Di susun oleh :
Kelompok 12
1. Diki Candra
2. Nazla
3. Zulfa Zakiyah
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya, sehinggakami
dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas dari mata kuliah pendidikan ips sd
kelas rendah. Tugas ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktukarena banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkanterima kasih pada pihak
pihak yang telah membantu kami baik itu dosen dan semua pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami selaku
penulis makalah ini mengharapkan saran dan kritik yang membangun demikesempurnaan
tugas kami selanjutnya. Demikian kami selaku penulis makalah,mohon maaf bila dalam
pembuatan makalah ini ada hal
Hal yang kurang berkenan.Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat dan
berguna bagi semua pihak.
DAFTAR ISI
B.Rumusan Masalah................................................................................................. 2
C.Tujuan Masalah......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.KESIMPULAN .................................................................................................... 20
B.SARAN ................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Salah satu upaya yang memadai untuk itu adalah dengan melakukan model
pembelajaran. Dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial,
menuntut kreativitas guru dalam mengembangkan model pembelajaran yang mampu
melibatkan peserta didik secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
C. TujuanPembuatan Makalah
PEMBAHASAN
Secara khusus, model diartikan sebagai karangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.[4] Setiap model pembelajaran mempunyai
keunggulan dan kelemahan dibandingkan dengan yang lain. Tidak ada model pembelajaran
yang paling efektif untuk semua mata pelajaran atau untuk semua materi.[5] Sebagai seorang
guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu
dalam memilih model pembelajaran yang diterapkan di kelas harus mempertimbangkan
beberapa hal, yaitu: tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran yang akan diajarkan,
ketersediaan fasilitas dan media, sumber-sumber belajar, kondisi peserta didik atau tingkat
kemampuan peserta didik, dan alokasi waktu yang tersedia agar penggunaan model
pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan peserta didik dapat
juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran sehingga
proses belajar mengajar akan lebih menarik dan siswa belajar akan lebih antusias dan mampu
mengubah persepsi siswa terhadap mata pelajaran IPS akan lebih positif dan akan lebih
menyenangkan. Komponen utama mengajar yang efektif diringkas dalam gambar 1.1 (Slavin,
2008).
Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil (retensi),
yang meliputi basic thinking, critical thinking, dan kreative thinking. Selanjutnya,
Johnson (1992) merangkum beberapa definisi critical thinking dari beberpa ahli,
seperti Ennis (1987,1989), Lipman (1988), Siegel (1988), Paul (1989), dan McPeck
(1981), yang disebut juga “the Group of Five”. Ia menyimpulan bahwa ada tiga
persetujuan substansi dari kemampuan berpikir kritik. Pertama, berpikir kritis
memerlukan sejumlah kemampuan kognitif; kedua, berpikir kritis memerlukan
sejumlah informasi dan pengetahuan; dan ketiga, berpikir kritis mencangkup dimensi
afektif yang semuanya menjelaskan dan menekankan secara berbeda-beda. Tujuan
berpikir kritis adalah untuk menilai suatu pemikiran, menaksir nilai bahkan
mengevaluasi pelaksaan atau praktik dari suatu pemikiran dan nilai tersebut.Model
reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima langkah
pembelajaran, yaitu:
Secara umum, istilah “inquiri” berkaitan dengan masalah dan penelitian untuk menjawab suatu
masalah. Rogers (1969), misalnya menyatakan bahwa inkuiri merupakan suatu proses untuk
mengajukan pertayaan dan mendorong semangat belajar para siswa pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah. Sebagai sebuah metode mengajar yang berorientasi pada latihan meneliti dan
mempertanyakan, istilah ini sejajar dengan metode pemecahan masalah, berpikir reflektif dan atau
‘discovery’ (Hagen, 1969). Namun, Beyer (1971) mengatakan bahwa inkuiri lebih dari sekedar
bertanya. Inkuiri adalah suatu proses mempertanyakan makna atau arti tertentu yang menuntut
seseorang menampilkan kemampuan intelektual agar ide atau pemikirannya dapat dipahami.
b. Menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi, memeriksa
tampilnya masalah).
c. Mengkaji data dan mengeksprimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai, merumuskan hipotesis).
Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi konfrontatif yang mampu
membangkitkan proses intelektual, strategi penelitian, dan masalah yang menantang peserta didik
untuk melakukan penelitian. Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah strategi penelitian
dan semangat kreatif. Langkah-langkah inquiry adalah sebagai berikut:
a. Langkah pertama adalah orientasi, peserta didik mengidentifikasi masalah, dengan pengarahan
dari guru terutama yang berkaitan dengan situasi kehidupan sehari-hari.
b. Langkah kedua hipotesis, yaitu menyusun sebuah hipotesis yang dirumuskan sejelas mungkin
sebagai antiseden dan konsekuensi dari penjelasan yang telah diajukan.
d. Langkah keempat exploration, pada tahap ini hipotesis diperluas kajiannya dalam pengertian
implikasinya dengan asumsi yang dikembangkan dari hipotesis tersebut.
e. Langkah kelima evidencing, fakta dan bukti dikumpulkan untuk mencari dukungan atau
pengujian bagi hipotesis tersebut.
f. Langkah keenam generalization, pada taraf ini inquiry sudah sampai pada tahap mengambil
kesimpulan pemecahan masalah
e. Presentasi (dalam kelas melibatkan semua peserta didik, guru, bila perlu
melibatkan administrator dan anggota masyarakat.
Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk
memasukkan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi.[7] Oleh karena itu, untuk
memecahkan masalah, seorang peserta didik harus mematuhi aturan-aturan antara yang
selaras dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya. Perubahan
konseptual terjadi ketika peserta didik memutuskan pada pilihan yang ketiga. Agar terjadi
proses perubahan konseptual, belajar melibatkan pembangkitan dan restrukturisasi konsepsi-
konsepsi yang dibawa oleh pesera didik sebelum pembelajaran.
Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan yang utama, adalah: peserta didik
hendaknya aktif (learning by doing), belajar hendaknya didasari motivasi intrinsic,
pengetahuan berkembang tidak bersifat tetap, kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan
kebutuhan dan minat peserta didik, pendidikan harus mencangkup kegiatan belajar dengan
prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain artinya prosedur
demokratis sangat penting, kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata.
Gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model group investigation. Model group
investigation memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya arahan guru. Sarana pendudkung model
pembelajaran ini adalah lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk peserta didik dan
guru, peralatan penelitian yang sesuai, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas
yang mudah ditata untuk itu. Sebagai dampak pembelajaran adalah pandangan konstruktivistik
tentang pengetahuan, penelituan yang berdisiplin, proses pembelajaran yang efektif, pemahaman yang
mendalam.
Teknik Mengklarifikasi Nilai (Value Clarification Technique) atau sering disebut VCT
merupakan teknik pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam mencari dan menentukan suatu
nilai yang dianggap baik dalam mengahadapi persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah
ada dan tertanam dalam diri peserta didik.[9] Tujuan menggunakan VCT yaitu:
a. Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran peserta didik tentang suatu nilai, sehingga dapat
dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai yang akan dicapai.
b. Menanamkan kesadaran peserta didik tentang nilai-nilai yang dimiliki baik tingkat maupun sifat
yang positif maupun yang negative untuk selanjutnya ditanamkan kearah peningkatan dan pencapaian
target nilai.
c. Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada pesera didik melalui cara yang rasional (logis) dan
diterima peserta didik, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik peserta didik sebagai
proses kesadaran moral bukan kewajiban moral.
d. Melatih peserta didik dalam menerima-menilai nilai dirinya dan posisi nilai orang lain, menerima
serta mengambil keputusan terhadap suatu persolan yang berhubungan dengan pergaulannya dan
kehidupan sehari-hari.[10]
Program-program S-T-S pada umumnya memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:
8. Model Portofolio
Teori belajar yang mendasari pembelajaran portofolio adalah teori belajar konstruktivisme,
yang ada prinsipnya menggambarkan bahwa peserta didik membentuk atau membangun
pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Portofolio sebagai model pembelajaran
merupakan usaha guru agar peserta didik memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan dirinya sebagai individu maupun kelompok. Pembelajaran berbasis portofolio
memungkinkan peserta didik untuk:[12]
a. Berlatih memadukan antara konsep yang diperoleh dari penjelasan guru atau dari buku/bacaan
dengan penerapannnya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Peserta didik diberi kesempatan untuk mencari informasi di luar kelas baik informasi yang
sifatnya benda/bacaan, penglihatan (objek langsung, TV/radio/internet) maupun orang/pakar/tokoh.
d. Membuat suatu keputusan (sesuai kemampuannya) yang berkaitan dengan konsep yang telah
dipelajarinya, dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang ada dimasyarakat.
e. Merumuskan langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah dan mencegah timbulnya
masalah yang berkaitan dengan topik yang dibahas.
9. Pembelajaran Kontekstual
a. Mengkaji materi yang akan diajarkan pada peserta didik dengan memilih yang kontekstual dan
dapat dikaitkan dengan hal-hal yang aktual.
b. Mengkaji konteks kehidupan peserta didik sehari-hari dengan cermat sebagai upaya untuk
memahami konteks kehidupan peserta didik.
c. Memilih materi pelajaran yang dapat dikaitkan dengan konteks kehidupan peserta didik.
d. Menyusun persiapan kegiatan pembelajaran yang telah memasukkan konteks kehidupan di dalam
materi yang akan diajarkan.
f. Melakukan pemilaian sebenarnya terhadap hasil belajar peserta didik, di mana hasil penilaian
tersebut digunakan untuk bahan perbaikan atau penyempurnaan persiapan dan melaksanakan kegiatan
pembelajaran selanjutnya
Model menghubungkan istilah inkuiri dengan pengembangan kemampuan peserta didik untuk
menemukan dan merefleksikan sifat kehidupan sosial, terutama sebagai latihan hidup sendiri dan
langsung dalam masyarakat. Guru berperan sebagai reflector dan pembimbing yaitu memberikan
bantuan kepada peserta didik dalam menjelaskan kedudukan mereka dalam proses belajarnya.
Terdapat tiga cirri pokok dalam model pembelajaran iinkuiri sosial, yaitu:
a. Adanya aspek-aspek sosial dalam kelas yang dapat menumbuhkan tercipatanya suatu diskusi
kelas.
Pada uraian berikut ini, akan dibahas model desain pembelajaran pengambilan keputusan
(decision making) yang dikhususkan untuk pembelajaran IPS.
Selain Savage dan Armstrong, Banks (1990) mengemukakan pula urutan langkah atau prosedur
dalam pengembangan keterampilan pengambilan keputusan dengan komponen esensial sebagai
syaratnya. Menurut Banks, sedikitnya ada dua syarat untuk melaksanakan model pembelajaran
pengambilan keputusan: (1) pengetahuan sosial; dan (2) metode atau cara mencapai pengetahuan.
Demikian sejumlah model pembelajaran IPS yang dapat diterapkan oleh para guru di kelas.
Namun untuk melaksanakannya, guru dapat memodifikasi model-model tersebut setelah ada
penyesuaian konteks lingkungan dan kondisi serta kebutuhan peserta didik
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematisdalam pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model
pembelajaran berfungsi sebagai pedoman untuk para perancang pembelajaran dan para pendidik
dalam merencanakan atau melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran yang sesuai
dengan model pembelajaran IPS adalah model pembelajaran yang berlandaskan pendekatan
paradigma konstruktivisme yaitu pembelajaran yang berdasarkan pada partisipasi aktif peserta didik
dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis. Model-model pembelajaran IPS berlandaskan
paradigm konstruktivisme diantaranya yaitu: Model Reasoning and Problem Solving, Model Inquiry
Training, Model Problem-Based Instruction, Model Pembelajaran Perubahan Konseptual, Model
Group Investigation, Model Pembelajaran VCT, Pendekatan S-T-M atau S-T-S, Model Portofolio,
Pembelajaran Kontekstual, Model Inkuiri Sosial.
B. Saran
Sebagai calon tenaga pendidik terutama bagi guru pemula maka akan dibuat bingung mengenai
strategi dan model pembelajaran efektif untuk dipakai peserta didik. Maka dari itu tugas seorang guru
harus mempunyai keterampilan dalam memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik.
sehingga proses belajar mengajar akan lebih menarik dan siswa belajar akan lebih antusias, tidak
merasa bosan dan mampu mengubah persepsi siswa terhadap mata pelajaran IPS akan lebih positif
dan akan lebih menyenangkan karena minat merupakan modal utama untuk keberhasilan
pembelajaran IPS.
Daftar Pustaka
Dr. Huriah Rachmah, M.Pd. (2014). Pengembangan Profesi Pendidikan IPS. Bandung:
Alfabeta.
Dr. Rudy Gunawan, M.Pd. (2011). Pendidikan IPS filosofi, Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Alfabeta.