Anda di halaman 1dari 14

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

BAB 1 & 2

Dosen Pengampu : Dra.Ec.Siti Sundari, M.Si

Disusun Oleh :

Kelompok 11

1. Agnes (18013010061)
2. Hari Purwanti (18013010092)
3. Ririn Novitasari (18013010119)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

JAWA TIMUR

2020
BAB 1
MANUSIA DAN ALAM SEMESTA

HAKIKAT KEBENARAN

E.F Schumacher menyatakan empat kebenaran :

a. Kebenaran (hakikat) tentang eksistensi (dunia/alam semesta)


b. Kebenaran tentang alat (tools) yang dipakai untuk memahami dunia
c. Kebenaran tentang cara belajar tentang dunia
d. Yang dimaksud dengan hidup di dunia

Kebenaran tentang eksistensi menyangkut kebenaran tentang adanya empat tingkat


eksistensi dunia, yaitu benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Yang membedakan
adalah unsur kesadaran yang dimiliki. Kebenaran tentang alat maksudnya adalah ketepatan
penggunaan alat yang dipakai untuk memahami keempat tingkat eksistensi tersebut.
Kebenaran tentang cara belajar yang menyangkut dunia akan berbeda untuk empat bidang
pengetahuan : (1) saya-batin, (2) saya- lahiriah, (3) dunia-batin,(4) dunia-lahiriah/material.
Dalam kebenaran hidup di dunia, dijumpai dua corak masalah: (1) masalah konvergen
(bertitik temu), yaitu sesuatuyang dapat dipecahkan secara menyeluruh, dan (2) masalah
divergen (bertitik pisah), yaitu sesuatau yang selalu berlawanan.

Intinya adalah bahwa ada berbagai tingkat eksistensi alam dan tingkat eksistensi
kesadaran. Oleh karena itu untuk menemukan hakikat kebenaran tidak cukup hanya dengan
mengandalkan pendekatan ilmiah/rasional.

HAKIKAT EKSISTENSI (DUNIA/ALAM SEMESTA)

Ada kecenderungan yang disodorkan saintisme modern – yaitu suatu paham yang sering
disebut sebagai materialistik dan deterministik – yang memandang dunia fisik/ dunia materi
sabagai satu-satunya keberadaan yang diakuhi oleh ilmu pengetahuan. Schumacher
mengingatkan para ilmuwan tentang tingkatan eksistensi semesta :

1. Benda dituliskan P
2. Tumbuhan dituliskan P +X
3. Hewan dituliskan P+X+Y
4. Manusia dituliskan P+X+Y+Z
P untuk benda mati, X unsur hidup, Y untuk kesadaran, dan Z untuk kesadaran diri, maka
eksistensi alam semesta memiliki jenjang yang terbagi ke dalam empat tingkat, yaitu

1. Tingkat pertama adalah benda mati yang berunsur P (substansi, materi)


2. Teingkat kedua, tumbuh-tumbuhan yang berunsur P dan X (kehidupan)
3. Tingkat ketiga, golongan hewan yang berunsur P,X, dan Y (kesadaran)
4. Tingkat keempat, golonga manusia yang berunsur P, Y, Y, dan Z (kesadaran
transendental )

Pitirim Alexandravich Sorokin menjelaskan perubahan-perubahan besar (krisis) dan


fluktuasi sistem nilai yang terjadi dalam sejarah kehidupan umat manusia berdasarkan skema
tiga sistem nilai, yaitu indriawi, ideasional, dan idealistis. Sistem nilai indriawi berada pada
sisi ekstrem satu, yang berpandangan bahwa semua nilai etika bersifat relatif. Pada sisi
ekstrem lainnya , sistem nilai ideasional berpandangan bahwa realitas sejati berada di dunia
materi. Tarik menarin antar kedua kekuatan ini memunculkan sistem idealistis.

Chopra mengemukakan tiga tingkat keberadaan yaitu domain fisik, domain kuantum,
dan domain nonlokal. Domain fisik adalah domain substansi, materi, dan alam semesta yang
dapat diketahui melalui pancaindera. Domain kuantum, segalanya terdiri atas informasi dan
energi. Melalui persamaan einstein E=mc2 , energi (E) massa (m) kekuatan cahaya (C)

Dapat disimpulkan bahwa hakikat keberadaan alam semesta tidak hanya terbatas pada
sesuatu yang bersifat fisik, sebagaimana diyakini oleh sementara ilmuwan. Dengan kemajuan
ilmu fisika dan adanya ketertarikan para ilmuwan untuk mulai mengkaji hal-hal spiritual
secara lebih rasional, maka mulai diyakini bahwa hal-hal yang tidak tampak oleh pancaindera
juga merupakan bagian tak terpisahkan dari hakikat keberadaan.

HAKIKAT MANUSIA

Stevenson dan Haberman (2001) mengatakan meski ada begitu banyak hal yang sangat
bergantung pada konsep tentang hakikat manusia, namun banyak ketidaksepakatan mengenai
hakikat manusia. Karl Marx, mengatakan bahwa hakikat riil manusia adalah keseluruhan
hubungan sosial dengan menolak adanya Tuhan dan menganggap bahwa tiap pribadi adalah
produk dari tahapan ekonomis tertentu dari masyarakat manusia tempat manusia hidup.

McDavid dan Harari mengelompokkan empat teori psikologi dikaitkan dengan


konsepsinya tentang manusia :
1. Psikoanalisis, melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh keinginan
terpendam (homo volensi)
2. Behaviorisme, menganggap manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh
lingkungan (homomechanicus)
3. Kognitif, menganggap manusia sebagai makhluk berpikir yang aktif
mengorganisasikan dan mengoloah stimulasi yang diterimanya (homo sapiens)
4. Humanisme, melukiskan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi
transaksional dengan lingkungannya (homo ludens)

Untuk memahami hakikat manusia secara utuh, kembali memahami pendapat


Schumacher tentang empat tingkat eksistensi kehidupan. Steiner (1999) melihat hakikat
manusia berdasarkan lapisan-lapisan energi yang melekat pada tubuh manusia sebagai satu
kesatuan, yaitu (1) badan fisik/physical body, (2) badan eterik/etheric body, (3) badan
astral/astral body, (4) badan ego/consciousness, (5) manas/spirit-self (6)buddhi/life-spirit, dan
(7) atma (spirit-man). Manusia memiliki lapisan fisik yang sama dengan benda mati,
tumbuhan dan hewan. Benda eterik merupakan lapisan makhluk hidup yang memungkinkan
mengalami siklus hidup, tumbuh, matang berkembang dan mati. Badan astral, lapisan yang
memungkinkan memiliki nafsu (passion), keinginan (desire), dan merasakan senang dan
sakit. Lapisan ego memungkinkan memiliki kesadaran.

Hawley menganalogikan suatu organisasi seperti manusia yang memiliki empat


agenda (bagian), yaitu agenda tubuh, agenda kepala, agenda hati dan agenda semangat.
Agustian (2001) dan Kusworo (2005) membagi manusia kedalam tiga lapisan, yaitu lapisan
fisik, mental (jiwa, mind) dan spiritual. Ardira (2005), mencoba membuat skema hubungan
antar lapisan yang dikemukakan oleh para ilmuwan :

Steiner Hawley Schumacher Agustian dan Kustara


Fisik P
Tubuh (body) Fisik
Eterik X
Astral
Hati (heart)
Ego Jiwa (mind, psikis-
Y
Manas mental)
Kepala (head)
Buddhi
Atma Semangat (spirit) Z Roh (Soul, spirit)
HAKIKAT OTAK (BRAIN) DAN KECERDASAN (INTELLIGENCE)

Otak memiliki kemampuan sangat luar biasa, antara lain: memproduksi pikiran-sadar,
melakukan pilihan bebas, menyimpan ingatan, memungkinkan memiliki perasaan.
menjembatani kehidupan spiritual dengan kehidupan materi/fisik, kemampuati perataan,
persentuhan, penglihatan, penciuman, berbahasa, mengendalikan berbagai organ tubuh, dan
sebagainya.

Menurut Agus Nggermanto (2001), paling tidak ada sembilan subkomponen di dalam
otak manusia, yaitu: (1) neocortex. (2) corpus callasum, (3) cerebellum, (4) otak reptile, (5)
hippocampus, (6) amidala. (7) pituitury gland, (8) hypothalamus, dan (9) thalamus.

Ilmuwan yang pertama kali meneliti tentang belahan otak kiri (left hemisphere) dan
belahan otak kanan (right hemisphere) adalah Roger Wolkott Sperry (dalam Taugada, 2003).
Otak kiri menjalankan fungsi berpikir secara kognitif dan rasional dengan karakteristik yang
bersifat logis, atematis, analitis, realistis, vertikal, kuantitatif, intelektual, objektif, dan
mengontrol sistem motorik bagian tubuh kanan. Sementara itu, otak kanan memiliki fungsi
berpikir secara afektif dan relasional: memiliki karakteristik kualitatif, impulsif, spiritual,
holistik, emosional, artistik, kreatif, subjektif, bolis, imajinatif, simultan, intuitif, dan

Sementara itu, Ned Herrmann (dalam Lumsdaine dan Lumsdaine, 1995)


mengembangkan lebih lanjut fungsi otak dengan membaginya ke dalam empat kuadran.

Bila dikaitkan dengan kecerdasan (intelligence), berkat otaknya manusia mempunyai


banyak kecerdasan (multiple intelligence). Gardner (1999) mendefinisikan kecerdasan
sebagai poteni biopsikologis untuk memproses informasi yang dapat diaktifkan dalam suatu
latar (setting) kebudayan untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk-produk
bermanfaat dalam suatu kebudayaan. Gardner pada awalnya mengidentifikasi tujuh
kecerdasan manusia, yaitu: lingusi. logical-mathematical, musical, bodily-kinesthetical,
spatial, interpersonal, dan intrapersonal inteligent.

Clark (dalam Munandar, 1999) mengembangkan model integratif yang


mengintegrasikan empat fungsi otak, yaitu: fungsi berpikir (kognitif), fungsi afektif, fungsi
fisik, dan fungsi intuisi/firasat vang seluruhnya memunculkan kreativitas. Fungsi berpikir
kognitif merupakan fungsi otak kanan dan otak kiri (neocortex). Fungsi afektif mengelola
emosi dan perasaan yang merupakan fungsi dari sistem limbik. Fungsi fisik meliputi gerakan,
penglihatan, pendengaran, penciuman, pencecapan, dan perabaan. Fungsi intuisi adalah
pemahaman secara menyeluruh dan sebagian merupakan hasil sintesis tingkat tinggi dari
semua fungsi otak. Konsep kreativitas sudah banyak dikenal, namun tidak mudah
didefinisikan. Clark sendiri mengartikan kreativitas sebagai suatu kondisi dan sikap yang
mencerminkan ekspresi tertinggi dari suatu bakat yang dimiliki seseorang.

Zohar dan Marshall (2002) melihat fungsi otak dari tiga cara berpikir atau tiga ragam
kecerdasan, yaitu: proses berpikir seri (otak Intellectual Quotient-IQ), berpikir asosiatif (otak
Emotional Quotient- EQ), dan berpikir menyatukan (otak Spiritual Quotient-SQ). Berpikir
seri (otak IQ) menggambarkan cara berpikir linier, logis, dan tidak melibatkan perasaan.
Berpikir asosiatif (otak EQ) menciptakan asosiasi antar hal, misalnya nasi dengan rasa lapar,
rumah dengan kenyamanan, salakan anjing dengan bahaya, warna merah dengan emosi, dan
sebagainya. Berpikir asosiatif melandasi sebagian besar kecerdasan emosional. Berpikir
menyatukan (otak SQ) mengintegrasikan fungsi IQ dan EQ sehingga pat diperoleh suatu
makna atau penyadaran diri. Penelitian Persinger dan Ramachandran mengindikasikan
adanya semacam God Spot di sekitar Lobus Temporal yang memungkinkan manusia
memperoleh kesadaran spiritual/transendental. Kecerdasan intelektual (IQ) merupakan alat
yang efektif untuk mengeksplorasi dunia materi serta untuk mengumpulkan modal materiil
(uang dan segala vev yang dapat dibeli dengan uang). Kecerdasan hati (EQ) berguna untuk
mengasah imengembang ketajaman rasa yang diperlukan dalam membangun modal sosial,
yaitu modal berupa jaring hubungan dengan orang lain yang memungkinkan komunitas dan
organisasi berfungsi secara el demi kepentingan bersama.

Peter Salovey, psikolog dan Harvard University dan John Mayer dari University of
New Hampshire pada tahun 1990 (dala Shapiro, 2001) untuk menggambarkan kualitas-
kualitas emosional yang tampaknya penting keberhasilan Kualitas-kualitas tersebut antara
lain: empati, kemampuan mengungkapkan memahami perasaan, pengendalian anmarah.
kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, dis kemampuan memecahkan masalah antar
pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, serta hormat.. Hal ini dimaklumi mengingat
aspek spiritualitas (ketuhanan)-sebagaimana dikatakan olch Campbell (da Hawley, 2001)-
merupakan suatu dimensi alam semesta yang berada di luar jangkatuan indra ma Untuk lehih
menyederhanakan pemahaman pada aspek spıritualitas ini, Gymnastiar (2002) memberikan
definisi, namun mengungkapkannya dalam bentuk puisi yang sederhana dan indah.
Spiritualitas berhubungan dengan upaya pencarian makna kehidupan melalui
hubungan fantsung antara diri dengan Tuhan (kekuatan tak terbatas, potensi murni). Dari
uraian sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

A. Pada awalnya para ilmuwan hanya mengenal kecerdasan intelektual (IQ).


Dengan kecerdasan ini, manusia dianggap mampu mengatasi berbagai
persoalan hidup. Namun belakangan baru disadari bahwa sebenarnya manusia
mempunyai banyak kecerdasan (multiple intelligence).
B. Meskipun manusia mempunyai banyak kecerdasan, pada hakikatnya semua
kecerdasan itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu: kecerdasan
intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ). dan kecerdasan spiritual (SQ),
Kecerdasan intelektual (IQ) berguna untuk memahami dunia fisik dan
membangun kekayaan materi. Kecerdasan emosional (EQ) berguna untuk
mengenal diri dan orang lain serta untuk membangun hubungan sosial/modal
sosial. Kecerdasan spiritual (SQ) berguna untuk mencari makna hidup melalui
hubungan dengan Tuhan (kesadaran tak terbatas) dan untuk memupuk modal
spiritual.
C. Ketiga jenis kecerdasan tersebut (IQ, EQ, SQ) merupakan satu kesatuan yang
tak terpisahkan, dengan SQ sebagai fondasinya.
D. Etika adalah cabang ilmu yang membahas tentang perilaku manusia, mengenai
apa yang baik dan apa yang tidak baik dalam konteks hubungan manusia
dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, dan manusia dengan alam.
Banyak yang keliru menafsirkan bahwa etika hanya menyentuh aspek
hubungan manusia dengan manusia lainnya melalui proses penalaran (logika,
IQ) saja. Padahal dalam kajian etika, di samping mencari konsep, teori, dan
penjelasan logis tentang apa yang baik dan tidak baik menyangkut perilaku
manusia, hendaknya hasil pemahaman tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk
melakukan proses transformasi diri menuju tingkat-tingkat kematangan emosi
dan kesadaran diri yang lebih tinggi. Oleh karena itu, kajian dan implementasi
etika melibatkan ketiga kecerdasan secara terpadu, yaitu IQ, EQ, dan SQ.
HAKIKAT PIKIRAN(MIND) DAN KESADARAN (KONSCIOUNSNESS)

“Manusia jelas sekali dibuat untuk berpikir. Di dalamnya terletak semua martabat dan
kebijakannya; dan seluruh kewajibanya adalah berpikir sebagaimana seharusnya.” Blaise
Pascal (dalam Hart, 1997).

Pikiran menentukan siapa dan apa diri seseorang sebagai individu. Pikiran akan
menentukan apakah akan menuju sakit atau sehat, emosi yang bergejolak atas stabil, sikap
dan perilaku negatif ataupositif, watak yang baik atau buruk, serta menuju ke kesadaran yang
lebih tinggi atau menuju kekesadaran yang lebih rendah.

Krisna (1999) membagi kesadaran manusia kedalam lima tingkat kesadaran/lapisan


utama. Lapisan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Lapisan kesadaran fisik, yang ditentukan oleh makanan


2. Lapisan kesadaran psikis, yang didasarkan atas energi dari udara yang disalurkan
melalui pernapasan.
3. Lapisan kesadaran pikiran, yang merupakan kesadaran pikiran rasional dan
emosional. Apabila pikiran kacau, atau dalam keadaan marah, maka napas kita akan
lebih cepat. Sebaliknya, jika pikiran tenang, maka napas juga akan tenang.
4. Lapisan intelegensia, menyangkut kesadaran hati nurani atau budi pekerti, yang
menyebabkan manusia menjadi bijak.
5. Lapisan kesadaran murni, hasil akhir pemekaran kepribadian manusia, yang
merupakan tingkat kesadaran tinggi yang dapat dicapai oleh manusia. Pada tahap ini
manusia telah melampaui dualisme di dunia.

Evaluasi kesadaran yang dikemukakan oleh Sutrisna, Ibnu Arabi (dalam Frager, 1999)
membagi empat kesadaran sebagai berikut:

1. Jalan syari'ah, dimana seseorang secara taat asas mengikuti hukum-hukum moral
dalam kehidupan sehari-hari. Hukum moral ini diikuti untuk menilai sah atau tidaknya
apa yang menjadi milikku dan milikmu. Orang yang taat mengikuti ajaran agama
secara lahiriah, tapi masih memiliki rasa kemelekatan atas apa yang menjadi miliknya
dan apa yang menjadi milik orang lain.
2. Jalan thariqah, dimana seseorang mencoba mencari kebenaran melalui jalan tanpa
rambu. Tingkat kesadaran seseorang telah melampaui tingkat syari'ah. Dalam diri
seseorang telah tumbuh perasaan milikku adalah milikmu dan milikmu adalah
milikku.
3. Jalan haqiqah, dimana seseorang telah memahami makna terdalam dari praktik
syari'ah dan thaqirah. Seseorang dalam tahap ini sering memperoleh kebenaran
langsung tentang gaib. Orang pada kesadaran ini merasakan bahwa tidak ada lagi
apa yang menjadi milikku dan milikmu. Semua adalah milik Tuhan. Tidak ada lagi
rasa kemelekatan pada materi.
4. Jalan ma'rifah, dimana seseorang telah mempunyai kearifan dan pengetahuan dalam
tentang kebenaran spiritual. Kesadaran seseorang telah mencapai tahap tertinggi,
orang seperti ini menyadari bahwa tidak ada lagi aku dan kamu. Menyadari bahwa
segalanya adalah Tuhan, bahwa tidak ada satupun atau seorang pun yang terpisah dari
Tuhan.

ALAM SEMESTA SEBAGAI SATU KESATUAN SISTEM

Jogiyanto (1988) menyebutkan bahwa setiap sistem mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Mempunyai komponen-komponen (components)


b. Ada batas suatu sistem (boundaries)
c. Ada lingkungan luar sistem (environment)
d. Ada penghubung (interface)
e. Ada masukan(input) , proses (process), dan keluaran (output)
f. Ada saran (objectives) atau tujuan (goal).

Setiap elemen saling bekerjasama, saling mendukung, saling memerlukan dan saling
memengaruhi satu dengan yang lainnya dalam mencapai tujuan sistem secara keseluruhan.
Oleh karena itu, adanya gangguan sekecil apapun itu akan mempengaruhi pola interaksi
dengan elemen-elemen lainnya. Dan tentu saja hal tersebut akan berpengaruh pada
pencapaian tujuan sistem secara keseluruhan dalam satu kesatuan.

SPIRITUALITAS DAN ETIKA

Etika erat kaitannya dengan pengembagan karakter. Pengembangan karakter harus


dilakukan melalui pengembangan keempat kecerdasan manusia PQ, IQ, EQ dan SQ- secara
utuh dan seimbang. Banyak pajar etika yang masih membedakan antara etika dan
spiritualitas, padahal keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak dapat
dipisah. Pemahaman tentang etika yang terpisah dengan dari spirituaitas ini sangat keliru.
Dengan pemisaham pemahaman seperti ini, bisa saja seseorang yang telah mempelajari teori-
teori etika dan telah berkali-kali mengikuti pelatihan kode etik, belum menjamin bahwa
perilakunya bersifat etis selama kecerdasan spiritual (SQ)-nya masih rendah. Sebaliknya,
orang yang mempunyai SQ tinggi sudah pasti mempunyai perilaku etis yang tinggi pula.

Manusia harus menyadari bahwa kesempatan hidup hendaknya dimanfaatkan sebaik-


baiknya untuk mencapai tingkat kesadaran Tuhan. Apabila telah tercapai, maka kesadaran
etis dengan sendirinya tercapai.
BAB 2

FILSAFAT, AGAMA, ATIKA, DAN HUKUM

HAKIKAT AGAMA

Untuk memperoleh pemahaman tentang agama, dibawah ini dikutip beberapa pengertian dan
definisi tentang agama:

1. Agus M. Harjana (2005)


Mengutip pengertian agama dari ensiklopedia indonesia karangan Hassan Sadili.
Agama pegangan atau pedoman bagi manusia untuk mencapai hidup kekal.
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawali (2003)
Menjelaskan bahwa agama adalah satu bentuk ketetapan ilahi yang mengarahkan
mereka yang berakal dengan pilihan mereka sendiri terhadap ketetapan ilahi tersebut
kepada kebaikan hidup di dunia dan di akhirat.

Dari beberapa definisi diataas dapat dirinci rumusan agama berdasarkan unsur-unsur penting
sebagai berikut:

1. Hubungan manusia dengan sesuatu yang tak terbatas, yang transendental, yang ilahi
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Berisi pedoman tingkah laku, nilai-nilai, dan norma-norma yang diwahyukan
langsung oleh ilahi melalui nabi-nabi. Untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan
hidup kekal di akhirat.

HAKIKAT FILSAFAT

Filsafat dari dua kata yunani philo dan shopia. Philo berarti cinta dan shopia berarti
bijaksana. Dengan demikian, philoshopia berarti cinta terhadap kebijaksanaan (Fuad Farid
Ismail dan Abdul Hamid Mutawali (2003)). Karakteristik utama berfikir filsafat adalah
sifatnya yang menyeluruh, sangat mendasar dan spekulatif. Sifatnya yang menyeluruh,
artinya yang mempertanyakan hakikat keberadaan dan kebenaran tentang keberadaan itu
sendiri sebagai satu kesatuan secara keseluruhan, bukan dari perspektif bidang perbidang,
atau sepotong-sepotong. Sifatnya yang mendasar berarti bahwa filsafat tidak begitu saja
percaya bahwa ilmu itu adalah benar. Sifatnya yang spekulatif karena filsafat yang selalu
mencari tahu jawaban bukan saja pada suatu hal yang sudah diketahui, tetapi juga pada segala
sesuatu yang belum diketahui.
Unsur-Unsur Filsafat:

a. Kegiatan intelektual (pemikiran)


b. Mencari makna yang hakiki (interpretasi)
c. Segala fakta dan gejala (objek)
d. Dengan cara refleksi, metodia, dan sistematis (metode)
e. Untuk kebahagiaan manusia (tujuan)

HAKIKAT ETIKA

Etika berasal dari kata Yunaniethos (bentuk tunggal) yang berarti: tempat tinggal,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam hal
ini, kata etika sama pengertiannya dengan moral. Moral berasal dari kata Latin: mos (bentuk
tunggal), atau mores (bentuk jamak) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, watak,
tabiat, akhlak, cara hidup. Berikut beberapa pengertian dari etika:

1. Ada dua pengertian etika; sebagai praksis dan sebagai refleksi. Sebagai praksis, etika
berarti nilai–nilai dan norma–norma moral baik yang dipraktikkan atau justru tidak
dipraktikkan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai refleksi adalah
pemikiran moral (Bertens, 2001).
2. Etika secara etimologis dapat diartikaan sebagai ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan, atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan hidup yang baik
dan yang buruk (Kanter, 2001).
3. Istilah lain dari etika adalah susila. Etika sebagai ilmu disebut tata susila, yang
mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan, apa yang harus
dikerjakan atau dihindari sehingga tercipta hubungan yang baik di antara sesame
manusia (Suhardana, 2006).

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa ternyata etika mempunyai banyak arti. Namun
demikian, setidaknya arti etika dapat dilihat dari dua hal berikut:

a. Etika sebagai praksis; sama dengan moral atau moralitas yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, nilai–nilai, dan norma–norma yang berlaku dalam kelompok atau
masyarakat.
b. Etika sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiran / penilaian moral.
HAKIKAT NILAI

Istilah nilai bukan hal yang asing bagi hamper setiap orang dalam kehidupan sehari–
hari. Dalam hal ini, nilai barang sama pengertiannya dengan harga barang yang dibayar. Nilai
uang (harga) yang dibayar untuk memperoleh barang tersebut sering disebut sebagai nilai
ekonomis. Untuk memahami pengertian nilai secara lebih mendalam, di bawah ini dikutip
beberapa definisi tentang nilai:

1. Doni Koesoema A. (2007) mendefinisikan nilai sebagai kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dan dihargai sehingga dapat
menjadi semacam objek bagi kepentingan tertentu.
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) merumuskan nilai sebagai
standar atau ukuran (normal) yang kita gunakan untuk mengukur segala sesuatu.
3. Sorokin dalam Capra (2002) mengungkapkan tiga system nilai dasar yang melandasi
semua manifestasi suatu kebudayaan, yaitu: nilai infriawi, nilai ideasional, dan
idealistis.

Dari beberapa penjelasan tentang nilai tersebut, sebenarnya dapat disimpulkan tiga hal, yaitu:

a. Nilai selalu dikaitkan dengan sesuatu (benda, orang, hal).


b. Ada bermacam–macam (gugus) nilai selain uang (ekonomis) yang sudah cukup
dikenal.
c. Gugus – gugus nilai itu membentuk semacam hierarki dari yang terendah sampai
dengan yang tertinggi.

HUBUNGAN AGAMA, ETIKA, DAN NILAI


Semua agama melalui kitab suci masing-masing mengajarkan tentang tiga hal pokok : 1.
Hakikat Tuhan; 2. Etika atau tata susila dan; 3. Ritual cara beribadah. Antara agama dan etika
tidak dapat dipisahkan. Tidak ada agama yang tidak mengajarkan etika atau moralitas.
Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai ibadah menjadi sia-sia tanpa dilandasi nilai moral.
Dari sudut pandang semua agama pencapaian nilai-nilai kehidupan duniawi (nilai-nilai yang
lebih rendah) bukan merupakan tujuan akhir, tetapi hanya merupakan tujuan sementara atau
tujuan antara ,dan dianggap hanya sebagai media atau alat (means) untuk mendukung
pencapaian tujuan akhir (nilai tertinggi kehidupan).
HUKUM, ETIKA, ETIKET
Persamaan dan perbedaan hukum, etika, dan etiket:
1. Persamaan: Sama-sama mengatur perilaku manusia
2. Perbedaan:
Sumber hukum: Negara, Sumber etiket: Golongan
A Sumber etika : Masyarakat
Pemerintahan Masyarakat
Sifat pengaturan: Sifat pengaturan: Sifat pengaturan:
Tertulis berupa undang-
B Ada yang lisan (berupa adat
undang, peraturan
kebiasaan) dan yang tertulis Lisan
pemerintah, dan
berupa kode etik
sebagainya.
Objek yang diatur: Objek yang diatur: Objek yang diatur:
Bersifat
Bersifat lahiriah (misalnya Bersifat rohaniah,misalnya: lahiriah,misalnya tata
hokum warisan, hokum perilaku etis (bersikap jujur cara berpakaian (untuk
C agraria, hokum tata dan tidak menipu juga pesta, sekolah
negara) dan rohaniah bertanggung jawab) dan pertemuan, dll),tata cara
(misalnya hukum perilaku tidak etis (korupsi, menerima tamu, tata cara
pidana). mencuri, dan berzina). berbicara dengan orang
tua, dan sebagainya.

PARADIGMA MANUSIA UTUH


Karakter dan Kepribadian
Istilah kepribadian (personality) dan karakter banyak dijumpai dalam ilmu
psikologi. Soedarasono (2002) misalnya mendefenisikan kepribadian sebagai totalitas
kejiwaan seseorang yang menampilkan sisi yang didapat dari keturunan (orangtua) leluhur
dan sisi yang di dapat dari pendidikan, pengalaman hidup, serta lingkungan. Karakter adalah
sisi kepribadian yang didapat dari pengalaman, pendidikan, dan lingkungan sehingga bias
dikatakan bahwa karakter adalah bagian dari kepribadian. Oleh karena itu, Lilik Agung
(2006) mendefinisikan karakter sebagai kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang yang
berkaitan dengan kinerja terbaik agar ia mampu menghadapi tantangan realita atau kenyataan
yang selalu berubah dan mampu meraih kesuksesan yang bersifat langgeng.
Dapat di tarik kesimpulan pengertian dari karakter sebagai berikut:
1. Karakter adalah korapetensi yang harus dimiliki oleh seseorang
2. Karakter menentukan keberhasilan seseorang
3. Karakter dapat diubah, dibentuk, dipelajari melalui pendidikan dan pelatihan tiada
henti serta melalui pengalaman hidup
4. Tingkat keberhasilan seseorang ditentukan oleh tingkat kecocokan karakter yang
dimilikinya dengan di tuntun kenyataan atau realita.

Anda mungkin juga menyukai