Anda di halaman 1dari 5

Cerpen: “Terhipnotis”

Bunyi pengumuman yang ditulis dengan huruf besar-besar dan warna mencolok pada
billboard-spanduk-baliho pada beberapa sudut kota membuat mataku terbelalak, dan di sekujur
jalanan kota aneka tulisan pengumuman itu tersebar luas.

Hari ini aku memegang handphoneku dengan sangat tercengang dan terpaku menatap
warna-warni keindahan di layar handphone yang biasanya aku tidak tergoda namun kali ini
seperti ada sulap dan hipnotis yang melewati mataku. Seolah itu semua membuatku langsung
untuk mengklik sebuah link yang menuju ke laman situs pembelian online aku langsung
menyelesaikan pembayaran pembelian pada hari itu juga, tampak ada pikir panjang sebelumnya.
Padahal aku termasuk orang yang sangat teliti dalam berbelanja atau menggunakan uang untuk
apa saja ku gunakan.

Hari-hari berganti dengan cepatnya, begitupun hal-hal yang baru saja terlewatkan rasanya
tanpa disadari. Tepat di hari ketiga ada seseorang yang menghubungiku dengan nomor yang tak
tercantum namanya di layar hanphoneku. Tidak sekali, bunyi dering phonsel membuatku
tergesa-gesa untuk mengangkatnya karena saat itu aku sedang berada di kamar mandi. Pada
bunyi dering kesepuluh barulah aku bisa mengangkat teleponnya. Betapa terkejutnya seseorang
yang menelepon itu membuatku takut tak karuan sampai tak bisa kujelaskan apa yang terjadi saat
itu. Seseorang itu berkata bahwa namanya adalah pak Bambang, ia mengatakan bahwa dirinya
adalah kepala Bea cukai. saat itu aku belum terlalu sadar dengan perkataanya dan mengabaikan
apa yang aku dengar lalu aku mematikan telponku. Waktu menunjukkan pukul 09.00 dan
rasanya mataku lengket sekali ingin tidur, dan kondisiku saat ini juga kurang enak badan, aku
memutuskan untuk merebahkan diri ke kasur untuk tidur.

Kembali aku mendengar ponselku berdering lagi, itu membuatku benar-benar terpaksa
bangun dari tidur karena mungkin itu telpon dari seseorang yang penting. Astaga!!! Ternyata
nomor yang tadi lagi, kembali aku tertegun dan terpaku akankah kuangkat atau tidak? tanpa pikir
panjang aku mengangkat telpon dan lagi kudengarkan suara misterius itu mengatakan bahwa
barang yang kupesan dari pembelian online tiga hari yang lalu sudah sampai, tepatnya di
Bandara Sultan Iskandar Muda Banda Aceh. Mendengar kabar ini kupikir tak ada masalah sama
sekali. Ya! aku bertanya lalu ada apa tanyaku, diapun melanjutkan ada pajak yang harus Anda
selesaikan agar barang ini bisa kami lanjutkan pengirimannya ke rumah Anda. Kata pajak
membuatku seolah ketakutan dan selintas pikiranku melayang seperti terbangun dari mimpi. Dia
berkata lagi Anda harus menghubungi pemilik toko tempat anda memesan barang ini, kalau
sudah baru hubungi saya kembali begitu cetusnya.

Kemudian langsung kuhubungi pemilik toko, setelah kujelaskan panjang lebar dia
langsung menyuruhku untuk menghubungi nomor dari kepala toko tersebut. Aku merasa seperti
bola dilempar kesana-kemari tanpa arah dan tujuan yang jelas. Disinilah bagian yang sulit
rasanya kuterima dengan akal, karena aku harus mengeluarkan uang untuk membayar ganti rugi
semuanya, akibat dari barang yang kupesan adalah barang impor yang illegal. Apa salahku?
Padahal aku tidak bersalah sebagai pembeli harus mengganti semua ini pikirku. Satu hal yang
membuatku yakin dan percaya untuk membayar semua kerugian itu, yaitu janji si pemilik toko
dan kepala Bea cukai untuk mengganti uang ku setelah semua administrasi dan masalah selesai.
Begitulah polosnya aku bisa mempercayai hal itu.

Tak berhenti dia menelponku, lanjut dia mengatakan lagi “segera kirim uangnya dan
jangan beritahu siapa-siapa, kalau ada yang tahu kasihan saya nanti dipecat! saya butuh bantuan
anda ikuti perintah kali ini saja, atau kalau anda tidak mau saya akan langsung melaporkan
barang ini ke kantor polisi sebagai barang bukti bahwa Anda telah melangggar hukum”. Aku
panik tak karuan, apa yang harus kulakukan? Aku bingung karena dia hanya memberiku waktu
untuk menyelesaikan semua itu.

Tergesa-gesa aku menuju sekolah tempat ibuku bekerja, langsung kutemui ibu dengan
wajah penuh kepanikan di sebuah ruangan. Ibu menatapku, mengatakan “ada apa? mukamu
pucat sekali” kuceritakan yang mampu tersampaikan entah jelas atau tidak penjelasan itu kepada
ibu. Lalu ibuku juga panik dan sangat bingung juga sama sepertiku. Entah apa yang ada
dipikirannya, ibu sejenak terdiam, tak berselang lama ibu menyuruh ambil saja uang di dompet
untuk menyelesaikan masalahmu katanya. Betapa mirisnya uang yang sudah ibu kumpulkan
lama untuk perbaikan rumah agar mewujudkan impiannya bisa hilang dalam sekejab mata.
Pak Bambang mengirimkan nomor rekening yang katanya atas nama perpajakan, akupun
langsung mengirimkan uang sebesar Rp.3.750.000 lewat BRI Link sesuai permintaannya, sampai
bapak yang menjaga BRI Link bertanya “yakinni dek bukan penipuan?” dengan terpaksa aku
jawab iya yakin bukan penipuan pak karena ini disuruh Ibu. Lalu aku pulang dengan sedikit rasa
lega karena sudah kukirimkan uang dan bukti transferannya kepada pak Bambang.

Ehh, tunggu-tunggu ada panggilan telpon lagi dari pak Bambang, kali ini dia bilang ada
satu administrasi lagi yang belum diselesaikan yaitu masalah cabut laporan kasus ini ke pihak
kepolisian. Aku berpikir kapan pak Bambang lapor polisinya ya, tapi karena keburu aku sudah
takut duluan langsung aku iyakan permintaannya sebesar Rp.5.000.000. Gawatnya yang kali ini
aku tidak bilang ibu. Dengan cepat ku bergegas lagi ke BRI Link tadi, terlihat bapak BRI Link
sangat curiga dengan gerak-gerikku, dan terlihat ia tertawa sejenak dan meyakinkanku untuk
tidak perlu mengirim uangnya lagi namun tak kuhiraukan semua itu yang ada dalam pikiranku
hanya bagaimana agar masalah ini tidak sampai ke pihak kepolisian.

Akhirnya aku kembali pulang ke rumah, aku terduduk sambil terus memikirkan apa yang
kulakukan. Tak lama kemudian tiba-tiba ada yang datang kupikir yang mengetuk pintu adalah
oknum dari kepolisian dengan perlahan kubuka pintu, ternyata itu adalah tanteku. Dia
mengajakku berbicara tapi aku tak bisa menjawab aku hanya bisa menatapnya seolah-olah
seperti orang yang akan kehilangan nyawa, wajahku pucat, bibirku kering, dan badanku panas
dingin. Tak lama juga ibuku sudah pulang sekolah dan langsung menuju kamarku untuk
menanyakan sebenar-benarnya apa yang terjadi. Bagaimana ini? mulutku tak sanggup untuk
berucap kata tapi ibu terus mendesak, sampai akhirnya ponselku kembali berdering aku coba
mengabaikan tapi apa daya tubuhku seperti terhipnotis untuk harus mengangkat panggilan itu.
Akhirnya kuangkat panggilan dari seseorang yang sama yaitu pak Bambang, diapun menyuruhku
untuk mengirim uang lagi katanya ini untuk menyelesaikan pembayaran yang terakhir dari
kekurangan sebelumnya.

Disini aku mulai pusing karena uang di dompet ibu tinggal Rp.700.000 sedang pak
Bambang terus mendesak cepat bayar uangnya atau tidak pihak kepolisian akan datang ke depan
pintu rumahku cetusnya. Karena bingung dengan desakannya kuceritakan yang sebenarnya
terjadi dari awal sampai akhir kepada tanteku dan dengan sarannya tanteku mengatakan ini jelas
penipuan jangan kirim uang lagi. Tapi, karena rasa takutku yang begitu besar tak bisa kuhiraukan
begitu saja sarannya. Segera aku bertanya pada ibu di dapur “kemana lagi harus kudapatkan uang
sebesar Rp.1.000.000 tanyaku” tapi kaliini ibu tak menghiraukanku karena ibu belum tahu jelas
alasan uang itu dikirim sehingga membuatnya terkejut dan tubuhnya sangat lemas. Dengan cepat
aku berlari menuju rumah tetangga untuk meminjam uang sebesar Rp.1.000.000 tersebut.
Bersyukur sekali tetanggaku bisa meminjamkan uang sebanyak itu.

Akupun meminta tante untuk mengantarku ke BRI Link yang berbeda dari sebelumnya
dikarenakan aku segan pada bapak BRI Link yang sudah dua kali aku kesana. Tante pun
mengiyakan dengan rasa kesal dan ragu denganku, namun dia tetap mengantarku untuk
mengirimkan uang sebesar Rp.1.700.000 lewat BRI Link kepada pak Bambang. Selepas itu
kamipun bergegas pulang, sambil diperjalanan tanteku bertanya apa yang membuatku tertarik
untuk berbelanja online padahal dari gerak-gerik dan triknya itu sudah jelas penipuan lalu
kujelasskan pada tante bahwa aku seperti orang yang terhipnotis saat berbelanja online tersebut.
Hingga akhirnya tanteku bertanya nama akun yang menjual barang online tersebut langsung
kubeberkan nama akun itu yakni Gloryfashionimport. Sesampai di rumah betapa terkejutnya
diriku mengetahui bahwa tante sudah memiliki fakta tentang akun tersebut mengenai akun
tersebut memang akun penipu yang menjual barang online berupa pakaian yang ternyata sudah
menipu banyak orang, itu semua terbukti dari sebuah akun yang ditemui tante di laman
instagram yaitu Gloryfashionimportpenipu, di dalamnya terdapat data-data nomor rekening
dan nomor telepon yang sama yang digunakan pelaku penipuan. Pada detik itulah aku tersadar
bahwa aku telah tertipu.
Oleh: Salma Irmayanti, Mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Syiah Kuala.

Anda mungkin juga menyukai