Anda di halaman 1dari 11

Muhammad Agus Ripai

L1C020060
Sosiologi Gender
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
UNIVERSITAS MATARAM

ARTIKEL
ISU-ISU GENDER TERKINI

Kekerasan Berbasis Gender Online(KBGO)


Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) atau Kekerasan Berbasis
Gender Cyber (KBGS). Kekerasan berbasis gender ini dilakukan oleh gender yang
posisinya lebih kuat ke gender yang posisinya lebih lemah, tujuannya supaya
korbannya merasa ketakutan, terintimidasi, terancam, tidak bisa melawan dan tak
berdaya. Misalnya jika ada kasus suami yang KDRT istrinya, dia merasa bebas untuk
mengata-ngatai istrinya atau merasa boleh untuk memukul istrinya karena dia merasa
berkuasa. Dan bisa juga merasa gendernya lebih kuat karena jabatannya tinggi
sehingga boleh melakukan kekerasan kepada orang yang dianggap lebih lemah.
Misalnya bos yang melecehkan karyawati di sebuah perusahaan. Kemudian, tanpa
mempunyai jabatan yang tinggi atau uang yang banyak, ada juga yang merasa
gendernya lebih kuat semata-mata karena dia seorang laki-laki sehingga bebas untuk
memerintah, mengontrol, memimpin atau yang lainnya kepada seorang perempuan.
Padahal relasi yang sehat adalah relasi yang setara, relasi yang di antara kedua orang
itu tidak merasa tinggi satu sama lain.

Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) adalah kekerasan berbasis


gender yang difasilitasi oleh teknologi. Pada zaman dulu, kalau ada anak perempuan
yang lewat di pojokan kelas saat waktu istirahat, lalu dikomentari bentuk tubuhnya dan
kemudian biasanya ditertawai ramai-ramai, inilah yang disebut kekerasan gender
berbasis offline. Dan ketika online, kekerasan seperti itu difasilitasi oleh teknologi.
Teknologinya seperti ancaman pemerkosaan lewat SMS, Line, Massanger, Whats App,
Telegram, Instagram, Twiter, You Tube, dan lain-lain. Kemudian ada juga yang sedang
hits saat ini terjadi di forum-forum game online. Dan ada juga di aplikasi kencan
(Dating App), dimana niatnya ingin kenalan dengan seseorang, kemudian ingin
mencari teman datting, ternyata malah jadi korban kekerasan online.

Online Sexual Harassment, komentar-komentar yang mengomentari bentuk


tubuh perempuan dengan tujuan merendahkan dan melecehkan itu pindah ke komentar
di Instagram, Twiter, You Tube, Facebook, dan lainnya. Korbannya tidak cuma
selebgram saja, ada banyak perempuan-perempuan yang biasa saja tidak banyak
tingkah hanya foto biasa saja kemudian tiba-tiba mendapat komentar yang melecahkan
tubuhnya dengan tujuan merendahkan. Dan komentar-komentar terhadap selebgram
yang ada di Instagram seperti “ada yang bulat tapi bukat tekad”, “ada yang menonjol
tapi bukan bakat”, saat ini sebagian besar dikomentari oleh anak-anak remaja yang
menganggap hal itu lucu dan gaul. Padahal kita mengetahui bahwa komentar itu
sebetulnya merujuk untuk mengomentari tubuh perempuan dan tentu saja tujuannya
untuk pelecehan seksual. Nah, sayangnya komentar-komentar yang seperti itu
dianggap lucu dan ketika ada orang yang mengingatkan ramai-ramai di Instagram itu
kemudian dianggap terlalu baper (bawa perasaan), tidak mengerti dark jokes (lelucon
orang dewasa), dan hal itu dianggap biasa. Padahal, sama seperti dengan budaya
pelecehan seksual yang offline, budaya pelecehan seksual yang online ini jika
dibiarkan berarti sama halnya dengan menormalisasi pelecehan seksual, sama saja
dengan kita membentuk atau membangun perkosaan jenis baru kepada perempuan.
Perempuan itu tidak nyaman kalau dikomentari bentuk tubuhnya, dan perempuan
sebetulnya takut karena merasa terintimidasi kalau mendapat komentar seperti itu.

Pencurian konten, ada akun-akun cantik yang mencuri foto dari akun
tertentu (akun perempuan) dan di-upload di akunnya. Kemudian ada juga yang repost,
misalnya ada akun perempuan yang meng-upload fotonya yang cantik/ganteng,
kemudian di-repost oleh akun-akun cantik tersebut yang mana hal itu berarti tidak
konsensual (tidak izin). Selanjutnya adalah kenapa akun-akun cantik ini berbahaya atau
merupakan salah satu jenis kekerasan berbasis gender online adalah karena
menyebarkan identitas rahasia. Jadi biasanya ditulis nama lengkapnya, jurusan,
Angkatan, dan nama kampusnya. Dan ada juga misalnya ditulis alam rumahnya kalu
yang berbasis kota, hal itu sebetulnya sangat berbahaya. Jadi ketika kita berbicara
tentang konsen (perizinan) kita juga harus mempertanyakan apakah orang (cewek-
cewek) ini untuk di-upload fotonya sudah mengetahui atau belum dampak dan resiko
setelah fotonya di-upload di akun-akun cantik ini. Karena misalnya ada yang fotonya
disebar lauskan setelah dari Instagram kemudian ke Twitter dan tiba-tiba nomor Hand
Phone-nya juga sudah ikut tersebar. Kemudian tiap hari menerima DM (Direct
Massage) dan dimintai bookingan, seolah-olah mendapat perlakuan pelecahan seksual.
Dan akun-akun cantik tersebut tidak pernah menjelaskan resikonya. Jadi ketika kita
berbicara soal konsen (perizinan) untuk meng-upload foto seseorang kita juga
memastikan dampak dan resiko yang ada di dalamnya.

Impersonation/ Fake Account, berpura-pura menjadi orang lain atau biasa


kita kenal dengan akun palsu. Jadi ada banyak tokoh dalam hal ini dan biasanya para
selebgram yang dibuatkan akun palsunya. Hal yang berbahaya dalam akun palsu ini
adalah pelaku seringkali mem-posting hal-hal yang sebetulnya tidak ada pada diri
korban sehingga menimbulkan kerugian pada pihak korban. Dan banyak juga foto
orang cakep yang dicuri kemudian dijadikan foto profil akun bots politic di Instagram
maupun Twitter. Misalnya juga akun-akun entertainment yang foto profilnya cewek
cakep tapi postingannya tidak sesuai dengan foto profil orangnya. Dan sebetulnya itu
bukan akun perempuan kemudian banyak perempuan yang mengadu bahwa foto
mereka itu telah dicuri tanpa izin untuk dijadikan foto dari akun-akun yang
impersonation.
Contoh yang lain, jadi dulu ketika masih sekolah orang yang punya
hubungan (pacarana) itu dianggap keren ketika saling berbagi password dengan
pasangannya. Jadi password Hp, email, akun sosial media pasangannya atau
password-password lainnya harus saling mengetahui. Dan jika tidak saling berbagi
password itu dianggap tidak benar-benar saling percaya. Nah, urusan berbagi password
ini kalau bisa jangan dilakukan karena yang namanya password atau apapun yang
menyangkut tubuh digital mu yang menyangkut aktivitas digital mu, hal itu adalah data
privasi yang hanya dirimu yang tahu yang harus dijaga dan jangan dibagikan ke
siapapun walaupun itu pasangan mu. Karena zaman sekarang ada banyak modus
kekerasan berbasis gender online.

Hacking/Spy Data Privasi, misalnya kalau ada yang masih pacarana, lalu
tiba-tiba putus, hubungan sedang tidak baik atau pasangannya sedang tidak ada kerjaan,
rasa kepercayaan terhadap pasangannya sudah hilang, kita tidak tahu bisa saja dia
meng-hack sosial medianya, segala perangkat yang berhubungan dengan aktivitas
digitalnya, atau bahkan ada orang yang terlihat baik tapi ternyata tiba-tiba hal yang
menyangkut data privasi dipakai untuk jaminan hutang. Jadi, menjaga data privasi
adalah sebuah keharusan bagi setiap individu karena hal itu sangat penting untuk
menjaga keamanan dan kenyaman pribadi. Selain itu, ada juga aplikasi yang bisa
dipasang di gadget (perangkat digital) orang lain yang bisa digunakan untuk
mendeteksi lokasi seseorang karena telah dipasangkan Spyware.

Penyebaran Konten Intim Non Konsensual (Non Consensual Intimate


Images), adanya penyebaran konten tanpa ada kesepakatan untuk menyebarkan konten
tersebut. Banyak pihak yang tidak pro korban, banyak orang yang tidak paham bahwa
korban punya perasaan ketakutan , merasa terancam, merasa terintimidasi, merasa tidak
berdaya dihadapan pelaku. Ada banyak korban yang bahkan tidak sadar sebagai korban
perkosaan dan tidak mengizinkan untuk direkam bahkan merekamnya pun tanpa izin
oleh pelaku, atau kalaupun korban setuju untuk direkam tapi tidak dengan izin
menyebarkannya. Artinya sepakat untuk merekam tidak sama dengan memberi izin
menyebarkan konten. Banyak juga perempuan-perempuan yang secara sadar menjual
video intimnya sendiri. Tapi banyak yang tidak diketahui bahwa apakah benar yang
menjual konten-konten intim itu benar-benar perempuan dan secara sadar bahwa dia
bukan sebagai korban, karena banyak akun-akun baik yang secara tertutup ataupun
secara terang-terangan menjual video intim perempuan.

Perlindungan terhadap privasi di dunia maya adalah kunci utama keamanan


diri dari berbagai kekerasan atau kejahatan di dunia maya. Pada dasarnya, yang
dimaksud dengan privasi adalah batasan atas diri atau informasi mengenai diri dari
jangkauan mata publik. Dalam ranah online, melindungi privasi berarti melindungi
data pribadi, terlebih data sensitif, dari siapa pun yang bisa mengakses informasi
tersebut, baik secara online maupun offline. Data pribadi, atau juga dikenal sebagai PII
(personally identifiable information), adalah suatu atau sekelompok hal dan / atau
informasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, melacak, atau merujuk
individu tertentu secara spesifik.

Kekerasan Seksual dalam Kampus


Bersumber dari British Broadcasting Corporation (BBC), ternyata rok dan
celanap Panjang 18%, seragam sekolah 14 %, baju lengan Panjang 16 %, hijab 17 %,
dan baju longgar 14 %. Kekerasan seksual terjadi karena pelaku yang tidak bisa
mengontrol cara berpikir atau persepsi mereka. Jadi, pakaian yang kita kenakan itu
tidak ada hubungannya sama sekali dan orang-orang harus berhenti menggunakan
pakaian sebagai alasan seseorang menjadi korban kekerasan seksual. Pakaian terbuka,
lengan Panjang, memakai hijab, rok, celana Panjang, dan sebagainya, ternyata
kekerasan seksual tetap terjadi. Jadi yang harus dibenarkan adalah persepsi kita. Dan
kalau kita ingin melihat hal ini dari segi agama pun bahwa dalam Al-Quran pun tertulis
jika melihat sesuatu (hal kotor) maka tundukkanlah pandanganmu. Dalam arti
kontrolnya ada dalam diri masing-masing, bisakah kita menudukkan pandangan kita
agar tidak melakukan sesuatu yang immoral. Bagi saya ketika melihat Wanita seksi
saya nafsu dan itu saya rasa tidak bisa dikontrol karena hal itu adalah naluri. Tapi
melakukan sesuatu setelah nafsu itu bisa dikontrol. Jadi, ada pemisahan diantara apa
yang kita pikirkan dan apa yang kita lakukan, itulah yang membedakan kita daripada
binatang. Otak kita adalah sesuatu hal yang tidak bis akita kontrol, ada banyak sekali
pemikiran-pemikiran yang keluar muncul begitu saja. Kekerasan seksual ternyata
terjadinya pagi 17%, siang 35%, sore 25%, dan malam 21%. Tingginya kekerasan
seksual pada siang hari karena biasanya mahasiswa sekolah (masuk kampus) pada
siang hari atau sebelum gelap dan itu menunjukan bahwa memang para pelaku ini tidak
takut untuk melakukan kekerasan atau pelecehan di jam berapapun. Tapi biasanya
korban tidak mempunyai bukti, akhirnya hanya argumen melawan argumen. Dan letak
kemirisannya akhirnya korban dilaporkan balik oleh pelaku dengan ditakut-takuti,
diancam dan sebagainya agar korban tidak berani untuk melaporkannya lagi.
Isu-isu terkait pelecehan seksual di kampus ini banyak yang terjadi pada
dosen. Tidak sedikit dosen melakukan pelecehan seksual kepada mahasiswi bimbingan
skripsinya. Para korban ingin melawan tapi kesusahan dalam menemukan butki, karena
Tindakan pelecehan itu jarang ada buktinya bahkan hampir tidak ada buktinya. Oleh
karena itu tidak semua korban memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan.
Kalaupun ada korban yang melapor, besar kemungkinannya akan diabaikan karena
tidak ada bukti yang kuat dan juga risikonya lebih besar daripada keuntungannya. Dan
pada akhirnya diminta untuk berdamai secara kekeluargaan. Damai secara
kekeluargaan adalah kata yang cukup ironis karena ini adalah suatu perilaku yang
melanggar asas kekeluargaan yang terpenting yaitu melindungi anak-anaknya, tapi kata
itu digunakan untuk menyetujui hal yang seharusnya tidak disetujui. Lalu jika korban
masih berani lagi melaporkan secara public atau dia umumkan melalui sosial media,
itu nanti dia bisa terkena UU ITE dan akhirnya dia menjadi korban berkali-kali lipat.
Jadi saya ingin masyarakat itu memikirkan masalah ini bukan sesuatu hal yang
menjadikan kita (khususnya korban) popular atau ada benefitnya untuk
melaporkannya. Orang (korban) kalau sudah melapor itu bisa sesuatu itu sudah terjadi
dan itu yang harus menjadi basis pertama, tentu semua ada prosesnya. Jadi dengan Pra-
pasca Permen PPKS ini dengan sangat mudah, sekarang paling tidak korbannya itu
bisa melihat pasalnya. Lalu datang dan melapor ke satgas yang sudah ada tim yang
memang kerjaannya pagi sampai malam adalah untuk memproses segala aduan seperti
kasus pelecehan atau kekerasan seksual.
Permen PPKS ini berpihak kepada korban, seringkali kita membaca berita
dimana korban malah dipertanyakan oleh pihak kepolisian untuk siapapun yang
berwenang terkait persetujuannya diperlakukan seperti itu oleh pelaku. Dengan
peraturan ini diharapkan bisa memberikan keberanian kepada korban untuk
melaporkan ada atau tidak ada bukti itu bisa dipikirkan nanti supaya yant terpenting
mereka (korban) sadar bahwa mereka akan didengar dan ditangani kasusnya dan
diselidiki kasusnya sampai mudah-mudahan mereka akan mendapatkan keadilan.
Pointnya adalah bahwa kasusnya tidak didiamkan, tapi tetap ada proses yang berjalan.
Karena sekarang ini banyak kasus-kasus yang didiamkan. Riset dari KOMNAS
Perempuan bahwa pelaku-pelaku ini melakukan kekerasan seksual bukan hanya sekali.
Kalau dilihat dari segi psikologi dampak mentalnya terhadap korban pelecehan atau
kekerasan seksual benar-benar monumental. Barang kali kita berpikir setelah kasusnya
selesai mereka (korban) mungkin bisa bangkit dan Kembali ke hidup mereka masing-
masing seperti biasa. Tapi dampaknya itu bisa sampai bertahun-tahun bahkan
selamanya dan sedihnya fasilitas untuk mendukung hal itu masih benar-benar kurang.
Oleh karena itu, dengan adanya Permen PPKS ini yang berpihak pada korban
kita juga mempunyai kepercayaan bahwa setelah ini ada komunitas di sekitar korban
yang mudah-mudahan bisa membantu korban bangkit lagi dari situasi yang sudah
korban alami, itu (support) penting sekali bagi emosional korban. Selain itu, Permen
PPKS ini juga membuat pelaku menjadi takut untuk melakukan tindakannya. Jadi
satgas itu wajib kalau mendapat laporan melakukan pendampingan, pemulihan,
perlindungan, dan hal lainnya. Memang benar bahwa mayoritas dari orang-orang yang
mengalami kekerasan atau pelecehan seksual adalah perempuan. Dan kita tidak boleh
lupa bahwa kekerasan atau pelecahan sebenarnya tidah hanya terjadi pada perempuan
saja, tapi laki-laki pun mengalami hal tersebut dan dengan Permen PPKS ini
diharapkan akan menjadi sebuah hal yang normal atau tidak aneh untuk laki-laki pun
bisa speak up jika suatu hal seperti ini terjadi kepada mereka. Karena sayangnya kita
kan masih mempunyai budaya yang dimana kalu laki-laki tidak boleh cengeng,
complain, dan sensitive. Bukan hanya itu saja, jika laki-laki dilecehkan secara seksual
malah akan ditertawakan oleh polisinya.
Kekerasan Seksual Anak
Kekerasan seksual terhadap anak terus naik di era pandemi. Terhitung sejak
Januari hingga awal maret 2021, terdapat 10 korban kekerasan seksual pada anak
(TP2A Tanjabbarat,2021). Kekerasan seksual dapat didefenisikan sebagai aktivitas
seksual yang dilakukan pelaku tanpa persetujuan atau kerelaan dari orang lain yang
menjadi korban tindakan tersebut. Tindakan-tindakan sejenis ini termasuk komentar
seksual yang diarahkan terhadap seksualitas seseorang. Pada sebagian besar kasus yang
terjadi, pelaku kekerasan seksual adalah orang yang dikenal oleh korban, dan umumnya
pelaku adalah pria. Kekerasan seksual pada anak bisa terjadi kepada anak siapa saja,
kapan saja, dan di mana saja. Kekerasan seksual pada anak di era saat ini juga bisa
terjadi di dunia nyata maupun di dunia maya melalui internet. Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Nadiem Makarim, pada Kamis, 20 November 2020 mengumumkan
bahwa sekolah boleh melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) dengan
memenuhi syarat-syarat tertentu. PTM ini bersifat dibolehkan tapi tidak diwajibkan.
Melihat situasi perkembangan Covid-19 beberapa hari terakhir yang
meningkat cukup signifikan, dimana penambahan kasus baru mencapai angka 8.000
setiap harinya, membuat sebagian orang tua menolak PTM dan lebih memilih sekolah
daring. Sementara di satu sisi orang tua beraktifitas normal, sehingga dikuatirkan anak-
anak tidak ada pendampingan di rumah. Dalam situasi pandemi, terutama dengan
diberlakukannya sekolah daring, ada kecenderungan anak mengakses internet lebih
banyak daripada sebelumnya. Muncul kekuatiran penggunaan gadget tanpa
pendampingan orang tua, khususnya anak usia dini dan usia sekolah, dapat
membahayakan mereka, seperti terjadi pelecehan seksual melalui internet.
Untuk menghindarkan anak dari tindakan kekerasan seksual, baik secara
fisik langsung maupun melalui media internet, maka diperlukan upaya pencegahan
kolaboratif. Karena, sejatinya upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak
bukanlah tugas individu atau keluarga semata, akan tetapi merupakan tanggung jawab
seluruh komponen bangsa.
Peran Orang Tua
Setidaknya ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk melindungi
anak dari kekerasan seksual, antara lain:
 Selalu mengetahui di mana anak berada
 Selalu mengetahui dengan siapa mereka dan pastikan waktu kapan anak harus
pulang
 Selalu pastikan bahwa anak tahu orang tua berada di mana setiap saat, dan
pastikan dapat dihubungi
 Luangkan waktu untuk anak
 Bangun hubungan komunikasi yang penuh rasa saling percaya dan terbuka
dengan anak
 Selalu dengarkan baik-baik ketakutan dan kekhawatiran mereka dan beri tahu
mereka bahwa mereka tidak perlu khawatir apabila memberi tahu orang tua
tentang apa pun
 Waspadalah terhadap siapa pun yang memberikan perhatian yang tidak biasa
kepada anak
 Waspada terhadap siapa pun yang memberikan sesuatu atau hadiah bagi anak.
Hadiah ini dapat berupa membelikan mereka permen, memberi mereka uang
atau hadiah mahal, video, ataupun game computer
 Berhati-hatilah terhadap siapa pun yang melakukan kontak dengan anak tanpa
pengawasan
 Cari tahu sebanyak mungkin tentang siapa saja yang merawat atau menemani
anak
 Bicaralah dengan anak mengenai mana saja sentuhan yang termasuk ‘pantas’,
‘baik’ dan ‘buruk’
 Jangan terlalu malu untuk berbicara dengan anak tentang bahaya kekerasan
seksual dan “grooming”
 Bantulah anak untuk memahami perilaku apa saja yang patut dan yang tidak
patut dilakukan ketika berinteraksi dengan orang dewasa
 Dorong anak untuk memberi tahu orang tua jika ada orang (termasuk kerabat,
teman atau siapapun) yang berperilaku sedemikian rupa sehingga membuat
mereka khawatir, tidak nyaman atau terancam
 Ajari anak untuk merasa percaya diri untuk menolak melakukan suatu hal yang
menurut mereka salah atau membuat mereka takut
 Jelaskan kepada anak perbedaan antara rahasia ‘baik’ dan rahasia ‘buruk’.
Misalnya, katakan kepada mereka bahwa boleh saja memiliki rahasia tentang
pesta ulang tahun kejutan, tetapi bukan tentang sesuatu yang membuat mereka
merasa tidak bahagia atau tidak nyaman.
 Kenali dan pahami berbagai perilaku orang dewasa atau anak-anak yang perlu
dicurigai
 Ketahui dan kenali tanda-tanda dan gejala-gejala korban kekerasan seksual

Bagaimana Sikap Terhadap Korban


Bagi siapa saja, apabila menemukan sesuatu yang mencurigakan yang terindikasi
kekerasan seksual pada anak, segera ambil tindakan atau minimal lapor ke petugas
yang berwajib. Dan yang paling penting adalah kita tidak boleh mengucilkan korban
maupun keluarganya. Apabila seorang anak mengungkapkan bahwa dia mengalami
kekerasan seksual, beberapa tindakan yang bisa dilakukan di antaranya:
 Dengarkan anak itu dengan penuh perhatian dan kasih sayang.
 Meskipun kesal dengan apa yang diungkapkan anak, jangan bereaksi dengan
cara yang dapat menambah kepanikan atau kesedihan anak.
 Anak perlu tahu bahwa dia dapat dipercaya dan tidak disalahkan atas kejadian
pelecehan seksual tersebut, jangan memarahi anak.
 Berikan kesempatan kepada anak untuk berbicara tentang apa yang telah terjadi
tetapi jangan memaksa.
 Katakan kepada anak bahwa adalah sesuatu yang benar untuk berbicara dan
berbagi cerita dengan orang tua. Jangan memarahi anak jika pelecehan terjadi
akibat anak telah melanggar aturan atau batasan yang telah beritahukan
sebelumnya, misalnya pulang larut malam, bermain dengan orang tidak dikenal
dan sebagainya.
 Laporkan masalah apa pun secara langsung ke pihak yang berwajib atau ke
layanan profesional seperti seperti tenaga kesehatan, dokter, Petugas
Perlindungan Anak, polisi setempat atau departemen layanan sosial.

Jika seorang anak menjadi korban kekerasan seksual, Perlindungan Hukum


yang dapat diberikan kepada mereka, di antaranya: Pemulihan korban (UU
Perlindungan Anak); Pengajuan ganti rugi (UU Perlindungan Anak). Kemudian, dalam
menangani perkara anak, wajib memperhatikan -kepentingan terbaik bagi anak dan
mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara (UU Sistem Peradilan Pidana
Anak). Selain itu, identitas anak korban atau saksi wajib dirahasiakan: nama, nama
sekolah, nama anak (korban), nama anak (saksi), nama orang tua, wajah dan hal lain
yang dapat mengungkapkan identitas anak (UU Sistem Peradilan Pidana Anak).
Pada hakikatnya perlindungan terhadap anak adalah amanat UUD 1945. Bahwa
setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hak-hak anak untuk
memperoleh perlindungan ini diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlingdungan Anak yang telah direvisi dua kali dengan UU nomor 35 tahun
2014 tentang Perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlingdungan Anak,
dan UU no 17 tahun 2016 tentang Penetapan Perpu 1 tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua atas UU tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; UU nomor 23 tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga; dan UU no 11 tahun 2011
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Anda mungkin juga menyukai