Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENGERTIAN BENCANA

Bencana alam merupakan konsekuensi dari kombinasi aktivitas


alami,baik peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor,
dan aktivitas manusia. Ketidakberdayaan manusia akibat kurang baiknya
manajemen kesiapsiagaan dan keadaan darurat menyebabkan kerugian dalam
bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian (Khambali,2017).

Bencana alam juga dapat diartikan sebagai bencana yang diakibatkan


oleh gejala atau faktor alam. Gejala alam merupakan gejala yang sangat
alamiah dan biasa terjadi pada bumi, tetapi hanya ketika gejala alam tersebut
melanda manusia (kehilangan nyawa) dan segala produk budi dayanya
(kepemiikan,harta dan benda), kita baru dapat menyebutnya sebagai bencana
(Khambali,2017).

A. Pengertian Bencana Menurut Sejarah Dan Agama


1. Pengertian Bencana Menurut Sejarah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Bencana adalah
sesuatu yang menyebabkan (menimbulkan) kesusaha,kerugian atau
penderitaan. Dalam KBBI bencana alam adalah bencana yang
disebabkan oleh alam seperti gempa bumi,angin besar, dan banjir.
Menurut Kamus Oxford, Bencana adalah kejadian mendadak,
seperti kecelakaan atau bencana alam, yang menyebabkan kerusakan
besar atau kematian.
Dalam Kamus Cambridge, Bencana adalah suatu peristiwa yang
mengakibatkan bahaya besar, kerusakan atau kematian atau kesulitan
serius. Bencana juga diartikan sebagai kejadian mendadak yang
menyebabkan banyak kerusakan, seperti kebakaran, badai atau
kecelakaan yang sangat buruk.
Menurut Kamus Merriam-Webster, bencana adalah peristiwa
mendadak yang membawa kerusakan, kerugian atau kehancuran
besar.
World Health Organization (WHO) dari United Nations atau UN
(Perserikatan Bangsa-bangsa atau PBB) mendefinisikan bencana
adalah kejadian yang mengganggu kondisi normal dan menyebabkan
tingkat penderitaan melebihi kapasitas adaptasi komunitas yang
terdampak.
Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, Bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam, nonalam maupun manusia. Sehingga bencana
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU,2007).
2. Pengertian Bencana Menurut Agama
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah langsor.
Sebagian orang beranggapan bahwa bencana semata-mata karena
takdir dari Allah. Namun, sesungguhnya sunnatullah itu berlangsung
ketika manusia lupa akan tugas-tugas kekhalifahan di atas bumi.
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami
(gunung meletus gempa bumu, tanah longsor) dan aktivitas manusia.
Factor ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen
keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang
keuangan dan struktural, bahkan kematian. QS. ar-Ru >m: 41 yang
artinya “Telah terjadi berbagai bencana di daratan dan di lautan yang
terjadi karena ulah manusia.” Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah
ingin mengingatkan kepada manusia bahwa bencana yang terjadi di
daratan di lautan merupakan akibat dari ulah manusia. Hal ini
menunjukan bahwa bencana bukan inisiatif dari Allah, seperti
menghukum, menguji, maupun memperingatkan umat manusia.
Banyak bukti-bukti yang menunjukan bahwa manusia biang dari
bencana yang terjadi, sebagai contoh dengan pengundulan hutan yang
berlebihan, perusakan laut dengan mengekploitasi sumber daya yang
ada di lautan yang semuanya untuk memenuhi kepuasan sesaat
manusia. Hal ini juga tidak dengan dibarengi upaya untuk
menyeimbangkan alam agar ekosistem yang ada berjalan dengan
dinamis.
Bencana yang terjadi setidaknya memunculkan dua rumusan
teologis dalam pandangan agamawan, yaitu rumusan positif dan
rumusan negatif. Rumusan teologis positif ialah penafsiran yang
cenderung menyalahkan dan menyudutkan korban bencana. Bencana
yang terjadi karena kelalaian manusia, jadi tidak ada campur tangan
dari Tuhan dan husnuz\z\an (berbaik sangka) dan Dia tetap terjaga
dari kesalahan. Sedangkan rumusan teologis negatif mengansumsikan
bahwa bencana merupakan “ujian” Tuhan untuk umat yang
dicintaiNya. Secara implisit teologis negatif ini menyalahkan Tuhan
dengan menunjukan sikap kecewa kepada Tuhan, ketika cobaan yang
datang tidak kunjung habis, maka yang muncul adalah sikap teologis
yang sempit (Hakim,2013).
B. Paradigma Bencana
Perkembangan Paradigma Mitigasi Bencana Dari jaman dulu
sampai sekarang ini konsep penanggulangan bencana mengalami
pergeseran paradigma yang sangat pesat mulai dari paradigma
konvensional menuju ke holistik.
1. Paradigma Konvensional (Relief & Emergency)
Konsep penanggulangan bencana mengalami pergeseran paradigma
dari konvensional menuju ke holistik. Pandangan konvensional
menganggap bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tak
terelakkan dan korban harus segera mendapatkan pertolongan,
sehingga fokus dari penanggulangan bencana lebih bersifat bantuan
(relief) dan kedaruratan (emergency). Oleh karena itu pandangan
semacam ini disebut dengan ‘Paradigma Relief atau Bantuan Darurat’
yang berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan darurat berupa:
pangan, penampungan darurat, kesehatan dan pengatasan krisis.
Tujuan penanggulangan bencana berdasarkan pandangan ini adalah
menekan tingkat kerugian, kerusakan dan cepat memulihkan keadaan.
2. Paradigma Mitigasi
Paradigma yang berkembang berikutnya adalah “Paradigma Mitigasi”,
yang tujuannya lebih diarahkan pada identifikasi daerah-daerah rawan
bencana, mengenali pola-pola yang dapat menimbulkan kerawanan,
dan melakukan kegiatankegiatan mitigasi yang bersifat struktural
(seperti membangun konstruksi) maupun non-struktural seperti
penataan ruang, building code dan sebagainya.
3. Paradigma Pembangunan
Selanjutnya paradigma penanggulangan bencana berkembang lagi
mengarah kepada faktor-faktor kerentanan di dalam masyarakat yang
ini disebut dengan “Paradigma Pembangunan”. Upaya-upaya yang
dilakukan lebih bersifat mengintegrasikan upaya penanggulangan
bencana dengan program pembangunan. Misalnya melalui perkuatan
ekonomi, penerapan teknologi, pengentasan kemiskinan dan
sebagainya.
4. Paradigma Pengurangan Risiko
Pendekatan ini merupakan perpaduan antara sudut pandang teknis dan
ilmiah dengan perhatian pada faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik
dalam perencanaan pengurangan resiko bencana. Dalam paradigma ini
penanggulangan bencana bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk mengelola dan menekan risiko terjadinya bencana.
Hal terpenting dalam pendekatan ini adalah memandang masyarakat
sebagai subyek dan bukan obyek dari penanggulangan bencana dalam
proses pembangunan.
Paradigma penanggulangan bencana sudah beralih dari paradigma
bantuan darurat menuju ke paradigma mitigasi/ preventif dan sekaligus
juga paradigma pembangunan. Karena setiap upaya pencegahan dan
mitigasi hingga rehabilitasi dan rekonstruksinya telah diintegrasikan
dalam program-program pembangunan di berbagai sektor.
Dalam paradigma sekarang, pengurangan risiko bencana yang
merupakan rencana terpadu yang bersifat lintas sektor dan lintas
wilayah serta meliputi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Dalam
implementasinya kegiatan pengurangan risiko bencana nasional akan
disesuaikan dengan rencana pengurangan risiko bencana pada tingkat
regional dan internasional. dimana masyarakat merupakan subyek,
obyek sekaligus sasaran utama upaya pengurangan risiko bencana dan
berupaya mengadopsi dan memperhatikan kearifan lokal (local
wisdom) dan pengetahuan tradisional (traditional/knowledge) yang ada
dan berkembang dalam masyarakat. Sebagai subyek masyarakat
diharapkan dapat aktif mengakses saluran informasi formal dan non-
formal, sehingga upaya pengurangan risiko bencana secara langsung
dapat melibatkan masyarakat. Pemerintah bertugas mempersiapkan
sarana, prasarana dan sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan
pengurangan risiko bencana.
Dalam rangka menunjang dan memperkuat daya dukung setempat,
sebaiknya menggunakan daya dukung dan sumberdaya setempat. Ini
termasuk tetapi tidak terbatas pada sumber dana, sumber daya alam,
ketrampilan, proses-proses ekonomi dan sosial masyarakat.Jadi, ada
tiga hal penting terkait dengan perubahan paradigma ini, yaitu:
a. Penanggulangan bencana tidak lagi berfokus pada aspek tanggap
darurat tetapi lebih pada keseluruhan manajemen risiko
b. Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana oleh pemerintah
merupakan wujud pemenuhan hak asasi rakyat dan bukan semata-
mata karena kewajiban pemerintah
c. Penanggulangan bencana bukan lagi hanya urusan pemerintah
tetapi juga menjadi urusan bersama masyarakat dan lembaga usaha,
dimana pemerintah menjadi penanggungjawab utamanya
(Wibowo,2010).
C. Jenis-Jenis Bencana

Bencana adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang


mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian manusia, serta memburuknya
kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan
bantuan dari pihak luar (DepKes RI, 2001).

Berdasarkan penyebabnya jenis-jenis bencana terbagi menjadi 3, yaitu


bencana geologi, klimatologis dan ekstraterestial.

1. Bencana alam geologis


Bencana alam geologis adalah semua peristiwa alam yang
berkaitan dengan siklus-siklus yang terjadi dibumi yang disebabkan oleh
faktor geologi. Bencana geologi juga berkaitan dengan proses atau gaya
geologi. Bencana g termasuk kedalam bencana geologi yaitu tsunami,
letusan gunung api, gempa bumi, longsoran atau gerakan tanah
(Alamsyah, 2019). Berikut contoh bencana alam geologi :
a. Tsunami
a) Pengertian tsunami
Tsunami adalah serangkaian peristiwa bersamaan antara
gelombang dan ombak laut sehingga menimbulkan pergeseran
lempeng di dasar laut sebagai bentuk akibat dari gempa bumi yang
sebelumnya terjadi. Definsi tersebut sesuai dengan dasar teori
pembentukan bumi menurut para ahli (BNPB, 2011). Arti tsunami
merupakan perpindahan air yang disebabkan adanya perubahan
permukaan dasar laut secara vertikal secara tiba-tiba. Sehingga
menyebabkan hantaman keras di dasar laut, membentuk gempa
bumi, yang akhirnya air yang ada di dalamnya akan terbawa keluar
dari dasar laut ke permukaan laut (Fatimah, 2021).
b) Jenis-jenis tsunami
1) Tsunami local
Tsunami local adalah jenis tsunami yang berkaitan dengan
episentrum gempa yang terjadi di sekitar area pantai. Dengan
begitu waktu tempuh yang diperlukan dari titik kejadian hingga
tiba di bibir pantai sekitar 5-30 menit.
2) Tsunami meterologi
Meteorology atau disebut juga meteo-tsunami atau tsunami
atmosfer merupakan fenomena alam yang menyerupai tsunami.
Hanya saja tsunami ini disebabkan oleh adanya gangguan pada
atmosfer atau meteorologist seperti gelombang gravitasu
atmosfer, lompatan tekanan, angin topan, saluran badai, dan
sebagainya.
3) Tsunami jarak
Tsunami jarak atau ocean wide tsunami merupakan tsunami
deskrukti. Artinya jarak tempuh yang bias dicapai terhitung
dari titik tsnunami bawah laut melebihi 1.000 kilometer.
Dengan begitu setidaknya butuh waktu 3 jam untuk tiba
didaratan.
4) Tsunami regional
Adalah tsunami yg 10x lebih besar dari tsunami local. Jarak
yang bias dicapai oleh tsunami jenis ini kurang lebih 100
hingga-1.000 kilometer dari titik terjadinya dan biasanya waktu
yg dibutuhkan gelombang mencapai daratan cukup lama.
5) Microtsunami
Yaitu jenis tsunami yang berukuran sangat kecil, sehingga
akan sulit untuk diketahui dengan mata telanjang atau visual.
Meski begitu, tsunami juga cukup berbahaya karena sulit
terdeteksi sehingga membutuhkan alat tertentu jika ingin
mendeteksi keberadaan tsunami ini (Fatimah, 2021).
c) Penyebab tsunami
Menurut king (1972) dan anhert (1996), ada 3 faktor
utama yang menjadi akibat bencana tsunami, yaitu :
1) Adanya retakan yang terjadu di bagian dasar laut yang
diiringi dengan gempa bumi. Retakan ini berupa zona
planar yang bersifat lemah dan bergerak melalui kerak
bumi.
2) Adanya tanah longsor yang terjadi diatas maupun dibawah
laut.
3) Adanya aktivitas dari gunug api dimana lokasinya
berdekatan dengan pantai atau dibawah air.
d) Karakteristik tsunami
Pusat vulkanologi dan mitigasi bencana geologi (PVMBG)
menjelaskan bahwa karaketristik tsunai dipengaruhi oleh
kedalaman gempa, panjang gelombang tsunami dan juga
kecepatan gelombang. Berikut adalah hubungan dari ketiga hal
tersebut, yaitu :
1) Gempa yang terjadi pada kedalaman 10 meter dibawah
permukaan laut mengakibatkan tsunami berkecepatan 35,6
km/jam dan panjang gelombang 10,6 km.
2) Gempa yang terjadi pada kedalaman 50 meter dibawah
permukaan laut dapat menyebabkan tsunami berkecepatan
79 km/jam dengan panjang gelombang 23 km.
3) Gempa yang terjadu pada kedalaman 200 meter dibawah
permukaan laut dapat menyebabkan tsunami berkecepatan
159 km//jam dan panjang gelombangnya 47,7 km.
4) Gempa yang terjadi pada kedalaman 2.000 eter dibawah
permukaan laut memicu tsunami dengan kecepatan 504,2
km/jam dengan kecepatan gelombang 15i km.
5) Gempa yang terjadi pada kedalaman 4.000 meter dibawah
permukaan laut memicu tsunami dengan kecepatan 712,7
km/jam dengan panjang gelombang 213 km.
6) Gempa yang terjadi di kedalaman 7.000 meter dibawah
permukaan kaut dapat menyebabkan tsunami berkecepatan
942,9 km/jam dengan panjang gelombang 282 km.
b. Gempa bumi
a) Pengertian gempa bumi
Gempa bumi merupakan salah satu fenomena alam yang dapat
disebakan oleh kegiatan manusai maupun akibat peristiwa alam.
Akibat dari kedua tersebut, tanah menjadi bergetar sebagai efek
dari menjalarnya gelombang energy yang memancar dari pusat
gempa. Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan
energy yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh
lenpengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian
membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan
tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan, pada
saat itulah gempa bumi akan terjadi.
b) Penyebab gempa bumi
Sebagian besar gempa bumi yang terjadi disebabkan oleh
pelepasan energy yang dihasilkan oleh tekanan akibar dari
pergerakan lempeng bumi. Lempeng yang bergeser ini akan
menimbulkan tekanan pada pinggiran lempeng, pada saat itulah
gempa bumi terjadi. Gempa bumi juga bias terjadi karena adanya
aktivitas magma yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus
dan dampak yang ditimbulkan juga sangat besar seperti sector
social yang dapat menimbulkan kerugian berupa kemiskinan,
kelaparan, serta luka-lika pada korban baik akibatt penyakit
maupun akibat reruntuhan.
Gempa bumi juga dapat disebabkan oleh hantaman meteor
walaupun kasus ini jarang terjadi namun hal tersebut tidak
menutup kemungkinan bahwa gempa tidak terjadi. Efek dari
gempa hantaman meteor ini sangat berbahaya apabila meteor
menghantam bumi dengan diameter 1 km. selain itu juga, gempa
bumi tidak menutup kemungkinan dapat disebabkan oleh manusia
sendiri. Contohnya seperti peledakan nuklir, peledakan dinamit,
dan lain sebagainya (Rohmat, 2019).
c) Karakteristik gempa bumi
Berbagai jenis karakteristik gempa bumi yang bias terjadi
ketika adanya bencana gempa bumi ini menyebabkan timbulnya
sifat dan kebiasaan yang terjadi, berikut adalah karaketristik gempa
bumi adalah sebagai berikut:
1) Berlangsung dalam waktu yang sangat singkat atau bias
dihitung dengan satuan detik.
2) Lokasi kejadian tertentu atau random tidak mengenal tempat
kejadian, dan biasanya terjadi diwilayah patahan dan juga jalur
sesar tanah.
3) Akibatnya gempa bumi yang berlangsung akan menimbulkan
bencana alam.
4) Gempa bumi berpotensi terulang lagi atau biasa disebut kala
ulang dalam gempa bumi yang menunjukkan rentang waktu
antara gempa dengan gempa berikutnya yang memiliki skala
yang sama.
5) Gempa bumi sampai sekaranf belum bias diprediksi kapan dan
dimana akan terjadi.
6) Gempa bumi tidak dapat dicegah, namun bencana yang timbul
akibat gempa bumi dapat dikurangi.
c. Tanah longsor
a) Pengertian tanah longsor
Tanah longsor atau landslides merupakan salah satu fenomena
yang sering melanda daerah perbukitan dan pegunungan tropis
seperti banyak kawasan di Indonesia. Kerusakan yang ditimbulkan
oleh tanah longsor ini tidak hanya kerusakan fasilitas umum tetapi
juga dapat menimbulkan korban jiwa. Contohnya yaitu terputusnya
ruas jalan dan rusaknya bangunan seperti gedung, rumah, dll.
Selain itu kegiatan perekonomian dan aktivitas pembangunan lain
karena ada kerusakan pada seana dan prasarana di daerah bencana
merupakan kerugian yang di dapatkan ketika terjadi tanah longsor.
Oleh Karena itu, perlu dilakukan upaya pencegahan kelongsoran
agar kerugisan amteri maupun korban jiwa dapat di hindari (Putra,
2020).
b) Penyebab tanah longsor
Berikut beberapa penyebab terjadinya tanah longsor, yaiyu:
1) Curah hujan yang tinggi.
2) Tanah tidak padat.
3) Gempa bumi.
4) Hutan gundul.
5) Meletusnya gunung berapi.
6) Bekas longsoran lama.
c) Pencegahan tanah longsor
Banyak hal yang bias dilakukan untuk mencegah terjadinya tanah
longsor, diantaranya yaitu sebagai berikut:
1) Menghindari pembangunan rumah, gedung atau oemukiman di
bawah atau dekat dengan tebing.
2) Membuat terasering di lereng terjal apabila ingin mendirikan
kawasan pertanian dan pemukiman.
3) Tidak membangun kolam atau perkebunan di lereng yang dekat
dengan pemukiman warga.
4) Hindari melakukan pemotongan tebing sehingga menjadi tegak
lurus
5) Tidak melakukan penebangan pohon sembarangan di dekat
lereng karena pohon bias menjadi penyangga tanah dan resapan
air.
6) Apabila ada retakan pada tanah, segera tutp dengan tanah
kemudian padatkan sehingga air hujan tidak bisa masuk ke
cela-celah tanah.
7) Buatlah saluran pembuangan air (SPA).
8) Melakukan sosialisai dengan jangkauan semua penduduk yang
tinggal di lereng supaya bisa melakukan evakuasi yang benar
dan tepat saat terjadi tanah longsor (Adityawan, 2018).
2. Bencana alam klimatologis
Bencana alam klimatologis adalah bencana alam yang disebabkan
oleh factor iklim, seperti angin dan hujan. Contoh bencana alam
klimatologis yaitu banjir karena factor alami, angin puting beliung,
kekeringan, gelombang pasang, serta kebakaran hutan dan lahan karena
factor alami (Rohmat, 2019).
Berikut contoh bencana alam yang termasuk pada bencana alam
klimatologis, yaitu:
a. Banjir
a). Pengertian banjir
Banjir adalah bencana akibat curah hujan yang tinggi dan tidak
diimbangi dengan saluran pembuangan air yang memadai sehingga
menyebabkan wilayah-wilayah yang tidak dikehendaki dapat
terendam. Banjir juga bias terjadi karena jebolnya siste aliran air
yang ada sehingga daerah yang rendah terkna dampak kiriman
banjir (Khambali, 2017).
b). Penyebab banjir
Beberapa hal berikut yang menyebabkan terjadinya banjir,
yaitu:
1) Penebangan hutan secara liar tanpa reboisasi
2) Melakukan pembuangan sampah sembarang yaitu ke aliran
sungai
3) Pendangkalan sungai
4) Pembuatan saluran air yang tidak memenuhi syarat
5) Air laut, sungai dan danau yang meluap dan menggenangi
daratan.
c). Upaya pencegahan banjir
Berikut beberapa Upaya yang bisa dilakukan jika terjadi banjir
ataupun untuk mencegah terjadinya banjir, yakni :
1) Membuat saluran air.
2) Jangan melakukan penebangan pohon secara sembarangan.
3) Melakukan penanaman kembali atau reboisasi di hutan.
4) Selalu membersihkan saluran air.
5) Membuang sampah pada tempatnya dan tidak mebuang di
saluran air maupun di sungai.
6) Membuat sumur serapan.
7) Membangun kontruksi atau bangunan pencegahan banjir
(Maryono, 2014).
b. Angin puting beliung
a). Pengertian angin puting beliung
Angin putting beliung atau angin rebut adalah angin dengan
kecepatan tinggi yang terhembus di suatu daerah yang dapat
merusak berbgai benda yang ada di permukaan tanag. Angin yang
sangat besar seperti badai, tornado dll bias menerbangkan benda-
benda serta merobohkan bangunan yang ada sehingga sangat
berbahaya bagi manusia. Putting beliung digambarkan secara
singkat oleh national weather service amerika serikat seperti
tornado yang mlintasi perairan. Namun, para peneliti pada
umumnya mencirikan putting beliung “cuaca sedang” berasal dari
putting beliung tornado (Khambali, 2017).
b). Karakteristik angin putting beliung
Angin putting beliung sendiri memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1) Putting beliung merupakan dampak ikutan awan cumulinimbus
(cb) yang biasa umbuh selama periode musim hujan.
2) Kehadirannya belum dapat diprediksi. Terjadi secara tiba-tiba
(5-10 menit) pada area skala sangat local.
3) Pusaran putting beliung mirip belalai gajah atau selang vacuum
cleaner.
4) Jika kejadiannya berlangsung lama, lintasanya membentuk jalur
kerusakan.
5) Lebih sering terjadi pada siang hari dan lebih banyak di daerha
dataran rendah.
c). Dampak angin puting beliung
Ada beberapa dampak angin putting beliung yang dapat
menimbulkan banyak sekali kerusakan yang tidak ringan bahkan
kerugian yang tidak sedikit yang akan mengganggu kehidupan.
Beriku beberapa dampa yang bisa ditimbulkan oleh angin putting
beliung (Amri dkk, 2016)
1) Keruskaan pada rumah serta infrastruktur pada suatu daerah.
2) Dalam kasus putting beliung ada beberapa kasus yang
menimbulkan korban jiwa.
3) Menimbulkan kerugian material.
4) Merusak kebun-kebun warga.
5) Mnciptakan banyak puing-puing dari kerusakan materi serta
sampah yang berserakan.
c. Kekeringan
a). Pengertian kekeringan
Kekeringan adalah kesenjangan antara air yang tersedia dengan
air yang diperlukan. Kekeringan (kemarau) dapat timbul karena
gejala alam yang terjadi dibumi ini. Kekeringan terjadi karena
adanya pergantian musim yang dapat berdampak dari iklim dan
pergantian musim dapat dibedakan oleh banyaknya curah hujan.
Pada musim kemarau, sungai akan mengalami kekeringan dan
pada saat kekeringan sungai dan wadduk tidak dapat berfungsi
dengan baik. Akibatnya sawah-sawah yang menggunakan system
pengairan dari air hujan juga mengalami kekeringan (Khambali,
2017).
b). Penyebab kekeringan
Terdapat beberapa factor penyebab kekeringan, diaantaranya
adalah factor iklim ekstrem (kemarau ekstrem). Berdasarkan
kaidah ilmu hidrologi dan keseimbangan daerah, kekeringan dan
banjir merupakan “saudara kembar” yang kemunculannya dating
susul-menyusul, dimana keduanya berperilaku linier-dependent,
yanga rtinya semua fakktor yang menyebabkan kekeringan akan
bergulir mendorong terjadinya banjir. Semakin parah kekeringan
yang terjadi, semakin dahsyat pula banjir yang akan menyusul dan
begitu pula sebaliknya.
Factor iklim ekstrem juga dapat menyebabkan kekeringan yang tak
terkendali. Misalnya kemarau panjang yang dipengaruhi oleh iklim
makro global (Maryono, 2014).
c). Dampak kekeringan
Berikut beberapa dampak yang mungkin dapat ditimbulkan
dari kekeringan apabila tidak segera mengatasinya, yakni
(Maryono, 2014) :
1) Sumber air bersih berkurang
Apabila sumber air bersih berkurang, maka akan
berdampak kekurangan konsumsi air minum bagi manusia.
Dan ketika hal tersebut terjadi, maka akan menyebabkan
dehidrasi yang bisa berbaya bagi tubuh jika terus menerus
dibiarkan. Salah satu akibatnya yaitu bisa menyebabkan
kematian karena air memang sangat diperlukan bagi tubuh
untuk bertahan hidup.
2) Banyak tanaman mati
Tanaman merupakan salah satu sumber kehidupan
manusia, jadi ketika kemarau dating maka tanaman akan mati
karena kekurangan pasokan air.
3) Meningkatnya polusi
Jika tanaman mati, maka polusi udara akan semakin
meningkat karena tanaman berfungsi sebagai agen yang
memproses gas karbondioksida untuk dijadikan oksigen bagi
kehidupan manusia. Maka dari itu mari brsama-sama
mencegah berbagai penyebab terjadinya kekeringan agar
kehidupan terus dapat berjalan dan terhindar ari beberapa
bencana.
d. Kebakaran hutan
a). Pengertian kebakaran hutan
Kebakaran hutan adalah kebakaran yang diakibatkan oleh
factor alam seperti akibat sambaran petir, kekeringan yang
berkepanjangan, leleran lahar, dsb. Kebakaran hutan menyebabkan
dampak yang luas akibat asap kebakaran yang menyebar ke banyak
daerha di sekitarnya. Hutan yang terbakar juga bias sampai ke
permukiman warga sehingga bias membakar habis bangunan-
banguna yang ada (Khambali, 2017).
b). Penyebab kebakaran hutan
1) Sembaran petir pada hutan yang kekeringan karena musim
kemrau yang panjang
2) Kecerobohan manusia, antara lain membuang punting rokok
secara sembarangan dan lupa emmatikan api di perkemahan
3) Aktivitas vulkanis, seperti terkena aliran lahar atau awan panas
dari letusan gunung berapi
4) Tindakan yang disengaja, seperti untuk membersihkan lahan
pertanian atau membuka lahan pertanian baru dan tindakan
vandalism
5) Kebakaran di bawah tanah/groundfie pada daerah tanah gambut
yang dapat menyulut kebakaran di atas tanah pada saat musin
kemarau.
c). Pencegahan kebakaran hutan
Pentingnya akan menjaga hutan dan lahan demi kelangsungan
hiddup, minimal kita harus memiliki pengetahuan tentang cara-cara
mencegah agar tidak terjadi kebakaran hutan. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, berikut cara mencegah kebakaran
hutan dan lahan:
1) Melakukan tebang pilih dan reboisasi.
2) Menghindaru membakar sampah di dekat hutan apalagi saat
angin kencang karena beresiko dan dapat menyebabkan
kebakaran.
3) Tidak membuang punting rokok sembarangan apalagi jika
masih menyala yang bisa memicu terjadinya kebakaran hutan.
4) Memberikan papan peringatan agar tidak membakar sampah
disekitar hutan apalagi saat musim kemarau.
5) Pentingnya melakukan konsolidasu kepada seluruh pihak untuk
bersama-sama mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
3. Bencana alam estraterestrial
Bencana alam ekstraterestrial adalah bencana alam yang terjadi di
luar angkasa, contohnya hantaman/impact meteor. Bila hantaman benda-
benda langit mengenai permukaan bumi maka akan menimbulkan bencana
alam dahsyat bagi pendudul bumi.
Namun, pada saat ini bencana yang disebabkan oleh hantaman
meteor ini jarang terjadi bahkan belum pernah terjadi mengingat belum
ada dokumentasi yang bisa membuktikan (Khambali, 2017).
D. Pengaruh Bencana Terhadap Masyarakat
Banyaknya bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan
dampak dan pengaruh terhadap kualitas hidup penduduk yang dapat
dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung.Salah satu dampak
langsung dari terjadinya bencana alam terhadap penduduk adalah
terjadinya banyak kerusakan-kerusakan bangunan perumahan penduduk
sarana sosial seperti bangunan sekolah, rumah sakit dan sarana kesehatan
lainnya, perkantoran dan infrastruktur jalan, jembatan jaringan listrik dan
telekomunikasi.Selain itu, terjadinya bencana alam juga mengakibatkan
adanya kerugian ekonomi bagi penduduk, seperti kerusakan lahan,
pertanian dan kehilangan mata pencaharian, terutama bagi penduduk yang
bekerja disektor in formal (Widayatun dan Fatoni, Z. 2013).
Dampak bencana dalam tataran sistem sosial ekonomi yang beragam
diakibatkan dari kelangkaan informasi dan metodologi yang belum bisa
bersifat universal dalam mengukur dampak bencana. “European
Commission for Latin America and Caribbean (ECLAC) mengusulkan
sebuah metodologi yang dirancang untuk melakukan penilaian dampak
bencana bagi ekonomi yang dibedakan dalam tiga kelompok, yakni:
1) Kerusakan Langsung (Direct Damages)
Kerusakan langsung meliputi semua kerusakan pada aset tetap, modan
dan persiapan barang jadi dan setengah jadi.bahan baku dan suku
cadang yang terjadi secara bersamaan sebagai konsekuensi langsung.
Pada tahap ini menyangkut pengeluaran unutk bantuan darurat.
2) Kerusakan Tidak Langsung (Inderect Damages)
Dampaknya lebih pada arus barang yang tidak akan diproduksi dan
jasa yang tidak akan diberikan setelah bencana. Kerusakan tidak
langsung ini dapat meningkatkan pengeluaran operaasional karena
rusaknya infrastruktur. Biaya yang bertambah terletak pada
penyediaan layanan alternatif (alternatif cara produkssi, distribusi dan
penyediaan barang dan jasa).
Dampak sekunder (Secindarry Effect)
3) Dampak sekunder ini meliputi dampak pada kinerja ekonomi secara
keseluruhan yang diukur melalui variabel ekonomi makro yang paling
signifikan. Variabel yang paling relevan terdapat Produk pada
Domestik Bruto (PDB) yang mencakup keseluruhan dan sektoral,
neraca perdaganagn dan neraca pembayaran, tingkat utang dan dan
cadangan moneter, keadaan keuangan publik dan investasi modal
bruto. Pada sisi keungan publik seperti penurunan pendapatan pajak
atau penigkatan pengeluaran dapat menjadi sangat penting. Dampak
sekunder ini sangat dirasakan pada tahun fiskal dimana bencana
terjadi, namun memungkinkan juga berdampak pada tahun fiskal
selanjutnya (Andi, A., dan Hurriati, L.2018).
a. Dampak Bencana Terhadap Kesehatan Masyarakat
Salah satu dampak bencana terhadap kualitas hidup penduduk
dapat dilihat dilihat dari permasalahn kesehatan masyarakat yang
terjadi.Bencana yang diikuti pengungsian berpotensi menimbulkan
masalah kesehatan.Salah satu dampak bencana terhadap menurunnya
kualitas hidup penduduk dapat dilihat dari berbagai permaslahan kesehatan
masyarakat yang terjadi.Benacana yang diikuti dengan pengungsian
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan yang sebenarnya diawali oleh
masalah bidang atau sektor lainnya. Bencana gempa bumi, longsor, banjir
bandang dan letusan gunung api, dalam jangka pendek dapat berdampak
pada korban meninggal, korban cedera berat yang memerlukan perawatan
intensif , peningkatan risiko penyakit menular, kerusakan fasilitas
kesehatan dan penyediaan air. Timbulnya masalah kesehatan antar lain
berawal kurangnya air bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan
diri, buruknya sanitasi lingkunganyang merupakan awal dari
perkembangbiakan beberapa jenis penyakit menular (Widayatun dan
Fatoni, Z. 2013).
Persediaan pangan yang tidak mencukupi merupakan awal dari
proses terjadinya penurunan derjat kesehatan yang dalam jangka panjang
akan memepengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan kebutuhan gizi
korban bencana. Pengungsian tempat tinggal (shelter) yang ada sering
tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga secara langsung maupun tidak
langsung dapat menurunkan daya tahan tubuh dan bila tidak segera
ditanggulangi akan menimbulkan masalahdi bidang kesehatan. Sementara
itu, pemberian pelayanan kesehatan pada kondisi bencanasering menemui
banyak kendala akibat rusaknya fasilitas kesehatan, tidak memadainya
jumlah dan jenis obat serta alat kesehatan, terbatasnya tenaga kesehatan
dan dana operasional. Kondisi ini tentunya dapat menimbulkan dampak
lebih buruk bila tidak segera ditangani (Widayatun dan Fatoni, Z. 2013).
Dampak terhadap kesehatan masyrakat relatif berbeda-beda, antara
lain tergantung dari jenisdan besaran bencana yang terjadi. Kasus cedara
yang memerlukan perawatan medis misalnya,relatif lebih banyak dijumpai
pada bencana gempa bumi dibandingkan dengan kasus cedera akibat banjir
dan gelombang pasang. Sebaliknya, bencana banjir yang terjadi dalam
relatif lama dapat menyebakan kerusakan sistem sanitasi dan air bersih,
serta menimbulkan potensi kejadian luar biasa (KLB) penyakit-penyakit
yang ditularkan melalui media air (water-born diseass) seperti diare dan
leptosirosis. Terkait dengan bencana gempa bumi, selain dipengaruhi
kekuatan gempa, ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi banyak
sedikitnya korban meninggal dan cedera akibat bencana ini, yakni : tipe
rumah, waktu pada hari terjadinya gempa, dan kepadatan penduduk
(Widayatun dan Fatoni, Z. 2013).
Bencana menimbulkan berbagai potensi permasalahan kesehatan
bagi masyarakat terdampak. Dampak ini akan dirasakan lebih parah oleh
kelompok penduduk rentan. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 55 (2)
UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, kelompok
rentan meliputi: 1). Bayi, balita dan anak-anak; 2). Ibu sedang
mengandung ataumenyusui; 3) Penyandang cacat ; dan 4) Orang lanjut
usia. Selain keempat kelompok penduduk tersebut, dalam Peraturan
Kepala BNPB Nomor 7 Tahun 2008 Dasar ditambahkan ‘orang sakit’
sebagai bagian dari kelompok rentan dalam kondisi bencana. Upaya
perlindungan tentunya perlu diprioritaskan pada kelompok rentan tersebut,
mulai dari penyelamatan, evakuasi sampai dengan pelayanan kesehatan
dan psikologis (Widayatun dan Fatoni, Z. 2013).
Konsep kerentanan membantu untuk mengidentifikasi populasi
yang paling mungkin menderita secara dan tidak langsung dari suatu
bahaya. Konsep ini juga berguna dalam mengidentifikasi populasi yang
lebih mungkin menderita gangguan mata pencaharian dan kehidupan
jangka panjan, dan juga yang akan terasa lebih sulit untuk membangun
kembali pola hidup mereka. Kemiskinan merupakan kontributor utama
kerentanan.Dalam beberapa situasi, perempuan dan anak-anak adalah yang
paling rentan terhadap keadaan darurat bencana.
Manajemen risiko darurat untuk kesehatan bersifat multisektoral
dan mengacu pada analisis sistematis dan manajeman risiko kesehatan
yang ditimbulkan oleh keadaan darurat dan bencana melalui :
a). pengurangan bahaya dan kerentanan untuk mencegah dan mengurangi
risiko
b). Kesiapan.
c). Response.
d). Pemulihan (Utariningsih, W., dan Adiputra, A. 2019).
b. Dampak Bencana Terhadap Ekonomi Masyarakat
Bencana alam yang terjadi di dalam suatu daerah merupakan salah satu
bencana alam yang menimbulkan kerugian pada masyarakat walaupun
mungkin saja bencana alam tersebut tidak memakan banyak korban nyawa
dalam peristiwa tersebut.Tetapi memiliki dampak yang berarti dalam
perubahan sosial ekonomi di kalangan masyarakat yang bermukim sekitar
daerah berdampak benacana alam.Keadaan sudah berbeda sebelum dan
sesudah terjadinya bencana alam baik dalam sosial maupun ekonomi
rumah tangga.Dampak yang ditimbulkan dalam kehidupan sosial ekonomi
lebih dominan pada jaringan kekerabatan pada kegiatan masyarakat,
pendapatan serta kepemilikan rumah tangga. Kemudian contohnya jika
akan terjadi bencana banjir, kepala rumah tangga dapat melakukan
tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan
kerusakan lingkungan dengan peringatan bencana dini untuk itu
diperlukan laitahan atau simulasi bencana yang harus dilakukan apabila
mendengar peringatan, kemana dan bagaimana menyelamatkan diri pada
waktu tertentu sesuai dengan lokasi banjir (Asy’ari, Q. 2018).
AusAID membagi dampak ekonomi makro dan bencana alam
dalam dua kelompok, yaitu dampak nyata dan tidak nyata. Kedua
kelompok tersebut akan mempengaruhi variabel-variabel ekonomi makro.
Berikut variabel-variabel ekonomi makro yang mempengaruhi bancana :
1) Produk Domestik Bruto (PDB) dan perutumbuhan PBD dapat turun
karena turunya produksi dan pendapatan sektor-sektor yang terkena
dampak bencana. Namun bencana juga dapat memiliki dampak postif
pada PDB jika ada peningkatan ekonomi untuk rekonstruktur.Proyeksi
membutuhkan estimasi tentang bagaimana sektor-sektor dalam PDB
beraktivitas tanpa bencana.Jika PDB sektoral tersedia, dapat juga
digunakan untuk menilai dampak bencana terhadap pertumbuhan sektor
yang berbeada.Pengukuran yang dilakukan pada tingkat riil pada harga
konstan.
2) Investasi bruto, bencana menimbulkan pengaruh negatif bagi investasi
bruto, yaitu menyebakan turunnya harga saham, dan pembatalan proyek-
proyek pembangunan yang sedang berlangsung. Bnecana juga dapat
meningkatkan investasi bruto sebagai restorasi terhadap aset dan
dimulainya upaya rekrontruksi.Sehingga diperlukan estimasi baik
daampak negatif dan positif benacana pada invesatsi bruto.
3) Keuangan publik, keseimbangan pengeluaran sektor publik kemungkinan
berubah pasca bencana, dan biasanya akan memperluas defisit fiskal.
Pengeluaran sektor publik pada umumnya meningkat setelah bencana
sebagai akibat dari pengeluaran untuk tahap darurat, pemulihan,
rehabilitasi dan rekonstruksi. Pendapatan fiskal biasanya akan jatuh
setelah bencana karena penurunan penerimaan pajak. Sebagian gangguan
pada anggaran pemerintah terjadi karena adanya distribusi untuk
memenuhi biaya rehabilitasi yang memaksa pemerintah untuk memotong
angaran program pembangunan, menangguhkan sampai mengakhiri
proyek-proyek penting.
4) Inflasi barang yang diproduksi dan kerusakan sarana transportasi. Harga
juga mungkin meningkat jika ada permintaan baru untuk barang dan
layanan untuk rekonstruksi. Sehingga idealnya pengaruh bencana
terhadap perubahan harga secara relatif maupun umum harus
diperhatikan.
5) Pekerjaan, bencana dapat menyebabkan perubahan pada struktur
lapangan kerja, karena kerusakan dan kehancuran kapasitas produksi,
infrastruktur sosial dan perubahan kondisi selama proses rekonstruksi
dan rehabilitas. Jika memungkinkan tidak hanya perubahan dakalam
pekerjaan, tetapi juga dampak yang dihasilkan pada pendapatan
masyarakat (Andi, A., dan Hurriati, L.2018).
E. Faktor Yang Berkontribusi Terhadap Terjadinya Bencana
Bencana merupakan anugerah dan berkah yang harus dihadapi oleh
manusia terutama yang hidup di bumi ini terutama pada daerah rawan
bencana. Kedatangan bencana secara tiba- tiba tidak dapat dihindari tetapi
harus dihadapi. Manusia tidak perlu takut pada bencana, tetapi manusia
harus dapat menghadapi bencana. Indonesia merupakan Negara yang
rawan bencana bahkan dikenal sebagai Laboratorium Bencana Alam.
Masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana akan berusaha untuk
siap menghadapi bencana, mengantisipasi bencana, dan beradaptasi
dengan bencana, dikenal sebagai upaya mitigasi bencana. Mitigasi
bencana dapat meningkatkan kesadaran dan bimbingan kepada
masyarakat terkait dengan penanggulangan bencana sejak dini atau sedini
mungkin (Husein,2017).

Bencana merupakan hasil dari proses alam dan sosial.


Kondisi alam suatu wilayah memiliki potensi bahaya, dapat muncul
sebagai bencana alam (geo-hazard). Berbeda dengan dimensi sosial,
risiko bencana disebabkan oleh tindakan manusia yang berinteraksi
dengan alam. Perilaku manusia merupakan faktor penting dalam
peningkatan kerentanan, dan sebagai pemicu terjadinya bencana.
Terlalu banyak mengeksploitasi sumberdaya alam dapat merusak
lingkungan dan terjadi bencana. Upaya memperkecil risiko bencana
dapat dilakukan dengan merubah perilaku manusia, meningkatkan
kesadaran dan kepedulian untuk melestarikan lingkungan. Merubah
perilaku manusia dapat dilakukan dengan merubah pola pikir dan
membiasakan diri sejak dini untuk selalu peduli pada lingkungan
dan sadar bencana. Melalui pendidikan kebencanaan diharapkan
akan dapat meningkatkan pengetahuan kebencanaan, merubah sikap
dan perilaku untuk selalu sadar bencana (Husein,2017).
Bencana merupakan peristiwa yang sering terjadi di
beberapa tahun terakhir dan bencana bukan lagi menjadi kata yang
asing bagi kita. Hampir setiap musim, bahkan setiap bulan selalu
saja terjadi bencana. Musim penghujan misalnya, bagi sebagian
orang musim ini merupakan musim yang membawa berkah, tetapi
sebagian orang lagi musim ini akan membawa musibah. Bagi
petani, musim hujan merupakan awal tanam dimana air akan
mudah diperoleh dan tanaman dapat tumbuh.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2017)
menyatakan bahwa dalam 15 tahun terakhir (2002 - 2016), jumlah
kejadian bencana di Indonesia meningkat hampir 20 kali lipat.
Lebih dari 90% kejadian bencana di Indonesia diakibatkan oleh
banjir dan tanah longsor, lebih dari 28 juta orang terkena dampak.
Namun, berdasarkan jumlah korban jiwa, bencana terkait geologi
adalah jenis bencana yang paling mematikan, dimana lebih dari
90% korban meninggal dunia dan hilang akibat bencana disebabkan
oleh gempa bumi dan tsunami. Berikut ini disajikan tren kejadian
bencana selama tahun 2009 sampai 2018, berupa bencana banjir,
tanah longsor, puting beliung, kekeringan, kebakaran hutan, gempa
dan tsunami. Trend kejadian bencana paling besar terjadi pada
tahun 2017. Jenis bencana paling sering terjadi berupa bencana
banjir, putting beliung, dan tanah longsor (Husein,2017)
Faktor penyebab bencana dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu hidrometeorologis (banjir, tanah longsor, gelombang pasang,
abrasi, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, dan angin puting
beliung) dan geologis (gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung
api). Bencana merupakan fenomena yang dapat terjadi setiap saat,
secara tiba-tiba atau melalui proses yang berlangsung secara
perlahan dimanapun dan kapanpun, sehingga dapat menimbulkan
kerugian material dan imaterial bagi kehidupan
masyarakat. Banyaknya daerah yang rawan terkena bencana di
Indonesia tidak terlepas dari faktor geologis Indonesia, dimana
terdapat tiga pertemuan Lempeng besar yakni Lempeng Eurasia,
Lempeng Pasifik, dan Lempeng Indo-Australia. 
Secara geografis, Indonesia terletak pada pertemuan tiga
lempeng tektonik besar yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik,
dan Lempeng Indo-Australia. Pertemuan tiga lempeng ini
menghasilkan lempeng tektonik (garis merah) yang merupakan
gempa bumi dan deretan gunung api. Terdapat 129 gunung api aktif
yang ada di Indonesia, yang saat ini dimonitor oleh Direktorat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (ESDM). Untuk
lempeng tektonik dimonitor oleh Badan Meteorologi, Klimatologi
dan Geofisika (BMKG) yang secepatnya akan memberikan
informasi mengenai gempa bumi dan tsunami. Kekayaan Indonesia
dengan beragam gunung berapi sekaligus dapat menjadi ancaman
bencana gunung meletus. Posisi tersebut membuat Indonesia
menjadi rentan terhadap perubahan geologi, terutama menyebabkan
bencana alam gempa bumi, tsunami, letusan gunungapi, dan jenis-
jenis bencana geologi yang lain. Wilayah yang rawan bencana
gempa bumi di Indonesia tersebar mulai dari Provinsi Aceh,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali,
Nusa Tenggara, Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Maluku Utara
dan wilayah Papua (Setyowati, 2019).
Garis khatulistiwa melintas di wilayah Indonesia, sehingga
wilayahnya beriklim tropis. Akibat posisi geografis ini, Indonesia
hanya memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim
kemarau. Iklim Indonesia sangat dipengaruhi oleh lokasi dan
karakteristik geografis. Membentang di 6.400 km antara Samudra
Pasifik dan Samudra Hindia, Indonesia memiliki 3 pola iklim dasar:
monsunal, khatulistiwa dan sistem iklim local (Setyowati, 2019).
Hal ini telah menyebabkan perbedaan dramatis dalam pola curah
hujan di Indonesia. Kondisi iklim tropis di Indonesia menyebabkan
terjadinya bencana hidrometeorologi, yaitu bencana alam yang
dipicu oleh curah hujan lebat, deras dan basah sepanjang musim
hujan. Jenis bencana hidrometeorologi adalah banjir, longsor,
kekeringan, dan angin puting beliung. Pola aliran sungai di
Indonesia membentuk 5.590 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
terletak antara Sabang dan Merauke, sebanyak 108 DAS dalam
kondisi kritis sehingga berkontribusi pada bencana banjir.
Berdasarkan kondisi geologis dan hidrometeorologis,
berbagai kejadian bencana besar telah terjadi di Indonesia, antara
lain: bencana gempa dan tsunami Aceh (2004), gempa tektonik
Yogyakarta (2006), Tasikmalaya (2009), Sumatra Barat (2010),
gempa dan tsunami Mentawai (2010), tanah longsor Wassior di
Papua Barat (2010) dan letusan Gunung Merapi Yogyakarta (2010),
gempa bumi di Lombok NTB (29 Juli 2018), gempa tsunami dan
likuifaksi di Palu dan Donggala Sulawesi Tengah (28 September
2018), tsunami di Selat Sunda (22 Desember 2018). Kejadian
bencana telah membawa korban ratusan jiwa dan ratusan triliun
rupiah dalam nilai ekonomi, bahkan beberapa desa tertelan bumi
dan desa hilang tersapu oleh bencana. Letusan Gunung Merapi yang
tak kunjung reda, makin mempertegas predikat NKRI sebagai
negara sabuk api.

United Nation Internasional Strategy Of Disaster Reduction


(UN-ISDR) membedakan bencana menjadi lima kelompok yaitu:

1. Bahaya aspek Geologi, antara lain: Gempa Bumi, Tsunami,


Gunung meletus, Landslide (tanah longsor). Daerah rawan
gempa bumi yang ada di Indonesia tersebar pada wilayah dekat
dengan zona penunjaman lempeng tektonik dan sesar aktif.
Gempa yang berpengaruh memicu terjadinya tsunami yakni
gempa yang memiliki kekuatan skala di atas 6 SR, dan memiliki
kedalaman kurang dari lima puluh kilometer.
2. Bahaya aspek Hidrometeorologi, diantaranya: banjir, kekeringan,
angin puting beliung dan gelombang pasang. Banjir umumnya
terjadi ketika tingginya curah hujan di atas rata-rata yang
berakibat melebihi daya tampung sungai dan jaringgannya.
Perilaku manusia sepanjang dari hulu, sepanjang aliran sungai,
hingga bagian bawah system sungai.

3. Bahaya aspek Lingkungan antara lain kebakaran hujan,


kerusakan lingkungan, dan pencemaran limbah.
4. Bahaya beraspek Biologi, antara lain wabah penyakit, hama dan
penyakit tanaman, hewan/ternak. Beberapa indikasi awal
terjadinya endemik misalnya, Avian Influenza/flu burung,
antraks, serta beberapa penyakit hewan lainnya yang
mengakibatkan kerugian bahkan kematian.
5. Bahaya beraspek teknologi antara lain kecelakaan transportasi,
kecelakaan industri dan kegagalan teknologi. Dari beberapa
klasifikasi yang disampaikan oleh UN-ISDR, secara keseluruhan,
pernah terjadi dan dialami negara Indonesia, tentu kita masih
ingat bencana tsunami di Aceh tahun 2004, bencana banjir dan
tanah longsor di Wasior, kebakaran hutan yang terjadi belum
lama ini, semburan lumpur panas dan lainnya (Setyowati,2019).
Berdasarkan penyebab bencana diklasifikasikan menjadi
tiga yaitu bencana alam (antara lain: banjir, tanah longsor, gempa
bumi, tsunami, kekeringan, puting beliung, erupsi gunung api),
bencana non alam (antara lain: wabah penyakit, gagal teknologi,
gagal modernisasi), dan bencana sosial (antara lain: konflik
sosial, tawuran, perebutan sumberdaya, pencemaran). Bencana
yang dikategorikan bencana alam adalah seluruh bencana yang
terjadi karena fenomena alam yang menimbulkan kerugian baik
lingkungan maupun material. Bencana yang non alam adalah
bencana yang disebabkan oleh bukan faktor alam atau faktor
manusia, sedangkan bencana sosial adalah jenis bencana yang
diakibatkan oleh ulah manusia yakni segala aktifitas manusia baik
yang menyangkut kegiatan ekonomi maupun yang lainnya dan
mengakibatkan rusaknya lingkungan hidup (Setyowati,2019).
Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya dibedakan
menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Bencana alam Geologis, bencana alam ini disebabkan oleh gaya-


gaya yang berasal dari dalam bumi (gaya endogen). Atau biasa
disebut bencana alam yang terjadi akibat bergeraknya lempeng
bumi, yang termasuk dalam bencana alam geologis adalah gempa
bumi, letusan gunung berapi, dan tsunami. Bencana yang
diakibatkan oleh faktor geologis biasanya banyak menelan
korban dan kerusakan lingkungan yang mengakibatkan kerugian
baik secara material maupun kerugian non material. Bencana
alam geologis merupakan bencana alam yang paling banyak
menelan korban jiwa di Indonesia.
2. Bencana alam Klimatologis, bencana alam klimatologis
merupakan bencana alam yang disebabkan oleh faktor cuaca dan
iklim, Contoh bencana alam klimatologis adalah banjir, badai,
banjir bandang, angin puting beliung, kekeringan, dan kebakaran
alami hutan (bukan oleh manusia) kebakaran alami biasa terjadi
ketika musim kemarau dan sangat kering. Gerakan tanah
(longsor) termasuk juga bencana alam, walaupun pemicu
utamanya adalah faktor klimatologis (hujan), tetapi gejala
awalnya dimulai dari kondisi geologis (jenis dan karakteristik
tanah serta batuan dan sebagainya). Bencana alam klimatologis
yang terjadi belakangan ini diakibatkan oleh perubahan iklim
global yang terjadi di seluruh dunia.

Bencana alam Ekstra-Terestrial, bencana alam Ekstra-


Terestrial adalah bencana alam yang terjadi di luar angkasa, contoh:
hantaman/impact meteor. Bila hantaman benda-benda langit
mengenai permukaan bumi maka akan menimbulkan bencana alam
yang dahsyat bagi penduduk bumi. Gejala alam yang dapat
menimbulkan bencana alam pada dasarnya mempunyai karakteristik
umum, yaitu gejala awal, gejala utama, dan gejala akhir. Dengan
demikian, jika kita dapat mengetahui secara akurat gejala awal suatu
bencana alam, kemungkinan besar kita dapat mengurangi akibat
yang ditimbulkannya (Setyowati,2019).
Definisi bencana diatur oleh pemerintah dalam Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
yang menyebutkan definisi bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi
tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam,
non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam,
bencana nonalam, dan bencana sosial. Bencana yang disebabkan
faktor alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan, dan tanah longsor. Sedangkan bencana karena faktor
nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal
teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Adapun
bencana yang disebabkan faktor sosial adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan terror
(Rijanta,2018).
Bencana alam merupakan peristiwa yang tidak kita harapkan
datangnya. Sebab jika bencana tersebut datang maka akan mampu
merusak segala sesuatu yang ada di sekitar kita, bahkan mampu
merenggut jiwa manusia. Bencana alam yang mampu
menghancurkan suatu daerah yang luas dan menyebabkan kerugian
yang besar merupakan proses alami. Namun ada pula yang
disebabkan oleh ulah manusia. Secara garis besar, terjadinya
bencana alam dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut
(Rijanta,2018).

1. Alam

Becana alam murni penyebab utamanya adalah alam itu


sendiri. Contoh bencana alam murni adalah gempa bumi, tsunami,
badai atau letusan gunung berapi. Bencana-bencana tersebut bukan
disebabkan oleh ulah negatif manusia.
2. Perbuatan Manusia
Bencana alam yang terjadi karena ulah manusia yang tidak
bertanggung jawab. Bukan berarti bencana ini dibuat oleh manusia
tetapi akibat dari ulah manusia atau dipicu dari perbuatan manusia,
seperti penebangan hutan secara liar, penambangan liar,
pengambilan air tanah secara berlebihan dan lain-lain.
Perbuatanperbuatan tersebut lambat laun akan menyebabkan
bencana alam seperti banjir, tanah longsor, atau erosi tanah
(Rijanta,2018).
Berikut ini merupakan beberapa Faktor Penyebab Bencana Alam
1. Penyebab tsunami
Gempa merupakan penyebab utama. Besar kecilnya gelombang
tsunami sangat ditentukan oleh karakteristik gempa yang
menyebabkannya. Gempa-gempa yang paling mungkin dapat
menimbulkan tsunami adalah gempa yang terjadi di dasar laut,
kedalaman pusat gempa kurang dari 60 Km dengan kekuatan lebih
besar dari 6.0 skala richter (SR). Kecepatan penjalaran gelombang
tsunami berkisar antara 50 km sampai 1000 km per jam. Pada saat
mendekati pantai, kecepatannya berkurang karena adanya gesekan
dasar laut. Sedangkan tinggi gelombang tsunami justru akan
bertambah besar pada saat mendekati pantai. Riset tentang tsunami
dapat dibagi menjadi tiga bidang utama. Pertama riset yang
ditujukan untuk mengidentifikasi lokasi pusat gempa dan
karakteristik gempa yang mempunyai potensi menimbulkan
tsunami. Bidang ini merupakan kajian ilmu seismologi. Kedua, riset
yang diarahkan untuk membuat model penjalaran tsunami dan
prediksi tinggi gelombang tsunami pada saat mencapai pantai. Riset
semacam ini merupakan bagian dari ilmu oseanografi. Ketiga, riset
yang ditujukan untuk mencari cara-cara yang tepat dalam
pemantauan tsunami dan perlindungan pantai terhadap bahaya
tsunami. Riset semcam ini memerlukan keahlian dalam bidang
seismologi, oseanografi, dan teknik sipil (Khambali,2017).
2. Penyebab Gempa bumi
Karena pergerakan magma dalam gunung berapi atau disebut
gempa vulkanik. Karena pergeseran lempeng-lempeng bumi atau
disebut gempa tektonik. Karena menumpuknya massa air yang
sangat besar di balik dam. Karena injeksi atau akstraksi cairan dari
dan ke dalam bumi. Contoh kasusnyabiasanya terjadi pada beberapa
pembangkit tenaga listrik panas bumi. Karena disebabkan oleh
bahan peledak atau disebabkan oleh manusia (seismitas terinduksi).
3. Penyebab kebakaran hutan
Munculnya bencana asap di riau setiap tahun (periode 2000-
2008) diakibatkan oleh izin pemanfaatan ruang yang diberikan
terhadap perusahaan besar yang ada di provinsi riau dengan
kontribusi titik api berjumlah sekitar 34748 atau 60,88%. Kebakaran
Terjadi Akibat degradasi lingkungan sebagai akibat dari pemberian
izin pemanfaatan ruang pada kawasan yang berkategori lindung
menurut kepres 32 tahun 1990, PP 47 tahun 1997 dan PP 26 tahun
2008. Jumlah Titik api yang menimbulkan asap berada pada
kawasan bergambut pada periode 200-2008 dengan jumlah titik api
39.813 atau 69,76% dari total titik api. Penyebab dari kebakaran
pada kawasan bergambut terjadi karena pembuatan drainase skala
besar, sehingga mengganggu keseimbangan hidrologi pada kawasan
gambut pada musim kemarau. Terjadinya kebakaran berulang setiap
tahun mengindikasikan bahwa pengelolaan kawasan bergambut
gagal dikelola sebagai kawasan budidaya.
4. Penyebab dan Ciri – ciri Banjir
Pada dasarnya banjir itu disebabkan oleh luapan aliran air
yang terjadi pada saluran atau sungai. Bisa terjadi dimana saja,
ditempat yang tinggi maupun tempat yg rendah.Pada saat air jatuh
kepermukaan bumi dalam bentuk hujan (presipitasi), maka air itu
akan mengalir ketempat yang lebih rendah melalui saluran2 atau
sugai2 dalam bentuk aliran permukaan (run off) sebagian akan
masuk/meresap kedalam tanah (infiltrasi) dan sebagiannya lagi akan
menguap keudara (evapotranspirasi). Sebenarnya banjir merupakan
peristiwa yang alami pada daerah dataran banjir, mengapa bisa
alami? Karena dataran banjir terbentuk akibat dari peristiwa banjir.
Dataran banjir merupakan derah yang terbentuk akibat dari
sedimentasi (pengendapan) banjir. Saat banjir terjadi, tidak hanya
air yang di bawa tapi juga tanah2 yang berasal dari hilir aliran
sungai. Dataran banjir biasanya terbentuk di daerah pertemuan2
sungai. Akibat dari peristiwa sedimentasi ini, dataran banjir
merupakan daerah yg subur bagi pertanian, mempunyai air tanah
yang dangkal sehingga cocok sekali bagi pemukiman dan
perkotaan.faktor umum penyebab banjir itu ada 2 yaitu faktor alami
yang saya contohkan adalah akibat adanya dataran banjir dan faktor
perubahan (yang bisa terjadi secara alami maupun akibat campur
tangan manusia). faktor perubahan ini di bagi dua lagi yaitu
perubahan lingkungan dan perubahan masyarakat. perubahan
geologi dan geomorfologi secara luas mungkin susah dideteksi
dalam waktu singkat, tp menurut saya klo ngomongin skala mikro
bisa dicontohkan akibat pengerukan dan penimbunan. biasanya
kecoak dan lipas pada muncul permukaan seminggu sebelum terjadi
banjir. itu terjadi di tempat yang tahun ini kena banjir, padahal
dulunya ga pernah banjir ciri ciri di tempat kalian bila banjir
masuk , biasanya ada tanda tanda 3 hari sebelumnya.yang dapat
membedakan genangan, danau, dan rawa adalah volume airnya dan
lama genangan airnya (Khambali,2017).
5. Penyebab dan Ciri – ciri angin Puting Beliung
Ciri-ciri datangya angin puting beliung adalah pada waktu siang
hari terlihat adanya awan putih menjulang tinggi seperti bunga kol,
kemudian berkembang menjadi awan gelap yang disertai
hembusan udara dingin, dan angin mulai menggoyangkan
pepohonan ke kiri dan ke kanan, tidak lama kemudian angin
semakin cepat dan diikuti hujan lebat dan terkadang disertai hujan 
es. Terlihat di awan hitam pusaran angin berbentuk seperti kerucut 
turun menuju tanah (Khambali, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

1. Khambali,I. 2017. Manajemen Penanggulangan Bencana.


Yogyakarta: Andi
2. Hakim,Abdul. 2013. Makna Bencana Menurut Al-Qur’an. Jurnal
kajian Fenomena Terhadap Bencana di Indonesia. Vol.7, No.2
3. Wibowo,Mardi. 2010. Paradigma Baru Mitigasi Bencana. Jurnal
Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Vol.6, No.3, Hal.207-214.
4. A, Alamsyah. 2019. Zonasi Kawasan Rawan Bencana Longsor Di
Desa Sukarsa Kabupaten,Tasikmalaya. Universitas Siliwangi.
5. Adityawan, dkk. 2018. Buku Pintar Mengenal Bencana Alam.
Universitas Islam. Yogyakarta.
6. Amri, M, R, dkk. 2016. Risiko Bencana Indonesia. BNPB. Jakarta.
7. Fatimah, S.Z, dkk. 2021. Santri Siaga Tsunami. Percetakan Bandar di
Lamgugob Banda Aceh. Provinsi Aceh.
8. Khambali, I. 2017. Manajemen penanggulangan bencana. Penerbit
andi. Yogyakarta.
9. Maryono, A. 2014. Menangani Banjir, Kekeringan dan Lingkungan.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
10. Putra, M. S. 2020. Tanah Longsor dan Upaya Pencegahannya. CV
medina sarana sejahtera. Jawa tengah.
11. Rohmat. 2019. Penanggulangan bancana alam klimatologis. Penerbit
duta. Jawa barat.
12. Andi, A., dan Hurriati, L.2018. Dampak Bencana Gempa Bumi
Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kabupaten Lombok
Utara.Jurnal Kompetitif : Media Informasi Ekonomi Pembangunan,
Manajmen dan Akuntansi. Vol 6. No 2.
13. Asy’ari, Q. 2018. Analisis Sosial Ekonomi Pasca Bencana di
Kabupaten Pemekasan.Jurnal of Management and Accoumting.Vol 1.
No 2.
14. Widayatun dan Fatoni, Z. 2013. Permaslahan Kesehatan Dalam
Kondisi Bencana: Peran Petugas Kesehatan Dan Partisipasi
Masyrakat. Jurnal Kependudukan Indonesia.Vol 8. No 1.
15. Utariningsih, W., dan Adiputra, A. 2019.Analisis Kerentanan
Kesehatan Penduduk Pra-Bencana Banjir di Kabupaten Aceh Barat
Daya.Jurnal Avverous. Vol 5 No 2
16. Husein A,Onasis A. 2017. Manajemen Bencana. Jakarta
Selatan : Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
17. Setyowati L,D. 2019. Pendidikan Kebencanaan. Yogyakarta :
Mizan.
18. Rijanta R,DKK. 2018. Modal Sosial Dalam Manajemen Bencana.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
19. Khambali I. 2017. Manajemen penanggulangan Bencana. Yogyakarta
: ANDI (Anggota IKAPI)

Anda mungkin juga menyukai