Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MATA KULIAH “EMBRIOLOGI”

MAKALAH

KELAINAN EMBRIO

Disusun oleh :
KELOMPOK 3
Hesti Utami NIM P07124321120
Ida Kurniawati NIM P07124321121
Ika Nurlailla Hidayati NIM P07124321122
Indah Baryanti NIM P07124321123
Isti Faiyah NIM P07124321124
Istifad Sri Purwanti NIM P07124321125
Istingatun Mubarokah NIM P07124321126
Istiyani Mubarokah NIM P07124321127
Khoirin Nur Arifah NIM P07124321128
Kristiyan Mulyani NIM P07124321129
Dosen Pembimbing :

Yuliantasari R.,S.SiT.M.Keb.

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

JURUSAN KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN YOGYAKARTA

TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah membrikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat meyelesaikan Makalah Kelainan Embrio ini.
Adapun tujuan dari penulisan Makalah ini untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Embriologi 2021, Prodi Kebidanan, Sarjana Terapan Kebidanan Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta. Selain itu, makalah ini disusun bertujuan untuk menambah wawasan bagi
pembaca sekaligus penulis.

Adapun dalam penyusunan laporan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Yuliantasari R.,S.SiT.M.Keb., selaku dosen pembimbing mata kuliah Embriologi ini dan
kepada teman-teman kelompok 3 yang selalu membantu dan bekerjasama dengan baik
untuk menyelesaikan makalah kelainan embrio ini. Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada seluruh pihak-pihak yang sudah membantu untuk menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Kami juga hendak mengucapkan terima kasih sebesar sebesarnya kepada
teman-teman kelas kami yang senantiasa memberikan informasi dan mendukung dalam
menyusun makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkan demi kesempurnaan makalah
ini dan untuk pengetahuan kami kedepannya. Kami berharap semoga makalah yang kami
susun ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.

Yogyakarta, 29 Juli 2021

2
DAFTAR ISI

Cover……………………………………………………………………………………….1

Kata Pengantar……………………………………………………………………………2

Daftar Isi…………………………………………………………………………………...3

BAB I : Pendahuluan…………………………………….………………………………..4

BAB II : Pembahasan……………………………………………………………………..6

BAB III : Kesimpulan……………………………………………………………………23

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………24

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gangguan perkembangan dimasa anak-anak berpotensi terjadi pada usia 0-12
tahun. Pada dasarnya, tiap-tiap tahap perkembangan memiliki potensi gangguan
perkembangan yang berbeda-beda, tergantung pada fase perkembangan yang dialami
disetiap usia anak. Masa anak merupakan dasar pembentukan fisik dan kepribadian pada
masa berikutnya. Dengan kata lain, masa anak-anak merupakan masa emas
mempersiapkan seorang individu mengahadapi tuntutan zaman sesuai potensinya. Jika
terjadi gangguan perkembangan, apapun bentuknya, deteksi yang dilakukan sedini
mungkin merupakan kunci penting keberhasilan program intervensi atau koreksi atas
gangguan yang terjadi. Semakin dini gangguan perkembangan terdeteksi, semakin tinggi
pula kemungkinan tercapainya tujuan intervensi.
Malformasi kongenital merupakan kelainan bawaan lahir karena selama didalam
rahim mengalami gangguan, baik gangguan oleh faktor genetik, faktor lingkungan,
maupun faktor genetik dan faktor lingkungan. Secara medis, usia muda merupakan usia
yang belum matang untuk melkukan perkawinan. Cacat bawaan merupakan suatu keadaan
cacat lahir pada neonatus yang tidak diinginkan kehadirannya oleh orang tua maupun
petugas medis.
Ilmu yang mempelajari sebab-sebab terjadinya malformasi kongenital adalah
teratologi. Teratologi merupakan cabang embriologi yang khusus mengenai pertumbuhan
struktural yang abnormal luar biasa. Oleh pertumbuhan abnormal luar biasa itu lahir bayi
atau dilahirkan janin yang cacat. Bayi yang lahir cacat hebat itu disebut monster. Kembar
dempet yang pertautannya parah sekali disebut monster duplex. Pada orang setiap 50
kelahiran hidup rata-rata 1 yang cacat. Sedangkan dari yang digugurkan perbandingan itu
jauh lebih tinggi. Perbandingan bervariasai sesuai dengan jenis cacat.
Teratogenesis adalah proses yang menyebabkan terjadinya berbagai bentuk
kelainan perkembangan embrio selama periode embrional yang disebabkan oleh factor-
faktor khemo-eksternal sehingga menyebabkan terjadinya cacat kelahiran. Konsep tentang
kelainan kongenital ada dua macam yaitu congenital malformation dan fetal injury.
Cacat kelahiran dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu cacat kelahiran yang
disebabkan oleh sebab-sebab genetik, cacat kelahiran sebagai akibat dari munculnya
banyak faktor genetik secara spontan dan faktor lingkungan tertentu, dan cacat kelahiran
yang disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan semata.

4
1.2. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian Teratologi dan Malformasi Kongenital?
2) Apa saja macam-macam kelainan perkembangan embriologi?
3) Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya kelainan perkembangan embriologi?

1.3. Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian dari Teratologi dan Malformasi Kongenital.
2) Untuk mengetahui macam-macam kelainan perkembangan embriologi.
3) Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya kelainan perkembangan
embriologi.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teratologi dan Malformasi Kongenital


Malformasi kongenital dan anomali kongenital adalah istilah-istilah sinonim yang
digunakan untuk menjelaskan gangguan struktural, perilaku, fungsional dan metabolik
yang ada sejak lahir. Kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan ilmu mengenai
penyakit-penyakit ini adalah teratorogi (Yun. Teratos: monster) dan dismorfologi.
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang
dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Kadang-kadang suatu kelainan
kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru
ditemukan beberapa saat setelah kelahiran bayi. Selain itu, pengertian lain tentang kelainan
sejak lahir adalah defek lahir, yang dapat berwujud dalam bentuk berbagai gangguan
tumbuh-kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis, intelektual dan kepribadian.
Cacat lahir adalah penyebab utama mortalitas bayi menyebabkan kematian bayi
sekitar 21%. Cacat lahir adalah penyebab utama kelima hilangnya tahun-tahun kehidupan
yang potensial sebelum 65 tahun dan penyumbang utama disabilitas. Cacat lahir juga
bersifat nondiskriminatorik, angka mortalitas yang disebabkan oleh cacat lahir sama untuk
orang Asia, Amerika, Afrika, Amerika Latin, kulit putih dan Amerika asli.
Pada 40-60% orang dengan cacat lahir, penyebabnya tidak diketahui. Namun
terdapat beberapa faktor yaitu faktor genetik, misalnya kelainan kromosom dan gen mutan
sekitar 15%, faktor lingkungan sekitar 10%, kombinasi faktor genetik dan lingkungan
(pewarisan multifaktor) 20-25%; dan kehamilan kembar 0,5-1%. Anomali minor terjadi
pada sekitar 15% bayi baru lahir. Pada kelainan struktural ini, misalnya mikrotia (telinga
kecil), bercak pigmen, dan fisura palpebra yang pendek, tidak dengan sendirinya
merugikan kesehatan, tetapi pada sebagian kasus, berkaitan dengan cacat mayor. Sebagai
contoh, bayi dengan satu anomali minor memiliki kemungkinan 3% mengidap malformasi
mayor, mereka yang memiliki dua anomali minor memiliki kemungkinan 10%, dan
mereka dengan tiga atau lebih anomaly minor memiliki kemungkinan 20%. Karena itu,
anomaly minor berfungsi sebagai petunjuk untuk mendiagnosis cacat lain yang lebih
serius. Secara khusus, anomal telinga adalah indikator cacat lain yang mudah dikenali dan
ditemukan pada hampir semua anak dengan malformasi sindromik.

6
Tabel Periode Kritis Perkembangan Janin. Sumber: Materi E-learning
Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi
FMIPA UNY 2009.
2.2 Macam-macam Kelainan Embriologi
Jenis Abnormalitas:
a. Malformasi terjadi selama pembentukan struktur, sebagai contoh, selama
organogenesis. Kelainan ini dapat menyebabkan ketiadaan suatu struktur secara total atau
parsial atau perubahan konfigurasi normal suatu struktur. Perkembangan awal dari suatu
jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan
terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Malformasi disebabkan oleh faktor
lingkungan dan atau genetik yang bekerja secara independen atau bersamaan. Kebanyakan
malformasi berawal pada minggu ketiha sampai kedelapan kehamilan. Beberapa contoh
malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit, defek penutupan
tuba neural, stenosis pylorus, spina bifida, dan defek sekat jantung.

Grafik 1.1 yang memperlihatkan waktu dalam kehamilan versus resiko cacat lahir yang
timbul. (Sumber: Karlinah, Nelly. dkk.)
Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi
mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan
fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor tidak

7
akan menyebabkan problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh pada
segi fisik. Malformasi pada otak, jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran cerna termasuk
malformasi mayor, sedangkan kelainan daun telinga, lipatan pada kelopak mata, kelainan
pada jari, lekukan pada kulit (dimple), ekstra putting susu adalah contoh dari malformasi
minor.

b. Disrupsi menyebabkan perubahan morfologis pada struktur yang sudah terbentuk dan
disebabkan oleh proses destruktif. Ini biasanya terjadi sesudah embryogenesis. Disrupsi
dapat disebabkan oleh iskemia, pendarahan atau perlekatan. Berbeda dengan deformasi
yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia,
perdarahan atau perlekatan. Misalnya helaian-helaian membran amnion, yang disebut
pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian tubuh, termasuk ekstrimitas,
jari-jari, tengkorak, serta muka.
c. Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh
yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal terjadi, misalnya
kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan
oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti primigravida,
panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar, contoh
Clubfeet disebabkan oleh penekanan di rongga amnion. Deformasi sering mengenai
sistem musculoskeletal dan mungkin pulih setelah lahir.
d. Sindrom adalah Kelainan kongenital dapat timbul secara tunggal (single), atau dalam
kombinasi tertentu. Bila kombinasi tertentu dari berbagai kelainan ini terjadi berulang-
ulang dalam pola yang tetap, pola ini disebut dengan sindrom. Istilah “syndrome”
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “berjalan bersama”. Pada pengertian yang lebih
sempit, sindrom bukanlah suatu diagnosis, tetapi hanya sebuah label yang tepat. Apabila
penyebab dari suatu sindrom diketahui, sebaiknya dinyatakan dengan nama yang lebih
pasti, seperti “Hurler syndrome” menjadi “Mucopolysaccharidosis type I”. Sindrom
biasanya dikenal setelah laporan oleh beberapa penulis tentang berbagai kasus yang
mempunyai banyak persamaan. Sampai tahun 1992 dikenal lebih dari 1.000 sindrom
dan hampir 100 diantaranya merupakan kelainan kongenital kromosom. Sedangkan
50% kelainan kongenital multipel belum dapat digolongkan ke dalam sindrom tertentu.
2.3 Faktor Penyebab Kelainan Embriologi
a. Faktor Lingkungan

8
Penelitian oleh N. Gregg bahwa campak Jerman yang mengenai ibu selama awal
kehamilan menyebabkan kelainan di mudigah, menjadi jelas bahwa malformasi kongenital
pada manusia juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan. Pada tahun 1961, pengamatan
oleh W. Lenz yang mengaitkan cacat anggota badan dengan obat sedative talidomid
menegaskan bahwa obat juga dapat melewati plasenta dan menimbulkan cacat
lahir.Contoh fokomelia. Cacat anggota badan ditandai oleh hilangnya tulang-tulang
panjang ekstremitas. Cacat ini sering disebabkan oleh obat talidomid. (Sumber: Karlinah,
Nelly. D

Gambar 1.1 Contoh fokomelia (Sumber: Karlinah, Nelly. dkk.)

9
10
Tabel 1. Teratogen yang berkaitan dengan malformasi pada manusia (Sumber: Karlinah,
Nelly. dkk.)
b. Agen Infeksi
Agen infeksi yang menyebabkan cacat lahir mencakup sejumlah virus. Rubela
dahulu merupakan masalah besar, tetap kemampuan kita untuk mendeteksi titer antibodi
dalam serum dan pembuatan vaksi telah secara bermakna menurunkan insidens cacat lahir
akibat virus ini. Saat ini sekitar 85% wanita sudah mempunyai kekebalan.
Sitomegalovirus adalah ancaman serius. Ibu sering tidak memperlihatkan gejala,
tetapi efek pada janin dapat parah. Infeksi sering mematikan, dan jika tidak dapat terjadi
maningoensefalitis virus yang menyebabkan retardasi mental.
Virus herpes simpleks, virus varisela dan virus imunodefisiensi manusia (human
immunodeficiency virus, HIV) dapat menyebabkan cacat lahir. Kelainan disebabkan herpes
jarang dijumpai, dan infeksi biasany ditularkan ke anak sebagai penykit kelamin sewaktu

11
proses kelahiran. Demikian juga, HIV penyebab sindrom omunodefisiensi didapat
(acquired immunodeficincy syndrome atau AIDS) tampaknya memiliki potensi
teratogenetik yang rendah. Infeksi oleh varisela menyebabkan insidens cacat lahir sebesar
20%.
c. Infeksi Virus Lain dan Hipertemia
Malformasi yang timbul setelah ibu terinfeksi oleh virus campak, gondongan,
hepatitis, poliomielitis, echovirus, virus coxsackie dan influenza. Studi-studi prospektif
menunjukkan bahwa angka malformasi setelah pajanan ke virus-virus ini rendah atau
bahkan tidak ada. Faktor yang ditimbulkan oleh virus-virus ini dan agen infeksi lain adalah
bahwa kebanyakan bersifat pirogenik dan peningkatan suhu tubuh (hipertemia) bersifat
teratogenik. Cacat yang ditimbulkan oleh meningkatnya suhu tubuh antara lain adalah
anensefalus, spina bifida, retardasi mental, mikroftalmia, bibir dan langit-langit sumbing,
defisiensi ekstremitas, omfalokel dan kelainan jantung. Selain penyakit demam, mandi
berendam air panas dan sauna dapat menghasilkan peningkatan suhu yang dapat
menyebabkan cacat lahir.
Taksoplasmosis dan sifilis menyebabkan cacat lahir. Hal ini terjadi ketika daging
yang dimasak kurang matang, hewan peliharaan, terutama kucing dan feses di tanah yang
tercemar dapat mengandung parasit protozoa Toxoplasmosis gondii. Gambaran khas
infeksi toksoplasma pada janin adalah klasifikasi otak.
d. Radiasi
Radiasi pengion mematikan sel-sel yang berpoliferasi pesat sehingga radiasi ini
adalah teratogen kuat, menimbulkan hampir semua jenis cacat lahir bergantung pada dosis
dan stadium perkembangan konseptus. Radiasi dari ledakan nuklir juga bersifat
teratogenik. Diantara para wanita hamil yang selamat dari ledakan bom atom di Hiroshima
dan Nagasaki, 28% mengalami abortus, 25% melahirkan anak yang meninggal dalam
tahun pertama kehidupannya dan 25% melahirkan anak dengan cacat lahir parah yang
mengenai sistem saraf pusat. Radiasi juga adalah agen mutagenic dan dapat menyebabkan
perubahan gen getik pada sel germinativum dan malformasi selanjutnya.
e. Bahan Kimia
Peran bahan kimia dan obat farmasi dalam terjadinya kelainan pada manusia sulit
dinilai karena dua alasan. Pertama, sebagian besar penelitian bersifat retrospektif,
mengandalkan ingatan ibu tentang riwayat pajanan. Kedua, wanita hamil mengonsumsi
banyak obat farmasi. Suatu studi oleh National Institutes of Health menemukan bahwa
wanita hamil menggunakan 900 obat yang berbeda dengan rata-rata 4 obat per wanita.

12
Hanya 20% wanita hamil yang tidak menggunakan obat selama kehamilan mereka. Bahkan
dengan penggunaan bahan kimia yang luas ini, relatif sedikit dari banyak obat yang
digunakan selama kehamilan yang terbukti positif bersifat tertogenik. Salah satu contoh
adalah talidomid, suatu obat antimual dan obat tidur. Pada tahun 1961, disadari di Jerman
Barat bahwa frekuensi amelia dan meromedia (ketiadaan sebagian atau seluruh
ekstremitas), suatu kelainan herediter yang jarang, mendadak meningkat. Pengamatan ini
mendorong dilakukannya pemeriksaan terhadap riwayat prenatal anak yang terkena dan
menyebabkan terungkapnya fakta bahwa banyak dari ibu tersebut yang menggunakan
talidomod pada awal kehamilan mereka. Hubungan sebab-akibat antara talidomid dan
meromeria terungkap hanya karena obat ini menimbulkan kelainan yang sedemikian tidak
lazim. Jika cacatnya adalah jenis yang lazim dijumpai, misal bibir sumbing atau
malformasi jantung, keterkaitan dengan obat mungkin mudah terlewatkan.

Gambar 1.2 Amelia dan Meromedia. (Sumber: Karlinah, Nelly. dkk.)


Obat lain dengan potensi teratogenetik adalah anti kejang difenilhidantion (fenition), asam
valproat dan trimetadion yang digunakan oleh wanita pengidap epilepsi. Secara spesifik,
trimetadion dan difenilhidantion menimbulkan spektrum kelainan yang luas yang
membentuk pola dismorfogenesis tersendiri yang dikenal sebagai sindrom trimetadion atau
sindrom hidantoion janin. Sumbing di wajah sering dijumpai pada sindrom ini. Asam
valproat juga menyebabkan kelainan kraniofasial tetapi memiliki kecenderungan khusus
untuk menimbulkan cacat tabung saraf.
Obat antipsikotik dan anti cemas (masing-masing adalah tranquilizer mayor dan
minor) dicurigai menimbulkan malformasi kongential. Antisipkotik fenotiazin dan lutium
dilaporkan bersifat teratogenetik. Meskipun bukti untuk teratogenitas fenitiazin saling
bertentangan, kekhawatiran akan lutium lebih terdokumentasi dengan baik. Bagaimanapun,
diduga kuat bahwa pemakaian obat-obat ini selama kehamilan membawa risiko tinggi.
Pengamatan serupa dijumpai pada obat-obat anticemas meprobamat,
klordiazepoksid dan diazepam (valium). Suatu penelitian prospektif memperlihatkan
bahwa anomali berat terjadi pada 12% janin yang terpajan ke meprobamat dan pada 11%

13
dari mereka yang terpajan ke klordiazepoksid, dibandingkan dengan 2,6% kontrol.
Demikian juga, penelitian-penelitian retrospektif membuktikan bahwa terjadi peningkatan
hampir empat kali lipat kejadian bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit sumbing
pada anak dari ibu yang menggunakan diazepam selama kehamilan.
Antikoagulan warfarin bersifat teratogenik, sedangkan heparin tampaknya tidak.
Obat anti hipertensi yang menghambat enzim pengubah angiotensin (inhibitor ACE)
menyebabkan retardasi pertumbuhan, disfungsi ginjal, kematian janin dan
oligohidramnion.
Kekhawatiran juga dilontarkan mengenai sejumlah senyawa lain yang mungkin
merusak mudigah atau janin. Yang paling menonjol diantara senyawa-senyawa ini adalah
propiltiourasil dan kalium iodida (gondok dan retardasi mental), streptomisin (tuli),
sulfonamid (kernikterus), anti depresan imipramin (cacat anggota badan), tetrasiklin
(anomali tulang dan gigi), amfetamin (bibir sumbing dan kelainan kardiovaskular), dan
kina (tuli). Yang terakhir, semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa aspirin
(salisilat), obat yang paling sering dikonsumsi selama kehamilan dapat membahayakan
janin jika digunakan dalam dosis tinggi.
Salah satu masalah yang semakin besar di masyarakat saat ini adalah efek obat-obat
‘pergaulan’, misalnya LSD (lysergic acid diethylamide), PCP (fenziklidin, atau “angel
dust”), mariyuana, alkohol, dan kokain. Pada kasus LSD, pernah dilaporkan anomali
anggota badan dan malformasi sistem saraf pusat. Namun, suatu ulasan komprehensif
terhadap lebih dari 100 publikasi mengarah kepada kesimpulan bahwa LSD murni yang
digunakan dalam dosis sedang tidak bersifat teratogenik dan tidak menyebabkan kerusakan
genetik. Kurangnya bukti yang menyimpulkan tertogenitas serupa juga dilaporkan untuk
mariyuana dan PCP. Kokain dilaporkan menyebabkan sejumlah cacat lahir, mungkin
melalui kerjanya sebagai vasokonstriktor yang menyebabkan hipoksia.
Terdapat bukti kuat tentang keterkaitan konsumsi alkohol oleh ibu hamil dan
kelainan kongenital. Karena alkohol dapat menyebabkan spektrum penyakit yang luas,
berkisar dari retardasi mental hingga kelainan struktural, digunakan istilah spektrum
penyakit alkohol janin (fetal alcohol spectrum disorder, FASD) untuk setiap cacat akibat
alkohol. Sindrom alkohol janin (fetal alcohol syndrome, FAS) mencerminkan akibat yang
parah dari spektrum ini mencakup cacat struktural, defisiensi pertumbuhan dan retardasi
mental.
Gangguan perkembangan saraf terkait alkohol (alcohol related
neurodevelopmental disorder, ARND) adalah yang lebih ringan. Insidens FAS dan ARND

14
bersama-sama adalah 1 dari 100 kelahiran hidup. Selain itu, alkohol merupakan penyebab
utama retardasi mental. Merokok belum pernah dilaporkan berkaitan dengan cacat lahir
mayor, tetapi merokok berperan menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterus dan
pelahiran preamtur. Juga terdapat bukti bahwa merokok menyebabkan gangguan perilaku.

Gambar 1.3 Gambaran khas anak dengan sindrom alkohol janin. (Sumber: Karlinah,
Nelly. dkk.)
Isotretinoin (asam 13-sis-retinoat), suatu analog vitamin A, dibuktikan
menyebabkan malformasi dengan pola khas yang dikenal sebagai embriopati isotretinion
atau embriopati vitamin A. Obat ini diresepkan untuk terapi akne kistik dan dermatomis
kronis lain, tetapi sangat teratogenik dan dapat menimbulkan pasir hampir semua jenis
cacat. Bahkan retinoid topikal, misalnya etretinat, berpotensi menimbulkan kelainan.
Dengan gencarnya anjuran pemakaian multivitamin yang mengandung asam folat saat ini,
timbul kekhawatiran bahwa pemakaian berlebihan suplemen vitamin dapat
membahayakan, karena sebagian besar suplemen tersebut mengandung sekitar 8.000 IU
vitamin A. Masih diperdebatkan sebenarnya berapa jumlah vitamin A yang dianggap
membahayakan, tetapi kebanyakan ilmuwan sepakat bahwa 25.000 IU adalah kadar
ambang untuk teratogenisitas.

f. Hormon
1) Obat andogenik
Dahulu, progestin sintetis șering digunakan sełama kehamilan untuk mencegah
abortus. Progestin etisteron dan noretisteron memiliki aktivitas androgenik yang cukup

15
dan telah banyąk dilaporkan kasus maskulinasi genitalia pada mudigah perempuan.
Kelainan klitoriș disertai penyatuan lipatan labioskrotum dengan deraiat bervariasi,
2) Endokrine disrupters
Endocrine disrupterș adalah bahan ekșogen yang mengganggu regulatorik hormon
normal yang mengontrol perkembangan. Bahan-bahan ini paling sering mengintervensi
ketika melalui reseptomya dan menyebabkan kelainan perkembangan sistem saraf pusat
dan saluran reproduksi, Selam beberapa waktu, telah diketahul bahwa sintesis
dietilstilbesterol yang duhulu digunakan untuk mencegah abortus, meningkatkan insidens
karsinoma vagina dan serviks pada wanita yang terpajan di Obat ini sewaktu di datam
kandungan, șeiain itu banyak dari wanita ini mengalami disfungsi yang sebagian
disebabkan oleh malformasi kongenital uterus tuba uterina, dan vagina bagian atas.
Mudigah laki-laki terpajanin utero juga dapat terpengaruhi, seperti dibuktikan oleh
meningkatnvamalformasi testis dankelainan pada hasil analisis sperma. Namunr berbeda
dengan wanita, pria tidak memperlihatkan peningkatan resiko mengidapkarnisoma saluran
genitaÌia. Saat ini, estrogen dalam lingkunganlah yang menimbulkan kekhawatiran dan
banyak studi dilakukan untuk menentukan efek bahan ini pada janin. Berkurangnya hitung
sperma dan meningkatnya insidens kanker testis, hipospadia dan kelainan lain saluran
reproduksi pada manusia, bersama dengan kelainan sistem saraf pusat (maskulinisasi otak
wanita dan feminisasi otak pria) pada spesies lain akibat pajanan lingkungan yang tinggi,
menimbulkan kesadaran akan kemungkinan efek merugikan dari bahan-bahan ini banyak
estrogen yang berasal dari bahan kimia yang digunkan untuk tujuan industri dan dari
pestisida.
3) Kontrasepsi Oral
Pil Keluarga berencana, yang mengandung estrogen dan progesteron, tampaknya
memiliki potensi teratogenik yang rendah. Namun, karena hormon lain seperti
dietilstilbestrol menimbulkan kelainan, pemakaian kontrasepsi oral harus dihentikan jika
dicurigai terjadi kehamilan.
g. Kortison
Penelitian eksperimental telah berulang kali membuktikan bahwa kortison yang
disuntikkan kedalam mencit dan kelinci pada tahap-tahap tertentu kehamilan menyebabkan
peningkatan insidens langit-langit sumbing pada bayi hewan ini. Namun, pada manusia
sulit dibuktikan bahwa kortison adalah faktor lingkungan yang menyebabkan sumbing.
h. Penyakit Ibu

16
a) Diabetes
Gangguan metabolisme karbohidrat selama kehamilan pada pengidap diabetes
menyebabkan peningkatan insidens lahir-mati, kematian neonatus, bayi yang terlalu besar
dan malformasi kongenital. Risiko anomali kongetinal pada anak dari ibu pengidap
diabetes adalah tiga sampai empat kali lebih banyak dibandingkan anak dari ibu
nondiabetik dan pernah dilaporkan hingga setinggi 80% pada anak dari ibu yang telah lama
mengidap diabetes. Malformasi pernah ditemukan antara lain disgenesis kaudal
(sirenomelia).
Faktor-faktor yang berperan menimbulkan kelainan ini belum diketahui pasti,
namun bukti-bukti menunjukkan bahwa perubahan kadar glukosa berperan dan bahwa
insulin tidak bersifat teratogenik. Dalam hal ini terdapat korelasi signifikan antara
keparahan dan lama penyakit ibu dan insidens malformasi. Pengendalian ketat
metabolisme ibu dengan terapi insulin yang agresif sebelum konsepsi dapat mengurangi
kejadian malformasi. Namun, terapi isnulinyang agresif sebelum konsepsi dapat
mengurangi kejadian malformasi. Namun terapi inimeningkatkan keparahan hipoglikemia.
Banyak penelitian pada hewan menunjukkan bahwa sewaktu gastrulasi dan neurulasi,
mudigah mamalia bergantung pada glukosa sebagai sumber energi, sehingga bahkan
episode singkat penurunan gula darah dapat bersifat teratogenik. Karena itu menanganai
wanita diabetes yang hamil kita perlu berhati-hati. Pada kasus diabetes non-dependen
insulin, obat hipoglikemik oral dapat digunkaan. Obat-obat ini anatara lain adalah
sulfonilurea dan biguanid. Kedua kelas obat tersebut pernah dilaporkan sebagai teratogen.
b) Fenilketonuria
Ibu dengan fenilketonuria (PKU) yaitu defisiensi enzim fenilalanin serum, berisiko
memiliki bayi dengan retardasi mental, mikrosefalus dan cacar jantung. Wanita dengan
pku yang mengonsumsi diet rendah fenilalalnin sebelum konsepsi dapat menurunkan
risiko bagi bayi mereka setara dengan yang diamati pada populasi umum.
c) Defisiensi Gizi
Meskipun banyak defisiensi nutrisi, terutama defisiensi vitamin, telah terbukti
bersifat teratogenik pada hewan percobaan, bukti pada manusia jarang dikemukakan,
karena itu, keculai kretinisme endemik yang berkaitan dengan defisiensi iodium, belum
ada analog terhadap eksperimen pada hewan yang pernah ditemukan. Namun, bukti-bukti
menyiratkan bahwa kekurangan gizi pada ibu sebelum dan selama kehamilan berperan
menyebabkan berat badan lahir rendah dan cacat lahir.

17
d) Obesitas
Obesitas telah mencapai tingkat epidemik di amerika serikat dan angkanya
meningkat hampir dua kali lipat dalam 15 tahun terakhir. Obesitan prakehamilan
didefinisikan sebagai indeks masa tubuh IMT >30kg/m2, berkaitan dengan peningkatan dua
sampai tiga kali lipat risiko melahirkan anak dengan cacat tabung saraf. Hubungan sebab-
akibatnya belum dipastikan tetapi mungkin berkaitan dengan gangguan metabolisme ibu
yang mengenai glukosa, insulin atau faktor lain. Studi-studi juga memperlihatkan bahwa
obesitas prakehamilan mengkatkan risiko memiliki bayi dengan cacat jantung, omfalokel
dan anomaly multipel.
e) Hipoksia
Pada berbagai hewan percobaan, hipoksia menginduksi malformasi kongenital.
Masih perlu dibuktikan apakah hal ini juga berlaku pada manusia. Meskipun anak yang
lahir di daratan yang relatif tinggi biasanya berat badannya lebih ringan dan kecil
dibandingkan dengan mereka yang lahir didekat atau setinggi permukaan laut, belum
ditemukan adanya peningkatan insidens malformasi kongenital. Selain itu, wanita penyakit
kardiovaskular tipe sianotik sering melahirkan bayi kecil, tetapi biasanya tanpa malformasi
kongenital yang nyata.
i. Logam berat
Beberapa tahun yang lalu, para peneliti di Jepang mencatat bahwa sejumlah ibu
yang makanannya terutama terdiri dari ikan melahirkan anak dengan gejala neurologis
mutipel mirip cerebral palsu. Pemeriksaan lebih lanjut memperlihatkan bahwa ikan yang
mereka mengandung merkuri organik dengan kadar sangat tinggi. Merkuri ini dialirkan ke
teluk minamata dan perairan tepi pantai lainnya dijepang oleh industri-industri besar,
banyaak dari ibu itu sendiri memperlihatkan gejala-gejala yang menunjukkan bahwa janin
lebih peka terhadap merkuri dibandingkan dengan ibu mereka.
j. Teratogenesis Yang diperantarai Oleh pria

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pajanan ke bahan kimia dan bahan Iain,
misal etilnitrosourea dan radiasi; dapat menyebabkan mutase pada sel germinativum pria.
Penelitian epidemiologis mengaitkan pajanan ke merkuri, timbal, pelarut, alcohol,
merokok dan senyawa Iain dari lingkungan dan pekerjaan ayah dengan abortus spontan,
berat badan lahir rendah, dan cacat lahir. Usia ayah yang lanjut adalah faktor yang
meningkatkan resiko cacat ekstremitas dan cacat tabung saraf, sindrom down, serta mutasi-
mutasi dominan otosom baru. Yang menarik, pria yang berusia kurang dari 20 tahun

18
memiliki risiko relatif lebih tinggi menjadi ayah dari anak cacat lahir Bahkan penularan
toksisitas Yang diperantarai oleh ayah dapat terjadi melalui cairan semen dan dari
pencemaran barnag-barang rumah tangga oleh bahan kimia yang terbawa di baju kerja
ayah. Penelitian juga memperlihatkan bahwa pria dengan Cacat lahir itu sendiri memiliki
risiko lebih dari dua kali lipat memiliki anak yang juga terkena.

2.4. Beberapa Kelainan Kongenital yang Dapat Dijumpai


1. Spina Bifida

Spina Bifida termasuk dalam kelompok neural tube defect yaitu suatu celah pada
tulang belakang yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup
atau gagal terbentuk secara utuh. Kelainan ini biasanya disertai kelainan di daerah lain,
misalnya hidrosefalus, atau gangguan fungsional yang merupakan akibat langsung spina
bifida sendiri, yakni gangguan neurologik yang mengakibatkan gangguan fungsi otot dan
pertumbuhan tulang pada tungkai bawah serta gangguan fungsi otot sfingter.

2. Labiopalatoskisis (Celah Bibir dan Langit-langit)

Labiopalatoskisis adalah kelainan kongenital pada bibir dan langit-langit yang


dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan atau
penyatuan struktur fasial embrionik yang tidak lengkap. Kelainan ini cenderung bersifat
diturunkan (hereditary), tetapi dapat terjadi akibat faktor non-genetik. Palatoskisis adalah
adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan

19
palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi potensial meliputi infeksi, otitis
media, dan kehilangan pendengaran.

3. Hidrosefalus

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya


cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel dan dapat diakibatkan oleh gangguan reabsorpsi LCS
(hidrisefalus komunikans) atau diakibatkan oleh obstruksi aliran LCS melalui ventrikel dan
masuk ke dalam rongga subaraknoid (hidrosefalus non komunikans). Hidrosefalus dapat
timbul sebagai hidrosefalus kongenital atau hidrosefalus yang terjadi postnatal. Secara
klinis, hidrosefalus kongenital dapat terlihat sebagai pembesaran kepala segera setelah bayi
lahir, atau terlihat sebagai ukuran kepala normal tetapi tumbuh cepat sekali pada bulan
pertama setelah lahir. Peninggian tekanan intrakranial menyebabkan iritabilitas, muntah,
kehilangan nafsu makan, gangguan melirik ke atas, gangguan pergerakan bola mata,
hipertonia ekstrimitas bawah, dan hiperefleksia. Etiologi hidrosefalus kongenital dapat
bersifat heterogen. Pada dasarnya meliputi produksi cairan serebrospinal di pleksus
korioidalis yang berlebih, gangguan absorpsi di vilus araknoidalis, dan obsruksi pada
sirkulasi cairan serebrospinal.

4. Anensefalus

20
Anensefalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan
otak tidak terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang terjadi pada
awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak.
Salah satu gejala janin yang dikandung mengalami anensefalus jika ibu hamil mengalami
polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak). Prognosis untuk kehamilan
dengan anensefalus sangat sedikit. Jika bayi lahir hidup, maka biasanya akan mati dalam
beberapa jam atau hari setelah lahir.

5. Omfalokel

Omfalokel adalah kelainan yang berupa protusi isi rongga perut ke luar dinding
perut sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam suatu kantong. Omfalokel terjadi akibat
hambatan kembalinya usus ke rongga perut dari posisi ekstra-abdominal di daerah
umbilicus yang terjadi dalam minggu keenam sampai kesepuluh kehidupan janin.
Terkadang kelainan ini bersamaan dengan terjadinya kelainan kongenital lain, misalnya
sindrom down. Pada omfalokel yang kecil, umumnya isi kantong terdiri atas usus saja
sedangkan pada yang besar dapat pula berisi hati atau limpa.

6. Hernia Umbilikalis

Hernia umbilikalis berbeda dengan omfalokel, yaitu kulit dan jaringan subkutis
menutupi benjolan herniasi pada defek tersebut, pada otot rektus abdominis ditemukan
adanya celah. Hernia umbilikalis bukanlah kelainan kongenital yang memerlukan tindakan

21
dini, kecuali bila hiatus hernia cukup lebar dan lebih dari 5 cm. Hernia umbilikalis yang
kecil tidak memerlukan penatalaksanaan khusus, umumnya akan menutup sendiri dalam
beberapa bulan sampai 3 tahun.

8. Atresia Esofagus

Dari segi anatomi, khususnya bila dilihat bentuk sumbatan dan hubungannya
dengan organ sekitar, terdapat bermacam-macam penampilan kelainan kongenital atresia
esophagus, misalnya jenis fistula trakeo-esofagus. Dari bentuk esofagus ini yang terbanyak
dijumpai (lebih kurang 80%) adalah atresia atau penyumbatan bagian proksimal esofagus
sedangkan bagian distalnya berhubungan dengan trakea sebagai fistula trakeo-esofagus.
Secara klinis, pada kelainan ini tampak air ludah terkumpul dan terus meleleh atau
berbusa, pada setiap pemberian minum terlihat bayi menjadi sesak napas, batuk, muntah,
dan biru.

9. Atresia dan Stenosis Duodenum

Pada kehidupan janin, duodenum masih bersifat solid, perkembangan selanjutnya


berupa vakuolisasi secara progresif sehingga terbentuklah lumen. Gangguan pertumbuhan
inilah yang menyebabkan terjadinya atresia atau stenosis duodenum sering kali diikuti
kelainan pankreas anularis. Pada pemeriksaan fisis tampak dinding perut yang memberi
kesan skafoid karena tidak adanya gas atau cairan yang masuk ke dalam usus dan kolon.

10. Atresia Ani

22
Patofisiologi kelainan kongenital ini disebabkan karena adanya kegagalan
kompleks pertumbuhan septum urorektal, struktur mesoderm lateralis, dan struktur
ectoderm dalam pembentukan rektum dan traktus urinarius bagian bawah. Secara klinis
letak sumbatan dapat tinggi, yaitu di atas muskulus levator ani, atau letak rendah di bawah
otot tersebut. Pada bayi perempuan umumnya (90%) ditemukan adanya fistula yang
menghubungkan usus dengan perineum atau vagina, sedangkan pada bayi laki-laki
umumnya fistula tersebut menghubungkan bagian ujung kolon yang buntu dengan traktus
urinarius. Bila anus imperforata tidak disertai adanya fistula, maka tidak ada jalan ke luar
untuk udara dan mekonium, sehingga perlu segera dilakukan tindakan bedah.

23
BAB III
KESIMPULAN

1. Malformasi kongenital merupakan kelainan bawaan lahir karena selama didalam


rahim mengalami gangguan, baik gangguan oleh faktor genetik, faktor lingkungan,
maupun faktor genetik dan faktor lingkungan. Ilmu yang mempelajari sebab-sebab
terjadinya malformasi kongenital adalah teratologi. Teratologi merupakan cabang
embriologi yang khusus mengenai pertumbuhan struktural yang abnormal luar biasa.
2. Macam-macam kelainan perkembangan embriologi dibagi menjadi 4 yaitu
malformasi, disrupsi, deformasi dan syndrome.
3. Terdapat banyak faktor yang menjadi penyebab kelainan perkembangan embriologi
yaitu: faktor lingkungan, agen infeksi, infeksi virus lain dan hipertemia, radiasi,
bahan kimia, hormon, penyakit ibu, logam berat. Teratogenesis juga diperantarai
oleh pria.

24
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2014. Tinjauan Pustaka kelainan perkembangan embrio. Universitas Sumatra
Utara. Pdf (Online). Diakses pada tanggal 28 Juli 2021.
Chung, Wendy. 2004. Teratogens and Their Effects, (Online),
(http://www.columbia.edu/itc/hs/medical/humandev/2004/Chpt23-Teratogens.pdf),
diakses pada 27 Juli 2021.
Ciptono. 2009. Reproduksi dan Embriologi Hewan: Teratogenesis, (Online),
(http://besmart.uny.ac.id/mod/resource/view.php?inpopup=true&id=4754), diakses
pada 29 Juli 2021.
Fitianingsih, Sri, Peni. 2012. Waspada Terhadap Bahan-Bahan Yang Berpotensi
Teratogen Pada Kehamilan. Bandung: Universitas Islam Bandung.
Nelly Karlinah., Efrida Yanti dan Nuriah Arma. 2015. Bahan Ajar Embriologi Manusia.
Edisi 1. Yogyakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai