Anda di halaman 1dari 12

MODEL

PEMBELAJARAN IPS

Dosen Pengampu : Jamiluddin, M. Pd

Di Susun Oleh :

Nama : M. Zaini Rahman


Nim : 210105027
Jurusan : Tadris IPS
Mata Kuliah : Wawasan IPS

JURUSAN TADRIS IPS EKONOMI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji sukur kita pnjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kita berbagai
macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa
keberkahan, baik kehidupan di dalam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat
kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah
dan penuh manfaat. Penulis menyadari sekali, dalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan serta banyak kekuragan-kekuranganya, baik dari segi tata bahsa
maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang
kadang kala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan saya jika ada keritik
dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah kami dilain waktu.
Harapan paling besar dalam penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami
susun ini penuh manfaat, baik untuk peribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin
mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari makalah ini sebagai
tambahan ilmu pengetahuan kita.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................

DAFTAR ISI...............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Model Pembelajaran IPS...........................................................................................

2.2 Model-model Pembelajaran IPS................................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................................................

3.2 Saran...........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
1.1 Latar Belakang
Pendidikan IPS sudah lama dikembangkan dan dilaksanakan dalam kurikulum-
kurikulum di Indonesia. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu mata
pelajaran yang berusaha membekali wawasan dan keterampilan peserta didik sekolah untuk
mampu beradaptasi dan bermasyarakat serta menyesuaikan dengan perkembangan dalam era
globalisasi. Melalui mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, peserta didik diarahkan,
dibimbing, dan dibantu untuk menjadi warga Negara Indonesia yang baik dan warga dunia
yang efektif.[1] Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah bertujuan sebagai berikut:
1. Mengajabarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah dan
kewarganegaraan melalui pendekatan pedagogis dan psikologis.
2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah,
dan keterampilan sosial.
3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4. Meningkatkan kemampuan bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang
majemuk, baik secara nasional maupun global.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu dikembangkan model pembelajaran yang
kondusif dan menggairahkan peserta didik agar bersemangat dalam mengikuti proses
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah. Salah satu kemampuan dasar yang harus
dikuasai guru adalah keterampilan mengembangkan model pembelajaran, yaitu keterampilan
yang berhubungan dengan upaya untuk mengembangkan model pembelajaran di kelas yang
dapat memotivasi dan menggairahkan belajar peserta didik.[2] Dalam Permendiknas No. 22
tahun 2006 tentang standar isi; (2) pengetahuan pedagogic (pedagogical knowlegde) yang
bisa dilihat dalam Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru; dan (3) Keterampilan mengajar (teaching skills).
Dalam pelaksanaan pembelajaran IPS sangat menjemukan karena penyajiannya bersifat
menonton dan ekspositoris sehingga peserta didik kurang antusias dan mengakibatkan
pelajaran kurang menarik padahal guru IPS wajib berusaha secara optimum merebut minat
peserta didik karena minat merupakan modal utama untuk keberhasilan pembelajaran IPS.
Model pembelajaran IPS yang implementasikan saat ini masih bersifat konvensional sehingga
peserta didik sulit memperoleh pelayanan secara optimal. Bahkan, banyak yang
mementingkan aspek akademis dibandingkan dengan aspek-aspek non-akademis lainnya,
seperti moral, atika, iman, dan taqwa.[3]
Salah satu upaya yang memadai untuk itu adalah dengan melakukan model
pembelajaran. Dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial,
menuntut kreativitas guru dalam mengembangkan model pembelajaran yang mampu
melibatkan peserta didik secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian model pembelajaran IPS?
2. Apa saja model-model dalam pembelajaran IPS?
3. Bagaimana cara mengimplemetasikan model-model pembelajaran IPS?
1.2 Tujuan Pembuatan Makalah
1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan IPS.
2. Mendeskripsikan model-model pembelajaran IPS.
3. Mengimplementasikan model-model pembelajaran IPS.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Model Pembelajaran IPS
Secara khusus, model diartikan sebagai karangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.[4] Setiap model pembelajaran mempunyai
keunggulan dan kelemahan dibandingkan dengan yang lain. Tidak ada model pembelajaran
yang paling efektif untuk semua mata pelajaran atau untuk semua materi.[5] Sebagai seorang
guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu
dalam memilih model pembelajaran yang diterapkan di kelas harus mempertimbangkan
beberapa hal, yaitu: tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran yang akan diajarkan,
ketersediaan fasilitas dan media, sumber-sumber belajar, kondisi peserta didik atau tingkat
kemampuan peserta didik, dan alokasi waktu yang tersedia agar penggunaan model
pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan peserta didik dapat
juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran sehingga
proses belajar mengajar akan lebih menarik dan siswa belajar akan lebih antusias dan mampu
mengubah persepsi siswa terhadap mata pelajaran IPS akan lebih positif dan akan lebih
menyenangkan.

2.2 Model-Model Pembelajaran IPS


Berikut diberikan beberapa contoh model pembelajaran yang memiliki kecenderungan
berlandaskan paradigm konstruktivistik yaitu:[6]
1. Model Reasoning and Problem Solving
Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil (retensi),
yang meliputi basic thinking, critical thinking, dan kreative thinking. Selanjutnya, Johnson
(1992) merangkum beberapa definisi critical thinking dari beberpa ahli, seperti Ennis
(1987,1989), Lipman (1988), Siegel (1988), Paul (1989), dan McPeck (1981), yang disebut
juga “the Group of Five”. Ia menyimpulan bahwa ada tiga persetujuan substansi dari
kemampuan berpikir kritik. Pertama, berpikir kritis memerlukan sejumlah kemampuan
kognitif; kedua, berpikir kritis memerlukan sejumlah informasi dan pengetahuan; dan ketiga,
berpikir kritis mencangkup dimensi afektif yang semuanya menjelaskan dan menekankan
secara berbeda-beda. Tujuan berpikir kritis adalah untuk menilai suatu pemikiran, menaksir
nilai bahkan mengevaluasi pelaksaan atau praktik dari suatu pemikiran dan nilai tersebut.
Dan problem solving adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban
berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya. Jadi,
kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan melalui kemampuan reasoning.
Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima langkah
pembelajaran, yaitu:
1. Membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah, memvisualisasikan situasi,
mendeskripsikan seting pemecahan.
2. Mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi, melukiskan diagram
pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar).
3. Penyeleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau eksperimen, reduksi
atau ekspansi, dedukasi logis, menulis persamaan).
4. Menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan komputasi, aljabar, dan
geometri).
5. Refleksi atau perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternative pemecahan,
memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan pemecahan, memformulasikan masalah-
masalah variatif yang orsinil).
Pada model pembelajaran ini guru berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik
yang konstruktif, fasilitator, pemikir tingkat tinggi. Metode pemecahan masalah (problem
solving) adalah sebuah metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih peserta
didik menghadapi berbagai masalah baik pribadi atau perorangan maupun kelompok untuk
dipecahkan sendiri atau bersama-sama. Ada empat tahap proses pemecahan masalah menurut
Savage dan Amstrong sebagai berikut:
1) Mengenal adanya masalah;
2) Mempertimbangkan pendekatan-pendekatan untuk pemecahannya;
3) Memilih dan menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut; dan
4) Mencapai solusi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun keunggulan metode problem solving, sebagai berikut:
a. Melatih peserta didik untuk mendesain suatu penemuan.
b. Berpikir dan bertindak kreatif.
c. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
d. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
e. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
f. Merangsang perkembangan kemajuan berpikir peserta didik untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi dengan tepat.
g. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan khususnya.
Kelemahan metode problem solving, adalah sebagai berikut:
a. Beberapa pokok pembahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini.
b. Memerlukan advokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode
pembelajaran yang lain.
2. Model Inquiri Training
Secara umum, istilah “inquiri” berkaitan dengan masalah dan penelitian untuk
menjawab suatu masalah. Rogers (1969), misalnya menyatakan bahwa inkuiri merupakan
suatu proses untuk mengajukan pertayaan dan mendorong semangat belajar para siswa pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sebagai sebuah metode mengajar yang berorientasi
pada latihan meneliti dan mempertanyakan, istilah ini sejajar dengan metode pemecahan
masalah, berpikir reflektif dan atau ‘discovery’ (Hagen, 1969). Namun, Beyer (1971)
mengatakan bahwa inkuiri lebih dari sekedar bertanya. Inkuiri adalah suatu proses
mempertanyakan makna atau arti tertentu yang menuntut seseorang menampilkan
kemampuan intelektual agar ide atau pemikirannya dapat dipahami.
Pengunaan pendekatan ini memiliki keunggulan terutama untuk mengembangkan
kemampuan berpikir maupun pengetahuan. Sikap dan nilai pada peserta didik dibanding
dengan pendekatan klasikal atau tradisional. Menurut para ahli, pendekatan inkuiri
merupakan upaya yang dimaksudkan untuk mengatasi masalah kebosanan siswa dalam
belajar di kelas. Pendekatan ini cukup ampuh karena proses belajar lebih terpusat kepada
siswa (student-centred instruction) daripada kepada guru (teacher-centred instruction).
Model inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu:
a. Menghadapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan situasi yang
saling bertentangan).
b. Menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi, memeriksa
tampilnya masalah).
c. Mengkaji data dan mengeksprimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai, merumuskan
hipotesis).
d. Mengorganisasikan, merumuskan dan menjelaskan.
e. Menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih efektif.
Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi konfrontatif yang mampu
membangkitkan proses intelektual, strategi penelitian, dan masalah yang menantang peserta
didik untuk melakukan penelitian. Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah
strategi penelitian dan semangat kreatif. Langkah-langkah inquiry adalah sebagai berikut:
a. Langkah pertama adalah orientasi, peserta didik mengidentifikasi masalah, dengan
pengarahan dari guru terutama yang berkaitan dengan situasi kehidupan sehari-hari.
b. Langkah kedua hipotesis, yaitu menyusun sebuah hipotesis yang dirumuskan sejelas
mungkin sebagai antiseden dan konsekuensi dari penjelasan yang telah diajukan.
c. Langkah ketiga definition, yaitu mengklarifikasi hipotesis yang telah diajukan.
d. Langkah keempat exploration, pada tahap ini hipotesis diperluas kajiannya dalam
pengertian implikasinya dengan asumsi yang dikembangkan dari hipotesis tersebut.
e. Langkah kelima evidencing, fakta dan bukti dikumpulkan untuk mencari dukungan atau
pengujian bagi hipotesis tersebut.
f. Langkah keenam generalization, pada taraf ini inquiry sudah sampai pada tahap
mengambil kesimpulan pemecahan masalah.
3. Model Problem-Based Intruction
Problem-Based Intruction adalah model pembelajaran yang berandaskan paham
konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan peserta didik dalam belajar dan
pemecahan masalah otentik.
Model Problem-Based Intruction memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu sebagai
berikut:
a. Guru mendefinisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang berkaitan (masalah
bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan satu, dua atau tiga pertemuan,
bisa berawal dari seleksi guru atau eksplorasi peserta didik.
b. Guru membantu peserta didik mengklarifikasi masalah dan menentukan bagaimana
masalah itu diinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-sumber belajar, informasi, dan data
yang variatif, melakukan survei dan pengukuran).
c. Guru membantu peserta didik menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan
masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan masalah dan apa
rasionalnya).
d. Pengorganisasian laporan (makalah,laporan lisan, model, program, computer, dll.).
e. Presentasi (dalam kelas melibatkan semua peserta didik, guru, bila perlu melibatkan
administrator dan anggota masyarakat.
4. Model Pembelajaran Perubahan Koseptual
Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk
memasukkan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi.[7] Oleh karena itu, untuk
memecahkan masalah, seorang peserta didik harus mematuhi aturan-aturan antara yang
selaras dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya. Perubahan
konseptual terjadi ketika peserta didik memutuskan pada pilihan yang ketiga. Agar terjadi
proses perubahan konseptual, belajar melibatkan pembangkitan dan restrukturisasi konsepsi-
konsepsi yang dibawa oleh pesera didik sebelum pembelajaran.
Model pembelajaran perubahan konseptual memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu
sebagai berikut:
a. Sajian masalah konseptual dan kontekstual.
b. Konfrontasi miskonsepsi terkait dengan masalah-masalah tersebut.
c. Konfrontasi sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi, atau contoh-contoh
tandingan.
d. Konfrontasi pembuktian konsep dan prinsip secara alamiah.
e. Konfrontasi materi dan contoh-contoh kontekstual.
f. Konfrontasi pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas pemahaman dan penerapan
pengetahuan secara bermakna.
Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah lembaran kerja peserta didik, bahan
ajar, panduan bahan ajar untuk peserta didik, dan untuk guru, peralatan demonstransi yang
sesuai, model analogi, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang
mudah ditata untuk itu. Dampak pembelajaran model ini adalah sikap positif terhadap belajar,
pemahaman secara mendalam, keterampilan penerapan pengetahuan yang variatif.
5. Model Group Investigation
Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan yang utama, adalah: peserta didik
hendaknya aktif (learning by doing), belajar hendaknya didasari motivasi intrinsic,
pengetahuan berkembang tidak bersifat tetap, kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan
kebutuhan dan minat peserta didik, pendidikan harus mencangkup kegiatan belajar dengan
prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain artinya prosedur demokratis
sangat penting, kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata. Gagasan
Dewey akhirnya diwujudkan dalam model group investigation.[8] Model group investigation
memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
a. Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber, memilih topic,
merumuskan permasalahan.
b. Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajarinya, siapa
melakukan apa, apa tujuannya).
c. Investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi, mengumpulkan
informasi, menganalisis datam membuat referensi).
d. Organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan,
penentuan penyaji, moderator, dan notulen).
e. Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati, mengevaluasi,
mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan).
f. Evaluating (masing-masing peserta didik melakukan koreksi terhadap laporan masing-
masing berdasarkan hasil diskusi kelas, peserta didik dan guru berkolaborasi mengevaluasi
pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada
pencapaian pemahaman.
Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya arahan guru. Sarana pendudkung
model pembelajaran ini adalah lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk
peserta didik dan guru, peralatan penelitian yang sesuai, meja dan kursi yang mudah
dimobilisasi atau ruangan kelas yang mudah ditata untuk itu. Sebagai dampak pembelajaran
adalah pandangan konstruktivistik tentang pengetahuan, penelituan yang berdisiplin, proses
pembelajaran yang efektif, pemahaman yang mendalam.
6. Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique)
Teknik Mengklarifikasi Nilai (Value Clarification Technique) atau sering disebut VCT
merupakan teknik pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam mencari dan
menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam mengahadapi persoalan melalui proses
menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri peserta didik.[9] Tujuan
menggunakan VCT yaitu:
a. Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran peserta didik tentang suatu nilai, sehingga
dapat dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai yang akan dicapai.
b. Menanamkan kesadaran peserta didik tentang nilai-nilai yang dimiliki baik tingkat
maupun sifat yang positif maupun yang negative untuk selanjutnya ditanamkan kearah
peningkatan dan pencapaian target nilai.
c. Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada pesera didik melalui cara yang rasional (logis)
dan diterima peserta didik, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik peserta
didik sebagai proses kesadaran moral bukan kewajiban moral.
d. Melatih peserta didik dalam menerima-menilai nilai dirinya dan posisi nilai orang lain,
menerima serta mengambil keputusan terhadap suatu persolan yang berhubungan dengan
pergaulannya dan kehidupan sehari-hari.[10]
7. Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (S-T-M)
Pendekatan S-T-S dikembangkan sebagai sebuah pendekatan untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang berkaitan langsung dengan lingkungan nyata dengan cara melibatkan
peran aktif peserta didik dalam mencari informasi untuk memecahkan masalah yang
ditemukan dalam kehidupan sehariannya. Perkembangan sains dan teknologi sering kali
menimbulkan dampak dalam proses perubahan masyarakat.[11] Dengan digunakannya S-T-S
dalam pembelajaran IPS akan dibangun suatu dimensi baru dalam pembaharuan pendidikan
IPS terutama dapat menekankan segi pragmatis yaitu mengungkapkan hal-hal yang berguna
dan berhubungan langsung dengan aspek kehidupan peserta didik.
Program-program S-T-S pada umumnya memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak.
b. Perpanjangan belajar di luar kelas dan sekolah.
c. Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap peserta didik.
d. Identifikasi bagaimana sains teknologi berdampak di masa depan.
e. Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar dll.
8. Model Portofolio
Teori belajar yang mendasari pembelajaran portofolio adalah teori belajar
konstruktivisme, yang ada prinsipnya menggambarkan bahwa peserta didik membentuk atau
membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Portofolio sebagai
model pembelajaran merupakan usaha guru agar peserta didik memiliki kemampuan untuk
mengungkapkan dan mengekspresikan dirinya sebagai individu maupun kelompok.
Pembelajaran berbasis portofolio memungkinkan peserta didik untuk:[12]
a. Berlatih memadukan antara konsep yang diperoleh dari penjelasan guru atau dari
buku/bacaan dengan penerapannnya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Peserta didik diberi kesempatan untuk mencari informasi di luar kelas baik informasi
yang sifatnya benda/bacaan, penglihatan (objek langsung, TV/radio/internet) maupun
orang/pakar/tokoh.
c. Membuat alternatif untuk mengatasi topic/objek yang dibahas.
d. Membuat suatu keputusan (sesuai kemampuannya) yang berkaitan dengan konsep yang
telah dipelajarinya, dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang ada dimasyarakat.
e. Merumuskan langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah dan mencegah
timbulnya masalah yang berkaitan dengan topik yang dibahas.
9. Pembelajaran Kontekstual
Penerapan pembelajaran kontekstual di kelas melibatkan tujuh utama pembelajaran
efektif, yaitu konstruktivisme (Constructivism), bertanya (questioning), menemukan
(Inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi
(reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).[13] Tahap-tahap dalam
pelaksanaan pembelajaran kontekstual pada tingkat sekolah adalah sebagai berikut:
a. Mengkaji materi yang akan diajarkan pada peserta didik dengan memilih yang
kontekstual dan dapat dikaitkan dengan hal-hal yang aktual.
b. Mengkaji konteks kehidupan peserta didik sehari-hari dengan cermat sebagai upaya
untuk memahami konteks kehidupan peserta didik.
c. Memilih materi pelajaran yang dapat dikaitkan dengan konteks kehidupan peserta didik.
d. Menyusun persiapan kegiatan pembelajaran yang telah memasukkan konteks kehidupan
di dalam materi yang akan diajarkan.
e. Melaksanakan kegiatan pembelajaran kontekstual dengan mendorong peserta didik untuk
mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki
sebelumnya.
f. Melakukan pemilaian sebenarnya terhadap hasil belajar peserta didik, di mana hasil
penilaian tersebut digunakan untuk bahan perbaikan atau penyempurnaan persiapan dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran selanjutnya.
10. Model Inkuiri Sosial
Model menghubungkan istilah inkuiri dengan pengembangan kemampuan peserta didik
untuk menemukan dan merefleksikan sifat kehidupan sosial, terutama sebagai latihan hidup
sendiri dan langsung dalam masyarakat. Guru berperan sebagai reflector dan pembimbing
yaitu memberikan bantuan kepada peserta didik dalam menjelaskan kedudukan mereka dalam
proses belajarnya. Terdapat tiga cirri pokok dalam model pembelajaran iinkuiri sosial, yaitu:
a. Adanya aspek-aspek sosial dalam kelas yang dapat menumbuhkan tercipatanya suatu
diskusi kelas.
b. Adanya penetapan hipotesis sebagai arah dalam pemecahan masalah.
c. Mempergunakan fakta sebagai pengujian hipotesis.
11. Model Pembelajaran Pengambilan Keputusan
Pada uraian berikut ini, akan dibahas model desain pembelajaran pengambilan
keputusan (decision making) yang dikhususkan untuk pembelajaran IPS.
Apa dan mengapa model pembelajaran pengambilan keputusan?
Makna konsep pengambilan keputusan (decision making) berkaitan dengan
kemampuan berpikir tentang alternatif pilihan yang tersedia, menimbang fakta dan bukti yang
ada, mempertimbangkan tentang nilai pribadi dan masyarakat. Apabila seseorang dihadapkan
pada pilihan-pilihan tersebut maka kemungkinan jawaban yang muncul adalah pilihan yang
tepat atau tidak tepat.
Banks mengatakan bahwa kemampuan seseorang dalam pengambilan keputusan
tidaklah muncul dengan sendirinya. Pengambilan keputusan adalah suatu keterampilan yang
harus dibina dan dilatihkan. Bertitik tolak dari asumsi bahwa keterampilan pengambilan
keputusan (decision-making-skills) dapat dibina dan dilatihkan pada siswa maka model
pembelajaran ini merupaka alternatif bagi para guru dan calon guru untuk membina
profresionalisme dalam proses belajar-mengajar. Savage dan Armstrong (1996)
mengemukakan langkah-langkah proses pengambilan keputusan sebagai alternatif model
pembelajaran dalam IPS sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi persoalan dasar atau masalah;
2. Mengemukakan jawaban-jawaban alternatif;
3. Menggambarkan bukti yang mendukung setiap alternatif;
4. Mengidentifikasi nilai-nilai yang dinyatakan dalam setiap alternatif;
5. Menggambarkan kemungkinan akibat setiap pilihan alternatif;
6. Membuat pilihan dari berbagai alternatif;
7. Menggambarkan bukti dan nilai yang dipertimbangkan dalam membuat pilihan.
Selain Savage dan Armstrong, Banks (1990) mengemukakan pula urutan langkah atau
prosedur dalam pengembangan keterampilan pengambilan keputusan dengan komponen
esensial sebagai syaratnya. Menurut Banks, sedikitnya ada dua syarat untuk melaksanakan
model pembelajaran pengambilan keputusan: (1) pengetahuan sosial; dan (2) metode atau
cara mencapai pengetahuan.
Demikian sejumlah model pembelajaran IPS yang dapat diterapkan oleh para guru di
kelas. Namun untuk melaksanakannya, guru dapat memodifikasi model-model tersebut
setelah ada penyesuaian konteks lingkungan dan kondisi serta kebutuhan peserta didik.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur


sistematis dalam pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman untuk para perancang pembelajaran
dan para pendidik dalam merencanakan atau melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model
pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran IPS adalah model pembelajaran yang
berlandaskan pendekatan paradigma konstruktivisme yaitu pembelajaran yang berdasarkan
pada partisipasi aktif peserta didik dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis. Model-
model pembelajaran IPS berlandaskan paradigm konstruktivisme diantaranya yaitu: Model
Reasoning and Problem Solving, Model Inquiry Training, Model Problem-Based Instruction,
Model Pembelajaran Perubahan Konseptual, Model Group Investigation, Model
Pembelajaran VCT, Pendekatan S-T-M atau S-T-S, Model Portofolio, Pembelajaran
Kontekstual, Model Inkuiri Sosial.

3.2 Saran
Sebagai calon tenaga pendidik terutama bagi guru pemula maka akan dibuat bingung
mengenai strategi dan model pembelajaran efektif untuk dipakai peserta didik. Maka dari itu
tugas seorang guru harus mempunyai keterampilan dalam memilih model pembelajaran yang
tepat bagi peserta didik. sehingga proses belajar mengajar akan lebih menarik dan siswa
belajar akan lebih antusias, tidak merasa bosan dan mampu mengubah persepsi siswa
terhadap mata pelajaran IPS akan lebih positif dan akan lebih menyenangkan karena minat
merupakan modal utama untuk keberhasilan pembelajaran IPS.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Huriah Rachmah, M.Pd. (2014). Pengembangan Profesi Pendidikan IPS. Bandung:
Alfabeta.
Dr. Sapriya, M.Ed. (2009). Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Dr. Rudy Gunawan, M.Pd. (2011). Pendidikan IPS filosofi, Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai