Regeneratif Ui
Regeneratif Ui
TESIS
i
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang atas segala limpahan karunia dan kuasa-Nya yang
tak terhingga sehingga saya dapat menyelesaikan tugas tesis ini, sebagai salah satu
syarat untuk mencapai gelar spesialis konservasi gigi pada FKG UI. Saya
menyadari sepenuhnya bahwa p enelitian dan penulisan tesis ini tidak dapat
diselesaikan tanpa bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak,
tidaklah mungkin bagi saya untuk menyelesaikan tugas ini. Oleh karena itu,
perkenankanlah saya dengan penuh kerendahan hati, menyampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang
membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Rasa terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada pembimbing I
saya, Dr. Anggraini Margono, drg., Sp.KG(K) yang sejak awal pendidikan telah
banyak meluangkan waktu, memberikan ide, arahan serta motivasi yang sangat
berarti kepada saya. Kemudian juga terima kasih saya ucapkan kepada
pembimbing II, Nilakesuma Djauharie, drg., MPH, Sp.KG(K) yang telah
memberikan motivasi serta masukan yang sangat berharga.
Kepada Munyati Usman, drg., SpKG(K), Prof. (E) Dr. Siti Mardewi
Soerono Akbar, drg., SpKG(K), dan Gatot Sutrisno, drg., SpKG(K) selaku tim
penguji yang telah berkenan meluangkan waktu untuk menguji, memberikan
masukan, kritik, serta saran yang membangun sejak awal penulisan sampai
selesainya tesis ini saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya.
iv
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
Rasa terima kasih saya sampaikan kepada Dr. Endang Suprastiwi, drg.,
SpKG(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG UI yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program pendidikan
spesialis. Serta kepada yang terhormat staf pengajar, Prof. Dr. Narlan
Soemawinata, drg., Sp.KG(K), Kamizar, drg., SpKG(K), Dini Asrianti,
drg.,Sp.KG, Dr. Ratna Meidyawati, drg., SpKG(K), Daru Indrawati, drg.,
SpKG(K), Ike Dwi Maharti, drg., SpKG(K), Aditya Wisnu Putranto, drg.,
SpKG(K), Shalina Ricardo, drg., SpKG(K), tiada kata-kata yang dapat
mengungkapkan rasa terima kasih saya yang telah diberikan bekal yang sangat
berharga selama masa pendidikan ini. Serta para karyawan/ti Departemen
Konservasi Gigi FKG UI, Mba Yuli, Mba Devi, Mba Minah, Mas Erwin, dan Pak
Yani dan juga kepada karyawan perpustakaan FKG UI, Pak Yanto, Pak Asep, Pak
Enoh, dan Pak Norman saya mengucapkan terima kasih atas dukungan dan doa
yang diberikan kepada saya.
v
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
Secara khusus, tesis ini saya persembahkan untuk Suamiku tercinta, Win
Cesario dan anakku Sheraz Aufar Rasheed, dua orang yang sangat penting dalam
hidupku. Terima kasih atas cinta dan kasih sayangnya, terima kasih atas semua
waktu yang tak dapat tergantikan selama pendidikan spesialis ini. Dan juga
kepada kedua orang tua saya Papa dan Mama yang selalu mendukung, membantu,
mendoakan dalam suka dan duka, serta kepada adik saya Firdha dan Ghea yang
selalu menambahkan keceriaan dan suka dalam keseharian, saya ucapkan terima
kasih dan syukur yang tak terhingga memiliki keluarga yang sangat hebat seperti
kalian.
vi
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
ABSTRAK
Kata kunci: sel punca mesenkim pulpa, triple antibiotic paste, kalsium
hidroksida, Ledermix®, viabilitas sel
viii
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
ABSTRACT
Keywords: dental pulp stem cells, triple antibiotic paste, calcium hydroxide,
Ledermix®, cell viability
ix
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN ORSINALITAS .......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................... vii
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT ..................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR SINGKATAN................................................................................ . xiv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ .... xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
x
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
4.4.1 Variabel Bebas ................................................................. 31
4.4.1 Variabel Bebas ................................................................. 31
4.5 Definisi Operasional ..................................................................... 31
4.6 Alat, Bahan, dan Cara Kerja ......................................................... 32
4.6.1 Alat ................................................................................... 32
4.6.2 Bahan ............................................................................... 33
4.6.3 Cara Kerja ........................................................................ 34
4.6.3.1 Persiapan Alat dan Bahan ................................... 34
4.6.3.2 Pembuatan Medium Kultur Lengkap .................. 34
4.6.3.3 Kultur Sel Punca Mesenkim Pulpa ..................... 35
4.6.3.4 Uji Imunofluoresens ............................................ 36
4.6.3.5 Aplikasi Bahan Uji .............................................. 36
4.6.3.6 Uji MTT .............................................................. 37
4.7 Alur Penelitian .............................................................................. 38
4.4 Analisis Data ................................................................................. 38
xi
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
xii
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Nilai rerata OD dan persentase viabilitas sel kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan ............................................................... 43
Tabel 5.2 Nilai kemaknaan viabilitas sel kelompok perlakuan
dibandingkan dengan kelompok kontrol ....................................... 44
Tabel 5.3 Nilai kemaknaan perbandingan viabilitas sel antara kelompok
perlakuan yang dipapar dengan bahan uji dengan konsentrasi
0.1 mg/ml dan 1 mg/ml ................................................................. 44
Tabel 5.3 Nilai kemaknaan perbandingan viabilitas sel kelompok
perlakuan TAP, Ledermix®, dan Ca(OH)2 berdasarkan
pengelompokan konsentrasi bahan uji .......................................... 45
xiii
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
DAFTAR SINGKATAN
xiv
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
xv
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Universitas Indonesia
1
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
2
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
3
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
4
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
5
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
7
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
8
terkumpul dalam bekuan darah tersebut. Selain itu, growth factors dari
keeping darah (platelet) dan dinding dentin membantu proses diferensiasi.
Pada gigi imatur ini hanya dilakukan instrumentasi minimal atau tanpa
instrumentasi sama sekali karena dinding saluran akar yang tipis sehingga
harus meminimalisasi risiko fraktur akar. Selanjutnya setelah bekuan darah
terbentuk sampai kurang lebih 3 mm di bawah CEJ kavitas ditutup dengan
MTA dan bahan restorasi. Tujuan akhir perawatan adalah tidak adanya
sinus tract, nyeri, dan pembengkakan, penyembuhan periodontitis apikal
serta penambahan panjang dan ketebalan dinding akar secara radiografis
setelah 0.5-2 tahun perawatan dilakukan.23 (Gambar 2.1) Keberhasilan dari
perawatan pada gigi permanen imatur dengan pulpa nekrosis yang
disebabkan oleh trauma, defek, atau karies telah banyak dilaporkan.
Analisis retrospektif yang dilakukan oleh Bose dkk pada 48 laporan kasus
regeneratif menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dalam
perkembangan akar dari segi pemanjangan dan penebalan dinding secara
radiografis jika dibandingkan dengan prosedur apeksifikasi dengan
menggunakan kalsium hidroksida dan MTA.3
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
9
(seperti, fibroblas, pembuluh darah, dan kolagen), namun jenis sel lain
seperti odontoblas tidak terbentuk, serta sel atau jaringan yang tidak
diinginkan seperti osteoblas dan sementum dapat terbentuk. Sebaliknya,
beberapa penelitian yang menggunakan penghantaran growth factors
spesifik, scaffold, dan sel punca menunjukkan secara histologis bahwa
jaringan pulpa yang terbentuk hampir memenuhi semua kriteria dari
kompleks pulpa-dentin, termasuk menghasilkan sel dengan fenotip seperti
odontoblas. Oleh karena itu, masih dibutuhkan banyak penelitian yang
dapat mengevaluasi efek dari penambahan growth factors spesifik dan
scaffold untuk menentukan apakah elemen-elemen ini mempengaruhi
regenerasi dari kompleks pulpa-dentin secara histologis pada pasien.3
Salah satu hal yang menentukan keberhasilan dari perawatan
endodontik regeneratif ini adalah dengan melakukan disinfeksi sistem
saluran akar tanpa menghalangi proses penyembuhan dan integrasi dari
rekayasa jaringan pulpa di dalam saluran akar. Prosedur disinfeksi terdiri
dari penggunaan bahan irigasi dan peletakkan obat saluran akar selama
beberapa minggu. Pemilihan bahan irigasi dan obat saluran akar sangat
penting karena dapat memberikan efek terhadap kelangsungan hidup sel
punca yang akan beregenerasi selain sifat antibakterinya. Terdapat
beberapa keuntungan dari pendekatan teknik revaskularisasi ini
diantaranya, teknik ini sederhana dan dapat diselesaikan dengan obat dan
alat tanpa teknologi yang mahal. Selain itu, regenerasi jaringan pulpa
dengan menggunakan sel darah pasien sendiri dapat mencegah
kemungkinan terjadinya penolakan sistem imun.25
Keberhasilan dari perawatan ini hanya dapat diketahui secara klinis
dan tidak dapat dilakukan pemeriksaan histologis. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah uji vitalitas seperti uji termal panas, dingin, dan listrik;
laser Doppler blood flowmetry; dan tidak adanya gejala dari kelainan
periapikal. Magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan
kemampuannya untuk membedakan antara pulpa gigi yang vital dan
nonvital, namun mesin MRI sangat mahal. Sehingga hasil klinis yang ideal
adalah gigi asimtomatik yang tidak membutuhkan perawatan ulang.9
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
10
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
11
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
12
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
13
Gambar 2.4. Ilustrasi skematik dari sumber sel punca dewasa potensial di dalam rongga
mulut.3
Dental pulp stem cells (DPSC) merupakan sel punca yang berasal
dari gigi yang pertama kali diisolasi. Sel ini didapat dari jaringan pulpa
yang dihancurkan secara enzimatik dari gigi molar tiga yang impaksi.
Morfologi sel ini seperti fibroblas dan dapat mempertahankan tingkat
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
14
proliferasi yang tinggi bahkan setelah subkultur yang banyak.8 DPSC yang
dinamakan juga dengan sel-sel odontoblastoid karena sel ini dapat
mensintesis dan mensekresi matriks dentin seperti sel odontoblas dengan
sinyal-sinyal tertentu. Sinyal-sinyal tersebut antara lain adalah bahan yang
mengandung kalsium hidroksida atau kalsium fosfat yang biasa digunakan
sebagai bahan pulp capping.27
DPSC memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri dan memiliki
tingkat diferensiasi yang tinggi. DPSC masih membawa informasi
morfogenetik yang berasal dari sel papila apikal (SCAP) pada tahap awal
odontogenesis. Karakteristik dan potensi diferensiasi multilini dari DPSC
menjadikannya memiliki peran yang menjanjikan pada perawatan
regeneratif. Tidak ada biomarker spesifik yang dapat mengidentifikasi
DPSC. Namun DPSC mengekspresikan beberapa marker seperti marker
sel punca mesenkim yaitu STRO-1 dan CD146. 8
Stem cells of the apical papilla (SCAP) berpotensi untuk
berdiferensiasi menjadi odontoblas. Selama proses pembentukan gigi,
papila gigi berkembang menjadi pulpa dan berkontribusi dalam
perkembangan akar. Pulpa berada menempel pada akar yang sedang
berkembang dan dipisahkan dari jaringan pulpa oleh cell rich zone. SCAP
menunjukkan tingkat proliferatif yang lebih tinggi dan lebih efektif
dibandingkan dengan DPSC dalam formasi gigi. Selain itu, SCAP juga
memiliki kemampuan yang lebih baik dalam formasi jaringan lir dentin,
kapasitas regenerasi dentin, dan motilitas sel.29 Seperti sel punca gigi yang
lain, SCAP mengekspresikan marker permukaan mesenkimal seperti
STRO-1 dan CD146.
SCAP memiliki kapasitas untuk mengalami diferensiasi
dentinogenik, oseteogenik, adipogenik, kondrogenik dan neurogenik.8
Hasil penelitian Sonoyama dkk (2008), SCAP yang ditransplantasikan ke
tikus dengan matriks yang sesuai membentuk strukur lir dentin-pulpa
dengan sel-sel lir odontoblas.30 Yang paling penting adalah SCAP sangat
mudah didapat karena dapat diisolasi dari gigi molar tiga manusia.27
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
15
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
16
1.2.3 Scaffold
Scaffold merupakan analog dari matriks ekstraselular yang dapat
mendukung adhesi sel, proliferasi, diferensiasi, dan sekresi mariks
ekstraselular alami.32 Scaffold dapat diimplantasikan secara tunggal atau
dikombinasi dengan sel punca dan growth factor untuk menyediakan
microenvironment secara tiga dimensi baik secara fisikokimia maupun
biologis atau konstruksi jaringan bagi pertumbuhan dan diferensiasi sel.22,
31
Untuk mencapai rekonstruksi jaringan, scaffold harus memenuhi syarat
yaitu mempunyai porositas yang tinggi untuk memfasilitasi pemberian
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
17
nutrisi bagi sel serta harus bersifat biodegradable supaya scaffold dapat
diabsorbsi oleh jaringan sekitarnya.31
Scaffold dapat diklasifikasi berdasarkan asalnya menjadi alami atau
buatan. Scaffold alami adalah kolagen, glikosaminoglikan, matriks dentin
terdemineralisasi, dan fibrin. Kolagen merupakan komponen utama dari
matriks ekstraselular dan memberikan tensile strength yang besar pada
jaringan. Contohnya adalah platelet-rich plasma (PRP). PRP merupakan
scaffold autologus, cenderung mudah didapat dan disiapkan di klinik,
mengandung banyak growth factor, terdegradasi seiring dengan
22
bertambahnya waktu, dan membentuk matriks fibrin tiga dimensi.
Scaffold buatan merupakan polimer sintetik contohnya adalah
polylactic acid (PLA), polyglycolic acid (PGA), polylactic-coglycolic acid
(PLGA), polyepsilon caprolactone, hidroksiapatit/ trikalsium fosfat,
biokeramik, titanium, dan hidrogel seperti alginat atau jenis-jenis
polyethylene glycol (PEG). Selain itu kombinasi scaffold dengan growth
factor tertentu merupakan kombinasi yang penting untuk perkembangan
optimal dari sel lir odontoblas.22
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
18
yang masih ada di dalam tubulus.34 Oleh karena itu obat saluran akar
sangat dibutuhkan dalam prosedur perawatan endodontik.
1.3.1 Antibiotik
Obat saluran akar golongan ini dapat berupa satu atau kombinasi
dari beberapa antibiotik, dan kadang dicampur dengan senyawa lain
seperti kortikosteroid.34 Menurut Gulabivala tidak ada antibiotik tunggal
yang dapat melawan bakteri saluran akar, sehingga digunakan kombinasi
antibiotik dengan aktivitas yang berbeda. Sediaan antibiotik saluran akar
yang umum tersedia adalah dalam bentuk pasta. Substansi ini tidak
bersifat toksik terhadap jaringan periapeks namun penggunaannya perlu
dipertimbangkan kemungkinan akan terbentuknya resistensi, adanya
respon alergi pasien serta terjadinya diskolorasi gigi.33 Aplikasi lokal
antibiotik di dalam sistem saluran akar merupakan cara yang lebih efektif
dibandingkan dengan melalui administrasi sistemik.35
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
19
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
20
1.3.1.2 Ledermix®
Ledermix® pertama kali dikembangkan oleh Schroeder dan Triadan
pada tahun 1960. Pasta Ledermix® digunakan secara komersial sebagai
obat saluran akar yang memiliki komponen antibiotik (demeclocycline
calcium 3.2% yang merupakan turunan dari tetracycline) dan komponen
steroid (triamcinolone acetonide 1%). Kedua komponen ini dicampur
dengan basis polyethylene glycol. Pasta ini merupakan bahan yang non-
setting dan larut dalam air.14, 34, 39-41
Triamcinolone acetonide merupakan kortikosteroid poten yang
sangat efektif untuk mengeliminasi atau mengurangi reaksi inflamasi.
Namun penggunaan topikal dari steroid dapat menurunkan mekanisme
pertahanan tubuh yang dapat memberikan akses bakteri untuk masuk ke
sirkulasi sistemik. Oleh karena itu Schroeder menambahkan antibiotik
spektrum luas yang efektif terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-
negatif untuk mencegah invasi bakteri.42
Komponen terapeutik Ledermix® ini dapat berdifusi melalui
tubulus dentin dan sementum untuk mencapai jaringan periodontal dan
periapikal.14,35 Agen aktif ini dilepaskan ke dalam sistem saluran akar
dengan cepat pada hari pertama dan makin lama menurun secara
eksponensial.39,43 Heling dan Pecht mengevaluasi keefektifan dari
Ledermix® dalam mendisinfeksi tubulus dentin. Temuannya adalah bahwa
Ledermix® efektif mengurangi Staphylococcus aureus di dalam tubulus
dentin setelah 7 hari inkubasi, Ledermix® tidak efektif setelah 24 jam.44
Oleh karena itu penggunaannya disarankan oleh Abbot dkk untuk
ditinggalkan di dalam saluran akar selama 2 sampai 12 minggu bergantung
pada kondisi patologisnya.45
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
21
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
22
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
23
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
24
lapisan dentin yang lebih dalam serta meminimalisasi bakteri baru yang
masuk dari saluran akar lateral. Penggunaan obat saluran akar sangat
penting pada prosedur perawatan endodontik regeneratif karena
instrumentasi yang dilakukan minimal atau tanpa instrumentasi sama
sekali. Dengan kata lain keberhasilan dari perawatan endodontik
regeneratif sangat dipengaruhi oleh disinfeksi dari saluran akar dan bahan-
bahan yang digunakan untuk disinfeksi tersebut.10
Obat saluran akar yang sering digunakan pada perawatan
endodontik regeneratif antara lain adalah berbagai kombinasi dari
antibiotik, khususnya TAP dan kalsium hidroksida. Penelitian-penelitian
telah dilakukan untuk mengevaluasi toksisitas dari obat-obat saluran akar
tersebut terhadap viabilitas sel punca. Secara garis besar efek antibakteri
dari obat-obat saluran akar telah diketahui sangat efektif terhadap bakteri
di dalam saluran akar, namun beberapa obat memiliki efek toksik terhadap
sel punca mesenkim manusia.10
Triple Antibiotic Paste digunakan pada hampir semua penelitian
regeneratif. Ruparel dkk meneliti efek obat saluran akar terhadap
kelangsungan hidup sel punca pada prosedur endodontik regeneratif dan
menyatakan bahwa TAP memiliki efek letal pada konsentrasi 1-6 mg/ml,
namun pada konsentrasi 0.1 mg/ml efek toksiknya tidak ada.10 Hasil yang
sama juga dinyatakan oleh penelitian Phumpatrakom dan Srisuwan bahwa
1 mg/ml TAP memiliki toksisitas yang sangat tinggi terhadap sel pulpa
dengan kematian sel sebesar 100% setelah dipapar selama 7 hari.51
Sedangkan aplikasi kalsium hidroksida tidak memiliki efek yang
mematikan terhadap sel punca, bahkan kalsium hidroksida dengan
konsentrasi yang tinggi dapat meningkatkan proliferasi/ kelangsungan
hidup sel punca pulpa.10 Obat saluran akar lain yang masih digunakan
adalah Ledermix®. Taylor dkk menyatakan bahwa Ledermix® dapat
mematikan fibroblas tikus pada konsentrasi 0,001 mg/ml, sedangkan
Pulpdent® atau pasta kalsium hidroksida pada konsentrasi 1 mg/ml. Efek
toksik dari Ledermix® sedikit dihambat dengan mencampurkannya dengan
Pulpdent®.20
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
25
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
26
Kelebihan dari teknik direk adalah waktu yang lebih singkat dan
prosedur penandaannya lebih sederhana. Pada kasus dimana terdapat
beberapa antibodi yang ditumbuhkan pada spesies yang sama, seperti 2
mouse monoclonal, diperlukan penandaan direk. Kekurangannya adalah
hasil yang didapat lebih tidak akurat, secara umum lebih mahal, lebih tidak
fleksibel dan prosedur penandaannya sulit dilakukan jika tidak terdapat
konjugat direk. Sedangkan kelebihan dari teknik indirek adalah memiliki
sensitivitas yang lebih tinggi daripada teknik direk. Hal ini disebabkan
oleh adanya amplifikasi dari sinyal pada immunofluoroscence indirek
karena lebih dari 1 antibodi sekunder dapat berikatan dengan tiap antibodi
primer. Antibodi sekunder yang diproduksi secara komersial biasanya
tidak mahal, tersedia dalam warna beberapa warna, dan kualitasnya
terkontrol. Sementara kekurangannya meliputi potensi reaktivitas silang
dan perlu memakai antibodi primer yang tidak dibuat pada spesies yang
sama.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
27
adanya penurunan proliferasi sel/ viabilitas sel/ sintesis asam nukleat atau
protein.
Berbagai macam assay telah dikembangkan untuk mempelajari
viabilitas dan proliferasi dalam populasi sel. Assay yang paling modern
dan paling tepat adalah assay dengan format microplate (96-well plates).
Metode ini mengukur aktivitas meabolisme dari pertumbuhan sel setelah
diapapar dengan bahan yang akan diuji. Uji ini dapat dilakukan dengan
menggunakan substrat colorimetric MTT. MTT (3-(4,5-dimethythiazol-2-
yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide) yang merupakan garam tetrazolium
berwarna kuning yang larut dalam air.
MTT assay pertama kali diperkenalkan oleh Mosmann pada tahun
1983 untuk mengukur sitotoksisitas dan proliferasi sel atau aktivitas sel.
Prinsip dasarnya adalah untuk mengukur aktivitas selular berdasarkan
aktivitas succinate dehydrogenase di dalam mitokondria sel untuk
mereduksi garam methyhiazol tetrazolium (MTT). Pada proses
metabolisme, sel-sel yang hidup akan menghasilkan succinic
dehydrogenase. Enzim ini akan bereaksi dengan MTT dan membentuk
kristal formazan berwarna ungu yang jumlahnya sebanding dengan
aktivitas sel yang hidup karena kristal ini bersifat impermeable terhadap
membran sel yang mati.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
28
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
29
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
30
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.2 Hipotesis
3.2.1 Hipotesis Mayor
Obat saluran akar triple antibiotic paste (TAP), Ledermix®, dan
kalsium hidroksida bubuk murni (Ca(OH)2) dapat menurunkan viabilitas
sel punca mesenkim pulpa.
Universitas Indonesia
30
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
31
BAB 4
METODE PENELITIAN
31
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
32
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
33
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
34
5. Vial
6. Centrifuge
7. 6 well plate
8. 96 microwell plate
9. Micropipettor
10. Tips micropippet
11. Syringe 50 ml
12. Sartorius Minisart single use syringe filter sterile-EO (0.20 µm)
13. Inkubator
14. Orbital Shaker
15. Microplate reader (Bio-Rad)
16. Biohazard cabinet
17. Vortexer
18. Mikroskop inverted
19. Mikroskop fluoresens
20. Hemocytometer glass
21. Scalpel
22. Kertas parafilm
23. Spidol
24. Masker dan sarung tangan
25. Carborandum Disc
26. Mikromotor
4.6.2 Bahan
1. Medium kultur: Dulbecco’s Modified Eagle Medium (DMEM), rendah
glukosa dan mengandung L-Glutamine, 110 mg/L Sodium Pyruvate
dan Pyridoxine Hydrochloride.
2. Penicillin – Streptomycin yang mengandung 10.000 Units/ml
Penicillin G Sodium dan 10.000 µg/ml Streptomycin Sulfate dalam
salin 0.85%
3. Fetal Bovine Serum (FBS)
4. Gigi molar 3 imatur yang baru diekstraksi
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
35
5. Trypsin EDTA
6. Phosphate Buffer Saline (PBS)
7. Trypan blue
8. Slide chamber
9. Aceton methanol absolute
10. Primary antibody STRO-1 mouse monoclonal IgM (sc-47733)
11. Secondary antibody goat anti mouse IgM FITC (sc-2082)
12. Ciprofloxacin 200 mg (Bernofarm, Indonesia)
13. Metronidazole 500 mg (Indofarma, Indonesia)
14. Doxycycline 100 mg (OGB Dexa, Indonesia)
15. Ledermix® (Riemser Pharma GmbH, Germany)
16. Bubuk Ca(OH)2 (Merck, Germany)
17. Aquades
18. Larutan MTT 5 mg/ml
19. Ethanol
20. Evans blue
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
36
b. Subkultur sel
Setelah sel tumbuh confluent, medium dibuang dan sel dicuci
dengan 10 ml PBS untuk membersihkan sisa medium yang ada
Trypsin (0.125%) ditambahkan ke dalam flask sebanyak 5 mL,
kemudian inkubasi pada 37oC selama 5 menit. Tambahkan medium
sebanyak 10 ml untuk mengehentikan kerja trypsin. Sel yang telah
lepas dari substratnya dimasukkan ke dalam tabung 15 mL kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit.
Supernatan dibuang kemudian sel diresuspensi di dalam flask 25 ml
dengan DMEM lengkap.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
37
absolute selama 2 menit. Setelah difiksasi, sel dicuci dengan larutan PBS
sebanyak tiga kali, pencucian terakhir dilakukan selama 5 menit.
Setelah kering preparat diberi antibodi primer yang dilarutkan
dalam PBS dengan konsentrasi 100%, 50%, dan 25% dengan jumlah per
chamber 100 µl.. Kemudian inkubasi pada suhu 37°C selama 60 menit
untuk memberi waktu bagi antibodi untuk berikatan dengan antigen.
Preparat kembali dicuci dengan larutan PBS sebanyak tiga kali dengan
pencucian terakhir dilakukan selama 5 menit, kemudian ditambahkan
antibodi sekunder FITC yang akan berikatan dengan antibodi pertama.
Preparat diinkubasi selama 60 menit menit pada suhu 37°C untuk memberi
waktu bagi antibodi sekunder berikatan dengan antibodi primer.
Preparat kembali dicuci menggunakan larutan PBS sebanyak tiga
kali dengan pencucian terakhir dilakukan selama 5 menit. Setelah itu
preparat diberi pewarna Evans Blue untuk memberi warna latar belakang,
kemudian preparat dibilas dengan aquabides. Setelah kering, diakukan
pengamatan preparat sel dengan menggunakan mikroskop fluoresens.
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
38
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
39
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
40
BAB 5
HASIL PENELITIAN
A B
C D
Gambar 5.1. Gambaran mikroskopis hasil uji imunofluoresens. Gambaran dengan pendaran
berwarna hijau menandakan bahwa sel-sel tersebut positif terhadap STRO-1. (A) Kelompok
kontrol yaitu sampel yang tidak ditambahkan dengan antibodi primer STRO-1, (B) Kelompok
perlakuan pertama, ditambahkan dengan antibodi primer tanpa pengenceran, (C) Kelompok
perlakuan kedua, ditambahkan antibodi primer dengan pengenceran 2x, (D) Kelompok perlakuan
ketiga, sampel ditambahkan antibodi primer dengan pengenceran 4x.
Pada gambar 5.1 (A) terlihat gambaran sel berwarna merah yang
menunjukkan bahwa tidak ada antibodi primer yang berikatan dengan antigen sel
sehingga antibodi sekunder tidak dapat bereaksi dengan antibodi primer dan
Universitas Indonesia
40
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
41
menghasilkan pendaran warna hijau. Sedangkan pada gambar 5.1 (B) – (D)
terlihat gambaran pendaran warna hijau yang menandakan bahwa sel tersebut
positif terhadap STRO-1 dan merupakan sel punca mesenkim.
Selanjutnya sel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu, kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan adalah kelompok sel yang dipapar
dengan bahan uji/ senyawa bioaktif yaitu Triple Antibiotic Paste (TAP),
Ledermix® dan kalsium hidroksida bubuk murni (Ca(OH)2), dengan konsentrasi
masing-masing 0.1mg/ml dan 1mg/ml. Gambaran mikroskopis kelompok kontrol
dan perlakuan setelah diinkubasi selama 2 hari pada 96-wellplate dapat dilihat
pada gambar 5.2 - 5.5.
Gambar 5.2. Gambaran mikroskopis sel kelompok kontrol dengan medium pada 96-
wellplate setelah inkubasi selama 2 hari dengan pembesaran 32x
A B
Gambar 5.3. Gambaran mikroskopis sel kelompok perlakuan yang dipapar TAP dengan medium
pada 96-wellplate setelah inkubasi selama 2 hari dengan pembesaran 32x. (A) Kelompok
perlakukan yang dipapar TAP 0.1 mg/ml, (B) Kelompok perlakukan yang dipapar TAP 1 mg/ml.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
42
A B
Gambar 5.4. Gambaran mikroskopis sel kelompok perlakuan yang dipapar Ledermix® dengan
medium pada 96-wellplate setelah inkubasi selama 2 hari dengan pembesaran 32x. (A) Kelompok
perlakukan yang dipapar Ledermix® 0.1 mg/ml, (B) Kelompok perlakukan yang dipapar
Ledermix® 1 mg/ml.
A B B
Gambar 5.5. Gambaran mikroskopis sel kelompok perlakuan yang dipapar Ca(OH)2 dengan
medium pada 96-wellplate setelah inkubasi selama 2 hari dengan pembesaran 32x. (A) Kelompok
perlakukan yang dipapar Ca(OH)2 0.1 mg/ml, (B) Kelompok perlakukan yang dipapar Ca(OH)2 1
mg/ml.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
43
Tabel 5.1. Nilai rerata OD dan persentase viabilitas sel kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
Konsentrasi 1 mg/ml
TAP 0.121 ± 0.003 37.2 ± 0.9**
Ledermix® 0.024 ± 0.006 7.4 ± 1.8*
Ca(OH)2 0.097 ± 0.014 29.8 ± 4.3
Keterangan Tabel 5.1:
Nilai viabilitas sel yang dipapar dengan larutan bahan tanpa perendaman berkonsentrasi 0.1 mg/ml
yang tertinggi (**) adalah Ca(OH)2 dan yang terendah (*) adalah Ledermix®, sedangkan yang
dipapar dengan larutan berkonsentrasi 1 mg/ml nilai tertinggi adalah TAP dan yang terendah tetap
Ledermix®.
Tabel 5.1 menunjukkan nilai viabilitas sel yang dipapar dengan larutan
bahan uji tanpa perendaman. Pada kelompok sel yang dipapar dengan bahan uji
berkonsentrasi 0.1 mg/ml, nilai yang tertinggi dicapai oleh Ca(OH)2 (45.5% ±
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
44
5.8%) dan yang terendah adalah Ledermix® (15.1% ± 3.4%). Kemudian pada sel
yang dipapar dengan bahan uji berkonsentrasi 1 mg/ml nilai tertinggi adalah TAP
dan yang terendah tetap Ledermix®.
Tabel 5.2. Nilai kemaknaan viabilitas sel kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok
kontrol. (P < 0.05)
Pada Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dari pemaparan larutan bahan uji tanpa
perendaman dengan konsentrasi 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml, viabilitas sel semua
kelompok perlakuan lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok kontrol dan
secara statistik perbedaan itu bermakna (P < 0.05).
Tabel 5.3. Nilai kemaknaan perbandingan viabilitas sel antara kelompok perlakuan yang dipapar
dengan bahan uji dengan konsentrasi 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml. (P < 0.05)
TAP 1.000
Ledermix® 0.000*
Ca(OH)2 0.000*
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
45
Tabel 5.4. Nilai kemaknaan perbandingan viabilitas sel kelompok perlakuan TAP, Ledermix®, dan
Ca(OH)2 berdasarkan pengelompokan konsentrasi bahan uji. (P < 0.05)
Pada tabel 5.4 dapat dilihat bahwa viabilitas sel yang dipapar dengan
bahan uji berkonsentrasi 0.1 mg/ml, kelompok perlakuan TAP (42.8%) lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan Ledermix® (15.1%), begitu juga
dengan kelompok perlakuan TAP konsentrasi 1 mg/ml (37.2%) nilainya lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan Ledermix® (7.4%), perbedaan ini
berbeda secara statistik. Sama halnya dengan perbandingan viabilitas sel
kelompok perlakuan Ca(OH)2 semua konsentrasi lebih tinggi dibandingkan
dengan Ledermix® dan perbedaannya bermakna secara statistik. Sedangkan nilai
viabilitas sel pada kelompok perlakuan Ca(OH)2 semua konsentrasi lebih rendah
dibandingkan dengan nilai pada kelompok perlakuan TAP, namun perbedaannya
tidak bermakna secara statistik.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
46
BAB 6
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini digunakan kultur primer sel punca mesenkim pulpa
(DPSC) sesuai dengan pernyataan Perez dkk (2003) bahwa hasil penggunaan sel
primer untuk menguji suatu bahan endodontik akan jauh lebih mendekati keadaan
yang sebenarnya jika dibandingkan dengan sel sekunder.61 Sel yang umum
digunakan dalam penelitian regeneratif adalah sel punca yang berasal dari papila
apikal (SCAP), karena SCAP memiliki kemampuan proliferasi yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan DPSC.62 Namun, pada penelitian ini digunakan DPSC
karena sel ini masih membawa informasi morfogenetik yang berasal dari SCAP.
DPSC merupakan suatu kesatuan dengan SCAP yang dipisahkan oleh apical cell
rich zone pada tahap odontogenesis, khususnya pada gigi imatur dengan apeks
akar yang belum menutup sempurna.63 Chuensombat dkk (2013) juga menyatakan
bahwa DPSC mungkin dapat bertahan di dalam saluran akar yang terinfeksi
sehingga terdapat kemungkinan bahwa DPSC adalah sel yang mengalami
regenerasi.64 Selain itu, volume DPSC lebih banyak sepuluh kali lipat
dibandingkan dengan sel primer dari SCAP, mempunyai tingkat kontaminasi yang
Universitas Indonesia
46
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
47
lebih rendah karena letaknya lebih ke koronal dari ujung apeks gigi, sehingga
meminimalisasi risiko kontak dengan lingkungan luar pada saat pengambilan.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
48
Pada Tabel 5.1, dapat dilihat bahwa nilai viabilitas sel pada kelompok
perlakuan Ledermix® sangat rendah yaitu dibawah 30%. Berdasarkan kriteria
Dahl, kondisi tersebut termasuk dalam kategori toksisitas tinggi.57 Ledermix®
dengan konsentrasi 1 mg/ml juga secara signifikan menurunkan viabilitas sel lebih
rendah dibandingkan dengan konsentrasi 0.1 mg/ml. Hal ini didukung oleh
penelitian Taylor dkk (2009) pada sel fibroblas tikus, yang menunjukkan bahwa
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
49
Ledermix® dapat mematikan sel pada konsentrasi sangat rendah yaitu 0.001
mg/ml.20 Sifat sitotoksik dari Ledermix® khususnya dari komponen
kortikosteroidnya adalah dengan menghambat fagositosis dan sintesis DNA/
protein dalam proses mitosis sel. Sehingga replikasi sel terhambat dan proses
penyembuhan terganggu.20, 69
Hal ini dibuktikan oleh Oliveira dkk (2009) yang
menggunakan sel pulpa tikus yang dipapar dengan kortikosteroid-antibiotik
(Otosporin®) selama 72 jam menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam proses
penyembuhan jaringan setelah perawatan.70 Namun Taylor dkk (2009)
menyatakan bahwa efek toksiknya dapat dihambat dengan cara dicampur dengan
Pulpdent® (kalsium hidroksida). Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan
Ledermix® sebagai medikamen dalam prosedur endodontik regeneratif harus
dihindari karena dapat mengganggu proses regenerasi sel atau dapat digunakan
dengan konsentrasi yang sangat rendah dan dikombinasikan dengan kalsium
hidroksida.
Nilai viabilitas sel kelompok yang dipapar dengan Ca(OH)2 0.1 mg/ml
maupun 1 mg/ml juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Hal ini dapat disebabkan oleh pH kalsium hidroksida yang tinggi (pH =
12.5 – 12.8) dapat menyebabkan nekrosis sel/ jaringan segera setelah berkontak,
oleh karena itu dapat menghancurkan sel yang berpotensi untuk beregenerasi.17
Giro dkk (2010) meneliti efek kalsium hidroksida pada prosedur kaping pulpa
direk terhadap sel pulpa. Hasil dari penelitian ini ditemukan adanya lapisan
nekrosis koagulasi di bawah agen kaping pada semua kelompok perlakuan setelah
7 hari, namun sel-sel pulpa masih terdapat di dalam jaringan nekrotik ini dan
terdapat sedikit infiltrat sel peradangan. Kemudian setelah 30 hari, spesimen
menunjukkan pemanjangan sel monolayer normal yang berhubungan dengan
deposisi jaringan keras di dekat daerah luka.71 Sehingga dapat disimpulkan bahwa
Ca(OH)2 harus digunakan dalam jangka waktu panjang. Menurut Holland (1971)
pembentukan jaringan termineralisasi setelah berkontaknya kalsium hidroksida
dan jaringan dapat dilihat pada hari ke-7 sampai ke-10 setelah aplikasi, sedangkan
pada penelitian ini inkubasi setelah pemaparan bahan uji hanya 2 hari. Lama
pemaparan ini didasarkan dari jumlah sel yang ditanam sebanyak 5000 sel
membutuhkan waktu tumbuh confluent maksimal 48 jam di dalam 96 well plates.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
50
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini dilarutkan di dalam medium
kultur sampai didapatkan konsentrasi 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml. Pemilihan besarnya
konsentrasi ini didasarkan pada penelitian terdahulu oleh Ruparel dkk (2012) yang
menyatakan bahwa konsentrasi TAP diatas 1 mg/ml memiliki efek yang
mematikan. Konsentrasi bahan uji yang digunakan berpengaruh dalam
menurunkan viabilitas sel terutama pada kelompok perlakuan Ledermix® dan
Ca(OH)2. Namun pada kelompok perlakuan TAP, penurunan viabilitas sel tidak
berbeda bermakna secara statistik. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian
Ruparel dkk bahwa pada konsentrasi 1 mg/ml TAP memiliki efek toksik
sedangkan pada konsentrasi 0.1 mg/ml tidak terdeteksi adanya efek toksik
terhadap sel. Sedangkan Ca(OH)2 pada konsentrasi tinggi (100 mg/ml) pun dapat
meningkakan proliferasi/ viabilitas sel.10 Perbedaan dari hasil ini dapat disebabkan
oleh perbedaan metode yang digunakan dimana Ruparel dkk menggunakan cell
insert sehingga bahan tidak berkontak langsung dengan sel, sedangkan penelitian
ini menggunakan metode kontak langsung. Karena dengan kontak langsung
hasilnya akan lebih mendekati ke keadaan klinis dimana obat saluran akar yang
digunakan pada perawatan endodontik saat ini harus berkontak langsung supaya
efektif.
Obat saluran akar yang menurunkan viabilitas sel paling rendah di antara
ketiga bahan yang diuji berdasarkan hasil uji statistik adalah TAP dan Ca(OH)2.
Nilai viabilitas sel pada kelompok TAP berkonsentrasi 0.1 mg/ml lebih rendah
daripada Ca(OH)2 0.1 mg/ml. Sedangkan nilai viabilitas sel pada kelompok TAP
berkonsentrasi 1 mg/ml lebih tinggi daripada Ca(OH)2 1 mg/ml namun
perbedaannya tidak bermakna secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa TAP
dan Ca(OH)2 memiliki efek yang sama terhadap viabilitas sel DPSC.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga obat saluran akar yaitu
TAP, Ledermix®, dan Ca(OH)2 dapat menurunkan viabilitas sel punca mesenkim
pulpa. Penelitian in vitro ini, murni merupakan penelitian secara seluler yang tidak
dapat dibandingkan langsung dengan hasil penelitian in vivo ataupun dengan
keadaan klinis. Namun dari hasil pada penelitian ini, perlu diperhatikan bahwa
pemilihan bahan obat yang akan digunakan dalam perawatan regeneratif harus
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
51
sesuai dengan konsentrasi dan lama pemaparan sehingga efektif dari segi
antibakteri serta tidak sitotoksik terhadap sel punca. Selain itu, diperlukan
penelitian lebih lanjut baik secara in vivo pada hewan maupun manusia untuk
mengevaluasi kembali sitotoksisitas dan biokompatibilitasnya.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
52
BAB 7
7.1 Simpulan
7.2 Saran
52
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
53
DAFTAR REFERENSI
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
55
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
56
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
57
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
58
Lampiran 1
Kultur Sel
Sel pulpa dicincang, kemudian ditambahkan trypsin EDTA dan inkubasi 5 menit
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
59
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
60
Lampiran 2
Uji MTT
Setelah inkubasi selama 48 jam, bahan uji dibuang dari well. Senyawa 3-(4, 5-
Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide) (MTT) ditambahkan
sebanyak 100 µl.
Supernatan sel dibuang dan kristal formazan yang terbentuk dilarutkan dengan
etanol 70%. Pembacaan OD menggunakan microplate reader dengan panjang
gelombang 595 nm.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
61
Lampiran 3
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
62
Lampiran 4
Hasil Uji Statistik
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Bahan Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Nilai Kontrol .349 3 .830 3 .189
TAP 0.1 .314 3 .893 3 .363
TAP 1 .253 3 .964 3 .637
Ledermix 0.1 .276 3 .942 3 .537
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
63
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Nilai
Bonferroni
95% Confidence
Interval
Mean Difference Lower Upper
(I) Bahan (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound
Kontrol TAP 0.1 .186000* .012280 .000 .14057 .23143
TAP 1 .204333* .012280 .000 .15891 .24976
Ledermix 0.1 .276000* .012280 .000 .23057 .32143
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
64
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014