Anda di halaman 1dari 4

Nama : diajeng widia syavara

Nim :05020420029
Prodi :HTN-A
Semester : 3
UJIAN TENGAH SEMESTER
KAIDAH FIQHIYAH
JAWABAN !

1. konsep ukuran maslahat dalam al ijtihad menurut Islam dibagi menjadi 3 yaitu yang
Pertama, tingkatan ad-dharûriyah (primer) ialah kemaslahatan yang berhubungan dengan
kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan di akhirat. Dalam pengertian tanpa
kehadirannya (eksistensi maslahat ini) akan menimbulkan kerusakan di dunia dan di
akhirat. Kategori dharûriyah meliputi lima hal, yaitu: khifẕu ad-dîn (memelihara agama),
khifẕu an-nafs (memelihara jiwa), khifẕu al-‘aql (memelihara akal), khifẕu an-nasl
(memelihara keturunan), dan khifẕu al-mâl (memelihara harta). Kelima maslahat ini,
disebut dengan al-mashlaẖat al-khamsah yang telah diterima oleh ulama secara universal.
Kedua, tingkatan al-ẖajiyah (sekunder), yaitu kemaslahatan yang dibutuhkan dalam
menyempurnakan kemaslahatan primer sebelumnya yang berbentuk keringanan untuk
mempertahankan dan memelihara kebutuhan mendasar manusia, serta memberikan
keleluasaan kepadanya untuk memperluas tujuan (tawassu’ al-maqâshid). Jadi jika ẖajiyah
tidak dipertimbangkan bersama dharûriyah maka, manusia secara keseluruhan akan
menghadapi kesulitan. Akan tetapi dengan rusaknya ẖajiyah bukan berarti universalitas
maslahat ikut menjadi rusak. Dengan kata lain, jika kemaslahatan tingkat sekunder ini
tidak dicapai, maka manusia akan mengalami kesulitan dalam memelihara agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta mereka. Kelompok maslahat ini sangat erat kaitannya dengan
keringanan (rukhshah) dalam ilmu fikih.
Ketiga, tingkatan at-taẖsîniyah (tersier), yaitu memelihara kelima unsur pokok
dengan cara meraih dan menetapkan hal yang pantas dan layak dari kebiasaan-kebiasaan
hidup yang baik serta menghindarkan sesuatu yang dipandang sebaliknya oleh akal sehat.
Hal ini tercakup dalam pengertian akhlak yang mulia (makârim al-akhlâq). Jika
kemaslahatan tersier tidak tercapai, maka manusia tidak sampai mengalami kesulitan
dalam memelihara kelima unsur pokoknya, akan tetapi mereka dipandang menyalahi nilai-
nilai kepatutan dan tidak mencapai taraf hidup bermartabat\
2. Kaidah ‫ابِع‬HHَ‫ اَلتَّابِ ُع ت‬yang artinya sesuatu yang iktu harus mengikuti, dimana kita sebagai
pengikut di negara ini harus mematuhi pemimpin yan mana pemimpin adalah yang di
ikuti, sebagai pengikut tentu harus menaati semua intruksi dari pemimpin atau
pemerintahan dan kita sebagai pengikut atau lebih tepatnya sebagai warga dilarang
memberontak akan hal apapun yang di tentukan oleh pemimpin tetapi jikalau ada beberapa
ketentuan yang menyeleweng maka tidak wajib untuk mentaatinya akan tetapi tidak boleh
memberontak seperti sabda rasulullah saw

‫صلَّى‬
َ ‫ ع َِن النَّبِ ِّي‬،ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬ ِ ‫ ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ َر‬،ٌ‫ َح َّدثَنِي نَافِع‬،ِ ‫ ع َْن ُعبَ ْي ِد هَّللا‬،‫ َح َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ َس ِعي ٍد‬،‫َح َّدثَنَا ُم َس َّد ٌد‬
‫ فَِإ َذا ُأ ِم َر‬،‫ْصيَ ٍة‬
ِ ‫ َما لَ ْم يُْؤ َمرْ بِ َمع‬،َ‫ «ال َّس ْم ُع َوالطَّا َعةُ َعلَى ال َمرْ ِء ال ُم ْسلِ ِم فِي َما َأ َحبَّ َو َك ِره‬:‫ قَا َل‬،‫هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫طا َعةَ» رواه البخاري‬ َ َ‫ْصيَ ٍة فَالَ َس ْم َع َوال‬ ِ ‫بِ َمع‬
Dari Abdillah RA berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Wajib untuk mendengar dan
mentaati (pemimpinnya) atas seorang muslim, baik suka maupun terpaksa. Kecuali bila dia
diperintah untuk kemaksiatan. Jika dia diperintah untuk kemaksiatan, tidak ada kewajiban
baginya untuk tunduk dan patuh kepada pemimpinnya.” HR.Bukahri

Dan batasan untuk taat kepada pemimpin juga di jelaskan pada QS.an nisa ayat 59
ِ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوَأ ِطيعُوا ال َّرسُو َل َوُأولِي اَأْل ْم ِر ِم ْن ُك ْم فَِإ ْن تَنَازَ ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا ِ َوال َّرس‬
‫ُول‬

Dimana pada ayat ini di jelaskan Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.
Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada
Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.( QS.an nisa
ayat 59).

Jadi dalam melakukan terhadap sesuatu selalu ada yang namanya baatsan begitupula
dalam taat dan memilih pemimpin semua orang mempunyai presepsi tetapi juga butuh
dasar, Setiap individu wajib untuk menunaikan bai’at kita terhadap pemimpin sampai
akhir pemerintahannya, dalam hal yang disukai maupun tidak, selama perintah itu bukan
untuk kekafiran, ataupun kemaksiatan, jika terjadi kemaksiatan maka kita juga berhak
menolak atau tidak mentaati tetapi tidak dengan memberontak.

3. kaidah ‫الضرر يزال‬, dalma kaidah ini yang artinya Kemadharatan itu tidak bisa dihilangkan
dengan kemadhratan yang lain, maksud dari kaidah tersebut adalah kemudhorotan tidak
boleh di hilangkan dengan kemudhorotan lain. Islam tidak menghendaki apa adanya
kemudhorotan Al-Husaini mengartikan al-dharar dengan bagimu ada manfaat tapi bagi
tetanggamu ada mudarat. Dalam konteks adanya berita palsu atau hoax , berita hoax juga
termasuk dengan kemudhorotan karena merugikan orang lain yang mana tindakan ini
adalah kepentingan Fudhul, yaitu kepentingan manusia hanya sekedar utuk berlebih-
lebihan, yang memungkinkan mendatangkan kemaksiatan atau keharaman. Kondisi
semacam ini dikenakan hukum saddu adz dzariah, yakni menutup segala kemungkinan
yang mendatangkan mafsadah. Jadi tindakan tersebut tidak ada manfaat nya dan
kebanyakaan kemudhorotanya sehingga melalui kaidah ‫ الضرر يزال‬sehingga tidak menutupi
kemudhorotan dengan kemudhorotan lain dan meninggalkan kemudhorotan karena dapat
merugikan orang lain

4. Pada dasarnya semua perbuatan yang diharamkan dan dilarang , tetapi hudud dapat gugur
ُّ ِ‫قُطُ ب‬H ‫ ُدوْ ُد ت َْس‬H‫ اَ ْل ُح‬yang
ِ ‫ ْبهَا‬H ‫الش‬
apabila ada sebab yang bisa menggugukarnya seperti kaidah ‫ت‬
artinya hudud gugur karena subhat, syubhat adalah hal yang dapat mempengaruhi
hukuman, adapun subhat yaitu jika
a. Pelaku meninggal dunia sbelum jarimah qhishas, kecuali untuk hukuman yang
berupa denda, diyat, dan perampasan harta maka wajib di ganti
b. Hilangnya anggota badan yang harus dikenai hukuman, maka hukumannya
berpindah kepada diyat dalam kasus jarimah qishash.
c. Taubat dalam kasus jarimah hirabah, meskipun Ulil Amri dapat menjatuhkan
hukuman ta’zir bila kemaslahatan umum meng-hendakinya.
d. Perdamaian dalam kasus jarimah qishash dan diyat serta dalam kasus jarimah ta’zir
bila kemaslahatan umum menghendaki.
e. pemanfaatan dalam kasus qishash dan diyat serta dalam kasus jarimah ta’zir yang
berkaitan dengan hak adami.
f. Diwarisinya qishash. Dalam hal ini pun Ulil Amri dapat menja-tuhkan hukuman
ta’zir.
g. kadaluwarsa. Menurut Imam Malik, Syafi’i, dan Ahmad didalam hudud tidak ada
kadaluwarsa. Sedangkan dalam jarimah ta’zir mereka memperbolehkan adanya
kadaluwarsa bila Ulil Amri menganggap padanya kemaslahatan umum

5. kaidah “‫ ”الواجب ال يترك اال لواجب‬adalah kewajiban tidak boleh ditinggalkan kecuali karena
kewajiban lain. Jadi  adalahkewajiban yang bisa ditinggalkan hanyalah terbatas dalam
rangka beralih pada kewajiban lainnya. Bukan untuk melaksanakn aktifitas ibadah yang

berstatus lain seperti sunah.   adapun ketentuan-ketentuan syarat ukuran kaidah ‫الواجب ال‬
‫ يترك اال لواجب‬yaitu sebagai berikut
a. Tidak ada kemungkinan menjalankan beberapa kewajiaban dalam waktu yang
sama. Meninggalkan kewajiban demi untuk mengerjakan kewajiban lai
diperbolehkan ketika keduanya tidak dapat dilaksanakn dalam satu waktu.
Misalnya seseorang berkewajiban melakukan dua jihad dalam waktu yang
bersamaan, maka dia boleh meninggalkan salah satunya.
b. Boleh Meninggalkan ‫واجب‬HH‫ترك اال ل‬HH‫واجب ال ي‬HH‫ ال‬ketika kewajiban kedua sederajat
dengan kewajiban pertama, ataupun lebih sempurna. Dengan demikian, menurut
syaikh yasin al-fadani, kita tidak dapat meninggalkan kewajiban demi mengerjakan
kewajiban lain yang kualitasnya lebih rendah. Contohnya pada saat weekend kamu
di kasih pilihan antara kamu mengikuti rapat organisasi atau kajian ilmiah yang
tentu banyak manfaatnya terhadapmkamu meskipun dua duanya sama sama
penting dan sederajat karena sama sama forum tapi lebih manfaat kajian.
6. Pada kaidah ‫ اذاجتمع الحالل والحرام غلب الحرام‬yang artiya “Tidaklah perkara halal dan haram
berkumpul kecuali yang haram akan mengalahkan yang halal”
dalam kaidah ini menjelaskan bahwa apabila unsur halal dan haram dikumpulkan dalam
satu aspek atau persoalan maka yang paling dominan adalah aspek haram nya , Dari
contoh ini dapat diambil suatu kesimpulan ketika ada suatu barang atau yang lainnya
mengandung unsur halal, akan tetapi pada saat yang bersamaan tercampur dengan suatu
barang yang hukumnya sudah tentu mengandung unsur haram, maka akan dimenangkan
dengan perkara yang haram yang walaupun kadarnya lebih sedikit dari yang halal.
Dan jika bisnis online maka uang yang di terima kan tidak tahu jadi Diperbolehkan
melakukan transaksi bisnis dengan orang yang mayoritas uangnya adalah uang haram,
dengan catatan bahwa nilai nominal uang halal dan uang haram itu tidak diketahui secara
pasti berapa jumlahnya. Namun, hal ini menurut al¬Ghazali hukumnya tetap haram
sebagai langkah (berhati-hati). Jika diyakini uang itu memang benar-benar diperoleh
dengan cara haram, seperti korupsi, pungli (pungutan liar), dan lain sebagainya, ataupun
diambil dari perbuatan maksiat, maka hukum meneri¬manya haram.

Anda mungkin juga menyukai