kapal-kapal tangki
raksasa yang bermuatan minyak mentah mengalami kebocoran atau tenggelam
sehingga minyak mentahnya tumpah dan mencemari air laut. Selain pencemaran air,
munculnya pabrik-pabrik juga mengakibatkan pencemaran udara, yang dihasilkan dari
asap pabrik, knalpot kendaraan bermotor yang jumlahnya semakin tidak terkendali.

Efek Rumah Kaca (Greenhouse Effect)


Pada bulan Desenber 2007, Indonesia mendapat kehormatan menjadi tuan
rumah Konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Perubahan Iklim yang
diadakan di Bali yang dihadiri oleh utusan pemerintah, pejabat PBB, dan pakar
lingkungan dari hampir seluruh negara di dunia. Konferensi ini dapat dikatakan cukup
berhasil karena seluruh peserta telah menyadari bahaya pemanasan global serta
sepakat untuk bersama-sama menanggulangi dan memberikan kontribusi nyata,
termasuk dalam hal pendanaan untuk menanggulangi permasalahan akibat
pemanasan global. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah, para pakar, dan
masyarakat dunia telah sangat menyadari bahaya dari pemanasan global dan mulai
menganggap penting upaya bersama utuk mengatasi permasalahan ini. Para ahli
mengatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya pemanasan global adalah akibat
efek rumah kaca (greenhouse efect). Hawa panas yang diterima bumi dari sinar
matahari terhalang dan terperangkap tidak dapat keluar dari atmosfer bumi oleh
partikel-partikel gas polutan atau yang sering disebut gas rumah kaca. Gas-gas yang
memenuhi atmosfer bumi tersebut, diantaranya berupa: karbon dioksida (CO2),
metana (CH4), ozon (O3), nitrogen oksida (Nox), dan chloro-fluoro-carbon (CFC).
Menurut laporan para ilmuan dari Badan Antariksa AS (NASA) dan Pusat Data Es dan
Salju Nasional AS yang telah memantau satelit sejak tahun 1979, seluruh es di
Antartika pada tahun 2005 tidak lagi menutupi areal sebagaimana pada tahun 1979
(dalam Nasru Alam Aziz : Kompas, 13 Desember 2006). Mencairnya es di Antartika ini
tentu saja berakibat pada kenaikan permukaan laut di dunia. Bisa dibayangkan
akibatnya bagi Indonesia yang wilayahnya terdiri dari puluhan ribu pulau yang
dikelilingi olrh laut dan samudera. Bila pemanasan global tidak dapat dikendalikan,
maka sebagaimana diprediksi oleh Nasru Alam Aziz, pada abad ke-21 ini kenaikan
permukaan air laut akan menggenangi daratan sejauh 50 meter dari garis pantai dan
akan menengglamkan ribuan pulau kecil di Indonesia.
Gas polutan penyebab pemanasan global sebagian besar dari pembakaran
bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara), yang saat ini masih menjadi sumber
energi terbesar di dunia untuk industri, transportasi, dan keperluan rumah tangga. Gas
metana berasal dari pembakaran sampah kota dan chloro-fluoro-carbon (CFC) yang
banyak digunakan untuk penyejuk ruangan (AC), kulkas, industri plastik, dan sebagai
gas pendorong pada aerosol.

Perusakan Lapisan Ozon


Kegunaan lapisan ozon (O3) bagi bumi dan seluruh isinya adalah untuk
melindungi semua kehidupan di bumi dari sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh sinar
matahari. Bahaya radiasi sinar ultraviolet ini, antara lain bisa menyebabkan kangker
kulit, penurunan sistem kekebalan tubuh, katarak, serta kerusakan bentuk-bentuk
(spesies) kehidupan di laut dan di darat. Fungsi utama lapisan ozon adalah untuk
menyaring atau memperlemah daya sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh sinar
matahari sebelum memasuki bumi. Lapisan ini ada pada ketinggian sekitar 20-30 km di
atas permukaan bumi.
Ada laporan bahwa bukan saja telah terjadi penipisan lapisan ozon, tetapi juga
telah terjadi perobekan sehingga menimbulkan lubang pada bagian tertentu dari
lapisan ozon tersebut. Penyebab paling utama dari kerusakan lapisan ozon ini adalah
gas polutan yang disebut chloro-fluoro-carbon (CFC). Sebagai mana telah dijelaskan
sebelumnya, CFC banyak digunakan untuk penyejuk ruangan (AC), kulkas, industri
pelastik dan busa, dan aeruson. Penggunaan kulkas sebagai alat pendingin atau
pengawet bahan makanan dan minuman yang makin meluas dalam industri
perhotelan, ketering, pasar-pasar swalayan, industri pengolahan daging dan ikan
segar, rumah tangga, dan sebagainya makin meningkatkan produksi gas CFC
tersebut. Bila ini tidak dapat dikendalikan, maka gas polutan CFC ini akan makin
banyak memenuhi lapisan ozon sehingga dapat membahyakan lapisan ozon tersebut.

Hujan Asam (Acid Rain)


Perlombaan pendirian pabrik-pabrik di banyak kawasan industri demi memacu
pertumbuhan ekonomi tanpa disertai program pengendalian limbah asap telah
mengakibatkan banyaknya volume asap hitam pekat. Asap tebal ini kemudian menyatu
dengan udara dan awan, yang mengakibatkan hujan asam (acid rain) ke bumi di
sekitar awan tersebut. Sejak beberapa dekade terakhir ini, terutama di kawasan
industri padat negara-negara maju seperti Kanada, dan sebagainya, sudah sering
dibasahi oleh air hujan asam. Bila terus berlangsung, maka hujan asam dapat merusak
hutan, mencemari air danau, dan bahkan merusak gedung-gedung. Menurut Bertens
(2000) pada tahun 1988 akibat hujan asam yang menimpa Kanada, 14.000 danau
menjadi mati (dalam arti tidak lagi mengandung kehidupan) dan 14% pohon sugar
maple telah mati.

Deforestasi dan Penggurunan

Hutan mempunyai fungsi dan kegunaan yang sangat besar untuk kepentingan
lingkungan hidup dan untuk menjamin kelangsungan dan kelestarian bumi dan seluruh
isinya. Hutan juga menyimpan banyak harta karun terpendam seperti kayu rotan, dan
jenis hasil hutan lainnya yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Mengetahui bahwa
hutan menyimpan harta karun terpendam dan didukung oleh keserakahan umat
manusia untuk mengumpulkan kekayaan. Maka manusia dengan dukungan teknologi
maju berlomba-lomba memburu kayu dan berbagai jenis hasil hutan lainnya.
Konsekuensi logis dari eksploitasi hutan tidak terkendali adalah timbulnya penyempitan
areal hutan serta perusakan hutan yang masih tersisa.
Akibat negatif dari penyempitan dan perusakan hutan ini, antara lain: terjadi
erosi dan banjir yang meluas; berkurangnya fungsi hutan untuk menyerap gas polutan;
musnah/berkurangnya spesies flora dan fauna tertentu; meluasnya penggurunan
daratan, menurunnya kualitas kesuburan tanah; berkurangnya cadangan air tanah;
serta terjadinya perubahan pola cuaca. Akibat lanjutan dari proses penggundulan dan
perusakan hutan ini adalah berkurangnya kapasitas produksi hasil pertanian karena
perubahan pola cuaca, berkurangnya kesuburan tanah dan mempercepat proses
pemanasan global.

Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati (biodiversity) adalah keragaman berbagai bentuk dan


jenis kehidupan (species) di bumi ini yang mencerminkan keindahan dan menunjukkan
kekayaan alam, yang juga berfungsi sebagai unsur-unsur dalam mata rantai kehidupan
yang membentuk satu kesatuan sistem kehidupan yang utuh, sekaligus menjaga
keseimbangan alam sebagai suatu sistem. Namun dengan terjadinya pencemaran
lingkungan, perusakan hutan, dan pemanasan global, secara pasti telah menyebabkan
berkurangnya populasi jenis-jenis (species) kehidupan tertentu.

PARADIGMA ETIKA LINGKUNGAN


Dalam bahasa kebudayaan paradigma etika yang hanya berpusat kepada
manusia disebut antroposentrisme. Alois A. Nugroho (2001) mengatakan bahwa
antroposentrisme merupakan suatu paradigma dimana kepekaan dan kepedulian yang
ada pada dasarnya beranggapan bahwa hanya manusia dari semua generasi,
termasuk generasi-generasi yang belum lahir yang dapat dianggap sebagai moral
patients. 
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, berbagai isu lingkungan hidup tidak
dapat lagi diabaikan bila ingin memahami dan menyadari bahwa perilaku manusia juga
berpengaruh terhadap keberadaan bumi berserta seluruh isinya, bukan hanya
menentukan keberadaan umat manusia saja. Sehubungan dengan hal ini, ada
beberapa paradigma yang berkembang dalam memahami etika dalam kaitannya
dengan isu lingkungan hidup.
1. Etika kepentingan generasi mendatang, yang memandang bahwa suatu
keputusan dan tindakan jangan hanya memikirkan kepentingan umat manusia
pada generasi saat ini saja tetapi juga kepentingan umat manusia pada
generasi-generasi mendatang. Pandangan ini sering dikaitkan dengan upaya
manusia dalam mengeksploitasi SDA (tambang) yang sifatnya tidak dapat
diperbarui (nonrenewable). SDA (tambang) yang sifatnya tidak dapat
diperbaharui harus dihemat dan tidak dihabiskan, untuk kepentingan generasi
mendatang. Pandangan ini masih tergolong antroposentrisme karena suatu
keputusan dan tindakan dalam mengelola SDA hanya dilihat dari sudut
kepentingan manusia saja, sedangkan SDA atau lingkungan hanya bersifat
instrumental; artinya hanya dilihat dalam konteks manfaat bagi manusia.
2. Etika lingkungan biosentris, yang memandang perilaku etis bukan saja dari
sudut pandang manusia tetapi juga dari sudut pandangan manusia sebagai
satu kesatuan sistem lingkungan (ecosystem). Etika lingkungan biosentris
memperluas wilayah kesadaran, kepekaan, dan kepedulian umat manusia
untuk memandang seluruh spesies, seluruh jenis kehidupan, dan seluruh
benda yang ada di bumi dan alam semesta ini sebagai elemen yang semuanya
mempunyai hak untuk hidup dan berada, terlepas dari ada-tidaknya kegunaan
dan keindahannya bagi manusia.
3. Etika ekosistem (ecosystem) menanggap Tuhan dan seluruh ciptaannya (bumi
dan seluruh isinya, sistem tata surya, sistem galaksi, dan sistem alam jagat
raya) merupakan moral patients.

KODE ETIK DI TEMPAT KERJA


Etika dibahas dan dipahami pada tingkat etika umum. Dalam setiap organisasi
bisnis terdapat lebih dari satu orang perilaku bisnis yang bekerjasama untuk mencapai
tujuan bisnis. Dilihat dari tingkatan organisasi bisnis, bila organisasi bisnis ini
dikelompokkan menurut fungsinya, maka pada umumnya dalam setiap organisasi
bisnis akan ada fungsi pemasaran, fungsi produksi, fungsi pembelian, fungsi
keuangan, fungsi akuntansi, dan fungsi sumber daya manusia (SDM). Walaupun
masing-masing fungsi ini membentuk satu organisasi perusahaan sebagai satu
kesatuan secara bersama, tetap saja ada perbedaan mengenai tujuan dan tanggung
jawab, persyaratan pengetahuan dan keterampilan, serta dalam batas-batas tertentu
yang berhubungan dengan sikap dan perilaku yang diperlukan. Oleh karena itu
walaupun ada kode etik yang berlaku umum dalam setiap fungsi dan jenjang jabatan
tertentu, dalam masing-masing fungsi tersebut tetap berlaku isu-isu etika yang spesifik.
Kode Etik Sumber Daya Manusia (Human Resource)

Dilihat dari sejarah perkembangannya, A.M. Lilik agung (2017) mencatat empat
peran yang melekat pada Departemen SDM, yaitu:

1. Peran administratif, yaitu suatu peran awal/tradisional di mana peran


Departeman SDM hanya pada seputar perekrutan karyawan dan memelihara
catatan gaji, upah, dan data karyawan.
2. Peran kontribusi, yaitu suatu peran yang menekankan pada peningkatan
produktivitas, loyalitas, dan lingkungan kerja karyawan.
3. Peran agen perubahan, yaitu suatu peran yang di mana Departemen SDM
berfungsi sebagai agen perubahan.
4. Peran mitra strategis. Pada peran ini, Departemen SDM dilibatkan dalam
merumuskan berbagai kebijakan bisnis yang bersifat strategis, terutama agar
Departemen SDM dapat segera melaksanakan program penyelarasan antara
kepentingan bisnis dan kepentingan individual karyawan.

Sekarang ini banyak perusahaan yang menyadari pentingnya aspek sikap dan
perilaku sehingga makin banyak perusahaan yang mengembangkan kode etik untuk
dijadikan acuan perilaku bagi karyawan. Oleh karena itu, berdasarkan studi Weaver,
Trevino, dan Cochran (dalam Brooks, 2003: 149), diperlukan paket program
implementasi dengan memperhatikan sedikitnya enam dimensi program etik agar
suatu kode etik dapat dipatuhi. Enam dimensi kode etik, yaitu:

1. Kode etik formal, yaitu suatu kode etik yang dirumuskan atau ditetapkan secara
resmi oleh suatu asosiasi, organisasi profesi, atau suatu lembaga/etitas
tertentu.
2. Komite etika, yaitu etitas yang mengembangkan kebijakan,mengevaluasi
tindakan,menginvestasi,dan menghakimi pelanggaran –pelanggaran etika.
3. Sistem komunikasi etika, yaitu cara untuk menyosialisasikan kode etik dan
perubahannya, termasuk isu-isu etika dan cara mengatasinya yang bersifat dua
arah–antara pejabat otoritas etika dengan pihak-pihak terkait dalam suatu
etitas/organisasi.
4. Pejabat etika, yaitu pihak yang mengoordinaikan kebijakan, memberikan
pendidikan, dan menyelidiki tuduhan adanya pelanggaran etika.
5. Program pelatihan etika, yaitu program yang bertujan untuk meningkatkan
kesadaran dan membantu karyawan dalam merespon masalah-masalah etika,
6. Proses penetapan disiplin dalam hal terjadi perilaku tidak etis.

Selanjutnya, Brooks (2003) membuat daftar topik yang biasanya muncul dalam
setiap kode etik perusahaan, yaitu:

No Topik
1 Prinsip-prinsip etika : kejujuran, keadilan, rasa kasih (compassion), integritas,
prediktabilitas, reponsibilitas
2 Penghormatan terhadap hak dan kewajiban setiap pemangku kepentingan
(stakeholders).
3 Visi, misi, dan kebijakan pokok yang terkait dengan hal di atas
4 Kerangka proses keputusan etis.
5 Kapan perlu nasehat dan kepada siapa meminta nasehat
6 Topik-topik khusus untuk temuan di atas 5% yang berhubungan dengan
karyawan, pemasok, dan kode usaha patungan (joint venture codes):
a. Penyuapan
b. Konflik kepentingan
c. Keamanan informasi
d. Penerimaan hadiah
e. Diskriminasi/peluang yang sama
f. Pemberian hadiah
g. Proteksi lingkungan
h. Pelecehan seksual
i. Antitrust
j. Keamanan tempat kerja
k. Kegiatan politik
l. Hubungan kemasyarakatan
m. Kerahasiaan informasi pribadi
n. Hak asasi manusia
o. Privasi karyawan
p. Program proteksi dan whistleblowing
q. Penyalahgunaan substansi
r. Nepotisme
s. Tenaga anak
Hak-hak karyawan menurut Sonny Keraf (1998) yang harus diperhatikan, antara lain:

1. Hak atas pekerjaan yang layak


2. Hak atas upah yang adil
3. Hak untuk berserikat dan berkumpul
4. Hak atas pelindung keamanan dan kesehatan
5. Hak untuk diproses hukum secara sah
6. Hak untuk diperlakukan secara sama
7. Hak atas rahasia pribadi
8. Hak atas kebebasan suara hati

Kode Etik Pemasaran

Fungsi pemasaran di dalam perusahan memegang peranan yang sangat


penting dan menentukan bagi kelangsungan hidup perusahanan karena menjadi ujung
tombak perusahaan yang bersentuhan langsung dengan pelanggan di luar
perusahaan. Lawrence, Weber, Post (2005) mengungkapkan bahwa di AS telah
terbentuk organisasi profesi di bidang pemasaran yang bernama American Marketing
Association (AMA). Organisasi ini telah mempunyai kode etik bagi anggotanya, yaitu:

1. Tanggung jawab (Responsibilities), … pelaku pemasaran harus


bertanggungjawab atas konsekuensi aktivitas mereka dan selalu berusaha agar
keputusan, rekomendasi dan fungsi tindakan mereka mengidentifikasi,
melayani, dan memuaskan masyarakat (publik) yang relevan: para pelanggan,
organisasi, dan masyarakat … .
2. Kejujuran dan Kewajaran (Honesty and Fairness), pelaku pemasaran harus
menjaga dan mengembangkan integritas, kehormatan, dan martabat profesi
pemasaran … .
3. Hak (Rights) dan Kewajiban (Duties), Pihak-pihak, ... pelaku dalam proses
pertukaran pemasaran harus mampu mengharapkan bahwa: (1) produk dan
jasa yang ditawarkan perusahaan aman dan cocok dengan kegunaan yang
dimaksudkan; (2) mengomunikasikan bahwa produk dan jasa yang ditawarkan
tidak menipu; (3) semua pihak memenuhi kewajiban, keuangan, dan sejenisnya
dengan itikad baik; (4) terdapat metode internal yang layak untuk penyesuaian
yang adil dan atau memperbaiki keluhan yang menyangkut pembelian ... .
4. Hubungan Organisasi (Organizational Relationships), ... pelaku pemasaran
harus menyadari betapa perilakunya akan mempengaruhi perilaku orang-orang
lain dalam hubungan organisasi. Mereka seharusnya tidak menimbulkan,
mendorong, atau menerapkan kekerasan untuk menimbulkan tindakan perilaku
tidak etis dalam hubungannya dengan orang lain ... .

Kode Etik Akuntansi

Karyawan yang berada dibawah Departemen Akuntansi yang memenuhi syarat


yang di perlukan sebagai akuntan, sering disebut sebagai akuntan manejemen. Tugas
utama akuntan manejemen adalah merancang dan memelihara sistem informasi
akuntansi agar Departemen Akuntansi mampu menghasilkan dua jenis laporan
akuntansi, yaitu:

1. Laporan keuangan (financial statements) sebagai alat pertanggungjawaban


manejemen kepada pihak-pihak diluar manejemen
2. Laporan manejemen untuk kepentingan manejemen dalam rangka
melaksanakan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan proses
keputusan manejemen.

Efektivitas fungsi akuntansi di dalam perusahaan ditentukan oleh karakteristik


kualitatif yang harus dipenuhi oleh laporan akuntansi yang dihasilkan. Di dalam buku
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), pada bagian awal tentang
“Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan,” dikemukakan dua
indiKator karakteristik kualitatif laporan keuangan, yaitu: relevan (relevant) dan dapat
diandalkan (reliable). Suatu laporan dianggap relevan jika laporan tersebut bermanfaat
bagi berbagai pihak untuk mendukung proses pengambilan keputusan. Suatu laporan
disebut andal bila laporan itu disusun dengan cermat (akurat) sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, serta menggambarkan apa adanya (netral, objektif,
bebas dari konflik kepentingan). Agar laporan akuntansi yang dihasilkan oleh akuntan
manajemen dapat memenuhi karakteristik kualitatif, maka harus menguasai ilmu
akuntansi dan disiplin lain yang relevan, mempunyai keterampilan dalam mengelola
data dengan teknologi informasi, serta harus mempunyai integritas yang tinggi.
Dengan demikian, pekerjaan di bidang akuntansi disebut profesi karena:

1. Memerlukan pengetahuan akuntansi dari pendidikan formal (knowledge)


2. Memerlukan keterampilan dalam mengelola data dan menyajikan laporan,
khususnya dengan memanfaatkan teknologi komputer dan sistem informasi
(skill)
3. Orang/karyawan di bidang akuntansi tersebut harus mempunyai sikap dan
perilaku etis (attitude).
Berikut ringkasan kode etik Institute of Management Accountants menurut
Duska dan Duska (2005), yaitu:

1. Kompetensi: Praktisi akuntansi manejemen dan menejemen keuangan


mempunyai suatu tanggung jawab untuk:
a) Memelihara tingkat kompetensi profesional yang layak dengan
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka
b) Menjalankan kewajiban profesional dengan mematuhi hukum,
peraturan, dan standar teknis yang relevan.
c) Menyiapkan laporan dan rekomendasi yang lengkap dan jelas setelah
melakukan analisis terhadap informasi yang handal dan relevan.
2. Kerahasiaan: Praktisi akuntansi manejemen dan manejemen keuangan
mempunyai tanggung jawab untuk:
a) Menahan diri untuk membeberkan informasi rahasia yang diperoleh dari
menjalankan tugas sesuai kewenangannya, kecuali diwajibkan secara
hukum untuk membeberkannya
b) Memberitahukan kepada bawahan menyangkut kerahasiaan informasi
yang mereka ketahui dalam menjalankan tugas mereka dan memantau
kegiatan mereka untuk memastikan kerahasiaannya.
c) Menahan diri dari keinginan untuk menggunakan atau terkesan
menggunakan informasi rahasia yang diperoleh dalam menjalankan
tugasnya untuk kepentingan tidak etis atau melawan hukum baik secara
pribadi maupun melalui pihak ketiga
3. Integritas: Praktisi akuntansi manejemen dan manejemen keuangan
mempunyai tanggungh jawab untuk:
a) Menghindari konflik kepentingan sesungguhnya atau yang tampak dan
memberitahu para pihak terkait dalam hal terjadi konflik kepentingan.
b) Menahan diri untuk melakukan ikatan dalam setiap aktivitas yang dapat
menimbulkan prasangka menyangkut kemampuannya menjalankan
kewajiban secara etis.
c) Menolak setiap pemberian, kemurahan hati, dan pelayanan yang dapat
mempengaruhi atau tampaknya memengaruhi tindakan mereka.
d) Menahan diri baik secara aktif maupun pasif dari tindakan yang
menyimpang terhadap pencapaian tujuan etis dan legitimasi organisasi.
e) Mengungkapkan dan mengomunikasikan keterbatasan profesional atau
kendala lainnya yang akan menghambat penilaian yang bertanggung
jawab atau kinerja yang sukses atas suatu kegiatan.
f) Mengomunikasikan informasi yang tidak menyenangkan dan yang
menyenangkan serta pendapat dan penilaian yang profesional.
g) Menahan diri dari suatu ikatan atau suatu dukungan aktivitas yang
dapat mendiskreditkan profesi.
4. Objektivitas: Praktisi akuntansi manejemen dan manejemen keuangan
mempunyai tanggung jawab untuk:
a) Mengomunikasikan informasi secara adil dan objektif.
b) Mengungkapkan semua informasi relevan sepenuhnya yang
diperkirakan dapat memengaruhi pemahaman pihak pengguna atas
laporan, komentar, dan rekomendasi yang disampaikan.
5. Resolusi atas Konflik etis: Dalam menerapkan standar kode etik, praktisi
akuntansi manajemen dan manajemen keuangan mungkin menghadapi
masalah dalam mengidentifikasikan perilaku tidak etis, atau di dalam
memecahkan suatu konflik etis. Bila menghadapi isu etika yang signifikan,
praktisi akuntansi manejemen dan manejemen keuangan harus mengikuti
kebijakan organisasi yang telah ditentukan dalam memecahkan konflik
tersebut. Jika kebijakan ini tidak mampu memecahkan konflik etis, maka
praktisi harus mempertimbangkan langkah-langkah berikut ini:
a) Diskusikan masalah dengan atasan langsung, kecuali ada indikasi
atasan langsung terlibat.
b) Mengklarifikasi isu yang relevan melalui diskusi rahasia dengan
penasehat yang tepat untuk memperoleh pemahaman jernih tentang
berbagai kemungkinan tindakan. Konsultasi dengan pengacara yang
berkaitan dengan hak dan kewajiban hukum yang menyangkut konflik
etis tersebut.
c) Bila konflik masih muncul setelah bersusah payah mendapatkan
pandangan internal dari pejabar pada berbagai tingkatan, tidak ada
jalan lain selain mengundurkan diri dari organisasi dan memberikan
nota memorandum kepada perwakilan organisasi yang tepat. Setelah
berhenti, dapat saja hal tersebut diberitahukan kepada pihak-pihak
lainnya, tergantung sifat dari konflik etis tersebut.
Kode Etik Keuangan

Fungsi pokok akuntansi antara lain menghasilkan laporang keuangan (neraca,


perhitungan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas), sedangkan
fungsi keuangan adalah mengelola arus kas (kas masuk dank kas keluar), termasuk
menetapkan struktur permodalan dan mencari sumber-sumber dan jenis pembiayaan
baik untuk membiayai kegiatan operasi maupun untuk rencana aktvitias.

Akhir akhir ini makin banyak dan makin sering terdengar berita tentang
isu/skandal pelanggaran etika di bidang keuangan yang dilakukan dan melibatkan
oknum pejajabat terkait di bidang keuangan. Para professional di bidang keuangan di
AS telah lama mempunyai organisasi disebut Association for Investment Management
and Research (AIMR). AIMR juga telah mempunyai kode etik yang dapat dijadikan
acuan perilaku bagi semua anggotanya. Berikut ringkasan kode etik AIMR :

Anggota AIMR akan:

1. Bertindak berdasarkan integritas, kompetensi, martabat (dignity), dan bertinfak


etis dalam berhubungan dengan publik, pelanggan, calon pelanggan, atasan,
karyawan, dan sesama anggota profesi.
2. Menjalankan dan mendorong pihak lain untuk bertinfak etis dan profesional
yang akan mencerminkan kepercayaan anggota profesi dan profesi mereka
3. Berusaha keras untuk memelihara dan meningkatkan kompetensi dan
kompetensi pihak lain dalam profesi ini.
4. Menerapkan kehati-hatian dan menjalankan penilaian professional yang
bersifat independen.

Standar-standar perilaku professional ini juga meliputi:

1. Tanggung jawab fundamentalmemahami semua hokum, peraturan, dan


regulasi yang terkait.
2. Hubungan dan tanggung jawab atas profesitermasuk tidak mengikatkan diri
dengan perilaku tidak etis dan melarang melakukan plagiarisme.
3. Hubungan dan tanggung jawab pada atasantermasuk pengungkapan konflik
dan pengaturan kompensasi tambahan.
4. Hubungan dan tanggung jawab pada pelanggan dan calon
pelanggantermasuk perwakilan yang masuk akal, independensi dan
objektivitas, tanggung jawab fiduaciary dan dealing yang wajar memelhara
kerahasiaan, dan pengungkapan konflik serta jasa rujukan (referral fees)
5. Hubungan dan tanggung jawab kepada publiktermasuk larangan
menggunakan informasi bukan publik dan larangan atas penyesatan kinerja
investasi.

Kode Etik Teknologi Informasi

Bisnis di bidang system informasi dan komunikasi telah menjadi ciri utama
kegiatan bisnis menjelang akhir abad ke-20 dan memasuki abad ke-21. Kemajuan
teknologi perangkat keras ini juga diikuti oleh perangkat lunak computer (software),
khususnya berbagai perangkat lunak aplikasi yang meluas pada hampir seluruh fungsi
bisnis, seperti: akuntansi, keuangan, produksi, perpajakan, kepegawaian, pemasaran,
kesekretariatan.

Bukan rahasia lagi bahwa kemajuan perangkat keras dan perangkat lunak
komputer juga diikuti oleh munculnya beragam jenis virus komputer yang setiap saat
dapat mengancam data aoa oun dan milik siapapun. Kejahatan kerah putih makin
sering terjadi denfan dampak kerugian yang ditimbulkan makin besar.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka makin disadari pentingnya


membangun dan menanamkan sikap dan perilaku etis dikalangan profesi di bidang
teknologi informasi. Di AS telah terbentuk organisasi profesi di bidang teknologi
informasi yang bernama Association for Computing Mechinary (ACM). Organisasi ini
juga telah membuat kode etik profesi yang berlaku bagi semua anggotanya. Berikut ini
ringkasan kode etik ACM:

Pendahuluan:
Komitmen terhadap kode etik professional diharapkan bagi setiap anggota
(anggkota yang mempunyai hak suara, anggota asosiasi, dan anggota
mahasiswa) dan Association of Computing Mochinary (ACM).

Kode ini mencakup 24 keharusan yang dirumuskan sebagai pernyataan


tentang tanggung jawab pribadi, mengidentifikasi unsur-unsur seperti
komitmen. Itu mencakup banyak, tetapi tidak semua, isu-isu profesi yang harus
dihadapi … Kode etik dan pedoman terlampir dimaksudkan sebagai pedoman
pengambilan keputusan etis dalam menjalankan pekerjaan profesional.
Keduanya, kode ini sebagai dasar untuk menilai ukuran suatu keluhan formal
atas pelanggaran standar etika profesi.
Keharusan umum untuk anggota ACM mencakup konstribusi bagi masyarakat
dan kesejahteraan umat manusia, menghindari merugikan orang lain, berindak
jujur dan dapat dipercaya, adil dan tidak melakukan diskriminasi, menhormati
kekayaan intelektual, menghormati privasi orang lain, dan menghargai
kerahasiaan.
Ketaatan terhadap kode etik ini bersifat sukarela. Akan tetapi, jika anggota
melanggar kode etik ini dengan melukukan perilaku tidak etis, keanggotaannya
pada ACM akan dicabut.

Kode Etik Fungsi Lainnya

Ciri pokok suatu system adalah bahwa setiap elemen di dalam perusahaan
akan berinteraksi satu dengan lainnya yang akan memengaruhi perusahaan secara
keseluruhan, sekecil apa pun peran yang dimainkan oleh setiap elemen tersebut. Oleh
karena itu, semua karyawan pada semua fungsi di suatu perusahaan harus selalu
bersikap professional, yaitu: menguasai bidang ilmu dan keterampilan teknis pada
bidangnya, serta harus mempunyai sikap dan perilaku etis. Ketaatan dalam mematuhi
kode etik yang telah ditetapkan oleh perusahaan akan menentukan kualitas SDM di
dalam perusahaan.

PERBANDINGAN KODE ETIK


American Market Institute of Association for Association for
Association Management Investment Computing
(AMA) Accountants Management and Machine (ACM)
Research (AIMR)
Tanggung jawab Kompetensi Kompetensi Tanggung jawab
dan komitmen
Kejujuran dan Integritas Integritas, Martabat Jujur dan dapat
Kewajiban (dignity) dipercaya
Hak dan Kewajiban Kerahasiaan, Kerahasiaan, Kerahasiaan,
Objektivitas Objektivitas, Menghormati hak
Independensi kekayaan
intelektual
Hubungan Resolusi atas Kehati-hatian; Adil dan tidak
organisasi konflik etis Larangan diskriminatif;
menggunakan Menghormati
informasi privasi orang lain.
nonpublik.

Sehubungan dengan hal tersebut, di bawah ini akan diulas beberapa konsep
yang biasa muncul dalam pedoman kode etis suatu profesi.

Integritas

Banyak yang menginterpretasikan integritas sama dengan kejujuran, meski


sebenarnya konsep integritas lebih luas dari konsep kejujuran. Kejujuran hanya
merupakan salah satu unsur yang membangun integritas seseorang. Pandangan yang
dikemukakan oleh Julian M dan Alfred (2007) yang mengatakan bahwa integritas
merujuk pada segala hal yang membuat seseorang bisa dipercaya.

Dapat disimpulkan bahwa integritas:

1. Menyiratkan pengertian keutuhan ataukeseimbangan (dalam hal


kecerdasan/kesehatan fisik, mental, dan spiritual; atau pengetahuan,
keterampilan, serta sikap dan perilaku).
2. Menjadi dasar/fondasi untuk membangun kepercayaan.
3. Meliputi banyak atribut atau kualitas terkait untuk membangun tindakan benar,
tanggung jawab, kematangan, loyalitas, ketekunan dan keaktifan, sifat tidak
korup, dan sebagainya

Dengan demikian, integritas merupakan dasar penegakan etika karena jika


integritas sudah melekat menjadi sifat seseorang, maka atrbut-atribut lainnya sudah
dengan sendirinya menjadi bagian dari karakternya.

Whistleblowing

Whistleblowing dalam konteks etika, sebagaimana diungkapkan oleh Sonny


Keraf (1998) adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang
karyawan untuk membocorkan kecurangan entah yang dilakukan oleh seseorang atau
beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan entah yang dilakukan oleh
perusahaan atau atasannya kepada pihak lain. Bila lapotan ini masih ditujukan kepada
orang/pejabat di dalam perusahaan, maka tindakan ini disebut internal whistleblowing
Namun bila tindakan pembocoran ini sudah dilakukan kepada masyarakat/orang di luar
perusahaan, maka tindakan ini disebut external whistleblowing.
Kompetensi

Kompetensi berarti kecakapan dan kemampuan dalam menjalankan suatu


pekerjaan atau profesinya. Orang yang kompeten berarti orang yang dapat
menjalankan pekerjaannya dengan kualitas hasil yang baik.

Obejektivitas dan Independensi

Objektif berarti: sesuai tujuan, sesuai sasaran, tidak berat sebelah, selalu
didasarkan atas fakta atau yang mendukung. Konsep ini menyiratkan bahwa segala
sesuatu diungkapkan apa adanya, tidak menyembunyikan sesuatu, jujur, dan wajar
(fair). Independensi mencerminkann sikap tidak memihak serta tidak dibawah
pengaruh atau tekanan pihak tertentu dalam mengambil keputusan dan tindakan.

Anda mungkin juga menyukai