BAB 1 & 2
Disusun Oleh :
Kelompok 11
1. Agnes (18013010061)
2. Hari Purwanti (18013010092)
3. Ririn Novitasari (18013010119)
JAWA TIMUR
2020
BAB 1
MANUSIA DAN ALAM SEMESTA
HAKIKAT KEBENARAN
Intinya adalah bahwa ada berbagai tingkat eksistensi alam dan tingkat eksistensi
kesadaran. Oleh karena itu untuk menemukan hakikat kebenaran tidak cukup hanya dengan
mengandalkan pendekatan ilmiah/rasional.
Ada kecenderungan yang disodorkan saintisme modern – yaitu suatu paham yang sering
disebut sebagai materialistik dan deterministik – yang memandang dunia fisik/ dunia materi
sabagai satu-satunya keberadaan yang diakuhi oleh ilmu pengetahuan. Schumacher
mengingatkan para ilmuwan tentang tingkatan eksistensi semesta :
1. Benda dituliskan P
2. Tumbuhan dituliskan P +X
3. Hewan dituliskan P+X+Y
4. Manusia dituliskan P+X+Y+Z
P untuk benda mati, X unsur hidup, Y untuk kesadaran, dan Z untuk kesadaran diri, maka
eksistensi alam semesta memiliki jenjang yang terbagi ke dalam empat tingkat, yaitu
Chopra mengemukakan tiga tingkat keberadaan yaitu domain fisik, domain kuantum,
dan domain nonlokal. Domain fisik adalah domain substansi, materi, dan alam semesta yang
dapat diketahui melalui pancaindera. Domain kuantum, segalanya terdiri atas informasi dan
energi. Melalui persamaan einstein E=mc2 , energi (E) massa (m) kekuatan cahaya (C)
Dapat disimpulkan bahwa hakikat keberadaan alam semesta tidak hanya terbatas pada
sesuatu yang bersifat fisik, sebagaimana diyakini oleh sementara ilmuwan. Dengan kemajuan
ilmu fisika dan adanya ketertarikan para ilmuwan untuk mulai mengkaji hal-hal spiritual
secara lebih rasional, maka mulai diyakini bahwa hal-hal yang tidak tampak oleh pancaindera
juga merupakan bagian tak terpisahkan dari hakikat keberadaan.
HAKIKAT MANUSIA
Stevenson dan Haberman (2001) mengatakan meski ada begitu banyak hal yang sangat
bergantung pada konsep tentang hakikat manusia, namun banyak ketidaksepakatan mengenai
hakikat manusia. Karl Marx, mengatakan bahwa hakikat riil manusia adalah keseluruhan
hubungan sosial dengan menolak adanya Tuhan dan menganggap bahwa tiap pribadi adalah
produk dari tahapan ekonomis tertentu dari masyarakat manusia tempat manusia hidup.
Otak memiliki kemampuan sangat luar biasa, antara lain: memproduksi pikiran-sadar,
melakukan pilihan bebas, menyimpan ingatan, memungkinkan memiliki perasaan.
menjembatani kehidupan spiritual dengan kehidupan materi/fisik, kemampuati perataan,
persentuhan, penglihatan, penciuman, berbahasa, mengendalikan berbagai organ tubuh, dan
sebagainya.
Menurut Agus Nggermanto (2001), paling tidak ada sembilan subkomponen di dalam
otak manusia, yaitu: (1) neocortex. (2) corpus callasum, (3) cerebellum, (4) otak reptile, (5)
hippocampus, (6) amidala. (7) pituitury gland, (8) hypothalamus, dan (9) thalamus.
Ilmuwan yang pertama kali meneliti tentang belahan otak kiri (left hemisphere) dan
belahan otak kanan (right hemisphere) adalah Roger Wolkott Sperry (dalam Taugada, 2003).
Otak kiri menjalankan fungsi berpikir secara kognitif dan rasional dengan karakteristik yang
bersifat logis, atematis, analitis, realistis, vertikal, kuantitatif, intelektual, objektif, dan
mengontrol sistem motorik bagian tubuh kanan. Sementara itu, otak kanan memiliki fungsi
berpikir secara afektif dan relasional: memiliki karakteristik kualitatif, impulsif, spiritual,
holistik, emosional, artistik, kreatif, subjektif, bolis, imajinatif, simultan, intuitif, dan
Zohar dan Marshall (2002) melihat fungsi otak dari tiga cara berpikir atau tiga ragam
kecerdasan, yaitu: proses berpikir seri (otak Intellectual Quotient-IQ), berpikir asosiatif (otak
Emotional Quotient- EQ), dan berpikir menyatukan (otak Spiritual Quotient-SQ). Berpikir
seri (otak IQ) menggambarkan cara berpikir linier, logis, dan tidak melibatkan perasaan.
Berpikir asosiatif (otak EQ) menciptakan asosiasi antar hal, misalnya nasi dengan rasa lapar,
rumah dengan kenyamanan, salakan anjing dengan bahaya, warna merah dengan emosi, dan
sebagainya. Berpikir asosiatif melandasi sebagian besar kecerdasan emosional. Berpikir
menyatukan (otak SQ) mengintegrasikan fungsi IQ dan EQ sehingga pat diperoleh suatu
makna atau penyadaran diri. Penelitian Persinger dan Ramachandran mengindikasikan
adanya semacam God Spot di sekitar Lobus Temporal yang memungkinkan manusia
memperoleh kesadaran spiritual/transendental. Kecerdasan intelektual (IQ) merupakan alat
yang efektif untuk mengeksplorasi dunia materi serta untuk mengumpulkan modal materiil
(uang dan segala vev yang dapat dibeli dengan uang). Kecerdasan hati (EQ) berguna untuk
mengasah imengembang ketajaman rasa yang diperlukan dalam membangun modal sosial,
yaitu modal berupa jaring hubungan dengan orang lain yang memungkinkan komunitas dan
organisasi berfungsi secara el demi kepentingan bersama.
Peter Salovey, psikolog dan Harvard University dan John Mayer dari University of
New Hampshire pada tahun 1990 (dala Shapiro, 2001) untuk menggambarkan kualitas-
kualitas emosional yang tampaknya penting keberhasilan Kualitas-kualitas tersebut antara
lain: empati, kemampuan mengungkapkan memahami perasaan, pengendalian anmarah.
kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, dis kemampuan memecahkan masalah antar
pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, serta hormat.. Hal ini dimaklumi mengingat
aspek spiritualitas (ketuhanan)-sebagaimana dikatakan olch Campbell (da Hawley, 2001)-
merupakan suatu dimensi alam semesta yang berada di luar jangkatuan indra ma Untuk lehih
menyederhanakan pemahaman pada aspek spıritualitas ini, Gymnastiar (2002) memberikan
definisi, namun mengungkapkannya dalam bentuk puisi yang sederhana dan indah.
Spiritualitas berhubungan dengan upaya pencarian makna kehidupan melalui
hubungan fantsung antara diri dengan Tuhan (kekuatan tak terbatas, potensi murni). Dari
uraian sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
“Manusia jelas sekali dibuat untuk berpikir. Di dalamnya terletak semua martabat dan
kebijakannya; dan seluruh kewajibanya adalah berpikir sebagaimana seharusnya.” Blaise
Pascal (dalam Hart, 1997).
Pikiran menentukan siapa dan apa diri seseorang sebagai individu. Pikiran akan
menentukan apakah akan menuju sakit atau sehat, emosi yang bergejolak atas stabil, sikap
dan perilaku negatif ataupositif, watak yang baik atau buruk, serta menuju ke kesadaran yang
lebih tinggi atau menuju kekesadaran yang lebih rendah.
Evaluasi kesadaran yang dikemukakan oleh Sutrisna, Ibnu Arabi (dalam Frager, 1999)
membagi empat kesadaran sebagai berikut:
1. Jalan syari'ah, dimana seseorang secara taat asas mengikuti hukum-hukum moral
dalam kehidupan sehari-hari. Hukum moral ini diikuti untuk menilai sah atau tidaknya
apa yang menjadi milikku dan milikmu. Orang yang taat mengikuti ajaran agama
secara lahiriah, tapi masih memiliki rasa kemelekatan atas apa yang menjadi miliknya
dan apa yang menjadi milik orang lain.
2. Jalan thariqah, dimana seseorang mencoba mencari kebenaran melalui jalan tanpa
rambu. Tingkat kesadaran seseorang telah melampaui tingkat syari'ah. Dalam diri
seseorang telah tumbuh perasaan milikku adalah milikmu dan milikmu adalah
milikku.
3. Jalan haqiqah, dimana seseorang telah memahami makna terdalam dari praktik
syari'ah dan thaqirah. Seseorang dalam tahap ini sering memperoleh kebenaran
langsung tentang gaib. Orang pada kesadaran ini merasakan bahwa tidak ada lagi
apa yang menjadi milikku dan milikmu. Semua adalah milik Tuhan. Tidak ada lagi
rasa kemelekatan pada materi.
4. Jalan ma'rifah, dimana seseorang telah mempunyai kearifan dan pengetahuan dalam
tentang kebenaran spiritual. Kesadaran seseorang telah mencapai tahap tertinggi,
orang seperti ini menyadari bahwa tidak ada lagi aku dan kamu. Menyadari bahwa
segalanya adalah Tuhan, bahwa tidak ada satupun atau seorang pun yang terpisah dari
Tuhan.
Jogiyanto (1988) menyebutkan bahwa setiap sistem mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Setiap elemen saling bekerjasama, saling mendukung, saling memerlukan dan saling
memengaruhi satu dengan yang lainnya dalam mencapai tujuan sistem secara keseluruhan.
Oleh karena itu, adanya gangguan sekecil apapun itu akan mempengaruhi pola interaksi
dengan elemen-elemen lainnya. Dan tentu saja hal tersebut akan berpengaruh pada
pencapaian tujuan sistem secara keseluruhan dalam satu kesatuan.
HAKIKAT AGAMA
Untuk memperoleh pemahaman tentang agama, dibawah ini dikutip beberapa pengertian dan
definisi tentang agama:
Dari beberapa definisi diataas dapat dirinci rumusan agama berdasarkan unsur-unsur penting
sebagai berikut:
1. Hubungan manusia dengan sesuatu yang tak terbatas, yang transendental, yang ilahi
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Berisi pedoman tingkah laku, nilai-nilai, dan norma-norma yang diwahyukan
langsung oleh ilahi melalui nabi-nabi. Untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan
hidup kekal di akhirat.
HAKIKAT FILSAFAT
Filsafat dari dua kata yunani philo dan shopia. Philo berarti cinta dan shopia berarti
bijaksana. Dengan demikian, philoshopia berarti cinta terhadap kebijaksanaan (Fuad Farid
Ismail dan Abdul Hamid Mutawali (2003)). Karakteristik utama berfikir filsafat adalah
sifatnya yang menyeluruh, sangat mendasar dan spekulatif. Sifatnya yang menyeluruh,
artinya yang mempertanyakan hakikat keberadaan dan kebenaran tentang keberadaan itu
sendiri sebagai satu kesatuan secara keseluruhan, bukan dari perspektif bidang perbidang,
atau sepotong-sepotong. Sifatnya yang mendasar berarti bahwa filsafat tidak begitu saja
percaya bahwa ilmu itu adalah benar. Sifatnya yang spekulatif karena filsafat yang selalu
mencari tahu jawaban bukan saja pada suatu hal yang sudah diketahui, tetapi juga pada segala
sesuatu yang belum diketahui.
Unsur-Unsur Filsafat:
HAKIKAT ETIKA
Etika berasal dari kata Yunaniethos (bentuk tunggal) yang berarti: tempat tinggal,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam hal
ini, kata etika sama pengertiannya dengan moral. Moral berasal dari kata Latin: mos (bentuk
tunggal), atau mores (bentuk jamak) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, watak,
tabiat, akhlak, cara hidup. Berikut beberapa pengertian dari etika:
1. Ada dua pengertian etika; sebagai praksis dan sebagai refleksi. Sebagai praksis, etika
berarti nilai–nilai dan norma–norma moral baik yang dipraktikkan atau justru tidak
dipraktikkan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai refleksi adalah
pemikiran moral (Bertens, 2001).
2. Etika secara etimologis dapat diartikaan sebagai ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan, atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan hidup yang baik
dan yang buruk (Kanter, 2001).
3. Istilah lain dari etika adalah susila. Etika sebagai ilmu disebut tata susila, yang
mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan, apa yang harus
dikerjakan atau dihindari sehingga tercipta hubungan yang baik di antara sesame
manusia (Suhardana, 2006).
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa ternyata etika mempunyai banyak arti. Namun
demikian, setidaknya arti etika dapat dilihat dari dua hal berikut:
a. Etika sebagai praksis; sama dengan moral atau moralitas yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, nilai–nilai, dan norma–norma yang berlaku dalam kelompok atau
masyarakat.
b. Etika sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiran / penilaian moral.
HAKIKAT NILAI
Istilah nilai bukan hal yang asing bagi hamper setiap orang dalam kehidupan sehari–
hari. Dalam hal ini, nilai barang sama pengertiannya dengan harga barang yang dibayar. Nilai
uang (harga) yang dibayar untuk memperoleh barang tersebut sering disebut sebagai nilai
ekonomis. Untuk memahami pengertian nilai secara lebih mendalam, di bawah ini dikutip
beberapa definisi tentang nilai:
1. Doni Koesoema A. (2007) mendefinisikan nilai sebagai kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dan dihargai sehingga dapat
menjadi semacam objek bagi kepentingan tertentu.
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) merumuskan nilai sebagai
standar atau ukuran (normal) yang kita gunakan untuk mengukur segala sesuatu.
3. Sorokin dalam Capra (2002) mengungkapkan tiga system nilai dasar yang melandasi
semua manifestasi suatu kebudayaan, yaitu: nilai infriawi, nilai ideasional, dan
idealistis.
Dari beberapa penjelasan tentang nilai tersebut, sebenarnya dapat disimpulkan tiga hal, yaitu: