DAN PENATALAKSANAANNYA
Disusun Oleh :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Asuhan Bayi Baru Lahir, Neonatal, Bayi, Anak Balita dan Anak Prasekolah.
Adapun judul dari makalah ini adalah Asuhan Neonatus dengan Kelainan Bawaan.
Penulis menyadari adanya kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran kepada pembaca untuk menyempurnakan makalah ini. Atas
perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia/pasangan tentunya ingin mempunyai anak yang sempurna baik secara
fisik maupun psikis. Namun dalam kenyatanya masih banyak kira jumpai bayi dilahirkan
dengan keadaan cacat bawaan/kelainan kongenital. Kelainan kongenital adalah kelainan
dalam pertumbuhan janin yang terjadi sejak konsepsi dan selama dalam kandungan.
Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi sejak
konsepsi dan selama dalam kandungan. Diperkirakan 10-20% dari kematian janin dalam
kandungan dan kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Khusunya pada
bayi berat badan rendah diperkirakan kira-kira 20% diantaranya meninggal karena
kelainan kongenital dalam minggu pertama kehidupannya.
Mortalitas dan morbiditas pada bayi pada saat ini masih sangat tinggi pada bayi yang
mengalami penyakit bawaan. Diharapkan seorang bidan dapat melakukan penanganan
secara terpadu setidaknya dapat memberikan pertolongan pertama dengan dapat untuk
menekan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, tetapi jika kondisi lebih parah kita
harus melakukan rujukan.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian kelainan congenital/kelainan bawaan pada neonatus.
2. Mengetahui penyebab kelainan congenital/kelainan bawaan pada neonatus.
3. Mengetahui jenis kelainan congenital pada neonatus dan penatalaksanaannya.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kelainan bawaan pada neonatus ?
2. Apakah penyebab kelainan bawaan pada neonatus ?
3. Apa saja kelainan bawaan pada neonatus serta bagaimana penatalaksanaannya?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas
kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang
bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang
sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya
kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-
langkah selanjutya. Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran,
maka telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama
kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya.
Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma
down. Kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma turner.
2. Faktor Infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi
pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Infeksi pada
trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula
meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada
trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan
kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai
tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan.
3. Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat
menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan
terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum
wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya
dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum
banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester
pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali.
4. Faktor Hormonal
5. Faktor Gizi
Kekurangan beberapa zat yang pnting selama hamil dapat menimbulkan pada
janin. Frekuensi kelainan kongenital lebih tinggi pad ibu-ibu dengan gizi yang
kurang selama kehamilan. Salah satu zat dalam pertumbuhan janin adalah asam
folat. Kekurangan asam folat dapat meningkatkan resiko terjadinya spina bifida
atau kelainan tabung saraf lainnya.
6. Faktor-Faktor Lain
Gambar 1 : Labioskizis
b. Klasifikasi
b.1 Unilateral Incomplete : jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi
bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
b.2 Unilateral Complete : jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu
sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
b.3 Bilateral Complete : Jika celah sumbng terjadi di kedua sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung. (Wahid,2012)
c. Penatalaksanaan
Usia Tindakan
iii. Bila usia anak sudah mencapai 1-4 tahun dilakukan evaluasi
berbicara
dan usia 6 tahun evaluasi gigi dan rahang.
iv. Fasilitasi tumbuh kembang anak.
v. Ajarkan cara mencegah komplikasi (menjaga kebersihan area
operasi,
meminimalisisr gerakan yang dapat menyebabkan luka operasi
terbuka).
2. Atresia Esophagus
a. Pengertian
Atresia esofagus adalah kelainan kongenital pada kontinuitas
esophagus dengan/tanpa hubungan dengan treakea atau esophagus yang tidak
terbentuk secara sempurna.
b. Klasifikasi
1) Tipe I
Atresia esofagus : Ujung esofagus terpisah jauh dan tanpa hubungan ke
trakea.
2) Tipe II
Ujung asofagus terpisah jauh dan bagian proksimal TracheaEsofagus
terdapat fistula sehingga menghubungkan proksimal TE dengan trakea.
3) Tipe III
Ujung asofagus terpisah jauh dan bagian distal TracheaEsofagus terdapat
fistula sehingga menghubungkan distal TE dengan trakea.
4) TIPE IV
Ujung asofagus terpisah jauh namun kedua segmen esophagus atas dan
bawah dihubungkan ke trakea.
5) TIPE V
Trachea Esophagus dihubungkan dengan fistula ke trakea dengan esofagus
tetap menyatu.
c. Etiologi
Tidak diketahui secara pasti, hal ini terjadi karena gangguan perkembangan
jaringan pemisah antara trakea dan oesofagus yang dibentuk selama minggu
ke 4-6 kehidupan embrional.
d. Penatalaksanaan
1) Semua pemberian makan/minum lewat mulut segera dihentikan.
2) Segera pasang kateter ke dalam esofagus.
3) Operasi perbaikan fistula dan penyambungan oesofagus.
4) Bayi dengan atresia esofagus perlu pembedahan.
Gambar 4 : Hischprung
a. Pengertian
Penyakit Hisprung atau Hirschsprung Disease adalah suatu kondisi langka
yang menyebabkan feses menjadi terjebak di dalam usus besar. Bayi baru lahir
yang memiliki Megacolon congenital, nama lain penyakit Hirschsprung, akan
mengalami kesulitan buang air besar, tinja banyak tertahan dalam usus besar
sehingga terlihat perutnya membuncit.
b. Gejala
1) Periode neonatus
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen.
Terdapat 90% lebih kasus bayi dengan penyakit Hirchsprung tidak dapat
mengeluarkan mekonium pada 24 jam pertama, kebanyakan bayi akan
mengeluarkan mekonium setelah 24 jam pertama (24-48 jam). Muntah
bilious (hijau) dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang apabila
mekonium dapat dikeluarkan segera. Bayi yang mengonsumsi ASI lebih
jarang mengalami konstipasi, atau masih dalam derajat yang ringan karena
tingginya kadar laktosa pada payudara, yang akan mengakibatkan feses jadi
berair dan dapat dikeluarkan dengan mudah. (Kessman, 2008)
2) Periode anak-anak
Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada beberapa
kasus dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga usia kanak-kanak
(Lakhsmi, 2008). Gejala yang biasanya timbul pada anak-anak yakni,
konstipasi kronis, gagal tumbuh, dan malnutrisi. Pergerakan peristaltik usus
dapat terlihat pada dinding abdomen disebabkan oleh obstruksi fungsional
kolon yang berkepanjangan. Selain obstruksi usus yang komplit, perforasi
sekum, fecal impaction atau enterocolitis akut yang dapat mengancam jiwa
dan sepsis juga dapat terjadi (Kessman, 2008).
c. Tanda
d. Penatalaksanaan
Tahap pre operasi yang harus dilakukan pada bayi adalah 1) berhenti
menyusu dan menggantikan nutrisi dengan cairan langsung melalui pemasangan
infus, 2) pemasangan pipa berupa tabung elastis melalui hidung dengan tujuan
untuk menguras cairan dan udara yang ada di lambung, 3) pembersihan feses secara
teratur melalui tabung tipis yang dimasukkan ke anus menggunakan air garam
hangat untuk melunakkan dan membersihkan feses, 4) pemberian antibiotik
apabila terjadi enterokolitis. Teknik operasi “pull-through” dimana bagian usus
yang terkena dibuang dan bagian usus yang sehat disambungkan merupakan
teknik operasi yang paling sering dilakukan pada bayi. Operasi pada bayi
biasanya dilakukan pada saat bayi berusia sekitar tiga bulan. Apabila kondisi
bayi tidak memungkinkan, maka operasi dilakukan dalam dua tahap. Tahap
pertama dengan melakukan kolostomi, dilakukan beberapa hari setelah lahir
dengan pembuatan lubang sementara (stoma) buatan di perut oleh dokter bedah
sehingga kotoran akan melewati lubang tersebut sampai kondisi bayi cukup baik
untuk menjalani operasi tahap kedua yang biasanya dilakukan di sekitar usia
tiga bulan, yaitu untuk mengambil bagian usus yang terkena, menutup lubang
dan menggabungkan usus yang sehat bersama-sama. (Muhlisin, 2016).
5. Obstruksi Biliaris
a. Pengertian
Obstruksi biliaris, yaitu timbunan kristal di dalam kandung empedu
atau di dalam saluran empedu. Pada bayi lahir tidak terjadi obstruksi biliaris,
melainkan ikterus, karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Pada
bayi baru lahir sering disebabkan inkompabilitas faktor Rh atau golongan
darah ABO antara ibu dan bayi atau karena defisiensi GGPO pada bayi.
b. Patofisiologi
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding
misalnya ada tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu
empedu dan cacing askariasis sering dijumpai sebagai penyebab sambutan
didalam lumen saluran. Pankreatis,tumor caput pankreas,tumor kandung
empedu atau anak sebar tumor ganas didaerah ligamentum hepato duodenale
dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran
empedu.
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan
antara lain kista koledokus,abses amuba pada lokasi tertentu,diventrikel
duodenum dan striktur sfingter vavila vater.
Kurangnya bilirubin dalam saluran usus bertanggung jawab atas tinja
pucat,biasanya dikaitkan dengan obstruksi empedu. Penyebab gatal (pruritus)
yang berhubungan dengan obstruksi empedu tidak jelas. Sebagian percaya
mungkin berhubungan dengan akumulasi asam empedu di kulit. Lain
menyarankan mungkin berkaitan dengan pelepasan ovioid endogen.
Penyebab obstruksi billiaris adalah tersumbatnya saluran empedu
sehingga empedu tidak dapat mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan
(sebagai strekobillin) dalam feses.
Kemungkinan penyebab saluran empedu meliputi :
1) Kista dari saluran empedu
2) Lymp node diperbesar dalam porta hepatis
3) Batu empedu
4) Peradangan dari saluran-saluran empedu
5) rauma cedera termasuk dari operasi kandung empedu
6) Tumor dari saluran-saluran empedu atau pancreas
7) Tumor yang telah menyebar ke sistem empedu
c. Gejala
Gambaran klinis gejala mulai terlihat pada akhir minggu pertama yakni
bayi icterus
Kemudian feses bayi berwarna putih agak keabu-abuan dan lihat seperti
dempul.
Urine menjadi lebih tua karena mengandung urobillinogen.
Perut sakit disisi kanan atas
Demam
Mual dan muntah
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik,adanya
tanda ikterus atau kuning pada kulit,pada mata dan dibawah lidah. Pada
pemeriksaan perut,hati teraba besar kadang juga disertai limfa yang membesar.
Pemeriksaan labolatorium dan imaging.
Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar billirubin).
Rongten perut (tampak hati membesar)
Kolangiogram (kolangiografi interaoperatif).
Breath test.
USG.
Imaging radionuklida (radioisoto).
CT Scan.
MRI
Pemeriksaan biopsi hati
Laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan)
e. Pencegahan
Dapat mengetahui setiap faktor resiko yang dimiliki, sehingga bisa
mendapatkan diagnosis dan pengobatan jika saluran empedu
tersumbat.penyumbatan itu sendri tidak dapat di cegah. Dalam hal ini bidan
dapat memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua untuk mengantisipasi
setiap faktor resiko terjadinya obstruksi biliaris (penyumbatan saluran
empedu),dengan keadaan fisik yang menunjukan anak tanpak ikteri,feses
pucat dan urin berwarna gelap (pekat).
f. Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan obstruksi biliaris
bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran
empedu.tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya
pengangkatan batu atau reseksi tumor.dapat pula upaya untuk menghilangkan
sumbatan dengan tindakan endoskopy baik melalui papila vater atau dengan
laparoscopy. Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk
menghilangkan penyebab sumbatan,dilakukan tindakan drenase yang
bertujuan agar empedu yang terhambat dapat dialirkan.drenase dapat
dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa naso bilier, pipa T
pada ductus koledokus atau kolesistostomi
1. Omphalokel
a. Pengertian
Omphalocele adalah defek pada dinding anterior abdomen pada dasar dari
umbilical cord dengan herniasi dari isi abdomen Omphalocele adalah salah satu
kelainan kongenital yang paling banyak ditemukan pada bedah anak. Usus pada
omphalocele dibungkus oleh membran yang terdiri dari peritoneum pada lapisan
dalam dan lapisan amnion dibagian luar. disebabkan oleh kegagalan alat dalam
untuk kembali ke rongga abdomen pada waktu janin berumur 10 minggu.
Kelainan ini dapat segera dilihat, yaitu berupa protrusi dari kantong yang berisi
usus dan visera abdomen melalui defek dinding abdomen pada umbilicus.
Angka kematian tinggi bila omphalocele besar karena kantong dapat pecah
dan terjadi infeksi.
b. Kasifikasi
Banyaknya usus dan organ perut lainnya yang menonjol pada omfalokel berikut
tergantung pada besarnya lubang di pusar. Jika lubangnya kecil mungkin hanya
usus yang menonjol, tapi jika lubangnya besar hati juga bisa menonjol melalui
lubang tersebut.
c. Etiologi
1) Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan terinfeksi,
penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor tersebut
berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan lahir pada umur kehamilan
kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi dengan gastroschizis dan
omfalokel paling sering dijumpai.
2) Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding
abdomen pada percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis
masih sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal Serum
Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi memberikan suatu
kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus. Bila suatu kelainan
didapati bersamaan dengan adanya omfalokel, layak untuk dilakukan
amniosintesis guna melacak kelainan genetik.
3) Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan kemungkinan
tersebut harus dilacak dengan USG.
d. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita Omphalocel, yaitu :
Infeksi usus
Kematian jaringan usus yang bisa berhubungan dengan kekeringan atau
trauma oleh karena usus yang tidak dilindungi.
Pada omphalocel mempunyai resiko sebagai berikut :
1) Bereaksi dengan pengobatan atau obat anestesi
2) Masalah pernafasan atau gangguan pola nafas, karena dapat menyebabkan
menurunnya kerja organ pernafasan.
3) Pembedahan
4) Perdarahan
5) Resiko infeksi terhadap luka atau kurangnya perawatan (strerilisasi)
6) Luka pada organ vital
7) Kesulitan bernafas (mungkin terjadi akibat pertambahan tekanan pada
abdomen, ketika omphalocel ditutup).
8) Peritonitis (radang pada selaput lambung)
9) Kelumpuhan sementara pada usus halus
e. Penatalaksanaan
Operasi dilakukan setelah lahir, akan tetapi mengingat dengan memasukkan
semua usus dan alat visera sekaligus ke dalam rongga abdomen akan terjadi
tekanan yang mendadak pada paru, sehingga dapat menimbulkan gangguan
pernafasan, maka operasi biasanya dilakukan penundaan sampai kondisi bayi
benar benar sudah siap atau menunggu terjadinya penebalan selaput yang
menutupi kantong tersebut.
PEMBAHASAN
Jurnal :
Berdasarkan jurnal Jilly Natalia Loho Volume 1 nomor 1 maret 2013, penelitian ini
dilakukan di Bagian Bedah RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Menyebutkan bahwa
penyebab dari kelainan labioskizis dan labiopalatoskizis berasal dari beberapa faktor meliputi
genetik (turunan), gangguan pada gen (tunggal), gangguan pada chromosome, akibat bahan-
bahan teratogenik, akibat trauma / Infeksi, serta akibat mutasi gen (multifactorial).
Penatalaksanaan yang telah disebutkan dalam tinjauan pustaka tersebut diatas sudah
sesuai dengan evidence based Jurnal Jilly Natalia Loho Volume 1 nomor 1 maret 2013
dengan aturan rule over ten: BB >10pon (5kg), Hb >10%, usia >10minggu dan
memperhatikan: Faktor Emergency, faktor Psychis orang tua dan anak, faktor keserasian
pertumbuhan jaringan, factor fungsi jaringan/organ, faktor estetika dan waktu operasi.
2. Evidence Based Penatalaksanaan Hischprung
Jurnal :
Berdasarkan data penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Prof. Dr. Margono
Soekarjo pada besar responden dengan penyakit hirschsprung pada kelompok umur ibu
reproduksi sehat yaitu 64,3%.
a. Umur Ibu
Apabila inervasi serabut ekstrinsik hilang, namun fungsi usus tetap adekuat
karena yang lebih berperan dalam mengatur fungsi usus adalah serabut saraf
intrinsik. Pada penyakit Hirschprung terdapat absensi ganglion Meissner dan
Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari sfingter ani ke arah proksimal
dengan panjang yang bervariasi, 70-80% terbatas di daerah rectosigmoid, 10%
sampai seluruh kolon dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pylorus.
Aganglionosis mengakibatkan usus yang bersangkutan tidak bekerja normal.
Peristaltik usus tidak mempunyai daya dorong dan tidak propulsif, sehingga usus
tidak ikut dalam evakuasi feses ataupun udara. Obstruksi yang terjadi secara kronis
akan menampilkan gejala klinis berupa gangguan pasase usus. Tiga tanda yang khas
adalah mekonium keluar >24 jam, muntah hijau dan distensi abdomen.
Penampilan makroskopik yaitu bagian kolon yang aganglionik terlihat spastik,
lumen kolon kecil, kolon tidak dapat mengembang sehingga tetap sempit dan
defekasi terganggu. Gangguan defekasi ini berakibat kolon proksimal yang normal
akan melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megacolon.
Penelitian ini dilakukan di IRNA D IKA RSUP Dr. M. Djamil Padang didalam
jurnal menyebutkan Penyebab obstruksi billiaris adalah tersumbatnya saluran empedu
sehingga empedu tidak dapat mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan (sebagai
strekobillin) dalam feses. gejala mulai terlihat mulai dari bayi terlihat tampak kuning dan
kencing terlihat pekat. Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi billiaris yang telah
disebutkan sudah sesuai dengan evidence based bertujuan untuk menghilangkan
penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu.tindakan tersebut dapat berupa
tindakan pembedahan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka kesimpulan yang
dapat dikemukakan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang
timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat dikenali
sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah
kelahiran.
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelainan kongenital atau cacat bawaan pada
neonatus yaitu kelainan genetik dan kromosom, faktor genetik, faktor infeksi, faktor
obat, faktor hormonal, faktor gizi, dan faktor-faktor lainnya.
3. Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang memerlukan
tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital yang
memerlukan koreksi kosmetik.
4. Setiap ditemukannya kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus
dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab,
langkah-langkah penanganan dan prognosisnya.
5. Kelainan congenital atau cacat bawaan tidak dapat dicegah, melainkan resiko
terjadinya dapat dikurangi dengan tidak mengkonsumsi alcohol, menghindari rokok ,
obat terlarang, makan makanan yang bergizi, olahraga teratur, menjalani vaksinasi,
melakukan pemeriksaan prenatal dengan rutin, dan menghindari zat-zat berbahaya
lainnya.
B. Saran
Adapun saran yang diajukan dalam makalah ini, yaitu:
1. Dalam mempelajari asuhan neonatus, seorang calon bidan diharapkan mengetahui
kelainan kongenital atau cacat bawaan yang biasanya terjadi pada neonatus sehingga
mampu memberikan asuhan neonatus dengan baik dan sesuai dengan kewenangan
profesi.
DAFTAR PUSTAKA
Maryam, Andi & Yuniarti. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi, dan
Balita. Makassar: Universitas Indonesia Timur.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetric .Jakarta: EGC.
Muslihan, Nur Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya
Narendra,Moersintowarti, ddk. 2002. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Edisi I.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Sagung Seto.
ojs.unud.ac.id
ojs.akbidylpp.ac