Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KOMUNAKASI DAN NAVIGASI

MUHAMMAD ABUL RAEHAN


D091191030
TEKNIK SISTEM PERKAPALAN

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
Peralatan Navigasi Berdasarkan Safety of Life at Sea (SOLAS) dan Collision Regulation
(COLREG)
No Nama Alat Navigasi Penjelasan
1. Lampu Navigasi Setiap kapal yang akan berlayar di laut harus dilengkapi
dengan lampu navigasi. Adanya lampu navigasi berfungsi
untuk dinyalakan pada waktu keadaan gelap dan
mengetahui arah kapal. Jenis - jenis lampu navigasi yaitu :
Side Light, Mast Head Light, Stern Light, Anchor Light,
Not Under Commad Light, dan Dangerous Cargo Light.
Lampu navigasi Side Light berguna untuk membedakan
bagian kanan dan bagian kiri kapal. Lampu Mast Head
Light berguna untuk mengetahui arah kapal agar tidak
terjadi trubukan dengan kapal lain. Lampu navigasi
Anchor digunakan untuk kapal sedang melakukan lego
jangkar. Lampu navigasi Not Under Commad Light
berguna untuk memberikan isyarat bahwa kapal dalam
keadaan tidak dikendalikan. Dan lampu navigasi
Dangerous Cargo Light berguna untuk memberikan
isyarat bahwa kapal membawa muatan atau sedang
membongkar muatan yang berbahaya.

2. Kompas Magnet Peralatan navigasi yang harus ada di kapal salah satunya
adalah kompas magnet. Kompas magnet berfungsi untuk
menetapkan arah haluan kapal dan juga menetapkan arah
baringan suatu target sasaran. Prinsip kerja kompas
magnet yaitu apabila batangan magnet berdiri bebas maka
batangan magnet tersebut akan mengarah ke arah kutub –
kutubnya. Kompas magnit untuk penggunaannya dibagi
menjadi 3 yaitu : kompas kemudi berguna untuk
mengemudikan kapal, kompas standar berguna untuk
mengkalibrasi kompas, dan kompas baring berguna untuk
membaring. Untuk penggunaan kompas di malam hari,
kompas dilengkapi dengan lampu penerangan.

3. GMDSS (Global GMDSS (Global Marine Distress Safety System) adalah


Marine Distress Safety sistem komunikasi yang terintegrasi dengan menggunakan
System) satelit. Alat ini dikembangkan oleh IMO (International
Maritime Organization) bertujuan untuk menerima dan
mengirim tanda bahaya, dan untuk komunikasi. GMDSS
terdiri dari beberapa peralatan yaitu : VHF (Very High
Frequency), HF (High Frequency), MF (Medium
Frequency), NAVTEX, Inmarsat C, NBDP (Narrow Band
Direct Printing), EPIRB, dan SART 9 Ghz Gambar 4.
Peralatan GMDSS VH HF / MF NAVTEX Inmarsat NBD
EPIR SART p-ISSN : 1412-6826 e-ISSN : 2623-2030 46
Jurnal Saintek Maritim, Volume XVIII Nomor 1,
September 2018 Sistem GMDSS mempunyai beberapa
fungsi yaitu : Alerting berfungsi untuk pemberitahuan
marabahaya yang cepat agar dapat mengadakan suatu
pertolongan dengan segera, Search and Rescue
Coordinating berfungsi untuk koordinasi antar unit – unit
yang berpotensi SAR, On Scane Communication
berfungsi untuk komunikasi di lokasi musibah antar unit -
unit yang ikut dalam operasi pertolongan, Locating Signal
berfungsi untuk memudahkan penentuan posisi
penyelamatan, Dissemination of Maritime Safety
Information berfungsi untuk penyiaran informasi
mengenai keselamatan pelayaran, General Radio
Communication berfungsi untuk komunikasi dari kapal ke
suatu jaringan radio di darat yang berhubungan dengan
keselamatan, dan Bridge to Bridge Communication
berfungsi untuk antar kapal dari anjungan yang
berhubungan dengan penyelamatan.

4. Echo Sounder Echo Sounder merupakan peralatan yang digunakan untuk


mengetahui kedalaman laut antara lunas kapal dengan
dasar laut. Alat ini digunakan sewaktu kapal berlayar
diperairan dangkal atau perairan yang mempunyai pasang
surut tinggi. Echo sounder terdiri atas 4 komponen yaitu
transmitter, transducer, receiver, dan recorder. Transmitter
adalah alat yang menghasilkan pulsa listrik untuk
dikirimkan ke transducer. Transducer adalah alat yang
merubah pulsa listrik menjadi pulsa suara yang kemudian
memancarkannya ke dalam air untuk mengenai sasaran
maka akan dipantulkan lagi dan diterima oleh receiver.
Pulsa suara dirubah kembali menjadi pulsa listrik dan
diperkuat oleh receiver. Receiver adalah alat untuk
memperkuat energi pulsa listrik yang lemah dari
transducer. Recorder adalah alat yang berfungsi untuk
menggambarkan informasi pulsa listrik dalam bentuk
goresan pada kertas pencatat dengan menggunakan stylus.
5. GPS (Global GPS (Global Positioning System) GPS adalah alat
Positioning System) elektronik yang dapat mengetahui posisi kapal
berdasarkan derjat lintang dan bujur. GPS mempunyai
beberapa fungsi dalam pelayaran yaitu menentukan posisi
lintang dan bujur kapal, menentukan kecepatan kapal,
menentukan jarak tempuh kapal, menentukan jarak waktu
tiba di pelabuhan tujuan, menentukan sisa waktu tempuh,
menyimpan posisi khusus yang diinginkan, menentukan
jarak pelayaran dalam bentuk peta, dan membuat bagan
panduan bernavigasi.

6. Radar (Radio Radar (Radio Detection and Ranging) Radar adalah alat
Detection and yang mempunyai kemampuan untuk mendeteksi adanya
Ranging) objek di sekitar kapal dalam radius sesuai jangkauan radar
5 mil, 10 mil, 20 mil, bahkan 100 mil. Kelebihan radar
dibandingkan alat navigasi yang lain adalah dalam
penggunaan radar tidak memerlukan stasion pemancar,
karena radar menggunakan prinsip pancaran gelombang.
Menurut Hadi Supriyono (2001:14) radar mempunyai 4
fungsi yaitu : (1) untuk menentukan posisi kapal dari
waktu ke waktu dengan cara menggunakan baringan
dengan baringan, menggunakan baringan dengan jarak
dan menggunakan jarak dengan jarak. (2) memandu kapal
keluar masuk pelabuhan atau perairan sempit. (3)
membantu menemukan ada atau tidaknya bahaya
tubrukan. (4) membantu memperkirakan hujan melewati
lintasan kapal.

7. Engine Telegraph, Alat navigasi yang harus ada di kapal untuk komunikasi
Telepon Internal dan yaitu Engine Telegraph, Telepon Internal, dan Pengeras
Sistem Pengeras Suara Suara. Engine Telegraph berfungsi untuk komunikasi
antara anjungan dan ruang mesin dengan cara memberi
isyarat secara visual kebutuhan operasi menjalankan
kecepatan mesin induk, misalnya perintah slow engine.
Telepon Internal mempunyai fungsi selain untuk
komunikasi juga bisa untuk memberi perintah secara
terbuka melalui pengeras suara dengan cara sistem telepon
digabungkan dengan peralatan panggil atau public
addresor.
8. Peralatan navigasi Diatas kapal ada peralatan navigasi yang sangat berguna
lainnya sewaktu kapal sedang berlayar. Alat navigasi lainnya yaitu
: lampu isyarat siang, bel, gong, suling kapal, dan bola
jangkar dan kerucut. Peralatan navigasi lainnya ini
berfungsi untuk memberikan isyarat kepada kapal lain.
Isyaratnya berupa isyarat lampu untuk isyarat morse, bel
dan gong untuk isyarat tanda bahaya atau pergantian
waktu jaga di anjungan, suling untuk isyarat bunyi, bola
jangkar dan kerucut untuk tanda bahwa kapal sedang
posisi lego jangkar.
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 7
TAHUN 2019 TENTANG PEMASANGAN DAN PENGAKTIFAN SISTEM
IDENTIFIKASI OTOMATIS BAGI KAPAL YANG BERLAYAR DI WILAYAH
PERAIRAN INDONESIA

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan
perairan pedalamannya.
2. Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification System) yang selanjutnya disebut
Al S adalah sistem pemancaran radio Very High Frequency (VHF) yang menyampaikan
data-data melalui VHF Data Link (VDL) untuk mengirim dan menerima informasi
secara otomatis ke kapal lain, Stasiun Vessel Traffic Services (VTS), dan/atau stasiun
radio pantai (SROP).
3. AIS Kias A adalah sistem pemancaran radio VHF yang menyampaikan data melalui
VDL untuk mengirim dan menerima data statik dan data dinamik kapal secara otomatis.
4. AIS Klas B adalah sistem pemancaran radio VHF yang menyampaikan data melalui
VDL untuk mengirim data kapal secara otomatis.
5. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan
tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan
yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan
bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
6. Kapal Berbendera Indonesia adalah Kapal yang telah didaftarkan dalam daftar Kapal
Indonesia.
7. Kapal Asing adalah Kapal yang berbendera selain berbendera Indonesia dan tidak dicatat
dalam daftar Kapal Indonesia.
8. Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan
memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap
dipenuhinya ketentuan peraturan perundang- undangan untuk menjamin keselamatan dan
keamanan pelayaran

Pasal 2
Peraturan Menteri ini mengatur mengenai pemasangan dan pengaktifan AIS pada
Kapal Berbendera Indonesia dan pengawasan pengaktifan AIS pada Kapal Asing yang
berlayar di wilayah Perairan Indonesia.

Pasal 3
Kapal Berbendera Indonesia dan Kapal Asing yang berlayar di wilayah Perairan
Indonesia wajib memasang dan mengaktifkan AIS.
BAB II
TIPE DAN PERSYARATAN SISTEM IDENTIFIKASI OTOMATIS

Pasal 4
Tipe AIS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas:
a. AIS Kias A; dan
b. AIS Kias B.
Pasal 5
(1). AIS Kias A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a wajib dipasang dan diaktifkan
pada Kapal Berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at
Sea (SOLAS) yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia.
(2). AIS Kias B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b wajib dipasang dan diaktifkan
pada Kapal Berbendera Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kapal penumpang dan Kapal barang Non Konvensi dengan ukuran paling rendah GT
35 (tiga puluh lima Gross Tonnage) yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia;
b. Kapal yang berlayar antar lintas negara atau yang melakukan barter-trade atau
kegiatan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
kepabeanan; dan
c. Kapal penangkap ikan berukuran dengan ukuran paling rendah GT 60 (enam puluh
Gross Tonnage).
d. (3) Untuk lebih meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran, Kapal
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan pemasangan dan pengaktifan
AIS Kias A.

Pasal 6
(1). Nakhoda wajib mengaktifkan dan memberikan informasi yang benar pada AIS.
(2). Informasi AIS Kias A terdiri atas:
a. data statik terdiri atas:
1. nama dan jenis Kapal;
2. tanda panggilan (call sign)',
3. kebangsaan Kapal;
4. Maritime Mobile Services Identities (MMSI);
5. International Maritime Organization (IMO) Number,
6. Bobot Kapal;
7. sarat (draught) Kapal; dan
8. panjang dan lebar Kapal; dan
b. data dinamik terdiri atas:
1. status navigasi;
2. titik koordinat Kapal;
3. tujuan berlayar dengan perkiraan waktu tiba;
4. kecepatan Kapal; dan
5. haluan Kapal.
(3). Informasi AIS Kias B terdiri atas:
a. nama dan jenis Kapal;
b. kebangsaan Kapal;
c. MMSI;
d. titik koordinat Kapal;
e. kecepatan Kapal; dan
f. haluan Kapal.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
NOMR : KP.176/DJPL/2020

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENGENAAN SANKSI ATAS PELANGARAN


KEWAJIBAN PEMASANGAN DAN PENGAKTIFAN SISTEM IDENTIFIKASI
OTOMATIS BAGI KAPAL BERBENDERA INDONESIA

Pasal 1

1. Pengawasan penggunaan Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification


System/ AIS) yang dilakukan oleh Petugas Stasiun Vessel Traffic System (VTS)/
Stasiun Radion Pantai (SROP) dengan cara:
a Pengamatan tracking kapal;dan
b Komunikasi via radio.
2. Pengawasn penggunaan AIS yang dilakukan oleh petugas kapal patroli penjagaan
laut dan pantai dengan cara:
a Pengamatan tracking kapal;dan
b Komunikasi via radio
3. Pengawasan pengunaan AIS sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat (2)
dilakukan untuk:
a Monitoring pemenuhan pengaktifan AIS ; dan
b Evaluasi kebenaran laporan informasi AIS

Pasal 2
1. Dalam hal ini ditemukan adanya dugaan kapal tidak mengaktifkan AIS atau
penyampain informasi tidak benar, Petugas Stasiun VTS/ SROP harus melakukan;
a Komunikasi via radio kapal;
b Mencatat kejadian tersebut pada log book stasiun VTS/ SROP; dan
c Melaporkan hasil monitoring statiun VTS/ SROP kepada Syahbandar.
2. Dalam hal ditemukan adanya dugaan kapal tidak mengaktifkan AIS atau penyampian
informasi tidak benar petugas kapal patroli penjagaan laut dan pantai harus
melakukan:
a Komunikasi via radio kapal;
b Mencatat kejadian tersebut pada log book kapal patroli penjagaan laut dan
pantai;dan
c Melaporkan hasil monitoring kapal patroli penjagaan laut dan pantai kepada
syahbandar.
3. Hasil monitoring VTS/SROP dan kapal patroli penjagaan laut dan pantai
sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf c dan ayat (2) huruf c tercantum dalam
format Contoh 1 dan contoh 2 lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkna
dari Peraturan Direktur Jendreal ini
Pasal 3
1. Berdasarkan hasil monitoring sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) ,
Syahbandar menugaskna Pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal (PPKK) untuk
memeriksa log book kronologis tidak aktifnya AIS, terhadap kapal yang menuju
pelabuhan.
2. Pemeriksaan log book kronologis tidak atifnya AIS sebagiamana dimaksud pada ayat
1 dilakukan oleh PPKK dengan hasil temuan:
a AIS tidak aktif karena alasan keamanan dan dicatatkan dalam log book; dan
b AIS tidak aktif karena adanya kerusakan dan dicatatkan dalam log book.
3. Selain pemeriksaan terhadap log book kronologis tidak aktifnya AIS sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) , PPKK juga dapat melakukan pemeriksaan terhadap
a Nahkoda yang dengan sengaja tidak mengaktifkan AIS ; atau
b Kapal yang tidak memiliki AIS
4. Dalam hal pemeriksaan sebagimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) , PPKK
melaporkan hasil temuan kepada syahbandar.

Pasal 4
1. Berdasarkan laporan hasil temuan temuan PPKK terhadap pemeriksaan atas nahkoda
yang dengan sengaja tidak mengaktifkan AIS sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
ayat (3) huruf a , Syahbandra menyampaikan kepada Direktur Perkapalan dan
Kepelautan mengenai Nahkoda sesuai format contoh 3 lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari peraturan Direktur Jenderal ini
2. Berdasarkan laporan hasil temuan PPKK terhadap pemeriksaan atas kapal yang tidak
memiliki AIS sebagaiman dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b , Syahbandar
menunda keberangkatan kapal sampai dengan terpasang dan aktifnya AIS diatas
kapal.

Pasal 5
1. Berdasarkan rekomendasi pengenaan sanksi administratif dan syahbandar sebagiman
dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) , Direktur Perkapalan dan Kepelautan melakukan
pencabutan sementara sertifikat pengukuhan (certificate of Endorsment (COE) untuk
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
2. Keputusan pencabutan sementara sertifikat pengukuhan (Certificate of Endorsement
(COE)) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari
kerja sejak diterimanya rekomendasi pengenaan sanksi administratif rekomendasi
pengenaan sanksi administratif dari Syahbandar.

Pasal 6
Syahbandar berkoordinasi dengan pangkalan penjagaan laut dan pantai untuk dapat
mendekati kapal dan memberikan peringatan pada kapal yang tidak mengaktifkan AIS
di luar perairan pelabuhan.

Anda mungkin juga menyukai