Anda di halaman 1dari 112

PROPOSAL

HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN TINGKAT STRES

ORANG TUA SAAT MENDAMPINGI ANAK BELAJAR DARI RUMAH

SELAMA PANDEMIK COVID-19 PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI

LANGKE REMBONG

OLEH :

V. C AGNES BATTA

1614201031

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

2019/2020

1
PERSETUJUAN PEMBIMBING

PROPOSAL

Hubungan Mekanisme Koping Dengan Tingkat Stres Orang Tua Saat


Mendampingi Anak Belajar Dari Rumah Selama Pandemi Covid 19 Di SDK
Ruteng IV Kabupaten Manggarai

TAHUN 2021

OLEH :

V C AGNES BATTA

NIM : 16.14.201.031

Telah dikoreksi dan disetujui untuk direkomendasikan kepada Dewan Penguji


pada tanggal 23 Januari 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Ns.Lidwina Dewiyanti Wea, M.Kep Ns. Bonavantura N. Nggarang., M.Kes

NIDN : 814048802 NIDN : 815078702

Diketahui

Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan

Ns. Oliva Suyen Ningsih, M.Kep

NIDN : 828048605

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang

berjudul “Hubungan Mekaisme Koping dengan Tingkat Stres Orang Tua Saat

Mendampingi Anak Belajar Dari Rumah Selama Pandemi Covid 19 Pada Anak

Sekolah Dasar Di Langke Rembong” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari

penulisan proposal ini adalah untuk mengetahui hubungan mekanisme koping

dengan tingkat stres orang tua. Penulis berharap agar proposal ini dapat

bermanfaat bagi penulis dan semua orang guna untuk menambah ilmu

pengetahuan.

Terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan

dukungan sehingga proposal penelitian ini dapat penulis selesaikan. Proposal ini

mungkin tidak akan selesai tanpa bantuan dari pihak-pihak tertentu. Oleh karena

itu penulis menyampaikan ucapan terimkasih kepada :

1. Dr. Yohanes Servatius Lon, MA, Rektor Universitas Katolik Indonesia

Santu Paulus Ruteng.

2. David Djerubu, S. Fil., MA, Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Dan

Pertnian Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng.

3. Ns. Oliva Suyen Ningsih, M. Kep, selaku Ketua Program Studi Sarjana

Keperawatan Santu Paulus Ruteng dan sekaligus sebagai penguji I

4. Ns Lidwina Dewiyanti Wea, M.Kep, selaku pembimbing I yang telah

berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan.

3
5. Ns. Bonavantura N. Nggarang., M.Kes, selaku pembimbing II yang

telah berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan.

6. Ns. Agelina Roida Eka.,M.Kep., Sp.KepJ, selaku penguji.

7. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan Universitas

Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng yang telah membekali penulis

dengan segala ilmu pengetahuan yang sangat membantu penulis dalam

proses perkuliahan.

8. Kedua orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan penulis

dalam menyelesaikan tulisan ini.

9. Keluarga yang selalu memberikan dukungan dan motivasi dalam

menyelesaikan tulisan ini.

10. Teman-teman seperjungan yang selalu membantu dan memberukan

dukungan kepada penulis dalam menyusun tulisan ini.

11. Semua pihak yang selalu mendukung penulis selama menyelesaikan

tulisan ini.

Penulis menyadari penulisan proposal ini masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari pembaca untuk kesempurnaan tulisan ini. Penulis

berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Ruteng 23 Januari 2021

V C AGNES BATTA

4
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL........................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vi
DAFTAR SINGKATAN................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar belakang............................................................................... 1-6
B. Rumusan masalah.......................................................................... 6
C. Tujuan kajian................................................................................. 7
D. Manfaat kajian............................................................................... 7-8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 9
A. Konsep Stres
1. Defenisi Stres.......................................................................... 9-12
2. Faktor Yang Mempengaruhi Stres......................................12-14
3. Jenis-jenis Stres......................................................................14-15
4. Gejala Stres............................................................................15-16
5. Tingkatan Stres......................................................................16-17
6. Respon Penerimaan Stres dan Mekanisme Koping............17-19
B. Mekanisme Koping
1. Defenisi Mekanisme Koping................................................. 19
2. Bentuk-bentuk Strategi Koping...........................................20-23
3. Klasifikasi Koping..................................................................23-25
4. Faktor yang Mempengaruhi Mekanisme Koping...............25-26
5. Sumebr Koping...................................................................... 27
C. Konsep Keluarga
1. Defenisi Keluarga...................................................................27-28
2. Tipe/Bentuk Keluarga........................................................... 29
3. Struktur Keluarga................................................................. 30
4. Fungsi Keluarga ....................................................................31-34
5. Peran Keluarga......................................................................34-35
D. Konsep Belajar Anak
1. Defenisi Belajar......................................................................36-37
2. Metode Pembelajaran............................................................38-39

5
3. Prinsip-prinsip Belajar..........................................................39-41
E. Konsep Covid 19
1. DefenisiCovid 19....................................................................41-42
2. Tanda dan Gejala Covid 19..................................................42-43
3. Pencegahan ............................................................................43-44
4. Dampak Pandemi Covid 19..................................................44-46
5. Kerangka Teori,kerangka Konsep, Hipotesis, Penelitian
Terkait
a. Kerangka Teori.......................................................... 47
b. Kerangka Konsep...................................................... 48
c. Hipotesis ..................................................................... 49
d. Penelitian Terkait......................................................50-52
BAB III METODE PENELITIAN................................................................
A. Rancangan Penelitian................................................................ 53
B. Tempat dan Waktu Penelitian................................................. 53
C. Populasi dan Sampel ................................................................54-55
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi...................................................55-56
E. Alat Pengumpulan Data............................................................56-59
F. Validasi dan Reliabilitas...........................................................59-61
G. Alur Penelitian ..........................................................................61-62
H. Variabel Penelitian....................................................................62-64
I. Pengolahan dan Analisa............................................................64-70
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................71-73

6
Daftar Tabel

Tabel 2.1 Penelitian Terkait

Tabel 3.1 Kategori Tinggi Rendahnya Reliabilitas

Tabel 3.2 Defenisi Operasional

7
Daftar Gamber

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

8
Daftar Singkatan

COV 2 : Corona Virus 2

COVID 19 : Corona Virus Disease 2019

MERS : Middle East Respiratory Syndrome

SARS : Severe Acute Respiratory Syndrome

9
Daftar Lampiran

1. Kuesioner Stres

2. Kuesioner Mekanisme Koping

10
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejak di tetapkannya wabah virus corona sebagai pandemik COVID-

19 oleh World Health Organization (WHO), di ketahui jumlah

terkonfirmasi positif covid 19 di dunia mencapai 126.841.900 kasus, di

Indonesia mencapai 1.492.002 kasus (worldometers.info). Di ketahui dari

tsnggal 26 Maret 2021 kasus terkonfirmasi positif COVID-19 di

Kabupaten Manggarai mencapai 1805 kasus

(covid19.manggaraikab.go.id). Menurut World Health Organization

(WHO) COVID-19 adalah suatu kelompok virus yang dapat

menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Beberapa jenis corona

virus diketahui menyebabkan infeksi saluran napas pada manusia mulai

batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East Respiratory

Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Corona virus merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus severe

acute respiratory syndrome yang dapat menyebabkan gangguan sistem

pernapasan mulai dari gejala ringan seperti flu hingga infeksi paru-paru

seperti pneumonia. Hal itu mengakibatkan beberapa Negara melakukan

kebijakan Lockdown untuk mengurangi penyebaran dari COVID-19,

sedangkan di Indonesia diberlakukannya PSSB ‘’ Pembatasan Sosial

Berskala Besar’’ ini di lakukan agar semua masyarakat Indonesia dapat

11
mengurangi keterlibatan antara satu dengan yang lain dan bisa menjaga

jarak(Agustino.,et al, 2020). Menurut Worlh Health Organization (WHO),

isolasi mandiri adalah tindakan yang dilakuan oleh orang yang memiliki

gejala COVID-19 untuk mencegah penularan ke orang lain di masyarakat,

teman dan aggota keluarga. Isolasi mandiri adalah ketika seseorang yang

mengalami demam, batuk, atau gejala COVID-19 lainnya dapat tinggal di

rumah dan tidak pergi bekerja, sekolah atau ke tempat-tempat umum. Hal

ini di lakukan secara sukarela atau berdasarkan rekomendasi dari penyedia

layanan kesehatan.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan

Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaran

Belajar dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19. Dalam

surat edaran ini, bahwa tujuan dari pelaksanaan Belajar Dari Rumah

(BDR) adalah memastikan pemenuhan hak peserta didik untuk

mendapatkan layanan pendidikan selama masa darurat COVID-19,

melindungi warga satuan pendidikan dari dampak buruk COVID-19,

mencegah penyebaran dan penularan COVID-19 di satuan pendidikan dan

memastikan pemenuhan dukungan psikososial pendidik, peserta didik dan

orang tua.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Ardiyanto yang dikutib dalam

(Trianingsih .R 2016), di temukan bahwa anak usia sekolah dasar dalam

tingkat perkembangannya sangat memerlukan perhatian khusus baik dari

orang tua maupun guru. Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berada

12
pada rentang usia 6 sampai 13 tahun dengan karakteristiknya yang unik

dan sedang menempuh pendidikan jenjang sekolah dasar. Pentingnya

peran orang tua dan guru dalam mendidik anak menjadi dasar

terbentuknya karakter serta keberhasilan anak di masa depan. Selama masa

sekolah dasar terjadi perkembangan kognitif yang pesat pada anak. Anak

mulai belajar membentuk sebuah konsep, melihat hubungan, dan

memecahkan masalah pada situasi yang melibatkan objek konkret dan

situasi yang tidak asing lagi bagi dirinya. Anak juga sudah mulai bergeser

dari pemikiran egosentris ke pemikiran yang objektif. Perkembangan anak

usia sekolah dasar sangat di pengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan sosial

merupakan tempat anak untuk belajar seluruh pengetahuan. Lingkungan

sosial dalam hal ini meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan

lingkungan masyarakat. Pada lingkungan keluarga, peran orang tua dalam

mendidik anak sangat dominan.

Pandemik COVID-19 ini mempunyai dampak bagi kehidupan

masyarakat. Dampak yang di timbulkan dari COVID-19 ini pada dunia

pendidikan sangat besar dan dapat dirasakan oleh berbagai pihak yaitu

guru, peserta didik, serta orang tua. Dengan pemerintah meliburkan

sekolah, maka kegiatan belajar mengajar yang biasa di lakukan di sekolah

akan berubah menjadi proses belajar daring atau yang kita kenal dengan

belajar dari rumah. Kegiatan ini pun berdampak bagi murid, dampak yang

dialami yaitu murid belum ada budaya belajar jarak jauh karena selama ini

pembelajaran selalu dilakukan secara tatap muka, dengan adanya metode

13
pembelajaran daring ini membuat para murid harus beradaptasi dengan

situasi baru yang biasanya proses pembelajaran di lakukan di dalam kelas

dengan suasana banyak teman harus berbanding terbalik dengan belajar di

rumah saja. Apalagi dengan melihat kemampuan yang dimiliki setiap

peserta didik berbeda serta daya serap dari masing-masing peserta didik

pasti berbeda. Hal ini secara otomatis akan berdampak pada prestasi dan

motivasi dari peserta didik( Agus P,. et al).

Dampak yang di sebabkan oleh pandemik COVID-19 pada orang tua

yaitu orang tua kembali mendapatkan tugas tambahan dan sekaligus

menjadi guru bagi anaknya selama proses pembelajaran daring. Orang tua

dituntut untuk membimbing anaknya selama proses pembelajaran daring

dan mampu membagi waktu dengan kegitan rutin sehari-hari, selain itu

orang tua juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli pulsa

agar anak tetap bisa mengikuti proses pembelajaran daring (Santaria,

2020).

Dampak pada keluarga sangat bervariasi berdasarkan kontekstualnya

faktor stres yang terpapar pada orang tua. Data menunjukkan bahwa

konsekuensi dari lockdown cendrung negarif paling mempengaruhi

keluarga dengan berpenghasilan rendah. Lebih khusus lagi, stres orang tua

mewakili hal negatif respon psikologis terhadap kewajiban orang tua yakni

merawat anak, sekaligus mengkhawitkan tentang tidak memiliki sumber

daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka dapat menjadi beban

berat bagi orang tua( Maria .C et., al).

14
Adapun hal lain yang terjadi pada awal pandemik COVID-19 adalah

pelaporan dan informasi tentang COVID-19 baik melaui media sosial

maupun media seluler yang meresahkan yaitu pemenuhan kebutuhan dasar

yang terbatas, ancaman berkurangnya keuangan keluarga, alat pelindung

diri yang terbatas, dan ketidakpastian berakhirnya pandemi. Hal tersebut

yang dapat menyebabkan ketakutan, kecemasan, dan stres (Cacciatore et

al., 2011; Morse, 2013).

Pelaksanaan pembelajaran dari rumah menjadi kendala tidak hanya

bagi guru dan siswa tetapi juga untuk orang tua. Terutama para orang tua

yang juga sedang melaksanakan pekerjaan di rumah. Sejak pembelajaran

di rumah ini di lakukan, banyak orang tua yang mengeluhkan sistem

belajar dirumah karena menambah beban mereka pada saat pandemi ini.

Selain itu, ada juga orang tua yang memiliki keterbatasan dalam

membantu pembelajaran anak di rumah karena rendahnya tingkat

pendidikan orang tua, yaitu keterbatasan penggunaan alat teknologi

informasi (Andrew et, al).

Stres merupakan respon psikologis dari tubuh untuk beberapa jenis

stres atau situasi stres. Pemicu stres adalah stres fisik, stres kimiawi, stres

fisiologis, stres psikologis, dan emosional (kecemasan, ketakutan dan

kesedihan), stres dari tekanan sosial (konflik pribadi dan perubahan gaya

hidup). Perubahan kebijakan belajar anak dirumah dapat menimbulkan

stres bagi orang tua karena gaya hidup akan berubah sesuai dengan masa

pandemi ini(Sherwood dalam Windish, 2016).

15
Salah satu cara untuk mengatasi stres adalah dengan menggunakan

mekanisme koping. Mekanisme koping adalah cara berespon bawaan

ataub dapatan terhadap perubahan lingkungan atau masalah atau situasi

tertentu. Mekanisme koping menurut Stuart dan Sundeen adalah cara yang

digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan

yang terjadi, dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun

perilaku (Nasir dan Muhith, 2011). Dua jenis strategi koping adalah

koping yang berfokus pada masalah dan koping yang berfokus pada

emosi. Koping yang berfokus pada masalah mengacu pada upaya

memperbaiki situasi dengan membuat perubahan atau mengambil bebrapa

tindakan. Koping yang berfokus pada emosi mencakup pikiran dan

tindakan yang meredakan distress emosi. Koping yang berfokus pada

emosi tidak dapat memperbaiki situasi, tetapi setelah menggunakannya,

individu seringkali merasa lebih baik(Kozier, 2014).

Mekanisme koping pada orang tua perlu di perhatikan karena jdapat

mepengaruhi pola asuh orang tua terhadap perkembangan ana Cara orang

tua dalam mendidik anaknya dapat menentukkan karakter anak di masa

depan. Orang tua merupakan pembimbing utama dalam keluarga dan

tempat pertama anak belajar tentang kehidupan. Orang tua harus

membimbing anak dan memberikan teladan baik bagi mereka untuk

menghadapi kehidupan bermasyarakat. Orang tua harus mampu memebuhi

kebutuhan anak akan cinta kasih, perlindungan, bimbingan akan bakat

yang di miliki, dan penghargaan untuk di akui dan di sukai. Orang tua

16
harus mampu menjadi motivator bagi anak akan bakat dan karakteristik

yang dimiliki. Memberikan motivasi terhadap kepada anak adalah sesuatu

yang amat penting sebagai usaha untuk menghindari sikap yang membuat

anak menjadi patah semangat, tidak sabar, tidak percaya diri(Ardiyanto,

dalam Trianingsih .R 2016).

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan wawasan bagi orang tua

untuk menggunakan mekanisme koping yang tepat dan menghindari

terjadinya stres yang berdampak pada perekembangan anak, maka peneliti

merasa tertarik ingin melakukan penelitian tentang tingkat stres orang tua

saat mendampingi anak belajar dari rumah di Langke Rembong dan

bagaimana mekanisme koping yang digunakan orang tua. Wawancara

yang dilakukan peneliti pada 10 orang tua didapatkan hasil bahwa 7 dari

10 orang tua merasa anak-anaknya sulit untuk diatur saat ingin didampingi

belajar, mereka mengatakan anak-anak cenderung ingin bermain dan

malas mau belajar , dengan keadaan yang seperti ini kadang ada orang tua

yang menggunakan cara kasar seperti mengancam, memarahi, dan bahkan

memukul jika anak-anak tidak menurut untuk mengerjakan tugas atau

belajar, jika seperti ini maka akan berdampak bagi kesehatan mental pada

anak.

17
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas peneliti ingin mengetahui “

Apakah ada Hubungan antara Mekanisme Koping dengan Tingkat Stres

pada Orang Tua”

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan mekanisme koping dengan tingkat stres pada

orang tua dalam mendamipingi anak sekolah daring selama pandemi covid

19.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan, usia, jenis

kelamin, pendidikan dan pekerjaan.

b. Mengidentifikasi Tingkat Stres

c. Mengidentifikasi Jenis Mekansime Koping

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan

bagi pembaca mengenai hubungan mekanisme koping dengan tingkat stres

orang tua dalam mengdampingi anak sekolah daring.

18
2. Manfaat Praktis

a. Bagi Orang Tua

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk

orang tua dalam menggunakan mekanisme koping saat menghadapi stres .

b. Bagi Peneliti

Di harapkan penlitian ini dapat menambah wawasan peneliti ketika

mengalami stres dan mengatasinya dengan menggunakan mekanisme

koping.

19
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Konsep Stres

1. Defenisi Stres

Menurut World Health Organitation stres adalah reaksi atau respon

tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban

kehidupan).

Stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan adanya

ketidaksesuaian antara situasi yang diinginkan dengan keadaan biologis,

psikologis atau sosial individu. Stres juga didefinisikan sebagai persepsi

dari kesengjangan antara tuntutan lingkungan dan kemampuan individu

untuk memenuhinya. Stres merupakan respon individu terhadap keadaan

atau kejadian yang memicu stres, yang mengancam dan mengganggu

kemampuan seseorang untuk menanganinya (Koping).

Stres adalah satu kondisi ketika individu berespon terhadap

perubahan dalam status keseimbangan norma. Stressor adalah setiap

kejadian atau stimulus yang menyebabkan individu mengalami stres.

Ketika seseorang menghadapi stressor, responnya disebut sebagai strategi

koping, respon koping atau mekanisme koping.

20
Stres adalah suatu kondisi dimana seseorang berespon terhadap

perubahan dalam status keseimbangan normal (Kozier et al, 2016).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa

stres adalah tekanan yang terjadi akibat ketidaksesuaian antara situasi yang

diinginkan dengan harapan, dimana terdapat kesengjangan antara tuntutan

lingkungan dengan kemampuan individu untuk memenuhimya yang

dinilai potensial membahayakan, mengancam, mengganggu dan tidak

terkendali atau dengan bahasa lain stress adalah melebihi kemampuan

individu dalam melaksanakan kopingnya.

Menurut (Musradinur d, 2016) secara garis besar ada empat

pandangan mengenai stres, yaitu stres merupakan stimulus, stres

merupakan respon, stres merupakan interaksi antara individu dengan

lingkungan, dan stres sebagai hubungan antara individu dan stressor.

a. Stres sebagai stimulus, dalam konsep ini stres merupakan

stimulus yang ada dalam lingkungan (environment).

Individu akan mengalami stres bila ia menjadi bagian dari

lingkungan tersebut.

b. Stres sebagai respon, konsep ini menyatakan stres

merupakan respon atau reaksi terhadap individu. Respon

individu terhadap stressor memiliki dua komponen, yaitu :

komponen psikologis, misalnya cemas, malu, panik, dan

gugup. Sedangkan komponen fisiologis misalnya denyut

21
nadi menjadi lebih cepat, perut mual, mulut kering, dan

banyak keluar keringat. Respon psikologis dan fisiologis

terhadap stressor disebut strain atau ketegangan.

c. Stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan,

adalah stres sebagai suatu proses yang meliputi stressor dan

strain dengan menambahkan dimensi hubungan antara

individu dengan lingkungan. Interaksi antara manusia dan

lingkungan yang saling mempengaruhi disebut sebagai

hubungan transaksional. Dalam konteks stres sebagai

interaksi antara individu dengan lingkungan, stres tidak

dipandang sebagai stimulus maupun sebagai respon saja,

tetapi juga suatu proses dimana individu juga merupakan

pengantara yang aktif, yang dapat mempengaruhi stressor

melalui strategi perilaku kognitif dan empsional.

d. Stres sebagai hubungan antara individu dengan stressor

merupakan stres bukan hanya dapat terjadi karena faktor-

faktor yang ada di lingkungan. Bahwa stressor juga bisa

berupa faktor-faktor dari dalam diri, misalnya penyakit

jasmanaiyang dideritanya, konflik internal. Oleh sebab itu

lebih tepatnya bila stres dipandang sebagai hubungan antara

individu dengn stressor, baik stressor internal maupun

stressor eksternal .

22
Menurut Maramis, stres dapat terjadi karena adanya frustasi, konflik,

tekanan, dan krisis.

a. Frustasi merupakan terganggunya keseimbangan psikis karena

tujuan yang gagal dicapai.

b. Konflik adalah terganggunya keseimbangannya karena

individu bingung mengahadapi beberapa kebutuhan atau tujuan

yang harus dipilih salah satu.

c. Tekanan merupakan sesuatu yang mendesak untuk dilakukan

individu. Tekanan bisa datang dari iri sendiri, misalnya

keinginan yang sangat kuat untuk meraih sesuatu.

d. Krisis merupakan situasi yang terjadi secara tiba-tiba dan yang

dapat meneybabkan terganggunya keseimbangan.

2. Faktor yang Mempengaruhi Stres

(Musradinur , 2016) menyebutkan sesuatu yang merupakan akibat

pasti memiliki penyebab atau yang disebut stressor, begitu pula dengan

stres, seseorang bisa terkena stres karena menemui banyak masalah dalm

kehidupannya. Stressor stres dapat berasal dari berbagai sumber , yaitu :

a. Lingkungan yang termasuk dalam stressor lingkungan disini

yaitu,

23
 Sikap llingkungan , seperti yang diketahui lingkungan

itu memililki nilai negatif dan positif terhadap perilaku

masing-masing individu sesuai pemahaman kelompok

dalam masyarakat tersebut. tuntutan inilah yang dapat

membuat individu tersebut harus selalu berlaku positif

sesuai dengan pandangan masyarakat di lingkungan

tersebut.

 Tuntutan dan sikap keluarga, contohnya seperti tuntutan

yang sesuai dengan keinginan orang tua untuk memilih

jurusan saat akan kuliah, perjodohan dan lain-lain yang

bertolak belakang dengan keinginannya dan

menimbulkan tekanan pada individu tersebut.

 Perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi,

tuntutan untuk selalu update terhadap perkembangan

zaman membuat sebagian individu berlomba untuk

menjadi yang pertama tahu tentang hal-hal yang baru,

tuntutan tersebut juga terjadi karena rasa malu yang

tinggi jika disebut gaptek.

b. Diri sendiri, terdiri dari

 Kebutuhan psikologis yaitu tuntutan terhadap keinginan

yang ingin dicapai.

24
 Proses internalisasi diri adalah tuntutan individu untuk

terus menerus menyerap sesuatu yang diinginkan

dengan perkembangan.

c. Pikiran

 Berkaitan dengan penilaian individu terhadap

lingkungan dan pengaruhnya pada diri dan persepsinya

terhadap lingkungan.

 Berkaitan dengan cara penilaian diri tentang cara

poenyesuaian yang biasa dilakukan oleh individu yang

bersangkutan.

Penyebab-penyebab stres diatas tentu tidak akan langsung

membuat seseorang menjadi stres. Hal tersebut dikarenakan setiap

orang berbeda dalam menyikapi setiap masalah yang dihadapi,

selain itu stresor yang menjadi penyebab juga dapat mempengaruhi

stres.

3. Jenis-jenis Stres (Sri Kusimiati dan Desminiarti, 2016)

Penyebabnya stres dapat digolongkan menjadi :

a. Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu

tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang,

atau tersengat arus listrik.

25
b. Stres kimiawi, disebabkan oleh asam basa kuat, obat-obatan,

zat beracun, hormone, atau gas. Stres miktobiologik disebabkan

oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulakn penyakit.

c. Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi

jaringan, organ atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi

tubuh tidak normal. Stres proses pertumbuhan dan

perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan pada

masa bayi hingga tua.

4. Gejala Stres

Gejala atau respon tubuh yang muncul terhadap stres dapat berupa

fisik, emosional / psikologis, dan kognitif 4.

a. Gejala fisik

Tanda-tanda yang muncul dari segi fisik antara lain dilatasi

pupil, tegang otot, kaku leher, lesi pada kulit, telapak tangan

berkeringat, mual, perubahan nafsu makan, meningkatnya

kadar gula darah, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya

hitung nadi, disritmia jantung, hiperventilasi, nyeri dada,

retensi cairan, meningkatnya frekuensi berkemih atau

menurunnya output urin, diare atau konstipasi dan perut

kembung.

b. Gejala psikologis

26
Gejala psikologis yang muncul antara lain cemas, ketakutan,

depresi, marah, merasa tidak berdaya, kurang percaya diri, dan

kurang motivasi.

c. Gejala kognitif

Indikasi kognitif dari stres adalah respon berfikir mencakup

kemampuan memecahkan masalah (problem solving),

menyusun atau merencanakan(structuring), kontrol diri atau

displin diri, supresi dan fantasi. Problem solving mencakup

berpikir terhadap situasi yang mengancam, menggunakan cara

spesifik untuk mendapakan solusi. Struturing adalah menyusun

atau memanipulasi situasi yang mengancam agar tidak terjadi.

5. Model Stres

Asal dan efek stres dapat diperiksa dalam istilah kedokteran dan model

teoretis perilaku. Model stres digunakan untuk mengidentifikasi stresor

bagi individu tertentu dan memprediksi respons individu tersebut

terhadap stresor. Setiap model menekankan aspek stres yang berbeda.

Perawat menggunakan meodel stres untuk membantu klien untuk

mengatasi respon yang tidak sehat, non produktif. Dengan modifikasi,

model ini dapat membantu perawat berespon dalam merawat dengan

cara yang menunjukkan individualisasi bagi klien.

a. Model Adaptasi Stres Menurut Stuart

27
Perawat jiwa dapat bekerja lebih efektif jika tindakan mereka

didasarkan pada suatu model yang mengenali adanya sehat atau

sakit sebagai hasil berbagai karakteristik individu yang

berinteraksi dengan faktor lingkungan, model adaptasi stres

menurut Stuart adalah :

1. Faktor Predisposisi : faktor resiko yang mempengaruhi

jenis dan jumlah sumber yang dapat digunakan individu

untuk mengatasi stres.

2. Stresor presipitasi : stimulus yang dipersepsikan oleh

individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntuta dan yang

membutuhkan energi ekstra untuk koping.

3. Penilain terhadap stresor : evaluasi tentang makna stresor

bagi kesajahteraan individu yang di dalamnya stresor

memiliki arti, intensitas, dan kepentingan.

4. Sumber koping : evaluasi terhadap pilihan koping dan

strategi individu.

5. Mekanisme koping : tiap upaya yang ditujukan untuk

penetalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian

masalah langsung dan mekanisme pertahanan ego yang

digunakan untuk melindungi diri.

6. Rentang respon koping : rentang koping ,anusia yang

adaptif sampai maladaptif.

28
7. Aktivitas tahap pengobatan : tentang fungsi keperawatan

yang berhubungan dengan tujuan pengobatan, pengkajian

keperawatan, intervensi keperawatan, dan hasil yang

diharapkan.

Tahap Pengobatan
Krisis
Tujuan Pengobatan
Pengkajian Keperawatan
Stabilisasi
Intervensi Keperawatan
Hasil yang di Harapkan Faktor resiko

Pengelolaan lingkungan

Tidak membahayakan diri atau orang


lain

Akut
Tahap Pengobatan
Tujuan Pengobatan
Remisi
Pengkajian Keperawatan
Intervensi Keperawatan Gejala dan respon koping
Hasil yang di Harapkan
Perencanaan pengobatan timbal
balik, modeling dan penyuluhan

Gejala hilang

Pemeliharaan
Tahap Pengobatan
Tujuan Pengobatan Pemulihan
Pengkajian Keperawatan
Intervensi Keperawatan Status fungsional
Hasil yang di Harapkan
Penguatan dan advokasi

Perbaikan fungsi

29
Tahap Pengobatan Promosi Kesehatan
Tujuan Pengobatan
Pengkajian Keperawatan Tingkat kesejahteraan optimal
Intervensi Keperawatan
Hasil yang di Harapkan Kualitas hidup dan kesejahteraan

Inspirasi dan validasi

Mencapai kualitas hidup optimal

b. Model Stres Berdasar Respons

Model berdasar respon berkaitan dengan mengkhususkan

respons atau pola resppons tertentu yang mungkin

menunjukkan stresor. Model stres dari Seley (1976) adalah

model berdasarkan respons yang mendefiniskan stres sebagai

respon non spesifik dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang

ditimpakan padanya. Model berdasar respons tidak

memungkinkan perbedaan individu dalam pola berespons.

Kurangnya keleluasaan ini dapat menimbulkan beberapa

kesulitan bagi perawat karena perbedaan individu harus

diidentifikasi dalam fase pengkajian. Namun demikian,

mungkin akan bermanfaat respons biologis.

c. Model Adaptasi

Model adaptasi menunjukkan empat faktor menentukkan

apakah suatu situasi adalah menegangkan (Mechanic, 1962).

Kemampuan untuk menghadapi stres, faktor pertama, biasanya

30
bergantung pada pengalaman seseorang dengan stresor serupa

sistem dukungan, dan persepsi keseluruhan. Faktor kedua

berkenaan dengan praktik dan norma kelompok sebaya

individu. Jika kelompok sebaya memandang sebagai normal

untuk membicarakan tentang stresor tertentu, klien mungkin

berespon dengan mengeluhkan tentang stresor tersebut atau

mendiskusikannya. Respon ini dapat membantu beradaptasi

terhadap stres, atau klien meresponya dengan cara yang

sederhana untuk menyesuaikan diri dengan perilaku kelompok

sebaya. Faktor ketiga adalah dampak dari lingkungan sosial

dalam membantu seorang individu untuk beradaptasi terhadap

stresor. Faktor terakhir mencakup sumber yang dapat

digunakan untuk mengatasi stresor.

Model adaptasi didasarkan pada pemahaman bahwa individu

mengalami ansietas dan peningkatan stres ketika mereka tidak

siap untuk menghadapi situasi yang menegangkan. Dengan

menggunakan model ini dan intervensi yang sesuai, perawat

dapat membantu klien dan keluarga untuk meningkatkan

kesehatan dalam semua dimensi kemanusiaan.

d. Model Berdasar Stimulus

Model berdasar stimulus berfokus pada karakteristik yang

mengganggu atau disruptif didalam lingkungan. Riset klasik

yang mengidentifikasi stres sebagai stimulus telah

31
menghasilkan perkembangan dalam skala penyesuaian sosial,

yang mengukur efek peristiwa besar dalam kehidupan terhadap

penyakit (Holmes dan Rahe, 1976). Model berdasarkan

stimulus memfokuskan pada asumsi berikut (McNett, 1989):

1. Peristiwa perubahan dalam kehidupan adalah normal,

dan perubahan ini membutuhkan tipe dan surasi

penyesuaian yang sama.

2. Individu adalah resipen pasif dari stres, dan persepsi

mereka terhadap peristiwa adalah tidak relevan.

3. Semua orang mempunyai ambang stimul yang sama,

dan penyakit dapat terjadi pada setiap titik disetiap

ambang tersebiut. Model berdasarkan stimulus ini tidak

memungkinkan untuk perbedaan individu dalam

persepsi dan respon terhadap stresor.

e. Model Berdasarkan Transaksi

Model berdasarkan transaksi memandang individu dan

lingkungan dalam hubungan yang dinamis, resiprokal, dan

interaktif (Lazarus dan Folkam, 1984). Model ini

dikembangkan oleh Lazarus dan Folkam, memandang stresor

sebagai respon perseptual individu yang berakar dari proses

psikologis dan kognitif.

6. Tingkatan Stres

32
Stuart dan Sundeen (2006) membedakan stres menjadi tiga

tingkatan, yaitu stress ringan, sedang dan berat.

a. Stres tingkat ringan

Tingkat stres ringan adalah kejadian pada kehidupan sehari-

hari dan kondisi ini merangsang individu untuk bersikap

waspada dan antisipsi terhadap kemungkinan yang terjadi.

b. Stres tingkat sedang

Tingkat stres sedang menyebabkan seseorang atau individu

fokus pada hal penting saat ini dan mengesampingkan yang

lain sehingga lapang persepsi menyempit.

c. Stres tingkat berat

Tingkat stres berat menjadikan lapang persepsi seseorang

sangat menurun dan cenderung terfokus pada hal yang bukan

sebagai masalah utama. Semua perilaku ditujukan untuk

mengurangi stres.

7. Indikator Stres

a. Indikator Fisiologis

Indikator fisiologis dari stres adal;ah objektif, lebih muda

diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau

diukurnamun demikian, inidikator ini tidak selalu teramati

33
sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stres, dan

indikator tersebut bervariasi menurut individunya masing-

masing.

b. Indikator Perkembangan

Stres yang berkepanjang dapat mempengaruhi kemampuan

untuk menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap

perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas

perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari

tahap perkembang tersebut. stres yang berkepanjangan dapat

mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan

tahap perkembangan tersebut.

Anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan.

Mereka mulai menyadari bahwa akumulasi pengetahuan dan

penguasaan keterampilan dapat membantu mereka mencapai

tujuan, dan harga diri berkembang melalui hubungan

pertemanan dan saling berbagi di antara teman sebaya. Pada

tahap ini, stres di tunjukan oleh ketidakmampuan atau

ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman.

c. Indikator Perilaku Emosional

Emosi kadang dikaji secra langsung atau tidak langsung dengan

mengamati perilaku klien. Stres mempengaruhi kesejateraan

emosional dalam berbagai cara. Karena kepribadian individual

34
mencakup hubungan yang kompleks diantara banyak faktor,

maka reaksi terhadap stres yang berkepanjangan ditetapkan

dengan memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir,

pengalaman terdahulu dengan stresor, mekanisme koping yang

berhasil di masa lalu, fungsi peran, konsep diri dan ketabahan,

yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian

yang diduga menjadi media terhadap stres. Ketiga karakteristik

tersebut ini adalah rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan,

komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari

tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan

(Wiebe dan Williams, 1992; Tartasky,1993).

d. Indikator Intelektual

Stres yang berkepanjangan dapat bermanifestasi dalam dimensi

intelektua dan mempunyai indikator yang dapat diamati.

Kemampuan individu untuk mendapatkan pengetahuan atau

keterampilan baru mengalami gangguan. Penilaian kognitif

individu terhadap situasi juga mungkin menjadi tidak akurat.

Stres dapat menghambat komunikasi antara klien dan orang

lain. Keluarga mungkin tidak mampu mengatasi konflik. Selain

itu, kemampuan klien untuk secara efektif memecahkan

masalah menurun. Sebagai akibat, terjadi peningkatan

ketergantungan pada orang lain.

e. Indikator Sosial

35
Mengkaji stresor dan sumber koping dalam dimensi sosial

mencakup penggalian bersama klien tentan besarnya tipe, dan

kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stres pada keluarga

dapat menimbulkan efek disfungi yang mempengauhi klien

atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 1993).

f. Indikator Spiritual

Orang menggunaka sumber spiritual untuk mengadaptasi stres

dalam banyak cara, tetapi stres juga bermanifestasi dalam

dimensi spiritual. Stres yang berat dapat mengakibatkan

kemarahan pada Tuhan, atau individu memandang stresor

sebagai hukuman. Stresor seperti penyakit akut kematian dari

orang yang disayangi dapat mengganggu makna hidup

seseorang dan dapat menyebabkan depresi.

8. Respon Penerimaan Stres dan Mekanisme Koping

Tomb (2003) mendefinisikan sikap penerimaan (acceptance)

terjadi bila seseorang mampu menghadapi kenyataan daripada hanya

menyerah pada pengunduran diri atau tidak ada harapan. Menurut Tomb

dalam teori kehilangan dan berduka sebelum mencapai tahap acceptance

individu akan melalui beberapa tahap diantaranya tahap denial

(penyangkalan), anger (marah), bergaining (tawar menawar), depression

(depresi), penerimaan (acceptance).

a. Tahap Denial

36
Dimulai dari rasa tidak percaya saat menerima diagnosa dari

seorang ahli, perasaan individu selanjutnya akna diliputi

kebingungan. Kebingunan ini sangat manusiawi, karena

umumnya individu individu mengharapkan yang terbaik untuk

hidup dengan kondisi sehat.

b. Tahap Anger

Tahapan yang ditandai dengan adanya reaksi emsosi / marah

pada diri sendiri. Kemarahan tersebut biasanya ditujukan pada

keluarga, saudara atau teman-teman.pe pernyataan yang sering

muncul dalam bentuk “tidak adil rasanya “.

c. Tahap Bergaining

Tahapan ini dimana individu mulai untuk menghibur diri

dengan pernytaan seperti “ mungkin kalau kami menunggu

lebih lama lagi, keadaan akan membaik dengan sendirinya” dan

berpikir tentang upaya apa yang akan dilakukan untuk

menyelesaikan masalah.

d. Tahap Depression

Tahapan yang muncul dalam bentuk putus asa dan kehilangan

harapan. Kadang kala depresi dapat juga menimbulkan rasa

bersalah, terutama pada diri sendiri. .

e. Tahap Acceptance

37
Tahapan ini dimana individu telah mencapai titik pasrah dan

mencoba untuk menerima keadaannya atau kondisinya denga

tenang.

B. Mekanisme Koping

1. Defenisi Mekanisme Koping

(Keliat, 2010) dalam 5 mengatakan mekanisme koping adalah cara

yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri

dengan perubahan, respon terhadap situasi yang mengancam. Sedangkan

Lynda Juall Carpento mendefinisikan mekanisme koping sebagai

kemampuan individu untuk mengatasi stressor internal maupun eksternal

secara adekuat yang berhubungan dengan adekuatnya sumber-sumber

fisik, psikologis, perilaku dan atau kognitif.

6
(Nasir dan Muhith, 2011) dalam mengatakan mekanisme koping

adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah,

mengatasi prubahan yang terjadi, dan situasi yang mengancam, baik secara

kognitif maupun perilaku. Koping adalah proses dimana seseorang

mencoba untuk mengatur perbedaan yang diterima antara keinginan

(demands) dan pendapatan yang dinilai dalam suatu keadaan penuh

dengan tekanan, koping dapat diarahkan untuk memperbaiki atau

menguasai suatu masalah dapat juga membantu mengubah persepsi atas

ketidaksesuaian, menerima bahaya, melepaskan diri atau menghindari

situasi stress.

38
2. Strategi Koping

Strategi koping adalah cara yang digunakan individu dalam

menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi

yang mengancam. Baik secara kognitif maupun perilaku. Dua strategi

koping yang dapat dilakukan dalam koping (Lazarus & Folkman, 1984

dalam Nasir & Muhit, 2011), yaitu koping berfokus pada masalah

(problem focused coping) dan koping berfokus pada emosi (emotional

focused coping). Strategi koping berfokus pada masalah adala koping

yang menunjuk pada pemecahan masalah dan menghentikkan stresor

sedangkan strategi koping yang berfokus pada emosi adalah strategi

koping yang cendrung mengabaikan stresor, di lakukan untuk

mengatur, mengurangi, dan menghilangkan respon emotional terhadap

situasi stres, tetapi tidak dapat menyelesaikan masalah (Endler &

Parker, 1990 dalam Xiao, 2013). Berikut ini adalah strategi koping

yang biasa dipakai ketika individu menghadapi situasi stres :

a. Koping berfokus pada masalah atau koping positif

a) Problem Solving, strategi koping dilakukan untuk

menghilangkan sumber stres dengan mengubah situasi

stres tersebut dengan cara menghadapi dan

menyelesaikan masalah.

b) Utilizing Social Support, tidak semua orang mampu

untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Hal ini

terjadi karena rumitnya masalah yang dihadapi.

39
Individu mencari informasi dan saran dari orang lain

untuk menyelesaikan masalah mereka.

c) Looking For Silver Lining, kerumitan masalah

terkadang membawa kebuntuan dalam upaya

menyelesaikan masalah. Sesulit apapun masalah yang

dihadapi, manusia harus siap berpikir positif dan tetap

melangkah maju.

b. Koping berfokus pada emosi atau koping negatif

a) Avoidance, merupakan internalisasi suatu pemecahan

masalah dengan cara lari dari situasi ke hal-hal yang

dianggap menyenangkan oleh individu atau

menghindari maslah yang berujung pada

penumpukan masalah di kemudian hari.

b) Self Blame, merupakan bentuk ketidakberdayaan atas

masalah yang terjadi dengan menyalahkan diri

sendiri, kegagalan orang lain dialihkan dengan

menyalahkan dirinya sendiri sehingga dapat menekan

kretifitas dan ide.

c) Wishfull Thinking, strategi yang mencerminkan

ketidakmampuan dalam menghadapi perubahan

situasi dalam hal ini individu lebih cendrung larut

dalam kesedihan, berharap situasi dapat berubah,

nerimanjimasi tentang hal yang mustahil terjadi.

40
Strategi koping yang berfokus pada masalah bersifat aktif,

terbuka, konstruktif dan adaptif, sedangkan koping yang

berfokus pada masalah emosi bersifat pasif tertutup,

destruktif dan maladaptif (Wong & Wong, 2009 dalam

Xiao, 2013).

3. Faktor yang mempengaruhi Mekanisme Koping

Menurut Siswanto (2007) dalam menjelaskan bahwa stressor yang

sama dapat menimbulkan respon yang berbeda pada setiap individu sesuai

de gan karakteristik seperti, :

a. Usia

Usia berhubungan dengan toleransi seseorang terhadap stress

dan jenis stressor paling mengganggu. Usia dewasa biasanya

lebih mampu mengontrol stress dibandingkan dengan usia

anak-anak dan usia lanjut.

b. Jenis Kelamin

Wanita biasannya memiliki daya tahan yang kebih baik

terhadap stressor dibandingkan dengan pria terutama wanita-

wanita diusia produktif karena hormon-hormon masih bekerja

secara normal.

c. Tingkat Pendidikan

41
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorng, toleransi dan

pengontrolan terhadap stressor biasanya lebih baik.

d. Tingkat Kesehatan

Orang yang sakit lebih mudah menderita akibat stress di

bandingkan orang yang sehat.

e. Kepribadian

Seseorang dengan kepribadian yang tertutup lebih mudah

terkena stress dibandingjkan dengan seseorang yang memiliki

kepribadian terbuka.

f. Harga Diri

Harga diri yang rendah cenderung membuat efek stress lebih

besar dibandingkan dengan orang yang memiliki harga diri

yang tinggi.

4. Sumber Koping

Sumber koping terdiri atas dua faktor, yaitu faktor internal dan

eksternal (Stuart dan Sunden 1995):

a. Faktor internal yang meliputi kesehatan dan energi, sistem

kepercayaan seseorang termasuk kepercayaan eksistensial

(iman, kepercayaan, agama), komitmen atau tujuan hidup,

perasaan seseorang seperti harga diri, kontrol, dan kemahiran,

42
keterampilan sosial (kemampuan berkomunikasi dan

berinteraksi dengan orang lain).

b. Faktor eksternal meliputi dukungan sosial dan sumber material,

dukungan sosial sebagai rasa memiliki informasi terhadap

seseorang atau lebih deengan tiga kategori, yaitu dukungan

harga diri berupa pengakuan dari seseorang merasa dicintai :

dukungan harga diri, berupa pengakuan akan kemampuan yang

dimiliki,perasaan memiliki dan dimiliki dalam sebuah

kelompok.

5. Coping Outcome

Koping yang efektif adalah koping yang yang membantu

seseorang untuk menoleransi dan menerima situasi menekan, serta

tidak merisaukan tekananan yang dapat dikuasainya

(Lazaruz&Folkman, 1984 dalam Nasir dan Muhith, 2011). Strategi

koping perlu mengacu pada lima fungsi tugas koping yang dikenal

dengan istilah coping task, agar koping dapat di lakukan dengan

efektif (Cohen &Lazarus, dalam Taylor, 1991, dalam Nasir dan

Muhith, 2011), yaitu :

a. Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan

meningkatkan prospek untuk memperbaikinya.

b. Menoleransi dan menyesuaikan diri dengan kenyataan yang

negatif.

c. Mempertahankan gambaran diri yang positif.

43
d. Mempertahabkan kesimbangan emosional.

e. Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang

lain.

Efektiiftas koping bergantung pada keberhasilan

pemenuhan coping task (Taylor, 1991, dalam Nasir dan Muhith,

2011). Setelah koping dapat memenuhi sebagian atau semua fungsi

tugas tersebut, maka dapat terlihat bagaimana coping outcome

yang dialami tiap individu. Coping outcome adalah kriteria koping

untuk menentukkan keberhasilan koping. Beberapa coping

outcome (Nasir dan Muhith, 2011), adalah sebagai berikut:

a. Ukuran fungsi fisiologis, yaitu koping dinyatakan

berhasil bila koping yang dilakukan dapat mengurangi

indikator dan dapat membangkitkan (arousal) stres

seperti menurunnya tekanan darah, detak jantung, nadi

dan sistem pernapasan.

b. Apakah individu dapat kembali pada keadaan seperti

sebelum ia mengalami stres dan seberapa cepat ia dapat

kembali. Koping di nyatakan berhasil bila koping yang

dilakukan dapat membawa individu kembali pada

keadaan seperti sebelum individu mengalami stres.

c. Efektifitas dalam mengurangi psychological distress.

Koping dinyatakan berhasil jika koping tersebut dapat

mengurangi rasa cemas dan depresi pada individu.

44
C. Konsep Keluarga

1. Definisi Keluarga

Berikut akan dikemukakan definis keluarga menurut beberapa ahli

(Sudiharto, 2007) :

a. Bailon dan Magalaya (1978) mendefinisikan ‘’ keluarga adalah

dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga

karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi.

Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lainnya,

mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta

mempertahankan suatu budaya’’.

b. Menurut Departemen Kesehatan (1988) mendefinisikan ‘’

keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas

kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan

tinggal di satu atap dalam keadaan saling bergantungan’’.

c. Menurut Friedman (1988) mendefinisikan ‘’ keluarga adalah

dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu

untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan

emosional, serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian

dari keluarga ‘’.

d. Menurut BKKBN (1999) mendefinisiskan ‘’ keluarga adalah

dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan

45
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup

spirutal dan materil yang layak, bertakwa kepada Tuhan,

memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota

keluarga dan masyarakat serta lingkungannya.

2. Tipe / Bentuk Keluarga (Sudiharto, 2007)

a. Keluarga inti (Nuclear Family), adalah keluarga yang dibentuk

karena adanya ikatan perkawinan yang direncanakan yang

terdiri dari suami, istri, dan anak- anak, baik karena kelahiran

maupun adopsi.

b. Keluarga asal (Family of Origin), merupakan suatu unit

keluarga tempat asal seorang dilahirkan.

c. Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti

ditambah keluarga lain (karena hubungan darah) misalnya,

kakek, nenek, bibi, paman, sepupu.

d. Keluarga Berantai (social Family) adalah keluarga yang terdiri

dari wanita, pria yang menikah lebih dari satu kali dan

menerapkan suatu keluarga inti.

e. Keluarga Duda atau Janda, adalah keluarga yang terbentuk

karena perceraian dan/ atau kematian pasangan yang dicintai.

f. Keluarga Komposit adalah keluarga yang terbentuk dari

perkawinan poligami dan memutuskan untuk hidup bersama.

46
g. Keluarga Inses, seiring masuknya nilai-nilai global dan

pengaruh informasi yang sangat dahsyat, dijumpai bentuk

keluarga yang tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah

dengan ayah kandungnya, ayah menikah dengan anak tirinya.

3. Struktur Keluarga 7

Struktur keluarga menggambarkan bagiamna keluarga

melaksanakan fungsi keluarga dimasyarakat. Ada beberapa struktur

keluarga yang ada di Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam,

diantaranya adalah:

a. Patrilineal

Adalah keluara sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui

jalur ayah.

b. Matrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun

melalui jalur ibu.

c. Matrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah ibu.

47
d. Patrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah ayah.\

e. Keluarga Kawin

Adalah hubungan suami istri sebagai dasra bagi pembinaan

keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian

keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

4. Fungsi Keluarga

Berkaitan dengan peran keluarga yang bersifat ganda, yakni

berperan matriks bagi anggotanya dan keluarga juga harus memenuhi

tuntutan dan harapan masyarakat, maka selanjutnya akan di bahas tentang

fungsi keluarga sebagai berikut :

a. Fungsi afektif

Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga

yang merupakan basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif

berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasi;an

fungsi afektof tampak melalui keluarga yang bahagia. Anggota

keluarga mengembangkan konsep diri yang positif, rasa

dimiliki dan memiliki, rasa berarti serta merupakan sumber

kasih sayang. Reinforcement dan support dipelajari dan

dikembangkan melalui interaksi dalam keluarga.

48
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga untuk memenuhi

fungsi afektif adalah :

a) Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling

menerima dan mendukung. Setiap anggota keluarga

yang mendapat kasih sayang dan dukungan, maka

kemampuannya untuk memberi akan meningkat

sehingga tercipta hubungan yang hangat dan saling

mendukung. Hubungan yang baik dalam keluarga

tersebbut akkan menjadi dasar dalam membina

hubungan dengan orang lain diluar keluarga.

b) Saling menghargai, dengan mempertahankan iklim

yang positif dimana setiap anggota keliuarga baik orang

tua maupun anak diakui dan dihargai keberadaan dan

haknya.

c) Ikatan dan identifikasi, ikatan ini dimulai sejak

pasangan sepakat hidup baru. Kemudian dikembangkan

dan disesuaikan dengan berbagai aspek kehidupan dan

keinginan yang tidak dapat dicapai sendiri, misalnya

mempunyai anak. Hubungan selanjutnya akan

dikembangkan menjadi hubungan orang tua – anak dan

antar anak melalui identifikasi. Proses identifikasi

merupakan inti ikatan kasih sayang, oleh karena itu

49
perlu diciptakan proses identifkasi yang positif dimana

anak meniru prilaku orang tua melalui hubungan

interaksi mereka.

Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan

kebahagian keluarga. Sering perceraian, kenalan anak atau

masalah keluarga lainnya timbul akibat fungsi afektif keluarga

yang tidak terpenuhi.

b. Fungsi Sosialisasi

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang

dialami individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar

berperan dalam lingkungan sosial (Gegas, 1979 dan Friedman,

1988), sedangkan Soekanto (2000) mengemukakan bahwa

sosialisasi adalah suatu proses dimana anggota masyarakat

yang baru mempelajari norma-norma masyarakat dimana dia

menjadi anggota.

Sosialisasi dimulai sejak individu dilahirkan dan berakhir

setelah meninggal. Keluarga merupakan tempat diaman

individu melakukan sosialisasi. Tahap perkembangan individu

dan keluarga akan dicapai melalui interaksi atau hubungan

yang diwujudkan sosialisasi. Anggota keluarga belajar displin,

memiliki nilai/ norma, udaya dan prilaku melalui interaksi

50
dalam keluarga sehingga individu mampu berperan di

masyarakat.

c. Fungsi reproduksi

Keluarga untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan

meningkatkan sumber daya manusia. Dengan adanya program

keluarga berencana, maka fungsi ini sedikit dapat terkontrol.

Namun disisi lain banyak kelahiran yang tidak diharpkan atau

diluar ikatan perkawinan sehingga lahirnya keluarga baru

dengan satu orang tua (single parent).

d. Fungsi ekonomi

Untuk memenuhi kebutuhan anggota keluatga seperti makanan,

pakaian dan rumah, maka keluarga memerlukan sumber

keuangan. Fungsi ini sulit dipenuhi oleh keluarga dibawah

garis kemiskinan.

5. Peran Keluarga

Sebuah peran didefinisikan dimana seseorang memegang

sebuah posisi tertentu, posisi mengidentifikasi status atau tempat

sesorang dalam suatu sistem sosial (Biddle & Thomas, 1966;

Hardy & Hardy, 1988) dalam buku Ajar Keperawatan Keluarga :

Riset, Teori & Praktis.

Peran keluarga dibedakan menjadi dua, yaitu :

51
a. Peran-peran formal keluarga

Peran adalah suatu yang dharapkan secara norative dari

seseorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi

harapan-harapan. Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik

yang diharapkan seseorang dalam konteks keluarga. Jadi

peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku

interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan

individu dalam keluarga yang didasari oleh harapam dan pola

pilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat. Peran formal

berkaitan dengan posisi formal keluarga, bersifat homogen.

Peran formal yang standar dalam keluarga seperti pencari

nafkah, ibu rumah tangga, pengasuh anak, sopir, tukang

perbaiki rumah, tukang masak. Jika dalam keluarga hanya

terdapat sedikit orang untuk memenuhi peran tersebut. maka

anggota keluarga berkesempatan untuk memerankan beberapa

peran pada waktu yang berbeda.

b. Peran-peran informal keluarga

Peran-peran iinformal (peran tertutup) biasanya bersifat

implisit, tidak tampak ke permukaan dan dimainkan haya

untukmemenuhi kebutuha emosional atau untuk menjaga

keseimbangan keluarga. Peran informal keluarga mempunyai

tuntutan yang berbeda, tidak terlalu didasarkan pada usia, jnis

52
kelamin, namun lebih didasarkan pada personalitas anggota

keluarga. Peran informal tidak mutlak membuat stabil

kekuarga, ada yang bersifat adaptif bahkan ada yang dapat

merusak kesajhteraan keluarga.

D. Konsep Belajar Anak

1. Defenisi Belajar

Menurut Nasution belajar tergantung pada teori belajar yang dianut oleh

seseorang. Adapun beberapa batasan defenisi adalah sebagai berikut :

a. Belajar adalah perubahan-perubahan dalam sistem urat

saraf.

b. Belajar adalah penambahan pengetahuan

c. Belajar sebagai perubahan kelakuan berkat dan latihan.

Hilgard dalam Nasution mengatakan belajar itu adalah: “ learning is the

prosess by (whether in the laboratory or in the natural environment) as

distinguished from changes by factors not attributable to training”. Hal

tersebut mengandung makna, belajar adalah proses yang melahirkan atau

mengubah suatu kegiatan melalui latihan (baik dalam laboratorium atau

di lingkungan alami) yang berbeda dengan perubahan tanpa latihan.

53
Purwanto mengatakan beberapa elemen penting yang mencirikan

pengertian belajar dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para

ahli seperti Hilgard, Bower, Gagne, Morgan, dan Witherington. Elemen

tersebut yaitu:

a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku,

dimana perubahan itu dapat mengarah pada tingkah laku yang

lebih baik, namun ada kemungkinan mengarah kepada tingkah

laku yang lebih buruk juga.

b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui

latihan atau pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang

disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap

sebagai hasil belajar; seperti perubahan–perubahan yang terjadi

pada diri seorang bayi.

c. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relative

mantap; harus merupakan hasil daripada suatu periode waktu

yang cukup panjang. Berapa lama periode waktu itu

berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu

hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin

berlangsung.

d. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar

menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun

psikis, seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu

54
masalah/berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun

sikap.

2. Metode Pembelajaran

Mmetode pembelajaran yang Tepat bagi siswa sekolah dasar, yaitu:

a. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab digunakan dengan maskud :

 Melanjutkan (meninjau) pelajaran yang lalu.

 Menyelingi pembicaraab untuk mendapatkan kerja

sama siswa.

 Memimpin pengamatan dan pemikiran siswa.

b. Metode Diskusi

Metode diskusi adalah cara penyampaian bahan pelajaran

dimana guru memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau

menyusun berbagai alternatf pemecahan masalah.

c. Metode Kerja Kelompok

Kerja kelompok dapat diartikan sebagai suatu kegaiatan

belajar mengajar dimana siswa dalam suatu kelas

55
dipandang sebagai suatu kelompok kecil untuk mencapai

suatu tujuan pengajaran tertentu.

d. Metode Demonstarsi dan Eksperrimen

Antara metode demonstrasi dan eksperimen sebenarnya

berbeda, akan tetapi dalam praktek sering dipergunakan

silih berganti atau saling melengkapi.

e. Metode Sosiodrama dan Bermain Peranan

Metode sosiodrama dan bermain peran merupakan dua

buah metode mengajar yang mengandung pengertian yang

dapat dikatakan bersama dan karenanya dalam pelaksanaan

sering disilih gantikan.

3. Prinsip- Prinsip Belajar

Ibrahim dan Nana Syaodah mengemukakan lima macam prinsip-

prinsip belajar, sebagai berikut :

a. Prinsip Perkembangan

Disekolah setiap anak didik mengalami proses

perkembangan yang terus menrus. Dalam proses

perkembangan tersebut, kemampuan anak didik berbeda-

beda, disebabkan adanya perbedaan usia dan tingkat kelas.

Anak didik dengan tingkat kelas yang lebih tinggi tentu

56
memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari anak didik

dibawahnya. Oleh karena itu, program pengajaran yang

akan direncanakan oleh guru harus disesuaikan dengan

tingkat usia dan jenjang kelas anak didik. Pemilihan bahan

dan metode pengajaran tidak bisa sembarangan.

Penggunaan bahasa pengantar harus disesuaikan dengan

perkembangan bahasa anak didik. Sehingga anak didik

dapat dengan mudah mengert bahan pelajaran yang

diberikan.

b. Prinsip perbedaan individu

Tiap anak didik memiliki perbedaan satu sama lain. Oleh

karena itu guru atau pendidik perlu mengerti benar tentang

adanya keberagaman ciri-ciri dari anak didik ini. Baik

dalam menyiapkan dan menyajikan pelajaran maupun

memberikan tugas bimbingan, guru hendaknya

menyesuaikan dengan perbedaan-perbedaan tersebut.

c. Prinsip Minat dan Kebutuhan Anak

Pengajaran perlu memperhatikan minat dan kenutuhan

karena keduanya menjai penyebab tumbuhnya perhatian.

Sesuatu yang menarik minat dan dibutuhkan anak, dapat

menarik perhatian dari anak dengan demikian mereka

akan sungguh-sunguh dalam belajar.

57
d. Prinsip Aktivitas Anak Didik

Guru hendaknya merencanakan pengajaran yang menuntut

anak didik banyak melakukan aktivitas belajar. Hal ini

tidakberarti anak didik dibebani banyak tugas. Aktivitas

belajar yang dimaksudkan adalah metode eksperimen,

demonstrasi, diskusi, pemecahan masalah dan penugasa.

e. Prinsip Motivasi

Belajar memerlukan motivasi. Motivasi merupakan suatu

kekuatan yang dapat mendorong seseorang untuk meklakukan

sesuatu perbuatan, termasuk belajar. Keinginan untuk

mendapatkan nilai yang tinggi merupakan kebutuhan yang

harus anak didik penuhi dan itu merupakan suatu dasar agar

anak didik rajin belajar. Motivasi intrinsik merupakan

pendorong utama dalam belajar dari setiap anak anak didik

sedngkan motivasi ekstrinsik merupakan pelengkap darii luar

diri anak didik.

E. Perkembangan Anak Usia Sekolah

Masa anak-anak merupakan masa dimana seorang anak manusia memulai

sesuatu hal yang masih sangat baru bagi mereka, rasa ingin tahu,

penasaran dan mencontoh merupakan bebrapa hal yang sangat dominan

terjadi pada mereka dimana pada masa ini mereka belajar berbagai hal

seperti bicara, berjalan atau bersosialisasi dengan teman sebayanya.

58
Perkembangan sosial anak mulai berkembang ditandai dengan meluasnya

lingkungan sosial. Meluasnya lingkungan sosial bagi anak menyebabkan

anak menjumpai pengaruh-pengaruh yang ada di luar pengawasan orang

tua. Ia bergaul dengan teman, guru yang mempunyai pengaruh besar pada

anak.

Perkembangan merupakan proses perubahan secara progres baik secra

fisik maupun non fisik menuju kesempurnaan. Perkembangan secara fisik

merupakan perkembangan yang terjadi pada aspek biologis seseorang

individu. Sedangkan perkembangan non fisik didalamnya terdapat

perkembangan emosi, perkembnagn kognitif dan sosial anak.

Perkembangan Erikson dalam membahas proses perkembangan anak

adalah dengan menguraikan lima tahapan psikososial, yaitu : percaya

versus tidak percaya (0-1 tahun), otonomi versus rasa ragu dan malu

(1-3 tahun), inisiatif versus rasa bersalah (3- 6tahun), industry versus

infertority (6-12 tahun), identitas versus keracunan peran (12-18 tahun).

a. Industry versus inferiority (6-12 tahun)

Anak akan belajar untuk bekerja sama dan bersaing dengan anak

lainnya melalui kegiatan yang dilakukan, baik dalam kegiatan

akademik maupun dalam pergaulan melauli permainan yang dilakukan

bersama. Otonomi mulai berkembang pada anak di fase ini, terutama

awal usia 6 tahun dengan dukungan keluarga terdekat. Perubahan fisik,

emosi dan sosial pada anak yang tterjadi mempengaruhi gambaran

anak terhadap tubuhnya. Interaksi sosial lebih luas dengan teman,

59
umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari teman atau lingkungannya,

mencerminkan penerimaan dari kelompok akan membantu anak

semakin mempunyai konsep diri yang positif. Perasaan sukses yang

dicapai anak dengan dilandasi adanya motivasi internal untuk

beraktivitas yang mempunyai tujuan. Kemampuan anank untuk

berinteraksi sosial lebih luas dengan teman dilingkunganya dapat

memfasilitasi perkembangan perasaan sukses.

Perasaan tidak adekuat dan rasa inferiority atau rendah diri akan

berkembang apabila anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkunganya

dan anak tidak berhasil memenuhinya. Harga diri yang kurang pada

fase ini akan mempengaruhi tugas-tugas untuk fase remaja dan

dewasa. Pujian dan penguatan dari orang tua atau orang dewasa

terhadap prestasi yang dicapainya menjadi begitu penting untuk

menguatkan perasaan berhasil dalam melakukan sesuatu.

Tahap Tugas Pokok Indikator Resolusi Indikator Resolusi


Usia Positif Negatif
Bayi Percaya vs Berusaha mempercayai Tidak percaya,
(lahir-18 tidak percaya orang lain menarik diri, dan
bulan) mengasingkan diri
Kanak- Otonomi vs Kendali diri tanpa Kendali diri kompulsif
kanak rasa malu dan kehilangan harga diri. atau kepatuhan.
awal (18 ragu Kemampuan untuk Kurang kemauan dan
bulan-3 bekerja sama dan ketidakpatuhan.
th) mengekspresikan diri
sendiri.
Kanak- Inisiatif vs rasa Mempelajari sejauh Kurang percaya diri,
kanak bersalah mana sikap asertif dan pesimisme, takut
akhir (3-5 tujuan mempengaruhi membuat kesalahan.
th) lingkungan. Memulai Kendali dan
kemampuan untuk pembatasan aktivitas
mengevaluasi prilaku diri yang berlebihan.
diri sendiri.
Usia Industry vs Mulai untuk Putus harapan, merasa

60
sekolah inferioritas menciptakan, diri biasa saja.
(6-12 th) mengembangkan dan Menarik diri dari
memanipulasi sesuatu. teman sekolah atau
Mengembangkan rasa sebaya
kompetensi dan
ketekunan.
Remaja Identitas vs Sadar kaan diri Bingung, tidak mampu
(12-20 th) kebingungan sendiri.mengaktualisasi membuat keputusan
peran kemampuan diri dan mungkin terdapat
perilaku nati sosial.
Dewasa Keakraban vs Memiliki hubungan Hubungan
muda isolasi yang intim dengan orang interpersonal,
(18-25 th) lain. Memiliki komitmen menghindari
terhadap pekerjaan dan komitmen dalam
hubungan hubungan, karier atau
gaya hidup.
Dewasa Generativitas Kreativitas, Mengikuti kata,
(25-65 th) vs stagnasi produktivitas, memikirkan diri
kepedulian terhadap sendiri, dan kurang
orang lain minat serta komitmen.
Lansia Integritas vs Penerimaan terhadap Merasa kehilangan,
dewasa putus asa kelebihan dan keunikan memandang rendah
(65- diri sendiri. Penerimaan orang lain.
wafat) akan kematian
Tabel 2.1 Tahap Perkembangan manusia, Erikson

b. Perkembangan kognitif anak

Perubahan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan untuk

berpikir dengan cara logis tentang disini dan saat ini, bukan tentang hal

yang bersifat abstraksi. Pemikiran anak usia sekolah tidak lagi didominasi

oleh persepsinya dan sekaligus kemampuan untuk memahami dunia secra

luas, perekmbangan kognitif Piaget terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :

a) Concrete operational (7-11 tahun)

Fase ini, anak akan mengalami pemikiran meningkat atau

ebrtambah logis dan koheren. Anak mampu mengklasifikasi benda

dan perintah dan menyelesaikan masalah secara konkret dan

61
sistemais berdasarkan apa yang mereka terima dari lingkungannya.

Kemampuan berpikir anak sudah rasional, imajinatif, dan dapat

menggali objek atau situas lebi banyak untuk memecahkan

masalah. Anak sudah dapat berpikir konsep tentang waku dan

mengingat kejadian yang lalu serta menyadari kegiatan yang

dilakukan berulang-ulang, tetapi pemahamannya belum mendalam,

selanjutnya akan semakin berkembang diakhir usia sekolah atau

awal masa remaja.

b) Formal Operating (11-15 tahun)

Tahapan ini ditunujukan dengan karakteristik kemampuan

beradaptasi dengan lingkungan dan kemampuan untuk fleksibel

terhadap lingkungannya. Aak remaja dapat berpikir dengan pola

yang abstrak menggunakan tanda atau simbol dan mengga,barkan

kesimpuan yang logis. Mereka dapat membuat dugaan dan

mengujinya dengan pemikiran yang abstrak, teoritis, dan filofis.

Pola berpikir logis membuat mereka mampu berpikir tentang apa

yang orang lain juga memikirkannya dan berpikir untuk

memecahkan masalah .

Menurut Piaget, usia 7-11 tahun menandakan fase operasi konkret.

Anak akan mengalami perubahan selama tahap ini, dari interaksi

egosentris menjadi interaksi kooperatif. Anak usia sekoalh juga

mengambangka peningkatan mengenai konsep yang berkaitan

dengan objek-objek tertentu, contohnya konservasi lingkungan

62
atau peestarian ,argasatwa. Pada masa ini anak-anak

mengembangkan pola pikir intuitif, sebagai contoh mereka belajar

untuk mengurangi angka ketika mencari jawaban dari suatu soal

atau pertanyaan. Pada usia ini anak juga belajar mengani hubungan

sebab akibat,contohnya mereka tahu bahwa batu tidak akan

mengapung sebab batu lebih berat daripada air.

Fase dan Tahap Usia Perilaku Signifikan


Fase Lahir- 2 th

Sensorimotor
Tahap 1 Lahir-1 bulan Sebagai besar tindakan bersifat

Penggunaa refleks

Ref;eks
Tahap 2 Reaksi 1-4 bulan Persepsi mengenai berbagai

Sirkuler Primer kejadian terpusat pada tubuh.

Onjek merupakan ekstensi diri


Tahap 3 Reaksi 4-8 bulan Mengenali lingkungan

Pimer dan eksternal. Membuat perubahan

Sekunder secara aktif didalam

lingkungan.
Tahap 4 8-12 bulan Dapat membedakan tujuan

Koordinasi daricara pencapaian tujuan

Skema Sekunder tersebut.


Tahap 5 Reaksi 12-18 bulan Menvoba menemukan tujuab

Sirkuler Tersier serta cara baru untuk mencapai

tujuan.

Ritual merupakan hal penting.

63
Tahap 6 18-24 bulan Menginterpretasikan

Penemuan Arti lingkungan dengan kesan

yang baru mental. Melakukan

permaninan imajinasi dan

imitasi.
Fase 2-4 tahun Mengunakan pendekatan

Prankonseptual egosentrik untuk

mengakomodasi tuntutan

lingkungan. Semua hal

bermakna dan berkaitan

dengan a’’aku’’.

Mengeksplorasi lingkungan.

Behasa berkembang dengan

cepat.

Megasosiasikan kata dengan

objek.
Fase Pemikiran 4-7 tahun Pola pikir egosentrik

Intuitif berkurang.

Memikirkan sebuah ide pada

satu waktu.

Melibatkan orang lain

dilingkunga tersebut.

Kata-kata mengekspresikan

pemikiran.
Fase Operasi 7-11 tahun Menyelesaikan masala yang

64
Konkret konkret.

Mulai memahami hubungan

seperti ukuran.

Mengerti kanan dan kiri.

Sadar akan sudut pandang

orang.
Fase Operasi 11-15 tahun Menggunakan pemikiran yang

Formal rasional. Pola pikir yang

deduktif dan futuristik.


Tabel 2.2. Fase Perkembangan Kognitif Anak Menurut Piaget.

c. Perkembangan Spiritual

Menurut Fowler, anak usia sekolah berada pada tahap 2 perkembangan

spiritual yaitu pada tahap mitos-faktual. Anak-anaka belajar untuk

membedakan khayalan dan kenyataan. Kenyataan spiritual adalah

keyakinan yang di terima oleh suatu kelompok keagamaan, sedangkan

khayalan adalah pemikiran dan gambaran yang terbentuk dalam pikiran

anak, sedangkan khayalan adalahpemikiran dan gambaran yang terbetuk

dalam pikiran anak. Orang tua dan tokoh agama membantu kita

membedakan antara keyakinan dan khayalan. Orang tua dan toko agama

lebih memiliki pengaruh dari pada teman sebaya dalam hal spiritual.

Pada saat anak tidak dapat memahami peristiwa tertentu seperti penciptaan

dunia, mereka menggunakan khayalan untuk menjelaskannya. Pada masa

ini, anak usia sekolah dapat mengajukan banyak pertanyyan mengenai

65
Tuhan dan agama dan secara umum menyakini bahwa Tuhan itu baik,dan

selalu ada untuk membantu.

Tahapan Usia Deskripsi


0 0 – 3 Bayi tidak mamp merumuskan

Tidak tahun konsep mengenai diri sendiri atau

terdiferensias1 lingkungan

1. 4 – 6 tahun Suatu kombinasi gambaran dan

Intuituf - kepercayaan yang diberkan ole

proyektif orang lain yang dipercaya, yang

digabungkan dengan pengalaman

dan imajinasi anak sendiri.


2. 7-12 tahun Dunai fantasidan khayalan pribadi ;

Mitos – faktual simbol-simbol mengacu pada

sesuatu yang khusus ; kisah-kisah

dramatic dan mitos digunakan

untuk menyampaikan maksud-

maksud spiritual.
3. Remaja atau Dunia dan lingkungan mendasar

Sintetik – dewasa yang tersusun atas pengharapan dan

konvesiona penilaian orang lain ; fokus

interpersonal.
4. Setelah 18 tahun Membangun sistem pribadi yang

Individualisasi eksplisit ; kesadaran diri yang tingi

66
– refleksif
5. Setelah 30 tahun Kesadaran akan kebenaran yang

Paradoksial – berasal dari berbagai sudut pandang

konsolidatif
6. Mungkin tiddak Menjadi perwujudan prinsip cinta

universalizing akan pernah dan keadilan.


Tabel 2.3 Tahap Perkembangan Spiritual anak menurut Fowler.

F. Konsep COVID-19

1. Definisi COVID-19

Pandemik COVID-19 merupakan penyakit menular yang

menyerang saluran pernapasan disebabkan oleh corona virus 2

(severe acute respiratory syndrome atau SARS CoV-2 ). Virus ini

kemudian diberi nama COVID-19 (Corona Virus Disease 2019).

Virus ini merupakan keluarga besar dari corona virus yang dapat

menyerang hewan. Ketika menyerang manusia, corona virus

biasanya menyebabkan penyakit infeksi pada saluran pernapasan

seperti flu, MERS (Middle East Respiratory Syndrome) dan SARS

(Severe Acute Respiratory Syndrome) . 8).

Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam

family coronavirus. Coronavirus merupakan virus RNA strain

tunggal positif, berkapsul dan tidak bersegmen. Terdapat 4 struktur

protein utama pada Coronavirus yaitu: protein N (nukleokapsid),

glikoprotein M (membran), glikoprotein spike S (spike), protein E

67
(selubung). Corona virus tergolong ordo Nidovirales, keluarga

Coronaviridae. Corona virus ini dapat menyebabkan penyakit pada

hewan atau manusia. Terdapat 4 genus yaitu alpha corona virus,

beta corona virus, gammacoronavirus, dan delta corona virus.

Belum dipastikan berapa lama virus penyebab COVID-19

bertahan di atas permukaan, tetapi perilaku virus ini menyerupai

jenis-jenis coronavirus lainnya. Lamanya coronavirus bertahan

mungkin dipengaruhi kondisi-kondisi yang berbeda (seperti jenis

permukaan, suhu atau kelembapan lingkungan).

2. Tanda dan Gejala COVID-19

Gejala COVID-19 umumnya berupa demam 38 ᵒ C, batuk

kering dan sesak nafas serta dampak paling buruk untuk manusia

ialah kematian.

 Manifestasi klinis biasanya muncul dalam 2 hari

hingga 14 hari setelah paparan.

 Tanda dan gejala umum infeksi coronavirus antara

lain gejala gangguan pernapasan akut seperti

demam, batuk dan sesak napas.

 Pada kasus yang berat dapat menyebabkan

pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal,

dan bahkan kematian.

68
 Tingkat keparahan dipengaruhi oleh daya tahan

tubuh, usia dan penyakit yang telahada sebelumnya

(komorbid), seperti hipertensi, diabetes melitus,

asma.

 Seperti penyakit infeksi saluran pernapasan lainnya,

2019-nCoV dapat menular melalui percikan saat

bersin atau batuk, namun saat ini masih sedikit bukti

terjadinya penularan antar manusia

3. Pencegahan

Belum ada vaksin yang dapat mencegah infeksi coronavirus.

Transmisi dikurangi dengan :

a. Mencuci tangan rutin dengan sabun dan air atau handsanitizer,

terutama setelah batuk, bersin, sebelum menyiapkan makanan,

dan setelah kontak dengan pasien.

b. Menghindari menyentuh mata, hidung, atau mulut dengan

tangan sebelum mencuci tangan.

c. Gunakan masker medis/ bedah dikeramaian.

d. Menghindari kontak dekat dengan orang yang sakit .

69
e. Terapkan etika batuk dan bersib (tutup dengan tisu atau siku

tangan kemudian buang tisu yang sudah digunakan kedalam

tempat sampah tertutup, lalu cuci tangan)

f. Lakukan pola hidup bersih sehat secara umum.

4. Dampak Pandemi COVID-19

Keputusan pemerintah untuk memberlakukan pembatasan

sosial berskala besar sebagai antisipasi penyebaran COVID-19

ternyata berdampak pada kehidupan masyarakat secara umum.

Salah satu dampak dari pandemi ini adalah pengaruh cukup besar

terhadap aktivitas di bidang pendidikan. Ini tenru tidak hanya

terjadi di Indonesia melainkan juga diseluruh dunia. Beberapa

akibat dari pandemi COVID-19 terhadap dunia pendidikan yang

dapat disebutkan antara lain adalah penutupan luas sekolah-

sekolah, mulai dari pendidikan usia dini, sekolah dasar dan

menegah hingga juga pada universitas. Sebagai gantinya kemudian

dipergunakan sistem pembelajaran jarak jauh dan memvuka

platform pendidikan daring yang dapat digunakan sekolah dan guru

untuk menjangkau peserta didik dari jarak jauh dan membatasi

hambatan didalam menjalankan pendidikan.

Dampak yang dirasakan oleh orang tua dalam sistem

pembelajaran jarak jauh melalui sekolah online juga cukup

beragam. Orang tua harus menambah beban pengeluaran untuk

70
memberikan fasilitas yang memadai bagi anak agar dapat

mengikuti pembelajaran secara daring. Untuk melaksanakan

sekolah online yang sampai saat ini belum dapat diketahui akan

berlangsung sampai berapa bulan kedepan, tentunya mengharuskan

orangtua untuk menyediakan setidaknya kuota internet yang cukup

banyak ataupun dengan berlangganan jaringan WiFi yang tidak

murah semata-mata agar proses belajar secara online yang

dilakukan oleh anak dapat berlangsung dengan lancar. Dampak

selanjutnya yang harus dihadapi oleh orangtua dalam pelaksanaan

pembelajaran jarak jauh melalui metode sekolah online ini yaitu

berkaitan dengan waktu. Orang tua wajib menyediakan waktu

luang yang cukup ekstra agar dapat mendampingi anak dalam

melakukan sekolah online. Karena anak belum tentu bisa

mengakses dan menyerap materi serta tugas-tugas dari

pembelajaran online ini sendiri, sehingga orangtua harus hadir

dalam mengawasi dan memberi perhatian kepada anak baik pada

saat sebelum pembelajaran dimulai, saat pembelajaran

berlangsung, sampai dengan setelah pembelajaran selesai. Agar isi

dan materi dari sekolah online tersebut tidak sia-sia. Hal ini tentu

saja akan sangat berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki

orangtua untuk melaksanakan aktivitas pribadinya seperti bekerja,

kegiatan rumah tangga dan lain sebagainya.

71
Konsep pembelajaran jarak jauh melaui metode sekolah

online juga memaksa orangtua untuk dapat menggunakan

teknologi. Karena ia akan mengajarkan teknologi tersebut kepada

anaknya. Orangtua harus kreatif dan inovatif dalam menyiapkan

pelaksanaan sekolah online dan memberikan bimbingan atau

tuntunan kepada anak agar dapat memanfaatkan akses teknologi

modern dalam proses pembelajaran yang nantinya juga akan

meningkatkan kualitas dari anak itu sendiri.

5. Kerangka Teori, Kerangka Konsep, Hipotesis, Penelitian Terkait.

a. Kerangka Teori

Stres adalah respon


individu terhadap Cara mengatasi stres adalah dengan
keadaan atau kejadian menggunakan mekanisme koping.
yang memicu stres, Mekanisme koping adalah cara yang
yang mengancam dan dilakukan individu dalam menyelesaikan
mengganggu masalah, menyesuaikan diri dengan
kemampuan perubahan dan respon terhadap situasi yang
seseorang untuk mengancam baik secara kognitif maupun
menanganinya perilaku (Nasir dan Muhith, 2011).
(Barseli, Ifdil, &
Nikmarjial, 2017) 72
Penyebab Stres :
Strategi Koping
 Lingkungan

 Diri sendiri
(kebutuhan
psikologis)

 Pikiran
(Musradinur,
2016).

Emotional Focused
Problem Focused Coping
Coping

bersifat aktif, terbuka, bersifat pasif tertutup,


konstruktif dan adaptif destruktif dan maladaptif
.

Gambar 2.1 kerangka Teori

b. Kerangka Konsep

Konsep adalah suatu abstraksi yang berbentuk oleh generalisasi dari hal –

hal yang khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi maka konsep

tidak bisa langsung di amati atau di ukur. Konsep hanya dapat di amati

atau di ukur. Konsep hanya dapat di amati melalui konstruk atau yang

disebut dengan variabel, baik variabel independen (variabel bebas)

maupun variabel dependen (variabel terikat).

73
Variabel independen dalam penelitian ini adalah mekanisme koping dan

varibel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat stres.


Variabel Independen Variabel Dependen
Mekanisme Koiping Tingkat Stres

Usia

Jenis Kelamin

Tingkat Pendidikan

Tingkat Kesehatan

Kepribadan

Konsep Diri

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

= variabel yang diteliti

= variabel yang tidak diteliti

c. Hipotesis Penelitian

74
Hipotesis pada hakikatnya merupakan jawaban sementara pertanyaan –

pertanyaan yang di rumuskan dalam perencanaan penelitian. Untuk

mengarahkan pada hasil penelitian ini maka perlu di rumuskan jawaban

sementara dari penelitian ini biasanya di sebut hipotesis 12.

Dalam penelitian yang dilakukan jenis hipotesis yang digunakan adalah

sebagai berikut :

1. Hipotesis alternatif (Ha)

Apakah ada hubungan mekanisme koping dengan stress orang tua

saat mendampingi anak belajar dari rumah.

2. Hipotesis nol (H0)

Tidak ada hubungan mekanisme koping dengan stress orang tua

saat mendampingi anak belajar dari rumah.

d. Penelitian Terkait

No Peneliti Metode Tempat Populasi dan Hasil Penelitian


dan Penelitian Penelitian Sampel
Judul dan Jenis
Peneliti Penelitian

1. Al Jenis Kota Orang tua 1.Hasil dari penelitian


Muhariji Penelitian Bogor dengan Anak ini pada analisis
n, Yoyo ini Tahun yang retardasi univariat menyebutkan
Haryono merupakan 2017 mental dan bahwa mekanisme
2018, analitik sampel 35 koping pada orang tua
dengan kuantitatif. orang. di Kota Bogor Tahun

75
judul Penelitian 2017 menunjukan 25
penelitia ini (71,4%) responden
n dilaksanak memiliki mekanisme
Hubung an di koping adaptif dan
an Wilayah frekuensi tingkat stress
Mekanis Kota orang tua pada anak
me Bogor . retardasi mental di Kota
Koping Bogor Tahun 2017
dengan menunjukan bahwa dari
Tingkat 35 responden
Stress kebanyakan ibu
Orang mengalami stress ringan
Tua dengan presentasi 23
pada (65,7%) orang.
Anak Sedangkan pada analisis
yang bivariat menyebutkan
Retardas Hubungan antara
i Mental mekanisme koping
di Kota dengan tingkat stress
Bogor. orang tua terhadap anak
retradasi mental di Kota
Bogor tahun 2017,
menunjukan bahwa
sebagian besar
responden memiliki
mekanisme koping
adaptif mengalami
stress ringan sebesar 17
(48,4%), dan
mekanisme koping
adaptif memiliki stress
sedang sebesar 8 (23%).

2. Zaimatu Penelitian Sekolah . Populasi Hasil penelitian pada


n Nis , ini Luar dalam analisa univariat
Sri merupakan Biasa penelitian ini menunjukkan bahwa
Hartini penelitian Negeri sebanyak 53 sebagian besar tingkat
dengan deskriptif Kaliwung orang dan stres ringan sebanyak
judul korelasi u Kudus sampel 39 orang (73.6%),
penelitia dengan sebanyak 53 paling rendah stres
n mengguna orang dengan sedang sebanyak 5
Hubung kan menggunakan orang (9.4%) dan
an pendekatan teknik sebagian mengalami
Tingkat cross sampling tingkat stres normal
Stress sectional. total sebanyak 9 orang
dengan sampling. (17.0%)dan
Koping menunjukkan bahwa
Orang sebagian besar koping
Tua pada orang tua yang
yang memiliki anak tuna

76
memilik grahita paling banyak
i Anak menggunakan koping
Tuna positif sebanyak 37
Grahta orang (69.8%) dan
di sebagian kecil
Sekolah menggunakan koping
Luar negatif sebanyak 16
Biasa orang (30.2%),
Negeri sedangkan pada analisa
Kaliwun bivariat menunjukkan
gu bahwa dari 9 (100%)
Kudus responden yang
memiliki tingkat stres
normal sebagian besar
menggunakan koping
positif sebanyak 8 orang
(88.9%), koping negatif
sebanyak 1 orang
(11.1%), dari 39 (100%)
responden yang
memiliki tingkat stres
ringan sebagian besar
menggunakan koping
positif sebanyak 28
orang (71.8%), koping
negatif sebanyak 11
orang (28.2%) dan dari
5 (100%) responden
yang memiliki tingkat
stres sedang
menggunakan koping
positif sebanyak 1 orang
(20.0%), koping negatif
sebanyak 4 orang
(80.0%).
3. Dedeh Desain Penelitian Populasi Berdasarkan hasil
Husnani penelitian ini penelitian ini penelitian, mekanisme
yah, kuantitatif dilaksanak adalah ibu koping ibu yang
Kamsari dengan an pada yang memiliki anak
, Nia pendekatan 10 April – memiliki berkebutuhan khusus di
Nursole deskriptif, 5 Mei anak SLB Negeri 2
ha dan skala 2018. berkebutuhan Indramayu didapatkan
dengan Guttman khusus di bahwa mekanisme
judul SLB Negeri 2 koping yang dimiliki
penelitia Indramayu. oleh responden yaitu
n Teknik sebanyak 49 (53,8%)
gambara pengambilan responden yang
n sampel memiliki mekanisme
mekanis menggunakan koping adaptif dan 42
me Total (46,2%) responden

77
koping Populasi, memiliki mekanisme
ibu yang adapun koping maladaptif.
memilik jumlah
i anak sampel yang
berkebut diperoleh
uhan sebanyak 91
khusus responden
di SLB sesuai dengan
Negeri kriteria
2 inklusi, alat
Indrama pengumpulan
yu data berupa
kuesioner
terdiri dari 33
pernyataan.

Tabel 2.4 Penelitian Terkait

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancagan penelitian ini adalah korelasional yaitu untuk

mengkaji hubungan antara variabel (Nursalam, 2013). Metode

78
yang digunakan dalam pene;itian ini adalah Cross Sectional yaitu

peneliti menekankan waktu pengukuran atau observasi data

variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat

(Nursalam, 2013). Korelasional adalah mengkaji hubungan antara

variabel. Peneliti dapat mencari dan menjelaskan suatu hubungan,

memperkirakan dan menguji berdasarkan teori yang ada. Penelitian

korelasional bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif

antar variabel (Notoatmodjo,2010). Penilaian ini untuk menilai

apakah ada tidaknya hubungan mekanisme koping dengan tingkat

stres orang tua.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat

Penelitian ini akan di laksanakan di Langke Rembong.

b. Waktu penelitian .

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari-Februari 2021.

C. Populasi dan Sampel, Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada

suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan

dengan masalah penelitian (Riduwan, 2012). Populasi yang

79
dimaksud dalam penelitian ini adalah orang tua siswa sekolah

dasar pada anak SD di Langke Rembong dengan jumlah responden

sebanyak 8.276 dari 20 sekolah dasar yang ada di Langke

Rembong.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dar populasi yang mempunyai ciri-

ciri atau keadaan tertentu yang akan di teliti (Riduwan, 2012).

Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan dinilai/

karakteristiknya kita ukur dan nantinya kita pakai untuk menduga

karakteristik dari populasi (Sabri,2014). Sampel yang diambil

dalam penelitian ini adalah 382 orang tua siswa dari 20 sekolah

dasar yang ada di langke rembong.

Besar suatu sampel dapat ditentukan dengan menggunakan

rumus Slovin sebagai berikut :

N
n= 2
1+ N (α )

Keterangan :

N = Besarnya Populasi

n = Besarnya Sampel

α = Tingkat Signifikan (0,05)

80
Maka jumlah sampel yang dinginkan sebagai berikut :

N
n= 2
1+ N (α )

8.276
n=
1+ 8.276(0,052 )

8.276
n=
1+ 8.276(0,0025)

8.276
n=
1+ 20,69

8.276
n=
21,69

n = 381,55

n = 382

Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah 382 responden.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling yang di gunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling yakni pengambilan sampel dengan pertimbangan

tertentu (Aziz, 2011). Sampel yang di ambil adalah orang tua siswa

dari 20 sekolah dasar yang ada di Langke Rembong yang disesuaikan

dengan ktetentuan yang dibuat oleh peneliti yaitu berdasarkan kriteria

inklusi dan eksklusi.

81
D. Kriteria inklusi dan eksklusi

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umm subjek

penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau

dan akan diteliti (Nursalam, 2013).

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a) Orang tua siswa dari 20 sekolah dasar yang ada

di Langke Rembong .

b) Orang tua dalam keadaan sadar dan dapat diajak

berkomunikasi dengan baik.

c) Orang tua yang bersedia menjadi responden

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria dimana subjek

penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak

memenuhi syarat sebagai sampel (Nursalam, 2013).

Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

a) Orang tua yang tidak bersedia menjadi

responden

82
b) Orang tua yang tidak mendampingi anak belajar

dari rumah.

E. Alat Pengumpulan Data

1. Sumber Data

Data berdasarkan cara memperolehnya menurut Korompis (2014)

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang secara langsung diambil

dari objek penelitian oleh peneliti perorangan maupun

organisasi. Data primer dalam penelitian ini diperoleh

secara langsung dari responden melalui kuesioner yang

telah dibuat oleh peneliti dengan memilih alternatif

jawaban yang telah disediakan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang secara tidak langsung

didapatkan dari objek penelitian. Data sekunder dalam

penelitian ini diperolehdari sekolah dasar yang ada di

Langke Rembong, data yang diambil adalah nama, alamat

dan kelas.

2. Instrument Penelitian

83
Instrument peengumpulan data adalah alat bantu yang

dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan pengumpulans

data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah

olehnya (Riduwan, 2012). Instrument yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kuesioner dengan pengukuran menggunakan

skala Likert. Kuesioner 1 tentang mekanisme koping, kuesioner 2

berisi tentang stress.

1. Kuesioner Mekanisme Koping

Alat ukur yang digunakan yaitu kuesioner strategi

koping Brief Cope. Kuesioner ini terdiri dari 28

pertanyaan, masing – masing pertanyaan di beri

penilaian, yaitu : tidak pernah, jarang, sering, selalu.

2. Kuesioner Tingkat Stress

Alat ukur yang digunakan yaitu kuesioner PSS (The

Perceived Stress Scale) . Kuesioner ini terdiri dari 14

pertanyaan, masing-masing pertanyaan di beri

penilaian, yaitu : tidak pernah, hampir tidak pernah,

kadang-kadang, cukup sering , sangat sering

F. Validitas dan Realibilitas

a. Validitas

84
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat itu benar

untuk mengukur apa yang diukur. Instrument harus dapat

mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2008).

Rumus yang digunakan untuk uji validitas adalah yang

dikemukakan oleh Pearson yang dikenal dengan rumus Product

Moment .

Keterangan :

rxy r = Product Moment Correlation

∑ x =Jumla h skor item

∑ y=Jumla h skor total

n = jumlah responden

Setelah diperoleh harga rxy di konsultasikan harga kritik r

product moment. Jika harga rxy > r tabel atau secara lebih mudah

bila nilai P- value < 0,05.

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana

suatu alat pengukur dapat dipercaya dan diandalkan dan untuk

85
menguji reliabilitas adalah dengan menggunakan metode Alpa

Croncbach. Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel

dan tidaknya suatu instrument penelitian umumnya adalah

perbandingan antara r hitung diwakili dengan nilai alpha dengan r

tabel pada taraf kepercayaan 95 % atau tingkat signifikan 5 %

dengan metode alpha croncbach diukur berdasarkan alpha 0

sampai 1. Apabila skala ttersebut dikelompokkan ke dalam kelas

dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat di

interprestasikan seperti tabel berikut :

Alpha Tingkat Realibilitas


0,00-0,20 Hampir tidak ada korelasi (alat
tes tidak valid)
>0,20-0,40 Korelasi rendah (Validitas
rendah)
>0,40-0,60 Korelasi sedang (Validitas
sedang)
>0,60-0,80 Korelasi tinggi (Validitas
tinggi)
>0,80-1,00 Korelasi sempurna (Validitas
sempurna)
Tabel 3.1 Kategori tinggi rendahnya reliabilitas (Susilo,2013)

G. Alur Penelitian

1. Tahap persiapan

a. Mempersiapkan lembar informed concent

b. Mempersiapkan kuesioner

c. Menghubungi orang tua dari siswa sekolah dasar

2. Tahap pelaksanaan

86
a. Peneliti mengambil data penelitian dengan cara menyebarkan

kuesioner melalui google form .

b. Untuk menghindari adanya kontak langsung bersama orang tua

di masa pandemi ini dan mencegah terjadinya penyebaran virus

, maka peneliti akan melakukan pengambilan data dengan

menyebarkan kuesioner melalui google form.

3. Tahap Akhir

a. Peneliti melakukan pengolahan data dan memasukan data ke

dalam spss Penyajian hasil penelitian

b. Penyusunan hasil penelitian.

H. Variabel Penelitian

1. Idnerifikasi Variabel

Menurut (Apriska, 2016), variabel penelitian adalah suatu

objek yang mempunyai variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari kemudia ditarik kesimpulannya. Dalam

penelitian ini terdapat 2 variabel, mekanisme koping sebagai

variabel independen dan stress sebagai variabel dependen.

2. Defenisi Operasional

Menurut Notoadtmodjo (2012), defenisi operasional adalah uraian tentang

batasan variabel yang maksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang

87
bersangkutan atau membatasi ruang lingkup variabel yang diamati atau

diteliti.Defenisi operasional bermanfaat untuk mengarahkan kepada

pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan

serta pengembangan instrument (alat ukur).

88
Variabel Defenisi Defensi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Konseptual Operasional
Mekanism Mekanisme Mekanisme kuesioner 1-56 = koping ordinal
berfokus pada
e Koping koping adalah koping adalah masalah.
57-112 = koping
cara yang hal yang berfokus pada
emosi.
dilakukan digunakan .

individu dalam individu

menyelesaikan dalam

masalah, nmenghadapi

menyesuaikan dan

diri dengan menyelesaika

perubahan, n masalah

respon agar tidak

terhadap berdampak

situasi yang pada

mengancam emosional

(Keliat, 2010). dari individu

tersebut.
Stress Stres Stress Kuesioner 0-14 : stres ringan Ordinal

merupakan merupakan 15-28 : stres


suatu kondisi
respon sedang
dimana tubuh
individu 29-42 : stres berat
menerima
terhadap 43-56 : stres sangat
reaksi

89
keadaan atau tgerhada[p berat.

kejadian yang sesuatu yang

memicu stres, dapat


menimbulkan
yang
tekanan bagi
mengancam
seseorang
dan
sehingga dapat
mengganggu
menimbulkan
kemampuan
ketegangan
seseorang emosi.
untuk

menanganinya

(Koping).

<sup>2</sup>.

Tabel 3.2. Defenisi Operasional

90
I. Pengolahan dan Analisa Data

a. Pengolahan

Dalam penelitian ini proses pengolahan data menurut (Apriska,

2016) adalah sebagai berikut :

a) Editing

Pengecekan jumlah kuesioner, kelengkapan data

diantaranya biodata, lembar kuesioner, sehingga apabila

terdapat ketidaksesuaian dapat di lengkapi oleh peneliti.

Pemeriksaan yang dilakukan oleh peneliti berupa

kelengkapan pertanyaan, kejelasan tulisan dan jawaban

yang terdapat pada kuesioner.

b) Scoring

Scoring adalah memberikan skor terhadap semua item yang

perlu diberi skor. Yang di skoring dalam penelitian ini

adalah :

Tingkat stres :

Tidak pernah : 0

Hampir tidak pernah : 1

Kadang-kadang : 2

91
Cukup sering : 3

Selalu : 4

Mekanismne Koping :

Tidak pernah: 1

Jarang : 2

Sering : 3

Selalu : 4

c) Entry

Data yang didapat dalam bentuk angka dari penelitian

kemudian dimasukan kedalam program komputer dengan

menggunakan program SPSS for windows

d) Coding

Dilakukan dalam memudahkan dalam pengolahan data,

semua jawaban dan perlu disederhanakan yaitu dengan

simbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban (pengkodean).

Yang di koding dalam penelitian ini adalah usia, jenis

kelamin, mekanisme koping, dan tingkat stres dari

responden.

Usia orang tua :

92
< 20 tahun :1

20.30tahun : 2

30.45tahun : 3

>45 tahun : 4

Jenis kelamin orang tua :

Laki- laki : 1

Perempuan : 2

e) Cleaning

Setelah Entry data selesai dimasukkan, perlu dicek kembali

untuk melihat kemungkinan-kemungkinan data dan setelah

itu dilakukan pembentulan dan koreksi.

f) Tabulating

Pekerjaan tabulasi adalah memasukkan data hasil penelitian

kedalam tabel.

b. Analisa Data

a) Analisa Univariate

Analsia univariate merupakan analisis menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian

(Notoadmojo, 2010). Analisa univariat ini digunakan untuk

93
mengetahui frekuensi jumlah dan presentase dari data-data

yang diolah adalah data usia, jenis kelamin, mekanisme

koping, dan tingkat stress.

b) Analisa Bivariat

Analisa bivariat merupakan analisisdilakukan untuk

mengetahui hubungan antara variabel indepeden yaitu

mekanisme koping dan variabel dependen yaitu tingkat

stres. Analisa uji statistik yang digunakan adalah uji Chi

Square. Melalui uji statistik dapat disimpulkan adanya

hubungan 2 variabel tersebut.

Rumus Chi Square adalah :

x2 = ∑ (0-E)2

Keterangan :

x2 = Chi Square

0 = nilai observasi

E = nilai ekspentasi (harapan)

(Hartono, 2008).

a. Etika Penelitian

94
Menurut Nursalam (2013), masalah etika penelitian

keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam

penelitian, karena hampir 90% subjek yang digunakan adalah

manusia, maka peneliti harus memahami prinsip-prinsip etika

penelitian.

a. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara

peneliti dengan calon responden dengan memebrikan

lembar persetujuan. Lembar persetujuan ini diberikan

kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi

kriteria inklusi. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian

kepada calon respinden. Tujuan informed consent adalah

agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, jika

subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani

lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka

peneliti menghormati hak responden.

b. Anonimity (tanpa nama)

anonimity merupakan etika peneliian dimana peneliti tidak

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur,

tetapi hanya menuliskan nomor responden pada lembar

pengumpulan data.

c. Confidentiality (kerahasiaan)

95
Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik

informasi atau masalah lain yang menyangkut privacy

klien. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu

yang akan dilaporkan pada hasil riset.

96
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Orang Tua peserta didik Sekolah Dasar yang berada di
Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, NTT.
Jumlah peserta didik setiap tahun bervariasi, pada tahun ajaran
2020/2021 jumlah peserta didik aktif sebanyak 8.276 orang yang
terdapat dalam 20 Sekolah Dasar yang ada di Kecamatan Langke
Rembong.

2. Hasil Analisis Univariat


Responden dari penelitian ini adalah orang tua yang
memiliki anak usia sekolah yang bersekolah di sekolah dasar
Kecamatan Langke Rembong sebanyak 382 orang.

a. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin orang tua


Tabel 4.1, Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan
Jenis Kelamin Orang Tua

Jenis N %
Kelamin
Laki-laki 160 41,8
Perempuan 223 58,2
Dari tabel 4.1, karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin diketahui bahwa responden terbanyak adalah
responden berjenis kelamin perempuan , sebanyak 223
orang (58,2%), sedangkan yang paling sedikit adalah
responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 160
orang (41,8%).

b. Karakteristik berdasarkan usia orang tua


Tabel Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Usia
Orang Tua

Usia Orang N %
Tua
20-30 36 9,4
tahun
97
30-45 311 81,2
tahun
>45 tahun 36 9,4
SsSumber : Data Primer Tahun 2021
Berdasarkan tabel 4.2, karakteristik berdasarkan
usia orang tua, menunjukan responden terbanyak berusia
antara 30 – 45 tahun yaitu 311 orang (81,2 %), berusia 20 –
30 tahun berjumlah 36 orang (9,4%) , dan yang berusia >
45 tahun berjumlah 36 orang (9,4%).

c. Karakteristik berdasarkan pendidikan orang tua


Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan
Pendidikan

Pendidikan N %
Terakhir
SD 19 5,0
SLTP 61 15,9
SLTA 250 65,3
PERGURUAN 53 13,8
TINGGI

Sumber : data primer tahun 2021

Dari tabel 4.3, karakteristik berdasarkan pendidikan


terakhir, diketahui jumlah responden terbanyak adalah
SLTA sebanyak 250 orang (65,3 %) SLTP sebanyak 61
orang (15,9 %), Perguruan Tinggi sebanyak 53 orang (13,8
%) sedangkan yang paling sedikit adalah responden yang
berpendidikan SD yaitu berjumlah 19 orang (5,0%).
Sumber : data primer tahun 2021.

d. Karakteristik berdasarkan Tingkat Stres


Tabel. 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan
Tingkat Stres Orang Tua.

Tinkat Stres N %

Stres ringan 1 0,3


Stres sedang 98 60 15,7
stres berat 309 80,7
stres sangat 13 3,4
berat
D

SSumber : data primer tahun 2021

Dari tabel 4.4, karakteristik berdasarkan tingkat


stres orang tua diketahui jumlah responden yang
mengalami stres ringan sebanyak 1 orang (0,3 %), stres
sedang 60 orang (15,7 %), stres berat 309 orang (80,7 %),
stres sangat berat 13 orang (3,4 %).

e. Karakteristik berdasarkan Mekanisme Koping


Tabel. 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan
Mekanisme Koping Orang Tua.

Mekanisme N %
Koping
koping 39 10,2
berfokus pada
masalah
koping 344 89,8
berfokus pada
emosi
Sumber : data primer tahun 2021

Dari tabel 4.5, karakteristik berdasarkan meknisme


Koping Orang Tua diketahui jumlah responden yang
mempunyai mekanisme koping yang berfokus pada
masalah sebanyak 39 orang (10,2 %), dan mekanisme
koping yang berfokus pada emosi sebanyak 344 orang
(89,8 %).

3. Hasil Analisis Bivariat


Tabel 4.6 Hubungan Mekanisme Koping Dengan
Tingkat Stres Oran Tua Saat Mendampingi Anak Belajar

99
dari Rumah Selama Pandemik Covid-19 pada Anak
Sekolah Dasar Di Langke Rembong.

Mekanisme Tingkat Stres Total


Koping Stres Stres Stres Stres
ringan seda berat sangat
ng berat
koping 0 8 30 1 39
berfokus
pada
masalah
koping 1 52 279 12 344
berfokus
pada
emosi
Total 1 60 309 13 383

Sumber : data primer tahun 2021

Dari tabel 4.6, karakteristik berdasarkan hubungan


mekanisme koping dengan tingkat stres orang tua saat
mendampingi anak belajar dari rumah diketahui jumlah
responden yang mempunyai mekanisme koping berfokus
pada masalah dengan tingkat stres ringan sebanyak 0, stres
sedang sebanyak 8 orang, stres berat sebanyak 30 orang dan
stres sangat berat sebanyak 1 orang, sedangkan responden
yang mempunyai mekanisme koping yang berfokus pada
emosi dengan tingkat stres ringan sebanyak 1 orang, stres
sedang sebanyak 52 orang, stres berat sebnayak 279 orang,
dan stres sangat berat sebanyak 12 orang.

B. Pembahasan

100
1. Hasil uji univariat
a. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin orang tua
Dari penelitian ini, karakteristik berdasarkan jenis kelamin
orang tua jumlah responden terbanyak adalah Ibu sebanyak
223 orang (58,2 %).
Ketika masa pembelajaran dari rumah, peran orang tua
sangat besar terutama ibu dalam kesuksesan belajar anak,
orang tua terutama ibu mempengaruh sangat besar terhadap
prestasi belajar anak (Valeza, 2017).
Hal ini terungkap dari wawancara yang di lakukan peneliti
bahwa sebagian besar orang tua yang berperan
mendampingi anak belajar dari rumah ialah ibu, beberapa
ibu yang mengeluhkan sulitnya mengajar dan mengawasi
anak belajar dari rumah, mulai dari pengisian tugas-tugas
sekolah, mengawasi anak ketika pembelajaran daring
sedang berlangsung, ditambah lagi jika anak tidak menuruti
orang tua karena suasana pembelajaran di rumah dan ketika
di sekolah berbeda , sampai kepada pekerjaan rumah tangga
yang harus di selesaikan selain itu juga harus membagi
perhatian pada anak yang lain bagi ibu yang memiliki anak
bayi.

b. Karakteristik berdasarkan usia orang tua.


Berdasarkan penelitian ini, dari 383 orang, jumlah
responden terbanyak berusia antara 30-45 tahun. Menurut
Departemen Kesehatan RI, usia 26-35 tahun masuk dalam
kategori dewasa awal dan usia 36- 45 tahun masuk dalam
kategori dewasa akhir. (Amin & Juniati, 2017). Usia
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pola asuh
yang diterapkan oleh orang tua yang bekerja. Jika usia
orang tua terlalu muda ataupun terlalu tua akan
mempengaruhi dalam menjalani peran-peran pengasuhan
secara optimal karena dibutuhkan kekuatan fisik dan
psikososial (Altridonatho & Agency, 2014). Dengan
bertambahnya usia orang tua, tenaga yang diberikan untuk
mengurus anak tidak seoptimal pada usia muda sehingga
orang tua tidak selalu berada di dekat anak untuk melatih
dan mengembangkan kemandirian anak, sedangkan orang

101
tua yang memiliki usia terlalu muda akan lebih
mendahulukan kepentingannya sendiri, sehingga orang tua
sering meninggalkan anaknya dan biasanya orang tua
mengganti waktu yang terbuang dengan cara
memperbolehkan apapun yang dikehendaki oleh anak
(Azizah, 2019).

c. Karakteristik berdasarkan pendidikan orang tua


Dari penelitian ini, karakteristik berdasarkan pendidikan
orang tua, diketahui jumlah responden terbanyak adalah
SLTA sebanyak 250 orang (65,3 %).
Pendidikan orang tua akan mempengaruhi kesiapan
orang tua dalam menjalankan pengasuhan tehadap anaknya
(Altridonatho & Agency, 2014). Pendidikan orang akan
memberikan dampak bagi pola pikir dan cara pandang
orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak. Semakin
tinggi pendidikan orang tua maka semakin baik juga
pengasuhan yang diterapkan (Wina et al., 2016).

d. Karakteristik berdasarkan Tingkat Stres Orang Tua saat


mendampingi anak belajar dari rumah
Dari penelitian ini , karakteristik berdasarkan tingkat stres
orang tua diketahui jumlah responden yang mengalami
stres berada pada tingkat stres berat sebanyak 309 orang
(80,7 %).

Stres berat merupakan tingkat stres yang menjadikan


lapang persepsi seseorang sangat menurun dan cenderung
terfokus pada hal yang bukan sebagai masalah utama.
Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi stres(Stuart &
Sundeen, 2006).

e. Karakteristik berdasarkan Mekanisme Koping Orang Tua


Dari penelitian ini, karakteristik berdasarkan mekanisme
Koping Orang Tua diketahui jumlah responden yang
mempunyai mekanisme koping yang berfokus pada emosi
sebanyak 344 orang (89,8 %).
Emotional Problem Focused adalah melakukan usaha-
usaha yang bertujuan untuk mengubah fungsi emosi tanpa

102
usaha mengubah stressor secara langsung (Lazarus dan
Folkman(1984)).
Peneliti berasumsi bahwa mayoritas orang tua
menerapkan mempunyai mekanisme koping yang berfokus
pada emosi dan sapat menyebabkan terjadinya pola asuh
yang otoriter disebabkan oleh budaya setempat. Hal ini
didukung oleh pendapat Domino yang mengatakan bahwa
gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua
berhubungan dengan konteks budaya. Orang tua di
Manggarai cenderung mendisiplinkan anak dengan cara
memberi hukuman kepada anak. Bentuk kekerasan yang
biasa dilakukan oleh orang tua di Manggarai berupa
kekerasan fisik, psikis dan kekerasan verbal (Domino,
2019). Anak dalam tradisi Manggarai diposisikan sebagai
objek orang dewasa bukan sebagai subyek yang memiliki
kebebasan pribadi (Lon & Widyawati, 2017).

2. Hubungan Mekanisme Koping Dengan Tingkat Stres Orang Tua


Saat Mendampingi Anak Belajar dari Rumah Selama Pandemik
Covid-19 pada Anak Sekolah Dasar di Langke Rembong.
Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa setengah
darijumlah responden , orang tua yang mengalami stres berat
sebanyak 309 (80,7 %) dan orang tua yang mempunyai
mekanisme koping berfokus pada emosi sebanyak 344 (89,8 %).

Emosi adalah reaksi seseorang terhadap suatu


keadaan.emosi bisa berupa perasaan yang menyenangkan seperti
sukacita, bahagia, cinta dan tawa, emosi yang tidak menyenangkan
bisa berupa sedi, marah, benci, takut dan cemas.emosi sangat
berperan penting bagi keseimbangan pola pikir seseorang yang
dapat berpengaruh pada pola perilakunya (Pramtoko, 2011).

Selama masa pandemi Covid 19 kita diharuskan tetap di


rumah, begitu juga dengan proses belajar mengajar juga dilakukan
dari rumah, guna untuk memutuskan penyebaran covid 19. Dalam
pembelajaran dari rumah ini yang paling merasakan beratnya
adalah orang tua terkhusus ibu.

Ibu memang wajar merasakan stres dan rasa frustasi, karena


ketika anak belajar dari rumah, orang tua berfikir bahwa tanggung
jawab keberhasilan pembelajaran tersebut ada ditangan orang tua

103
untuk memastikan anaknya mengerjakan, memperhatikan, dan
menerima informasi yang baik. Sehingga kondisi tersebutlah yang
membuat orang tua menjadi lebih stres (Indrianie, 2020).

Sikap ibu yang salah dalam mengelola emosi negatif akan


mempengaruhi mental ibu sekaligus mental anak. Tekanan dan
stres yang semakin menumpuk bisa membuat ibu kehilangan
kemampuan untuk berfikir secara rasional sehingga yang terjadi
selama ibu mendampingi anak belajar dari rumah ibu sulit
mengontrol emosinya pada anak, mulai dari berkata kasar pada
anak, berteriak, memukul, mencubit sampai pada membunuh anak.
Sementara jika mengenai kondisi mental anak bisa membuat anak
tidak percaya diri. (Anastasia, 2020).

Berdasarkan uji chi square menunjukkan p value 0,571


berarti korelasi sedang antara hubungan mekansime koping dengan
tingkat stres orang tua saat mendampingi anak belajar dari rumah
selama pandemik covid-19 pada anak sekolah dasar di Langke
Rembong.

Kehidupan emosional ibu didasari oleh banyak pemicu


diantaranya adalah ketika menghadapi anaknya dan kehidupan
emosional ini secara garis besar dibagi dalam dua hal, yaitu
kehidupan emosional positif dan kehidupan emosional negatif.
Kehidupan emosional meliputi tekanan dan depresi yang dirasakan,
sikap penolakan terhadap anak, perlakuan yang kurang sesuai atau
sikap negatif lainnya. Sedangkan kehidupan emosional positif
meliputi kehangatan dan kontrol, dukungan yang bersifat suportif,
sensitif terhadap reaksi emosi anak, serta gaya pengasuhan yang
lekat. Kehidupan emosi ibu dapat dilihat dari ekspresi emosi ibu
ketika menghadapi anak atau melalui gaya pengasuhan pada anak
(Yagmurlu & Altan (Pratisti, 2012)).

Seperti yang disampaikan oleh Safaria & Saputra


(Sihombing, 2018) bahwa orang yang memiliki kemampuan
mengelola emosi akan lebih cakap mengelola emosi, sebaliknya
individu dengan kemampuan mengelola emosinya rendah akan
cenderung mudah stress, marah, mudah tersinggung dan mudah
kehilangan arah.

104
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini,” Hubungan Mekanisme
Koping Dengan Tingkat Stres Orang Tua Saat Mendampingi Anak
Belajar dari Rumah Selama Pandemik Covid-19 pada Anak
Sekolah Dasar Di Langke Rembong”, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :

1. Hubungan Mekanisme Koping dengan Tingkat Stres Orang Tua


saat mendmpingi anak belajar dari rumah diketahui jumlah
responden yang mengalami stres berada pada tingkat stres berat
sebanyak 309 orang (80,7 %).
2. Hubungan Mekanisme Koping dengan Tingkat Stres Orang Tua
saat mendmpingi anak belajar dari rumah diketahui jumlah
responden yang mempunyai mekanisme koping yang berfokus
pada emosi sebanyak 344 orang (89,8 %).
3. Hubungan Mekanisme Koping dengan Tingkat Stres Orang Tua
saat mendampingi anak belajar dari rumah diketahui bahwa
responden yang mempunyai mekanisme koping berfokus pada
masalah dengan tingkat stres ringan sebanyak 0, stres sedang
sebanyak 8 orang, stres berat sebanyak 30 orang dan stres sangat
berat sebanyak 1 orang.
4. Hubungan Mekanisme Koping dengan Tingkat Stres Orang Tua
saat mendampingi anak belajar dari rumah di ketahui bahwa
responden yang mempunyai mekanisme koping yang berfokus
pada emosi dengan tingkat stres ringan sebanyak 1 orang, stres

105
sedang sebanyak 52 orang, stres berat sebanyak 279 orang, dan
stres sangat berat sebanyak 12 orang.
5. Korelasi sedang antara hubungan mekansime koping dengan
tingkat stres orang tua saat mendampingi anak belajar dari rumah
selama pandemik covid-19 pada anak sekolah dasar di Langke
Rembong dengan nilai p value 0,571.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan pada penelitian ini, maka dapat diberikan saran-
sarang sebagai berikut:

1. Bagi responden (orang tua)


Orang tua yang mengalami stres berat di harapkan tidak
melampiaskan stres tersebut kepada anak-anak pada saat
mendampingi anak- anak belajar dari rumah dengan menggunakan
kekerasan atau pola asuh otoriter, serta diharapkan juga orang tua
dapat mengendalikan emosi, agar tercapainya perkembangan anak
sesuai dengan perkembangan anak usia sekolah.

2. Bagi UNIKA Santu Paulus Ruteng khususnya Program studi


Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk
menambah pegetahuan mahasiswa serta pembaca ummnya tentang
pola asuh dan perkembangan sosial anak.

3. Bagi peneliti selanjunya


Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pustaka bagi
peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengembangkan penelitian
yang berkaitan dengan penelitian ini.

106
Daftar Pustaka

Abdul Alim. (2009). Permainan Mini Tenis untuk pembelajaran

pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Siswa di Sekolah Dasar. JPJI. Vol

6. No. 2. Nov 2009. Hlmn.82

Agustino, L. (2020, August 24). Analisis Kebijakan Penanganan Wabah

Covid 19: Pengalaman Indonesia. Jurnal Borneo Administrator, 16()2, 253-270.

https://doi.org/10.24258/jba.v16i2.68

Agus Purwanto, Ardian Sopa, Riza Primahendra,Sekundina Williana

Kusumaningsih, Rudy Pramono.(2020). PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN

TRANSACTIONAL,TRANSFORMATIONAL, AUTHENTIC

DANAUTHORITARIAN TERHADAP KINERJA GURU MADRASAH

TSANAWIYAH DI KUDUS.Al-Tanzim : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam.

Vol. 04 No. 01 (2020) : 70-80. https://doi.org/10.33650/altanzim.v4i1.938

Ahidin, U. (2020).Covid 19 dan Work From Home. Desanta

Muliavisitama. Google Scholar.

Altridonatho, & Agency, B. (2014). Mengembangkan Pola Asuh Demokratis.


IKAPI.

Amin, M. Al, & Juniati, D. (2017). Klasifikasi Kelompok Umur Manusia


Berdasarkan Analisis Dimensi Fraktal Box Counting Dari Citra Wajah
Dengan Deteksi Tepi Canny. Jurnal Ilmiah Matematika, volume 2.

107
Anastasia, T. (2020, Sept). Cara orang Tua Tahan Emosi Saat Dampingi Anak
Sekolah Online. https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3644254/cara-
orang-tua-tahan-emosi-saat-dampingi-anak-sekolah-online.

Andrew, A., Cattan, S., Dias, M. C., Farquharson, C., Kraftman, L.,

Krutikova, S., ... & Sevilla, A. (2020). How are mothers and fathers balancing

work and family under lockdown?”. Institute for Fiscal Studies.

Apriska, (2016). Mekanisme Koping Pada Lansia di Unit Pelayanan

Lanjut Usia ‘’ Wening Wardoyo’

Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Sampling

Analisa Data., edisi Pertama- Jakarta: Salemba Medika, 2011.

Azizah, M. (2019). Hubungan Pola Asuh Ibu Bekerja Terhadap Kemandirian


Anak Usia 5-6 Tahun di TK Sekelurahan Cinere-Depok. UIN Syarif
Hidayatulla Jakarta.

Barbara Kozier. Fundamental Keperawatan : Konsep, Praktij, Proses. Edisi 7.

(editor bahasa Indonesia DW et. a., ed.). Jakarta: EGC; 2014.

Barseli M, Ifdil I, Nikmarijal N. Konsep Stres Akademik Siswa.

2017;5(2005):143-148.

Burkhardt H, Ph RO, Vogiatzis G, et al. No. Society. 2019;2(1):1-6.

doi:10.1017/CBO9781107415324.004

Buku Fundaamental Keperawatan: konsep, proses dan praktik/ Patricia A. Potter

and Perry: alih bahasa, Yasmin Asih, et al., editor edisi bahasa Indonesia :

Devi Yuliabti, Monica Ester,- edisi – Jakarta

Childhood and Society, ed,. Pp.247-274, oleh E. Erikson, 1963, New York : W.

W. Norton. Hak cipta tahun 1950, 1963 oleh W. W Norton dan Company,

108
Inc., diperbarui 1978 oleh Erik .H Erikson.

Conversation in the Journey of Faith, oleh J. Fowler dan S. Keen, 5, Wco, TX :

Word Books ; dan How to Help Your Child Have a Spiritual Life : A

Parent’s Guide to Inner Development, oleh A. Hollander, 1980, New York

and W Publisher.

Culp WC. Coronavirus Disease 2019. A A Pract. 2020;14(6):e01218.

doi:10.1213/xaa.

Cusinato M, Iannattone S, Spoto A, et al. Stress, resilience, and well-being in

Italian children and their parents during the COVID-19 pandemic. Int J

Domino, P. (2019). Pola Asuh Orang Tua Dengan Menggunakan Kekerasan


Terhadap Anak Dalam Keluarga Di Manggarai, NTT. Psikologi Pendidikan.

Dylan Trotsek. No Title No Title. J Chem Inf Model. 2017;110(9):1689-1699.

Environ Res Public Health. 2020;17(22):1-17. doi:10.3390/ijerph17228297

Indrianie. (2020, August). Tips Kelola Stress Pada Ibu Dan Anak Saat Belajar
Dari Rumah. https://www.rctiplus.com/trending/detail/312712/tips-kelola-
stress-pada-ibu-dan-anak-saat-belajar-dari-rumah.

Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus

deases (Covid-19). Kementrian Kesehat. 2020;5:178.

https://covid19.go.id/storage/app/media/Protokol/REV-

05_Pedoman_P2_COVID-19_13_Juli_2020.pdf.

Lon, Y. S., & Widyawati, F. (2017). Lingkaran Kekerasan Terhadap Anak Dalam
MAsyarakat Manggarai. Junal Pendidikan Dan Kebudayaan Missio, 9.

Martoredjo NT. Pandemi Covid-19 : Ancaman atau Tentangan bagi Sektor

Pendidikan ? 2020;2.

Muna M. Sumber Stres Dan Mekanisme Koping Mahasiswa Ilmu Keperawatan

109
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Dalam

Pembelajaran Klinik.; 2017.

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37185/1/MUNA

MUSHOFFA-FKIK.pdf.

Mulyani Y, M ER, Ulfah L. Hubungan Mekanisme Koping Dengan Stres Kerja

Perawat Igd Dan Icu Di Rsud Ulin Banjarmasin. AL-ULUM J Ilmu Sos

dan Hum. 2017;3(2):513-524. doi:10.31602/alsh.v3i2.1200

Nursalam. Konsep Dan Penerapan METODOLOGI PENELITIAN ILMU

KEPERAWATAN. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2008.

Padila. Buku Ajar Keperawatan Keluarga. (Nuha Medika, ed.). Yogyakarta

Pratisti, W. D. (2012). Peran Kehidupan Emosional Ibu, Budaya dan Karakteristik


Remaja pada Regulasi Emosi Remaja. Prosiding Nasional Psikologi Islami
UMS. 116-130.

Pratmoko, S. D. (2011). Upaya Meningkatkan Pengendalian Emosi melalui


Bimbingan Kelompok pada Remaja di Panti Asuhan Yayasan Al Hidayah
Desa Desel Sadeng Kecamatan Gunung Pati Semarang Tahun 2010. Skripsi.
Universitas Negeri Semarang.

Santaria R. Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Proses Pengajaran bagi Guru

dan Siswa Pendahuluan. 2020;3(2):289-295.

Sihombing, D. N. (2018). Kemampuan Mengelola Emosi. Skripsi. Universitas


Sanata Dharma.

Susilo, (2013). Prinsip-prinsip hBiostatistika dan Aplikasi Spss pada Ilmu

Keperawatan. Jakarta : IN Medika

The Origin Of Intelligence in ChIldren, oleh J. Piaget, 1966 International

Trianingsih R. Pengantar Praktik Mendidik Anak Usia Sekolah Dasar. Al Ibtida J

Pendidik Guru MI. 2016;3(2):197. doi:10.24235/al.ibtida.snj.v3i2.880

110
Universities Press, Inc., Hak Cipta tahun 1966.

Ulfa, Z. D., & Setyaningsih, Y. (2020). Tingkat Stres Ibu Menyusui Dan

Pemberian Asi Pada Bulan Pertama. Jurnal Litbang: Media Informasi

Penelitian, Pengembangan Dan IPTEK, 16(1), 15–28.

Valeza, A. R. (2017). Peran Orang Tua dalam Meningkatkan Prestasi Anak di


Perum Tanjung Raya Permai Kelurahan Pematang Wangi Kecamatan
Tanjung Senang Bandar Lampung. Skripsi. UIN Raden Intan Lampung

Wina, L., Yudiernawati, A., & Maemunah, N. (2016). Hubungan Pola Asuh orang
Tua Dengan Perkembangan Sosial Anak Usia Prasekolah (4-6 tahun) di TK
Muslimat Ar-Rohmah Gading Kembar Kecamatan Jabung Kabupaten
Malang. Nursing News, 1.

Windish, Lance Scott. (2016). "Homeschooling Parent Stress Levels and Its

Association With the Mental and Physical Health of Their Children". Theses

and Dissertations (All). 1390. http://knowledge.library.iup.edu/etd/1390

Wong dkk, 2009. Buku Ajar Keperawatan Pesiatrik Edisi 6 vol 1. EGC : Jakarta

Xiao, Juan. 2013. Academic Stress, Text Anxiety, and Perfomance in a Chinese

High School Sampel : The Moderating Effects of Coping Strategies and

Percdived Social Support. Counseling and Psychological Service

Dissertations. Paper 88.

111
112

Anda mungkin juga menyukai