LAPORAN KASUS Toksoplasmosis Serebri 11120201005
LAPORAN KASUS Toksoplasmosis Serebri 11120201005
Toksoplasmosis Serebri
Disusun Oleh:
Andi Sesarina Tenri Ola Sapada
111 2020 1005
dr. Achmad Harun M, Sp.N, Dipl. of Pain Andi Sesarina Tenri Ola S.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhanahu wata ‘ala atas rahmat dan
kepada semua pihak, rekan sejawat, dan terutama dr. Achmad Harun
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat membuka diri
laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Terima
kasih.
Penulis
iii
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. X
No. Rekam Medik :-
Umur : 32 Tahun
Jenis kelamin : Laki -laki
Agama :-
Alamat : Amerika
Pekerjaan :-
Pendidikan :-
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Sakit kepala berat
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pria kulit putih berusia 32 tahun yang sebelumnya sehat
datang dengan agitasi dan kebingungan yang meningkat secara bertahap.
Teman-temannya menyebutkan bahwa dia menunjukkan perubahan
kepribadian baru-baru ini dan lebih agresif dan pelupa. Pasien mengeluh
sakit kepala parah berulang yang dimulai beberapa bulan yang lalu dan tidak
disertai mual, demam atau muntah.
C. Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak ada riwayat kejang, kehilangan kesadaran, sinkop, demam, ruam,
kelemahan, atau gerakan involunter.
D. Riwayat Penyakit Keluarga atau Lingkungan:
1
Pasien menyangkal perjalanan baru-baru ini, berkemah, dan kontak dengan
orang sakit. Tidak ada riwayat keluarga dengan gangguan neurologis atau
tumor SSP.
E. Riwayat Alergi :
Tidak disebutkan
F. Riwayat Pengobatan :
Riwayat penggunaan alkohol, tembakau, kokain, dan metamfetamin selama
bertahun-tahun.
G. Riwayat Sosial :
Pasien tinggal sendirian dengan banyak kucing untuk waktu yang lama
(empat kucing selama enam tahun).
Tanda Vital
Tekanan Darah : 115/75 mmHg
Suhu : dalam batas normal
Nadi : 90x/menit
Nafas : dalam batas normal
SpO2 : dalam batas normal
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), darah (-/-)
Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
2
Mulut : Mukosa basah (-), sianosis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid (-)
Thoraks : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Jantung : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Tulang Belakang : dalam batas normal
3
Gambar 1. MRI dengan kontras menunjukkan lesi bilateral multipel dengan
cincin.
Lesi lebih menonjol di lobus parietal kiri dan frontal. Diagnosis banding
awal adalah abses otak vs penyakit demielinasi. MRI tulang belakang tidak
menunjukkan kelainan. Analisis cairan serebrospinal (CSF) menunjukkan
peningkatan kadar protein tetapi tidak ada sel. Protein dasar mielin dan pita
oligoklonal di CSF negatif. Hasil studi visual membangkitkan potensi yang
normal bilateral. Tidak ada vegetasi yang dicatat pada ekokardiogram
transtorakal. Pemeriksaan oftalmologi tidak menunjukkan bukti korioretinitis.
Kultur darah dan tes HIV (enzim-linked immunosorbent assay [ELISA]
generasi ke-4) negatif. Asam ribonukleat HIV (RNA) tidak terdeteksi. Jumlah
4
CD4 adalah 783 sel/mcl, Serum Toxoplasma Immunoglobulin M (IgM) negatif
dan Toxoplasma Immunoglobulin G (IgG) positif (>12 IU/ml). Kadar
imunoglobulin serum dalam batas normal. Tes serologi CSF untuk
cytomegalovirus, herpes, Toxoplasma, dan virus JC/BK negatif. CT scan
dada/perut/panggul tidak mengidentifikasi keganasan primer. Berdasarkan
diagnosis dugaan gangguan demielinasi (varian multiple sclerosis yang
jarang), pasien diberikan kortikosteroid intravena dosis tinggi selama tujuh
hari. Tindak lanjut MRI menunjukkan peningkatan jumlah dan ukuran lesi otak
(Gambar 3-4).
5
Biopsi otak stereotaktik dilakukan, dan toksoplasmosis SSP dilaporkan
setelah biopsi dan analisis Polymerase Chain Reaction (Gambar 5-6).
6
Dosis awal pirimetamin 200 mg, diikuti oleh 75 mg setiap hari, sulfadiazin
1,5 g empat kali sehari, dan leucovorin 25 mg setiap hari dimulai dan
dilanjutkan selama delapan minggu.
VIII. FOLLOW UP
Pasien memiliki perbaikan klinis yang signifikan terkait dengan
penurunan dramatis dalam jumlah dan ukuran lesi pada pencitraan otak
tindak lanjut dalam waktu satu bulan.
7
Gambar 8. MRI setelah terapi antimikroba menunjukkan penurunan ukuran
lesi.
8
DAFTAR PUSTAKA