Anda di halaman 1dari 5

ETIKA DAN ASTETIKA DAKWAH DALAM PERSPEKTIF HADITS

Nama : Jessica Rahmawati


NIM : 1184010095
Email : 1184010095@student.uinsgd.ac.id
A. Pendahuluan
Pada saat ini kegiatan dakwah mulai menjadi profesi bagi sebagian orang, sehingga menjadikan sebagian
orang menganggap bahwa dakwah bukanlah kewajiban dirinya. Hal ini terjadi karena masih banyaknya Umat
Muslim yang belum mengetahui lebih dalam tentang dakwah. Padahal, sudah sangat jelas tertera dalam al-
Qur’an bahwa setiap manusia wajib berdakwah walaupun hanya satu ayat. Dismping minimnya pengetahuan
bagi sebagian orang mengenai dakwah, terkadang orang yang biasanya atau berprofesi sebagai seorang da’i
pun belum mengetahui bagaimana etika seorang da’i yang baik sesua dengan apa yang disyari’atkan dalam
al-Quran dan hadits saat berdakwah. Bukan hanya mengenai etika, estetika dalam dakwahpun harus diketahui
dan diperhatikan, estetika dalam berdakwah sangan jarang diketahui oleh kebanyakan orang. Oleh karena itu,
kita akan sedikit membahas mengenai Etika dan Estetika Dakwah dalam Persepektif Hadits.
B. Pembahasan
Dalam pembahasan mengenai Estetika Dakwah Dalam Perspektif Hadits, terdapat konsep yang perlu
dijadikan sebagai bahan acuan. Tentunya ada hal-hal yang perlu diperhatikan, hal hal tersebut mengenai (1)
Haditsnya itu sendiri; (2) Penjelasan mengenai etika dan estetika dakwah; (3) Contoh implementasi di
lapangan mengenai etika dakwah dan estetika dakwah yang dilakukan pada da’i.
1. Hadits mengenai estetika dakwah
ً ‫ َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْنكَرا‬: ‫هللا صلى هللا عليه وسلم َيقُ ْو ُل‬ ِ ‫س ْو َل‬ ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬ َ : ‫ع ْنهُ قَا َل‬ َ ُ‫ي هللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫س ِعيْد ْال ُخد ِْري َر‬ َ ‫ع ْن أَ ِبي‬ َ
‫ان‬ ْ
ِ ‫ف ا ِإل ْي َم‬ َ ْ َ َ ‫ فَإِ ْن ل ْم يَ ْست َِط ْع فَبِ ِل‬،ِ‫فَ ْليُغَيِ ْرهُ بِيَ ِده‬
ْ ‫ فَإِ ْن ل ْم يَ ْست َِط ْع فَبِقَلبِ ِه َوذَلِكَ أ‬،‫سانِ ِه‬
ُ َ‫ضع‬ َ
Artinya: Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu
‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika
tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal
tersebut adalah selemah-lemahnya iman. (Riwayat Muslim)
Dalam syarah imam Nawawi dijelaskan, bahwa yang disebut dengan kemungkaran adalah segala
sesuatu yang dilarang oleh syari’at, ada juga yang mengatakan kemungkaran adalah segala sesuatu yang
dipandang buruk menurut syara' dan akal. kemungkaran yang harus diubah adalah kemungkaran yang
terlihat oleh mata. Jika tidak terlihat oleh mata namun diketahui, maka ini termasuk dalam pembahasan
ini. Kalimat “hendaknya ia merubahnya” dipahami sebagai perintah wajib bagi segenap kaum muslimin.
Karena di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah telah ditetapkan perintah wajib untuk amar ma’ruf nahi munkar.
Namun amar ma’ruf dan nahi munkar yang dibebankan kepada kaum muslim, jika ia telah
melaksanakannya, tapi orang yang diberi peringatan tidak mau melaksanakannya, maka pemberi
peringatan telah terlepas dari celaan. Allah berfirman: “Tiadalah kewajiban seorang Rasul melainkan
hanya menyampaikan” (QS. 5:9)
Hadits di atas menunjukan, bahwa dalam ber amar ma’ruf nahi munkar ada beberapa tingkatan,
ini sesuai dengan kemampuan dan kedudukan orang yang memberi peringatan tersebut. Sebagaian ulama
berpendapat bahwa merubah dengan tangan adalah kewajiban para penguasa, megubah dengan lisan
adalah bagi para Ulama, dan merubah dengan hati adalah untuk seluruh orang yang beriman.
Bagi para penguasa merubah suatu kemunkaran adalah dengan cara menangkap dan menghukum pelaku
kejahatan, jika telah jelas buktinya. Dan bagi para ulama adalah dengan memberi nasihat serta peringatan
dengan lemah lembut dan bijaksana, baik melalui media seperti TV, mimbar, radio, dll. Ataupun
menasihatinya secara langsung. Dan adapun bagi orang beriman secara umum adalah dengan cara
mengingkarinya dalam hati, yakni meyakini bahwa perbuatan itu salah.
Orang yang melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, tidak harus telah mengerjakan seluruh perintah
agama, dan menjauhi seluruh laranganya. Ie tetap wajib melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar
walaupun perbuatannya sendiri menyalahi hal itu. Hal ini karena seseorang harus melakukan dua perkara,
yakni menjalankan amar ma’ruf nahi munkar kepada diri sendiri, dan kepada orang lain. Jika yang satu
dikerjakan, bukan berarti yang lain tidak.
Ini selalu terjadi di masyarakat, contoh: ketika seorang pemabuk melihat orang-orang yang sedang
mabuk, dia tidak mau menasehatinya, karena dia berfikir “Masa aku harus melarang mereka mabuk,
sedang aku sendiri seorang pemabuk.”. kalau semua masyarakat berfikir seperti ini, maka akan sulit untuk
melaksanakan amar ma’ruf an nahi munkar.
Jika seseorang masih merasa dirinya belum baik, maka bukan berarti ia harus membiarkan suatu
kemunkaran yang ada dihadapannya. Jadikanlah nasihatnya itu sebagai cambuk untuknya, agar ia pun
merasa malu, dan akhirnya mau melaksanakan apa yang ia perintahkan kepada orang lain. Walaupun
idealnya, orang yang memberikan nasihat itu adalah orang yang baik, yang mau menjalankan perintah
Allah dan menjauhi larangannya.
Menurut al-Faqih, syarat yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar ada 5 yaitu:
a. Mempunyai ilmu
b. Ikhlas karena Allah
c. Ramah dan penuh kasih sayang
d. Sabar
e. Ia berusaha untuk melakukan apa yang ia suruh kepada orang lain.
Amar ma’ruf nahi munkar adalah kewajiban semua orang yang mengaku beriman kepada Allah dan rasul-
Nya terlebih pada seorang da’i dalam menjalankan dakwahnya di jalan Allah. Dunia ini akan terus tegak
berdiri, semasih kita mau melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Dan kita harus berusaha memenuhi
syarat-syarat di atas, agar apa-apa yang kita usahakan itu diterima dan diridhoi Allah SWT. 1

2. Penjelasan mengenai etika dakwah dan estetika dakwah


a. Etika dakwah
Etika jika ditinjau dari segi bahasa berasal dari Bahasa Yunani, Ethos berarti kebiasaan. Namun jika
menurut KBBI (1990: 237) kata etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral.2 Jika dilihat dari sisi terminologis, menrut Ahmad Amin
(1996:3), etika berarti ilmu yang menjelaskan ari baik dan buruk, menyatakan tujuan yang harus dituju
oleh manusia di dalam perbuatan mereka, dan menunjukan jalan yang seharusnya diperbuat.
Dakwah secara sederhana diartikan sebagai kegiatan atau proses mengajak manusia ke dalam al-Islam
yang dilakukan dengan lisan atau tulisan, ataupun dengan perbuatan.
Sedangkan pengertian Etika dakwah adalah pemikiran sistematis yang berusaha mengerti mengapa,
atau atas dasar apa seorang dai harus hidup dan bertindak menurut norma-norma tertentu. Dapat juga
diartikan sebagai ilmu yang membicarakan tentang baik dan buruk, dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak) dari seorang dai. Bisa juga disebut sebagai usaha kritis dengan menggunakan akal budi
dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana dai harus berperilaku.3
b. Estetika dakwah
Kata estetika muncul pertama kali pada pertengahan abad ke -18, melalui seorang filsuf Jerman,
Alexander Baumgarten. Sang filsuf memasukkan estetika sebagai ranah pengetahuan sensoris, yaitu
pengetahuan rasa yang berbeda dari pengetahuan logika, sebelum akhirnya ia sampai kepada
penggunaan istilah tersebut dalam kaitan persepsi atas rasa keindahan, khususnya keindahan karya
seni.4
Dakwah menurut etimologi (bahasa) berasal dari kata bahasa Arab : da’a-yad’u da’wah yang berarti
mengajak, menyeru, dan memanggil. Di antara makna dakwah secara bahasa adalah An-Nida artinya
memanggil; da’a filanun Ika fulanah, artinya si fulan mengundang fulanah. Selanjtnya menyeru, ad-
du’a ila syai’i, artinya menyeru dan mendorong pada sesuatu. Dalam pengertian istilah dakwah
diartikan sebagai berikut :
Syaikh Ali Makhfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan definisi dakwah sebagai
berikut: dakwah Islam yaitu; mendorong manusia agar berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk
(hidayah), menyeru mereka berbuat kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, agar mereka
mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat. Selain itu jjuga Hamzah Ya’qub mengatakan bahwa
dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk
Allah dan Rasul-Nya.5

1
Zahra nisa, Hadits Pendekatan Dakwah, nnisa-zahro17.blogspot.com/2013/01/1-hadits-pendekatan-dakwah.html, diakses pada 8
Oktober 2019 pukul 22.08 WIB
2
Enjang AS dan Hajir Tajiri, Etika Dakwah, (Bandung: Widya Padjajaran, 2009), hlm2
3
Marlina, Konsep Etika Dakwah, https://marlinamediabki.wordpress.com/, diakses pada 9 0ktober 2019 pikul 23.14 WIB
4
Abdullah Jurmadi, Estetika Dakwah, https://jurmadiabdullah.wordpress.com/2016/06/09/etestika-dakwah/. diakses pada 10
Oktober 2019 pikul 01.16 wib
5
Ibid.
Dari dua pengertian diatas dapat diketahui bahwa estetika dakwah yaitu sudut keindahan atau rasa
yang terdapat pada suatu kegiatan yang menyeru manusia kepada kebaikan sehingga mareka dapat
tertuju kepada jalan Allah atau menjemput hidayah sehingga terhindar dari kemungkaran.

3. Contoh implementasi di lapangan mengenai etika dakwah dan estetika dakwah


Pengimplentasian mengenai etika dan estetika dakwah jika dilihat dari bagaimana cara Islam
masuk ke Indonesia pada zaman dahulu, tentunya itu sulit dibayangkan. Masyarakat di Indonesia pada
zaman dahulu belum mengenal Islam, karena pada zaman kerajaan rata-rata kerajaan di Indonesia
menganut agama Hindu atau Budha.
Walisongo, Sunan Ampel, dan sunan Bonang merupakan tiga tokoh diantara banyaknya faktor
yang membuat Islam hadir dan berkembang di Indonesia. Tapi, bagaimana bisa mereka mendakwahkan
Islam ditengah-tengah masyarakat yang tidak mengenal sama sekali mengenai Islam, tentunya mereka
dalam mendakwahkan Islam menggunakan cara-caranya tersendiri dalam berdakwah.
Walisongo menyebarkan Islam di tanah Jawa menggunakan cara-cara yang mudah sehingga Islam
dapat masuk dan menyebar di kalangan masyarakat. Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak
kebudayaan dan ragam Bahasa yang berbeda menjadikan Islam dapat berkembang dan menyebar melalui
berbagai kesenian dan budaya yang sudah ada sebagai contoh di tanah jawa.
‫ع ِلي ٌم‬ َّ ‫َّللا أَتْقَا ُك ْم ۚ ِإ َّن‬
َ َ‫َّللا‬ ِ َّ ‫ارفُوا ۚ ِإ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد‬ ُ ‫اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَك ٍَر َوأ ُ ْنثَ ٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم‬
َ ‫شعُوبًا َوقَ َبائِ َل ِلتَ َع‬ ُ َّ‫ا أَيُّ َها الن‬
‫ير‬
ٌ ‫َخ ِب‬
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qs.al-Hujrat: 13)
Ayat di atas mengandung arti tentang diciptakanNya kita berbeda suku bangsa untuk "saling
mengenal". Apa maksudnya? Keragaman itu merupakan sarana untuk kemajuan peradaban dalam konteks
Islam.
Lalu , Walisongo menjadikan kata kunci dalam gerakan dakwahnya kala itu dengan Asimilasi.
Asimilasi adalah sebuah langkah dakwah menanamkan nilai tauhid dan syariat dalam kehidupan dengan
menggunakan instrumen kebudayaan atau kultur kehidupan masyarakat Jawa saat itu.
Salah satu bentuk kultur yang dimanfaatkan oleh para da’i ini adalah kesenian gamelan, wayang
dan lagu-lagu dolanan. adalah satu bentuk kultur yang dimanfaatkan oleh para da’i ini adalah kesenian
gamelan, wayang dan lagu-lagu dolanan. Kita mengenal kesenian wayang kulit Purwa yang merupakan
buah kreatifitas Sunan Kalijogo dalam berdakwah di kalangan masyarakat Mataram Hindu. Sunan
Kalijogo dalam kesenian wayang kulit, selain menghadirkan tokoh-tokoh wayang Mahabarata versi
Hindu seperti Pandawa dan Kuarawa, juga menambahkan beberapa tokoh seperti Punakawan (Semar,
Bagong, Petruk, Gareng), Limbuk dan satu jenis jimat (azimat) ampuh bernama Kalimasada (dari kata
Kalimah Syahadatain). Bahkan masyarakat kala itu jika ingin menikmati pertunjukan wayang beliau,
diharuskan mengucapkan Kalimah Syahadatain sebagai karcis masuk. Subhanallah! Sebuah langkah
dakwah yang strategis, efektif dan massif karena masyarakat Mataram Hindu kala itu hobi banget dengan
pertunjukan wayang.
Kita juga mengenal Sunan Ampel yang membuat lagu dolanan Lir-ilir dan lagu Tombo Ati yang
sekarang sudah menjadi lagu religi dan nasyid yang paling hit di negeri ini. Sunan Ampel mengenalkan
kaidah rukun Islam melalui simbol buah belimbing dan kaidah kepemimpinan umat dalam simbol cak
angon dalam lagu Lir-ilir. Lagu Tombo Ati dikenalkan sebagai sebuah produk dakwah yang mengajarkan
lima langkah sederhana namun dalam, untuk menempuh hidup yang diridhoi Allah SWT. Sunan Ampel
nampaknya juga menyadari realitas kondisi obyek dakwah saat itu yang sangat menyukai lagu-lagu atau
nyanyian deso.
Tokoh penyebaran Islam selanjutnya yang menggunakan etika dan estetika dakwahnya pada masa
itu adalah Makhdum Ibrahim atau yang akrab disapa Sunan Bonang, semasa hidupnya Sunan Bonang
merupakan juru dakwah yang sangat kreatif. Hal tersebut tercermin dalam kesenian yang digunakan
sebagai media dakwahnya. Sunan Bonang memadukan ajaran ahlussunah bergaya tasawuf dan garis salaf
ortodoks. Ia menguasai ilmu fiqih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, dan juga arsitektur. Sunan Bonang
jualah yang menggubah gamelan Jawa seperti yang ada sekarang, ia menggubah gamelan Jawa yang saat
itu masih kental dengan estetika Hindu dengan gaya lebih baru dan menambahkan instrumen bonang.
Ada juga bukti lain bahwa Sunan Bonang kental dengan dunia seni adalah beberapa carangan
pewayangan yang ia buat sendiri ataupun digubah bersama muridnya (Sunan Kalijaga). Di antaranya
adalah Petruk Dadi Ratu, Layang Kalimasada, Dewa Ruci, Pandu Pragola, Semar Mbarang Jantur,
Mustakaweni, Begawan Ciptaning, Obong Bale Sigala-gala, Wahyu Widayat, Kresna Gugah, dan lain-
lain. Adapun karya sastra yang digubahnya adalah Kitab Bonang (Suluk Sunan Bonang), Suluk Wujil,
Suluk Khalifah, Suluk Kaderesan, Suluk Regol, Suluk Bentur, Suluk Wasiyat, Suluk Pipiringan, Gita
Suluk Latri, Gita Suluk Linglung, Gita Suluk ing Aewuh, Suluk Wregol, dan lain-lain. Suluk-suluk
tersebut kebanyakan berisi pengalamannya menempuh jalan tasawuf dan beberapa pokok ajaran tasawuf
yang disampaikan melalaui ungkapan simbolik dengan perpaduan budaya Arab, Persia, Melayu, dan
Jawa. 6
Setelah kita mengetahui tentang bagaimana penyebaran Islam pertama di Indosesia, lalu
bagaimana dengan cara atau pengembangan dakwah pada saat ini. Pada dasarnya jika kita amati maka
tidak akan jauh berbeda antara realitas masyarakat di zaman Walisongo dengan zaman kita sekarang.
Masyarakat saat ini pun memiliki kecenderungan terhadap produk-produk seni seperti film,
sinetron, lagu, games outbond, puisi, sajak, novel dsb. Artinya realitas dakwah saat ini juga adalah tentang
”hobi” masyarakat dalam hal keindahan. Ustadz Anis Matta dalam ceramahnya ” Manhaj Dakwah”
menyampaikan penting estetika sebagai bagian dari kombinasi dakwah ini. Masalahnya sekarang
seberapa jauh kita memandang urgensi estetika atau kesenian sebagai bagian dari manhaj gerakan dakwah
agar Islam tidak hanya menegara, tapi juga membumi di bumi Katulistiwa ini. Gerakan dakwah Islam
sesungguhnya sudah kecolongan dengan bermunculannya produk-produk seni dari kelompok agama lain.
Kita mengenal kartun-kartun Walt Disney dan Warner Bross seperti Donal Bebek, Mickey Mouse,
Pluto, Guffi, Putri Salju dan 7 Kurcaci, Bugs Bunny, Daffy Duck, Road Runner atau kartun MGM seperti
Tom and Jerry. Dan tentunya anda tidak akan menemui kartun-kartun tersebut pernah ditayangkan dalam
rangka menyambut Lebaran, tetapi menyambut Natal dengan simbol-simbol pohon Natal dan Sinterklas.
Tidak ada namanya Donald Bebek mengajak anak-anak kecil penggemarnya untuk merayakan Idul Fitri,
yang ada ya merayakan Natal dengan segenap kegembiraan. Ini artinya gerakan agama lain telah jauh-
jauh hari menyadari dan menyikapi urgensi estetika dalam mengkomunikasikan ”inti agama” kepada
masyarakat dunia secara efektif dan massif.
Meski sedikit jauh tertinggal, beberapa kelompok gerakan dakwah Islam juga mulai mengejar
ketertinggalannya. Sebuah gebrakan baru dalam me-refresh gerakan dakwah Islam kontemporer di negara
ini melalui jalur kesenian telah mulai dilakukan seperti bermunculannya lagu-lagu nasyid yang dibawa
oleh generasi muda negeri ini. Pertama kali kita mengenal nasyid dari Malaysia yang dibawa oleh Raihan,
selanjutnya kita mengenal Shoutul Harokah, Justice Voice, Tazakha, The Fikr dsb. Saat ini juga sudah
bermunculan kartun anak-anak, salah satunya yang sangat terkenal adalah film Upin dan Ipin yang digarap
dengan apik oleh para pekerja dakwah sekaligus seniman dari Malaysia.

C. Kesimpulan
Para pelaku dakwah saat ini masih banyak yang belum mengenal dan mengetahui tentang estetika, bahkan
tentang etika dakwah itu sendiri sehingga ia berubah menjadi pelaku kebatilan. Padahal, penolakan
kemunkaran adalah kewajiban yang dituntut dalam ajaran Islam atas setiap muslim sesuai kemampuan dan
kekuatannya. Ridho terhadap kemaksiatan termasuk diantara dosa-dosa besar, sabar menanggung kesulitan
dan amar ma’ruf nahi mungkar, Amal merupakan buah dari iman, maka menyingkirkan kemunkaran juga
merupakan buahnya keimanan, Mengingkari dengan hati diwajibkan kepada setiap muslim, sedangkan
pengingkaran dengan tangan dan lisan berdasarkan kemampuannya.
Dakwah saat ini membutuhkan lebih dari sekedar ceramah dan khutbah dalam menyebarkan inti ajaran
agama, namun juga membutuhkan sisi estetika yang lebih mudah diterima dan dicerna oleh masyarakat pada
umumnya. Pemaksaan komunikasi dakwah agama hanya melalui ceramah-ceramah, kelompok-kelompok
kajian, buku atau kegiatan lain yang mungin dinilai eksklusif oleh masyarakat kita akan menjadi langkah
kontraproduktif. Musuh dakwah ini sudah sedemikian gencarnya memanfaatkan estetika sebagai kanal
propaganda yang paling efektif, maka jika tidak ingin kalah sudah seharusnya gerakan dakwa Islam juga
memanfaatkan kanal ini.

6
Ratino, Dakwah Penuh Estetika dari Sunan Bonang
https://www.kompasiana.com/ratino_arkananta/54f8f323a3331147508b468c/dakwah-penuh-estetika-dari-sunan-bonang , diakses
pada 10 0ktober 2019 puluk 03.39 WIB
DAFTAR PUSTAKA
Enjang AS, Hajir Tajiri, 2009, Etika Dakwah, Bandung: Widya Padjajaran
Abdullah Jurmadi, 2016, Estetika Dakwah, https://jurmadiabdullah.wordpress.com/2016/06/09/etestika-
dakwah/.
Ratino, 2014, Dakwah Penuh Estetika dari Sunan Bonang, https://www.kompasiana.com/ratino_arkananta
Marlina, 2017, Konsep Etika Dakwah, https://marlinamediabki.wordpress.com/,
Zahra nisa, 2013, Hadits Pendekatan Dakwah, nnisa-zahro17.blogspot.com/2013/01/1-hadits-pendekatan-
dakwah.html

Anda mungkin juga menyukai