Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Model model pembelajaran IPS


Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

"pendidikan IPS SD kelas Rendah "

Dosen pengampu : Yudistira M.pd

Di susun oleh :
Kelompok 12
1. Diki Candra
2. Nazla
3. Zulfa Zakiyah

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


BABUNNAJAH MENES-PANDEGLANG
TAHUN AJARAN 2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya, sehinggakami
dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas dari mata kuliah pendidikan ips sd
kelas rendah. Tugas ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktukarena banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkanterima kasih pada pihak
pihak yang telah membantu kami baik itu dosen dan semua pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan tugas ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami selaku
penulis makalah ini mengharapkan saran dan kritik yang membangun demikesempurnaan
tugas kami selanjutnya. Demikian kami selaku penulis makalah,mohon maaf bila dalam
pembuatan makalah ini ada hal

Hal yang kurang berkenan.Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat dan
berguna bagi semua pihak.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................i

DAFTARI ISI ................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1

A.Latar Belakang ...................................................................................................... 1

B.Rumusan Masalah................................................................................................. 2

C.Tujuan Masalah......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A.Pengertian Model Pembelajaran IPS....................................................................3

B.Unsur-Unsur Model Pembelajaran IPS ...............................................................4

C.Implikasi Model Pembelajaran IPS................................................................... 11

BAB III PENUTUP

A.KESIMPULAN .................................................................................................... 20

B.SARAN ................................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULAN

A. Latar Belakang

Pendidikan IPS sudah lama dikembangkan dan dilaksanakan dalam kurikulum-


kurikulum di Indonesia. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu mata
pelajaran yang berusaha membekali wawasan dan keterampilan peserta didik sekolah untuk
mampu beradaptasi dan bermasyarakat serta menyesuaikan dengan perkembangan dalam era
globalisasi. Melalui mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, peserta didik diarahkan,
dibimbing, dan dibantu untuk menjadi warga Negara Indonesia yang baik dan warga dunia
yang efektif.[1] Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah bertujuan sebagai berikut:

1. Mengajabarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah dan


kewarganegaraan melalui pendekatan pedagogis dan psikologis.
2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah,
dan keterampilan sosial.
3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4. Meningkatkan kemampuan bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang
majemuk, baik secara nasional maupun global.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu dikembangkan model pembelajaran yang
kondusif dan menggairahkan peserta didik agar bersemangat dalam mengikuti proses
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah. Salah satu kemampuan dasar yang harus
dikuasai guru adalah keterampilan mengembangkan model pembelajaran, yaitu keterampilan
yang berhubungan dengan upaya untuk mengembangkan model pembelajaran di kelas yang
dapat memotivasi dan menggairahkan belajar peserta didik.[2] Dalam Permendiknas No. 22
tahun 2006 tentang standar isi; (2) pengetahuan pedagogic (pedagogical knowlegde) yang
bisa dilihat dalam Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru; dan (3) Keterampilan mengajar (teaching skills).

Dalam pelaksanaan pembelajaran IPS sangat menjemukan karena penyajiannya bersifat


menonton dan ekspositoris sehingga peserta didik kurang antusias dan mengakibatkan
pelajaran kurang menarik padahal guru IPS wajib berusaha secara optimum merebut minat
peserta didik karena minat merupakan modal utama untuk keberhasilan pembelajaran IPS.
Model pembelajaran IPS yang implementasikan saat ini masih bersifat konvensional sehingga
peserta didik sulit memperoleh pelayanan secara optimal. Bahkan, banyak yang
mementingkan aspek akademis dibandingkan dengan aspek-aspek non-akademis lainnya,
seperti moral, atika, iman, dan taqwa.[3]

Salah satu upaya yang memadai untuk itu adalah dengan melakukan model
pembelajaran. Dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial,
menuntut kreativitas guru dalam mengembangkan model pembelajaran yang mampu
melibatkan peserta didik secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.
B. Rumusan Masalah

a. Apa pengertian model pembelajaran IPS?

b. Apa saja model-model dalam pembelajaran IPS?

c. Bagaimana car mengimplemetasikan model-model pembelajaran IPS?

C. TujuanPembuatan Makalah

a) Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan IPS.

b) Mendeskripsikan model-model pembelajaran IPS.

c) Mengimplementasikan model-model pembelajaran IPS.


BAB ll

PEMBAHASAN

A. Model Pembelajaran IPS

Secara khusus, model diartikan sebagai karangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.[4] Setiap model pembelajaran mempunyai
keunggulan dan kelemahan dibandingkan dengan yang lain. Tidak ada model pembelajaran
yang paling efektif untuk semua mata pelajaran atau untuk semua materi.[5] Sebagai seorang
guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu
dalam memilih model pembelajaran yang diterapkan di kelas harus mempertimbangkan
beberapa hal, yaitu: tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran yang akan diajarkan,
ketersediaan fasilitas dan media, sumber-sumber belajar, kondisi peserta didik atau tingkat
kemampuan peserta didik, dan alokasi waktu yang tersedia agar penggunaan model
pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan peserta didik dapat
juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran sehingga
proses belajar mengajar akan lebih menarik dan siswa belajar akan lebih antusias dan mampu
mengubah persepsi siswa terhadap mata pelajaran IPS akan lebih positif dan akan lebih
menyenangkan. Komponen utama mengajar yang efektif diringkas dalam gambar 1.1 (Slavin,
2008).

B. Model-Model Pembelajaran IPS

Berikut diberikan beberapa contoh model pembelajaran yang memiliki


kecenderungan berlandaskan paradigm konstruktivistik yaitu:

1. Model Reasoning and Problem Solving

Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil (retensi),
yang meliputi basic thinking, critical thinking, dan kreative thinking. Selanjutnya,
Johnson (1992) merangkum beberapa definisi critical thinking dari beberpa ahli,
seperti Ennis (1987,1989), Lipman (1988), Siegel (1988), Paul (1989), dan McPeck
(1981), yang disebut juga “the Group of Five”. Ia menyimpulan bahwa ada tiga
persetujuan substansi dari kemampuan berpikir kritik. Pertama, berpikir kritis
memerlukan sejumlah kemampuan kognitif; kedua, berpikir kritis memerlukan
sejumlah informasi dan pengetahuan; dan ketiga, berpikir kritis mencangkup dimensi
afektif yang semuanya menjelaskan dan menekankan secara berbeda-beda. Tujuan
berpikir kritis adalah untuk menilai suatu pemikiran, menaksir nilai bahkan
mengevaluasi pelaksaan atau praktik dari suatu pemikiran dan nilai tersebut.Model
reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima langkah
pembelajaran, yaitu:

b. Membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah,


memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan seting pemecahan.

c. Mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi, melukiskan


diagram pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar).

d. Penyeleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau


eksperimen, reduksi atau ekspansi, dedukasi logis, menulis persamaan).

e. Menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan komputasi,


aljabar, dan geometri).
f. Refleksi atau perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternative
pemecahan, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan pemecahan,
memformulasikan masalah-masalah variatif yang orsinil).

Pada model pembelajaran ini guru berperan sebagai konselor,


konsultan, sumber kritik yang konstruktif, fasilitator, pemikir tingkat tinggi. Metode
pemecahan masalah (problem solving) adalah sebuah metode dalam kegiatan
pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik menghadapi berbagai masalah baik
pribadi atau perorangan maupun kelompok untuk dipecahkan sendiri atau bersama-
sama. Ada empat tahap proses pemecahan masalah menurut Savage dan Amstrong
sebagai berikut:

1) Mengenal adanya masalah;

2) Mempertimbangkan pendekatan-pendekatan untuk pemecahannya;

3) Memilih dan menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut; dan

4) Mencapai solusi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Adapun keunggulan metode problem solving, sebagai berikut:

a. Melatih peserta didik untuk mendesain suatu penemuan.

b. Berpikir dan bertindak kreatif.

c. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.

d. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

e. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.

f. Merangsang perkembangan kemajuan berpikir peserta didik untuk menyelesaikan


masalah yang dihadapi dengan tepat.

g. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan khususnya.

Kelemahan metode problem solving, adalah sebagai berikut:

a. Beberapa pokok pembahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini.

b. Memerlukan advokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode


pembelajaran yang lain

2. Model Inquiri Training

Secara umum, istilah “inquiri” berkaitan dengan masalah dan penelitian untuk menjawab suatu
masalah. Rogers (1969), misalnya menyatakan bahwa inkuiri merupakan suatu proses untuk
mengajukan pertayaan dan mendorong semangat belajar para siswa pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah. Sebagai sebuah metode mengajar yang berorientasi pada latihan meneliti dan
mempertanyakan, istilah ini sejajar dengan metode pemecahan masalah, berpikir reflektif dan atau
‘discovery’ (Hagen, 1969). Namun, Beyer (1971) mengatakan bahwa inkuiri lebih dari sekedar
bertanya. Inkuiri adalah suatu proses mempertanyakan makna atau arti tertentu yang menuntut
seseorang menampilkan kemampuan intelektual agar ide atau pemikirannya dapat dipahami.

Pengunaan pendekatan ini memiliki keunggulan terutama untuk mengembangkan kemampuan


berpikir maupun pengetahuan. Sikap dan nilai pada peserta didik dibanding dengan pendekatan
klasikal atau tradisional. Menurut para ahli, pendekatan inkuiri merupakan upaya yang dimaksudkan
untuk mengatasi masalah kebosanan siswa dalam belajar di kelas. Pendekatan ini cukup ampuh
karena proses belajar lebih terpusat kepada siswa (student-centred instruction) daripada kepada guru
(teacher-centred instruction).

Model inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu:

a. Menghadapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan situasi yang saling


bertentangan).

b. Menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi, memeriksa
tampilnya masalah).

c. Mengkaji data dan mengeksprimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai, merumuskan hipotesis).

d. Mengorganisasikan, merumuskan dan menjelaskan.

e. Menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih efektif.

Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi konfrontatif yang mampu
membangkitkan proses intelektual, strategi penelitian, dan masalah yang menantang peserta didik
untuk melakukan penelitian. Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah strategi penelitian
dan semangat kreatif. Langkah-langkah inquiry adalah sebagai berikut:

a. Langkah pertama adalah orientasi, peserta didik mengidentifikasi masalah, dengan pengarahan
dari guru terutama yang berkaitan dengan situasi kehidupan sehari-hari.

b. Langkah kedua hipotesis, yaitu menyusun sebuah hipotesis yang dirumuskan sejelas mungkin
sebagai antiseden dan konsekuensi dari penjelasan yang telah diajukan.

c. Langkah ketiga definition, yaitu mengklarifikasi hipotesis yang telah diajukan.

d. Langkah keempat exploration, pada tahap ini hipotesis diperluas kajiannya dalam pengertian
implikasinya dengan asumsi yang dikembangkan dari hipotesis tersebut.

e. Langkah kelima evidencing, fakta dan bukti dikumpulkan untuk mencari dukungan atau
pengujian bagi hipotesis tersebut.

f. Langkah keenam generalization, pada taraf ini inquiry sudah sampai pada tahap mengambil
kesimpulan pemecahan masalah

3. Model Problem-Based Intruction

Problem-Based Intruction adalah model pembelajaran yang berandaskan paham


konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan peserta didik dalam belajar dan pemecahan
masalah otentik.

Model Problem-Based Intruction memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu sebagai


berikut:

a. Guru mendefinisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang berkaitan


(masalah bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan satu, dua atau tiga
pertemuan, bisa berawal dari seleksi guru atau eksplorasi peserta didik.

b. Guru membantu peserta didik mengklarifikasi masalah dan menentukan


bagaimana masalah itu diinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-sumber belajar,
informasi, dan data yang variatif, melakukan survei dan pengukuran).
c. Guru membantu peserta didik menciptakan makna terkait dengan hasil
pemecahan masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan masalah dan apa
rasionalnya).

d. Pengorganisasian laporan (makalah,laporan lisan, model, program, computer,


dll.).

e. Presentasi (dalam kelas melibatkan semua peserta didik, guru, bila perlu
melibatkan administrator dan anggota masyarakat.

5. Model Pembelajaran Perubahan Koseptual

Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk
memasukkan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi.[7] Oleh karena itu, untuk
memecahkan masalah, seorang peserta didik harus mematuhi aturan-aturan antara yang
selaras dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya. Perubahan
konseptual terjadi ketika peserta didik memutuskan pada pilihan yang ketiga. Agar terjadi
proses perubahan konseptual, belajar melibatkan pembangkitan dan restrukturisasi konsepsi-
konsepsi yang dibawa oleh pesera didik sebelum pembelajaran.

Model pembelajaran perubahan konseptual memiliki enam langkah pembelajaran,


yaitu sebagai berikut:a. Sajian masalah konseptual dan kontekstual.

b. Konfrontasi miskonsepsi terkait dengan masalah-masalah tersebut.

c. Konfrontasi sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi, atau contoh-


contoh tandingan.

d. Konfrontasi pembuktian konsep dan prinsip secara alamiah.

e. Konfrontasi materi dan contoh-contoh kontekstual.

f. Konfrontasi pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas pemahaman dan


penerapan pengetahuan secara bermakna.

Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah lembaran kerja peserta


didik, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk peserta didik, dan untuk guru, peralatan
demonstransi yang sesuai, model analogi, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi
atau ruangan kelas yang mudah ditata untuk itu. Dampak pembelajaran model ini
adalah sikap positif terhadap belajar, pemahaman secara mendalam, keterampilan
penerapan pengetahuan yang variatif.

6. Model Group Investigation

Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan yang utama, adalah: peserta didik
hendaknya aktif (learning by doing), belajar hendaknya didasari motivasi intrinsic,
pengetahuan berkembang tidak bersifat tetap, kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan
kebutuhan dan minat peserta didik, pendidikan harus mencangkup kegiatan belajar dengan
prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain artinya prosedur
demokratis sangat penting, kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata.
Gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model group investigation. Model group
investigation memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

a. Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber, memilih


topic, merumuskan permasalahan.

b. Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajarinya,


siapa melakukan apa, apa tujuannya).
c. Investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi,
mengumpulkan informasi, menganalisis datam membuat referensi).

d. Organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi


laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulen).

e. Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati,


mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan).

f. Evaluating (masing-masing peserta didik melakukan koreksi terhadap laporan


masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, peserta didik dan guru berkolaborasi
mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang
difokuskan pada pencapaian pemahaman.

Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya arahan guru. Sarana pendudkung model
pembelajaran ini adalah lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk peserta didik dan
guru, peralatan penelitian yang sesuai, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas
yang mudah ditata untuk itu. Sebagai dampak pembelajaran adalah pandangan konstruktivistik
tentang pengetahuan, penelituan yang berdisiplin, proses pembelajaran yang efektif, pemahaman yang
mendalam.

7. Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique)

Teknik Mengklarifikasi Nilai (Value Clarification Technique) atau sering disebut VCT
merupakan teknik pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam mencari dan menentukan suatu
nilai yang dianggap baik dalam mengahadapi persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah
ada dan tertanam dalam diri peserta didik.[9] Tujuan menggunakan VCT yaitu:

a. Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran peserta didik tentang suatu nilai, sehingga dapat
dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai yang akan dicapai.

b. Menanamkan kesadaran peserta didik tentang nilai-nilai yang dimiliki baik tingkat maupun sifat
yang positif maupun yang negative untuk selanjutnya ditanamkan kearah peningkatan dan pencapaian
target nilai.

c. Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada pesera didik melalui cara yang rasional (logis) dan
diterima peserta didik, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik peserta didik sebagai
proses kesadaran moral bukan kewajiban moral.

d. Melatih peserta didik dalam menerima-menilai nilai dirinya dan posisi nilai orang lain, menerima
serta mengambil keputusan terhadap suatu persolan yang berhubungan dengan pergaulannya dan
kehidupan sehari-hari.[10]

7. Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (S-T-M)

Pendekatan S-T-S dikembangkan sebagai sebuah pendekatan untuk mencapai tujuan


pembelajaran yang berkaitan langsung dengan lingkungan nyata dengan cara melibatkan peran aktif
peserta didik dalam mencari informasi untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan
sehariannya. Perkembangan sains dan teknologi sering kali menimbulkan dampak dalam proses
perubahan masyarakat.[11] Dengan digunakannya S-T-S dalam pembelajaran IPS akan dibangun
suatu dimensi baru dalam pembaharuan pendidikan IPS terutama dapat menekankan segi pragmatis
yaitu mengungkapkan hal-hal yang berguna dan berhubungan langsung dengan aspek kehidupan
peserta didik.

Program-program S-T-S pada umumnya memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:

a. Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak.

b. Perpanjangan belajar di luar kelas dan sekolah.


c. Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap peserta didik.

d. Identifikasi bagaimana sains teknologi berdampak di masa depan.

e. Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar dll.

8. Model Portofolio

Teori belajar yang mendasari pembelajaran portofolio adalah teori belajar konstruktivisme,
yang ada prinsipnya menggambarkan bahwa peserta didik membentuk atau membangun
pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Portofolio sebagai model pembelajaran
merupakan usaha guru agar peserta didik memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan dirinya sebagai individu maupun kelompok. Pembelajaran berbasis portofolio
memungkinkan peserta didik untuk:[12]

a. Berlatih memadukan antara konsep yang diperoleh dari penjelasan guru atau dari buku/bacaan
dengan penerapannnya dalam kehidupan sehari-hari.

b. Peserta didik diberi kesempatan untuk mencari informasi di luar kelas baik informasi yang
sifatnya benda/bacaan, penglihatan (objek langsung, TV/radio/internet) maupun orang/pakar/tokoh.

c. Membuat alternatif untuk mengatasi topic/objek yang dibahas.

d. Membuat suatu keputusan (sesuai kemampuannya) yang berkaitan dengan konsep yang telah
dipelajarinya, dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang ada dimasyarakat.

e. Merumuskan langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah dan mencegah timbulnya
masalah yang berkaitan dengan topik yang dibahas.

9. Pembelajaran Kontekstual

Penerapan pembelajaran kontekstual di kelas melibatkan tujuh utama pembelajaran efektif,


yaitu konstruktivisme (Constructivism), bertanya (questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat
belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya
(authentic assessment).[13] Tahap-tahap dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual pada tingkat
sekolah adalah sebagai berikut:

a. Mengkaji materi yang akan diajarkan pada peserta didik dengan memilih yang kontekstual dan
dapat dikaitkan dengan hal-hal yang aktual.

b. Mengkaji konteks kehidupan peserta didik sehari-hari dengan cermat sebagai upaya untuk
memahami konteks kehidupan peserta didik.

c. Memilih materi pelajaran yang dapat dikaitkan dengan konteks kehidupan peserta didik.

d. Menyusun persiapan kegiatan pembelajaran yang telah memasukkan konteks kehidupan di dalam
materi yang akan diajarkan.

e. Melaksanakan kegiatan pembelajaran kontekstual dengan mendorong peserta didik untuk


mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki
sebelumnya.

f. Melakukan pemilaian sebenarnya terhadap hasil belajar peserta didik, di mana hasil penilaian
tersebut digunakan untuk bahan perbaikan atau penyempurnaan persiapan dan melaksanakan kegiatan
pembelajaran selanjutnya

10. Model Inkuiri Sosial

Model menghubungkan istilah inkuiri dengan pengembangan kemampuan peserta didik untuk
menemukan dan merefleksikan sifat kehidupan sosial, terutama sebagai latihan hidup sendiri dan
langsung dalam masyarakat. Guru berperan sebagai reflector dan pembimbing yaitu memberikan
bantuan kepada peserta didik dalam menjelaskan kedudukan mereka dalam proses belajarnya.
Terdapat tiga cirri pokok dalam model pembelajaran iinkuiri sosial, yaitu:

a. Adanya aspek-aspek sosial dalam kelas yang dapat menumbuhkan tercipatanya suatu diskusi
kelas.

b. Adanya penetapan hipotesis sebagai arah dalam pemecahan masalah.

c. Mempergunakan fakta sebagai pengujian hipotesis.

11. Model Pembelajaran Pengambilan Keputusan

Pada uraian berikut ini, akan dibahas model desain pembelajaran pengambilan keputusan
(decision making) yang dikhususkan untuk pembelajaran IPS.

Apa dan mengapa model pembelajaran pengambilan keputusan?

Makna konsep pengambilan keputusan (decision making) berkaitan dengan kemampuan


berpikir tentang alternatif pilihan yang tersedia, menimbang fakta dan bukti yang ada,
mempertimbangkan tentang nilai pribadi dan masyarakat. Apabila seseorang dihadapkan pada pilihan-
pilihan tersebut maka kemungkinan jawaban yang muncul adalah pilihan yang tepat atau tidak tepat.

Banks mengatakan bahwa kemampuan seseorang dalam pengambilan keputusan tidaklah


muncul dengan sendirinya. Pengambilan keputusan adalah suatu keterampilan yang harus dibina dan
dilatihkan. Bertitik tolak dari asumsi bahwa keterampilan pengambilan keputusan (decision-making-
skills) dapat dibina dan dilatihkan pada siswa maka model pembelajaran ini merupaka alternatif bagi
para guru dan calon guru untuk membina profresionalisme dalam proses belajar-mengajar. Savage
dan Armstrong (1996) mengemukakan langkah-langkah proses pengambilan keputusan sebagai
alternatif model pembelajaran dalam IPS sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi persoalan dasar atau masalah;

2. Mengemukakan jawaban-jawaban alternatif;

3. Menggambarkan bukti yang mendukung setiap alternatif;

4. Mengidentifikasi nilai-nilai yang dinyatakan dalam setiap alternatif;

5. Menggambarkan kemungkinan akibat setiap pilihan alternatif;

6. Membuat pilihan dari berbagai alternatif;

7. Menggambarkan bukti dan nilai yang dipertimbangkan dalam membuat pilihan.

Selain Savage dan Armstrong, Banks (1990) mengemukakan pula urutan langkah atau prosedur
dalam pengembangan keterampilan pengambilan keputusan dengan komponen esensial sebagai
syaratnya. Menurut Banks, sedikitnya ada dua syarat untuk melaksanakan model pembelajaran
pengambilan keputusan: (1) pengetahuan sosial; dan (2) metode atau cara mencapai pengetahuan.

Demikian sejumlah model pembelajaran IPS yang dapat diterapkan oleh para guru di kelas.
Namun untuk melaksanakannya, guru dapat memodifikasi model-model tersebut setelah ada
penyesuaian konteks lingkungan dan kondisi serta kebutuhan peserta didik
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematisdalam pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model
pembelajaran berfungsi sebagai pedoman untuk para perancang pembelajaran dan para pendidik
dalam merencanakan atau melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran yang sesuai
dengan model pembelajaran IPS adalah model pembelajaran yang berlandaskan pendekatan
paradigma konstruktivisme yaitu pembelajaran yang berdasarkan pada partisipasi aktif peserta didik
dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis. Model-model pembelajaran IPS berlandaskan
paradigm konstruktivisme diantaranya yaitu: Model Reasoning and Problem Solving, Model Inquiry
Training, Model Problem-Based Instruction, Model Pembelajaran Perubahan Konseptual, Model
Group Investigation, Model Pembelajaran VCT, Pendekatan S-T-M atau S-T-S, Model Portofolio,
Pembelajaran Kontekstual, Model Inkuiri Sosial.
B. Saran

Sebagai calon tenaga pendidik terutama bagi guru pemula maka akan dibuat bingung mengenai
strategi dan model pembelajaran efektif untuk dipakai peserta didik. Maka dari itu tugas seorang guru
harus mempunyai keterampilan dalam memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik.
sehingga proses belajar mengajar akan lebih menarik dan siswa belajar akan lebih antusias, tidak
merasa bosan dan mampu mengubah persepsi siswa terhadap mata pelajaran IPS akan lebih positif
dan akan lebih menyenangkan karena minat merupakan modal utama untuk keberhasilan
pembelajaran IPS.

Daftar Pustaka

Dr. Huriah Rachmah, M.Pd. (2014). Pengembangan Profesi Pendidikan IPS. Bandung:
Alfabeta.

Dr. Sapriya, M.Ed. (2009). Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Dr. Rudy Gunawan, M.Pd. (2011). Pendidikan IPS filosofi, Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai