Anda di halaman 1dari 4

Nama : David Erlangga

Ringkasan Pertemuan 4

Al Jawahir Al Adniyyah

Pembahasan Kaedah kedua : Ad dhoror yuzal (malabahaya itu dihilangkan)

Makna secara mufrodat :

Ad dhoror = mencakup semua bahaya, hal ini karena al itu bermakna umum

Yuzal = dihilangkan

Makna kaedah ini secara utuh yaitu

Ad dhoro ialah menimpakan mafsadah malabahaya kepada orang lain, maka dhoror ini wajib dihilangkan
baik yang terkena individua ataupun sekelompok orang

Sejumlah ulama mengungkapkan kaedah ini dengan sebutan : La dhororo wa la Dhiror

Ta’bir ini lebih afdhol atau lebih bagus dari 3 sisi :

1. Lafadz ini merupakan teks hadist sebagaimana nanti disebutkan

2. Ta’bir itu menafikan adanya dhoror dan dhiror. Dhoror adalah menimpakan malabahaya kepada
orang lain, sementara dhiror = satu bentuk pembalasan dari dhoror dibalas dengan dhoror yang lain
dalm bentuk membalas.

3. bahwasanya ta;bir itu mencakup menolak dhoro sebelum terjadi atau mencegahnya juga mencakup
menghilangkan dhoror setelah terjadi. Kalau lafad ad dhoror yuzal makna yang Nampak terbatas pada
makna menghilangkan atau mengangkat dhoror sesudah terjadi dan tidak Nampak mencegah dhoror
sebelum terjadi

Dalil dari kaedah ini yaitu hadist abi said al hudri bahwasanya nabi shallallahu alaihi wa salam berkata la
dhororo wa la dhiror

Diantara penerapan kaedah ini : para fuqoha bersandar dengan kaedah ini dalam mencegah perbuatan
perbuatan yang menimbulkan mudhorot, juga mencegah dampak dari perbuatan yang menimbulkan
dhoror tersebut, oleh karena itu para fuqoha menerapkan kaedah ini di bab bab fiqih menyeluruh, jadi
banyak sekali mencakup di bab bab fiqih

Diantara penerapannya :
1. barang siapa membangun sebuah rumah atau semisalnya atau meluaskan bangunannya diluaskan
sampai masuk area jalan dan menimpakan dhoror atau mengganggu masyarakat atas tindakannya maka
bangunan tersebut dirobohkan dan dihilangkan bagian yang mengganggu. Contoh lain seandainya
seseorang memarkirkan mobil di suatu tempat dan menyebabkan kemacetan maka mobil tersebut
ditarik karena menimbulkan dhoror mengganggu masyarakat. Dhoror itu mencakup bahaya dan
merugikan orang

2. Biasanya orang yang tidak mau menahan untuk tidak menjual makanan pokok atau menimbunnya
dalam hal orang orang membutuhkannya maka itu menimbulkan dhoror dan harus dihilangkan dan
pedagang tersebut dipaksa untuk menjual dengan harga standar dalam rangka menghilangkan dhoror

3. Jika didapatkan aib atau cacat pada barang yang dibeli jika terpenuhi syarat syaratnya sehingga boleh
mengambilkan barang tersebut kepada penjual dalam rangka menghilangkan dhoror kerugian dari si
pembeli karena khiyarul aib disyariatkan dalam rangka menghilangkan dhoror yang menimpa pada
pembeli padahal cacat itu bawaan dari penjual

4. orang yang mempunyai satu kepemilikan di tanah orang lain contohnya pohon atau ranting yang
menjulur ke tanah orang lain, jadi tanamannya tumbuh di pemilik tapi saat besar menjulur ke tanah
orang lain atau tetangganya, sehingga tanah yang dimiliki tetangga tersebut, maka dipaksa orang yang
punya pohon tersebut untuk menghilangkan misalnya diangkat dibelokkan atau dipotong kalau tidak
bisa. Hal ini ada hadist khusus yang menceritakan : dari samuroh bin jundab beliau berkata : dia punya
dahan dahan dri pohon kurma di area pekarangan orang lain dari kalangan orang anshar , jadi orang
anshar bersama dengan keluarganya,dan si samurah suka ngecek meskipun di pekarangan orang lain,
merasa berat maka dia meminta samurah untuk menjualnya , maka si samurah enggan, lalu diminta
untuk dipindah, samurah juga enggan, maka datanglah orang anshar tersebut kepada rasul dan
menyebutkan masalah ini kemudian rasul meminta untuk menjualnya, si samurah enggan, lalu meminta
untuk memindahnya, si samurah juga enggan, sehingga nabi mengatakan : berikan saja kepadanya
engkau nanti mendapat yang engkau sukai, tapi samurah juga enggan , maka nabi mengatakan : itu
mengganggu mengganggu, sehingga nabi berkata kepada orang anshar : sudah pergi saja , cabut dan
hilangkan pohon kurma tersebut . Hal ini karena bisa mengganggu, bisa bikin kotor dll. Di nikah juga ada
faskh jika ditemukan aib, juga di bab hajr membatasi tashorruf anak kecil dan orang syafih untuk
menghilangkan dhoror yaitu menyia nyiakan harta mereka. Begitu juga dalam bab orang yang
menyergap

Tanbih : kaedah ini yaitu dibatasi penggunaan dengan kaedah lain yang ditetapkan oleh para fuqaha
yaitu ad dhororu la yuzalu bis mislihi =dhoror tidak dihilangkan dengan yang semisal

Yaitu dengan prinsip menghilangkan dhoror atau mengangkatnya tidaklah mungkin menghilangkannya
dengan menimpakan dhoror yang semisal atau bahkan yang lebih berat maka tidak sesuai. Oleh karena
itu jika muncul aib atau cacat pada barang yang dibeli ketika sudah dibawa oleh pembeli, jadi terjadi aib
setelah barang diterima , lalu ada cacat lama juga setelah diperiksa, jadi ada 2 cacat lama dan baru,
maka gugurlah hak dari pembeli untuk mengembalikan barang kepada penjual, hal ini dikarenakan ada
cacat baru dan tidak dapat menghilangkan dhoror dari pembeli dengan cara berdampak menimpakan
dhoror pada penjual. Jadi kalau dikembalikan nanti penjual terkena dhoror. Jadi ini maksudnya
menghilangkan khiyar aib, bukan khiyar majelis.
Kaedah yang ketiga

Al adatu muhkamatun (adat atau kebiasaan bisa dijadikan hukum)

(Jadi adat dapat mempengaruhi hukum)

Makna kaedah

Adat = suatu keadaan yang berulang yaitu yang ada pada satu bentuk yang diterima oleh orang yang
punya fitrah yang normal. Adat dan urf maknanya berdekatan akan tetapi ada perbedaan kalau adat bisa
umum bisa khusus, kalau urf hanya umum saja

Makna kaedah ini : adat bisa dijadikan rujukan dalam menetapkan hukum dan batasan batasannya jika
tidak ada dhobit atau aturan khusus yang disebutkan syariat.Adat bisa menjadi dasar penetapan hukum
syari dimana tidak didapatkan nash atau dhobit yang menjelaskan hal tersebut

Al Hafidzh Suyuti : semua hal yang disebutkan syariat secara mutlak , tidak ada aturan khusus, dalam
sesuatu tersebut, juga tidak ada batasannya dalam bahasa , maka dikembalikan pada urf. Dalil dalil yang
menunjukkan teranggapnya adat dan urf pada al quran dan as sunnah untuk dijadikan sandaran dan
pertimbangan hukum

- Qs Al Araf
- Qs An nisa ayat 18
- Pada hadist Rasul berkata pada Hindun istri abi Sufyan : ambillah apa yang mencukupimu dan
anakmu
- Rasul mengatakan : janganlah kalian mendahului romadhon berpuasa satu hari dan dua hari
kecuali jika sudah terbiasa berpuasa maka berpuasalah

Diantara penerapan kaedah ini :

1. kalau tambalan perak haram jika tambalannya besar hanya untuk memperindah, hukumnya makruh
jika tambalan besar tapi ada kebutuhan, hukumnya makruh juga jika tambalan kecil untuk
memperindah, yang menjadi tolak ukur besar kecil ialah urfnya

2. tatacara menghidupkan tanah mati, kapan dianggap menghidupkan tanah mati karena ada dampak
hukumnya, tidak diberi batasan secara syari atau lughoh sehingga dikembalikan pada urf, berbeda beda
tergantung tujuan menghidupkan tanah tersebut dan berbeda beda sesuai dengan perbedaan
tempatnya, tapi para fuqaha memberikan rambu rambu, misal ingin membuat rumah maka ada
pagarnya , batu bata , kayu , rotan, atap , pintu dll, maka itu disebutkan menghidupkan tanah, tidak
cukup cuma

3. Disebut berpisah diantara dua orang yang berakad dalam jual beli sesuai dengan kebiasaan , jika
berakad dalam suatu tempat, maka disebut berpisah jika sudah keluar dari tempat tersebut karena nanti
berpengaruh pada khiyar majelis nanti bisa dibatalkan. Dianggap terpisah yang berpengaruh pada
hukum ini dikembalikan kepada urf. Kalau dipasar atau tempat terbuka maka urfnya ialah jika dia sudah
berpaling dan berjalan beberapa Langkah maka ini sudah disebut berpisah
4. orang yang berbicara ketika sholat dalam keadaan lupa atau jahil perkataannya sedikit maka tidak
batal sholat, kalau banyak batal, banyak sedikit kembali pada urf yaitu 6 kata atau kurang dari itu.
Diantaranya usia minimal perempuan bisa baligh . di bab najis najis ada yang dimaafkan bila sedikit,
sedikitnya tergantung dari urf

Anda mungkin juga menyukai