Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang Masalah
Kebenaran tentang eksistensi menyangkut kebenaran tentang adanya empat tingkat
eksistensi dunia, yaitu: benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Yang membedakannya
adalah unsur kesadaran yang dimiliki oleh keempat kelompok eksistensi tersebut.
Kebenaran tentang alat maksudnya adalah ketepatan penggunaan alat (tools) yang
dipakai untuk memahami keempat tingkat eksistensi tersebut. Disini hendaknya diterapkan asas
ketepatan (adaequatio). Ada kecendurungan bahwa para ilmuan hanya mengakui pendakatan
ilmiah (pendekatan rasional) sebagai pendekatan tunggal untuk memahami eksistensi alam
semesta, padahal kebenaran ilmiah hanya berlandaskan pada fakta objektif (fakta yang dapat
dibuktikan melalui panca indra). Misalnya, pendekatan rasio (pendekatan ilmiah) paling tepat
dipakai untuk memahami benda (fisik), namun tidak sepenuhnya tepat dipakai untuk memhami
pola kerja biologis, etika, kesadaran spiritual, hakikat manusia, apalagi untuk memahami
tuhan(potensi murni). Kebenaran tentang cara belajar yang menyangkut dunia akan berbeda
untuk empat bidang pengetahuan: (1) saya-batin, (2) saya-lahirlah, (3) dunia-batin, (4) dunia-
lahirlah/material.
1.1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah:
1. Hakikat alam (konsep ekosistem, tingkat-tingkat eksistensi, isu-isu etika lingkungan)
2. Hakikat manusia (body-mind-spirit),
3. Hakikat kecerdasan dan pikiran,
4. Makna dan nilai kehidupan
5. Contoh kasus
1.1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penulisan ini bertujuan untuk:
1. Agar mahasiswa mengetahui awal mulanya mengenai tentang Manusia dan Alam
semesta.
2. apa yang dimaksud dari point hakikat-hakikat pada materi Manusia dan Alam Semesta.
3. Agar mahasiswa tau apa saja tingkatan-tingkatan eksistensi, konsep ekosistem, dan isu-
isu etika lingkungan.
4. Agar mahasiswa tau makna dari nilai kehidupan dan contoh kasus
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.1 HAKIKAT KEBENARAN

Untuk memahami mengapa berbagai disiplin ilmu dan teknologi tidak sepenuhnya
mampu memahami misteri keberadaan alam semesta dan tidak lagi sepenuhnya dapat
menjelaskan dan memecahkan berbagai permasalahan dunia saat ini, maka perlu kita renungkan
terlebih dahulu apa yang dinyatakan oleh E. F. Schumacher (dalam Eko Wijayanto dkk., 2002)
sebagai empat kebenaran besar, yaitu:

a Kebenaran (hakikat) tentang eksistensi (dunia/alam semesta)


b Kebenaran tentang alat (tools) yang dipakai untuk memahami dunia.
c Kebenaran tetang cara belajar tentang dunia
d Yang dimaksud dengan hidup di dunia

Kebenaran tentang eksistensi menyangkut kebenaran tentang adanya empat tingkat


eksistensi dunia, yaitu: benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Yang membedakannya
adalah unsur kesadaran yang dimiliki oleh keempat kelompok eksestensi tersebut. Kebenaran
tentang alat maksudnya adalah ketepatan penggunaan alat (Tolls) yang dipakai untuk memahami
keempat tingkat eksistensinya. Kebenaran tentang cara belajar yang menyangkut dunia akan
berbeda untuk empat bidang pengetahuan: (1) saya-batin, (2) saya-lahiriah, (3) dunia-batin, dan
(4) dunia-lahiriah/material. Dalam kebenaran tentang hidup di dunia, di jumpai dua corak
masalah, yaitu: (1) masalah konvergen (bertitik temu), yaitu sesuatu yang dapat dipecahkan
secara menyeluruh , dan (2) masalah divergen (bertitik pisah), yaitu sesuatu yang selalu
berlawanan.

Intinya adalah bahwa ada berbagai tingkat eksistensi alam dan tingkat eksistensi
kesadaran. Oleh karena itu, untuk menemukan hakikat kebenaran tidak cukup hanya dengan
mengandalkan pendekatan ilmiah/rasional.

2.1.2 HAKIKAT EKSISTENSI (DUNIA/ALAM SEMESTA)

Ada kecenderungan yang disodorkan oleh saintisme modern-yaitu suatu paham yang
sering disebut sebagai materialistik, mekanistik, dan deterministik- yang memandang
duniafisik/dunia materi sevagai satu-satunya keberadaan yang diakui oleh ilmu pengetahuan.
Alam semesta seolah-olah dianggap sebagai mesin raksasa yang bekerja secara mekanistik. Alam
semesta hanya dilihat sebagai materi/substansi yang terbentang luas dan tak bernyawa, yang
misterinya mampu dipecahkan dengan pendekatan ilmiah dan rasional. Namun Schumacher telah
mengingatkan para ilmuwan tentang adanya tingkatan-tingkatan eksistensi alam semesta sebagai
berikut:

1. Benda, dapat di tuliskan P


2. Tumbuhan, dapat dituliskan P+X
3. Hewan, dapat dituliskan P+X+Y
4. Manusia, dapat dituliskan P+X+Y+Z

Dengan memberikan simbol P untuk benda mati, X untuk unsur hidup, Y untuk
kesadaran, dan Z untuk kesadaran diri, maka dapat dikatakan bahwa eksistensi alam semesta
memiliki jenjang yang terbagi ke dalam empat tingkat, yaitu:

a. Tingkat pertama adalah benda mati, yang hanya memiliki unsur P (substansi, materi).
b. Tingkat kedua adalah tumbuh-tumbuhan, yang mempunyai unsur P dan unsur X
(kehidupan).
c. Tingkat ketiga adalah golongan hewan, yang memiliki unsur P, X, dan Y (kesadaran).
d. Tingkat keempat adalah golongan manusia, yang memiliki semua unsur P, X, Y, dan Z
(unsur kesadaran transendental/spiritual).

Dengan memanfaatkan pengetahuan fisika kuantum, Erbe Sentanu (2007)


mengemukakan lapisan/tingkat keberadaan suatu benda (alam semesta) dikaitkan dengan alam
kehidupan manusia seperti pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1

Tingkat Keberadaan Alam Semesta dan Alam Kehidupan Manusia

Tampak (Fisika Newton)


Benda Nasib
Molekul Karakter
Atom Kebiasaan
Partikel Tindakan
Kuanta Pikiran
Alam Energi Perasaan
Tidak Tampak (Fisika Kuantum)

Benda adalah sesuatu yang tampak, sedangkan alam energi adalah sesuatu yang tidak
tampak. Nasib seseorang adalah sesuatu yang tampak, tetapi perasaan seseorang adalah sesuatu
yang tidak tampak. Nasib seseorang mencerminkan karakternya, dan karakter seseorang berasal
dari kebiasaan dan tindakannya. Tindakan seseorang ditentukan oleh pikirannya, sedangkan
pikiran seseorang sangat dipengaruhi oleh perasaan (emosi)-nya dan pada akhirnya tingkat
kematangan emosi/ perasaan seseorang akan mencerminkan tingkat kematangan kesadaran
(spiritual) seseorang.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa hakikat keberadaan alam semesta
tidak hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik, sebagaimana diyakini oleh sementara
ilmuwan. Dengan kemajuan ilmu fisika dan adanya ketertarikan para imuwan untuk mulai
mengkaji hal-hal spiritual secara lebih rasional, maka mulai diyakini bahwa hal-hal yang tidak
tampak oleh pancaindra juga meruapakan bagian tak terpisahkan dari hakikat keberadaan. Di
samping itu, makin dapat dibuktikan pula bahwa terdapat tingkatan-tingkatan atau lapisnan-
lapisan keberadaan alam semesta dari yang kasat mata (berwujud fisik/kasar) sampai yang tidak
kasat mata (tidak berwujud fisik) dan sangat halus, seperti: pikiran, perasaan, dan kesadaran
murni (bisa juga disebut potensi tak terbatas, kesadaran murni, roh, spirit, Tuhan, atau sebulan
lainnya)

.
2.1.3 HAKIKAT MANUSIA

Stevenson dan Haberman (2001) mengatakan bahwa meski ada begitu banyak hal yanhg
sangat bergantung pada konsep tentang hakikat manusia, namun terdapat begitu banyak
ketidaksepakatan mengenai apa itu hakikat manusia. Adanya ketidaksepakatan ini karena banyak
pihak hanya melihat hakikat manusia secara sepotong-sepotong tanpa mendudukkannya dalam
konteks keseluruhan yang utuh. Karl Marx, misalnya, ( dalam Stevenson dan Haberman, 2001)
mengatakan bahwa hakikat riil manusia adalah keseluruhan hubungan sosial dengan menolak
adanya Tuhan dan menganggap bahwa tiap pribadi adalah produk dari tahapan ekonomis tertentu
dari masyarakat manusia tempat manusia itu hidup.

Kecenderungan memahami hakikat manusia secara sepotong-sepotong ini sangat jelas


terasa bila melihat perkembangan dan aliran dalam psikologi, khususnya menyangkut konsepsi-
konsepsi psikologis tentang manusia. McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakhmat,2001)
mengelompokkkan empat teori psikologi dikaitkan dengan konsepsinya tentang manusia sebagai
berikut:

1. Psikoanalisis, yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh


keinginan-keinginan terpendam (homo volensi). Tokoh-tokoh aliran ini antara lain:
Freud, Jung, Abraham, Horney, dan Bion.
2. Behaviorisme, yang menganggap manusia sebagai makluk yang digerakkan semuanya
oleh lingkungan (homo mechanicus). Teori ini menyebut manusia sebagai manusia mesin
(homo mechanicus) karena perilaku manusia sepenuhnya ditentukan/dibentuk oleh
lingkungan. Teori ini disebut juga sebagai teori belajar karena menurut mereka, seluruh
perilaku manusia-kecuali insting-adalah hasil belajar (dari lingkungan). Ada keyakinan
bahwa jiwa manusia pada saat dilahirkan diumpamakan seperti meja lilin (tabula rasa),
belum mempunyai warna mental dan siap untuk dilukis oleh pengalaman dari
lingkungannya. Tokoh-tokoh dalam aliran ini antara lain: Hull, Miller dan Dollard,
Rotter, Sklinner, serta Bandura.
3. Kongnitif, yang menganggap manusia sebagai makhluk berpikir yang aktif
mengorganisasikan dan mengolah stimulasi yang diterimanya (homo sapiens). Manusia
tidak lagi dianggap sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif terhadap lingkungannya.
Tokoh-tokoh aliran ini, antara lain: Lewin, Heider, Festinger, Piaget, dan Kohlberg.
4. Humanisme, yang melukiskan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi
transaksional dengan lingkungannya (homo ludens). Di sini diperkenalkan konsep I –
thou Relationship, bukan sebagai I – it Relationship, yang artinya menunjukkan
pentingnya hubungan seseorang dengan orang lain sebagai pribadi dengan pribadi, bukan
sebagai pribadi dengan benda. Dengan kata lain, yang ditekankan adalah hubungan
subjek dengan subjek, bukan subjek dengan objek. Tokoh-tokoh aliran ini, antara lain:
Rogers, Combs dan Snygg, Maslow, May, Satir, serta Peris.

Untuk memahami hakikat manusia secara utuh, ada baiknya kembali memahami
pendapat Schumacher tentang empat tingkat eksistensi kehidupan sebagaimana telah disinggung
sebelumnya, yang terdiri atas: benda (P-unsur materi), tumbuh-tumbuhan (P + unsur hidup X),
hewan ( P + X + unsur kesadaran Y), dan manusia (P + X + Y + unsur kesadaran diri Z).
Manusia merupakan makhluk ciptaan uhan yang menduduki tingkat eksistensi tertinggi karena
memiliki semua unsur (P, X, Y) yang dimiliki oleh tingkat eksistensi yang lebih rendah, namun
sekaligus juga memiliki unsur Z yang tidak ada pada tingkat eksistensi yang lebih rendah.

Steiner (1999) melihat hakikat manusia berdasarkan lapisan-lapisan energi yang melekat
pada tubuh manusia sebagai satu kesatuan, yaitu: (1) badan fisik (physical body), (2) badan eterik
(etheric body), (3) badan astral (astral body), (4) badan ego (consciousness-body), (5) manas
(spirit-self), (6) buddhi (life-spirit), dan (7) atma (spirit-man). Manusia mempunyai lapisan fisik
(materi) yang sama dengan semua benda mati, tumbuh-tumbuhan, dan binatang. Badan eterik
merupakan lapisan/unsur hidup yang memungkinkan sesuatu itu mengalami siklus hidup,
tumbuh, matang, berkembang, dan mati. Manusia, tumbuh-tumbuhan, dan binatang mempunyai
lapisan eterik, sedangkan benda mati tidak mempunyai lapisan ini. Badan astral merupakan
lapisan yang memungkinkan sesuatu memiliki nafsu (passion), keinginan (desire), serta
merasakan senang dan sakit. Manusia dan binatang memiliki lapisan astral. Lapisan ego
memungkinkan timbulnya kesadaran Aku (I atau myself) dan di luar Aku. Lapisan ini hanya
dimiliki oleh manusia, sedangkan binatang tidak mempunyai lapisan ini. Keempat lapisan ini
(fisik, eterik, astral, dan ego) sudah terbentuk sepenuhnya pada diri manusia, sedangkan lapisan
manas baru terbentuk sebagian dan lapisan buddhi dan atma masih berupa potensi yang dapat
dikembangkan lebih lanjut. Ketujuh lapisan yang menyelimuti manusia ini terbentang dari
lapisan yang paling padat (fisik) sampai ke lapisan yang paling halus (atma, roh).
Dalam membahas konsep manajemen baru berdasarkan dharma, Hawley
(2001) menganalogikan suatu organisasi seperti manusia yang memiliki empat agenda (bagian)
yang saling melengkapi dan mempunyai saling ketergantungan, yaitu: (1) agenda tubuh, (2)
agenda kepala, (3) agenda hati, dan (4) agenda semangat. Agenda tubuh berkaitan dengan
kesehatan fisik anggota (karyawan) organisasi dan kesehatan kolektif organisasi secara
keseluruhan. Agenda kepala merupakan pikiran rasional yang menjadi fungsi dari otak bagian
kiri. Bagian ini memecahkan berbagai persoalan organisasi (struktur, uraian dan pembagian
tugas, dan hubungan antar bagian), pemecahan masalah yang berkaitan dengan efisiensi dan
produktifitas, serta pengambilan keputusan yang bersifat linear/logis. Agenda semangat
merupakan agenda roh (spiritual), hal yang belum pernah disinggung dalam
organisasi/manajemen. Agenda ini bekaitan dengan cara setiap anggota organisasi memaknai
kehidupan, hal yang berkaitan dengan aspek spiritual/ketenangan batin. Agustian (2001) dan
Kustara (2005) membagi manusia ke dalam tiga lapisan, yaitu: fisik, mental (jiwa, mind), dan
spiritual (roh, soul).

Berdasarkan uraian di atas, makin banyak ilmuwan yang mulai menyadari bahwa untuk
memahami hakikat manusia secara utuh, diperlukan pemahaman atas lapisan-lapisan keberadaan
manusia tersebut. Walaupun dalam mengemukakan jumlah lapisan tersebut para ilmuwan
tampaknya masih berbeda pendapat, namun sebenarnya tidak terdapat perbedaan yang sangat
prinsipil. Hal ini tampak dari pendapat-pendapat yang tampaknya bebeda tersebut, ternyata dapat
ditarik benang merahnya dengan menghubungkan unsur-unsur/lapisan-lapisan yang mereka
kemukakan. Ardana (2005) telah mencoba membuat skema hubungan antar lapisan yang
dikemukakan oleh para ilmuwan sebagaimana tampak pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2

Skema Hubungan Lapisan-lapisan Manusia

Steiner Hawley Schumacher Agustian dan Kustara


Fisik P
Tubuh (body) Fisik
Eterik X
Astral Jiwa (mind, psikis-
Hati (heart) Y
Ego mental)
Manas
Kepala (head)
Buddhi
Atma Semangat (spirit) Z Roh (soul, spirit)

Manusia adalah bagian dari keberadaan alam semesta. Segala sesuatu yang ada di alam
semesta (makrokosmos) juga ada di alam manusia (mikrokosmos). Oleh karena itu, alam semesta
dan alam manusia sebenarnya sama-sama mempunyai tiga lapisan keberadaan, yaitu: fisik
(body), energi pikiran (mind), dan kesadaran murni (roh, soul, spirit).

2.1.4 HAKIKAT OTAK (BRAIN) DAN KECERDASAN (INTELLIGENCE)

Menurut Agus Nggermanto (2001), paling tidak ada sembilan subkomponen di dalam
otak manusia, yaitu :

1. Neocortex : merupakan lapisan otak paling luar yang hanya dimiliki oleh manusia dan
tidak dimiliki oleh makhluk lain. Lapisan ini memungkinkan manusia mempunyai
berbagai kemampuan seperti menulis, membaca, melakukan perhitungan rumit,
menguasai bahasa, melukis.
2. Corpus Callasum : merupakan penghubung antara belahan kiri neocortex (left cerebral
hemisphere) dan belahan kanan neocortex (right celebral hemisphere)
3. Cerebellum atau sering disebut otak kecil berfungsi mengatur gerakan dan gerak reflex.
4. Otak Reptile : terletak di lapisan paling dalam dari otak kita dan memiliki fungsi yang
berhubung dengan rasa aman dan rasa takut. Bagian ini berfungsi mengendalikan
pernapasan, peredaran darah, detak jantung, pencernaan dan kesadaran.
5. Hippocampus : berhubungan dengan ingatan jangka panjang
6. Amigdala : melakukan fungsi mengatur emosi
7. Hypothalamus : mengontrol hormone – hormone seksual, sgresi, tekanan darah, suhu
badan, dan rasa haus.
8. Thalamus berfungsi mengaktifkan sensor indra yang sedang menerima informasi dari
luar.
9. Hippocampus, amigdala dan thalamus merupakan bagian dari system limbic yang
terletak di lapisan / bagian tengah otak dan fungsi utamanya adalah mengendalikan
emosi dan perasaan.
Dikatakan oleh A.M. Rukky Santoso (2001), pada otak terdapat 30 miliar sel dan bagian-
bagian sel ini membentuk kerja sama yang rumit melalui kecil lainnya yang disebut Neuron.

Ilmuwan yang pertama kali meneliti tentang belahan otak kiri (left hemisphere) dan
belahan otak kanan (right hemisphere) adalah Roger Wolkott Sperry (dalam Taugada, 2003).

Otak kiri menjalankan fungsi berpikir secara kognitif dan rasional dengan karakteristik
yang bersifat logis, matematis, analitis, realistis, vertical, kuantitatif, intelektual, objektif, dan
mengontrol system motoric bagian tubuh kanan. Sedangkan, otak kanan memiliki fungsi berpikir
secara afektif dan relasional; memiliki karakteristik kualitatif, impulsive, spiritual, holistic,
emosional, artistic, kreatif, subjektif, simbolis, imajinatif, simultan, intuitif dan mengontrol gerak
tubuh sebelah kiri.

Humphrey (2000) membedakan kerja otak berdasarkan gelombang elektro, yaitu :


Gelombang alpha, beta, delta & theta. Gelombang Alphayang sangat menarik terjadi pada
frekuensi 8-13 Hz, muncul dengan mudah pada saat memejamkan mata, mendengarkan music,
meditasi pada tahap awal, dan dalam keadaan santai. Gelombang Beta timbul pada frekuensi 13-
30 Hz, terjadi pada saat terjaga dan perhatian terpusat terasa aktif, misalnya pada saat
memecahkan suatu masalah. Gelombang Delta mempunyai frekuensi yang paling rendah sekitar
0,5-4 Hz putaran per detik. Kondisi ini terjadi pada saat seseorang tidur lelap atau sedang
melakukan meditasi merupakan meditasi mendalam. Gelombang Theta terjadi pada frekuensi 4-7
Hz, muncul pada saat tidur disertai mimpi ringan, atau meditasi pada tingkat yang belum
mendalam.

Sementara itu, Ned Herrman (dalam Lumsdaine dan Lumsdaine, 1995)


mengembangkan lebih lanjut fungsi otak dengan membaginya ke dalam 4 kuadran seperti pada
Gambar berikut ini.

The Whole Brain Model ditunjukkan pada Gambar 1, di bawah ini, yang menunjukkan
kuadran Herrmann:

 Analytical (kuadran A).


 Sequential (Quadrant B).
 Interpersonal (Quadrant C).
 Imajinatif (Quadrant D).

Gambar 1 - The Whole Brain Model Mari kita lihat masing-masing gaya berpikir secara
lebih rinci.

 Kuadran A: Berpikir Analitis Kuadran A, yang terletak di sudut kiri atas dari model,
merupakan gaya berpikir analitis, yang tergantung pada fakta dan logika. Anda sangat
bergantung pada ini ketika membuat keputusan secara rasional dan metodis. Pemikiran
ini gaya juga disebut sebagai "Self Rasional." Kegiatan yang disukai dengan pemikiran
ini gaya adalah: mengumpulkan data, menganalisis informasi, menilai situasi atau
gagasan berdasarkan fakta, dan menggunakan penalaran logis.
 Kuadran B: Berpikir Sequential Kuadran B, yang terletak di kiri bawah model,
merupakan berpikir dengan cara yang sangat terorganisir dan rinci. Dengan pemikiran ini
gaya, Anda mengandalkan prosedur dan akurasi untuk menyelesaikan pekerjaan tepat
waktu. Beberapa orang menyebut pemikiran ini gaya "Penyimpanan Diri." Kegiatan yang
disukai dengan pemikiran ini gaya melibatkan pekerjaan detail-oriented, pemecahan
masalah, pengorganisasian, dan arah berikut.
 Kuadran C: Berpikir Interpersonal Kuadran C, diwakili oleh kuadran kanan bawah tangan
model, difokuskan pada partisipasi dan kerja sama tim. Dengan pemikiran ini gaya, orang
dan perasaan mereka adalah aset terbesar Anda, dan mereka selalu datang pertama.
Emosi, indra, perasaan, dan spiritualitas juga terlibat. Orang kadang-kadang mengacu
pada gaya berpikir sebagai "Merasa Diri." Kegiatan yang disukai melibatkan
mendengarkan, mencari makna atau koneksi, dan bekerja dalam kelompok.
 Kuadran D: Berpikir Imajinatif Kuadran D, yang terletak di kanan atas dari model,
spontan dan tidak terstruktur. Pemikiran ini gaya petualang, dan, ketika Anda
menggunakannya, Anda suka mengambil risiko. Jika Anda mengandalkan pemikiran ini
gaya, maka Anda dapat mencoba beberapa pendekatan untuk masalah sekaligus, bukan
satu per satu. Anda mungkin juga mengandalkan intuisi Anda lebih dari yang Anda
mengandalkan analisis.
Nama lain untuk pemikiran ini gaya adalah "Self Eksperimental."
Kegiatan yang disukai dalam pemikiran ini gaya adalah: bereksperimen, melihat
gambaran besar, menantang prosedur mapan, terlibat dalam pemecahan masalah secara
kreatif, dan mengambil inisiatif.

Catatan: Setelah mengembangkan model, Herrmann juga menciptakan Herrmann Brain


Dominasi Instrumen ®, atau HBDI. Tes ini, yang terdiri dari 120 pertanyaan, menentukan mana
dari model empat gaya berpikir Anda inginkan. Anda bisa menjadi dominan dalam hingga dua
gaya (misalnya, berpikir analitis dan berurutan) dan lemah dalam dua (interpersonal dan
imajinatif).
Bila dikaitkan dengan kecerdasan (intelligence), berkat otaknya manusia mempunyai
banyak kecerdasan (multiple intelligence). Gardner (1999) mendefinisikan kecerdasan sebagai
potensi biopsikologis untuk memproses informasi yang dapat diaktifkan dalam suatu latar
(setting) kebudayaan untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk-produk bermanfaat
dalam suatu kebudayaan.

Pada awalnya, ilmuwan hanya mengenal kecerdasan tunggal yang disebut sebagai
kecerdasan intelektual (intellectual quotient). Gardner awalnya mengidentifikasi 7 kecerdasan
manusia, yaitu :

1. Linguistic 5. Spatial
2. Logical-mathematical 6. Interpersonal
3. Musical 7. Intrapersonal intelligence
4. Bodily-kinesthetical
Zohar dan Marshall (2002) melihat fungsi otak dari 3 cara berfikir atau 3 ragam
kecerdasan, yaitu :

1. Proses Berfikir Seri (otak Intellectual Qoutient – IQ) menggambarkan cara berfikir
linear, logis, dan tidak melibatkan perasaan.
2. Berfikir Asosiatif (otak Emotional Quotient – EQ) menciptakan asosiasi antar hal,
misalnya nasi dengan rasa lapar, rumah dengan kenyamanan, warna merah dengan
emosi. Berfikir asosiatif melandasi sebagian besar kecerdasan emosional.
3. Berfikir Menyatukan (otak Spritual Quotient – SQ) mengintegrasikan fungsi IQ dan EQ
sehingga dapat diperoleh suatu makna atau penyadaran diri.

Selanjutnya, Zohar dan Marshall mengungkapkan bahwa kecerdasan intektual (IQ)


merupakan alat yang efektif untuk mengeksplorasi dunia materi serta untuk mengumpulkan
modal materiil (uang dan segala sesuatu yang dapat dibeli dengan uang). Kecerdasan hati (EQ)
berguna untuk mengasah/ mengembangkan ketajaman rasa yang diperlukan dalam membangun
modal social, yaitu modal berupa jaringan/hubungan dengan orang lain yang memungkinkan
komunitas dan organisasi. Kecerdasan Spritual (SQ) berguna untuk memupuk modal spiritual,
yaitu modal/kekayaan yang mereflesikan berbagai nilai bersama, visi bersama, dan tujuan
mendasar dalam kehidupan yang memperkaya aspek-aspek kehidupan umat manusia yang lebih
dalam.

Istilah kecerdasan emosional (EQ) pertama kali dicetuskan oleh Peter Salovey, psikolog
dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire pada tahun 1990
(dalam Shapiro, 2001) untuk menggambarkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya
penting bagi keberhasilan. Kualitas-kualitas tersebut antara lain : empati, kemampuan
mengungkapkan dan memahami perasaan, pengendalian amarah, kemandirian, kemampuan
menyesuaikan diri, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan,
keramahan, serta sikap hormat.

Istilah kecerdasan spiritual (SQ) pertama kali diperkenalkan oleh Danar Zohar dan Ian
Marshall pada tahun 2000 dalam bukunya yang berjudul SQ : Spiritual Intelligence – The
Unlimited Intelligence. Zohar dan Marshall sendiri tidak bisa memberikan definisi, namun hanya
memberikan tanda-tanda SQ, yaitu kemampuan bersikap fleksibel, tingkat kesadaran tinggi,
kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan, kemampuan untuk menghadapi
dan melampaui rasa sakit, kualitas hidup yang diilhami visi dan nilai-nilai, keengganan untuk
menyebabkan kerugian yang tidak perlu, berpandangan holistic (berpikir secara menyeluruh
dengan mempertimbangkan segala aspek yang mungkin mempengaruhi tingkah laku manusia
atau suatu kejadian).

2.1.5 HAKIKAT PIKIRAN (MIND) DAN KESADARAN (CONSCIOUSNESS)

Drever (dalam Sudibyo, 2001) memberikan batasan mengenai pikiran (mind) atau mental
sebagai keseluruhan struktur-struktur dan proses-proses kejiwaan baik yang disadari maupun
tidak disadari–yang merupakan bagian dari psyche yang terorganisir.

Dikatakan oleh Walters, kesadaran dalam keadaannya yang murni, bersifat multak, lebih
mutlak dari kecepatan cahaya yang melambat ketika memasuki medium fisik seperti atmosfir
bumi, serta lebih mutlah dari keberadaan benda. Dalam kaitannya dengan kesadaran, Sigmund
Freud (dalam Hjelle dan Ziegler, 1992) membedakan 3 lapisan kesadaran, yaitu :

1. Lapisan Sadar (conscious level) berhubungan dengan dunia luar dalam wujud sensasi dan
berbagai pengalaman yang disadari setiap saat.
2. Lapisan Prasadar (preconscious level) sering disebut memori (ingatan) yang menyangkut
pengalaman-pengalaman yang tidak disadari pada saat pengalaman tersebut terjadi,
namun dengan mudah dapat muncul kembali kesadaran secara spontan atau dengan
sedikit usaha.
3. Lapisan Tidak Sadar (unconscious level) yang merupakan lapisan paling dalam dari
pikiran manusia menyimpan semua dorongan insting, primitive serta emosi dan memori
yang mengancam pikiran sadar yang telah sedemikian ditekan ke pikiran tak sadar.

Krishna (1999) membagi kesadaran manusia ke dalam 5 tingkat kesadaran/ lapisan


utama, yaitu :

1. Lapisan Kesadaran Fisik, yang ditentukan oleh makanan


2. Lapisan Kesadaran Psikis
3. Lapisan kesadaran pikiran, yang merupakan kesadaran pikiran rasional dan emosional
4. Lapisan intelegesia (bukan intelek), menyangkut kesadaran hati nurani atau budi pekerti
5. Lapisan kesadaran murni (kesadaran transcendental) merupakan hasil akhir pemekaran
kepribadian manusia, yang merupakan tingkat kesadaran tertinggi yang dapat diacapai
oleh manusia.

2.1.6 TUJUAN DAN MAKNA KEHIDUPAN

Siapa pun pasti sependapat dan tidak ada yang membantah bahwa tujuan hidup umat
manusia adalah untuk memperoleh kebahagian. Bahkan Jalaluddin Rahmat (2004) mengatakan
bahwa secara agama, filsafat dan ilmu pengetahuan, orang harus memilih hidup bahagia. Namun
dalam kehidupan sehari-hari, apalagi dalam era dewasa ini yang dipenuhi oleh filsafat
materialism, makin banyak orang yang merasa tidak bahagia. Kebahagian seolah-olah menjadi
barang langka yang sulit dijangkau. Hal ini terjadi karena adanya penafsiran/ pemahaman
tentang cara untuk mencapai kebahagiaan itu sendiri. Perbedaan pemahaman tentang hidup ini
sangat bergantung pada evolusi kesadaran seseorang.

Untuk memahami tingkat kesadaran ini, ada baiknya dikutip pendapat Sutrisna (2007)
yang membedakan tiga tingkat kesadaran manusia.

Atribut/Ciri-ciri Kesadaran Hewani Kesadaran Manusia Kesadaran Tuhan


Tujuan hidup Kenikmatan duniawi; Keseimbangan antara Kenikmatan rohani;
kekayaan, kenikmatan duniawi kekayaan hanya alat
kekuasaan(jabatan), dan dan rohani untuk
kenikmatan fisik sebagai menyempurnakan
tujuan hidup tingkat kesadaran
rohani
Tingkat ego Tinggi Sedang Rendah/ tidak ada ego
Karakter  Buruk sangka/  Bergerak  Selalu berbaik
selalu berfikir disekitar dua sangka/ selalu
negative sifat ekstrem, berfikir positif
 Tinggi hati/ tergantung  Rendah hati
sombong tingkat  Dermawan
 Kikir kesadarannya  Jujur
 Munafik  Penyabar
 Pemarah  Bekerja secara
 Bekerja dengan tulus dan tanpa
pamrih pamrih
 Tidak percaya/  Selalu pasrah/
tidak ingat kepada menyerahkan
tuhan diri kepada
tuhan

Tidak mudah mengukur tingkat kesadaran yang dimiliki seseorang berdasarkan ukuran
objektif atau pendekatan ilmiah yang biasa digunakan oleh ilmu pengetahuan pada umumnya.
Kematangan diri hanya dapat dirasakan secara subjektif oleh yang bersangkutan melalui refleksi
diri. Sejalan dengan evolusi kesadaran yang dikemukakan Sutrisna Ibnu Arabi (dalam
Frager,1999) mwmbagi empat tingkat kesadaran berdasarkan pengalaman dan pemahaman akan
hakikat kehidupan sebagai berikut:

1. Tingkat pertama: jalan syari’ah, yaitu tahap dimana seseorang secara taat asas mengikuti
hukum-hukum moral (hukum keagamaan) dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitannya
dengan upaya mencari harta benda/kekayaan materi, hukum moral ini diikuti untuk menilai
sah atau tidaknya apa yang menjadi milikkku dan milikmu. Pada tahap ini, orang yang taat
mengikuti ajaran agama secara lahiriah, tetapi masih memiliki rasa kemelekatan atas apa
yang menjadi miliknya dan apa yang menjadi milik orang lain – walaupun apa yang
dimilikinya itu telah diperoleh menurut hukum moral keagamaan maka dapat dikatakan
bahwa kesadaran diri seseorang tersebut ada dan pada tingkat syari’ah.
2. Tingkat kedua: jalan thariqah, yaitu tahap dimana seseorang mencoba mencari kebenaran
melelui jalan tanpa rambu (upaya menggali kebenaran melalui pengalaman langsung,
melampaui hukum moral keagamaan). Pada tahap ini, tingkat kesadaran seseorang telah
melampaui tingkat syari’ah. Dalam kaitannya dengan kekayaan materi, dalam diri seseorang
telah tumbuh perasaan milikku adalah milikmu dan milikmu adalah milikku. Intinya telah
muncul rasa kebersamaan dan rasa milik bersama.
3. Tingkat ketiga: jalan haqiqah, yaitu tahap dimana seseorang telah memahami maknaa
terdalam dari praktik syari’ah dan thariqah. Seseorang dalam tahap ini sering memperoleh
pengalaman langsug tentang kebenaran ghaib. Orang pada tahap kesadaran ini telah
merasakan bahwa tidak ada lagi apa yang menjadi milikku dan milikmu. Semua adalah milik
tuhan. Tidak ada lagi rasa kemelakatan pada kekayaan materi. Kesadaran pada tahap ini
hanya dimiliki oleh mereka yang batinnya sudah sangat tinggi, seperti para nabi dan rasul,
para suufi, atau orang-orang suci terkemuka.
4. Tingkat keempat: jalan ma’rifah, yaitu tahap dimana seseorang telah mempunyai kearifan
dan pengetahuan terdalam tentang kebenaran spiritual. Pada tahap ini, esadaran seseorang
telah mencapai tahap tertinggi, dimana orang seperti itu telah menyadari bahwa tidak ada lagi
aku dann kamu. Masing-masing pribadi menyadari bahwa segalaanya adalah tuhan, bahwa
tidak ada satu pun dan tidak ada seorang pun yang terpisah dari tuhan. Inilah tujuan utama
dari (agama islam), agama hindu menyebutkan moksa, dan budha menyebutnya nirwana.

ALAM SEMESTA SEBAGAI SATU KESATUAN SISTEM


Alam semesta beserta seluruh isinya sebenarnya merupakan satu kesatuan sistem.
Pengertian sistem menurut kamus bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta (1976) adalah:
a. Sekelompok bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja bersama untuk melakukan suatu
maksud, misalnya urat syaraf dalam tubuh
b. Sekelompok pendapat, peristiwa, kepercayaan, dan sebagainya yang disusun dan diatur
baik-baik, misalnya filsafat
c. Cara (metode) yang teratur untuk melakukan sesuatu, misalnya pengajaran bahasa
Jogiyanto (1988) menyebutkan bahwa setiap sistem mempunyai karakteristik/ciri-ciri
berikut:
a. Mempunyai komponen-komponen (components/ subsystems)
b. Ada batas suatu sistem (boundaries)
c. Ada lingkungan luar sistem (environment)
d. Ada penghubung (interface)
e. Ada masukan (input), proses (process), da nada keluaran (output)
f. Ada sasaran (objectives) atau tujuan (goal)
Inti dari pemahaman konsep sistem adalah bahwa setiap elemen (bagian, unsur,
subsistem) saling bekerja sama, saling mendukung, saling memerlukan, dan saling
mempengaruhi satu dengan lainnya dalam kerangka mencapai tujuan sistem secara keseluruhan.
Oleh karena itu, adanya gangguan pada satu elemen sekecil apa pun gangguan tersebut akan
berpengaruh pada pola interaksi dengan elemen-elemen lainnya. Pada akhirnya, tentu saja hal
tersebut akan berpengaruh pada pencapaian tujuan sistem secara keseluruhan sebagai satu
kesatuan.

Gejala banjir di ibukota adalah contoh nyata tanggungnya keseimbangan berbagai elemen
yang ada. Pemerintah daerah khusus ibukota (DKI) Jakarta boleh saja tidak peduli dengan
penggundulan hutan di daerah puncak atau daerah bogor karena merasa itu bukan wilayahnya.
Akan tetapi, akibat penggundulan hutan itu telah menimbulkan banjir yang justru menimpa
wilayah DKI Jakarta. Pemda DKI juga boleh saja memberikan izin reklamasi Pantai Indah
Kapuk untuk pembangunan rumah-rumah mewah dan lapangan golf didaerah tersebut, tetapi
akibat semua ini hutan bakau menjadi musnah dan berpotensi menimbulkan pengiikisan daerah
pantai kapuk. Barangkali penggundulan hutan bakau disekitar jalan tol bandara Soekarno-Hatta
berkorelasi positif dengan banjir yang sering menenggelamkan jalan tol tersebut sehingga
mengganggu urat nadi penerbangan dann transportasi ke bandara Soekarno-Hatta dan arah
sebaliknya. Atau dalam skala global, pemerintah negara-negara maju boleh saja tidak peduli
terhadap penebangan kayu kiar di negara-negara yang sedang berkembang di belahan benua asia
dan afrika tetapi dampak pemanasan global akibat penebangan hutan liar di negara berkembang
tersebut juga dirasakan oleh negara-negara maju. Begitu pula pencemaran udara akibat pelepasan
karbon diosida dari industry-industri di negara-negara maju telah berpengaruh terhadap
penipisan lapisan ozon yang pada gilirannya juga berpengaruh pada pemanasan global yang
dampaknya dirasakan oleh seluruh penghuni bumi (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan),
termasuk penghuni bumi di negara-negara maju.

Manusia dan alam merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan. Perilaku
umat manusia akan sangat menentukan nasib keberadaan bumi, alam semesta, besertaa seluruh
isinya.

SPIRITUALITAS DAN ETIKA


Sebenarnya, kajian etika erat kaitannya dengan pengembangan karakter. Namun,
pengembangan karakter harus dilakukan melalui pengembangan keempat kecerdasan manusia
yaitu PQ, IQ, EQ, dan SQ secara seimbang dan utuh. Banyak pakar etika yang masih
membedakan antara etika dengan spiritualitas, padahal keduanya mempunyai hubungan yang
sangat erat dan tidak dapat dipilah-pilah. Menurut mereka, etika adalah adat, kebiasan, dan ilmu
yang mempelajari hubungan perilaku manusia yang bersifat horizontal yaitu hubungan manusia
dengan manusia, manusia dengan lembaga/ institusi, manusia dengan alam, dan lembaga/
organisasi lainnya. Sementara itu, spiritualitas berhubungan dengan perilaku manusia yang
bersifat vertical, dalam arti hubungan manusia dengan tuhan/kekuatan tak terbatas. Menurut
mereka, spiritualitas bukan merupakan bidang kajian etika.

Pemahaman tentang etika yang terpisah dari spiritualitas ini sangat keliru. Dengan
pemisahan pemahaman seperti ini, bisa saja seseorang yang telah mempelajari teori-teori etika
daan telah berkali—kali mengikuti pelatihan kode etik, tetapi belum menjamin bahwa
perilakunya bersifat etis selama kecerdasan (SQ) nya masih rendah. Sebaliknya, orang yang
mempunyai SQ tinggi sudah pasti mempunyai perilaku etis yang tinggi pula.

Sejatinya setiap manusia haarus menyadari bahwa kesempatan hidup di dunia ini
hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mencapai tingkat kesadaran tuhan (kesadaran
transcendental/ kesadaran spiritual). Bila kesadaran spiritual telah tercapai, maka kesadaran etis
dengan sendirinya tercapai. Namun harus diingat bahwa dalam perjalanan mendaki puncak
kesadaran spiritual ini, syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah orang yang bersangkutan harus
menjalani perilaku hidup yang etis dan hidup sesuai dengan norma-norma moral yang telah
diajarkan oleh semua agama. Pada tahap awal, perilaku etis akan mempengaruhi kesadaran
spiritual seseorang. Namun pada langkah-langkah selanjutnya, kesadaran spiritual akan
menentukan tingkat kesadaran etis seseorang.

2.1.7 KASUS

Ekplorasi minyak dan gas (Migas) di jawa

Demi mengejar pendapatan negara, kegiatan ekplorasi migas terus dipacu, termasuk di
jawa. Di pulau yang memiliki kepadatan penduduk paling tinggi di Indonesia itu, sedikitnya
terdapat sembilan perusahaan yang telah mendapat konsesi untuk mengeksplorasi minyak bumi.
Berbagaai kecelakaan juga pernah terjadi di wilayah kegiatan penambangan minyak ini. Dalam
kurun waktu 36 tahun terakhir, paling tidak aada delapan kejadian kecelakaan, yaitu:

a. Pada 20 mei 1971, sumur pengeboran minyak pertamina di Kedokan Bunder Unit III,
Cirebon meledak dan menyemburkan minyak bercampur lumpur sehingga menggenangi
daerah sekitar dan sekitar 550 warga diungsikan.
b. Tanggal 1 september 1984, sumur eksplorasi pertamina di pasirjadi, subang terbakar akibat
kebocoran gas.
c. Pada 24 oktober 1995, terjadi kebakaran hebat di unit pengolahan IV, Cilacap yang
mengakibatkan sekitar 590 rumah rusak, 738 sumur tercemar, debu tersebar di kelurahan
Lomanis, Donan, dan Tambakreja
d. Tanggal 26 februari 2002, kebakaran menimpa sumur eksplorasi Randublatung, Blora.
Akibatnya sekitar 1096 warga terpaksa mengungsi.
e. Tanggal 16 maret 2004, sumur eksplorasi pertamina di ppondok tengah, desa bunibakti,
bekasi menyemburkan gas, ratusan warga terpaksa mengungsi untuk mengihindari bahaya
kebakaran.
f. Tanggal 15 februari 2005, terjadi ledakan pipa gas nitrogen di unit pengelolaan IV,
Balongan, Indramayu yang mengakibatkan enam pekerja terluka dan dilarikan ke rumah
sakit.
g. Tanggal 7 desember 2005, sumur tua pertamina di Ledok, Blora meledak terbakar.
Akibatnya dua orang terluka dan seorang meninggal dunia.
h. Tanggal 29 mei 2006, sumur eksplorasi PT Lapindo Brantas di desa Renokenogo
mengalami kebocoran sehingga gas dan lumpur panas keluar dari sumur tersebut.
i. Tanggal 29 juli 2006, sumur 5 di Desa Campurejo, Bojonegoro menyemburkan gas.
Sedikitnya 2.672 warga sekitar lokasi mengungsi dari rumah mereka dan 31 orang dirawat
di rumah sakit karena sesak nafas dan mual-mual akinat menghirup gas.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kebenaran tentang eksistensi menyangkut kebenaran tentang adanya empat tingkat
eksistensi dunia, yaitu: benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Yang membedakannya
adalah unsur kesadaran yang dimiliki oleh keempat kelompok eksistensi tersebut..
Ada kecenderungan oleh saintisme modern yaitu suatu paham yang sering disebut
sebagai materialistik, mekanistik, dan deterministik-yang memandang dunia fisik/dunia materi
sebagai satu-satunya keberadaan yang diakui oleh ilmu pengetahuan.
Kecenderungan memahami hakikat manusia secara sepotong-sepotong ini sangat jelasa
terasa bila melihat perkembangan dan aliran dalam psikologi khususnya menyangkut konsepsi-
konsepsi psikologis tentang manusia. Otak merupakan organ tubuh yang paling kompleks. Otak
memiliki kemampuan yang sangat luar biasa, antara lain: memproduksi pikiran-sadar,
melakukan pilihan bebas, menyimpan ingatan, memungkinkan memiliki perasaan, menjembatani
kehidupan spiritual dengan kehidupan materi/fisik, kemampuan perabaan, persentuhan,
penglihatan, penciuman, berbahasa, mengendaliakn berbagai organ tubuh, dan sebagainya.

B. SARAN
Dari paparan materi atau pembahasan dan kesimpulan yang telah dikemukakan perlu
penulis menyarankan dalam makalah ini.Saran ini bermaksud untuk memberikan pembahasan
yang lebih baik lagi nanti kedepannya. Saran ini dinyatakan sebagai rekomendasi penelaahan
sejenis yang perlu hendaknya dilakukan oleh penulis. Jika makalah ini ada terdapat kesalahan
penulisan dan informasi yang kami sampaikan, kami meminta saran dan kritikkannya.
Daftar pustaka

Agoes, Sukrisno dan Cenik Ardana.2011.Etika Bisnis dan Profesi.Jakarta:Salemba Empat.


http://oursolving.blogspot.com/2011/10/22-seluruh-otak-model-herrmann.html
http://mohamadrezal.blogspot.com/2018/10/manusia-dan-alam-semesta.html

Anda mungkin juga menyukai