DOSEN PENGAMPU:
Dr. Hj. Darmiyati, S.Pd., M.Pd
DISUSUN OLEH:
Nama : Nur Sofa
NIM : 1910125220065
No. Absen : 26
Kelas : 5E/PGSD
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
Oleh karena permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk menggunakan
model pembelajaran kombinasi “Ramania” sebagai salah satu cara agar
meningkatkan hasil belajar IPS siswa. Model pembelajaran “Ramania” ini
membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga siswa akan lebih
mengingat pembelajaran yang disampaikan guru, siswa juga memiliki minat
terhadap materi yang disampaikan karena model pembelajaran ini
dilaksanakan dengan menyenangkan, hal tersebut baik agar membuat
pembelajaran lebih bermakna dan siswa tidak mudah bosan karena tertarik
pada pelajaran tersebut sehingga tercapailah tujuan yang diharapkan yakni
meningkatnya hasil pembelajaran IPS pada siswa.
B. Rumusan Masalah
2
pembelajaran yang disampaikan dapat diterima dengan baik karena di terima
dengan suasan yang menyenangkan. Jadi model pembelajaran “Ramania” ini
menaikkan minat siswa, menurunkan sifat malas siswa, dan mengembalikan
ingatan pembelajaran yang telah diajarkan, sehingga diharapkan dapat
digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Adapun penamaan model pembelajaran kombinasi ini menjadi
“Ramania” adalah karena mengambil beberapa huruf dari langkah-langkah
berikut ini.
1) Penyampaian mateRi ajar (NHT)
Pada langkah ini guru memberitahukan kepada siswa mengenai materi
pelajaran yang akan dipelajari sesuai dengan kompetensi yang sudah ada.
2) Akan di bagi kelompok (Discovery Learning, NHT, dan Example non
Example)
Pada langkah ini guru dapat membagi siswa ke dalam beberapa kelompok
yang mana terdiri dari 4-5 kelompok.
3) Mengamati gambar (Example non Example)
Pada langkah ini, guru dapat menggunakan papan atau menggunakan
media visual. Kegiatan ini bertujuan untuk memudahkan guru dalam
memberikan pengajaran dan juga memudahkan siswa untuk memahami
permasalahan yang ada sesuai dengan gambar yang ditempelkan.
4) Guru selanjutnya Akan mengajukan pertanyaan (Discovery Learning)
Guru memberikan permasalahan yang terkait dengan gambar yang
ditempelkan. Pada kegiatan ini, guru memberikan topik permasalahan
yang akan dipecahkan atau diselesaikan oleh kelompok.
5) MeNentukan dugaan sementara/hipotesis (Discovery Learning)
Setiap kelompok merumuskan hipotesis dan merancang percobaan atau
mempelajari tahapan percobaan yang dipaparkan oleh guru, atau bahan
ajar lainnya. Guru membimbing dalam perumusan hipotesis dan
merencanakan hipotesis.
3
6) Pengamatan dan berdiskusI (Discovery Learning, NHT, dan Example non
Example)
Pada tahap ini, anggota kelompok akan saling berdiskusi mengenai topik
yang telah diberikan. Hasil diskusi yang baik dapat dilakukan dengan
pengamatan yang mendukung terhadap topik yang diberikan. Guru dapat
memberikan keluasan untuk anggota kelompok berekspresi mengenai
bahasan diskusi mereka asalkan masih masuk dalam topik permasalahan.
7) Anggota kelompok memaparkan hasil diskusi (Discovery Learning, NHT,
dan Example non Example)
Pada tahap ini, guru akan menunjuk salah satu anggota kelompok
dengan menyebutkan nomer kepala mereka. Setelah semua kelompok
memamarpakan hasil diskusinya, guru dapat menentukan tim/kelompok
yang terbaik dan memberi reward yang dapat berupa pemberian apresiasi
dalam bentuk tepuk tangan maupun pemberian hadiah.
Untuk menguatkan pengetahuan mereka terhadap materi yang telah
dipelajari, guru dapat memberikan tes atau kuis kepada siswa. Setelah
pemberian kuis ataupun tes dilaksanakan, guru dan siswa bersama-sama
menyimpulkan materi pembelajaran pada saat itu. Guru juga memberikan
refleksi sebelum menutup pembelajaran.
D. Tujuan Penelitian
4
E. Manfaat Penelitian
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL TINDAKAN DAN
HIPOTESIS TINDAKAN
A. Deskripsi Teoritis
6
yang mengandung permainan agar pembelajaran yang tersebut lebih
menarik dan tidak membosankan. Guru bisa mengembangkan model
pengajaran yang serius namun santai.
b. Anak pada usia sekolah dasar merasa bahagia ketika bekerja
kelompok
anak usia sekolah dasar ketika berada dalam kelompok pertemananya
akan belajar tentang bagaimana bersosialisasi, seperti belajar
menghargai orang lain, mematuhi aturan-aturan ketika bekerja sama,
setia kawan, memiliki kemandirian, bertanggung jawab, kompetitif, ,
dan mempelajarai olah raga. Ciri tersebut mengajak pengajar untuk
bisa merancang model pembelajaran yang mengajak anak-anak
bekerja dalam kelompok belajar. Guru dapat meminta siswa untuk
membentuk kelompok kecil untuk mempelajari atau menyelesaikan
suatu tugas secara kelompok.
c. Anak usia Sekolah Dasar senang bergerak
Karakter anak-anak tentu berbeda dengan orang dewasa, anak Sekolah
Dasar hanya dapat duduk dengan tenang sekitar 30 menit, sementara
orang dewasa dapat duduk diam berjam-jam. Oleh sebab itu, guru
dapat menciptakan model pembelajaran yang memunculkan aktivitas
agar anak-anak bergerak maupun berpindah. Mengintruksikan anak-
anak agar tetap duduk dengan rapi dalam kurun waktu yang lama akan
membuat anak merasa bosan.
d. Anak Sekolah Dasar bahagia ketika mempelajari sesuatu dan
memperagakannya secara langsung
Dilihat dari perkembangan pemahaman, anak pada usia sekolah dasar
akan mengaitkan konsep baru yang didapat dengan konsep lama yang
telah dipelajari ketika di sekolah. Bagi anak usia sekolah dasar,
penjelasan yang guru berikan mengenai materi pembelajaran akan
lebih dipahami ketika anak melakukan tugas tersebut secara mandiri.
Dengan demikian, model pembelajaran yang membuat anak terlibat
langsung dalam proses pembelajaran dapat menjadi rancangan
seorang guru.
7
2. Hakikat Belajar dan Pembelajaran
Pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan perilaku siswa
yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif (syah, 2003) dalam (Akhiruddin,
Sujarwo, Haryanto, & Nurhikmah, 2019: 2). Definisi yang lain
menyebutkan bahwa belajar adalah sebuah proses yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh sebuah perubahan tingkah laku yang
menetap, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara
langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam
interaksinya dengan lingkungan (Roziqin, 2007: 62) dalam (Akhiruddin,
Sujarwo, Haryanto, & Nurhikmah, 2019: 2).
Adapun manurut Akhiruddin, Sujarwo, Haryanto, & Nurhikmah,
(2019: 5) pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung serentetan
perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam
pembelajaran terdapat sejumlah tujuan yang hendak dicapai. Pembelajaran
dalam hal ini merupakan suatu kumpulan yang terdiri dari komponen-
komponen pembelajaran yang saling berinteraksi, berintegrasi satu sama
lainnya. Oleh karenanya jika salah satu komponen tidak dapat terinteraksi,
maka proses dalam pembelajaran akan menghadapi banyak kendala yang
mengaburkan pencapaian tujuan pembelajaran.
Menurut Akhiruddin, Sujarwo, Haryanto, & Nurhikmah (2019: 6)
pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih
baik. Dan tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar
menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran
juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk membantu peserta
didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya.
Disini pendidik berperan sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas
dan menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan
belajar peserta didik.
8
3. Pembelajaran IPS di SD
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang
mempelajari tentang konsep-konsep dasar sosial yaitu hubungan
masyarakat dan lingkungannya. Mata Pelajaran IPS mencakup Ekonomi,
Geografi, Sosiologi dan ilmu sosial lainnya. Memahami IPS akan
membimbing siswa menghadapi kenyataan dalam lingkungan sosialnya
dan dapat menghadapi masalah-masalah sosial yang terjadi dengan lebih
bijaksana (Basar, Arifin, & Andi, 2021).
4. Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Baik buruknya hasil belajar siswa banyak dipengaruhi oleh faktor
internal dalam diri berupa faktor psikologis dan faktor eksternal.
Kehadiran faktor psikologis dalam belajar akan memberikan andil yang
cukup penting dalam memberikan kemudahan dalam upaya mencapai
tujuan belajar secara optimal. Menurut Slameto dalam (Sista Eko
Mawarsih, dkk, 2013: 2) dalam (Riandesfrizal, 2017) faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan,
yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada
dalam individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern faktor yang
ada di luar individu. Faktor-faktor intern, yaitu faktor yang berasal dari
dalam diri, meliputi:
a. Kesehatan
Sehat berarti dalam keadan baik segenap badan beserta bagian-
bagainnya bebas dari penyakit. Proses belajar seseoarang akan
terganggu jika kesehatan seseoarang terganggu, misalnaya cepat
lemah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badanya
lemah, kurang darah dan ada gangguan alat inderanya serta tubuhnya.
b. Inteligensi
Intelegensi besar pengaruhnya terhadap proses pencapaian hasil
belajar siswa. Hal ini menurut seorang ahli mengatakan bahwa:
”faktor intelegensi dan bakat besar sekali pengaruhnya terhadap
kemajuan belajar”. Ini bermakna bahwa seseorang yang mempunyai
9
tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang
mempunyai tingkat intelegensi yang rendah.
c. Minat dan Motivasi
Minat diartikan sebagai kehendak, keinginan atau kesukaan. Motivasi
berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti ”dasarnya” atau
penggerak. Motivasi yang terdapat pada individu akan mewujudkan
suatu perilaku untuk memenuhi “keinginan atau kebutuhannya”.
Kuatnya motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan
terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks
belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Kajian tentang
motivasi memiliki daya tarik bagi kalangan pendidik terutama
dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja prestasi dan
profesionalisme seseorang.
d. Tata Cara Belajar
Cara belajar seseorang juga mempengaruhi pencapaian hasil belajar.
Belajar tanpa memperhatikan teknik dan faktor fisiologis, psikologis,
dan ilmu kesehatan akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan.
Cara belajar antara anak berbeda-beda. Ada anak yang dapat dengan
cepat menyerap materi pelajaran dengan cara visual atau melihat
langsung, audio atau dengan cara mendengarkan dari orang lain dan
ada pula anak yang memilki cara belajar kinestetik yaitu dengan gerak
motoriknya misalnya dengan cara berjalan-jalan dan mengalami
langsung aktivitas belajarnya.
Adapun faktor eksternal dari prestasi belajar ataupun bisa disebut
faktor yang berasal dari luar diri, meliputi:
a. Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan tumpuan dari setiap anak, keluarga merupakan
lingkungan yang pertama dari anak dan dari keluarga pulalah anak
menerima pendidikan karena keluarga mempunyai peranan yang
sangat penting di dalam perkembangan anak. Keluarga yang baik akan
memberikan pengaruh yang baik terhadap perkembangan anak.
Dalam buku psikologi pendidikan dijelaskan bahwa: situasi keluarga
10
(ayah, ibu, saudara, adik, kakak serta famili) sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan anak dalam keluarga. Pendidikan orang tua,
status ekonomi, rumah kediaman, persentase hubungan orang tua,
perkataan dan bimbingan orang tua, mempengaruhi pencapaian hasil
belajar anak. Dari pendapat ini jelaslah bahwa kondisi rumah yang
tidak baik, tidak memungkinkan anak belajar dengan baik. Dan
sebaliknya, kondisi lingkungan rumah yang asri atau damai dapat
membantu anak untuk belajar secara lebih baik guna mencapai
prestasi belajar yang lebih baik lagi.
b. Lingkungan Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi hasil belajar mencangkup
metode mengajar, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan siswa,
relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, dan
fasilitas di sekolah. Menurut (Sukma, Ramadhan, & Indriyani, 2020),
“Components of environmental education, such as attitudes,
knowledge, and awareness, play an important role in student behavior
throughout their lives inside and outside the classroom”, artinya
komponen pendidikan lingkungan, seperti sikap, pengetahuan, dan
kesadaran, memegang peranan penting dalam perilaku siswa
sepanjang hidupnya di dalam dan di luar kelas. Hal tersebut
menunjukkan bahwa lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang
cukup besar dengan pencapaian hasil belajar anak.
Menurut (Villardón-Gallego, Rocío, Lara, & Ana, 2018)
“Interactive learning environments may play a crucial role in creating
affordances that will allow students to engage in positive social
interactions and in productive dialogues that foster learning and
development. However, some modes of dialogic organization prove
to be more beneficial than others” tang artinya lingkungan belajar
interaktif mungkin memainkan peran penting dalam menciptakan
keterjangkauan yang akan memungkinkan siswa untuk terlibat dalam
interaksi sosial yang positif dan dalam dialog produktif yang
mendorong pembelajaran dan pengembangan. Dari pendapat tersebut
11
bahwa dengan lingkungan pembelajaran yang interaktif, dapat
membuat siswa termotivasi untuk membangun pengetahuannya
karena adanya interaksi sosial yang positif tadi. Jadi, ciptakanlah
lingkungan belajar yang kondusif dan interaktif yang membuat siswa
dengan senang hati untuk belajar.
c. Lingkungan Masyarakat
Keadaan masyarakat juga menentukan keberhasilan hasil belajar. Bila
sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang
yang berpendidikan, terutama anak-anaknya bersekolah tinggi dan
bermoral baik, hal ini akan mempengaruhi anak untuk giat belajar.
d. Lingkungan Sekitar
Kondisi yang tentram di lingkungan tempat tinggal juga menunjang
untuk memperoleh hasil belajar yang baik. Hal tersebut sependapat
dengan (Retnowati & dkk, 2018) “Environment are all things,
conditions, circumstances and influences in space occupied and affect
living things, including human life”, artinya lingkungan adalah segala
sesuatu, kondisi, keadaan, dan pengaruh dalam ruang yang ditempati
dan mempengaruhi makhluk hidup, termasuk kehidupan manusia.
Keadaan yang relatif tenang membuat keadaan belajar menjadi sangat
tenang, sehingga kegiatan belajar di rumah berjalan maksimal.
Lingkungan sekitar misalnya seperti bangunan rumah, suasana
sekitar, keadaan lalu lintas, dan iklim dapat mempengaruhi
pencapaian tujuan belajar, sebaliknya tempat-tempat dengan iklim
yang sejuk dapat menunjang proses belajar.
Faktor-faktor internal dan eksternal belajar tersebut tentu sangat
meiliki peran yang signifikan dalam mempengaruhi hasil belajar. Hal ini
juga sangat berpengaruh terhadap hasil belajar sehingga faktor-faktor
tersebut harus diperhatikan. Salah satu faktor eksternal yang digunakan
untuk meningkatkan hasil belajar IPS adalah dengan penggunaan model
pembelajaran yang tepat. Dengan menggunakan model pembelajaran yang
tepat maka memudahkan anak menerima dan memahami materi yang
diajarkan, sehingga anak dapat belajar dengan antusias dan semangat, serta
12
akan meningkatkan hasil belajar siswa terutama pada pembelajaran di
kelas IV pada Tema 1 Indahnya Kebersamaan, Subtema 1 Keberagaman
Budaya Bangsaku dalam materi keragaman sosial, ekonomi, budaya, etnis,
dan agama. .
5. Model Pembelajaran
Menurut Akhiruddin, Sujarwo, Haryanto, & Nurhikmah (2019: 105)
model pembelajaran adalah rencana atau pola yang digunakan dalam
menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran dan memberi petunjuk
pada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya. Tiap
model mengajar yang dipilih haruslah mengungkapkan berbagai realitas
yang sesuai dengan situasi kelas dan macam pandangan hidup, yang
dihasilkan dari kerjasama guru dan murid.
Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi pengajar
dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran (Akhiruddin, Sujarwo,
Haryanto, & Nurhikmah, 2019: 105). Hal ini menunjukkan bahwa setiap
model yang akan digunakan dalam pembelajaran menentukan perangkat
yang dipakai dalam pembelajaran tersebut. Selain itu, model pembelajaran
juga berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan
para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar
mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas
daripada strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai
empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur.
Ciri-ciri tersebut antara lain:
a) Rasional teoritik yang logis, disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya;
b) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai);
c) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil;
13
d) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu
dapat tercapai (Kadir dan Nur, 2009:0) dalam (Akhiruddin, Sujarwo,
Haryanto, & Nurhikmah (2019: 105).
6. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kombinasi “Ramania”
Berikut ini langkah-langkah model pembelajaran “Ramania”, yaitu:
1) Penyampaian mateRi ajar (NHT)
2) Akan di bagi kelompok (Discovery Learning, NHT, dan Example non
Example)
3) Mengamati gambar (Example non Example)
4) Guru selanjutnya Akan mengajukan pertanyaan (Discovery Learning)
5) MeNentukan dugaan sementara/hipotesis (Discovery Learning)
6) Pengamatan dan berdiskusI (Discovery Learning, NHT, dan Example
non Example)
7) Anggota kelompok memaparkan hasil diskusi (Discovery Learning,
NHT, dan Example non Example)
7. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang model pembelajaran Discovery Learning pernah
dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti. Salah satu penelitian yang
sejenis yaitu penelitian yang berjudul “Penerapan Model Discovery
Learning Berbantuan Media Powerpoint Meningkatkan Hasil Belajar IPS
Siswa SD” oleh (Asriningsih, I Wyn, & I Gst, 2021), membuktikan bahwa
adanya peningkatan hasil belajar IPS pada siswa kelas IV B. Hal ini terlihat
hasil belajar siswa prasiklus dengan nilai rata-rata 69,25 dan ketuntasan
belajar 54,55% pada kategori rendah. Hasil belajar pada siklus I nilai rata-
rata 74,11 dan ketuntasan belajar 68,18 % dengan kategori cukup. Pada
siklus II rata-rata sebesar 81,77 dan ketuntasan belajar 81,80% dengan
kategori tinggi. Dapat disimpulkan bahwa penerapan model discovery
learning berbantuan media powerpoint dapat meningkatkan hasil belajar
siswa kelas IV B.
Begitu juga dengan model pembelajaran NHT juga pernah terdapat
penelitian sebelumnya, yakni berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar
14
IPS Tema 8 Subtema I Siswa Kelas IV SDN 37/II Pasar Lubuk Landai
Kecamatan Tanah Sepenggal Kabupaten Bungo”, oleh (Marhamah,
Alchonity, & Faradilla, 2021), bahwa terdapat pengaruh model
pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap
hasil belajar IPS tema 8 subtema 1 siswa kelas IV SDN 37/II Pasar Lubuk
Landai Kecamatan Tanah Sepenggal Kabupaten Bungo. Berdasarkan
penelitian, bahwa model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together (NHT) memberikan pengaruh yang baik terhadap hasil belajar
IPS siswa. Hal ini terlihat pada penelitian dilakukan di SDN 37/II Pasar
Lubuk Landai, waktu dilaksanakannya penelitian ini pada semester II
Tahun Ajaran 2020/2021, disesuaikan pada jadwal pembelajaran tematik
muatan IPS kelas IV SDN 37/II Pasar Lubuk Landai. Sampel pada
penelitian ini berjumlah 26 siswa. Berdasarkan hasil uji paired samples t
test diperoleh signifikansi 0,000<0,05.
Pada model pembelajaran Example non Example juga pernah ada
penelitian sebelumnya, yaitu yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Example Non Example dalam Pembelajaran IPS
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN 01 Manguharjo
Kota Madiun Tahun Pelajaran 2017/2018”, oleh (Sutrisno, 2021),
membuktikan bahwa prestasi belajar IPS pada siswa kelas IV SDN 01
Manguharjo Kota Madiun tahun pelajaran 2017/2018 dapat meningkat
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif example non
example, peningkatan tersebut terdapat pada aktivitas guru dan aktivitas
siswa, pada setiap siklus dan setiap pertemuan ada peningkatan baik
aktivitas guru maupun aktivitas siswa, hal ini dibuktikan pada peningkatan
aktivitas Guru dalam mengelola pembelajaran. Hasil observasi dari
pengamat sebagai kolaborator, aktivitas Guru ada peningkatan dari siklus
I ke siklus II, dari 42 aspek diperoleh siklus I kategori Baik , meningkat
pada siklus II kategori amat baik. Peningkatan prestasi belajar siswa dalam
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif Example Non
Example jumlah peningkatan prestasi belajar dari sebelum tindakan, siklus
I ke siklus II sebelum tindakan jumlah nilai 2385, rata-rata 61, Jumlah
15
siswa tuntas belajar 11 orang siswa atau 28%. Pada siklus I Jumlah nilai
2830, rata-rata 73, Jumlah siswa tuntas belajar 19 orang siswa atau
49%.Pada siklus II Jumlah nilai 3255, rata-rata 83, jumlah siswa tuntas
belajar 36 orang siswa atau 92%.Jumlah peningkatan dari sebelum
tindakan sampai dengan siklus II jumlah nilai 870, rata-rata 22, siswa
tuntas belajar 25 orang siswa atau 64%, 36 dari 39 siswa dinyatakan tuntas
belajar secara individu dan secara klasikal memperoleh nilai ≥ 75,dengan
KKM yang ditetapkan 75, ketuntasan mencapai 92% ≥75% dari yang
diharapkan sehingga penelitian dihentikan pada siklus II.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dari ketiga model
tersebut, dapat digunakan sebagai acuan untuk penggunaan model
pembelajaran kombinasi “Ramania”. Diharapkan, dengan mengkombinasi
ketiga model tersebut dapat lebih meningkatkan hasil belajar siswa,
khususnya pada muatan IPS materi keragaman sosial budaya.
Mata pelajaran IPS biasanya berkaitan dengan materinya yang banyak dan
diperlukan hapalan-hapalan yang harus diingat sehingga sering dianggap sulit
dan membosankan oleh para siswa. Anggapan tersebut membuat siswa merasa
enggan untuk mempelajari IPS. Selain itu, penerapan metode ceramah dan
pemberian tugas yang disampaikan oleh guru kurang melibatkan partisipasi
aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran, sehingga pembelajaran matematika
menjadi monoton dan hasil belajar yang dicapai kurang optimal.
Salah satu upaya untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa pada
pembelajaran IPS yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kombinasi
“Ramania” yakni merupakan kombinasi dari 3 model yaitu model
pembelajaran Discovery Learning (main model), model pembelajaran NHT
(complementing model), dan model pembelajaran Example non Example
(supporting model). Dalam model pembelajaran kombinasi “Ramania” guru
selalu melibatkan siswa dalam berbagai kegiatan pembelajaran, dan sebisa
mungkin mengaitkan IPS dengan kehidupan nyata. Pembelajaran IPS yang
dekat dengan objek dan permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari, akan
16
membuat pembelajaran tersebut menjadi lebih bermanfaat dan bermakna bagi
siswa, sehingga siswa menjadi lebih memahami mengenai pentingnya
mempelajari IPS dalam keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
Melalui penggunaan model pembelajaran kombinasi “Ramania”,
diharapkan siswa dapat menerapkan konsep materi pelajaran IPS dalam
kehidupan sehari-hari tanpa perasaan enggan ketika mempelajari IPS, sehingga
aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Pasayangan 3 akan mengalami
peningkatan. Selain itu, diharapkan guru dapat menyampaikan pembelajaran
IPS melalui model pembelajaran ini dengan langkah-langkah atau prosedur
yang benar, sehingga performansi guru juga akan mengalami peningkatan.
C. Hipotesis Tindakan
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan Kualitatif
a. Pengertian Penelitian Kualitatif
Menurut Harahap (2020: 123) penelitian kualitatif adalah
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah,
dimana peneliti merupakan instrumen kunci. Pada penelitian kualitatif
pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan
snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Menurut
Moleong dalam Harahap (2020: 123) penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dll. secara holistic, dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Adapun
menurut Saryono dalam Harahap (2020: 123), penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki,
menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau
keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur
atau digambarkan melalui pendekatan kuantitatif.
Kemudian menurut Soegianto dalam Harahap (2020: 125),
tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menjelaskan suatu fenomena
dengan sedalam-dalamnya dengan cara pengumpulan data yang
sedalam-dalamnya pula, yang menunjukkan pentingnya kedalaman
dan detail suatu data yang diteliti. Pada penelitian kualitatif, semakin
mendalam, teliti, dan tergali suatu data yang didapatkan, maka bisa
diartikan pula bahwa semakin baik kualitas penelitian tersebut. Maka
dari segi besarnya responden atau objek penelitian, metode penelitian
kualitatif memiliki objek yang lebih sedikit dibandingkan dengan
18
penelitian kuantitatif, sebab lebih mengedepankan kedalaman data,
bukan kuantitas data.
b. Ciri-Ciri Penelitian Kualitatif
Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif merupakan
penelitian yang bersifat non ilmiah yang datanya bersifat kualitatif.
Penelitian ini bukan penelitian ilmiah tetapi penelitian yang bersifat
alamiah. Penelitian kualitatif menurut Harahap (2020: 125-126)
memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan penelitian
jenis lainnya. Ciri-ciri tersebut diantaranya adalah: (1) Berdasarkan
alamiah; (2) Manusia sebagai instrument; (3) Modelnya kualitatif; (4)
Analisis datanya secara induktif; (5) Teori dari dasar; (6) Deskriptif;
(7) Lebih mementingkan proses daripada hasil; (8) Adanya batas yang
ditentukan oleh fokus; (9) Adanya kriteria khusus untuk keabsahan
data; dan (10) Desain penelitian dibandingkan dan disepakati. Untuk
mendapatkan data kualitatif yang baik, maka peneliti hendaklah
melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Upayakan mempelajari
fenomena yang belum dipelajari sebelumnya; (2) Dapat menambah
dan memperkaya ilustrasi dengan dokumen lain, antara lain dokumen
tertulis; (3) Memahami degan baik topik yang diteliti dengan
mempelajari secara simultan, melakukan triangulasi atau melakukan
penelitian dengan metode gabungan; dan (4) Mencoba memahami
fenomena sosial dari perspektif keterlibatan aktor daripada
menerangkan dari luar.
2. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
a. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Menurut Kasihani (1999) dalam Perdana & dkk. (2021: 14)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan PTK adalah penilaian
praktis, bertujuan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan
dalam pembelajaran di kelas dengan cara melakukan tindakan-
tindakan.
Sedangkan menurut Suryanto (1997) dalam Perdana & dkk.
(2021: 14) secara singkat PTK dapat didefinisikan sebagai suatu
19
bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan
tindakan-tindakan tertentu, untuk memperbaiki dan atau
meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih
profesional. Oleh karena itu PTK terkait erat dengan persoalan
praktek pembelajaran sehari-hari yang dialami guru.
b. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
PTK merupakan bentuk penelitian tindakan yang diterapkan
dalam aktivitas pembelajaran di kelas. Ciri khusus PTK adalah
adanya tindakan nyata yang dilakukan sebagai bagian dari
kegiatan penelitian dalam rangka memecahkan masalah
pembelajaran di kelas.
Terdapat sejumlah karakteristik menurut Djajadi (2019: 6)
yang merupakan keunikan PTK dibandingkan dengan penelitian
pada umumnya, antara lain sebagai berikut: (1) PTK merupakan
kegiatan yang berupaya memecahkan masalah pembelajaran,
dengan dukungan ilmiah; (2) PTK merupakan bagian penting
upaya pengembangan profesi guru melalui aktivitas berpikir kritis
dan sistematis serta membelajarkan guru untuk menulis dan
membuat catatan; (3) Persoalan yang dipermasalahkan dalam PTK
berasal dari adanya permasalahan nyata dan aktual (yang terjadi
saat ini) dalam pembelajaran di kelas; (4) PTK dimulai dari
permasalahan yang sederhana, nyata, jelas, dan tajam mengenai
hal-hal yang terjadi di dalam kelas; dan (5) Adanya kolaborasi
(kerjasama) antara praktisi (guru dan kepala sekolah) dengan
peneliti dalam hal pemahaman, kesepakatan tentang permasalahan,
Djajadi (2019: 7)pengambilan keputusan yang akhirnya
melahirkan kesamaan tentang tindakan (action).
Menurut kolaborasi (kerjasama) antara praktisi (guru) dan
peneliti (dosen atau widyaiswara) merupakan salah satu ciri khas
PTK. Melalui kolaborasi ini mereka bersama menggali dengan
mengkaji permasalahan nyata yang dihadapi oleh guru dan atau
siswa. Sebagai penelitian yang bersifat kolaboratif, harus secara
20
jelas diketahui peranan dan tugas guru dengan peneliti. Dalam PTK
kolaboratif, kedudukan peneliti setara dengan guru, dalam arti
masing-masing mempunyai peran serta tanggung jawab yang
saling membutuhkan dan saling melengkapi. Peran kolaborasi turut
menentukan keberhasilan PTK terutama pada kegiatan
mendiagnosis masalah, merencanakan tindakan, melaksanakan
penelitian (tindakan, observasi, merekam data, evaluasi, dan
refleksi), menganalisis data, menyeminarkan hasil, dan menyusun
laporan hasil.
c. Peran Guru dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Guru berperan sebagai peneliti sekaligus sebagai praktisi
pembelajaran. Guru profesional seharusnya mampu mengajar
sekaligus meneliti. Dalam keadaan seperti ini, maka guru
melakukan pengamatan terhadap diri sendiri ketika sedang
melakukan tindakan (Suharsimi, 2002) dalam Djajadi (2019: 7-8).
Untuk itu guru harus mampu melakukan pengamatan diri secara
objektif agar kelemahan yang terjadi dapat terlihat dengan wajar.
Melalui PTK, guru sebagai peneliti dapat: (1) Mengkaji/ meneliti
sendiri praktik pembelajarannya; (2) Melakukan PTK dengan
tanpa mengganggu tugasnya; (3) Mengkaji permasalahan yang
dialami dan yang sangat dipahami; dan (4) Melakukan kegiatan
guna mengembangkan profesionalismenya.
Dalam praktiknya, boleh saja guru melakukan PTK tanpa
kolaborasi dengan peneliti. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa
PTK yang dilakukan oleh guru tanpa kolaborasi dengan peneliti
mempunyai kelemahan karena para praktisi umumnya (dalam hal
ini adalah guru) kurang akrab dengan teknik-teknik dasar
penelitian. Di samping itu, guru pada umumnya tidak memiliki
waktu untuk melakukan penelitian sehubungan dengan padatnya
kegiatan pengajaran yang dilakukan. Akibatnya, hasil PTK
menjadi kurang memenuhi kriteria validitas metodologi ilmiah.
Dalam konteks kegiatan pengawasan sekolah, seorang pengawas
21
sekolah dapat berperan sebagai kolaborator bagi guru dalam
melaksanakan PTK.
d. Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam
Perencanaan, Pelaksanaan, Pengamatan dan Refleksi
Berikut ini adalah langkah-langkah PTK menurut Djajadi
(2019: 19-22), yaitu:
1) Perencanaan Tindakan
Secara rinci, tahapan perencanaan tindakan terdiri atas
kegiatan-kegiatan sebagai berikut ini, antara lain: (1)
Menetapkan cara yang akan dilakukan untuk menemukan
jawaban, berupa rumusan masalah. Umumnya dimulai dengan
menetapkan berbagai alternatif tindakan pemecahan masalah,
kemudian dipilih tindakan yang paling menjanjikan hasil
terbaik dan yang dapat dilakukan guru; (2) Menentukan cara
yang tepat untuk memperbaiki proses pembelajaran dengan
menjabarkan indikator-indikator keberhasilan; dan (3)
Membuat secara rinci rancangan tindakan yang akan
dilaksanakan mencakup; (a) Bagian isi mata pelajaran dan
bahan belajarnya; (b) Merancang strategi dan
langkahpembelajaran sesuai dengan tindakan yang dipilih;
serta (c) Menetapkan indikator ketercapaian dan menyusun
instrumen pengumpul data yang sesuai.
2) Pelaksanaan Tindakan
Pada tahapan ini, rancangan strategi dan skenario
pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti, dan penutup
diterapkan. Skenario tindakan harus dilaksanakan secara benar
tampak berlaku wajar. Pada PTK yang dilakukan guru,
pelaksanaan tindakan umumnya dilakukan dalam waktu antara
2 sampai 3 bulan. Waktu tersebut dibutuhkan untuk dapat
menyesuaikan sajian beberapa pokok bahasan dan mata
pelajaran tertentu. Berikut disajikan contoh aspek-aspek
rencana (skenario) tindakan yang akan dilakukan pada satu
22
PTK. (1) Dirancang penerapan metode tugas dan diskusi
dalam pembelajaran X untuk pokok bahasan: A, B, C, dan D;
(2) Format tugas: pembagian kelompok kecil sesuai jumlah
pokok bahasan, pilih ketua, sekretaris, dll oleh dan dari
anggota kelompok, bagi topik bahasan untuk kelompok
dengan cara random, dengan cara yang menyenangkan; (3)
Kegiatan kelompok; mengumpulkan bacaan, melalui diskusi
anggota kelompok bekerja/belajar memahami materi,
menuliskan hasil diskusi dalam flipchart atau powerpoint
untuk persiapan presentasi; (4) Presentasi dan diskusi pleno;
masing-masing kelompok menyajikan hasil kerjanya dalam
pleno kelas, guru sebagai moderator, lakukan diskusi, ambil
kesimpulan sebagai hasil pembelajaran; serta (5) Jenis data
yang dikumpulkan; berupa makalah kelompok, bahan tayang
hasil kerja kelompok, siswa yang aktif dalam diskusi, serta
hasil belajar yang dilaksanakan sebelum (pre-test) dan setelah
(post-test) tindakan dilaksanakan.
3) Pengamatan Tindakan
Tahapan ini sebenarnya berjalan secara bersamaan pada saat
pelaksanaan tindakan. Pengamatan dilakukan pada waktu
tindakan sedang berjalan, keduanya berlangsung dalam waktu
yang sama. Pada tahapan ini, peneliti (atau guru apabila ia
bertindak sebagai peneliti) melakukan pengamatan dan
mencatat semua hal-hal yang diperlukan dan terjadi selama
pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini
dilakukan dengan menggunakan format observasi/penilaian
yang telah disusun. Termasuk juga pengamatan secara cermat
pelaksanaan skenario tindakan dari waktu ke waktu dan
dampaknya terhadap proses dan hasil belajar siswa. Data yang
dikumpulkan dapat berupa data kuantitatif (hasil tes, hasil
kuis, presensi, nilai tugas, dan lain-lain), tetapi juga data
kualitatif yang menggambarkan keaktifan siswa, antusias
23
siswa, mutu diskusi yang dilakukan, dan lain-lain. Instrumen
yang umum dipakai adalah (a) soal tes, kuis; (b) rubrik; (c)
lembar observasi; dan (d) catatan lapangan yang dipakai untuk
memperoleh data secara obyektif yang tidak dapat terekam
melalui lembar observasi, seperti aktivitas siswa selama
pemberian tindakan berlangsung, reaksi mereka, atau petunjuk
lain yang dapat dipakai sebagai bahan dalam analisis dan untuk
keperluan refleksi.
4) Refleksi
Tahapan ini dimaksudkan untuk mengkaji secara menyeluruh
tindakan yang telah dilakukan, berdasar data yang telah
terkumpul, dan kemudian melakukan evaluasi guna
menyempurnakan tindakan yang berikutnya. Refleksi dalam
PTK mencakup analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil
pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Jika terdapat
masalah dan proses refleksi, maka dilakukan proses
pengkajian ulang melalui siklus berikutnya yang meliputi
kegiatan: perencanaan ulang, tindakan ulang, dan pengamatan
ulang sehingga permasalahan yang dihadapi dapat teratasi.
B. Setting Penelitian
24
C. Faktor yang Diteliti
1. Faktor Guru
Kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan langkah-langkah model yang
dipilih, observer mengamati menggunakan format pengamatan yang
disiapkan.
2. Faktor Siswa
Aktivitas siswa baik secara individu maupun kelompok melalui format
pengamatan: perhatian, kerjasama, ketelitian, tanggungjawabnya
sesuaikan dengan kegiatan pembelajaran.
3. Faktor Belajar
Melalui tes sesuaikan dengan teknik penilaian.
D. Skenario Tindakan
1. Perencanaan
RPP sesuai dgn model yang dipilih, membuat lembar observasi sesuai
kegiatan pembelajaran guru, siswa, membuat rubrik penilaian. Membuat
LKK dan LKS, dst.
2. Pelaksanaan Tindakan
Melaksanakan RPP yang sudah direncanakan.
3. Observasi
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran berlangsung dengan menggunakan
lembar observasi yang dibuat digunakan untuk melihat aktivitas guru,
siswa menggunakan rubric sebagai bahan untuk refleksi
4. Refleksi
Mengkaji, melihat dan merenungkan kembali hasil atau dampak dari
tindakan yang telah dicatat dalam observasi, hasilnya dianalisis dimaknai
sesuai dengan rubric dan berikan solusinya.
25
E. Data dan Cara Pengumpulan Data
1. Sumber Data
Guru dan siswa.
2. Teknik Pengumpulan Data
Observasi dan tes.
3. Teknik Analisis Data
Data dianalisis dengan data kualitatif guru yang dianalisis menggunakan
kriteria sangat baik, baik, cukup baik dan kurang baik. Kriteria siswa yang
digunakan sangat aktif, aktif, cukup aktif, kurang aktif.
F. Indikator Keberhasilan
26
DAFTAR PUSTAKA
Akhiruddin, Sujarwo, Haryanto, A., & Nurhikmah. (2019). Belajar dan
Pembelajaran. Makassar: CV. Cahaya Bintang Cemerlang.
Asriningsih, N. W., I Wyn, S., & I Gst, A. P. (2021). Penerapan Model Discovery
Learning Berbantuan Media Powerpoint Meningkatkan Hasil Belajar IPS
Siswa SD. Jurnal Mimbar Ilmu. 26 (2), 251-259.
Basar, Z. R., Arifin, M., & Andi, A. S. (2021). Analisis Pembelajaran Kooperatif
Tipe Word Square untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Muatan
Pelajaran IPS di Sekolah Dasar. Jurnal Wahana Sekolah Dasar, 71-79.
Perdana, R., & dkk. (2021). Modul Digital Penelitian Tindakan Kelas. Jawa Barat:
Media Sains Indonesia.
27
Retnowati, R., & dkk. (2018). The Effect of Environmental Teaching Method and
The Level of Natural Intelligence on The Environmental View of The
Students Behavior. Journal of Physics: Conference Series. 1114 (1), 1-7.
Villardón-Gallego, L., Rocío, G.-C., Lara, Y.-M., & Ana, E. (2018). Impact of the
Interactive Learning Environments in Children’s Prosocial Behavior.
Journal Sustainability. 10 (7), 1-12.
28