Anda di halaman 1dari 47

ANALISA BREAK EVEN POINT SEBAGAI ALAT PERENCANAAN

LABA PADA PT.GUDANG GARAM Tbk.

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Seminar Proposal


Skripsi Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Skripsi

Disusun Oleh :

Isnaini Fathanah

C.1710977

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS DJUANDA

BOGOR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul
“ANALISA BREAK EVEN POINT SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA
PADA PT. GUDANG GARAM Tbk” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan proposal penelitian ini adalah untuk


mempelajari cara pembuatan skripsi pada Universitas Djuanda Bogor dan untuk
mengikuti seminar proposal skripsi guna memenuhi persyaratan ujian skripsi.

Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada


semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga
peroposal penelitian ini dapat selesai.

Meskipun telah berusaha menyelesaikan proposal penelitian ini sebaik


mungkin, penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih ada kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan
proposal penelitian ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga proposal penelitian ini berguna bagi para
pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Sukabumi, 10 November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................17

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................17

1.3 Batasan Masalah......................................................................................17

1.4 Tujuan Penelitian.....................................................................................18

1.5 Manfaat Penelitian...................................................................................18

1.6 Sistematika Penulisan.............................................................................19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu................................................................................20

2.2 Akuntansi

2.2.1 Pengertian Akuntansi...................................................................20

2.2.2 Tipe Akuntansi............................................................................21

2.3 Akuntansi Biaya

2.3.1 Pengertian Akuntansi Biaya........................................................23

2.3.2 Fungsi dan Tujuan Akuntansi Biaya...........................................25

2.3.3 Biaya............................................................................................25

2.3.4 Objek dan Penggolongan Biaya..................................................27

2.4 Harga Pokok Produksi

2.4.1 Pengertian Harga Pokok Produksi...............................................28

3
2.4.2 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi..............................................29

2.5 Analisis Biaya Volume Laba

2.5.1 Pengertian Analisis Biaya Volume Laba.....................................30

2.5.2 Analisis Break Event Point (Titik Impas)....................................33

2.5.3 Margin Of Safety (Margin Keamanan).......................................33

2.5.4 Shut Down Point (Titik Penutupan Usaha).................................34

2.5.5 Degree Of Operating Leverage....................................................36

2.6 Perencanaan Laba

2.6.1 Pengertian Perencanaan Laba......................................................37

2.6.2 Faktor-faktor Dalam Perencanaan Laba.....................................38

2.6.3 Manfaat Perencanaan Laba..........................................................38

2.6.4 Perencanaan Laba Jangka Pendek...............................................39

2.7 Metode Perhitungan Break Even Point...................................................39

2.8 Hubungan Break Even Point dengan Perencanaan Laba.........................41

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Objek dan Lokasi Penelitian....................................................................42

3.2 Desain Penelitian.....................................................................................42

3.3 Sumber Data............................................................................................43

3.4 Sumber Pengumpulan Data.....................................................................43

3.5 Metode Analisis Data..............................................................................44

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................46

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan sektor industri disuatu negara sangat berpengaruh terhadap


kemajuan ekonomi negara tersebut, sehingga langsung maupun tidak langsung
perkembangan pembangunan juga semakin pesat dari waktu ke waktu. Industri
manufaktur rokok merupakan kelompok perusahaan besar dan berkembang cukup
pesat di Indonesia. Dalam dunia industri 4.0 perkembangan teknologi dan dunia
usaha di Indonesia berjalan dengan pesat sehingga pengelolaan faktor produksi
yang ada dalam perusahaan perlu diperhitungkan secara matang dan terstruktur
agar pemanfaatan sumberdaya menjadi efektif dan efisien.

Salah satu tujuan utama sebuah perusahaan adalah untuk memperoleh


keuntungan atau laba yang dapat dipergunakan untuk kelangsungan hidup
perusahaan tersebut. Mendapatkan keuntungan dan besar kecilnya laba menjadi
sering dijadikan sebagai ukuran kesuksesan suatu manajemen perusahaan. Hal
tersebut didukung oleh kemampuan manajemen di dalam melihat kemungkinan
dan kesempatan dimasa yang akan datang.

Perusahaan manufaktur atau industri sebelum datangnya periode akuntansi


yang akan datang pada umumnya menilai kinerja perusahaan dan memprediksi
usaha untuk masa yang akan datang. Dalam prediksi kinerja keuangan ini,
perusahaan akan mempertimbangkan pendapatan dan beban dalam memproduksi
produk yang dihasilkan perusahaan.

Dalam menjalankan usahanya perusahaan tentu menyusun laporan keuangan


yang dapat menggambarkan kondisi finansial perusahaan di masa lalu dan
membuat perkiraan kondisi perusahaan di masa yang akan datang. Laporan
keuangan itu sendiri disusun untuk mengetahui besaran laba atau keuntungan
selama periode tertentu sebagai penentu kelangsungan hidup suatu perusahaan.
Laba merupakan ukuran keseluruhan prestasi perusahaan yang diukur dengan
menghitung selisih antara pendapatan dan biaya (Hanafi, 2010:32). Biaya,
volume dan laba adalah tiga elemen pokok dalam penyusunan laporan laba rugi.

5
Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan mata uang
untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaan laba memerlukan alat bantu berupa
analisis biaya volume laba. Kemampuan manajemen perusahaan diaplikasikan
dalam upayanya memperoleh dan mengalokasikan sumber daya dengan cara yang
paling murah dan paling maksimal dalam memberikan manfaat dalam pencapaian
tujuan perusahaan.

Hubungan antara pendapatan, biaya dan laba dikenal sebagai analisis


hubungan biaya volume laba. Pengetahuan dasar yang sangat menentukan dalam
analisis biaya, volume, dan laba adalah pemahaman tentang penyusunan laporan
laba-rugi dengan menggunakan pendekatan variable costing. Pendekatan ini
menghasilkan suatu model laporan laba rugi dimana biaya di klasifikasikan
menurut perilakunya.

Agar lebih informatif, maka sebaiknya laporan laba-rugi diuraikan dalam


bentuk laporan penjualan secara total dan penjualan per unit. Selain itu diperlukan
juga hasil analisis vertikal yang menunjukan persentase biaya variabel dan rasio
margin kontribusi dari nilai penjualan.

Sofyan ( 2013:357) salah satu teknik analisis biaya volume laba adalah
analisis break even point atau analisis titik impas. Titik impas adalah keadaan
dimana pendapatan perusahaan sama dengan total biaya yang dikeluarkan.
Analisa titik impas dapat dijadikan tolak ukur untuk menaikkan laba atau
mengetahui penurunan laba. Analisis break even point sering digunakan dalam
perencanaan keuangan. Namun rumus ini juga dapat digunakan dalam hal lain
misalnya analisis laporan keuangan. Dalam analisis laporan keuangan kita dapat
menggunakan rumus ini untuk mengetahui:

1. Hubungan antara penjualan biaya dan laba


2. Struktur biaya tetap dan biaya variabel
3. Kemampuan perusahaan dalam memberikan margin untuk menutupi biaya tetap
4. Kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan
tidak mengalami laba atau rugi.

Bastian dan Nurlaela (2006:208) analisis titik impas adalah suatu cara atau
teknik yang digunakan oleh seorang manajer suatu perusahaan untuk mengetahui

6
jumlah penjualan dan jumlah produksi suatu perusahaan yang bersangkutan tidak
mengalami untung dan rugi. Dengan kata lain bahwa titik impas adalah suatu
keadaan dimana suatu perusahaan yang pendapatan penjualannya sama dengan
total biaya, atau besarnya kontribusi margin sama dengan total biaya tetap.

PT. Gudang Garam Tbk adalah perusahaan yang bergerak dibidang


manufaktur yang memproduksi rokok. Adapun sejarah singkat perusahaan akan
diuraikan dalam paragraf di bawah ini.

Perusahaan rokok Gudang Garam adalah salah satu industri rokok


terkemuka di Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1958 di kota Kediri, Jawa
Timur. Hingga kini, Gudang Garam sudah terkenal luas baik di dalam negeri
maupun luar negeri sebagai penghasil rokok kretek berkualitas tinggi. Produk
Gudang Garam dapat ditemukan dalam berbagai variasi, mulai sigaret kretek
klobot (SKL), sigaret kretek linting-tangan (SKT), hingga sigaret kretek linting-
mesin (SKM).

Berawal dari industri rumahan, perusahaan kretek Gudang Garam telah


besar dan berkembang seiring tata kelola perusahaan yang baik dan berlandaskan
pada filosofi Catur Dharma. Nilai-nilai tersebut merupakan panduan perusahaan
dalam tata laku dan kinerja perusahaan bagi karyawan, pemegang saham, serta
masyarakat luas.

Apa yang dicapai Gudang Garam saat ini tidak terlepas dari peran penting
sang pendiri, Surya Wonowidjojo. Beliau merupakan seorang wirausahawan sejati
yang dimatangkan oleh pengalaman dan naluri bisnis. Di mata para pegawai,
beliau bukan hanya berperan sebagai pemimpin, melainkan juga merupakan sosok
seorang bapak, saudara, serta sahabat yang amat memperhatikan kesejahteraan
karyawan.

Surya Wonowidjojo meninggal dunia pada 28 Agustus 1985 dengan


meninggalkan kesan yang hebat bukan hanya di mata karyawan, melainkan juga
di hati masyarakat Kediri dan sekitarnya. Beliau merupakan seorang panutan yang
menanamkan nilai-nilai mulia bagi perusahaan, yang dituangkannya ke dalam
Catur Dharma Perusahaan:

7
1. Kehidupan yang bermakna dan berfaedah bagi masyarakat luas merupakan suatu
kebahagiaan.

2. Kerja keras, ulet, jujur, sehat, dan beriman adalah prasyarat kesuksesan.

3. Kesuksesan tidak dapat terlepas dari peranan dan kerjasama dengan orang lain.

4. Karyawan adalah mitra usaha yang utama.

Adapun brand atau produk Gudang Garam meliputi:

1. Gudang Garam Merah adalah merek sigaret kretek linting-tangan yang


berkomitmen mempertahankan tradisi mengolah dan menikmati kretek di tanah
air.

2. Setiap batang kretek Gudang Garam Djaja merupakan karya budaya Indonesia.

8
3. Gudang Garam International adalah merek sigaret kretek asli Indonesia
yang diluncurkan pada 3 November 1979 di Kediri, Jawa Timur.

4. Gudang Garam Signature adalah rokok kretek full-flavor pilihan terbaik untuk
perokok muda professional yang mencari kombinasi kualitas dan gaya.

5. Gudang Garam Signature Mild menawarkan keunikan ukuran diameter


batang yang besar di kategori Rokok Kretek Mild.

9
6. Sriwedari adalah merek kretek linting-tangan dari Gudang Garam yang
tampil dalam bentuk serta kemasan yang unik.

Gudang Garam adalah produsen rokok kretek terkemuka yang identik


dengan Indonesia yang merupakan salah satu sentra utama perdagangan rempah di
dunia. Dengan total penduduk sekitar 266 juta jiwa, Indonesia merupakan pasar
konsumen yang besar dan beragam dengan persentase perokok dewasa yang
signifikan yakni 66% lakilaki dewasa di Indonesia diperkirakan adalah perokok.
Berdasarkan riset pasar Nielsen, pada akhir tahun 2018 Gudang Garam memiliki
pangsa pasar rokok dalam negeri sebesar 23,1% dengan produk-produk yang
sudah dikenal luas oleh masyarakat di seluruh Nusantara. Gudang Garam
menyediakan lapangan kerja bagi 33.575 orang di akhir tahun 2018 yang terlibat
dalam produksi rokok, pemasaran dan distribusi.

Perusahaan juga memilliki 66 kantor area dengan 269 titik distribusi di


seluruh Indonesia dan armada penjualan lebih dari 7.000 kendaraan termasuk
sepeda motor untuk melayani pasar. Kesejahteraan karyawan menjadi perhatian
utama, dari standar keselamatan kerja dan penyediaan fasilitas kesehatan hingga
pelatihan kepemimpinan, manajemen, administrasi serta keterampilan teknik yang

10
diselenggarakan di dalam maupun di luar Perusahaan. Gudang Garam secara tidak
langsung juga mendukung penciptaan lapangan kerja bagi kurang lebih 4 juta
orang yang terdiri dari petani tembakau dan cengkeh, pengecer dan pedagang
asongan yang tersebar di seluruh Indonesia. Industri rokok sendiri, termasuk
Perseroan, merupakan sumber utama pendapatan cukai bagi negara.

Gudang Garam memiliki fasilitas produksi rokok kretek di dua lokasi.


Pertama, di Kediri, dengan jumlah penduduk 268 ribu jiwa yang merupakan pusat
perdagangan regional sekaligus lokasi kantor pusat Perseroan. Fasilitas produksi
kedua berlokasi di Gempol, Jawa Timur yang berjarak 50 kilometer dari
Surabaya. Dari kedua fasilitas produksi ini Perseroan mampu memenuhi
permintaan produk rokok yang ada.

Perseroan memproduksi berbagai jenis rokok kretek, termasuk jenis rendah


tar nikotin (LTN) serta produk tradisional sigaret kretek tangan. Gudang Garam
mengoperasikan fasilitas percetakan kemasan rokok, dan di samping itu juga
memiliki enam anak perusahaan yang sudah beroperasi komersial yaitu:

• PT Surya Pamenang, produsen kertas karton untuk kemasan rokok

• PT Surya Madistrindo, distributor tunggal produk Perseroan

• PT Surya Air dan Galaxy Prime Ltd., penyedia layanan jasa penerbangan
tidak berjadwal • PT Graha Surya Media, penyedia jasa hiburan

• PT Surya Inti Tembakau, penyedia jasa pemrosesan tembakau

Sepanjang tahun 2018, Gudang Garam membuktikan bahwa kualitas produk


berstandar tinggi, ketersediaan produk yang merata dan strategi penentuan harga
yang efektif merupakan perpaduan yang menunjang pencapaian pertumbuhan dan
membentuk loyalitas merek.

Kondisi bisnis sedang mengalami tantangan dari sisi operasional. Meskipun


harga komoditas mengalami pemulihan, belanja domestik tetap menjadi
penggerak perekonomian. Perilaku belanja konsumen yang beragam dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi digital telah menciptakan
lapangan pekerjaan baru. Namun di sisi lain, pekerja paruh waktu meningkat
dibandingkan pekerja tetap dengan kepastian pendapatan.

11
Tren beberapa tahun terakhir terus berlanjut, permintaan akan produk
tembakau di tingkat nasional melemah di saat seluruh kategori barang konsumsi
utama menurun. Nilai rupiah yang menurun mencerminkan tahun yang kurang
menjanjikan bagi industri ritel dan harga pasar.

Saham Perseroan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode
GGRM diperdagangkan pada kisaran harga Rp 66.125 hingga Rp 86.400 per
lembar saham sepanjang tahun 2018. Jumlah modal disetor dan ditempatkan tidak
mengalami perubahan pada tahun 2018 dan Perseroan telah membagikan dividen
senilai Rp 2.600 per saham dari laba tahun 2017 sesuai keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham Tahunan pada bulan Juni 2018.

(Sumber: gudanggaramtbk.com,2019)

Kondisi PT. Gudang Garam Tbk untuk tahun 2018-2019 secara umum
mengalami kenaikan biaya produksi. Berikut adalah perbandingan persentase
biaya pada PT. Gudang Garam Tbk pada tahun 2018-2019:

Adapun data keuangan PT. Gudang Garam Tbk selama tahun 2018-2019 :

Tabel 1.1. Laporan Laba Rugi Tahun 2018

12
Laporan laba rugi dan
penghasilan komprehensif lain

31 December 2018 31 December 2017


Penjualan dan pendapatan usaha 95.707.663 83.305.925
Beban pokok penjualan dan (77.063.336) (65.084.263)
pendapatan
Jumlah laba bruto 18.644.327 18.221.662
Beban penjualan (4.644.965) (4.354.354)
Beban umum dan administrasi (2.906.092) (2.748.672)

Pendapatan keuangan 72.721 73.291


Beban keuangan (677.562) (800.741)
Keuntungan (kerugian) selisih kurs 34.794 (14.696)
mata uang asing
Pendapatan lainnya 68.719 92.893
Beban lainnya (112.700) (32.871)
Jumlah laba (rugi) sebelum pajak 10.479.242 10.436.512
penghasilan
Pendapatan (beban) pajak (2.686.174) (2.681.165)
Jumlah laba (rugi) dari operasi 7.793.068 7.755.347
yang dilanjutkan
Jumlah laba (rugi) 7.793.068 7.755.347
Pendapatan komprehensif
lainnya, setelah pajak
Pendapatan komprehensif
lainnya yang tidak akan
direklasifikasi ke laba rugi,
Pendapatan setelah pajak lainnya
komprehensif 174.940 (51.725)
atas pengukuran kembali
kewajiban manfaat pasti, setelah
Jumlah pendapatan komprehensif 174.940 (51.725)
lainnya yang tidak akan
direklasifikasi ke laba rugi, setelah
Jumlah pendapatan komprehensif 174.940 (51.725)
lainnya, setelah pajak
Jumlah laba rugi komprehensif 7.968.008 7.703.622
Laba (rugi) yang dapat
diatribusikan
Laba (rugi) yang dapat 7.791.822 7.753.648
diatribusikan ke entitas induk
Laba (rugi) yang dapat 1.246 1.699
diatribusikan ke kepentingan non-
13
Laba rugi pengendali
komprehensif yang
dapat diatribusikan
Laba rugi komprehensif yang 7.966.762 7.701.923
Tabel 1.2. Laporan Laba Rugi Kuartal 1 tahun 2019

Laporan laba rugi dan


penghasilan komprehensif lain

31 March 2019 31 March 2018


Penjualan dan pendapatan usaha 26.196.611 21.980.863
Beban pokok penjualan dan (21.277.577) (17.567.943)
pendapatan
Jumlah laba bruto 4.919.034 4.412.920
Beban penjualan (949.071) (1.029.788)
Beban umum dan administrasi (690.144) (700.109)

Beban keuangan (186.699) (194.824)


Keuntungan (kerugian) selisih kurs (6.469) 3.183
mata uang asing
Pendapatan lainnya 65.168 40.836
Beban lainnya (6.602) (1.200)
Jumlah laba (rugi) sebelum pajak 3.145.217 2.531.018
penghasilan
Pendapatan (beban) pajak (789.885) (638.323)
Jumlah laba (rugi) dari operasi 2.355.332 1.892.695
yang dilanjutkan
Jumlah laba (rugi) 2.355.332 1.892.695
Jumlah laba rugi komprehensif 2.355.332 1.892.695
Laba (rugi) yang dapat
diatribusikan
Laba (rugi) yang dapat 2.355.332 1.892.063
diatribusikan ke entitas induk
Laba (rugi) yang dapat 632
diatribusikan ke kepentingan
non-pengendali
Laba rugi komprehensif yang
dapat diatribusikan
Laba rugi komprehensif yang 2.355.332 1.892.063
dapat diatribusikan ke entitas
induk
Laba rugi komprehensif yang 632
dapat diatribusikan ke
kepentingan
Laba (rugi) pernon-pengendali
saham
Laba per saham dasar
diatribusikan kepada pemilik
entitas induk
Laba (rugi) per saham dasar 1.224 983
dari operasi yang dilanjutkan
Laba (rugi) per saham
dilusian
Laba (rugi) per saham 1.224 983
dilusian dari operasi yang
dilanjutkan

14
Tabel 1.3. Laporan Laba Rugi Kuartal 2 Tahun 2019

Laporan laba rugi dan


penghasilan komprehensif lain

30 June 2019 30 June 2018


Penjualan dan pendapatan usaha 52.744.857 45.305.015
Beban pokok penjualan dan (42.786.493) (36.316.337)
pendapatan
Jumlah laba bruto 9.958.364 8.988.678
Beban penjualan (2.522.272) (2.496.887)
Beban umum dan administrasi (1.528.885) (1.540.719)

Pendapatan keuangan 37.826 31.469


Beban keuangan (263.093) (295.774)
Keuntungan (kerugian) selisih kurs (10.192) 36.441
mata uang asing
Pendapatan lainnya 52.942 28.954
Beban lainnya (15.636) (2.382)
Jumlah laba (rugi) sebelum pajak 5.709.054 4.749.780
penghasilan
Pendapatan (beban) pajak (1.428.058) (1.193.817)
Jumlah laba (rugi) dari operasi 4.280.996 3.555.963
yang dilanjutkan
Jumlah laba (rugi) 4.280.996 3.555.963
Jumlah laba rugi komprehensif 4.280.996 3.555.963
Laba (rugi) yang dapat
diatribusikan
Laba (rugi) yang dapat 4.280.996 3.554.700
diatribusikan ke entitas induk
Laba (rugi) yang dapat 1.263
diatribusikan ke kepentingan
non-pengendali
Laba rugi komprehensif yang
dapat diatribusikan
Laba rugi komprehensif yang 4.280.996 3.554.700
dapat diatribusikan ke entitas
induk
Laba rugi komprehensif yang 1.263
dapat diatribusikan ke
kepentingan non-pengendali
Laba (rugi) per saham
Laba per saham dasar
diatribusikan kepada pemilik
entitas induk
Laba (rugi) per saham dasar 2.225 1.847
dari operasi yang dilanjutkan
Laba (rugi) per saham
dilusian
Laba (rugi) per saham 2.225 1.847
dilusian dari operasi yang
dilanjutkan

15
Tabel 1.4. Laporan Laba Rugi Kuartal 3 tahun 2019

Laporan laba rugi dan


penghasilan komprehensif lain

30 September 2019 30 September 2018


Penjualan dan pendapatan usaha 81.721.032 69.889.350
Beban pokok penjualan dan (65.983.725) (56.179.100)
pendapatan
Jumlah laba bruto 15.737.307 13.710.250
Beban penjualan (3.545.784) (3.424.299)
Beban umum dan administrasi (2.218.987) (2.083.241)

Beban keuangan (402.603) (476.153)


Keuntungan (kerugian) selisih kurs (6.946) 54.365
mata uang asing
Pendapatan lainnya 130.315 85.952
Beban lainnya (22.706) (106.084)
Jumlah laba (rugi) sebelum pajak 9.670.596 7.760.790
penghasilan
Pendapatan (beban) pajak (2.427.330) (1.998.367)
Jumlah laba (rugi) dari operasi 7.243.266 5.762.423
yang dilanjutkan
Jumlah laba (rugi) 7.243.266 5.762.423
Jumlah laba rugi komprehensif 7.243.266 5.762.423
Laba (rugi) yang dapat
diatribusikan
Laba (rugi) yang dapat 7.243.264 5.761.178
diatribusikan ke entitas induk
Laba (rugi) yang dapat 2 1.245
diatribusikan ke kepentingan
non-pengendali
Laba rugi komprehensif yang
dapat diatribusikan
Laba rugi komprehensif yang 7.243.264 5.761.178
dapat diatribusikan ke entitas
induk
Laba rugi komprehensif yang 2 1.245
dapat diatribusikan ke
kepentingan non-pengendali
Laba (rugi) per saham
Laba per saham dasar
diatribusikan kepada pemilik
entitas
Labainduk
(rugi) per saham dasar 3.765 2.994
dari operasi yang dilanjutkan
Laba (rugi) per saham
dilusian
Laba (rugi) per saham 3.765 2.994
dilusian dari operasi yang
dilanjutkan

16
Tabel 1.5. Perbandingan Biaya Tahun 2018-2019

Keterangan Tahun 2018 Tahun 2019


Fixed Cost Rp 5.507.540,00 Rp 5.764.771,00
Variable Cost Rp 56.179.100,00 Rp 65.983.725,00
Total Biaya Rp 61.686.640,00 Rp 71.748.496,00
(Sumber : idx.co.id,2019)

Dari tabel 1.1 diatas dapat dilihat bahwa biaya produksi dari tahun 2018
menuju tahun 2019 mengalami kenaikan sebesar Rp10.061.856,00.

Berdasarkan apa yang telah penulis sampaikan di atas, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS BREAK EVEN POINT
SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT. GUDANG GARAM
Tbk”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan pada latar belakang masalah di atas,
maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana penerapan penggolongan biaya produksi tahun 2018-2019 pada PT.


Gudang Garam Tbk?

2. Faktor-faktor apa saja yang mungkin menyebabkan terjadinya penurunan laba


pada PT. Gudang Garam Tbk ?

3. Bagaimana penerapan analisis Break Even Point dalam penentuan perencanaan


laba tahun 2020 pada PT. Gudang Garam Tbk?

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini ditetapkan agar penelitian nanti berfokus
pada pokok permasalahan yang telah dijabarkan beserta pembahasannnya,
sehingga diharapkan penelitian yang dilakukan tidak menyimpang jauh dari
tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas,

17
peneliti membatasi masalah pada perencanaan laba tahun 2020 pada PT. Gudang
Garam Tbk.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui penerapan penggolongan biaya tahun 2018-2019 pada PT.


Gudang Garam Tbk.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya


penurunan laba pada PT. Gudang Garam Tbk.

3. Untuk mengetahui penerapan analisis Break Even Point untuk menentukan


perencanaan laba tahun 2020 pada PT. Gudang Garam Tbk.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai


berikut:

1. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat


untuk bahan rujukan penulisan proposal skripsi berikutnya atau sekedar
menambah wawasan bagi para pembacanya.

2. Manfaat Praktis Bagi perusahaan yaitu agar hasil penelitian ini dapat
memberikan kontribusi pemikiran bagi manajemen dalam melaksanakan analisa
break even point sehingga mempengaruhi laba dimasa yang akan datang dengan
melihat perkembangan analisa break even point di periode waktu sebelumnya
serta dapat menjadi tambahan inforrmasi pada perusahaan sebagai pengambilan
keputusan dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang.

3. Bagi Peneliti: hasil dari penelitian bisa memberikan sumbangan ilmu dan
memperluas pengetahuan para pembaca sekalian baik secara teori maupun
praktek. Menambah wawasan serta pengetahuan penulis khususnya di bidang
keuangan. Selain itu juga bermanfaat sebagai bahan penulisan skripsi yang
merupakan salah satu syarat untuk syarat kelulusan pendidikan dan mendapat
gelar sarjana.

18
1.6. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

19
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pendapat Penelitian Terdahulu

Ramadhan, Dzulkirom AR dan Topowijono (2018) menggunakan judul


Analisis Break Even Point sebagai Alat untuk Merencanakan Laba Perusahaan
(Studi Pada Perusahaan PT Tempo Inti Media Tbk Periode 2014-2016). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa analisis break even point berpengaruh dalam
perencanaan laba, karena dapat memberikan informasi akurat berkaitan
perencanaan laba yang diinginkan.

Choiriyah (2016) dengan judul Analisis Brek Even Point sebagai Alat
Perencanaan Penjualan pada Tingkat Laba yang Diharapkan( Studi Kasus pada
Perhutani Plywood Industri Kediri tahun 2013-2014). Dapat diambil kesimpulan
bahwa rencana penjualan pada tingkat laba yang diharapkan terbukti
menghasilkan laba yang diharapkan, sehingga analisis break even point
kemungkinan besar dapat dijadikan acuan bagi pihak manajemen perusahaan
dalam pengambilan keputusan keuangan.

Okviana (2016) dengan judul Analisis Break Even Point dalam


Kebijakan Perencanaan Penjualan dan Laba (Studi Pada PT Wonojati Wijoyo
Kediri). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dinyatakan bahwa break even point
dapat memiliki peluang menjadi alat pertimbangan perusahaan dalam
merencanakan laba yang diharapkan.

2.2. Akuntansi

2.2.1. Pengertian Akuntansi

American Accounting Association (dalam Soemarso, 2009:3) akuntansi


adalah proses identifikasi, pengukuran dan pelaporan informasi ekonomi untuk
memungkinkan adanya penilaian serta keputusan yang benar untuk para pengguna
informasi tersebut.

2.2.2. Tipe Akuntansi

20
Mulyadi (2017:1) menyatakan akuntansi dibagi menjadi dua tipe yaitu
akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi keuangan merupakan
tipe akuntansi yang mengolah informasi keuangan untuk memenuhi kebutuhan
manajemen puncak dan pihak luar perusahaan, sedangkan akuntansi manajemen
merupakan tipe akuntansi yang mengolah informasi keuangan untuk keperluan
manajemen dan melaksanakan fungsi perencanaan dan pengendalian organisasi.
Akuntansi biaya bukan merupakan tipe akuntansi tersendiri yang terpisah dari dua
tipe akuntansi tersebut, namun merupakan bagian dari keduanya.

1. Hubungan antara Akuntansi Biaya dengan Akuntansi Keuangan

Akuntansi keuangan mempunyai tujuan utama untuk menyediakan


informasi keuangan berupa laporan keuangan bagi pihak-pihak di luar perusahaan,
seperti pemegang saham, pemerintah, investor, masyarakat umum. Laporan
keuangan tersebut berupa laporan laba-rugi, neraca dan laporan arus kas.

Untuk menyusun Laporan Laba-Rugi dan Neraca pada perusahaan


manufaktur diperlukan informasi harga pokok barang jadi dan harga pokok barang
dalam proses pada akhir periode. Harga pokok barang jadi secara formal dihitung
dan disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi yang merupakan lampiran
dari laporan laba-rugi. Dengan demikian akuntansi biaya merupakan bagian
integral dengan akuntansi keuangan, karena akuntansi biaya menghasilkan
informasi biaya yang diperlukan untuk menyusun laporan keuangan.

2. Hubungan antara Akuntansi Biaya dengan Akuntansi Manajemen

Akuntansi Manajemen mempunyai tujuan utama menyediakan informasi


keuangan bagi manajemen yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan,
sebagai contoh seorang manajer akan memutuskan apakah perusahaan menerima
atau menolak pesanan khusus (special order), menghentikan atau melanjutkan
suatu produk yang mengalami kerugian. Untuk mengambil keputusan tersebut
manajer memerlukan informasi yang relevan dengan keputusan yang diambil,
yaitu informasi biaya produksi. Informasi tersebut dihasilkan oleh bagian
akuntansi biaya.

2.3. Akuntansi Biaya

2.3.1. Pengertian Akuntansi Biaya

21
Mulyadi (2017:7) akuntansi biaya adalah proses pencatatan,
penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya, pembuatan dan penjualan produk
atau jasa, dengan cara-cara tertentu, serta penafsiran terhadapnya. Proses
akuntansi biaya dapat ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam
perusahaan maupun luar perusahaan.

Mulyadi (2012:8) biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur


dengan satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk
tujuan tertentu.Ada unsur pokok dalam definisi biaya tersebut di atas:

a. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi

b. Diukur dalam satuan uang

c. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi

d. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu

Carter dan Usry (2005:60) penggolongan biaya berdasarkan fungsi utama


organisasi yaitu:

a. Biaya produksi

Biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi. Biaya produksi terdiri atas
biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead
pabrik.

b. Biaya pemasaran

Biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk.


Biaya pemasaran terdiri dari biaya gaji karyawan pemasaran, biaya iklan, dan
ongkos angkat penjualan adalah beberapa contoh biaya pemasaran.

c. Biaya administrasi dan umum

Merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan


pemasaran produk. Contoh biaya ini adalah biaya gaji karyawan, bagian
keuangan, akuntansi, personalia, dan bagian hubungan masyarakat, biaya
pemeriksaan akuntan dan biaya fotocopy.

Berdasarkan kemudahan penelusuran biaya yaitu:

1) Biaya langsung

22
Adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu satunya adalah karena
adanya sesuatu yang dibiayai. Jika sesuatu yang dibiayai tersebut tidak ada, maka
biaya langsung ini tidak akan terjadi.

2) Biaya tidak langsung

Adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang
dibiayai. Biaya tidak langsung dalm hubungannya dengan produk tersebut dengan
istilah biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory
overhead costs).

Berdasarkan perilaku biaya:

a) Biaya variabel

Adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan


volume kegiatan. Contohnya biaya variabel adalah biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung.

b) Biaya semi variabel

Adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume


kegiatan. Biaya semi variabel mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya
variabel.

Unsur biaya tetap merupakan jumlah biaya minimum untuk penyediaan


jasa, sedangkan nunsur biaya variabel merupakan bagian dari biaya semi variabel
yang dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan.

c) Biaya semifixed

Adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan
berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.

d) Biaya tetap

Adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar volume kegiatan
tertentu. Contohnya adalah biaya gaji akuntan.

2.3.2. Fungsi dan Tujuan Akuntansi Biaya

Mulyadi (2017:10) mengemukakan bahwa akuntansi biaya berfungsi


untuk mengukur pengorbanan nilai masukan tersebut guna menghasilkan

23
informasi bagi manajemen yang salah satu manfaatnya adalah mengukur apakah
kegiatan usaha menghasilkan laba, dan untuk perencanaan alokasi sumber
ekonomi yang dikorbankan untuk menghasilkan keluaran. Tujuan akuntansi biaya
adalah perencanaan pengendalian biaya. Menurut Mulyadi (2017:7) Akuntansi
biaya mempunyai tiga tujuan pokok yaitu:

1. Penentuan Harga Pokok Produk (product costing)

Untuk memenuhi tujuan penentuan harga pokok produk, akuntansi biaya


mencatat, menggolongkan dan meringkas biaya-biaya pembuatan produk atau
penyerahan jasa dengan cara-car tertentu. Umumnya akuntansi biaya untuk
penentuan harga pokok produk ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pihak
perusahaan.

2. Penentuan Biaya (cost control)

Pengendalian biaya harus didahului dengan penentuan biaya yang


seharusnya dikeluarkan untuk memproduksi satuan produk. Jika biaya yang
seharusnya telah detetapkan, akuntansi biaya bertugas untuk memantau apakah
pengeluaran biaya yang sesungguhnya sesuai dengan biaya yang seharusnya
tersebut.

Akuntansi biaya kemudian menganalisis penyimpangan biaya


sesungguhnya dengan biaya yang seharusnya dan menyajikan informasi mengenai
penyebab terjadinya selisih atau penyimpangan tersebut. Analisis penyimpangan
dan penyebabnya tersebut manajemen dapat mempertimbangkan tindakan koreksi
juga dapat melakukan penilaian prestasi para manajer di bawahnya. Akuntansi
biaya untuk tujuan pengendalian biaya ini lebih ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan pihak intern perusahaaan.

3. Pengambilan Keputusan Khusus (special decisison making)

Untuk pengambilan keputusan khusus, akuntansi biaya menyediakan


informasi biaya masa yang akan datang karena pengambilan keputusan
berhubungan dengan masa yang akan datang.

Informasi biaya masa yang akan datang tersebut jelas tidak dapat diperoleh
dari catatan karena memang tidak dicatat, melainkan diperoleh dari hasil prediksi

24
atau penaksiran. Proses penambilan keputusan khusus tersebut, sebagian besar
merupakan tugas manajemen perusahaandengan memnfaatkan informasi biaya
tersebut.

2.3.3. Biaya

Mulyadi (2017:8) biaya dalam arti luas dirtikan sebagai sumber


pengorbanan ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau
kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu, sedangakan biaya dalam arti
sempit adalah pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva atau
disebut juaga sebagai “harga pokok”.

2.3.4. Objek dan Penggolongan Biaya

Utari, Purwanti dan Darsono (2016:20) menyatakan bahwa objek biaya


adalah produk atau jasa, pelanggan, departemen, proyek, aktivitas.

Mulyadi (2017:13) penggolongan biaya diklasifikasikan menurut :

1. Objek Pengeluaran

2. Fungsi pokok dalam perusahaan

3. Hubungan Biaya dengan sesuatu yang dibiayai

4. Perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan

5. Jangka waktu manfaat

Firdaus, Wasilah (2012:26) objek biaya merupakan suatu dasar yang


digunakan untuk melakukan perhitungan biaya. Oleh karena itu dalm sebuah
perusahaan terdapat banyak hal yang dijadikan sebagai objek biaya di antaranya
adalah objek biaya berdasarkan:

a. Produk

b. Jasa

c. Proyek

d. Konsumen

25
e. Merek

f. Aktivitas

g. Departemen

Hubungan antara biaya dan penggolongannya dapat disajikan sebagai


berikut:

1. Biaya Bahan
Baku
Biaya Produksi
Langsung
2. Biaya Tenaga
Kerja Langsung
Biaya Produksi
Biaya Produksi
Tidak Langsung

Biaya Overhead
Biaya Biaya Pemasaran
Pabrik

Biaya Administrasi
dan Umum

Biaya atas dasar hubungannya dengan pusat biaya:

Pusat Biaya adalah pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya


diukur berdasarkan masukannya. Contoh pusat biaya dalam perusahaan tekstil
adalah departemen pintal, departemen tenun dan departemen bengkel.

1. Biaya Langsung Departemen

Biaya yang secara langsung dibebankan kepada departemen tertentu.


Misalnya gaji pegawai di departemen pintal, biaya penyusutan mesin pintal adlah
biaya langsung departemen pintal. Sedangkan biaya penyusutan mesin tenun dan
gaji pegawai departemen tenun adalah biaya langsung departemen tenun.

2. Biaya Tidak Langsung Departemen

Biaya yang manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departemen. Misalnya
departemen pintal dan departemen tenun berada di bawah satu atap gedung
pabrik, maka biaya penyusutan gedung pabrik dan biaya pemeliharaan gedung

26
pabrik tersebut digolongkan sebagai biaya tidak langsung departemen pintal
maupun departemen tenun.

Biaya atas dasar hubungannya dengan metode pembukuan:

1. Pengeluaran Modal

Pengeluaran biaya yang manfaatnya dapat dinikmati untuk lebih dari stu
periode akuntansi, misalnya biaya perbaikan gedung sebesar Rp 10.000.000
apabila biaya perbaikan tersebut jumlahnya dipandang relatif besar dan dapat
menambah manfaat gedung tersebut, maka biaya ini harus dianggap sebagai
tambahan nilai investasi. Pengeluaran tersebut dikapitalisasi dan disusut untuk
beberapa periode.

2. Pengeluaran Penghasilan

Pengeluaran biaya yang manfaatnya hanya dinikmati pada periode yang


bersangkutan, yaitu periode terjadinya biaya tersebut. Contoh pengeluaran jenis
ini adalah biaya pemeliharaan bangunan, biaya pemeliharaanmesin dan servis
kendaraan.

Suatu pengeluaran biaya digolongkan sebagai pengeluaran modal ataukah


sebagai pengeluaran penghasilan ditentukan manajer berdasarkan kriteria sebagai
berikut:

a. Besarnya jumlah pengeluaran.

b. Manfaat pengeluaran tersebut untuk masa yang akan datang.

c. Kebijakan Manajemen.

Mengingat begitu banyaknya objek biaya yang dapat digunakan oleh


perusahaaan, namun yang paling umum dilakukan perusahaan adalah berdasarkan
produk, departemen dan aktivitas.

2.4. Harga Pokok Produksi

2.4.1. Pengertian Harga Pokok Produksi

Mulyadi (2017:14) mengungkapkan bahwa ada dua tipe biaya dalam pembuatan
produk yaitu biaya produksi dan biaya non produksi. Biaya produksi adalah biaya-

27
biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk jadi,
sedangkan biaya non produksi merupakan biaya-baiya yang dikeluarkan untuk
kegiatan non produksi, seperti kegiatan pemasaran dan kegiatan administrasi
umum. Biaya produksi membentuk harga pokok produksi, biaya nonproduksi
ditambahkan pada harga pokok produksi untuk menghitung total harga pokok
produk.

2.4.2 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi

Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan


unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Dalam memperhitungkan
unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, terdapa dua pendekatan:

1. Metode Full Costing.

Merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungka


semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik baik
berperilaku tetap maupun variabel. Dengan demikian harga pokok produksi
menurut metode full costing terdiri dari unsur biaya sebagai berikut :

Biaya Bahan Baku xxxx

Biaya Tenaga Kerja Langsung xxxx

Biaya Overhead Pabrik Variabel xxxx

Biaya Overhead Pabrik Tetap xxxx

Harga Pokok Produksi xxxx

Harga pokok produksi yang dihitung dengan pendekatan full costing


terdiri dari unsur harga pokok produksi ditambah dengan biaya non produksi
(biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum).

2. Metode Variable Costing.

Merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya


memperhitungkan biaya produksi variabel ke dalam harga pokok produksi, yang
terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead

28
pabrik variabel. Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode variable
costing terdiri dari unsur biaya sebagai berikut :

Biaya Bahan Baku xxxx

Biaya Tenaga Kerja Langsung xxxx

Biaya Overhead Pabrik Variabel xxxx

Harga Pokok Produksi xxxx

Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan variable costing


terdiri dari unsur harga pokok produksi variable(biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel) ditmabah dengan biaya non
produksi variabel ( baiya pemasaran variabel, biaya administrasi dan umum
variabel) dan biaya tetap (biaya overhead parik tetap, biaya pemasaran tetap, biaya
administrasi dan umum tetap).

2.5. Analisis Biaya Volume Laba

Keberhasilan dari suatu perusahaan pada umumnya ditandai dengan


kemapuan manajemen dalam melihat kemungkinan dan kesempatan di masa yang
akan datang. Oleh karena itu adalah tugas manajemen untuk merencanakan masa
depan perusahaannya, agar sedapat mungkin semua kemungkinan dan kesempatan
dimasa yang akan datang telah disadari dan direncanakan untuk menghadapinya
sejak sekarang.

Perencanaan pada dasarnya merupakan kegiatan membentuk masa depan


pada saat ini. Ukuran yang seringkali dipakai untuk menilai keberhasilan suatu
perusahaan adalah laba yang diperoleh. Laba terutama dipengaruhi oleh tiga
faktor : volume produk yang dijual, harga jual produk dan biaya. Biaya
menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba yang diharapkan, harga jual
mempengaruhi volume penjualan, sedangkan volume penjualan mempengaruhi
volume produksi. Tiga faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Analisis
hubungan biya, volume dan laba merupakan tehnik untuk menghitung dampak
perubahan harga jual, volume penjualan dan biaya terhadap laba untuk membantu
manajemen dalam perencanaan laba jangka pendek.

29
2.5.1. Pengertian Analisis Biaya Volume Laba

Mulyadi (2017:223) analisis biaya volume laba merupakan teknik untuk


menghitung dampak perubahan harga jual, volume penjualan dan biaya terhadap
laba untuk membantu manajemen dalam perencanaan laba jangka pendek.
Sedangkan menurut Garrison et. Al (2006:322) analisis biaya volume laba
merupakan alat bagi manajer dalam memeahami hubungan timbal ablik antara
biaya, volume, dan laba dalam organisasi dengan memfokuskan pada interaksi
antar lima elemen :

2.5.2. Analisis Break Even Point (Titik Impas)

Mulyadi (2017:72) impas adalah suatu keadaan dimana suatu usaha tidak
memperoleh laba dan tidak menderita rugi, dengan kata lain suatu usaha sikatakan
impas jika jumlah penadapatan asam dengan jumlah biaya, atau apabila laba
kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja. Sedangkan
menurut Bustami dan Nuralaela (2013:208) analisis break even point adalah suatu
cara atau teknik yang digunakan untuk mengetahui pada volume penjualan dan
volume produksi berapakah suatu perusahaan tidak menderita kerugian dan tidak
pula memperoleh.

Tujuan analisis titik impas adalah untuk mengetahui volume penjualan


minimum agar suatu usaha tidak menderita kerugian, tetapi juga belum
memperoleh laba atau dengan kata lain laba sama dengan nol. Mengetahui titik
impas penting terutama ketika seuah perusahaan memperkenalkan sebuah produk
baru atau memasuki pasar baru. Dalam kedua kondisi tersebut perusahaaan harus
mengevaluasi secara hat-hati potensi penjualan dan membandingkannya dengan
titik impas.

Dalam praktiknya penggunaan analisis titik impas memiliki beberapa tujuan


yang ingin dicapai yaitu:

a. Mendesain spesifikasi produk (berkaitan dengan biaya).

b. Penentuan harga jual persatuan.

c. Produksi atau penjualan minimal agar tidak mengalami kerugian.

30
d. Memaksimalkan jumlah produksi.

e. Perencanaan laba yang diinginkan.

f. Dan tujuan lainnya.

Mendesain spesifikasi produk biasanya selalu berkaitan dengan biaya-biaya


yang akan dikeluarkan termasuk harga yang nantinya dibebankan. Dalam
mendesain suatu produk diperlukan suatu pedoman yang memberi arah untuk para
manajemen dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan biaya harga.

Analisis titik impas memberikan perbandingan antara biaya dengan harga


untuk berbagai desain sebelum spesifikasi produk ditetapkan. Hal ini disebabkan
biaya sangat besar pengaruhnya terhadap harga. Dengan analisis titik impas kita
dapat menguji terlebih dahulu kelayakan suatu produk.

Penentuan harga jual persatuan, sangat penting agar harga jual dapat
diterima pelanggan. Di samping pertimbangan biaya yang akan dikeluarkan, harga
jual juga terkait dengan pihak pesaing yang memiliki produk yang sejenis. Jika
penentuan harga jual dilakukan dengan tidak realistis, maka perusahaan tidak akan
mampu menutupi semua atau sebagian dari biaya-biaya yang akan dikeluarkan.
Demikian pula jika melebihi harga jual dari pesaing dan tidak diimbangi dengan
kualitas dan pelayanan maka tidak akan mampu memaksimalkan penjualan seperti
yang telah ditentukan.

Produksi atau penjualan minimal agar tidak mengalami kerugian,


maksudnya adalah apabila perusahaan mampu menentukan batas jumlah produksi
dalam kondisi tidak rugi dan tidak laba dari kapasitas produksi yang dimilikinya.
Dengan demikian, dapat memudahkan perusahaan untuk mempertimbangkan
apakah harga jual sudah layak, jika dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan dan
kapasitas produksi yang dimiliki.

Memaksimalkan jumlah produksi artinya dengan analisis titik impas kita


dapat mengetahui, apakah jumlah produksi sudah maksimal atau belum. Yang
bertujuan agar jangan sampai ada kapasitas produksi yang menganggur.
Kemudian perusahaan juga mampu menjaga agar berproduksi secara efektif dan
efisien.

31
Manfaat Break Even Point Analisis secara umum dapat memberikan
informasi kepada pimpinan, bagaimanakah pola hubungan antar volume
penjualan, cost/biaya, dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level
penjualan tertentu. Analisis break even point dapat membantu pimpinan dalam
mengambil keputusan mengenai hal-hal sebagai berikut:

a. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan


tidak mengalami kerugian.

b. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan


tertentu.

c. Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak


menderita rugi.

d. Untuk mengetahui bagiamana efek perubahan harga jual, biaya dan


volume penjualan terhadapan keuntungan yang diperoleh.

Keterbatasan atau Kelemahan Analisis Titik Impas Adapun keterbatasan


atau kelemahan analisis titik impas adalah:

a. Perlu adanya asumsi Artinya, analisis titik impas membutuhkan banyak


asumsi, terutama mengenai hubungan antara biaya dengan pendapatan. Padahal
terkadang sering kali asumsi yang digunakan sudah tidak sesuai dengan realita
yang terjadi kedepan.

b. Bersifat statis Artinya analisis ini hanya digunkan pada titik tertentu
bukan pada suatu periode tertentu.

c. Tidak digunakan untuk mengambil keputusan akhir Artinya, analisis titik


impas hanya baik digunakan jika ada penentuan kegiatan lanjutan yang dapat
dilakukan.

d. Tidak menyediakan pengujian aliran kas yang baik Artinya, jika aliran
kas telah ditentukan melebihi aliran kas yang harus dikeluarkan, maka proyek
dapat diterima dan hal-hal lainnya dianggap sama.

e. Hubungan penjualan-biaya Artinya ada hubungan dan biaya, misalnya


dalam hal biaya, jika penjualan dalam kapasitas penuh, namun diperlukan
tambahan penjualan, maka akan ada tambahan biaya tenaga kerja atau upah yang

32
mengakibatkan naiknya biaya variabel dan jika diperlukan tambahan peralatan
atau pabrik, amak biaya tetap juga akan meningkat.

f. Kurang mempertimbangkan risiko Artinya, selama masa penjualan begitu


banyak resiko-resiko yang mungkin dihadapi, misalnya kenaikan harga bahan
baku, yang berakibat akan berpengaruh terhadap harga jualdan pada akhirnya
akan berpengaruh kepada jumlah penjualan secara keseluruhan, baik unit maupun
rupiah. Dalam hal analisis titik impas kurang memperhatikan faktor resiko
tersebut.

g. Pengukuran kemungkinan penjualan Artinya, jika hendak membuat grafik


titik impas yang didasarkan kepada harga penjualan yang konstan, maka untuk
melihat kemungkinan laba pada berbagai tingkat harga harus dibuatkan semua seri
grafik satu untuk tiap tingkat harga.

2.5.3. Margin of Safety (Margin Keamanan)

Utari, Purwanti dan Darsono (2016:95) margin of safety adalah unit


dijual atau penjaualan yang diharapkan untuk mendapatkan laba di atas titik impas
atau break even point. Manajemen sangat membutuhkan informasi tersebut untuk
mengetahui penurunan target penjualan agar tidak menderita kerugian.

Manajer menggunakan beberapa indikator untuk mengevaluasi resiko


yang dihadapi dalam mengoperasikan suatu bisnis. Salah satu ukuran resiko yang
penting adalah marjin pengaman. Marjin pengaman memmberikn informasi
berapa jumlah maksimum volume penjualan yang direncanakan boleh turun, agar
perusahaan tidak menderita kerugian atau dengan kata lain angka margin of safety
memberikan petunjuk jumlah maksimum penurunan volume penjualan yang
direncanakan yang tidak mengakibatkan kerugian.

Rumus MoS= Penjualan dianggarkan-Penjualan Impas

Marjin pengaman dapat juga dinyatakan dalam rupiah atau dalam bentuk
persentase dengan rumus :

Margin safety ratio =

33
2.5.4. Shut Down Point (Titik Penutupan Usaha)

Utari, Purwanti dan Darsono (2016:127) titik penutupan usaha yaitu


informasi yang dibutuhkan manajemen tentang berapa jumlah nilai penjualan
minimum sehingga perusahaan tidak layak untuk dilanjutkan (harus ditutup).

Apabila ditinjau dari sudut biaya pengambilan keputusan untuk menutup


usaha dilakukan dengan memmpertimbangkan pendapatan penjualan dengan
biaya tetap tunai. Biaya tetap tunai adalah biaya-biaya yang memerlukan
pembayaran segera dengan uang kas. Misalnya biaya gaji dan biaya pemeliharaan.
Dalam pengambilan keputusan penutupan usaha harus diadakan pemisahan antara
biaya tetap tunai dengan biaya tetap terbenam yaitu pengeluaran yang
dilakukanpada masa lalu yang manfaatnya masih dinikamati sapai saat ini.
Contohnya biaya depresiasi, amortisasi dan deplesi.

Suatu usaha harudsditutup apabila pendapatan yang diperoleh tidak dapat


menutupi biaya tetap tunainya. Titik penututpan usaha dihitung dengan rumus
berikut ini:

Titik penutupan usaha=Biaya Tetap Tunai : Rasio Laba Kontribusi

2.5.5. Degree of Operating Leverage (DOL)

Degree of Operating Leverage yaitu persentase perubahan laba bersih


sebagai dampak terjadinya perubahan pendapatan penjaualan dalam persen,
leverage operasi menggambarkan kemampuan perusahaan emnghasilkan laba dari
biaya tetap. Menurut Syamsuddin (2001:107), leverage operasi adalah
kemampuan perusahaan di dalam menggunakan fixed operating cost untuk
memperbesar pengaruh dari perubahan volume penjualan terhadap earning before
interest and taxes (EBIT).

Karena laba kontribusi berubah sebanding dengan perubahan


pendapatan, dengan demikian setiap perubahan pendapatan penjualan dapat
diketahui dengan cepat dampak perubahannnya terhadap laba bersih dengan
menggunakan angka degree of operating leverage.

Selisih laba kontribusi dengan laba operasi adalah biaya tetap, maka
perusahaan dengan biaya tetap yang tinggi umumnya akan mempunyai

34
pengungkit operasi yang tinggi pula. Pengungkit operasi akan tinggi pada
perusahaan yang komposisi biaya tetapnya lebih besar dibandingkan biaya
variabelnya. Sebaliknya pengungkit operasi akan rendah apabila perusahaan
memiliki komposisi biaya tetap yang lebih kecil dibandingkan biaya variabelnya.

Oleh karena itu untuk perusahaan yang padat modal yang sarat
menggunakan mesin otomatis, seperti industri penerbangan, industri kimia dan
industri logam pada umumnya memiliki pengungkit operasi yang tinggi.
Pengungkit operasi yang rendah biasanya terjadi pada industri padat karya seperti
industri makanan.

Edward (2011:504) analisis Cost Volume Product memiliki banyak


aplikasi :

1. Menetapkan harga jual produk dan jasa

2. Memperkenalkan produk atau jasa yang baru

3. Menggantikan sebuah peralatan

4. Menentukan titik impas

5. Memutuskan apakah produk atau jasa tertentu seharusnya dibuat atau dibeli

6. Menentukan bauran produk terbaik

7. Melakukan analisis strategis dengan menggunakan “bagaimana jika”

Menurut Dwi dad Rifka (2007:177) menyatakan bahwa asumsi dan


keterbatasan yang dimiliki biaya volume dan laba dan analisis impas:

a. Analisis ini berasumsi bahwa biaya-biaya yang berkaitan dengan tingkat


penjualan saat ini, secara cukup akurat dapat dipisahkan ke dalam elemen biaya
variabel dan biaya tetap.

b. Analisis ini berasumsi bahwa biaya tetap akan senantiasa tetap selama periode
yang dipengaruhi oleh keputusan yang telah diambil.

c. Analisis ini berasumsi bahwa biaya variabel berubah secara langsung


(proporsional) dengan penjualan selama periode yang dipengaruhi oleh keputusan
yang telah diambil. d. Analisis ini dibatasi pada situasi dimana kondisi ekonomi
dan kondisi lainnya diasumsikan relative stabil.

35
Pada kondisi inflasi yang tinggi, misalnya apabila sulit untuk memproduksi
penjualan dan atau biaya lebih dari beberapa minggu kedepan, maka akan berisiko
menggunakan analisis impas untuk pengambilan keputusan.

Kamaruddin (2011:57) batas-batas CVP adalah sebagai berikut:

1) Konsep tentang variabilitas cost dapat diterima, karena itu biaya harus realistis
diklasifikasikan sebagai variabel dan tetap.

2) Range yang relevan pada semua tahap analisis harus ditentukan

3) Harga jual perunit tidak berubah jika terjadi perubahan volume

4) Hanya dijual satu jenis produk

5) Jika analisis digunakan untuk berbagai produk atau kombinasi produk (product
mix), sales mixnya harus tetap atau konstan.

2.6. Perencanaan Laba

2.6.1. Pengertian Perencanaan Laba

Mulyadi (2017:448) perencanaan laba adalah proses pembuatan rencana


kerja untuk jangka waktu satu tahun, yang dinyatakan dalam satuan moneter dan
satuan kuantitatif yang lain. Sedangkan Carter dan Usry (2009:4) mengemukakan
bahwa perencanaan laba (profit planning) adalah tahapan pengembangan dari
suatu rencana operasi guna mencapai tujuan perusahaan.

Setiap keinginan untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan, maka


harus diikuti dan dimulai dengan perencanaan yang matang serta kerja keras
untuk merealisasikannya. Dalam perencanaan akan disusun hal-hal apa saja yang
akan dilakukan ke depan. Perencanaan yang menghasilkan rencana, yang
merupakan pedoman bagi manajemen untuk melaksanakan kegiatannya. Oleh
karena itu, setiap periode manjemen akan menyusun berbagai rencana yang
berkaitan dengan aktivitas perusahaan ke depan.

Penyusunan relevan didasarkan pertimbangan berbagai faktor yang akan


mempengaruhinya, seperti hal-hal yang sudah dilakukan sebelumnya, baik
kendala atau hambatan yang dihadapi sekarang dan masa yang akan datang.

36
Menurut Adi Saputro dan Anggraini mengemukakan bahwa perencanaan
laba adalah gambaran keuangan yang naratif mengenai hasil yang diharapkan dari
implememtasi keputusan. Istilah perencanaan laba (anggaran) digunakan karena
secara eksplisit rencana ini menyatakan sasaran dalam kurun waktu dan hasil
keuangan yang diharapkan (pengembalian investasi, laba, biaya) untuk setiap
bagian perusahaan.

Adolph Matz (1992:6) perencanaan laba sering digunakan sebagai dasar


dalam pengambilan keputusan investasi dan penilaian kinerja manajemen suatu
perusahaan untuk masa yang akan datang. Perencanaan laba atau pengganggaran
mempunyai manfaat bagi perusahaan yaitu:

1. Memberikan pendekatan yang terarah dalam pemecahan permasalahan.

2. Memaksa pihak manajemen untuk secara dini mengadakan penelaahan


terhadap masalah yang dihadapi dan menanamkan kebiasaan pada organisasi
untuk mengadakan telaah yang seksama sebelum mengambil suatu keputusan.

3. Menciptakan suasana organisasi yang mengarah pada pencapaian laba.

4. Merangsang peran serta dan mengkoordinasi rencana operasi berbagai


segmen dari keseluruhan organisasi manajemen sehingga keputusan akhir dan
rencana saling berkaitan.

5. Menawarkan kesempatan untuk menilai secara sistematik setiap segi atau


aspek organisasi maupun untuk memriksa serta memperbaharui kebijakan dan
pedoman dasar secara berkala.

Untuk menghitung perencanaan laba dapat di dekati dengan cara:

Perencanaan laba = (Q-Q BEP) (P-biaya variabel per unit)

2.6.2. Faktor-faktor dalam Perencanaan Laba

Menurut Carter dan Usry (2009:4) beberapa faktor yang perlu


dipertimbangkan dalam perencanaan laba adalah sebagai berikut:

1. Laba atau rugi dari volume penjualan tertentu.

37
2. Volume penjualan yang diperlukan untuk menutup semua biaya dan
menghasilakan laba yang mencukupi untuk membayar dividen serta menyediakan
kebutuhan bisnis masa depan.

3. Volume penjualan yang dapat dicapai dengan kapasitas operasi sekarang.

4. Kapasitas operasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan laba.

5. Pengembalian atas modal yang digunakan.

2.6.3. Manfaat Perencanaan Laba

Carter dan Usry (2009:6) perencnaan laba memiliki manfaat atau


keuntungan yaitu:

1. Perencanaan laba menyediakan suatu pendekatan yang disiplin atas identifikasi


dan penyelesaian masalah.

2. Perencanaan laba menyediakan pengarahan ke semua tingkatan manajemen.

3. Perencanaan laba meningkatkan koordinasi antar sesama manajer.

4. Perencanaan laba menyediakan suatu cara untuk memeperoleh ide dan kerja sama
dari setiap tingakatan manajemen.

5. Anggaran menyediakan suatu tolok ukur untuk mengevaluasi kinerja aktual dan
meningkatkan kemampuan dari individu-individu.

Harahap (2010:41) manfaat perencanaan laba meliputi :

1. Memberikan pendekatan yang terarah dalam memecahkan masalah.

2. Menciptakan susana organisasi yang mengarah pada pencapaian laba dan


mendorong timbulnya perilaku yang sadar akan penghematan dan pemanfaatan
sumber daya maksimal.

3. Mengerahkan penggunaan modal dan upaya pada kegiatan yang paling


menguntungkan.

2.6.4. Perencanaan Laba Jangka Pendek

Menurut Mulaydi (2017:227) laba dipengaruhi oleh tiga faktor:

38
1. Biaya

2. Harga Jual

3. Volume Penjualan dan Produksi

2.7. Metode Perhitungan Break Even Point (Titik Impas)

Dalam menghitung titik tingkat break even point dengan pendekatan

matematis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Break even point multi product

Menurut Rudianto (2006:55) perhitungan break even point multi product


dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

FC
BEP M =
∑[CM Perunit x Proporsi Penjualan

2. Atas Dasar Unit

Menurut Munawir (2011:186) perhitungan break even point dapat dilakukan


dengan menggunakan rumus:

Fixed Cost
BEP Unit =
Price Per unit − Variable Cost
3. Atas Dasar Rupiah

Menurut Munawir (2011:188) tingkat break even point atas dasar rupiah dapat
dihitung menggunakan rumus:

Biaya Tetap
BEP Rupiah =
Biaya Variabel Per Satuan
1−
Biaya Jual Per Satuan

2.8. Hubungan Break Even Point dengan Perencanaan Laba

Carter dan Usry (2006:60) menyatakan break even point dengan


perencanaan laba mempunyai hubungan kuat sebab break even point dan
perencanaan laba sama-sama berbicara dalam hal anggaran atau di dalamnya
mencakup anggaran yang meliputi biaya, harga prouk dan volume penjualan yang

39
semua itu merupakan alat untuk mengetahui tingkat perolehan laba. Untuk itu
dalam perencanaan laba perlu penerapan atau menggunakan break even point
untuk perkembangan di masa yang akan datang dan perolehan laba.

Srivo dan Grace (2014:1647) perencanaan merupakan proses awal sebelum


melakukan kegiatan usaha, tanpa perencanaan maka kegiatan usaha tidak berjalan
terarah dan tidak mempunyai tujuan yang pasti. Untuk itu perencanaan merupakan
hal penting dalam mengambil keputusan.

Pada perencanaan laba maka pihak manajer industri akan mudah dalam
pengambilan keputusan, dapat memperkirakan anggaran yang dibutuhkan,
mengetahui kesalahan yang mungkin muncul. Hal itu dapat dilihat dari
pengalaman masa lalu serta dengan perencanaan laba yang dapat merangsang atau
memacu menuju persaingan yang lebih ketat melalui efektivitas dan efisiensi.

Anggaran merupakan masalah utama yang dibahas dalam perencanaan laba


sebab anggaran tersebut meliputi seluruh biaya-biaya yang ada dalam industri,
harga jual yang harus ditentukan dan berapa volume penjualan produk tersebut.
Diantara tiga hal tersebut yang meliputi biaya, harga jual, dan volume penjualan
tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain, sebab harga jual ditafsirkan
berdasarkan biaya dan volume penjualan yang dihasilkan pada harga jual
walaupun juga harus melihat bagaimana situasi pasar tetapi pasar tersebut juga
melihat harga jual yang ditetapkan industri.

Selain itu kualitas produk yang dibebankan pada biaya industri, maka akan
dihasilkan seberapa besar anggaran industri yang dapat digunakan untuk
menentukan berapa besar laba yang diinginkan. Dalam hal ini perlu adanya teknik
atau cara agar laba tersebut dapat diperoleh seefektif dan seefisien mungkin, untuk
itu perlu penerapan analisis BEP.

Analisis titik impas dengan perencanaan laba mempunyai hubungan kuat


karena analisa titik impas dan perencanaan laba sama-sama berbicara dalam hal
anggaran atau di dalamnya mencakup anggaran yang meliputi biaya, harga
produk, dan volume penjualan, yang kesemua itu mengarah keperolehan laba.
Oleh itu dalam perencanaan perlu penerapan atau menggunakan analisa titik
impas untuk perkembangan ke arah masa datang dan perolehan laba. Selain itu

40
analisa titik impas dapat dijadikan tolak ukur dalam menaikkan laba atau untuk
mengetahui penurunan laba yang tidak mengakibatkan kerugian pada industri.

41
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Objek dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada PT. Gudang Garam Tbk, yang berlokasi di
Jalan Semampir II/1 Kediri, 64121 Jawa Timur. Objek dari penelitian ini adalah
laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari laporan harga pokok produksi,
neraca dan laporan laba rugi pada PT. Gudang Garam Tbk.

3.2. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan guna mengetahui penggolongan biaya, faktor-


faktor yang memnyebabkan penurunan laba dan perencanaan laba dengan
menggunakan analisis break even point pada PT. Gudang Garam Tbk. Metode
yang digunakan adalah menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif yang
menjelaskan peristiwa dengan menginterpretasikan berdasarkan data-data yang
diperoleh dari perusahaan.

3.3. Sumber Data

Sumber data sangat penting dalam suatu penelitian karena dapat


mempengaruhi kualitas daripada hasil penelitian tersebut. Maka dari itu, dalam
melakukan penelitian ini penulis menggunakan data sekunder.

Grahita (2017:124) data sekunder yaitu data yang berasal dari pihak atau
lembaga yang menggunakan atau mempublikasikannya. Oleh karena data sudah
dapat dipastikan penggunaannya dan dipublikasi, maka tidak diperlukan lagi
peneliti untuk menguji validitas dan reliabilitasnya jika ada kesalahan atau
ketidakakuratan maka bukan menjadi tanggung jawab dari pihak atau lembaga.
Misalnya data laporan keuangan perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia, data-data keuangan dan ekonomi dari pemerintah (Pajak, Bank
Indonesia, OJK) dan lain-lain Peneliti dapat dengan mudah memperoleh
pendidikan atau menggunakannya namun peneliti tidak dapat mengontrol kualitas
data yang diperolehnya. Peneliti harus benar-benar teliti dalam melakukan analisis
data sekunder karena selain pengumpulan datanya tidak terkontrol oleh peneliti,

42
juga karakteristik datanya beragam sehingga tidak jarang diperlukan upaya
transformasi data sebelum analisis dilakukan.

Data sekunder biasanya mudah mendapatkan datanya namun tidak mudah


dalam melakukan analisis datanya. Data sekunder sering digunakan dalam
penelitian akuntansi keuangan atau riset akuntansi berbasis pasar modal. Data
sekunder yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari laporan keuangan
tahunan PT. Gudang Garam Tbk.

3.4. Metode Pengumpulan Data

1. Studi Pustaka ( Library Research)

Studi Pustaka adalah mempelajari berbagai buku referensi serta hasil


penelitian sebelumnya yang sejenis yang berguna untuk mendapatkan landasan
teori mengenai masalah yang akan diteliti. (Sarwono: 2006)

2. Studi Lapangan ( Field Research)

Menurut Nigel Bevan dan Tomer Sharon (2009) studi lapangan (Field
Research) adalah metode penelitian melalui pengumpulan data secara langsung
dengan pengamatan, wawancara, mencatat, atau mengajukan pertanyaan-
pertanyaan. Pada proses penelitian, peneliti berada langsung di lapangan. Field
Research dirancang untuk memberikan peneliti kesempatan untuk memeriksa
permasalahannya di lapangan, mengevaluasi manfaat dari ide-ide yang disajikan
dalam teori, melakukan observasi naturalistik dan penyelidikan. Studi lapangan
juga memberi kesempatan peneliti untuk mengumpulkan data, teori-pengujian,
dan intervensi social secara akurat.

3.5. Metode Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data kuantitatif, yaitu data
yang disajikan dalam berbentuk angka. Kemudian dalam metode ini
menggunakan analisis break even point yang bertujuan untuk mengetahui faktor –
faktor yang menyebabkan penurunan laba, penggolongan biaya, break even point
dan perencanaan laba pada PT. Gudang Garamm Tbk.

Dengan langkah yang dilakukan sebagai berikut:

43
1. Menggolongkan biaya-biaya perusahaan ke dalam biaya tetap dan biaya
variabel.

2. Menghitung contribusi margin, dengan rumus sebagai berikut:

Contribution Margin= Penjualan-Biaya Variabel

Margin safety ratio =

Menghitung contribusi margin ratio dapat dihitung dengan rumus sebagai


berikut: CMR=𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛

3. Menghitung break even point untuk mengetahui titik pulang pokok dapat
digunakan rumus:
Biaya Tetap
BEP Rupiah =
Biaya Variabel Per Satuan
1−
Biaya Jual Per Satuan

Fixed Cost
BEP Unit =
Price Per unit − Variable Cost

FC
BEP M =
∑[CM Perunit x Proporsi Penjualan

4. Menghitung target penjualan dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Target penjualan =

5. Perencanaan laba =

44
DAFTAR PUSTAKA

Buata, Nirmala,2015, Analisis Perencanaan Laba Perusahaan Melalui Penerapan


Break Even Point Pada PT. Tira Austenite Tbk, Universitas Sam Ratulangi
Manado.

Bustami, Bastian, dan Nurlaela, 2013, Akuntansi Biaya Tingkat Lanjut : Kajian Teori
dan Aplikasi, Graha Ilmu, Bandung.

Carter, William. K. Dan Mitton F. Usry, 2009, Akuntansi Biaya, Edisi Ketiga Belas,
Buku Satu, Salemba Empat, Jakarta.

Choiriyah,Vivin Ulfathu, 2016, Analisis Break Even Point Sebagai Alat Perencanaan
Penjualan Pada Tingkat Laba Yang Diharapkan (Studi Kasus pada
Perhutani Plywood Industri Kediri Tahun 2013-2014, Universitas Brawijaya,
Malang.

Dunia, Fidaus Ahmad, Wasilah Abdullah,2012, Akuntansi Biaya, Salemba Empat,


Jakarta.

Garrison, et.al, 2006, Akuntansi Manajerial, Dialih bahasakan oleh Salemba Empat,
Jakarta.

Harahap, Sofyan Syafri, 2010, Analisis Kritis Laporan Keuangan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

L. M. Samryn, 2012, Pengantar Akuntansi 1 Mudah Membuat Jurnal Dengan


Pendekatan Siklus Transaksi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Matz, Adolph. et al, 1992, Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian, Erlangga,
Jakarta.

Mulyadi, 2017, Akuntansi Biaya, Edisi 5, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

Munawir, 2011, Analisa Laporan Keuangan Edisi Sebelas, Liberti, Yogyakarta.

Okviana, Yessy 2016, Analisis Break Even Point Dalam Kebijakan Perencanaan
Penjualan Dan Laba (Studi Pada PT Wonojati Wijoyo Kediri), Universitas
Brawijaya, Malang.

45
Prastowo, Dwi. Rifka Julianty, 2007, Analisis Laporan Keuangan, Akademi Manajemen
Perusahaan YKPN, Yogyakarta.

Putong, Iskandar, 2013, Economics: Pengantar Mikro dan Makro, Mitra Wacana
Media, Jakarta.

Pangemanan, Joy, Toar, 2016, Analisis Perencanaan Laba Perusahaan Dengan


Penerapan Break Even Point Pada PT Kharisma Sentosa Manado,
Universitas, Sam Ratulangi, Manado.

Purhantara, Wahyu, 2010, Metode Penelitian Kualitatif Untuk Bisnis, Graha Ilmu,
Yogyakarta.

Ramadhan, Syahru, dkk, 2018, Analisis Break Even Point Sebagai Alat Untuk
Merencanakan Laba Perusahaan (Studi Pada Perusahaan PT Tempo Inti
Media Tbk Periode 2014-2016), Universitas Brawijaya, Malang.

Siregar, dkk, 2014, Akuntansi Biaya, Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta.

Utari, Dewi, Ari Purwanti dan Darsono Prawironegoro, 2016, Akuntansi Manajemen
(Pendekatan Praktis), Edisi 4, Mitra Wacana Media, Bogor.

46
47

Anda mungkin juga menyukai