Anda di halaman 1dari 77

KAJIAN ASURANSI KREDIT

PT ASURANSI JASA INDONESIA

PT ASURANSI JASA INDONESIA


JAKARTA
2021
1
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asuransi Jasindo merupakan badan usaha yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No 10
Tahun 1973 tentang Penyertaan Modal Negara untuk Pendirian Perusahaan Perseroan dalam Bidang
Asuransi Umum. Namun demikian, pada tanggal 16 Maret 2020, Pemerintah Republik Indonesia
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2020 dimana kepemilikan saham Negara
Republik Indonesia sebesar 424.999 lembar saham Seri B pada Perseroan dialihkan kepada PT.
Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero). Asuransi Jasindo beroperasi sejak tahun 1973 dan
hingga saat ini memiliki jaringan 41 Branch Office dan 33 Satellite Branch Office yang tersebar di
seluruh Indonesia.
Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, 2015-2019, Jasindo tumbuh dengan CAGR 3%. Guna
menopang pertumbuhan tersebut, Jasindo mulai melakukan ekspansi pada segmen ritel yang selama
ini belum tergarap maksimal namun telah memberikan kontribusi terhadap pendapatan premi
perusahaan dengan besaran kurang dari 10%. Selama periode 2014-2018, pendapatan premi bruto
meningkat dari Rp. 4.621,42 miliar menjadi Rp. 4.706,59 miliar pada tahun 2018 dengan rata-rata
pencapaian Rp. 5.009,20 miliar per tahun.

Gambar 1 Premi Bruto

2
Klaim bruto periode 2014-2018 meningkat dari Rp. 2.409,43 miliar pada tahun 2014 menjadi
Rp. 3.477,75 miliar pada tahun 2018 dengan rata-rata Rp. 3.081,36 miliar per tahun atau rata-rata
sebesar 140% dari klaim bruto RKAP periode 2009-2013.

Gambar 2 Klaim Bruto


Biaya perusahaan berfluktuasi dari Rp. 465,55 miliar pada tahun 2014 menjadi Rp. 385,11 miliar
pada tahun 2018. Hasil underwriting meningkat dari Rp. 518,90 miliar di tahun 2014 menjadi
Rp. 519,85 miliar di tahun 2018 atau mencapai 74% dari rata-rata target RJPP dan 80% dari target
rata-rata RKAP. Laba setelah pajak meningkat dari Rp. 336,93 miliar pada tahun 2014 menjadi
Rp. 388,13 miliar di tahun 2018 atau rata-rata Rp. 370,29 miliar per tahun. Posisi perusahaan di
masa-masa tersebut berdasarkan analisa SWOT telah berada pada kondisi Growth (RJPP 2014-
2019, 2013).
Portofolio bisnis perusahaan sampai tahun 2013 masih didominasi oleh bisnis korporasi. Untuk itu,
RJPP 2014-2019 mengamanatkan perusahaan untuk terus meningkatkan komposisi premi ritel
terhadap korporasi dalam periode lima tahun berikutnya. Adapun komposisi target yang ditetapkan
dalam RJPP tersebut antara korporasi dengan ritel adalah 70% 30% sebagai penjabaran strategi
perusahaan untuk mengoptimalisasi komposisi bisnis perusahaan.
Target ini pada kenyataannya relatif dapat dicapai. Hal ini terlihat dari rata-rata komposisi portofolio
segmen korporasi selama periode 2014-2017 sebesar 70,9% sementara segmen ritel berhasil
mencapai 29,1%. Di sisi lain, CAGR premi bruto ritel sepanjang tahun 2014-2017 sebesar 13,62%.
Realisasi tersebut memperlihatkan bahwa realisasi premi bruto ritel selalu melampaui target yang
ditetapkan dalam RJPP.
==data CAGR COB ritel 2014-2017==

3
Salah satu produk yang menopang pertumbuhan di masamasa-masa
masa tersebut adalah Asuransi Kredit.
Dahulu, asuransi kredit identik dengan produk Asuransi Kredit yang kemudian berevolusi menjadi
Asuransi Kredit yang sekarang dikenal.

Gross Written Premium


1.000.000
900.000 803.523 859.099
800.000 804.359
700.000
600.000
500.000 532.242

400.000
342.045
300.000
200.000
100.000
-
2015 2016 2017 2018 2019

GWP

Gambar 3 Gross Written Premium Asuransi Kredit

Tingginya pertumbuhan premi Asuransi Kredit di Asuransi Jasindo sejalan dengan pertumbuhan
premi Asuransi Kredit di industri dan proporsinya terhadap premi line of business (LOB) lainnya
pun semakin tinggi.

Tabel 1 Pertumbuhan dan Pangsa Pasar Industri Berdasarkan LOB

4
Asuransi Kredit tumbuh dengan CAGR 33,62% dari periode 2014-2018. Asuransi Kredit mulai
mengalami pertumbuhan Gross Written Premium (GWP) double digit pada tahun 2015, yaitu
52,76% dibandingkan dengan tahun 2014, dan mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun 2018,
yaitu tumbuh sebesar 53,71% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bahkan, Asosiasi Asuransi
Umum Indonesia (AAUI) mencatat pendapatan premi dari lini bisnis asuransi kredit mencapai Rp
14,64 triliun di sepanjang tahun 2019, lini bisnis ini memberikan kontribusi nomor paling besar
ketiga sebesar 18,4% dengan pertumbuhan 86,2% dibandingkan tahun 2018 senilai Rp 7,86 triliun.
Pada tahun 2019, Asuransi Jasindo sendiri mencatat perolehan GWP Asuransi Kredit sebesar Rp.
859,09 Miliar atau 5,87% Market Share.

Tingginya pertumbuhan Asuransi Kredit, terutama di tahun 2018, dipengaruhi oleh peningkatan
penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang mencapai Rp 120,34 triliun atau tumbuh 24,43% dari
tahun sebelumnya. Selain peningkatan volume kredit, Pemerintah juga menurunkan bunga KUR dari
9% menjadi 7%. Di luar KUR, pertumbuhan kredit perbankan pun mengalami kenaikan berkat
pertumbuhan ekonomi. Realisasi pertumbuhan kredit perbankan di tahun 2017 mencapai 8,24% dan
terus meningkat di tahun-tahun berikutnya. Salah satu sektor kredit yang pertumbuhannya cukup
tinggi adalah kredit konsumtif dan produktif.

Sebagai contoh sepanjang tahun 2017, penyaluran kredit BNI mencapai Rp 441,3 triliun, tumbuh
12,2% secara tahunan (year on year/yoy) dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Dari total kredit sebesar Rp 441,31 triliun tersebut, 16,2% diantaranya disalurkan ke segmen
konsumer. Pertumbuhan kredit segmen konsumer terutama didorong pinjaman payroll, kredit
pemilikan rumah (KPR) dan kartu kredit. Selain itu, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) juga
mematok pertumbuhan kredit konsumer yang tinggi di tahun 2018 bahkan hingga double digit. BRI
mengejar pertumbuhan kredit konsumer hingga 23% - 25% secara tahunan (y.o.y). Penyumbang
terbesar kredit konsumer BRI masih dari segmen kredit tanpa agunan (KTA) yang berbasis gaji
(payroll). Di sisi lain, PT Bank Mandiri Tbk juga lebih agresif untuk memacu pertumbuhan kredit
ritel, salah satunya segmen konsumer, yang menjadi salah satu penopang kenaikan kredit pada tahun
2018.

Salah satu bisnis yang memiliki potensi besar dari segmen tersebut yakni KPR. Pertumbuhan kredit
tersebut disumbangkan oleh beberapa promo KPR. Nasabah KPR Mandiri rata-rata mempunyai
tenor 8-10 tahun dengan rata-rata ticket size Rp 200 juta. Di sektor swasta, jumlah kredit bruto
CIMB Niaga yang disalurkan per Desember 2017 mencapai Rp 185,1 triliun, tumbuh 2,8% dari
tahun sebelumnya. Dari total penyaluran kredit tersebut, kredit konsumer tercatat sebesar Rp 48,6
triliun atau sekitar 26%. Strategi yang dilakukan adalah memfokuskan pada kredit pemilikan rumah
maupun sektor UKM. Dari pencapaian beberapa bank tersebut terlihat bahwa terbuka potensi pasar
asuransi ritel dari perbankan bagi Jasindo. Potensi inilah yang mendasari dilakukannya ekspansi
pengggarapan bisnis ritel di sektor perbankan.
5
Tingginya pertumbuhan di Asuransi Kredit
Kredit,, baik di industri maupun di internal Perusahaan dalam
rentang waktu 2015-2018
2018 menyebabkan produk Asuransi Kredit masuk kkee dalam COB yang masuk
kuadran Strengthen di strategi portofolio RJPP 2019
2019-2023.

Gambar 4 Strategi Portofolio RJPP 2019-2023

Untuk produk-produk
produk dalam kategori Strenghten,, fokus utama adalah pengembangan kapabilitas
dan penetrasi pasar. COB-COBCOB yang berada pa pada kategori Strengthen dicirikan dengan peluang
eksternal dan nilai terhadap Perusahaan yang sama
sama-sama tinggi.

Pertumbuhan asuransi kredit dalam format produk Asuransi Kredit di era tahun-tahun
tahun yang cukup
tinggi menyimpan potensi dampak negatif yang tidak nampak pada awal-awal awal tahun penutupan
(honeymoon phase). Kondisi ini tidak keliru dikarenakan statistik
statistik, termasuk yang menjadi dasar
penyusunan RJPP, menggunakan data laporan keuangan yang pada saat in inii diidentifikasi terdapat
variabel-variabel yang di bawah
wah standar best practice, di antaranya pembukuan
embukuan premi dibukukan
sekaligus sesuai dengan kontrak/ tenor kredit yang berkisar antara 33-15 tahun dan perhitungan
p loss
ratio masih menggunakan total klaim yang terjadi dan premi diterima,, dimana dimana jumlah premi p
yang diterima adalah gross written premium
premium.

Dampaknya, loss ratio terlihat rendah dan keputusan


keputusan-keputusan
keputusan bisnis tetap berjalan sebagaimana
biasa, bahkan dipacu pertumbuhannya dengan upaya pemenangan kompetisi pasar, termasuk dengan
cara price competition. Akibatnya, kondisi Asuransi Kredit baru dapat terpetakan setelah akumulasi
klaim mulai meningkat, terlebih di tahun 2020 sebagai bagian dampak pandemi Covid-19.
Covid

6
Gambar 5 Nilai Klaim dan Jumlah Berkas Klaim Januari – Oktober 2020

Perbankan BUMN mendominasi asi perolehan pendapatan premi dan juga beban incurred claim,
claim loss
ratio yang dihasilkan juga sangat tinggi mencapai 263,73% per November 2020. Loss Ratio COB
Creditsecara keseluruhan dari setiap cluster bisnis sangat tinggi dan dalam 3 (tiga) tahun terakhir
terakh
mengalami tren menaik yang sangat signifikan.

Earned Premium (Rp juta)

luster 2017 2018 2019 2020 (Nov)


BPD 19.555 46.105 40.785 31.572 Incurred Claim (Rp juta)
BPR 19.803 30.656 26.112 15.802 Cluster 2017 2018 2019 2020 (Nov)
BUMN 30.835 97.783 134.718 125.641 BPD 11.571 34.758 74.456 185.786
BUMS 94.518 69.480 13.729 41.204 BPR 10.584 28.191 31.004 53.927
Koperasi 30.843 28.923 17.037 11.781 BUMN 7.325 79.061 158.882 331.356
Others 173 26 365 297 BUMS 63.490 78.784 78.992 205.722
Pembiayaa Koperasi 7.374 20.654 26.579 71.885
n 15.429 22.012 24.005 9.940 Others 55 183 1.082
Total 211.156 294.985 256.751 236.237 Pembiayaan 34.028 23.039 14.371 18.468
Total 134.372 264.544 384.467 868.226

Loss Ratio

Cluster 2017 2018 2019 2020 (Nov)


BPD 59,17% 75,39% 182,56% 588,45%
BPR 53,45% 91,96% 118,73% 341,28%
BUMN 23,76% 80,85% 117,94% 263,73%
BUMS 67,17% 113,39% 575,36% 499,28%
Koperasi 23,91% 71,41% 156,00% 610,17%
Others 0,00% 210,86% 50,28% 364,31%
Pembiayaan 220,55% 104,67% 59,87%
,87% 185,80%
Total 63,64% 89,68% 149,74% 367,52%
*Loss Ratio = Incurred Claim / Earned Premium

Tabel 2 Earned Premium, Incurred Klaim dan Loss Ratio Asuransi Kredit

7
Pandemi Covid-19 yang memaksa Pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB)
berdampak negatif di berbagai sektor ekonomi. Pengangguran meningkat, pendapatan menurun,
daya beli menurun dan repayment capacity debitur kredit menurun drastis dan peningkatan jumlah
klaim kredit macet pun terjadi. Sejak claim frequency menunjukkan tingkat yang mulai
mengkhawatirkan di tahun kuartal kedua tahun 2020, untuk menghindari misrepresentation terhadap
data profitabilitas produk, Asuransi Jasindo mulai membenahi pencatatan premi Asuransi Kredit
berdasarkan earned-unearned premium sehingga lebih merepresentasikan antara premi yang sudah
dapat diakui sebagai pendapatan (atas periode yang sudah berjalan) maupun kejadian klaimnya.
Posisi di atas tidak lebih baik di tahun 2020, dimana posisi 31 Desember 2020, posisi klaim (settled
dan outstanding) sudah mencapai Rp 423 miliar dengan hasil underwriting (gross) Asuransi Kredit
mencapai Rp -509 miliar. Isu teknis terkait dengan Asuransi Kredit juga memerlukan perbaikan,
termasuk perlunya dilakukan spreading of risks dimana masih terdapatnya risiko Normally Death
dalam kontrak Asuransi Kredityang belum disesikan kepada perusahaan asuransi jiwa. Data statistik
klaim 5 (lima) tahun terakhir menunjukkan bahwa 75,41% klaim merupakan klaim Normally Death.
Secara umum, Perusahaan perlu melakukan program restrukturisasi yang komprehensif untuk
menghindarkan dampak yang semakin sistemik terhadap kondisi keuangan Perusahaan. Suatu
langkah yang juga seharusnya diikuti seluruh pemain di LOB ini mengingat loss ratio industri
(klaim dibandingkan dengan GWP) telah mencapai 66,2% pada kuartal 1 tahun 2020. Figur ini tentu
akan jauh lebih buruk jika dikonversi ke dalam earned premium dengan nilai klaim tidak hanya
klaim sudah selesai saja, namun juga klaim yang sedang dalam proses penelitian. Langkah yang
lebih baik adalah melakukannya bersama-sama industri, dimulai dengan mengakhiri kompetisi harga
yang selama ini berjalan dan sehingga meningkatkan posisi tawar industri asuransi relatif terhadap
bank.
B. Perumusan Masalah
Dampak pemburukan Asuransi Kredit apabila tidak dilakukan restrukturisasi dapat menjadi
sistemik, terlebih bisnis ini bersifat long tail dan dengan loss record yang meningkat dari tahun
ke tahun sebagai mana tabel 2 di atas. Makalah ini hendak memberikan gambaran objektif
mengenai struktur industri, histori perkembangan Asuransi Kredit di Asuransi Jasindo,
perkembangan terkini, pandangan dari aspek manajemen risiko dan kepatuhan serta aspek legal,
kecukupan pencadangan, analisa root cause serta rencana pemulihan jangka pendek dan jangka
menengah.
C. Tujuan Penulisan
Penulisan white paper ini adalah untuk menyajikan informasi mengenai implementasi Asuransi
Kredit Konsumer di Asuransi Jasindo. Selanjutnya, melakukan evaluasi atas implementasi
tersebut serta merumuskan formulasi program restrukturisasinya, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang.

8
D. Batasan Tulisan
Proses pemulihan merupakan hal dinamis yang bahkan telah dimulai sejak peningkatan pesat
atas rasio klaim, baik jumlah berkas maupun nilai di tahun 2019. Pada saat penulisan ini, proses
negosiasi pun telah dan masih berlangsung. Di sisi lain, proses klaim juga akan mengalami
dinamika sehingga dimungkinkan terjadi pergerakan angka-angka setiap saat. Untuk itu,
makalah ini tidak menyajikan dinamika tersebut seperti progress report. Data statistik maupun
perkembangan terakhir akan digunakan untuk menyusun konstruk dan merumuskan
rekomendasi solusi.
Asuransi kredit yang dibahas di dalam tulisan ini terbatas pada Asuransi Kredit perseorangan
yang masuk dalam segmen ritel, baik bersifat konsumtif maupun produktif untuk Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM). Asuransi Kredit tidak termasuk kredit segmen korporasi yaitu
kredit investasi atau kredit modal kerja dengan tertanggung Perusahaan.
E. Metodologi
Jenis metode penelitian yang dipilih adalah deskriptif analitis, adapun pengertian dari metode
deskriptif analitis adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis atau kesimpulan yang berlaku untuk umum.
Dengan kata lain, penelitian deskriptif analitis mengambil masalah atau memusatkan perhatian
kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan yang kemudian
diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulan maupun set rekomendasi solusinya. Metode
deskriptif analitis dipandang memadai karena dirasa cocok untuk memahami fenomena yang
saat ini sedang berlangsung.
Data yang digunakan dalam melakukan analisa diperoleh dari sumber internal maupun eksternal.
Sumber internal berasal dari data warehouse berupa rincian Premi Bruto dan Klaim Bruto yang
sudah disesuaikan dengan data keuangan pada Grup Akuntansi Umum dan Anggaran, data
rekapitulasi Grup Bisnis Perbankan dan Pembiayaan serta Perjanjian Kerjasama dengan beberapa
Perbankan/ Lembaga Pembiayaan. Data eksternal bersumber dari data Asosiasi Asuransi Umum
Indonesia, di antaranya data Fact Book 2019: Market Update General Insurance Indonesia dan
Kinerja dan Analisa Industri Asuransi Umum dan Reasuransi Indonesia Triwulan 2 (Januari-Juni)
Tahun 2020. Di samping itu, data eksternal juga diperoleh dari publikasi Otoritas Jasa Keuangan,
diantaranya Statistik Perbankan Indonesia Oktober 2020, Laporan Profil Industri Perbankan
Triwulan IV 2019 dan Statistik Perasuransian Indonesia 2018.

9
BAB II
KREDIT PERBANKAN, ASURANSI KREDIT DAN PASAR ASURANSI KREDIT

Untuk memahami bagaimana prinsip Asuransi Kredit, seyogyanya memahami dasar-dasar kredit
perbankan, jenis serta bagaimana Perbankan melakukan asesmen kredit. Bagian ini penting
mengingat Asuransi Kredit merupakan asuransi kumpulan dimana proses underwriting dilakukan di
awal perjanjian dan insurance hazard yang menjadi aspek analisa risiko asuransi banyak bergantung
pada kebijakan, prosedur standar operasional akseptasi kredit dari bank.

Bab ini memaparkan landasan teori mengenai kredit perbankan dan proses analisanya dan
bagaimana asuransi kredit berperan di dalamnya. Selanjutnya, mengenal jenis-jenis asuransi kredit
dan perkembangannya di Indonesia berikut analisa pasar asuransi kredit, terutama aspek tingkat
kompetisinya dengan kerangka analisa Porter’s 5 Forces.

A. Kredit Perbankan

Bank merupakan lembaga keuangan (financial institution) yang memiliki peran sangat penting bagi
perekonomian suatu negara. Sebagai perantara keuangan (financial intermediary), bank
menghubungkan antara pihak yang kelebihan dana (surplus) dengan pihak yang membutuhkan atau
kekurangan dana (deficit). Karena fungsi bank sebagai financial intermediary ialah untuk
menghimpun dan menyalurkan dana, maka kredit menjadi aktivitas utama sekaligus sumber
pendapatan terbesar dalam dunia perbankan.

Kredit sendiri menurut POJK NOMOR 11/POJK.03/2015 adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga. Adanya aktivitas pemberian kredit yang paling
mendatangkan keuntungan, membuat bank kemudian dihadapkan pada resiko yang paling
menimbulkan kerugian, yaitu resiko kredit yang terjadi ketika debitur tidak melakukan pembayaran
sesuai kesepakatan.Untuk itu, dalam memberikan Kredit atau Pembiayaan, Bank harus mempunyai
keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan
debitur untuk melunasi Kredit atau Pembiayaan sesuai dengan yang diperjanjikan.

Untuk itu, sebelum melihat jenis-jenis kredit dan bagaimana pola asesmen kredit, penting untuk
mengetahui hal-hal yang mempengaruhi tingkat Non Performing Loan (NPL).

10
1. Pengaruh Variabel Kinerja Bank terhadap NPL
Ada banyak kemungkinan faktor yang mempengaruhi tingginya NPL. Berdasarkan pada
berbagai jurnal penelitian terdahulu mengenai Non Performing Loan (NPL), salah satunya
adalah jurnal mengenai Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Bank (CAR, ROA, BOPO dan LDR)
serta Pertumbuhan Kredit dan Kualitas Kredit terhadap Non Performing Loan (NPL) oleh
Ervinna Chandra Kusuma, A Mulyo Haryanto yang mengutip jurnal oleh Amith Ghosh (2015),
Ekanayake dan Azeez (2015), Lobna Abid et al (2014), dan Louzis et al (2012), penelitian ini
kemudian menggunakan faktor-faktor yang sebelumnya diduga mempengaruhi Non Performing
Loan (NPL), yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR), Return On Asset (ROA), Loan to Deposit
Ratio (LDR), BOPO, Pertumbuhan Kredit, serta Kualitas Kredit (Loan Loss Provision).
a. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap NPL
Semakin besar modal maka semakin besar pula sumber daya finansial yang dimiliki bank.
Besarnya modal yang dimiliki bank juga mempengaruhi persentase maksimum
penyediaan dana atau lebih dikenal dengan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).
Dengan CAR yang tinggi pula, diharapkan bank mendapat kepercayaan besar dari
masyarakat untuk mau menyimpan dana mereka di bank, dan besarnya modal tersebut
akan membuat bank mampu menyalurkan kreditnya lebih banyak, kemudian diharapkan
persentase NPL akan menurun. Selain itu, mengacu pula pada “morald hazard hypothesis”
dari Berger de Young (1997) yang mengatakan bahwa manajemen bank dengan modal
yang minim akan cenderung terlibat dalam berbagai hal yang berisiko, termasuk dalam
proses penyaluran kreditnya, sehingga akan berdampak pada potensi memperoleh debitur
dengan peluang default atau gagal bayar yang tinggi.
b. Pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap NPL
Rasio return on asset (ROA) biasa digunakan untuk menilai profitabilitas bank.
Profitabilitas bank yang tinggi diharapkan mampu mengimbangi risiko yang tinggi.
Dengan profitabilitas dan kinerja yang baik, maka bank akan mampu memperoleh
kepercayaan dari masyarakat untuk memperoleh dana. Jika laba perusahaan menurun,
bank bisa saja mengambil strategi dengan meningkatkan margin keuntungan. Jika suku
bunga kredit ditingkatkan demi laba, maka akan semakin banyak debitur yang collapsed
dan gagal bayar. Selain itu jika mengacu pada “bad management hypothesis” dari Berger
de Young (1997) yang mengatakan bahwa ROA yang rendah berarti kinerja
manajemennya buruk, termasuk dalam aktivitas pengkreditan. Tidak mampu menyalurkan
kredit dengan selektif akan berdampak pada meningkatnya peluang debitur yang
mengalami gagal bayar, sehingga meningkatkan rasio NPL.

11
c. Pengaruh Biaya Operasional (BOPO) terhadap NPL
Biaya operasional dapat terjadi karena adanya kemungkinan kerugian dari operasi bila
terjadi penurunan keuntungan dan kemungkinan terjadinya kegagalan atas jasa dan
produk baru yang ditawarkan. Tingginya rasio BOPO dapat mengindikasikan bahwa
kinerja bank tersebut tidak efisien. Akibat banyaknya biaya yang dikeluarkan, bank
mungkin mengambil strategi yang sama dengan tujuan meningkatkan labanya, yaitu
menaikkan suku bunga kredit. Jika bank sudah terlalu banyak mengeluarkan biaya yang
berkaitan dengan strategi perebutan dana masyarakat, maka bank bisa mengurangi biaya
pengawasan kredit yang pada akhirnya menaikkan risiko kredit bermasalah dan rasio
NPL. Selain itu mengacu pula pada “bad management hypothesis”, terdapat indikasi
positif bahwa semakin efisien suatu bank maka rasio NPLnya akan berkurang.
d. Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap NPL
LDR merupakan indikator utama untuk mengukur keberhasilan bank dalam menjalankan
fungsi intermediasinya. Menurut Kasmir (2012), Loan to Deposit Ratio merupakan rasio
untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah
dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Banyaknya dana pihak ketiga yang
dihimpun oleh sebuah bank, berbanding lurus dengan besarnya kredit yang dikeluarkan,
artinya semakin banyak dana pihak ketiga maka semakin banyak pula kredit yang
dikeluarkan (Adisaputra, 2012). Semakin tinggi LDR, artinya semakin banyak kredit yang
tersalurkan, jika penyalurannya efektif maka laba bank akan semakin meningkat dan rasio
NPL dapat ditekan.
e. Pengaruh Credit Growth terhadap NPL
Secara teori, seharusnya pertumbuhan kredit mampu memperbesar peluang bank dalam
memperoleh pendapatan kredit dan diharapkan mampu menurunkan rasio NPL. Hal
tersebut akan terjadi jika penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan dilakukan
dengan selektif, sehingga potensi munculnya kredit bermasalah dapat diminimalisir.
Namun Keeton (1999) dalam Ghosh (2015) menyatakan bahwa semakin cepat
pertumbuhan kredit sebenarnya akan berimplikasi peningkatan kerugian kredit. Hal ini
dapat pula terjadi karena ketika bank meningkatkan penawaran kreditnya, bank mencoba
memberikan kelonggaran mengenai standar kredit, atau melakukan berbagai kecurangan
lainnya, sehingga meskipun terkesan bank mampu menjalankan fungsi intermediasinya
dengan baik karena kreditnya banyak tersalurkan, namun debitur yang tidak kompeten
hanya akan membawa masalah kredit macet bagi bank yang bersangkutan. Sehingga jika
kembali mengacu pada “bad management hypothesis” milik Berger de Young (1997),
terdapat indikasi positif antara Credit Growth terhadap NPL.

12
f. Pengaruh Loan Loss Provision (LLP) terhadap NPL
Dalam kaitannya dengan fungsi intermediasi, semakin tinggi rasio LLP ini
mengindikasikan semakin tinggi estimasi risiko yang dihadapi bank tersebut. Investor
yang ingin menghindari risiko tidak akan mau menanamkan modalnya pada bank yang
bersangkutan, sehingga peluang untuk memperoleh modal akan berkurang. Selain itu,
estimasi risiko yang tinggi ini akan membuat manajemenn berusaha mengejar profit lebih
tinggi lagi.
Bank akan menerapkan strategi permainan suku bunga demi memperoleh margin
keuntungan yang lebih besar. Atau perusahaan akan mengurangi biaya-biaya lain yang
terkait dengan aktivitas pengkreditan, yang pada akhirnya justru meningkatkan peluang
terjadinya kredit bermasalah.
Kemudian jika kembali mengacu pada “skimping hypothesis” dari Berger de Young
(1997) mengenai kualitas kredit, adanya penghematan berlebihan yang dilakukan oleh
manajemen bisa berdampak pada menurunnya kualitas kredit, hal ini akan membuat risiko
kredit bermasalah meningkat, sehingga terdapat indikasi positif yang sejalan dengan
penelitian Ekanayake dan Azeez (2015) dan Ozili (2015) yang menujukkan bahwa LLP
berpengaruh positif terhadap terjadinya NPL.
Meskipun secara umum, kualitas penyaluran kredit dapat dinilai dari variabel kinerja bank,
namun secara mikro juga penting memahami bagaimana struktur dan implementasi pedoman
dan kebijakan penyaluran kredit.
Sehubungan dengan itu, Bank harus memiliki serta menerapkan pedoman Kebijakan
Perkreditan Bank (KPB) atau Kebijakan Pembiayaan Bank (KPB) sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor
42 /POJK.03/2017 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan atau
Pembiayaan Bank bagi Bank Umum. Kebijakan ini berfungsi sebagai panduan dalam
pelaksanaan seluruh kegiatan yang terkait dengan perkreditan atau pembiayaan yang sehat dan
menguntungkan bagi Bank.
Dengan adanya KPB yang dibakukan maka Bank diharapkan dapat menerapkan asas-asas
perkreditan atau pembiayaan yang sehat secara lebih konsisten dan berkesinambungan.
Kebijakan yang baik berperan untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian Kredit atau
Pembiayaan dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi
kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan
oleh Bank.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan Kredit atau Pembiayaan, Bank
harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan
prospek usaha dari debitur.
13
2. Jenis-jenis Kredit
Pada dasarnya, kredit yaitu uang bank yang dipinjamkan kepada nasabah dan akan
dikembalikan pada waktu tertentu di masa mendatang, dengan disertai kontraprestasi berupa
bunga. Namun demikian, berdasarkan berbagai keperluan usaha serta berbagai unsur ekonomi
yang mempengaruhi bidang usaha para nasabah, maka jenis kredit menjadi beragam.
Jenis-jenis kredit antara lain:
a. Jenis kredit dilihat dari segi tujuan penggunaan, yaitu:
1) Kredit Konsumtif
Kredit ini digunakan oleh peminjam untuk keperluan konsumsi, artinya uang kredit
akan habis dipergunakan atau semua akan terpakai untuk memenuhi kebutuhannya.
2) Kredit Produktif
Kredit ini ditujukan untuk keperluan produksi dalam arti luas. Kredit produktif
digunakan untuk peningkatan usaha baik usaha-usaha produksi, 28 perdagangan
maupun investasi.
3) Kredit Perdagangan
Kredit ini dipergunakan untuk keperluan perdagangan pada umumnya yang berarti
peningkatan utility of place dari sesuatu barang.

b. Jenis kredit dilihat dari segi kegunaannya, yaitu:


1) Kredit investasi
Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk
keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau untuk
keperluan rehabilitasi. Contoh kredit investasi misalnya untuk membangun atau
membeli mesin-mesin. Masa pemakaiannya untuk satu periode yang relatif lebih
lama dan dibutuhkan modal yang relatif besar pula.
2) Kredit modal kerja
Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan
meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Sebagai contoh kredit modal kerja
diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya
lainya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.

14
c. Jenis kredit dilihat dari jangka waktu, adalah :
1) Kredit jangka pendek
Kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun
dan biasanya utuk modal kerja. Contohnya untuk peternakan,misalnya kredit
peternakan ayam atau jika untuk pertanian misalnya tanaman padi atau palawija.
2) Kredit jangka menengah
Kredit yang memiliki jangka waktunya berkisar 1 tahun sampai dengan 3tahun dan
biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi. Sebagai contoh kredit
untuk pertanian seperti jeruk, atau peternakan kambing.
3) Kredit jangka panjang
Kredit yang masa pengembaliannya diatas 3 tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit ini
untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapasawit atau
manufaktur dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.

d. Jenis kredit menurut cara pemakaian, yaitu:


1) Kredit Rekening Koran Bebas
Debitur menerima seluruh kreditnya dalam bentuk rekening koran dan kepadanya
diberikan blanko cek dan rekening koran pinjamannya diisi menurut besarnya kredit
yang diberikan (maksimum kredit yang ditetapkan). Debitur atau nasabah bebas
melakukan penarikan-penarikan ke dalam rekening bersangkutan selama kredit
berjalan.
2) Kredit Rekening Koran Terbatas
Dalam sistem ini terdapat suatu pembatasan tertentu bagi nasabah dalam melakukan
penarikan-penarikan uang via rekeningnya.
3) Kredit Rekening Koran Aflopend
Penarikan kredit dilakukan sekaligus dalam arti kata seluruh maksimum 30 kredit
pada waktu penarikan pertama telah sepenuhnya dipergunakan oleh nasabah.
4) Revolving credit
Sistem penarikan kredit sama dengan cara Rekening Koran Bebas dengan masa
penggunaannya 1 tahun. Akan tetapi cara pemakaiannya berbeda.

15
e. Jenis kredit menurut jaminannya, yaitu:
1) Kredit dengan Agunan (Secured Loans)
Jenis seperti inilah yang digunakan oleh seluruh bank di Indonesia tentang
pemberian kredit tanpa jaminan.
2) Kredit tanpa Agunan (Unsecured Loans)
Yaitu kredit yang diberikan” tanpa jaminan”. Dalam dunia perbankan di Indonesia
bentuk ini belum lazim dan malahan dilarang oleh Bank Sentral.

f. Jenis kredit menurut aktivitas perputaran usahanya, yaitu:


1) Kredit Usaha Mikro, kriterianya adalah sebagai berikut:
a) Memiliki kekayaan bersih paling banyakRp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) tidaktermasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyakRp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).
Plafond Kredit Usaha Mikro maksimal sampai dengan Rp 50.000.000,00.
2) Kredit Usaha Kecil, kriterianya adalah sebagai berikut:
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidaktermasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyakRp 2.500.000.000,00 (dua milyarlima
ratus juta rupiah).
Plafond Kredit Usaha Kecil Rp 50.000.000,00 -500.000.000,00.
3) Kredit Usaha Menengah, kriterianya adalah sebagai berikut:
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00(lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyakRp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah) tidaktermasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dariRp 2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah)sampai dengan paling banyak Rp
50.000.000.000,00(lima puluh milyar rupiah).
Plafond Kredit Usaha Menengah antara Rp 500.000.000,00 -5.000.000.000,00

16
3. Proses Analisa Kredit
Kredit atau Pembiayaan yang diberikan oleh Bank mengandung risiko sehingga dalam
pelaksanaannya Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan yang sehat.
Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian Kredit atau Pembiayaan dalam arti
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajiban sesuai dengan
yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh Bank.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan Kredit atau Pembiayaan, Bank
harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan
prospek usaha dari debitur dan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan
serta kesanggupan debitur untuk melunasi Kredit atau Pembiayaan sesuai dengan yang
diperjanjikan (Lampiran POJK nomor 42 /POJK.03/2017).
Prinsip dasar yang sampai dengan saat ini dijadikan aspek yang diperhatikan dalam sebuah
analisa kredit meliputi:
a. Character, suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang diberikan kredit
benar-benar dapat dipercaya. Hal ini tercermin dari latar belakang nasabah baik latar
belakang pekerjaan, mapun yang bersifat pribadi seperti: cara hidup atau gaya hidup yang
dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan social standing-nya.
b. Capacity, untuk melihat kemampuan nasabah dalam bidang bisnis yang dihubungkan
dengan bidang pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya
dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu juga dengan
kemampuannya dalam menjalankan usahanya termasuk kekuatan yang dimiliki. Pada
akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.
c. Capital, untuk melihat penggunaan modal apakah efektif dilihat dari laporan keuangan
(neraca dan laporan rugi/laba) dengan melakukan pengukuran seperti dari
segilikuiditas/solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya. Capital juga harus dilihat dari
sumber mana modal yang ada sekarang ini.
d. Collateral, merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik
maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga
harus diteliti keabsahaanya, sehingga tidak terjadi suatu masalah, maka jaminan yang
dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.
e. Condition, dalam menilai kredit hendaknya dinilai kondisi ekonomi sekarang dan
kemungkinan untuk masa yang akan datang sesuai dengan sektor masingmasing, serta
diakibatkan dari prospek usaha sektor yang dijalankan. (Abdullah & Tantri, 2012:173-174)

17
Penilaian atau analisis kredit adalah suatu kegiatan analisa/penilaian berkas/data dan juga
berbagai aspek yang mendukung yang diajukan oleh pemohon kredit, sebagai dasar
pertimbangan pengambilan keputusan apakah permohonan kredit tersebut diterima atau ditolak.

Secara umum proses pemberian kredit Perbankan dapat digambarkan sebagai berikut:

Cek
Cek BI
Permohonan Agunan/Usah
Kelengkapan Checking/Sli
Kredit a/Pekerjaan/d
Data k OJK
ll

Penilaian Penandatanga
Agunan/Penil Keputusan nan Realisasi
Rekomendasi Kredit
aian Perjanjian Kredit
Keuangan Kreedit

Gambar 6 Proses Analisa Kredit

Dari gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa tahapan proses analisa kredit adalah sebagai
berikut:

(1) Permohonan kredit


Calon debitur yang akan mengajukan kredit pendaftaran di frontliner dengan membawa
persyaratan administratif sesuai dengan jenis kredit dan ketentuan administrasi masing-
masing bank dan mengisi formulir pengajuan kredit yang sudah disediakan pihak bank.
(2) Pengecekan kelengkapan data
Setelah berkas yang diajukan oleh calon debitur tersebut masuk, petugas bank melakukan
pengecekan keaslian dan validitas berkas, yaitu dokumen pengajuan dipastikan asli dan
masih berlaku.
(3) BI Checking/ SLIK OJK
Setelah itu, petugas bank akan melakukan input data melalui sistem nasional (dahulu
dikenal dengan Sistem Informasi Debitur (SID)/ BI Checking, sekarang Sistem Layanan
Informasi Keuangan (SLIK)/ SLIK OJK). Sistem berguna untuk mengetahui riwayat
pinjaman nasabah untuk pinjaman di seluruh lembaga keuangan.

18
(4) Pengecekan usaha/ agunan/ pekerjaan dll.
Setelah semua syarat telah dilengkapi dan riwayat pinjaman nasabah clear tidak ada yang
macet di lembaga keuangan lain, maka pihak bank akan melakukan pengecekan langsung
atau bahkan peninjauan langsung ke lapangan. Tujuannya adalah untuk menganalisis
apakah tujuan pengajuan kreditnya sesuai atau usahanya layak tidak untuk dibiayai dan
juga menilai aspek Character sebagai bagian dari analisa 5C bank.
(5) Penilaian agunan/ penilaian keuangan
Setelah pengecekan di atas lolos dan kredit layak dibiayai, petugas bank akan menilai
Capital dan Capacity sebagai bagian dari analisa 5C bank dari calon debitur untuk
memastikan repayment capacity dengan melakukan pengecekan atas kemampuan
keuangan calon debitur. Dokumennya dapat berupa slip gaji untuk kredit konsumtif/
produktif perorangan maupun laporan-laporan keuangan (financial statement) maupun
aktivitas rekening koran. Pengecekan juga dilakukan ke sistem nasional maupun sistem
internal untuk melihat apakah calon debitur sudah memiliki pinjaman dan jika telah
memiliki, maka analisanya memastikan apakah sisa kemampuan keuangan dapat menutup
kewajiban cicilan yang akan timbul. Pada prinsipnya, nilai repayment capacity didapatkan
dengan melakukan perhitungan selisih antara pendapatan dan pengeluaran (untuk kredit
perorangan) atau di antara omzet usaha dan pengeluaran usaha (untuk kredit korporasi/
usaha) atau selisih di antara pendapatan usaha, pengeluaran usaha, dan pengeluaran rumah
tangga (untuk kredit produktif). Jika kredit mensyaratkan agunan, petugas juga akan
melakukan penilaian agunan sebagai backup bilamana terjadi penurunan/ kehilangan
kemampuan membayar kembali walaupun agunan tersebut tidak dapat mengcover
pinjaman itu tetap dapat diperbolehkan karena tidak diikat dan hanya sebagai agunan
tambahan saja.

(6) Rekomendasi
Dari keseluruhan proses administrasi dan pengecekan langsung, petugas bank melakukan
analisa internal untuk merekomendasikan atau tidak merekomendasikan persetujuan
kredit tersebut.

(7) Keputusan kredit


Apabila analisa kredit mengarah pada rekomendasi kredit disetujui artinya syarat
administrasi, profil usaha, RPC (Repayment Capacity) terdaftar dan masuk klasifikasi
pinjaman. Apabila permohonan kredit ditolak, maka hal yang mungkin menjadi
pertimbangannya adalah karena sebab-sebab sebagai berikut: karakter nasabah, profil
usaha, BI Checking/ SLIK OJK.

19
(8) Penandatanganan Perjanjian Kredit
Pada tahap ini, akad kredit siap dilakukan sebagai bagian dari persiapan pencairan. Pada
tahap ini dilakukan pengecekan menyeluruh terhadap tahapan proses analisa kredit dan
dokumen persyaratannya. Selanjutnya, calon debitur akan diinformasikan bahwa kredit
disetujui dan kepastian tanggal pencairannya. Beberapa dokumen administrasi yang
disiapkan bank pada tahap ini secara umum adalah Surat Pengakuan Hutang, kuitansi,
penandatanganan Perjanjian Pencairan untuk selanjutnya diberikan persetujuan bayar.

(9) Realisasi kredit


Realisasi pencairan kredit kepada debitur dilakukan oleh teller berdasarkan kuitansi. Bank
hanya menyetujui pencairan kredit oleh nasabah bila syarat-syarat yang harus dipenuhi
nasabah telah dilaksanakan, pengikatan jaminan berjalan sempurna dan penandatanganan
Perjanjian Kredit mutlak harus mendahului pencairan kredit. Proses selanjutnya adalah
pemindahbukuan dana realisasi kredit ke rekening nasabah.

Permohonan kredit yang telah memenuhi syarat harus dianalisis secara tertulis dengan pinsip
sebagai berikut:

a. Bentuk, format, dan kedalaman analisis kredit ditetapkan oleh bank yang disesuaikan
dengan jumlah dan jenis kredit.

b. Analisis kredit harus menggambarkan konsep hubungan total permohonan kredit. Ini berarti
bahwa persetujuan pemberian kredit tidak boleh berdasarkan semata-mata atas
pertimbangan permohonan untuk satu transaksi atau satu rekening kredit dari pemohon,
namun harus didasarkan atas dasar penilaian seluruh kredit dari pemohon kredit yang telah
diberikan dan atau akan diberikan secara bersama-sama oleh bank.

c. Analisis kredit harus dibuat secara lengkap, akurat, dan objektif.

d. Analisa kredit sekurang-kurangnya harus mencakup penilaian tentang prinsip 5C dan


penilaian terhadap sumber pelunasan kredit yang dititikberatkan pada hasil usaha yang
dilakukan pemohon serta menyediakan aspek yuridis perkreditan dengan tujuan untuk
melindungi bank atas resiko yang mungkin timbul.

20
4. Kredit Macet (Non Performing Loan)
Jika sudah pernah memiliki fasilitas kredit di bank yang ada di Indonesia, maka kualitas kredit
nasabah tersebut bisa dilihat pada data kolektibilitasnya di SID/ SLIK OJK. Kolektibilitas
sendiri adalah penggolongan kualitas fasilitas kredit nasabah dalam angka 1 (satu) sampai
dengan 5 (lima). Data tersebut diperbarui sebulan sekali pada awal bulan berdasarkan data akhir
bulan sebelumnya.
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 15 /PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset
Bank Umum, pasal 12 ayat 3, kualitas kredit nasabah dibagi ke dalam 5 tingkatan diurutkan
sebagai berikut:
(1) Kolektibilitas 1 (satu) disebut lancar
(2) Kolektibilitas 2 (dua) disebut dalam perhatian khusus
(3) Kolektibilitas 3 (tiga) disebut kurang lancar
(4) Kolektibilitas 4 (empat) disebut diragukan
(5) Kolektibilitas 5 (lima) disebut macet.

(dalam miliar rupiah)

Tabel 3 Kualitas Kredit Nasabah

Laju non performing loan (NPL) bank-bank besar terus meningkat di tengah pandemi Covid-19.
Berdasarkan kelompok bank, NPL KMK tertinggi terjadi pada Bank Campuran dengan NPL sebesar
3,1%. Sementara itu, NPL KK tertinggi utamanya terjadi pada Bank Campuran dengan NPL sebesar
4,4%. Di sisi lain, rasio NPL KMK dan NPL KI pada BPD masih tercatat sebagai yang tertinggi
dibandingkan kelompok bank lainnya.

21
Pada periode Juni, NPL KMK dan NPL KI pada BPD masing-masing sebesar 10,1% dan 5,7%, di
atas batas 5% yang ditetapkan oleh OJK. Tingginya NPL KMK dan KI pada BPD antara lain karena
keterbatasan sarana dan prasarana BPD dalam penyaluran kredit produktif seperti infrastruktur
dalam melakukan monitoring, serta skills, dan knowledge SDM BPD yang lebih difokuskan pada
KK utamanya kredit bagi pegawai Pemda.

NPL Gross Peer Bank berdasarkan Jenis Penggunaan

Tabel 4 NPL Bank bulan Juni

Namun demikian, dampak Covid-19 juga menunjukkan peningkatan rata-rata NPL bank umum
menjadi kisaran 3-3,22% sejak bulan Mei 2020 atau sejak diberlakukannya kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Gambar 7 Perkembangan Kredit dan NPL Bank Umum

Apabila debitur sudah mulai terlambat bayar, kemudian mulai macet, Bank secara aktif
melakukan penagihan dan menanyakan kapan membayar angsuran. Setiap bank memiliki
kebijakan dan prosedur penanganan kredit bermasalah. Namun demikian, secara umum tahapan
penanganan kredit bermasalah adalah sebagai berikut:

22
a. Melakukan Pemantauan Kredit untuk memastikan sebab kredit tersebut bermasalah, apakah
karena faktor usaha atau faktor lain sambil tetap menagih angsuran tersebut sampai
terbayarkan. Hal ini dikarenakan apabila suatu kredit sudah mengalami NPL tentu akan
mempengaruhi kinerja, sehingga menurunkan kualitas kredit yang diberikan.
b. Mengidentifikasi Proses Menurunnya Kualitas Kredit dan mengidentifikasi penyebab.
c. Pelacakan Indikasi Pelacakan indikasi dilakukan setiap bulan dengan melihat daftar
nasabah yang pada umumnya lancar, lalu yang menunggak berapa kali itu sudah ada list
tersendiri, kemudian memilahnya.
d. Tindakan Penyelamatan (rescue), dapat dilakukan sesuai jalur administrasi perkreditan
maupun jalur hukum meski diutamakan melalui jalur administrasi perkreditan, di
antaranya:

1) Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut


jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang, baik meliputi
perubahan besarnya angsuran maupun tidak;
2) Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-
syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu,
dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum
saldo kredit dan konversi seluruh atau sebagian dari pinjaman menjadi penyertaan
bank;
3) Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit berupa
penambahan dana bank; dan/atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga
menjadi pokok kredit baru, dan/atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit
menjadi penyertaan dalam perusahaan.
Apabila tidak dapat diselesaikan melalui jalur administratif, dapat dilanjutkan dengan
hukum.

Akan tetapi, saat ini bank melakukan mitigasi risiko berupa pengasuransian/ penjaminan atas
kredit yang direalisasikan. Apabila kredit sudah masuk tahap diragukan, maka diajukan klaim
untuk mengurangi kerugian bank atas risiko gagal bayar debitur. Apabila nasabah tersebut
sudah diklaim, secara otomatis sudah di-blacklist. Besarnya jaminan pada umumnya tidak
100%. Dilakukan risk sharing antara perusahaan asuransi/ penjaminan. Misal, apabila risk
sharing 70:30 artinya 70% ditanggung perusahaan asuransi, sisanya menjadi risiko bank.

23
B. Asuransi Kredit
Sebagaimana disampaikan di dalam paragraf terakhir bagian A, dalam pemberian kredit terdapat
Salah satu caranya adalah dengan mengalihkan risiko tersebut kepada pihak lain yang memang
dimungkinkan, baik dari segi yuridis maupun dari segi bisnis. Pihak lain yang dimaksud tersebut
adalah perusahaan asuransi. Mekanisme dan perkembangan asuransi kredit akan dijabarkan pada
bagian ini. Termasuk di dalamnya adalah implementasi asuransi kredit di negara lain sebagai materi
perbandingan untuk salah satu masukan/ perspektif dalam memahami situasi asuransi kredit di
Asuransi Jasindo.
1. Perkembangan Asuransi Kredit
Salah satu risiko hutang tidak terbayarkan karena terjadinya bencana yang seringkali di luar
kontrol, yaitu debitur meninggal dunia, baik karena kecelakaan maupun meninggal dunia alami
(sakit). Perusahaan asuransi memberikan jaminan atas kelangsungan kehidupan bank dari risiko
kerugian ekonomi, yakni risiko tidak dikembalikannya kredit yang telah dikucurkan kepada
debiturnya.

Implementasi hal tersebut oleh bank dalam memberikan fasilitas kredit, menyertakan klausula
asuransi dalam setiap kredit perjanjian yang dibuatnya, misalnya klausula asuransi jiwa debitur.
Karena ini pula,dalam perjanjian kredit yang dilekatkan klausula asuransi, yang menjadi pihak
penerimah manfaat adalah bank sedangkan debitur tetap sebagai pihak tertanggung. Undang-
undang perbankan No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 angka 11 menentukan bahwa kredit diberikan
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain, namun
undang-undang tersebut tidak menentukan lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk persetujuan
pinjam-meminjam tersebut.

Perjanjian kredit yang dibuat dengan akta di bawah tangan maupun akta notaris, pada umumnya
dibuat dengan bentuk perjanjian baku yaitu dengan cara kedua belah pihak (pihak bank dan
pihak nasabah) menandatangani suatu perjanjian yang sebelumnya telah dipersiapkan isi atau
klausula-klausulanya oleh bank dalam suatu formulir tercetak. Dalam hal perjanjian kredit
dibuat dengan akta notaris, maka bank akan meminta notaris berpedoman kepada model
perjanjian kredit dari bank yang bersangkutan.

Notaris diminta untuk memedomani klausula-klausula dari model perjanjian kredit bank yang
bersangkutan. Perjanjian kredit bank, memuat serangkaian klausula, dimana sebagian besar dari
klausula tersebut merupakan upaya untuk melindungi pihak kreditur dalam pemberian kredit.
Klausula merupakan serangkaian persyaratan yang diformulasikan dalam upaya pemberian
kredit ditinjau dari aspek finansial dan hukum. Dari aspek finansial, klausula melindungi
kreditur agar dapat menuntut atau menarik kembali dana yang telah diberikan kepada debitur
dalam posisi yang menguntungkan bagi kreditur apabila kondisi debitur tidak sesuai yang
24
diperjanjikan. Sedangkan dari aspek hukum, klausula merupakan sarana untuk melakukan
penegakkan hukum agar debitur dapat mematuhi subtansi yang telah disepakati di dalam
perjanjian kredit, termasuk klausula asuransi (insurance clause). Klausula ini bertujuan untuk
mengalihkan risiko yang mungkin terjadi, baik atas barang agunan maupun atas kreditnya
sendiri.

Materi perlu memuat mengenai perusahaan asuransi yang ditunjuk, premi asuransi, keharusan
polis asuransi untuk disimpan di bank dan sebagainya. Klausula dalam asuransi diperbolehkan
selama klausula tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan dan kepentingan umum.
Perjanjian asuransi menciptakan tatanan hubungan hukum antara para pihak. Tatanan hukum ini
melahirkan hak dan kewajiban. Penanggung menerima pengalihan risiko dari tertanggung dan
tertanggung membayar sejumlah premi sebagai imbalannya. Asuransi jiwa debitur dalam
pemberian kredit dapat menimbulkan hubungan hukum 3 (tiga) pihak yaitu bank, nasabah
debitur dan perusahaan asuransi. Debitur menutup perjanjian asuransi atas jiwanya berdasarkan
kewajibannya terhadap bank untuk melunasi kredit yang telah diterimahnya. Kewajiban ini lahir
berdasarkan perjanjian yang telah ditandatangani antara debitur dan bank, yaitu perjanjian
kredit. Debitur berkewajiban untuk mengembalikan semua kredit yang telah diperolehnya dari
bank sesuai jangka waktu yang sudah ditentukan dalam perjanjian kredit. Risiko atas kredit
karena terjadinya sesuatu yang menimpa debitur (meninggal dunia) sehingga mengakibatkan
dirinya tidak sanggup untuk membayar cicilan kredit, merupakan tanggung jawab debitur
selaku pihak yang berkewajiban melunasi kredit yang telah diterimahnya dari bank. Oleh karena
itu untuk mengatasi risiko tersebut maka kreditur mengalihkannya kepada pihak perusahaan
asuransi selaku penanggung.

Dengan demikian apabila terjadi peristiwa meninggalnya debitur yang menyebabkan kerugian
bagi bank karena terjadinya kemacetan pembayaran kredit, pihak asuransi akan mengganti
kerugian tersebut kepada bank. Bank selaku pihak yang dirugikan sudah tentu berhak atas suatu
ganti kerugian yang diberikan perusahaan asuransi. Besarnya ganti rugi yang diberikan kepada
bank adalah hanya sebesar sisa utang debitur yang belum terlunasi, selanjutnya sisa dari
pembayaran tersebut lazimnya dalam asuransi jiwa harus diberikan kepada penikmat (biasanya
ahli waris debitu). Hak bank ini dinyatakan dalam perjanjian asuransi jiwa debitur antara
debitur dengan pihak asuransi bahwa yang akan menerima ganti rugi seandainya peristiwa yang
diasuransikan benar-benar terjadi. Hal ini di dasarkan atas pertimbangan bahwa yang
berkepentingan atas meninggalnya debitur yang menjadi obyek asuransi adalah bank. Pasal 250
KUHD menentukan pihak yang berhak menerima ganti kerugian adalah pihak yang
berkepentingan. Hubungan hukum yang terjadi antara perusahaan asuransi dengan bank adalah
pemenuhan prestasi sebagai janji untuk kepentingan pihak ketiga yang dituangkan dalam
perjanjian antara debitur dengan perusahaan asuransi. Debitur menunjuk bank sebagai pihak

25
yang menerima ganti kerugian. Mengenai janji untuk pihak ketiga ini seperti yang ditentukan
dalam pasal 1317 KUHPerdata bahwa para pihak dapat mengadakan perjanjian dengan janji
Asuransi jiwa dapat pula diadakan untuk pihak ketiga dan ini harus dicantumkan dalam polis.

Bila dikaitkan dengan asuransi jiwa debitur yang lahir sebagai bentuk proteksi kredit yang telah
dikuncurkan pihak bank kepada debiturnya, maka yang menjadi penikmat adalah bank bila
mana debitur meninggal dunia. Perusahan asuransi akan membayarkan sejumlah uang kepada
bank untuk melunasi kredit debitur yang diasuransikan jiwanya. Sri Redjeki Hartono
menyatakan bahwa dalam asuransi jiwa, secara nyata posisi penanggung adalah tetap, ia selalu
sebagai pihak yang menerima dan mengambil alih risiko dari pihak lain, apakah dari pengambil
asuransian, tertanggung atau pihak lain yang berkepentingan. Adapun yang berubah dan dapat
menyangkut pihak ketiga adalah posisi dari pengambil asuransi atau yang berkepentingan, yaitu
bahwa sesungguhnya polis dari pihak yang melimpahkan risiko itu tetap merupakan pihak yang
berkepentingan dalam perjanjian asuransi.
Pada perkembangannya, tidak hanya risiko meninggal dunia saja yang menjadi concern dari
bank karena risiko kredit macet tidak hanya disebabkan oleh meninggal dunianya debitur, tetapi
penyebab lain yang bersifat risiko keberlangsungan pekerjaan/ usaha debitur sampai dengan
moral hazard debitur yang dengan sengaja melarikan diri dari kewajiban pembayaran angsuran.
Dalam hal kredit tersebut merupakan secured loan dimana terdapat barang agunan yang dapat
disita dan dilikuidasi oleh bank, maka posisi bank relatif lebih aman. Namun, tren saat ini,
mulai berkembang jenis-jenis kredit, terutama konsumtif, yang menghilangkan unsur agunan
dalam persyaratan kreditnya (unsecured loan). Pada jenis kredit tanpa agunan, biasanya bank
mengandalkan kapasitas dan stabilitas finansial calon debitur. Namun demikian, dalam
praktiknya, unsur risiko yang berusaha dimitigasi dalam proses analisa kredit bukan tidak
mungkin tidak terjadi.

Untuk itu, kebutuhan untuk memperluas proteksi risiko bank melalui mekanisme non-agunan
pun mulai muncul ketika perusahaan asuransi/ penjaminan membuka diri untuk bersedia juga
menanggung risiko kredit macet di luar akibat risiko meninggal dunianya debitur. Pada tahap
awal, penambahan luas jaminan berupa pelekatan klausula perluasan pada polis asuransi
kreditnya. Perluasan yang paling umum adalah risiko Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK).
Pada tahap selanjutnya, terutama pasca tren penjaminan atas risiko kredit macet pada program
Kredit Usaha Rakyat, Asuransi Kreditpun mulai berkembang meniru model penjaminan KUR.

Dalam model penjaminan KUR, penjamin memberikan pertanggungan/penjaminan kredit atas


Usaha Rakyat (KUR) untuk pembiayaan modal kerja dan/atau investasi yang diberikan oleh
Lembaga Keuangan Penyalur KUR kepada debitur usaha yang produktif dan layak namun
belum memiliki agunan tambahan sesuai dengan ketentuan Bank (non Bankable)

26
(www.askrindo.co.id). Penjaminan Kredit adalah pengambil alihan atas risiko kegagalan
terjamin dalam memenuhi kewajiban finansialnya kepada penerima jaminan, namun tidak
menghilangkan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan sampai penerima
jaminan menyatakan kredit terjamin tersebut lunas.

2. Pengalaman Implementasi Asuransi Kredit di Negara Lain.


Materi mengenai studi perbandingan implementasi Asuransi Kredit di negara lain diambil
sepenuhnya dari makalah Analisis Industri Asuransi Kredit dan Penjaminan Kredit untuk
UMKM yang ditulis oleh Biro Riset Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia (LM FEUI). Keterbatasannya adalah bahwa makalah ini hanya menyoroti sejarang
perkembangan asuransi kredit sebagai pendukung dari kredit program pemerintah, seperti KUR
di Indonesia. Namun demikian, perspektif asuransi kredit dalam program pemerintah relatif
sama dengan di non program, terutama dalam loan size-nya.
Tentu terdapat perbedaan fokus dimana program pemerintah ditujukan untuk meningkatkan
kegairahan ekonomi dari pelaku UMKM (Small Medium Enterprise/ SME) yang bisa jadi masih
non bankable. Kredit non program, di sisi lain, memiliki fleksibilitas yang lebih besar dalam
proses pemilihan nasabahnya karena tujuan pengucuran kreditnya bersifat murni bisnis dari
bank.
Usaha penjaminan kredit modern berkembang dari Jepang sejak tahun 1937 saat perusahaan
penjamin kredit pertama berdiri di Tokyo. Pemerintah Jepang pada tahun 1948 mendirikan
Small and Medium Enterprise Agency (SMEA), yang kemudian memprakarsai pendirian
perusahaan-perusahaan penjaminan lokal dan mengeluarkan UU Small Business Credit
Insurance Law 1950. UU ini kemudian direvisi tahun 1958 untuk mengintegrasikan sistem
penjaminan kredit dan asuransi kredit, menghilangkan duplikasi di antara kedua sistem tersebut.
Hasilnya, kegiatan penjaminan kredit untuk UKM dikoordinasikan oleh perusahaan penjamin
kredit, sementara Credit Insurance Corporation (CIC), yang didirikan 1958, mengasuransikan
kewajiban penjaminan dari perusahaan penjamin kredit tersebut.
Selama masa resesi ekonomi 1970-an dan 1980-an, sistem ini digunakan pemerintah sebagai
stimulan pembangkit sektor UKM. Bahkan pemerintah Jepang meluncurkan program program
penjaminan khusus seperti penjaminan untuk perusahaan yang mengalami kerugian akibat
perubahan kurs atau perusahaan yang berdomisili di daerah resesi. Pada masa ’90-an, ekonomi
Jepang memasuki masa stagnasi, pada era ini penjaminan kredit juga dipakai sebagai bagian
program pembangkitan ekonomi. Seperti program penjaminan khusus yang diluncurkan antara
Oktober 1998 hingga Maret 2001 di mana program ini memiliki persyaratan yang relatif mudah.
Namun, perkembangan penjaminan kredit di Jepang diwarnai berbagai kasus penyalahgunaan.
Sepanjang periode 5 tahun sejak tahun 2000, klaim yang dibayar oleh perusahaan penjamin
kredit Jepang mencapai level antara 0.8 triliun hingga 1.2 triliun yen setiap tahun, dan secara

27
keseluruhan perusahaan penjamin kredit di Jepang mengalami defisit (kerugian) per tahun
antara 0.2 triliun hingga 0.6 triliun yen. Semuanya ditanggung pemerintah Jepang sehingga
banyak pihak mempertanyakan kelangsungan hidup program penjaminan ini.
Perbaikan ke depan seperti risk-sharing antara perusahaan penjaminan dan institusi finansial
(melalui penjaminan parsial) maupun tingkat premi penjaminan yang lebih fleksibel terus
diupayakan. Menurut banyak kritik, praktik saat itu mendistorsi insentif pengawasan dari pihak
institusi finansial, terutama penjaminan 100% yang membuat bank tidak memiliki insentif
untuk mengawasi debiturnya. Akibatnya banyak perusahaan kelebihan dalam meminjam
maupun berinvestasi sehingga kemungkinan bangkrut menjadi meningkat.
Di Jepang, implementasi penjaminan kredit diselenggarakan oleh Credit Guarantee System
yang diselenggarakan oleh Credit Guarantee Corporation Japan dan Credit Insurance System
yang diselenggarakan Small Business Credit Insurance Corporation yang mengasuransikan
jaminan tersebut. Credit Guarantee System dibentuk dengan maksud dan tujuan untuk
mengusahakan kelancaran permodalan ke perusahaan perdagangan), dan berupaya dalam
memberikan konstribusi bagi perkembangan dan pertumbuhan perusahaan yang sehat. Untuk
memperluas jangkauan pelayanan maka Perusahaan Penjamin di Jepang diperbolehkan
melakukan ekspansi penjamin (gearing ratio) sebesar 50-60 kali, dengan asumsi non
performance loan (kredit bermasalah) kurang dari 1%. Di Indonesia gearing ratio perusahaan
penjamin dapat mencapai 20 kali atau dengan asumsi non performance loan maksimal 5%.
Negara Asia kedua yang memperkenalkan skema penjamin kredit adalah Korea Selatan. Pada
1961, mendirikan Credit Guarantee Reserve Fund yang berganti nama menjadi Korea Credit
Guarantee Fund (KCGF) pada 1971. Terlihat pada gambar di atas bahwa KCGF cenderung
konservatif dengan leverage ratio (gearing) hanya sebesar 8 kali pada 2 tahun terakhir.2 Pada
2007, jumlah pembayaran hak subrogasi di KCGF mencapai KRW 1,164 milyar, turun KRW
233 milyar dari KRW 1,397 milyar di akhir 2006. Di mana subrogation rate dan the net
subrogation rate sebesar 4.1% dan 2.5%, turun 0.8% dan 0.7% dari tahun sebelumnya.
Sementara menurut KCGF, rasio default tertinggi diduduki oleh sektor konstruksi yang
mencapai 6.3% untuk 2007. Indonesia dan Malaysia mengikuti membangun sistem penjaminan
kredit pada 1971, dengan mendirikan Askrindo sebagai BUMN dan The Credit Guarantee
Corporation of Malaysia. Sejak itu, Taiwan (1974), Nepal (1974), Philipina (1981), dan
Thailand (1991) membentuk skema penjaminan kredit mereka sendiri. Walaupun pada tahun
2007 Taiwan SMEG memperoleh pendapatan jasa penjaminan sebesar NT$ 1,595 juta
(ditambah lagi dengan recovery sebesar NT$ 845 juta) namun secara keseluruhan Taiwan
SMEG pada 2007 merugi sebesar NT$ 4,369 juta. Australia mendirikan Small Business
Development Corporation (SBDC) (Koperasi Pengembangan Usaha Kecil).
SBDC menjalankan program ini atas nama pemerintah Australia Barat dan dibentuk sebagai
respons atas undang-undang jaminan usaha kecil (Small Business Guarantee Act) tahun 1984.
28
SBDC menyelenggarakan program dengan memberikan jaminan pemerintah Australia Barat
bagi usaha kecil untuk menutup 90% kekurangan bagi jaminan untuk pendanaan dari bank. Di
Kanada penyelenggaraan penjaminan dilakukan oleh Loans, Guarantee and Crown Corporation
Section (seksi Pinjaman, Jaminan dan Korporasi Kerajaan) berdasarkan UndangUndang
pinjaman dan jaminan tahun 1957 serta Peraturan Departemen Keuangan yang mengatur
jaminan pinjaman.
Sementara di Uni Eropa, penyedia penjaminan kredit ialah pemerintah (baik pemerintah pusat,
regional, maupun lokal), bank pembangunan (nasional maupun regional), institusi finansial
khusus, skema penjaminan bersama (mutual guarantee schemes), hingga lembaga multilateral.
Lembaga multilateral seperti European Investment Fund (EIF) menyediakan penjaminan kredit
dengan rasio rata-rata 50 % dari nilai kredit. Institusi penjaminan kredit terdapat di semua
negara Uni Eropa dengan jumlah yang bervariasi mulai dari 1 lembaga (seperti di Finlandia)
hingga lebih dari 500 lembaga (di Italia).
Pada tahun 2003 seluruh lembaga tersebut sudah menjamin kredit dengan nilai mencapai
€ 15 milyar. Pembagian peran antara institusi finansial (sebagai kreditur) dengan lembaga
penjamin kredit di Eropa dapat digolongkan menjadi tiga kelompok: kelompok keterlibatan
tinggi (dimana penjamin bersama kreditur melakukan evaluasi, pengawasan, restrukturisasi dan
recovery kredit), keterlibatan menengah, dan keterlibatan rendah (dimana kreditur yang
melakukan semua aktivitas tersebut, bukan lembaga penjamin). Di Austria, lembaga penjamin
kredit turut melakukan kegiatan evaluasi kredit yang akan dijaminkan (walaupun tidak sedetail
bank) dan aktif terlibat dalam restrukturisasi nasabah yang mengalami kesulitan pembayaran
kredit. Sementara kegiatan pengawasan dan recovery kredit diserahkan kepada bank sebagai
kreditur. Penjaminan kredit yang diimplementasikan di Perancis terbukti sebagai instrumen
yang efektif dalam membantu perusahaan baru untuk tumbuh lebih pesat (baik dari aspek
tenaga kerja maupun permodalan).
Penjaminan kredit juga memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan suku bunga pinjaman
yang lebih murah. Namun program ini membawa risiko kebangkrutan usaha yang lebih tinggi
karena perusahaan yang dijamin cenderung berani menjalankan strategi bisnis yang lebih
berisiko. Biaya jasa penjaminan (guarantee fee) di Uni Eropa juga bervariasi, ada yang tarifnya
sudah ditentukan (tidak memandang tipe nasabah atau proyek yang akan dijamin), ada pula
yang fleksibel (ditentukan melihat tipe nasabah dan proyek). Rata-rata jasa penjaminan di Uni
Eropa berkisar antara 0,5 % hingga 3,5 % per tahun. Hanya terdapat beberapa institusi
penjaminan yang meminta pula biaya pemrosesan/administrasi (processing fee), rata-rata
besarnya 0,5 %. Dengan tingkat gagal bayar/kerugian (guarantee loss rate) yang rata-rata
berkisar antara 1 % hingga 5 % (dari total nilai penjaminan outstanding). Pendapatan jasa
penjaminan (guarantee fee) yang sebesar 0,5 % sampai 3,5 % hanya mampu meng-cover
sebagian kerugian yang muncul. Walaupun dalam beberapa institusi mengenakan juga biaya

29
pemrosesan (processing fees) kenyataannya tidak ada satupun penjamin kredit di Uni Eropa
yang dapat menghasilkan pendapatan operasional (operational income) yang mampu menutupi
seluruh biaya operasi sehingga pemerintah sering turun tangan untuk menutupi kerugian yang
terjadi.
Karakteristik Institusi Asuransi dan Penjaminan Kredit Jepang memiliki sistem penjaminan
kredit yang unik. Di negara tersebut terdapat 52 perusahaan penjamin kredit independen di
setiap prefektur dan kota besar. Namun pemerintah memberikan jaminan atas jaminan-jaminan
kredit yang diberikan perusahaan-perusahaan tersebut melalui institusi JASME (Japan Finance
Corporation for Small & Medium Enterprise). Korea memiliki dua institusi penjaminan kredit
KCGF (Korea Credit Guarantee Fund) dan KOTEC (Korea Technology Credit Guarantee Fund)
yang keduanya bersifat non-profit. Indonesia memiliki juga 2 institusi penjamin kredit,
Askrindo dan Perum Sarana yang keduanya merupakan institusi milik pemerintah. Demikian
pula institusi penjaminan kredit di Malaysia (CGCMB), Taiwan (SMEG) dan Thailand
(SICGC) semuanya merupakan milik pemerintah.
Umumnya di kebanyakan negara Asia, rasio pembayaran klaim (setelah dikurangi recoveries)
dibandingkan dengan pendapatan premi (jasa penjaminan) menunjukkan angka diatas 100%
yang berarti institusi-institusi tersebut mengalami underwriting losses. Namun dari segi
profitabilitas (setelah memperhitungkan juga pendapatan investasi, pendapatan lain dan seluruh
biaya operasional) umumnya semua institusi itu merugi. Bahkan penelitian Ilhyock Shim yang
dimuat di BIS Quarterly Review edisi Desember 2006 mengemukakan adanya kecenderungan
hubungan terbalik antara besarnya coverage penjaminan dengan profitabilitas. Semakin tinggi
coverage penjaminan yang diberikan, semakin kecil profitabilitas institusi penjaminan tersebut.
Untuk menunjang keberhasilan sebuah program penjaminan kredit, perlu adanya struktur
insentif yang sesuai bagi semua pihak yang terlibat serta arus informasi yang lebih baik dalam
sistem penjaminan kredit.
Masalah moral hazard yang hampir selalu muncul di semua program penjaminan kredit harus
dapat dihilangkan. Intinya program penjaminan harus mampu mendorong perusahaan yang
memperolehnya untuk berkembang dan dapat mengambil pendanaan komersial (yang tidak lagi
butuh penjaminan). Untuk itu pengembangan sistem rating kredit dan standar akuntansi yang
konsisten perlu menjadi pertimbangan. Ke depan, teknik sekuritisasi kredit dapat pula
digunakan sebagai alat untuk mengembangkan program penjaminan kredit lebih jauh. Namun
inipun harus disikapi secara hati-hati mengingat banyaknya level default dari berbagai sekuritas
berbasis baik asset maupun kredit yang terjadi 1 tahun terakhir ini. Bagi perusahaan penjamin
kredit, tingkat kapitalisasi yang tinggi serta praktek manajemen risiko yang baik merupakan
kunci meraih sukses.

30
3. Karakteristik Asuransi Kredit.
Asuransi Kredit telah menjadi instrumen risk transfer pihak perbankan. Dari semula terbatas
pada pengalihan risiko meninggal dunia debitur pada kredit perorangan (konsumtif maupun
produktif UMKM), ruang lingkup risiko kredit yang dialihkan oleh bank meluas seiring dengan
kesediaan Perusahaan Asuransi untuk meng-absorb pertanggungan tersebut dengan menerima
sejumlah premi. Perusahaan asuransi berangkat dari keyakinan telah menjalankan
pengasuransian risiko kredit atas meninggalnya debitur dan berkembang pada keyakinan bahwa
scope dapat diperluas untuk meningkatkan efektivitas produk sebagai instrumen risk transfer
tadi dan, in return, bisnis yang lebih besar untuk asuransi.

Karakteristik asuransi kredit sangat dipengaruhi oleh penyaluran kredit perbankan (Kreditur)
dan lembaga pembiayaan lainnya kepada calon-calon Debiturnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penyaluran kredit perbankan telah dibahas di bagian awal bab ini. Pada Juni
2020, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 1,49% (yoy), angka sementara pada 23 Juli
2020 tercatat sebesar 2,27% (yoy).
Kategori Bank Kredit (yoy) 2019 Jan-20 Feb-20 Mar-20 Apr-20 Mei-20
BUKU I Nilai 37,96 37,65 37,92 38,28 28,75 47,16
Pertumbuhan (yoy) -19,04% -19,14% -13,85 -13,55% -35,40% 5,23%
BUKU II Nilai 561,33 554,44 559,81 554,81 557,18 565,01
Pertumbuhan (yoy) 8,55% 8,66% 8,18% 5,74% 6,16% 5,43%
BUKU III Nilai 1.734,18 1.696,17 1.705,70 1.792,14 1.751,44 1.715,63
Pertumbuhan (yoy) -5,17% -15,72% -6,06% 5,39% 2,88% -0,57%
BUKU IV Nilai 3.058,38 2.991,38 3.010,56 3.098,41 3,045,18 3.033.69
Pertumbuhan (yoy) 13,28% 13,72% 13,64 10,03% 7,72% 4,54%
TOTAL Nilai 5.616,99 5.502,81 5.538,15 5.712,04 5.609,98 5.583,38
Pertumbuhan (yoy) 6.08% 6,10% 5,93% 7,95% 5,73% 3,04%
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Tabel 5 Penyaluran Kredit

Kreditur menggunakan sarana Asuransi Kredit ini salah satu instrumen risk transfer untuk
mencegah angka Non Performing Loan (NPL) di atas ketentuan. Tentu, dengan norma bahwa
bank memiliki serangkaian prosedur dan kebijakan kredit sebagaimana diatur oleh OJK,
melakukan penagihan secara sistem maupun manual sebagai first way out bank. First way
out adalah analisis kemampuan (ability to pay) dan kemauan (willingness to pay) membayar
kembali dan sumber pembayaran utama, dilihat dari karakter dan komitmen debitur, jenis usaha,
kondisi industri makro, keuangan, modal usaha, reputasi.

Dalam bisnis perbankan, repayment capacity itu menjadi first way out. Untuk melapisi dan
memastikan kemampuan debitur membayar kredit, bank dapat meminta agunan tambahan
berupa kolateral fisik. Jika prosedur dan ketentuan tersebut telah diterapkan dan tetap terjadi
risk event, maka likuidasi kolateral atau agunan tambahan tersebut menjadi second way out.
31
Dengan berkembangnya produk bank untuk mendapatkan market dan menjaring nasabah
pinjaman, maka bank mulai meniadakan permintaan tambahan agunan tersebut.

Langkah ini didukung dengan terdapatnya produk asuransi yang menjamin “hampir semua”
credit risk event sehingga bank melihat asuransi kredit menjadi “kolateral” pengganti sebagai
second way out. Dengan karakteristik asuransi kredit sebagai second way out, maka eksposur
risiko kredit akan sangat tergantung pada kualitas kebijakan, prosedur dan standar operasional
kredit bank berikut penegakannya.

Berhubungan dengan posisi yang diemban asuransi kredit sebagai pengganti second way out,
maka dalam hal ini bank berkedudukan sebagai turut tertanggung (co-insured). Karena sifat
inherennya terhadap proses kredit itu sendiri, transaksi asuransi kredit melekat pada transaksi
kredit itu sendiri, bahkan menjadi lampiran dari Perjanjian Kredit. Dengan frekuensi akad kredit
yang sangat tinggi, mekanisme penutupan asuransi tidak dapat lagi menggunakan sistem
transaksi one on one.
Dalam posisi ini, bank melakukan sebagian besar proses dealing dengan nasabah, memproses
asuransinya sepanjang sesuai dengan ruang lingkup Perjanjian Kerjasama, menyediakan
infrastrukturnya untuk data tapping serta meneruskan data klaim apabila terjadi klaim. Dalam
konteks ini, pada akhirnya bank memposisikan diri sebagai jalur distribusi. Bahkan, secara lebih
lanjut, bank menerapkan fee untuk penanganan proses tersebut dan bahkan mengutip premi
asuransi kredit sehingga penutupan asuransinya tidak lagi menjadi silent basis, melainkan
debitur juga mengetahui adanya fasilitas tersebut.

Karakteristik dari Asuransi Kredityang lain adalah bahwa periode pertanggungannya


merupakan pertanggungan jangka panjang, dimana Bank atau Lembaga Pembiayaan sebagai
Tertanggung harus memastikan kondisi keuangan Debitur tetap berkemampuan bayar selama
periode pertanggungan tersebut.

4. Pasar Asuransi Kredit di Indonesia

Sebagaimana paparan pada bagian evolusi produk, Asuransi Kredit di awal dipasarkan dengan
luas jaminan meninggal dunia nasabaj debitur, baik meninggal dunia alami/Normally Death
(ND) maupun akibat kecelakaan/ Personal Accident (PA). Semula, Asuransi Kredit dijual oleh
Asuransi Jiwa, kemudian pada perkembangannya Asuransi Kerugian masuk ke segmen tersebut
dengan bekerja sama dengan Asuransi Jiwa sebagai penyedia cover meninggal dunia alaminya.

Kompetisi harga/pricing competitiveness (kondisi tarif/rate) di bisnis Asuransi Kredit ini sangat
ketat seiring dengan pertumbuhan kredit perbankan dan lembaga pembiayaan 5 tahun

32
belakangan ini. Hal ini menimbulkan jumlah pemain/perusahaan asuransi (baik asuransi jiwa
maupun umum) yang menjalankan bisnis ini menjadi banyak jumlahnya (meningkat di periode
2017-2019). Dari kelompok perusahaan asuransi umum saja tercatat lebih dari 20 perusahaan
bermain di bisnis Asuransi Kredit ini, belum lagi dari perusahaan asuransi jiwa.

Pricing tidak lagi ditentukan berdasarkan risiko-risiko yang ada pada Asuransi Kredit ini,
melainkan “ditentukan” oleh persaingan dari para pemain akibat tuntutan dari klien-klien
mereka (perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya). Volume kredit yang besar, merupakan
peluang baru para pemain bisnis asuransi ini, sehingga para pemain berpikir bahwa premi
“gulungan besar” adalah keuntungan yang besar bagi perusahaan asuransi sebagai Penanggung.
Seriring dengan jumlah pemain bisnis asuransi ini, premi pun terkerek naik (karena gulungan
tadi); walaupun karakteristik dari produk asuransi ini adalah premi yang rendah. Asuransi
Jasindo sempat menguasai pasar bisnis Asuransi Kredit sebesar 10,21% per Desember 2018,
dimana angka ini naik terus dari 2016 yang hanya sebesar 5,72%.

Dalam kurun waktu 2 (dua) tahun belakangan khususnya pada masa pandemi ini, klaim pun
banyak dituai oleh para pemain asuransi ini. Berdasarkan data dari Asosiasi Asuransi Umum
Indonesia (AAUI), selama Tahun 2017-2019 klaim yang terjadi di lini bisnis asuransi ini
meningkat 79,5% pada 2018 dan 88,9% pada 2019; dan periode Januari - September 2020,
klaim asuransi kredit tercatat senilai Rp. 5,988 triliun, atau naik 0,1% (yoy) dari Rp. 5,984
triliun. Nilai klaim ini menjadi yang terbesar dari seluruh lini bisnis asuransi umum, selain yang
terbesar lain di lini bisnis asuransi harta benda dan lini bisnis asuransi kendaraan bermotor.

Bahkan, AAUI mulai menyerukan bahwa para penerbit polis asuransi kredit ini untuk meninjau
kembali portofolio bisnisnya. Khusus untuk asuransi kredit, perlu terdapat peninjauan tarif/rate
premi dengan tujuan agar sesuai dengan kapasitas dan tidak menggerus profitabilitas dari para
pemainnya. Dody pun menilai bahwa kebijakan restrukturisasi kredit sangat mempengaruhi
bisnis asuransi kredit/Asuransi Kredit ini. Tak heran, tekanan perekonomian akibat Covid-19
(pandemi) membuat masyarakat tak sanggup membayar cicilan kreditnya. Alhasil, klaim pun
terus mengalir.

Bisnis , walau terkadang hanya berkontribusi 10 persen-13 persen dari total premi perusahaan,
namun diyakini masih akan terus naik setiap tahunnya. Para pemain bisnis Asuransi Kredit
cukup kompetitif di Indonesia, dan didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar; sehingga
membuat kompetisi sangat ketat hingga (terkadang) menciptakan ketidakstabilan di
pasar. Kondisi ini mengharuskan perusahaan asuransi yang bermain di bisnis asuransi ini untuk
mengubah strategi secara terus menerus.

33
Perusahaan asuransi juga kerap bermanuver satu sama lain sehingga dinamika pasar berubah
dengan cepat. Akibatnya, daya saing strategis sebuah perusahaan dapat segera menghilang.
Perusahaan sering secara agresif menantang pesaing mereka. Di beberapa perusahaan, malah
penentuan usia dijamin berbeda-beda, mulai dari usia 65 tahun, 70 tahun, hingga 75 tahun.
Belum ada keseragaman terkait hal ini. Manuver lainnya adalah terkait: penentuan posisi
kualitas, harga, dan menyerang produk lain. Walau demikian, diakui beberapa industri,
optimistis ini masih tergambar sejak Tahun 2019 lalu. Namun demikian saat ini kontribusi
premi dari bisnis Asuransi Kredit masih terbilang kecil dari total premi keseluruhan. Meski
kontribusi masih kecil, beberapa perusahaan asuransi mencoba beberapa strategi untuk
mendongkrak bisnis ini agar terus naik. Salah satunya adalah dengan menambah mitra untuk
memasarkan produk Asuransi Kredit. Selain kerjasama dengan mitra perbankan, perusahaan
asuransi juga bekerjasama dengan Multifinance dan Broker.

Terkait kerjasama dengan partner bank, beberapa perusahaan asuransi fokus untuk menggenjot
produk Asuransi Kredit ini serta memberikan dukungan kepada bank dalam meluncurkan
produk-produk kredit. Tak lupa juga, untuk memperluas distribusi produk perusahaan asuransi
guna menambah premi.

No Perusahaan* Jenis Produk ASURANSI KREDIT Tertanggung Rate/Tarif


1 MNC Life Santunan tetap dan menurun sesuai Perusahaan 1,69% untuk
sisa hutang peserta Pembiayaan/BANK Periode
Asuransi
selama 10
tahun
2 ALLIANZ Asuransi KreditMikro N/A
3 Lifepal Asuransi Kredit untuk Bank/Leasing
4 PFIMegaLife Asuransi Perlindungan Jiwa dan
Pelunasan Pinjaman (Bancassurance)
5 FWD & Commonwealth Santunan tetap dan menurun sesuai
Life sisa hutang perserta
6 Sinarmas Asuransi Kredit untuk BankLeasing
7 Zurich Asuransi Kredit untuk Bank Leasing
8 Astralife Santunan tetap dan menurun sesuai
sisa hutang peserta &
manfaat ketidakmampuan total
sementara( sakit 1 bulan cicilan bulan
tsb di cover)
*perusahaan asuransi jiwa yang menjual produk Asuransi Kredit(ASURANSI KREDIT)
Tabel 6 Pemain Bisnis Asuransi Kreditdari Asuransi Jiwa

34
Untuk perusahaan asuransi umum, yang menjalankan bisnis Asuransi Kredit, baik dalam
format Asuransi Kredit maupun Kredit adalah sebagai berikut (menurut catatan AAUI):
1. Asuransi Sinar Mas
2. Asuransi Bangun Askrida
3. Asuransi Kredit Indonesia
4. Staco Mandiri
5. Asuransi Jasa Indonesia
6. BRIS
7. Jasaraharja Putera
8. PLN Insurance
9. Asuransi Ekspor Indonesia
10. Simas Insurtech
11. Etiqa Internasional
12. Astra Buana
13. Asuransi Central Asia
14. Asuransi Tri Pakarta
15. Adira Dinamika
16. Krena Mitra Insurance
17. Pan Pacific Insurance
18. MSIG Indonesia
19. Sompo Insurance Indonesia
20. AIG Insurance Indonesia
21. Tugu Pratama Indonesia
22. Asuransi Umum Videi
23. Lippo General Insurance
24. Bumiputeramuda 1967
25. Asuransi Umum Mega
26. Summit Oto Insurance

35
BAB III
IMPLEMENTASI ASURANSI KREDIT DI ASURANSI JASINDO

A. Evolusi Produk dan Karakteristik Produk Asuransi Kredit


Awal mula masuknya Asuransi Jasindo ke market Asuransi Kredit segmen perorangan (konsumtif
dan produktif) adalah dengan mengadopsi luas jaminan yang saat ini ada di market. Pada saat itu,
mitigasi risiko kredit macet pada segmen kredit ritel individu difokuskan pada risiko kredit macet
akibat meninggal dunia debitur. Oleh karena itu, produk Asuransi Kredit Asuransi Jasindo pun
menjamin ganti rugi atas meninggal dunianya debitur, baik disebabkan oleh kecelakaan diri maupun
meninggal dunia oleh sebab sakit/ alami (Normally Death/ ND). Produk tersebut selanjutnya dikenal
dengan nama Personal Accident Plus (PA Plus), serupa dengan Asuransi Kredit yang berlaku di
pasar.

1. PA Plus
Izin Produk PA Plus (COB 745) dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia
cq. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) melalui surat No. S-
13961/BL/2012 tanggal 10 Desember 2012 perihal Pencatatan Produk Baru Asuransi Personal
Accident Plus (PA Plus).

Deskripsi Produk yang diajukan adalah sebagai berikut:

Item Deskripsi
Nama produk Asuransi Kecelakaan Diri Plus
Uraian Manfaat Memberikan penggantian atas kerugian secara finansial
yang dialami oleh nasabah bank sesuai yang dijamin
dalam polis
Karakteristik Produk
1. Masa Pertanggungan 1. Maksimal 10 tahun
2. Masa pembayaran premi 2. Sesuai ketentuan polis
3. Skema/ cara pembayaran 3. Tertanggung menerima Polis, Tertanggung membayar
premi melalui pendebetan atas rekening bank pada bank
yang bersangkutan
4. Mata uang 4. Rupiah

36
Item Deskripsi
Perhitungan premi  Premi murni : 1,83‰
 Biaya-biaya :
- Acquistion Cost (5%) : 0,366‰
(fleet discount, cie, fee, brokerage, dll)
- Expenses (5%) : 0,275‰
(gaji karyawan, operasional, dll)
- Profit Margin (5%) : 0,092‰
 Uraian dan metode perhitungan premi (rata-rata
seluruh okupasi):
Premi murni + Biaya-biaya + Profit Margin: 2,562‰
Metode dan asumsi perhitungan Besarnya cadangan atas premi yang belum merupakan
cadangan teknis pendapatan sebesar 40 % (empat puluh per seratus) dari
premi netto.
Untuk cadangan atas klaim yang masih dalam proses
penyelesaian, dihitung berdasarkan estimasi yang wajar
atas klaim yang sudah terjadi dan sudah dilaporkan
tetapi masih dalam proses penyelesaian dikurangi
dengan beban klaim yang akan menjadi penanggung
ulang.
Untuk cadangan atas klaim yang sudah terjadi tetapi
belum dilaporkan (Incurred But Not Reported atau
IBNR), dihitung berdasarkan estimasi yang wajar atas
klaim yang sudah terjadi tetapi belum dilaporkan dengan
menggunakan metode rasio klaim 1 % berdasarkan
kajian dan evaluasi terhadap kecukupan nilai IBNR
Metode reasuransi dan retensi Menggunakan metode reasuransi Working Excess of
sendiri Loss (non proportional) dengan kapasitas sebesar
Rp 100.000.000.000 dan retensi sendiri sebesar
Rp 1.500.000.000.

Tabel 5 Deskripsi Produk PA Plus

37
2. PA Plus dengan Perluasan
Asuransi kredit adalah segmen produk yang relatif baru dimasuki Asuransi Jasindo dan mulai
serius dilakukan penetrasi sejak 2014 dengan pengembangan bisnis berasal dari Bank Saudara
(Bank Woori Saudara) di Kantor Cabang Bandung Ritel, lalu berkembang pada Bank Nasional
dan Bank Daerah di Kantor cabang lain. Sampai dengan tahun 2015, dengan dikeluarkannya
SK.097/DMA/III/2015 tentang Pedoman Kebijakan Akseptasi Pos Ritel PT. Asuransi Jasa
Indonesia (Persero) tanggal 11 Maret 2015 masih mengatur COB 745 dan 780 sbb:
Item Deskripsi
Definisi Asuransi PA plus adalah Asuransi kredit kumpulan yang
memberikan manfaat Asuransi berupa santunan
kematian sebesar plafond kredit dan/atau sisa saldo
kredit, jika nasabah/debitur sebagai peserta Asuransi,
meninggal dunia karena kecelakaan (personal accident)
dan/atau meninggal dunia karena sakit alami (Normally
Death) selama/dalam masa pertanggungan Asuransi.
Variasi Produk Asuransi PA Plus terdiri dari:
1. Class of Business (COB) 745 meliputi:
 Risiko meninggal dunia karena kecelakaan (PA
Cover A) dengan perluasan mengendarai sepeda
motor;
 Risiko meninggal dunia sakit alami (normal
death)
2. Class of Business (COB) 780 meliputi :
 Risiko meninggal dunia karena kecelakaan (PA
Cover A) dengan perluasan mengendarai sepeda
motor
 Risiko meninggal dunia sakit alami (normal
death)
 Perluasan risiko Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK)
Kedua COB (745 dan 780) pada dapat diperluas dengan
risiko Kredit Macet
Obyek Pertanggungan 1. Yang dapat ditutup langsung oleh Kantor Cabang:
a. Kredit kumpulan dan/atau kredit perseorangan
dari tertanggung Bank Umum (BUMN/
BUMD/Swasta Nasional) dengan usia masuk
calon peserta Asuransi antara 20 – 60 tahun.
38
Item Deskripsi
b. Usia masuk dijumlahkan masa pertanggungan
maksimal 65 tahun.
c. Tertanggung telah menyatakan diri dalam
keadaan sehat jasmani rohani dan/atau tidak
sedang dalam keadaan dirawat karena menderita
penyakit
d. Khusus untuk perluasan risiko Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) adalah untuk pegawai
PNS/BUMN/BUMD/TNI/POLRI dengan status
pegawai tetap minimal masa kerja 1 tahun
dimana sistem angsuran kredit melalui
pemotongan gaji / payroll langsung oleh
tertanggung Bank (Perbankan non BPR /
Koperasi)
2. Yang tidak dapat ditutup, kecuali dengan persetujuan
Kantor Pusat
a. Calon peserta Asuransi yang memerlukan
pemeriksaan medis
b. Calon peserta Asuransi yang terdapat
penyimpangan kondisi kesehatan pada Surat
Pernyataan Kesehatan (SPK)
c. Jamaah haji
d. Penumpang pesawat non-reguler / charter
e. Calon peserta Asuransi dari tertanggung BPR /
Koperasi / Lembaga Pembiayaan
f. Permintaan perluasan jaminan risiko PHK untuk
calon peserta selain pada ayat II.1 butir d.
g. Perluasan jaminan risiko Kredit Macet
3. Yang tidak dapat ditutup
a. Penutupan yang mengatasnamakan pribadi/
personal/ individual dan tidak ada hubungan
dengan kredit Bank
b. Penutupan tanpa nama (unnamed), Polis Kontrak
(Open Cover), P.A. Crew dan Loss of Licence.
c. Calon Tertanggung yang pernah mengalami HIV
AIDS dan / atau penyakit yang berhubungan
dengan HIV AIDS.

39
Item Deskripsi
Terms & Conditions 1. Kondisi Polis yang digunakan
Untuk setiap penutupan Polis yang dapat
dipergunakan hanya terbatas pada polis standard
tersebut dibawah ini:
a. Polis Standar serta wording sesuai dengan
ketentuan yang berlaku (COB 745 dan / COB
780)
b. Penggunaan Polis dengan wording lainnya atau
polis tailor made harus mendapatkan persetujuan
Divisi Teknik Ritel.
2. Luas Jaminan
a. Jaminan meninggal dunia karena kecelakaan
(Cover A)
b. Jaminan mengendarai sepeda motor
c. Jaminan meninggal dunia alami (Normally
Death)
d. Perluasan Jaminan risiko Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK)
e. Perluasan Jaminan risiko Kredit Macet (pada saat
kolektibilitas 4)
1. Ketentuan Umum
a. Limit wewenang akseptasi COB 745 dengan
Harga Pertanggungan maksimal Rp.
500.000.000/debitur dan COB 780 maksimal Rp.
350.000.000/debitur
b. Kepala Unit Teknik tidak diberikan Limit
Wewenang Akseptasi
c. COB 745, Penutupan dengan tenor maksimal 15
tahun dengan usia masuk 20-60 tahun dengan
usia masuk + JWP maksimal 65 tahun (termasuk
apabila terdapat perluasan risiko Kredit Macet)
d. COB 780, Penutupan dengan tenor maksimal 15
tahun dengan usia masuk 20-55 tahun dengan
usia masuk + JWP maksimal 60 tahun
e. Perluasan risiko PHK hanya untuk pegawai
PNS/BUMN/BUMD/TNI/POLRI dengan status
pegawai tetap minimal masa kerja 1 tahun.

40
Item Deskripsi
f. COB 745 dapat memberikan cover kepada BPR /
Koperasi dengan limit Akseptasi maksimal
Rp. 200.000.000/debitur
g. COB 780 tidak dapat memberikan cover kepada
BPR / Koperasi
h. Luas jaminan perluasan kredit macet dalam COB
745 dan 780, Kredit macet karena risiko
PHK/ND/PA dan/atau sebab apapun dimana
dapat diklaim pada saat kredit dikategorikan
diragukan (kolektibilitas 4) dan penyelesaian
klaim pada saat kredit kategori Macet
(kolektabilitas 5).
i. Brokerage / Biaya akuisisi untuk tarif standar
maksimal 20 % exclude tax
j. Deductible sebesar 20 % dari nilai klaim PHK,
dan 25 % dari nilai klaim Kredit Macet.
k. Besaran ganti rugi untuk kondisi menurun
sebesar sisa pokok kredit (tanpa tunggakan denda
dan bunga) dengan syarat perhitungan bunga
sesuai kondisi bunga yang digunakan (flat/efektif
maksimal 20 %).
l. Besaran ganti rugi untuk kondisi tetap sebesar
plafond awal kredit (pelunasan kredit ke pihak
Bank dan sisanya menjadi hak ahli waris)
2. Ketentuan tarif premi
a. Sub Produk 745:
- 2,04‰ p.a (Kondisi SMF)
- 2,72‰ p.a (Kondisi SME)
- 4,09‰ p.a (Kondisi ST)
b. Sub Produk 780 :
1) Jaminan PA + ND + PHK:
- 4,80‰ p.a (Kondisi SMF)
- 5,12‰ p.a (Kondisi SME)
2) Jaminan PA + PHK:
- 2,80‰ p.a (Kondisi SMF)
- 3,05‰ p.a (Kondisi SME)

41
Item Deskripsi
c. Perluasan KM dalam COB 745 dan 780
1) Jaminan PA + ND + KM:
- 4,80‰ p.a (Kondisi SMF)
- 5,12‰ p.a (Kondisi SME)

2) Jaminan PA + ND + PHK + KM
- 5,47‰ p.a (Kondisi SMF)
- 5,80‰ p.a (Kondisi SME)
3) Jaminan PA + PHK + KM
- 4,50‰ p.a (Kondisi SMF)
- 4,86‰ p.a (Kondisi SME)

Catatan:
Kondisi Pertanggungan:
 SMF : Tarif Single, Harga Pertanggungan MenurunBunga
Flat
 SME : Tarif Single, Harga Pertanggungan Menurun Bunga
Efektif
 ST : Tarif Single, Harga Pertanggungan Tetap

Tabel 5 Deskripsi Produk PA Plus dengan Perluasan

Bagi lembaga keuangan bank/ non bank, premi adalah salah satu komponen biaya di dalam
strutur harga kredit. Semakin rendah premi, semakin tinggi fleksibilitas bank untuk mengatur
struktur biayanya. Seiring dengan perkembangan market Asuransi Kredit, dengan situasi pasar
yang kompetitif baik dari sisi lembaga bank/ pembiayaan maupun asuransinya, maka terjadi
perubahan struktur tarif premi dan Terms & Conditions mengikuti permintaan sebagai berikut:
 Tarif premi standar menjadi terkoreksi turun yang diakibatkan oleh persaingan kredit antar
Perbankan dan pembiayaan
 Usia masuk debitur sampai dengan berakhirnya kredit menjadi sangat tinggi dengan rata-
rata yang dicover sampai dengan usia 75 tahun dan untuk pensiunan bisa sampai dengan
maksimal 80 tahun, seiring dengan ekspansi penyaluran Perbankan khususnya BPD / BPR
dan Koperasi kepada pensiunan
 Penutupan menjadi menyebar kepada BPR/ Koperasi/ Lembaga Pembiayaan untuk semua
jenis coverage PA + ND + PHK + KM
 Limit Pertanggungan untuk Conditional Automatic Cover (CAC) sampai dengan
Rp. 1.500.000.000/debitur

42
 Timbulnya hak ganti rugi untuk risiko Kredit Macet pada saat Kolektibilitas 3 (tiga) dan
pembayaran klaim tidak menunggu sampai kredit dinyatakan kolektibilitas 5 (lima).
 Semua jenis pekerjaan debitur (termasuk pegawai swasta) menjadi dapat dicover dalam
jaminan PHK (semula hanya Pegawai Negeri Sipil).
 Dalam rangka simplifikasi dokumen yang dimintakan oleh Perbankan dan Pembiayaan
mengakibatkan penghilangan Surat Pernyataan Kesehatan (SPK) pada penutupan
Conditional Automatic Cover (CAC)
 Tarif dan Terms & Conditions yang diminta oleh Perbankan dan Pembiayaan menjadi
sangat luas, akan tetapi penyebaran portfolio pada perusahaan antara low risk dengan high
risk tidak berimbang dikarenakan pembagian kuota oleh Perbankan dan Pembiayaan
kepada panel Asuransi rekanan tidak transparan dan tidak jelas.
3. Credit Protection Insurance
Mempertimbangkan luas jaminan PA Plus pada akhirnya diperluas dengan berbagai perluasan
yang mengarah pada seluruh risiko kredit macet, maka Asuransi Jasindo melakukan
pengembangan produk Asuransi Kredit yang dinamakan Jasindo Credit Protection Insurance
(CPI). Melalui surat No. S-915/NB.111/2016 tanggal 08 April 2016 secara resmi Otoritas Jasa
Keuangan memberikan persetujuan produk baru Jasindo Credit Protection Insurance dengan
spesifikasi produk sebagai berikut:

Item Deskripsi
Nama produk Jasindo Credit Protection Insurance (CPI)
Klasifikasi / Lini Usaha Produk Asuransi Kredit
Uraian manfaat dan Jaminan Menjamin kerugian dan / atau kepentingan yang diderita
oleh Pemegang Polis (Bank) akibat Tertanggung
(Debitur penerima fasilitas kredit) tidak mampu
memenuhi kewajibannya (wanprestasi) sesuai perjanjian
Jasindo Credit Protection Insurance (CPI) dan kredit
dinyatakan macet oleh Pemegang Polis karena suatu
sebab yang tidak dikecualikan dalam Polis

43
Karakteristik produk 1. Masa Pertanggungan : maksimal 10 tahun
2. Uang Pertanggungan : maksimal Rp.
5.000.000.000,-
3. Masa pembayaran premi : sesuai ketentuan polis
4. Skema/ cara pembayaran premi : Tertanggung
bertanggung jawab atas pembayaran premi melalui
pemegang Polis yang akan ditransfer ke rekening
Bank si Penanggung
5. Mata uang : Rupiah
6. Pengembalian Premi :
Manfaat pengembalian premi diberikan jika:
a. Tertanggung melakukan pelunasan dipercepat
terhadap fasilitas kredit yang diberikan oleh
Pemegang Polis
b. Tertanggung mendapatkan tambahan plafond
(top up plafond) terhadap fasilitas kredit yang
diberikan oleh Pemegang Polis.
Perhitungan premi Premi untuk Asuransi Jasindo CPI terdiri dari premi
untuk risiko kredit macet. Untuk penambahan risiko
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), ada premi perluasan
yang dapat ditambahkan:
 Premi Kredit Macet Netto : 1,706‰
 Premi perluasan PHK Netto : 1,137‰
Premi di atas adalah premi netto (premi murni/ premi
risiko). Sedangkan untuk premi bruto diperhitungkan
dengan loading untuk biaya akuisisi, management
expense dan profit margin dengan rincian:
 Biaya-biaya
- Acquisition Cost : 25%
- Management Expenses : 10%
- Profit Margin : 10%
Sehingga diperoleh premi Bruto sebagai berikut :
 Premi Kredit Macet Bruto : Premi netto/1 –
Loading = 1,706‰/1-45% = 3,102‰
 Premi Perluasan PHK Bruto : Prem netto/1 – Loading
= 1,137‰/1-45% = 2,068‰
 Total Premi Kredit Macet dengan perluasan PHK =
3,102‰ + 2,068‰ = 5,17‰
44
Metode dan asumsi perhitungan Besarnya cadangan premi jangka panjang dihitung
cadangan teknis dengan menggunakan metode discounted cashflow
(Gross Premium Valuation) dengan asumsi tingkat
diskonto yang digunakan adalah 6%.
Cadangan premi = PVFCO(t) – PVFCI(t)
PVFCO(t): Present Value of Future Cash Out at time (t)
PVFCI(t): Present Value of Future Cash In at time (t)

Komponen yang diperhitungkan dalam rumusan


cadangan premi meliputi:
1. Pengeluaran
- Manfaat Asuransi utama, manfaat yang diberikan
penanggung akibat peserta telah melakukan
wanprestasi terhadap kewajiban pembayaran
angsuran dan atau pelunasan kredit dari fasilitas
kredit yang telah diterima dari Tertanggung.
- Biaya Pemasaran dan biaya polis
2. Penerimaan
Pendapatan premi atas manfaat Asuransi utama
Untuk cadangan atas klaim yang masih dalam proses
penyelesaian, dihitung berdasarkan estimasi yang wajar
atas klaim yang sudah terjadi dan sudah dilaporkan
tetapi masih dalam proses penyelesaian dikurangi
dengan beban klaim yang akan menjadi bagian
penanggung ulang.
Untuk cadangan atas klaim yang sudah terjadi tetapi
belum dilaporkan (Incurred But Not Reported/ IBNR),
dihitung berdasarkan estimasi yang wajar atas klaim
yang sudah terjadi tetapi belum dilaporkan dengan
menggunakan metode rasio klaim 1% berdasarkan kajian
dan evaluasi terhadap kecukupan nilai IBNR
Metode reasuransi dan retensi Metode yang digunakan adalah dengan Retensi Sendiri
sendiri sebesar maksimal 5 (lima) Milyar Rupiah dengan
dukungan reasuransi non proportional berupa treaty
General Accident excess of loss dengan kapasitas Rp.
100 Milyar.

Tabel 6 Deskripsi Produk Asuransi Kredit


45
Namun demikian setelah disetujuinya produk CPI oleh OJK belum ditemukan adanya rilis
resmi Perusahaan baik berupa Surat Keputusan maupun Surat Edaran penjualan produknya.
Sehingga syarat dan ketentuan Akseptasi masih mengacu pada Kebijakan Akseptasi Pos Ritel
tahun 2015.

B. Portofolio Bisnis dan Performa

Dibawah ini beberapa penerapan tarif dan Terms & Conditions atas existing portfolio yang diambil
dari Bank BUMN, Bank BPD dan Bank Swasta Nasional:
Uraian Produk BNI Fleksi Produk KSM Mandiri Produk KMG BPD Bank Woori Saudara
Produk Sumut
Jenis Kredit konsumtif KSM = Kredit Produktif Kredit Produktif dan Kredit konsumtif
Kredit dan Konsumtif Konsumtif
Coverage KM Kolektibilitas 3 PA+ND, PHK, KM PA+ND+PHK+PAW+K 1. Kredit KUPEG,
M KUPEN, Hybrid =
PA+ND+PHK+KM
(Kol 5)
2. Kredit Pegawai BWS
= ND only
3. Kredit KUPEN 78 =
PA+ND+KM (Kol 5)
Usia Maksimal usia 75 tahun Sampai dengan maksimal Usia maksimal saat kredit 1. Kredit KUPEG,
masuk saat kredit berakhir 74 tahun jatuh tempo (x+n) adalah KUPEN, Hybrid =
75 tahun Usia masuk 20
sampai dengan 74
tahun
2. Kredit Pegawai BWS
= Usia masuk 20
sampai dengan 59
tahun
3. Kredit KUPEN 78 =
Usia masuk 70 tahun
sampai dengan 77
tahun
Jangka Maksimal JWP 15 tahun Maksimal 15 tahun Maksimal 15 tahun 1. Kredit KUPEG,
waktu KUPEN, Hybrid =
Asuransi Sesuai tenor kredit
maksimal 20 tahun
2. Kredit Pegawai BWS
= Sesuai tenor kredit
maksimal 15 tahun
3. Kredit KUPEN 78 =
Sesuai tenor kredit
maksimal 7 tahun.
4.
Usia + Maksimal usia 75 tahun Sampai dengan maksimal 75 tahun Kredit KUPEG, KUPEN,
JWP saat kredit berakhir 75 tahun Hybrid = Maksimal 75
tahun

46
Uraian Produk BNI Fleksi Produk KSM Mandiri Produk KMG BPD Bank Woori Saudara
Produk Sumut
Kredit Pegawai BWS =
Maksimal 60 tahun

Kredit KUPEN 78 =
Maksimal 78 tahun
Limit UP a. Maksimal Rp 500 KSM = maksimal Rp 1 a. ≤ Rp 500 juta dengan 1. Kredit KUPEG,
juta untuk usia milyar usia masuk maks 60 KUPEN, Hybrid =
maksimum s.d 65 thn (CAC) Maksimal Rp 350
tahun b. > Rp 500 juta dengan juta
b. Maksimal Rp 1 usia masuk maks 60 2. Kredit Pegawai BWS
milyar untuk usia thn (CBC) = Maksimal Rp 850
maksimum s.d 60 c. ≤ Rp 300 juta dengan juta (merupakan
tahun usia masuk maks 65 batas Maksimal Limit
tahun (CAC) Pinjaman untuk
Kepala Divisi di
BWS)
3. Kredit KUPEN 78 =
Maksimal Rp 75 juta
Kondisi SME SME SME UME
Pertanggu Tarif single, HP menurun, Tarif single, HP menurun, Tarif single, HP menurun, Tarif Usia, HP menurun
ngan Bunga efektif Bunga efektif Bunga efektif efektif
Timbulny Kolektabilitas 3 Meninggal dunia, PHK, Meninggal dunia, PHK, 1. Kredit KUPEG,
a hak KM (Kol 3) PAW, KM Kol 4 KUPEN, Hybrid =
klaim Meninggal
Dunia/PHK/KM
2. Kredit Pegawai BWS
= Meninggal Dunia
karena ND
3. Kredit KUPEN 78 =
Meninggal
Dunia/KM

47
Uraian Produk BNI Fleksi Produk KSM Mandiri Produk KMG BPD Bank Woori Saudara
Produk Sumut
Tarif 0,13 % p.a naik menjadi KSM: a. Kategori PNS = 1. Kredit KUPEG,
Premi 0,3 % p.a. a. PA+ND  1 tahun = 3,25‰ p.a KUPEN, Hybrid: 1
1,755‰ s/d 15 tahun b. Kategori Non PNS = tahun = 4.55‰ s.d 15
= 39,505‰ 3,5‰ p.a tahun = 129.77‰
b. PA+ND+PHK 1 c. Kategori DPRD = 2. Kredit Pegawai
tahun = 2,575‰ s.d 6‰ p.a BWS: 1 tahun =
15 tahun = 50,755‰ 0.78-6.21‰ s.d 15
c. PA+ND+PHK+KM tahun = 9.22-81.88‰
 1 tahun = 3,855‰ 3. Kredit KUPEN 78 
s.d 15 tahun = 1 tahun = 4.55-
56,265‰ 35.00‰ s.d 8 tahun =
d. PA+ND+PHK+KM 20.00‰
untuk 3 tahun
pertama & PA+ND
only untuk tahun
berikutnya hingga
jatuh tempo  1
tahun = 3,555‰ s.d
15 tahun = 39,555‰
e. PA+ND+KM  1
tahun = 3,645‰ s.d
15 tahun = 54,015‰
Manfaat Sisa pokok + 3 bln bunga Sisa Pokok + 2 bulan Sisa Pokok + 3 bulan Sisa pokok + 2 bln bunga
ganti rugi bunga bunga
Refund Tidak diatur dalam PKS Saat pelunasan dipercepat Saat top up kredit Jika top up kredit
premi dan Top Up kredit
Perhitung- Tidak diatur dalam PKS 30% Premi x (JWP Sisa / 25% Premi x (JWP sisa / 40% Premi x (JWP sisa /
an refund JWP Total) JWP total) JWP total)
Risk Penanggung : 80% Sebab apapun 100% Meninggal dunia = 100% Meninggal Dunia = 100%
Sharing Bank : 20% PHK/PAW/KM = 70% dari sisa pokok
PHK/KM = 75% dari sisa
pokok
Biaya Diskon = 30,5% 20% 35% exclude tax Management Fee = 15%
Akuisisi Brokerage = 9,5% Komisi/Brokerage = 5%
(incl. fee Total 40%
based
income
bank)
Subrogasi Dengan subrogasi PAND = tanpa subrogasi PAND = tanpa subrogasi PAND = tanpa subrogasi
PHK = berlaku subrogasi PHK/PAW/KM = berlaku PHK/KM = berlaku
KM = berlaku subrogasi subrogasi subrogasi

Tabel 7 Penerapan Tarif dan Terms & Conditions Existing

48
C. Proses Bisnis

Meskipun menyasar pada tertanggung nasabah/ debitur individual, namun pada prinsipnya proses
bisnis Asuransi Kredit melibatkan Asuransi Jasindo, bank dan debitur. Meskipun dalam hal ini bank
juga menjadi turut tertanggung dengan adanya ikatan perjanjian kredit antara bank dan debiturnya,
namun bank juga memposisikan diri sebagai intermediary yang mengambil fee di setiap penutupan
sebagai fee-based income bank.

Berikut diuraikan proses bisnis Asuransi Kredit mulai dari pemasaran, akseptasi sampai dengan
klaim.
1. Pemasaran
Kegiatan Pemasaran produk dilakukan oleh Kantor Cabang dengan disupervisi oleh tim
Marketing Kantor Pusat dalam hal ini Divisi Perbankan (sekarang Group Bisnis Perbankan dan
Pembiayaan). Sebelum masuk ke segmen Asuransi Kredit ritel bank, Asuransi Jasindo sejak
lama menggarap sumber bisnis perbankan dengan menutup agunan, baik dalam skema Kredit
Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Pemilikan Apartemen (KPA), rumah-toko (ruko), rumah-
kantor (rukan). Bahkan untuk KPR, Asuransi Jasindo telah memiliki produk bundling yang
menggabungkan penutupan asuransi kebakaran rumah dengan PA Plus sesuai tenor kredit.
Selain segmen bisnis perbankan ritel/ konsumer, Asuransi Jasindo juga telah lama menjadi
rekanan bank dalam penutupan aset agunan untuk debitur kredit korporasi.

Pada segmen ini, produk yang digunakan bervariasi sesuai dengan jenis aset yang dijadikan
agunan. Pada perkembangannya, bank-bank besar mulai mengakuisisi atau memiliki saham di
perusahaan asuransi yang membuat prioritas penempatan risiko menjadi kepada perusahaan
terafiliasinya. Misal, Bank Mandiri dengan Asuransi Staco dan Mandiri-Axa General Insurance
(MAGI), Bank BNI dengan Asuransi Tripakarta, Bank Pembangunan Daerah (BPD) dengan
Asuransi Bangun Askrida. Kondisi ini mengikis porsi bisnis Asuransi Jasindo di perbankan.
Untuk itu, pemasaran produk Asuransi Kredit segmen individual (Konsumer/ Produktif) ini
menjadi pintu masuk bagi Perusahaan untuk kembali dapat bekerjasama dengan Perbankan atas
produk (Class of Business) lainnya.

Dalam sebuah proses pemasaran, secara umum, tim marketing memberikan penawaran tarif dan
terms & conditions yang standar kepada lembaga perbankan dan pembiayaan. Penawaran ini
bisa dilakukan secara direct/ langsung kepada Perbankan atau Pembiayaan juga dapat melalui
jasa keperantaraan Broker yang mewakili Perbankan atau Pembiayaan.

Atas penawaran dimaksud, lembaga perbankan/ pembiayaan pada umumnya menyampaikan


syarat dan ketentuan yang telah diberlakukan kepada rekanan asuransi existing-nya dan
meminta sekiranya Asuransi Jasindo berminat menjadi rekanan di Asuransi Kredit segmen ini,
49
maka tarif dan terms & conditions yang diberikan agar disesuaikan dengan atau bahkan dapat
bersaing dengan produk yang sama dari Perusahaan Asuransi lainnya.

Jika Asuransi Jasindo setuju untuk mengikuti, selanjutnya kedua belah pihak mengikatkan diri
dalam sebuah Perjanjian Kerjasama (PKS). Untuk Bank Umum Nasional dan Bank
Pembangunan Daerah, pada umumnya telah memiliki standard wording Perjanjian Kerjasama
(PKS) atas produk Asuransi Kredit dengan perusahaan Asuransi lain, sehingga pada saat
berminat untuk bekerjasama dengan Perusahaan, Bank memberikan draft Perjanjian Kerjasama
yang telah mengatur tata cara, mekanisme penutupan dan mekanisme klaim serta tarif dan terms
& conditions. Pada situasi ini, ruang negosiasi untuk wording PKS menjadi sangat sempit
apabila ingin turut serta dalam panel Asuransi kredit ini.

Pada saat itu, dimana Perusahaan sedang pada posisi mengejar pertumbuhan, target Kantor
Cabang atau suatu unit bisnis condong dinilai berdasarkan perolehan premi. Pada posisi
tersebut, premi kumpulan tentu menjadi solusi yang sangat menarik karena proses akuisisi
sudah berbasis PKS dan sistem. Terlebih, pada saat itu, profile loss record yang tersedia di
market masih sangat rendah sehingga dipandang sebagai bisnis profitable.

Atas set tarif, terms & conditions dan draft PKS dimaksud, Kantor Cabang mengajukan kepada
Kantor Pusat untuk tarif dan terms & conditions untuk mendapatkan persetujuan dan
permintaan penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS).

2. Akseptasi
Akseptasi pada perusahaan asuransi dapat dipersamakan dengan proses analisa kredit pada
lembaga pembiayaan. Pada posisi ini, proposal pertanggungan risiko ataupun prospek yang
masuk dianalisa berdasarkan underwriting information.

Proses akseptasi dimulai dari Kantor Cabang mengajukan persetujuan kepada Kantor Pusat
apabila diatas limit wewenang Kantor Cabang melalui sistem STAR Jasindo dengan
melampirkan beberapa informasi diantaranya:
- Tarif yang diminta
- Terms & conditions
- Draft Perjanjian Kerjasama
- Informasi skema pengucuran kredit
- Informasi tarif dan terms & conditions dari pesaing

Dokumen dan informasi data yang disampaikan oleh Kantor Cabang secara umum minim,
bahkan sering hanya terbatas pada tarif premi yang diminta dan terms & conditions yang
diharapkan. Minimnya dokumen yang disampaikan oleh Kantor Cabang juga dapat dipengaruhi
50
oleh minimnya informasi dan data yang disampaikan oleh bank. Informasi seperti profil Debitur
secara keseluruhan, persentase jumlah Debitur dalam rentang usia tertentu dibanding dengan
total populasi Debitur di kelas kredit dimaksud, kebutuhan akan percepatan penjualan
perbankan dengan memberikan automatic cover tanpa pemeriksaan kesehatan, hingga
ketidakterbukaan pihak bank tentang NPL terkait kredit yang diberikan.
Berdasarkan data dan informasi yang disampaikan oleh Kantor Cabang, dilakukan analisa oleh
Underwriting di Kantor Pusat kemudian memberikan persetujuan tarif premi dan terms &
conditions. Apabila Perjanjian Kerjasama belum ada, biasanya tarif premi dan terms &
conditions yang disetujui oleh Underwriting Kantor Pusat menjadi dasar dalam pembuatan
Perjanjian Kerjasama. Namun demikian, terkadang pengajuan tarif premi dan terms &
conditions kepada Underwriting Kantor Pusat berdasarkan Perjanjian Kerjasama yang sudah
ditandatangani, sehingga Underwriting kesulitan untuk memberikan analisa dan
rekomendasinya.

Selanjutnya, Kantor Cabang menerbitkan Polis Induk pada sistem STAR sesuai dengan
persetujuan yang telah diberikan oleh Kantor Pusat. Beberapa Kantor Cabang ada yang
menerbitkan Polis Induk untuk diberikan kepada Bank, ada juga yang tidak menerbitkan Polis
Induk (schedule dan wording Polis Induk) dan hanya berdasarkan pada Perjanjian Kerjasama
(PKS) yang sudah ditandatangani. Hal ini terkadang menjadi potensi dispute ketika ketentuan
yang ada pada wording Polis tidak tertuang didalam Perjanjian Kerjasama.

Sebagai suatu penutupan kumpulan, umumnya mekanisme penyampaian penutupan Asuransi


kredit ini adalah dengan pengiriman bordero secara bulanan. Atas realisasi kredit bulan
sebelumnya disampaikan secara kumpulan pada bulan berikutnya. Atas bordero yang
disampaikan oleh Bank, umumnya Kantor Cabang memeriksa apakah bordero yang
disampaikan telah sesuai dengan isi PKS. Apabila telah sesuai, maka Kantor Cabang menginput
dalam realisasi Polis Induk yang kemudian diterbitkan sertifikat dan nota tagihan. Pengiriman
sertifikat polis dan nota tagihan ini menjadi dasar Bank membayarkan preminya.

Dalam beberapa kasus, pada saat Bank menyampaikan bordero kepada Perusahaan Asuransi
sudah dibarengi dengan pembayaran preminya. Hal ini sering menjadi kendala ketika pengajuan
Asuransi ini adalah untuk kondisi yang case by case dimana penutupan umumnya memerlukan
ketentuan medis. Premi yang disetorkan tidak dapat dilakukan pembukuan karena harus
menunggu persetujuan atas hasil medis yang diberikan. Secara umum tenggang waktu
pembayaran premi untuk bisnis Asuransi kredit ini diberikan selama 30 (tiga puluh) hari sejak
sertifikat dan nota tagihan diterima oleh Bank. Namun ada beberapa Perjanjian Kerjasama yang
mengatur bahwa pembayaran premi bersamaan dengan pengiriman bordero kepada Perusahaan
Asuransi. Pada produk yang masih menggunakan format PA Plus, atas polis realisasi yang

51
diterbitkan oleh Kantor Cabang, Kantor Pusat menarik datanya secara bulanan untuk dapat
disesikan kepada Asuransi Jiwa atas risiko Normally Death (ND).

Dalam pelaksanaan penutupan, khususnya pertanggungan yang dilakukan melalui perjanjian


kerjasama dan polis induk sangat minim dilakukan risk asseesment mengingat pada saat
penutupan pihak bank hanya mengirimkan deklarasi yang berisikan sejumlah data dalam bentuk
tabel, namun dokumen pendukung baru disampaikan pada saat terjadi klaim.
Sehingga selama proses awal penutupan, dokumen debitur disimpan oleh pihak bank. Di
samping itu debitur didaftarkan dalam bentuk jaminan secara automatic cover atas nilai dan
kondisi yang telah disepakati sehingga tidak lagi dilakukan analisa terhadap objek
pertanggungan.

3. Klaim
Berikut ini disampaikan proses secara umum klaim asuransi kredit yang ada di Asuransi Jasindo
dimana proses ini berupa rangkaian dari tahap-tahap dalam penyelesaian klaim asuransi kredit
tersebut.

a. Penerimaan Laporan Klaim


Penerimaan laporan klaim dari Tertanggung ke kantor cabang/group KPB dapat melalui
lisan, tulisan maupun bentuk media komunikasi lainnya yang dapat terdokumentasi.
Selanjutnya unit klaim Jasindo harus memperhatikan ketentuan/ persyaratan polis/ open
cover/ Perjanjian Kerjasama (PKS)dan/ atau koasuransi dan/ atau reasuransi treaty.

b. Penelitian Awal Klaim


Pada tahap ini dilakukan penelitian awal klaim dan membuat Analisa Pendahuluan yang
antara lain mencakup :
- Pelaporan klaim masih dalam tenggang waktu pelaporan sesuai dengan ketentuan polis/
open cover/ PKS.
- Tanggal kerugian masih di dalam jangka waktu pertanggungan polis.
- Objek kerugian sebagai objek pertanggungan.
- Pelunasan premi sesuai ketentuan polis/ open cover/ PKS.
- Keterangan awal mengenai peristiwa/ kejadian yang menyebabkan kerugian (Proxima
Causa).
- Mengecek kelengkapan dokumen dan kevaliditasan dokumen sesuai yang dipersyaratkan
dan polis atau pun Perjanjian Kerjasama yang diperjanjikan antara Jasindo dengan
Tertanggung .

52
c. Entry ke dalam Sistem Aplikasi Star
Selanjutnya unit klaim memasukkan laporan klaim tersebut kedalam sistem aplikasi
internal Jasindo yaitu sistem STAR berupa Notification of Loss ( NOL) sebagai laporan
awal kerugian. Dalam tahap ini dimasukkan data-data berupa estimasi kerugian, data-data
material lainnya seperti apakah perlu dilakukan survey atau tidak ( baik independent
investigator atau in house) dan apakah ada potensi dari subrogasi. Kemudian dilanjutkan
dengan men-entry Laporan Kerugian Sementara ( LKS) dengan melampirkan dokumen-
dokumen pendukung klaim yang telah divalidasi sesuai yang telah diperjanjikan. Apabila
melibatkan koasuransi/reasuransi, maka dilanjutkan dengan menerbitkan Preliminary Loss
Advice (PLA) ke masing-masing member atau reasuradur. Data LKS dan PLA yang ada di
dalam STAR akan digunakan untuk pembentukan Cadangan Klaim.

d. Analisa Klaim
Berdasar data yang ada dalam sistem STAR tersebut maka klaim dianalisa untuk kemudian
diberikan keputusan apakah memang dapat dijamin untuk kemudian dibayarkan ataukah
ditolak karena tidak terjamin dalam polis atau PKS. Survey investigasi terhadap klaim
memang belum memungkinkan untuk dilakukan atas seluruh klaim yang terjadi, sehingga
ada kategori klaim tertentu yang dilakukan survey investigasi.

Dasar kategorinya dapat berupa dari analisa dokumen, trend klaim di suatu wilayah atau
pada periode waktu tertentu, jangka waktu kematian hingga kelengkapan dokumen klaim
yang melewati batas waktu perjanjian, dan sebagainya.

Keterbatasan tenaga surveyor investigator juga menjadi salah satu hal yang membatasi
untuk dilakukannya survey investigasi secara menyeluruh, klaim-klaim yang dijadikan
sampel investigasi jumlahnya sangat terbatas. Disamping itu juga kaitannya dengan SLA
(service level agreement) pelayanan klaim dalam rentang waktu yang diatur dalam
Perjanjian Kerjasama memberi rentang waktu yang sangat terbatas untuk dilakukan survey
investigasi dengan sampel yang lebih banyak. Dokumen pendukung klaim serta hasil
laporan survey investigator bila ada menjadi dasar pengambilan keputusan.

e. Keputusan Klaim
Penyelesaian klaim Asuransi Kredit ini mempunyai limit wewenang yang ditetapkan dalam
SK Limit Wewenang Penyelesaian Klaim berdasar besaran jumlah klaim yang terjadi.
Limit wewenang ini diberikan kepada Kepala Cabang, Head of Klaim Aneka dan
Keuangan, Group Head Klaim Pengembangan Bisnis serta Direktur Bidang.

53
f. Penyampaian Keputusan Klaim
Apabila klaim telah diputuskan maka Jasindo melalui kantor cabang akan menyampaikan
kepada Tertanggung terkait keputusan tersebut dan jika Tertanggung setuju maka
selanjutnya akan membuat Laporan Penyelesaian Klaim (LPK) dimana apabila klaim
tersebut dijamin maka LPK tersebut akan di entry dengan jumlah besaran klaim yang
disetujui serta untuk segera diterbitkan nota penyelesaian klaimnya. Apabila klaim ditolak
maka team Jasindo akan menyampaikan kepada Tertanggung dan kemudian LPK akan di
entry dengan status klaim ditolak / no claim. Apabila melibatkan koasuransi/reasuransi,
maka dilanjutkan dengan menerbitkan Definite Loss Advice (DLA) kemasing-masing
member atau reasuradur.

g. Pembayaran Klaim
Segera setelah nota penyelesaian klaim diterbitkan, diteruskan ke unit keuangan untuk
dilakukan pembayaran klaim. Waktu pembayaran klaim maksimal 30 hari setelah
disepakati besaran nilai klaim antara Jasindo dengan Tertanggung, atau lebih cepat sesuai
dengan kesepakatan yang diatur didalam PKS.

h. Subrogasi

Dalam prinsip-prinsip dasar asuransi, terdapat prinsip indeminitas. Prinsip indemnitas


mengatur pemberian ganti-kerugian. Indeminty dapat diartikan sebagai suatu mekanisme
dimana Perusahaan Asuransi memberikan ganti-rugi finansial dalam suatu upaya
menempatkan Tertanggung, dalam hal ini bank, pada posisi keuangan yang dimiliki pada
saat sesaat sebelum kerugian itu terjadi. Dengan kata lain, Penanggung akan memberikan
ganti-rugi sesuai dengan kerugian yang benar-benar diderita Tertanggung, tanpa ditambah
atau dipengaruhi unsur-unsur mencari keuntungan atau profit.

Prinsip Indemnitas tidak membenarkan pihak Tertanggung bank (atau lembaga keuangan
non bank lainnya) mengambil keuntungan dari adanya kredit macet. Jika Tertanggung
masih berpotensi untuk mendapatkan haknya atas pembayaran kredit dari debitur, berarti
ada 2 (dua) sumber ganti rugi yang dimiliki oleh Tertanggung, yaitu Perusahaan Asuransi
atau debiturnya. Jika setelah menerima penggantian kerugian dari Perusahaan Asuransi
kemudian kemudian menerima juga penggantian dari debitur, maka Bank akan menikmati
penggantian yang lebih besar dari kerugian yang diderita.

Dengan kata lain, bank sebagai Tertanggung telah mendapatkan keuntungan dari adanya
kerugian tersebut. Maka untuk mendukung agar prinsip ini berjalan, maka diterapkan
prinsip subrogasi. Prinsip ini mengatur dalam hal seorang Penanggung telah menyelesaikan
pembayaran ganti-rugi yang diderita oleh Tertanggung, maka secara otomatis hak yang
dimiliki Tertanggung atas pemenuhan kewajiban debitur, baik melalui mekanisme
54
peluanasan angsuran maupun sita jaminan, beralih ke Penanggung. Penerapan prinsip
subrogasi diperkuat oleh Pasal 284 Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang
menyebutkan:

“Seorang Penanggung yang telah membayar kerugian sesuai barang yang diper-
tanggungkan, menggantikan si Tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap
orang-orang ketiga berhubung dengan menerbitkan kerugian tersebut; dan si tertanggung
itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si
Penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.”

Mempertimbangkan bahwa penutupan ini merupakan penutupan kumpulan dan Asuransi


Jasindo akan kesulitan memonitor proses reguler yang dilakukan bank terhadap debitur
kredit macet, maka proses subrogasi dilakukan secara berkala. Asuransi Jasindo akan
menerbitkan daftar pembayaran klaim berikut nilainya dan menyampaikan kepada bank
sekaligus menyampaikannya sebagai sebuah data rekonsiliasi subrogasi. Bank akan
mengecek daftar konfirmasi subrogasi, melengkapi dan menindaklanjuti dalam hal terdapat
pelunasan kredit atau pemulihan status debitur dari tidak lancar menjadi lancar. Jika
terdapat hal tersebut, maka bank akan membayarkan subrogasi kepada Asuransi Jasindo,
maksimal sebesar pencairan klaimnya.

D. Manajemen Risiko

Kondisi perusahaan di tahun 2020 mengalami tekanan bisnis baik dari faktor eksternal maupun
internal. Di eksternal, dampak Covid-19 telah melemahkan perolehan pendapatan, terganggunya
cashflow karena penjadwalan pembayaran premi secara cicilan serta penurunan potensi pendapatan
investasi karena melemahnya financial market. Di internal, dampak eksternal Covid-19 men-
signifydeterioration dari performa lini bisnis Asuransi Kredit yang hampir semuanya didominasi
kredit konsumtif dan produktif (perseorangan).

Kondisi ini masih berpotensi terjadi di perusahaan selama beberapa tahun ke depan karena Lini
Bisnis Asuransi Kredit merupakan polis dengan periode pertanggungan yang sifatnya long term
(jangka panjang) mengikuti tenor kredit perbankan yang bisa mencapai 15 (lima belas) tahun atau
lebih. Untuk merumuskan suatu rekomendasi menyeluruh atas perbaikan bisnis lini produk Asuransi
Kredit, diperlukan terlebih dahulu root cause analysis untuk menguraikan apa yang sebenarnya
menjadi penyebab mendasar permasalahan yang timbul di lini bisnis Asuransi Kredit. Harapannya,
formula solusi yang disusun tidak hanya merupakan respon-respon kasuistis yang tidak menyentuh
pada akar permasalahan sehingga penyelesaiannya tidak tuntas.

55
1. Root Cause Analysis

Mengurai root cause artinya mengurai kembali aspek-aspek dari praktik kredit perbankan
maupun risk appetite bisnis pada saat itu. Berdasarkan latar belakang, landasan teori maupun
paparan historikal implementasi Asuransi Kredit di Asuransi Jasindo, dilakukan root cause
analysis dan selanjutnya cause and effect diagram atau dikenal juga dengan fish bone diagram.

Berdasarkan situasi yang terjadi sekarang, permasalahan yang terjadi pada lini bisnis Asuransi
Kredit dapat diuraikan ke dalam 3 (tiga) permasalahan utama:

a. Loss ratio tinggi


Loss ratio merupakan perbandingan earned premium dan klaim yang terjadi, baik yang
sudah diselesaikan maupun yang masih menunggu proses penyelesaian. Semula,
perhitungan loss ratio menggunakan perhitungan seperti polis asuransi kerugian yang
bersifat tahunan (short period), yaitu Gross Written Premium (GWP) dibagi dengan klaim.
Dengan sifat bisnis dengan periode asuransi jangka panjang, maka perhitungan loss ratio
seperti itu akan menimbulkan bias seolah-olah performa masih dalam posisi untung, tidak
disadari bahwa kewajiban yang masih haru ditanggung masih panjang. Tabel 2 pada Bab I
menggambarkan grafik loss ratio yang meningkat dari tahun ke tahun, bahkan dengan tren
yang semakin tajam di 3 (tiga) tahun ke belakang dan tertinggi di tahun 2020.

b. Hasil underwriting minus


Dengan loss ratio yang selalu di atas 100% berdasarkan perhitungan earned premium dan
klaim sejak 2019 dan memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya akuisisi
dan biaya manajemen, maka hasil underwriting sejak tahun 2018 sudah mencatatkan
negative result dengan tren negatif yang semakin dalam, terutama dengan kondisi ekonomi
akibat dampak Covid-19 membuat forecasting hasil underwriting akan terus minus sampai
dengan tahun 2045.
c. Masih menanggung liabilitas jangka panjang
Liabilitas jangka panjang yang dihitung sampai dengan berakhirnya periode polis terakhir
adalah sampai dengan tahu 2045. Pada spektrum waktu yang sangat panjang,
ketidakpastian performa kredit perbankan akan lebih sulit diprediksi dengan ketidakpastian
tinggi.

Berdasarkan uraian dalam bab ini maupun bab-bab sebelumnya, terdapat sekurang-kurangnya 4
(empat) penyebab utama yang mengakibatkan loss ratio tinggi, hasil underwriting minus dan
liabilitas jangka panjang sampai dengan tahun 2045.

56
Berikut uraian keempat penyebab utama berikut rincian sub penyebab di masing-masing
penyebab utama tersebut:

a. Price (Harga)
Harga premi yang terbentuk sebagian besar merupakan harga pasar yang sangat
dipengaruhi tingkat kompetisi pasar asuransi yang sangat tinggi dan daya tawar perbankan
yang lebih tinggi dibandingkan asuransi. Setiap penawaran hanya berdasarkan harga
existing yang ada di daftar rekanan existing bank, bahkan dapat terjadi Asuransi Jasindo
menurunkan kembali harga agar bersaing di antara rekanan yang ada. Sebaran harga yang
tidak merata merefleksikan usia juga membuat harga premi Asuransi Jasindo cenderung
“lebih tinggi” di usia muda relatif dibandingkan rekanan asuransi lain dan “lebih murah” di
usia tua. Bahkan tidak jarang, Asuransi Jasindo menyanggupi untuk menawarkan sampai
dengan usia di atas 65 (enam puluh lima) tahun sebagai entry point menjadi rekanan
sehingga portofolio Asuransi Jasindo berdasarkan usia nasabah bank banyak di usia-usia
tua. Pada saat itu dengan data dan riset market yang ada, penetapan tarif untuk kedua jenis
produk diatas memang sudah dalam range yang “saat ini” ternyata dirasakan dan terbukti
kurang adequate.

b. Produk
Produk Asuransi Kredit merupakan produk yang telah didaftarkan dan memperoleh izin
Otoritas Jasa Keuangan untuk dipasarkan. Seiring dengan kompetisi yang semakin tinggi,
produk yang dipasarkan mengalami perubahan sesuai dengan permintaan nasabah (bank/
koperasi), seperti perubahan coverage yang menjadi sangat luas tanpa ada penyesuaian
terhadap premi risiko.

Salah satu perubahan coverage adalah Perusahaan menjamin Debitur yang berusia di atas
65 tahun, dimana semakin tinggi usia debitut semakin tinggi pula risiko kegagalan
pembayaran kredit akibat kematian. Risiko kerugian yang dialami Perusahaan makin tinggi
karena risiko kematian normal (normally death) yang menjadi bagian di dalam produk
Jasindo CPI menjadi retensi sendiri.

Tarif dan terms and conditions antara yang Jasindo ajukan kepada OJK dengan yang
dipasarkan atau diminta dari pihak perbankan memiliki perbedaan seperti dari sisi tenor
kredit, usia awal kredit, usia maksimum yang dapat dicover saat tenor kredit selesai, dan
beberapa hal lainnya. Hal ini membuat risiko yang ditanggung tidak sesuai lagi dengan
terms and conditions awal yang dimaksud dalam penyusunan produk, sehingga tarif
menjadi tidak cukup adequate dengan risiko yang ditanggung oleh Jasindo.

57
Selain itu juga review ketika loss ratio mencapai persentase tertentu seperti yang
diperjanjikan dalam perjanjian kerjasama tidak dilakukan, sehingga ketika loss ratio
semakin dalam atau meningkat tidak dilakukan langkah berkelanjutan untuk melakukan
review dan langkah-langkah perbaikan.

c. Proses
Proses akseptasi lini bisnis ini cenderung membuat underwriter kurang dapat menerapkan
prinsip prudent underwriting, disebabkan hampir seluruh Debitur yang diajukan pihak
Bank harus dijamin Perusahaan, sehingga underwriter tidak dapat melakukan proses seleksi
risiko secara optimal. Selain itu, proses sinkronisasi data Debitur baik itu antara pihak Bank
(Tertanggung) dengan Perusahaan belum dapat dilakukan secara real time dan dalam
format data yang dibutuhkan Perusahaan, sehingga database Perusahaan masih cenderung
lemah yag mengakibatkan kurangnya analisa dan evaluasi yang menyeluruh dan detail
terkait lini bisnis ini. Kurangnya kualitas data yang dimiliki berdampak pada penetapan
rate premi yang kurang adequate, di samping tingginya kompetisi. Selain itu, proses
pencatatan atau pembukuan pendapatan (Premi) dan liabilitas (Klaim) Perusahaan belum
dilakukan secara sistem dan sesuai, yang mengakibatkan bias dalam pengambilan
kesimpulan atas profitabilitas lini bisnis ini.

Akhirnya, bisnis ini seperti terjebak dan berjalan seperti Ponzi Scheme dimana premi yang
masuk di awal dipandang sangat besar dan menguntungkan, namun seiring meningkatnya
loss record, premi yang masuk digunakan untuk membayar klaim dan begitu seterusnya.
d. People
Bicara mengenai people tidak terlepas dari kultur bisnis Perusahaan. Pada masa-masa tahun
2014-2017, Asuransi Jasindo diidentifikasi pada kuadran growth dan terus berorientasi
pada growth. Akibatnya, setiap bisnis yang dikejar selalu semata-mata berdasarkan volume
premi saja dengan perhatian yang sangat minim pada hasil underwriting. Setiap akan masuk
ke dalam suatu segmen bisnis, kurang dilakukan persiapan matang karena mengejar
momen. Akibatnya, proses bisnis tidak dikembangkan dengan memadai dan kultur untuk
selalu melakukan continuous improvement juga sangat minim sehingga tidak dilakukan
evaluasi selama tidak ada simptom yang mengarah pada kegagalan proses.

Di samping itu juga terkait kompetensi khususnya Underwriter di Jasindo yang luput
dipersiapkan dalam menganalisa kredit, sementara produk yang di-underwrite juga
membutuhkan keahlian dan kompetensi terkait kredit secara menyeluruh.

58
Berikut fish bone diagram dari analisa root cause permasalahan di lini bisnis Asuransi Kredit.

Gambar 7 Fish Bone Diagram

Dari diagram fish bone di atas, proses identifikasi ri


risiko
siko berikut mitigasinya akan menjadi
langkah analisa lanjutan sebelum mengarah pada formulasi solusi.

2. Identifikasi Risiko dan Mitigasinya

Menunjuk hal tersebut, berikut adalah Profil Risiko Lini Bisnis Asuransi Kredit berikut pola
mitigasinya mengacu kepada
da Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 44/POJK.05/2020:
N Jenis Risiko Risiko Dampak Inherent Risk Mitigasi
o Probabilit Impac Nilai
y t Risiko
1 Risiko Potensi 1. RBC dibawah 3 4 12 1. Menyusun solusi
Strategi ketidakcukupan 120% menyeluruh &
Strategi dalam 2. Operating komprehensif
perbaikan lini Cashflow terhadap perbaikan
bisnis Asuransi
suransi semakin lini bisnis
Kredit terbebani ASURANSI KREDIT
2. Bekerjasama dengan
OJK maupun asosiasi
untuk bersama-
bersama menyusun
kebijakan terkait
pengelolaan
ASURANSI KREDIT
ke depannya.
3. Bekerjasama dengan
pemegang saham
untuk melakukan

59
N Jenis Risiko Risiko Dampak Inherent Risk Mitigasi
o Probabilit Impac Nilai
y t Risiko
2 Potensi kehilangan 1. Tidak 3 5 15 negosiasi dengan
premi pada key tercapainya Bank BUMN mapun
account akibat target premi BPD terkait
laporan keuangan maupun laba perbaikan T&C
yang negatif. perusahaan maupun mekanisme
2. Berdampak stop loss maupun risk
signifikan sharing
terhadap 4. Menyusun proposal
keberlangsunga yang efektif untuk
n perusahaan Penyertaan Modal
kedepannya. Negara (PMN)
3 Risiko Potensi tingginya 1. Lonjakan 3 5 15 1. Penyusunan
Asuransi klaim Asuransi klaim yang pencadangan klaim
Kredit yang belum signifikan yang lebih
dilaporkan 2. Semakin mencukupi.
diakibatkan adanya berdampak 2. Perlu antisipasi
kebijakan relaksasi terhadap sumber pendanaan
OJK atas dampak keuangan agar dapat
pandemi Covid-19. (laba, menyelesaikan
cashflow) kewajiban yang ada
4 Potensi perusahaan 3 5 15 3. Strategic oriented
meningkatnya training dan
Rasio Klaim development di area
ASURANSI teknik, baik itu
KREDIT akibat marketing,
ketidakcukupan underwriting, survey,
perbaikan T&C, klaim;
penetapan premi 4. Evaluasi menyeluruh
(pricing), dan pedoman & prosedur
kesulitan yang berlaku dalam
mendapatkan proses underwriting
coverage dan klaim
reasuransi.
5 Risiko Potensi Mengakibatkan 4 4 16 1. Strategic-oriented
Operasional ketidakcukupan kesalahan training dan
ketersediaan data pengambilan development di area
Perusahaan dari sisi keputusan entry data
akurasi, kualitas, seperti: 2. Peremajaan kebijakan
legibilitas data. 1. Pembayaran dan digitalisasi
klaim yang tidak proses underwriting;
akurat 3. Sentralisasi
2. Pencadangan penanggung jawab
yang tidak tepat data Perusahaan
3. Perbaikan 4. Mekanisme Reward
T&C yang tidak & Punishment
sesuai (contoh: KPI
4. Profil risiko karyawan dll.) dalam
yang tidak sesuai proses data entry oleh

60
N Jenis Risiko Risiko Dampak Inherent Risk Mitigasi
o Probabilit Impac Nilai
y t Risiko
karyawan
6 Ketidakcukupan Pembayaran 4 4 16 Evaluasi menyeluruh
prosedur untuk klaim yang tidak pedoman & prosedur
mendeteksi adanya akurat yang berlaku dalam
fraud dalam klaim proses pendeteksi fraud
Asuransi Kredit
7 Risiko Gagalnya 4 4 16 1. Perbaikan sistem
ketidakcukupan penerapan pengelolaan talent
dan/ atau mitigasi maupun dan talent
ketidaksesuaian strategi perbaikan readiness.
kompetensi SDM lini bisnis 2. Penyesuaian/
dalam menjalankan Asuransi Kredit Review kembali
kebijakan maupun sistem Grading
operasional OJK. Perusahaan
8 Risiko kegagalan Beban terhadap 4 4 16 Evaluasi menyeluruh
memperoleh keuangan dan pembuatan
subrogasi atas klaim semakin pedoman & prosedur
ASURANSI meningkat akibat yang efektif dalam
KREDIT akibat: tidak adanya proses subrogasi
1. Kekurangan recovery klaim
SDM dari sisi subogasi.
2. Ketidakcukupan
prosedur
maupun
kebijakan yang
tercantum
dalam PKS
9 Risiko Risiko 1. RBC dibawah 4 5 20 Melakukan pemantauan
Likuiditas ketidakcukupan 120% secara berkala terhadap
aset yang dimiliki 2. Operating kesesuaian aset dan
perusahaan untuk Cashflow liabilitas yang dimiliki
menyelesaikan semakin
liabilitas yang terbebani
semakin tinggi
akibat
meningkatnya
klaim ASURANSI
KREDIT.

61
N Jenis Risiko Risiko Dampak Inherent Risk Mitigasi
o Probabilit Impac Nilai
y t Risiko
10 Risiko Risiko 1. Meningkatnya 4 4 16 1. Melakukan negosiasi
Hukum meningkatnya biaya penanganan dan/ atau diskusi
somasi kepada hukum secara intensif
Perusahaan, 2. Berkurangnya kepadaTertanggung
khususnya untuk sumber daya terkait kerja sama
lini bisnis yang seharusnya bisnis.
ASURANSI menyelesaikan 2. Perlunya peningkatan
KREDIT, akibat: permasalahan kuantitas terkait
1. Perubahan T&C ASURANSI karyawan yang
dalam Polis KREDIT terlibat dalam
2. Outstanding teralihkan untuk penyelesaian kasus
klaim yang belum penyelesaikan hukum maupun
dibayarkan masalah hukum. penyelesaian klaim.
11 Risiko tuntutan 4 4 16 Perlunya peningkatan
hukum akibat kuantitas terkait
dugaan korupsi karyawan yang terlibat
dalam pengelolaan dalam penyelesaian
asuransi kasus hukum maupun
ASURANSI penyelesaian klaim.
KREDIT.
12 Risiko Risiko adanya 1. Pemberian 3 3 9  Meningkatkan
Kepatuhan pelanggaran Sanksi dari pengawasan atas
regulasi yang Regulator penerapan terhadap
dilakukan oleh 2. Berdampak regulasi yang
perusahaan. negatif kepada berlaku.
1. Ketidakcukupan reputasi  Melakukan
pencadangan perusahaan dan sosialisasi kepada
2. Ketidaksesuaian kepercayaan insan Perusahaan,
izin produk yang nasabah di masa minimal pihak-pihak
didaftarkan dengan depan yang terpapar risiko
produk yang atas regulasi tersebut
dipasarkan  Meningkat peran dan
3. Terdapat risiko fungsi evaluasi
ND yang diretensi produk oleh komite
oleh Perusahaan produk
13 Risiko Risiko menurunnya 1. Kesulitan 3 4 12  Melakukan
Reputasi kepercayaan untuk sosialisasi dan
masyarakat memasarkan diseminasi informasi
terhadap asuransi, produk asuransi. untuk mendapatkan
sebagai akibat dari: 2. Tidak kembali kepercayaan
1. Pemberitaan tercapainya target masyarakat,
negatif terkait premi maupun khususnya pada
ASURANSI laba perusahaan Perusahaan
KREDIT
2. Pemberitaan atas
risiko hukum
apabila terjadi

62
Tabel 8 Tabel Risk Register Asuransi Kredit

Identifikasi, penilaian dan formulasi mitigasi risiko disusun pada saat program evaluasi dan
restrukturisasi Asuransi Kredit dilakukan. Program restrukturisasi atau recovery plan yang disusun.

E. Tinjauan Hukum atas Perjanjian Kerjasama


Dalam proses perbaikan bisnis Asuransi Kredit, penting untuk mengevaluasi kembali berbagai
Perjanjian Kerjasama agar memahami dimana peluang negoisiasi Perusahaan dan dimana
kelemahan posisi Perusahaan untuk dihindari di masa yang akan datang.

Telah dilakukan review atas PKS dan Polis dari 22 Tertanggung. Berikut aspek-aspek yang telah
dikaji dari sisi legal atas Perjanjian Kerjasama yang sedang berjalan:

1. Pendefinisian Loss Ratio


 Definisi L/R (sebagaimana tercantum dalam PKS Bank Mandiri Taspen ) Loss Ratio
dihitung dengan cara jumlah klaim dibagi dengan premi dikalikan dengan 100%.
 Apabila Loss Ratio melebihi 50%, maka Penanggung akan mereview seluruh T&C
(sebagaimana tercantum dalam PKS dan Polis BJB, BWS, dan Bank Mandiri Taspen)
 Jika tidak terdapat definisi L/R dalam PKS/Polis, maka sesuai Pasal 1343 KUHPerdata:
“Jika kata-kata dalam perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran, maka kata-
kata tersebut harus ditafsirkan menurut maksud dari kedua belah pihak yang membuat
perjanjian tersebut daripada memegang teguh arti kata-kata menurut huruf “

2. Itikad Baik Perjanjian


 PARA PIHAK dengan ini menjamin akan melaksanakan ketentuan dalam Perjanjian dengan
penuh tanggung jawab (profesional) dan atas kerjasama yang saling menguntungkan
(sebagaimana tercantum dalam PKS Bank Mandiri).
 Ketentuan tentang asas itikad baik diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata: “Perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik” Para Pihak melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepecayaan atau keyakinan dan kemauan yang baik dari para pihak.

3. Pengakhiran/ Pembatalan Perjanjian


 Tertanggung dapat melakukan pembatalan polis dengan persetujuan Penanggung, dan premi
akan dikembalikan secara prorata
 Penerima jaminan wajib meminta persetujuan kepada Penjamin mengenai perubahan atau
pembatalan L/C atau SKBDN ( sebagaimana tercantum dalam PKS BWS).
 Masing-Masing Pihak berhak untuk Penghentian Perjanjian, namun kewajiban –kewajiban
yang belum diselesaikan pada saat berakhir atau diakhirinya Perjanjian, maka penutupan

63
penjaminan masih tetap berlangsung (sebagaimana tercantum dalam PKS BWS, Bank J
Trust, Mandiri Taspen)
 Pasal 1338 ayat 2 KUHPerdata
“Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah
pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu”.
 Pasal 20 ayat 2
PIHAK yang bermaksud melakukan penundaan dan/atau pembatalan Perjanjian sebagaimana
dimaksud ayat 1 pasal ini, wajib memberitahukan secara tertulis terlebih dahulu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari Kalender sebelumnya dengan disertai alasan dan bukti yang dapat
diterima.(sebagaimana tercantum dalam PKS BRI)
 Perjanjian ini berakhir apabila salah satu pihak dalam Perjanjian ini dicabut izin usahanya
oleh OJK dan/atau otoritas yang berwenang.(sebagaimana tercantum pada PKS Mandiri
Taspen)
 Pasal 1338 ayat 2 KUHPerdata
“Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah
pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu ‘

Jasindo dapat mengakhiri Perjanjian dan melakukan Pembatalan Polis dengan disertai alasan dan
bukti yang dapat diterima dan disepakati oleh Para Pihak.

Terdapat 2 (dua) kemungkinan dampak yang harus ditanggung oleh Penanggung dalam hal
Perjanjian Asuransi menjadi batal, antara lain:
1. Perjanjian Asuransi dianggap tidak pernah terjadi dan Penanggung harus mengembalikan
premi untuk seluruhnya; atau;
2. Perjanjian Asuransi dianggap berakhir lebih awal dan Penanggung harus mengembalikan
premi untuk waktu yang belum dipertanggungkan kepadanya.

Atas dasar hal tersebut dapat disimpulkan bahwa :


- Jasindo sebagai Penanggung dapat membatalkan/mengakhiri Perjanjian Asuransi secara
sepihak baik terhadap Polis yang memiliki klausula pembatalan sepihak secara eksplisit
maupun implisit;
- Dalam hal Polis yang memiliki klausula pembatalan sepihak secara eksplisit:
a. Jasindo sebagai Penanggung dapat mengakhiri Perjanjian Asuransi secara sepihak.
Namun pengakhiran tersebut harus diberitahukan terlebih dahulu secara tertulis
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tanggal pengakhiran;
b. Dalam hal pembatalan perjanjian telah terjadi, Jasindo diwajibkan untuk mengembalikan
premi untuk jangka waktu yang belum habis secara prorata;

64
- Dalam hal Polis yang memiliki klausula pembatalan sepihak secara implisit:
a. Jasindo sebagai Penanggung dapat mengakhiri Perjanjian Asuransi secara sepihak, selama
Jasindo telah mengirimkan pemberitahuan tertulis terkait perubahan ketentuan jangka
waktu Perjanjian Asuransi yang telah disesuaikan untuk berakhir dalam waktu 3 (tiga)
bulan ke depan kepada Pemegang Polis;
b. Dalam hal pembatalan perjanjian telah terjadi, Jasindo wajib mengembalikan premi
seluruhnya, terhitung sejak awal mula pertanggungan

4. Ketentuan mengenai Subrogasi (sebagaimana yang tercantum dalam PKS Bank Mandiri)
1) (1) Dalam hal Jasindo telah melaksanakan pembayaran klaim kepada Bank Mandiri, maka
hak tagih akan beralih kepada Bank Mandiri.
2) (4) Setiap hasil penagihan /hasil penjualan agunan (jika ada) atau bentuk pembayaran
kewajiban pembayaran kredit lainnya dari pihak manapun setelah klaim dibayarkan oleh
Jasindo kepada Bank Mandiri, menjadi hak subrogasi yang akan dibayarkan setelah terlebih
dahulu digunakan untuk melunasi kewajiban lain Debitur .
3) Kewajiban Tertanggung untuk penarikan subrogasi dan kelalaian atas kewajiban tersebut
dapat mengurangi dan menghilangkan hak Tertanggung mendapatkan ganti rugi.
(sebagaimana klausula yang tercantum dalam PKS BWS)
Jasindo memberikan kuasa kepada Bank Woori untuk melakukan penagihan.
(sebagaimana tercantum dalam PKS BWS)

4) Pasal 284 KUHD


“Penanggung yang telah membayar kerugian barang yang dipertanggungkan, memperoleh
semua hak yang sekiranya dimiliki oleh tertanggung terhadap pihak ketiga berkenaan
dengan kerugian itu; dan tertanggung bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang
mungkin merugikan hak penanggung terhadap pihak ketiga itu”.
5) Penyelesaian Piutang Subrogasi:
- Jasindo memiliki hak subrogasi atas hak BWS kepada Terjamin.
- Secara bersama atau masing-masing melakukan upaya penagihan.
- Setiap pembayaran pelunasan dari Terjamin setelah pembayaran klaim dianggap sebagai
hasil Recovery menjadi milik Jasindo 100%.
- Penerimaan yang merupakan hasil recovery wajib dilimpahkan ke rekening Jasindo.
Pengenaan denda atas keterlambatan BWS dalam menyerahkan hasil recovery kepada
Jasindo.
- BWS wajib melakukan segala upaya didalam penyelesaian hutang Terjamin.
- Apabila sampai batas waktu 5 tahun BWS tidak memperoleh recovery, maka Jasindo
akan mengambil alih hak penagihan.

65
- Pengalihan hak tagih tidak menghilangkan kewajiban BWS untuk melakukan
penyelesaian hutang debitur.
(sebagaimana klausula yang tercantum dalam PKS BWS)
6) POJK NOMOR 6/POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjaminan
Pasal 20
(1) Sejak Klaim dibayar oleh Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Syariah,
hak tagih Penerima Jaminan kepada Terjamin beralih menjadi hak tagih Perusahaan
Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Syariah (subrogasi).
(2) Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Syariah dapat membuat perjanjian
dengan Penerima Jaminan agar Penerima Jaminan melakukan upaya penagihan atas hak
tagih Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk dan atas nama Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan
Penjaminan Syariah.
(3) Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Penjaminan Syariah, PerusahaanPenjaminan Ulang
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah memperoleh hasil penagihan secara
proporsional.

Secara jelas dalam Perjanjian Kerja Sama maupun Pasal 284 KUHD dinyatakan:
a. Penarikan Subrogasi merupakan kewajiban Tertanggung
b. Kelalaian atas kewajiban dapat mengurangi dan menghilangkan hak Tertanggung.
c. Subrogasi adalah hak Asuransi Jasindo dan Kewajiban Tetanggung untuk melakukan
penarikan Subrogasi (kecuali terdapat perjanjian tambahan perihal pengalihan hak tagih
sebagaimana ayat (2) POJK di atas).

Secara umum, Bahwa Perjanjian atau kontrak pada dasarnya adalah kesepakatan diantara para pihak
yang membuat perjanjian. Ia menjadi salah satu syarat untuk sebuah perjanjian. Kesepakatan
tentunya tidaklah asal kesepakatan, tetapi kesepakatan yang dengan sengaja untuk menciptakan
akibat hukum tertentu bagi para pihak yang bersepakat.Perjanjian sebagai kesepakatan bersama,
idealnya berupa sesuatu yang saling menguntungkan, bukan saling tipu menipu atau saling paksa
memaksa. Semestinya kesepakatan dibuat berdasarkan rasa saling percaya untuk menghasilkan
sesuatuyang bersifat simbiostik-mutualistik.

66
Saran yang dapat disampaikan dari aspek legal sebagai berikut:
1. Perjanjian yang melekatkan Pasal terkait review Terms & Conditions jika L/R melebihi 50%
(contohnya sebagaimana yang termaktub dalam Polis Bank Mandiri Taspen)
2. Klausula terkait Evaluasi merupakan klausula yang wajib dilekatkan dalam PKS dan/atau Polis,
sehingga memberikan dasar hukum dalam peninjauan tarif dan t&c.
3. Pengakhiran Perjanjian dan/atau Pembatalan Polis, dapat dilakukan dengan kesepakatan Para
Pihak ataupun secara sepihak dengan mempertimbangkan dampak financial bagi Perusahaan
dan prospek bisnis ke depan dengan Tertanggung.
4. Upaya penanganan dan Rekonsiliasi atas recovery harus dijalankan secara optimal, atau dapat
menggunakan opsi Exceptio Non Adimpleti Contractus.
5. Penandatangana form Penarikan Subrogasi oleh Tertanggung, sebelum dilakukan pembayaran
klaim, sebagai upaya dalam memastikan Tertanggung mengakui dan akan melaksanakan
kewajibannya terkait Subrogasi.

F. Tinjauan Temuan Audit terhadap Operasionalisasi Asuransi Kredit

Berdasarkan hasil audit yang dilakukan sampai dengan Desember 2020 tercatat beberapa
permasalahan dalam pengelolaan asuransi kredit. Dalam catatan hasil audit dikelompokan terhadap
3 bidang yaitu Bidang Pemasaran, Bidang Teknik dan Bidang Keuangan. Adapun beberapa catatan
hasil audit yang memiliki kriteria risiko medium menuju high risk adalah sebgai berikut :

1. Bidang Pemasaran

a. Sesuai ketentuan dalam perjanjian Kerjasama untuk penutupan asuransi Kredit dengan beberapa
pihak Perbankan khususnya Bank Pembangunan Daerah (BPD), selain besaran Imbal Jasa (Fee
Base) yang diberikan kepada Bank sesuai dengan Perjanjian Kerjasama, terdapat komitmen fee
yang diberikan oleh Branch Office berupa persentase nilai dari Produksi yang diberikan kepada
Oknum Bank diluar Imbal Jasa. Hal tersebut tidak sejalan dengan penerapan Good Corporate
Governance perusahaan.

b. Penggunaan Agen Vehicle sebagai salah satu bentuk untuk media dalam mewujudkan anggaran
untuk pembayaran komitmen fee kepada pihak-pihak tertentu di Perbankan dalam memperoleh
bisnis asuransi Jiwa Kredit, dimana ketentuan termaksud tidak diatur dalam Perjanjian
Kerjasama. Praktik tersebut dilakukan dalam kaitnya memperoleh bisnis dengan pihak
perbankan, namun hal tersebut mengakibatkan biaya akusisi yang diterapkan menjadi lebih
besar, dimana tidak seluruh bisnis tersebut ada keterlibatan agen. Sehingga pendapatan
perusahaan menjadi tidak optimal dipicu munculnya biya akusisi yang tidak seharusnya.

67
2. Bidang Teknik

a. Proses Penerbitan Polis yang mengacu pada Perjanjian Kerjasama dan Polis Induk, sangat minim
dilakukan risk assessment, mengingat pada saat penutupan sebagian besar Perbankan hanya
mengirimkan deklarasi yang berisikan sejumlah data dalam bentuk tabel, namun dokumen
pendukung baru disampaikan pada saat telah terjadi klaim. Sehingga selama proses awal
penutupan, dokumen debitur disimpan pada pihak bank. Kondisi ini terjadi merupakan dampak
bentuk jaminan secara Conditional Automatic Cover (CAC) dengan nilai dan kondisi yang
telah disepakati sehingga tidak lagi dilakukan analisa terhadap objek pertanggungan secara
proper, bahkan beberapa pertanggungan seperti Kredit Usaha Mikro (KUM) dan Kredit
Serbaguna Mikro (KSM) pada Bank Mandiri penerbitan sertifikat polis telah dilakukan secara
Host to Host dengan koneksi online real time.

b. Penempatan Reasuransi atas risiko Normaly Death ( ND ) untuk Penutupan Asuransi PA+ND
(COB 745) ke Reasuransi Tidak sesuai, terdapat indikasi duplikasi data borderoux dan terdapat
penerbitan Polis PA+ND yang sampai dengan Audit belum memiliki dukungan Reasuradur
untuk risiko Normaly Death ( ND ), sehingga saat ini perusahaan menanggung akumulasi risiko
yang seharusnya ditanggung oleh Asuransi Jiwa.

c. Penerbitan Polis asuransi Jiwa Kredit didasarkan deklarasi jumlah pertanggungan untuk
tambahan plafond kredit dan/atau perpanjangan jangka waktu kredit dengan cara memotong
langsung biaya restitusi, padahal nasabah sebelumnya tidak diasuransikan pada Perusahaan. Hal
ini berdampak seharusnya premi yang didapat Perusahaan sebesar premi gross 100% namun
pada pelaksanaannya hanya menerima premi nett 70%. Sementara risiko yang dikelola
perusahaan sebesar 100 %, terjadi ketidakseimbangan antara penerimaan premi dan risiko yang
dikelola. Berdasarkan informasi penerapan perhitungan restitusi merupakan common practice
diberikan oleh asuransi pesaing lainnya guna mendapatkan bisnis dan merupakan salah satu
kondisi prasyarat dalam melakukan kerja sama dengan pihak Bank.

d. Penerapan wording atau redaksional yang tidak inline antara Perjanjian Kerja Sama dan Polis
Induk. Pada Perjanjian Kerja Sama mengatur bahwa bila Tertanggung tidak membayar premi
sesuai yang dijadwalkan maka atas hak atas ganti rugi menjadi batal. Sedangkan dalam Polis
Induk mengatur bahwa apabila premi belum diterima Penanggung maka pertanggungan batal
dengan sendirinya (polis otomatis batal). Pada Perjanjian Kerja Sama tidak diatur mengenai
ketentuan Refund Premi, sementara dalam Polis Induk diatur bahwa tidak ada Refund Premi
kecuali Top Up, namun lampiran Polis Induk (Syarat Dan Ketentuan Polis) dinyatakan
Tertanggung dapat melakukan refund premi jika fasilitas kredit telah lunas dan top up.
Tumpang tindihnya penerapan ketentuan tersebut namun tidak semua perjanjian kerjasama

68
mengatur dalam hal terjadi perbedaan antara Perjanjian Kerjasama dan Polis Induk ketentuan
mana yang akan dijadikan rujukan.

e. Recovery atas klaim PHK dan kredit macet sulit ditarik, disebabkan belum terdapat ketentuan
pada Perjanjian Kerjasama yang mengatur secara tegas dan rinci untuk mekanisme penagihan
subrogasi klaim antara perusahaan dan nasabah. Kondisi ini terjadi pada beberapa Perjanjian
Kerjasama (PKS) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD).

3. Bidang Keuangan

a. Komponen perhitungan jumlah klaim dalam asuransi jiwa kredit terdiri dari sisa pokok
pinjaman, bunga dan denda atas keterlambatan pembayaran. Pada praktiknya sering terjadi
kesenjangan antara nilai tuntutan klaim yang memperhitungkan waktu tertentu untuk besaran
bunga dan denda keterlambatan dengan nilai klaim yang telah terealisasi pembayarannya karena
proses penyelesaian klaim dapat memakan waktu kurang dari atau melebihi dari waktu yang
telah diestimasikan sebelumnya yang disebabkan beberapa faktor seperti kekurangan dokumen
pendukung, jarak yang jauh antara Branch Office pemroses klaim dengan Branch Office Bank
yang mengajukan klaim dan lainnya. Hal ini membuat nilai klaim menjadi cenderung fluktuatif
karena akan timbul selisih lebih atau selisih kurang pembayaran klaim

b. Proses pembayaran premi yang umumnya dilakukan terlebih dahulu sebelum pengiriman
deklarasi data penutupan menyebabkan kecepatan pengakuan pelunasan premi (pembukuan)
tidak sebanding dengan kecepatan penerbitan polis, selain itu pembayaran dilakukan terkadang
secara per individu dengan frekuensi transaksi yang banyak dan minim referensi pembayaran
sehingga pembukuan pelunasan premi terkendala yang berpotensi mengakibatkan ketika terjadi
klaim, atas polis dimaksud belum dilakukan pembukuan pelunasan karena masih dalam tahap
rekonsiliasi untuk mencocokan referensi pembayaran dan polis serta kesesuaian jumlah
pembayaran.

69
BAB IV
RESTRUKTURISASI BISNIS ASURANSI KREDIT

Restrukturisasi Asuransi Kredit merupakan agenda strategis yang menjadi prioritas sekurang-
kurangnya sampai dengan tahun 2023. Analisa di bagian ini hendak memberikan rekomendasi
formula restrukturisasi bisnis asuransi kredit. Restrukturisasi bisnis diartikan sebagai perubahan
fundamental struktur bisnis dengan mempertimbangkan dampak eksternal dan faktor internal,
termasuk perbaikan sistem manajemen bisnis, keuangan, kegiatan ekonomi dan strategis, sistem
pemasaran, manajemen sumber daya manusia, kualitas pengelolaan bisnis dan manajemen inovasi.

Motif restrukturisasi sangat bervariasi, target intinya adalah memperbaiki performa finansial dan/
atau meningkatkan efisiensi perusahaan. Restrukturisasi adalah gabungan dari berbagai kegiatan
yang saling terkait – dari mulai analisa yang bersifat diagnostik untuk memberikan arah dan dasar
restrukturisasi menggunakan pendekatan manajemen modern.

Sebelum tulisan ini, diketahui bahwa Perusahaan telah mencoba berbagai formula perbaikan bisnis
Asuransi Kredit, mengumpulkan data yang cukup robust dan melakukan keputusan-keputusan di
lapangan untuk mencegah pemburukan Asuransi Kredit yang menarik turun (drag down) kinerja
Perusahaan secara keseluruhan. Tidak ada yang salah dari apa yang telah dilakukan dan bagian ini
akan banyak mengutip studi dan eksekusi yang telah dilakukan secara scattered. Namun demikian
dengan menyusunnya dalam sebuah kerangka terstruktur, diharapkan akan memberikan gambaran
utuh dan upaya yang lebih terkoordinasi dan terorganisasi sehingga membentuk kesatuan objektif
dalam satu kerangka program restrukturisasi.

Kerangka analisa restrukturisasi Asuransi Kredit di Asuransi Jasindo menggunakan framework


Objective Key Results. Kutipan pendiri Google, Larry Page, memberikan insight yang sangat baik
mengenai efektivitas framework ini:
“As much as I hate process, good ideas with great execution are how you make magic. And that’s
where OKRs come in.” (Larry Page)

Sebuah program restrukturisasi tentu punya tujuan (objective), bisa satu atau lebih. Objektif dari
restrukturisasi Asuransi Kredit harus signifikan, kongkret, action-oriented dan inspiratif. Objektif ini
diurai menjadi serangkaian key results yang apabila tercapai, maka berarti hal yang menjadi objektif
akan tercapai. Untuk mencapai key results yang diharapkan, harus dilakukan serangkaian rencana
aksi yang komprehensif, namun tetap fokus pada pencapaian key results.

70
Berikut uraian objektif, key results dan rencana aksi yang menjadi bagian dari formulasi
restrukturisasi Asuransi Kredit:
1. Objektif
Objektif dari proses restrukturisasi ini adalah dan memperbaiki postur neraca dan laba/ rugi
Perusahaan yang memburuk akibat kerugian di Asuransi Kredit sehingga RBC terjaga di
atas ketentuan minimal yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan dengan target RBC
200%.
2. Key Results
Key results berisi parameter yang disusun untuk memastikan objektif dapat terwujud.
Berdasarkan uraian teoritikal maupun experiential dari bab-bab sebelumnya, disusun 4 (empat)
key results berikut rencana aksi untuk mencapai results tersebut:
a. Kerugian berkelanjutan dari Asuransi Kredit dapat di-contain hanya sampai dengan
tahun 2023, dengan rencana aksi sebagai berikut:
1) melakukan analisa diagnostik atas kontrak-kontrak berjalan dilihat dari perspektif 360º:
aspek profiling nasabah (teknis dan non teknis), aspek kontraktual per nasabah bank/
non bank, underwriting, klaim, reasuransi dan manajemen risiko.
2) Menyusun worksheet yang terdiri dari satu set data granular (level individual) yang
bersumber dari berbagai portofolio dengan sebaran dan jumlah sampling yang
representatif untuk melakukan what if analysis, yaitu untuk menguji result
profitabilitas apabila sebuah set tarif, terms and conditions diterapkan. Semakin
granular data, semakin baik.
3) Menetapkan kerangka prioritas negosiasi seiring dengan tersusunnya key result di poin
b yang menjadi pedoman baru langkah containment. Dapat dimulai dari akun dengan
loss ratio tertinggi, eksposur liabilitas terbesar, hazard tersignifikan maupun aspek lain
yang dipandang urgent atau memiliki impact tertinggi.
4) Melakukan data recording atas proses negosiasi yang telah dijalankan dan menetapkan
status interim dan status final atas negoasiasi yang telah dilakukan.
5) Mencatat posisi final tersebut dan tetapkan langkah tindak lanjut dalam hal tercapai
status final dimana bank/ non bank tidak mengakomodir perbaikan yang diajukan,
6) Tetap menggarap prospek-prospek asuransi kredit dari bank-bank yang belum menjadi
rekanan dengan menggunakan underwriting, contractual, pricing guidelines di key
result b.

71
b. Tersedia kebijakan, prosedur standar operasional dan pricing guideline baru, dengan
rencana aksi sebagai berikut:
1) Menyusun kebijakan, prosedur standar operasional underwriting Asuransi Kredit yang
mampu memitigasi risiko di depan, di antaranya:
- analisa karakteristik bank/ non bank mitra (size/ tier, credit appetite, dukungan
sumber daya manusia terutama di posisi account executive dan analis kredit)
- range usia yang acceptable, bauran portofolio berdasarkan usia dan monitoring
tools untuk memantau performa portofolio dari tahun ke tahun.
- syarat dan ketentuan minimum yang harus masuk di dalam Perjanjian Kerjasama
- membuat pernyataan risk appetite dan risk tolerance dan menerjemahkannya
dalam: range tarif dasar yang adequate dan penyesuaian loading-nya seiring
peningkatan luas jaminan; batas kewajaran luas jaminan dan syarat dan ketentuan
PKS sebagai pedoman risk appetite dan risk tolerance, baik untuk penggarapan
prospek penutupan baru maupun modal negosiasi akun-akun existing di poin a.
2) melakukan penjaringan rekanan asuradur jiwa yang memiliki kapabilitas keuangan
yang baik disebabkan Asuransi Kredit merupakan kontrak jangka panjang.
3) memperbaiki sistem teknologi informasi yang berjalan dan memastikan desain, data
structure dan flow transaksinya sesuai dengan proses akseptasi kredit bank dan
parametric setting berdasarkan syarat dan ketentuan polis/ kontrak.
4) menetapkan output transaksi berupa polis dan memastikan konten syarat dan ketentuan
ada di dalamnya dan dimengerti.

c. Tersedianya kebijakan dan prosedur standar operasional untuk klaim (termasuk


prosedur subrogasi) baru yang memasukkan unsur-unsur deteksi tindakan fraud dan
optimalisasi subrogasi, dengan rencana aksi sebagai berikut:
1) melakukan perbaikan proses asesmen klaim asuransi kredit, termasuk di dalamnya:
a) tersedianya kertas kerja standar berisi check list kelengkapan dokumen, kolom
analisa, termasuk percabangan perlu/ tidak perlu dilakukannya survey klaim,
menggunakan inhouse ataupun independent investigator
b) menetapkan kecukupan dokumen klaim dan pemeriksaan keabsahan dokumen
dimaksud.

72
c) meminta dokumen yang dapat menunjukkan pelaksanaan SOP (Standard
Operating Procedure) bank/ non-bank untuk kewajaran penyaluran kredit pada
saat awal penutupan.
d) khusus pensiunan PNS dilakukan crosscheck dengan meminta Notas utk
memastikan klaim meninggal dunia tidak fiktif
e) bekerjasama dengan Dukcapil dan TASPEN untuk crosscheck data kematian
claimant
2) Subrogation and Recovery Improvement, yaitu pembentukan tim khusus subrogasi dan
menetapkan kertas kerja rekonsiliasi subrogasi klaim.

d. Tersedianya pembiayaan yang memadai untuk mendanai proses restrukturisasi (jika


diperlukan) dan menjaga kecukupan ekuitas dan RBC
Langkah-langkah restrukturisasi membutuhkan pendanaan yang besar. Kebutuhan terbesar
adalah untuk melakukan cut loss dengan membatalkan kontrak existing yang tidak
mencapai keputusan. Pemutusan kontrak akan ideal apabila tidak hanya tidak menerima
kembali penutupan dari bank tersebut ke depan dengan T&C yang sama, tetapi juga
membatalkan penutupan-penutupan yang telah berjalan untuk periode yang belum dijalani.
Keputusan pertama tidak membutuhkan banyak biaya, namun demikian liabilitas masih
berjalan sampai dengan pertanggungan terakhir berakhir. Keputusan kedua akan
membutuhkan biaya yang sangat besar dan membutuhkan rencana aksi yang komprehensif
dari segi tersedianya pembiayaan yang memadai. Rencana aksi sekurang-kurangnya adalah
sebagai berikut:
1) Dari penetapan status tindak lanjut atas negosiasi yang menemukan jalan buntu pada
key result 1, dibuka wacana negoasiai refund, setelah itu, dihitung kebutuhan dana
refund. Prosedur dan telaah PKS yang telah dilakukan dapat dipelajari dimana peluang
dapat digunakan untuk tercapainya maksud tersebut.
2) Melakukan prioritisasi refund, diutamakan atas kontrak-kontrak kecil dimana refund
masih dapat dibiayai oleh Cashflow from Operation (CFO).
3) Untuk pembatalan kontrak dengan refund atas polis berjalan dengan jumlah besar, akan
muncul kebutuhan sumber pendanaan baru dikarenakan keterbatasan CFO. Sumber
pendanaan baru yang saat ini telah di-exercise adalah penjualan aset investasi
penyertaan langsung dan permintaan penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN).
4) Melakukan simulasi stress test scenario untuk mengidentifikasi kapan dana tersebut
dibutuhkan dan berapa.

73
Threshold yang paling sering digunakan adalah tingkat RBC, dimana telah ditetapkan
di angka 200%. Angka 200% diambil, bukan 120%. Pertama, karena selain untuk
memenuhi ketentuan minimum, Asuransi Jasindo juga hendak memperkuat kapasitas
permodalannya untuk lebih mampu meningkatkan net retention untuk bisnis-bisnis
dengan kualitas baik. Jika kualitas bisnis di luar Asuransi Kredit meningkat, tentu akan
memberikan dukungan CFO yang besar sehingga akan meningkatkan cashflow dan
profit perusahaan atau membantu pembiayaan restrukturisasi, jika masih diperlukan.
Kedua, karena RBC 200% inspiratif bagi Insan Jasindo yang belum pernah memiliki
RBC tahunan di atas 200%.

e. Terbangunnya kapabilitas risk arbitrage di organisasi untuk melaksanakan mitigasi


risiko di tingkat operasional sebagai first line of defence sekaligus meningkatkan performa
layanan Perusahaan karen ditangani tenaga yang memahami bisnis perbankan.
Ketika program restrukturisasi diharapkan sustainable, maka kapabilitas organisasi adalah
hal yang harus dijalankan. Rencana aksi sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut:
1) mengalokasikan special task force dengan keahlian yang mumpuni untuk melakukan
proses negosiasi terstruktur.
2) menambah jumlah aktuaria yang berpengalaman menangani asuransi jiwa untuk
menyusun pricing guidelines, pencadangan dan data analytics sebagai strategic
decision support system.
3) menyewa konsultan untuk melakukan business advisory perbankan dan membuat peta
bisnis bancassurance dan risk mitigation-nya.
4) menambah tenaga klaim yang mengerti membaca medical record dan berpengalaman
di industri asuransi kesehatan
5) menambah tenaga berkualifikasi administrasi untuk melakukan percepatan verifikasi
kelengkapan dokumen awal dan input data notification of loss ke sistem STAR.
6) membangun platform berbasis teknologi informasi untuk mengakomodasi proses
transaksi, data mining, monitoring tools, data analytics yang dapat diakses oleh
Asuransi Jasindo maupun klien sesuai dengan role masing-masing.

74
Apabila digambar dalam satu diagram alir, maka skema Objective-Key Results Program
Restrukturisasi Asuransi Kredit digambarkan sebagai berikut:

Memperbaiki postur neraca dan laba/


rugi dengan target RBC

Pendanaan Kapabilitas Risk


Damage Kebijakan, SOP
Kebijakan, SOP Restrukturisasi Arbitrage
Containment UW dan pricing
• analisa • kebijakan,
guideline SOP Klaim baru
• perbaikan • kalkulasi refund • alokasi tim
maxdiagnostik
2023 baru
• worksheet what if UW asesmen klaim • penetapan prioritas negosiator
analysis • rekanan reas • penguatan pembiayaan dari • alokasi aktuaria
• negosiasi kredit/ asuransi CFO • business advisor
Subrogasi • staf klaim
• data recording jiwa • pembiayaan dari
negosiasi • IT Platform penjualan aset kualifikasi medis
• finalisasi • standardized • stress test scenario • alokasi admin
• penggarapan pos output polis/ PMN
baru sertifikat • alokasi tim
negosiator
• alokasi aktuaria
• business advisor
• staf klaim
kualifikasi medis
• alokasi admin

75
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan paparan dan kajian yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa
Asuransi Kredit adalah sebuah class of bussines yang memiliki potensi perolehan premi yang
besar namun harus ditunjang dengan pengelolaan bisnis yang prudent, kajian bisnis yang
komprehensif dan memerlukan pengawasan bisnis yang berkesinambungan guna menjaga
kualitas bisnis.

Jika pengelolaannya bisnisnya serta mekanisme control yang kurang optimal maka dapat
berakibat potensi kerugian yang sangat besar dan disebabkan karena :

1. Lemahnya posisi tawar (bargaining position) antara Asuransi Jasindo dengan Perbankan
yang kadang menyebabkan kondisi yang tertuang dalam PKS kurang menguntungkan
bagi Asuransi Jasindo. Hal ini pun tidak terlepas dari posisi Asuransi Jasindo di market.
Sebagai contoh besaran tarif yang disepakati, terms and conditions yang menjadi dasar /
acuan dalam PKS.
2. Masih belum optimalnya fungsi pemasaran (baik di Kantor Pusat maupun Kantor
Cabang), underwriting serta klaim dalam proses memilih jenis risiko, memitigasi risiko
serta mengelola proses penyelesaian klaim yang memberikan implikasi kurang baik atas
risiko Asuransi Kredit yang dikelola.
3. Sistem Teknologi Informasi yang masih belum memadai untuk melakukan proses
monitoring bisnis / monitoring risiko Asuransi Kredit secara lebih komprehensif dan
terintegrasi.
4. Kurang lengkapnya data / data tidak memadai yang diberikan Perbankan untuk proses
mitigasi sehingga proses pengambilan keputusan dari sisi pemasaran, underwriting dan
klaim (khususnya dalam pengelolaan recovery klaim) kurang akurat.

76
Menyikapi hal yang di atas, maka saran yang dapat diberikan yang diharapkan dapat menjadi
solusi untuk mengatasi kondisi Asuransi Kredit yang saat ini telah terjadi, adalah :
1. Perlunya dilakukan penataan ulang faktor-faktor seperti struktur tarif yang kompetitif di
market namun dengan tetap memperhitungkan faktor cost and benefit. Hal ini juga
disertai oleh perbaikan proses analisa risiko mulai dari pemasaran dan underwriting,
proses pemilihan back up reasuransi, proses evaluasi bisnis yang harus dilakukan secara
terukur periodik dan komprehensif yang dimonitor dengan lebih ketat dan terarah.
2. Perlunya dibuat standar perjanjian kerjasama yang saling menguntungkan, standar profil
perbankan yang akan dikelola risikonya serta peningkatan pengetahuan/keilmuan bagi
pengelola bisnis asuransi mulai dari pemasaran, underwriting dan klaim dan yang tidak
kalah pentingnya pengelolaan data base menggunakan Sistem Teknologi Informasi yang
efektif efisien serta tepat guna.
3. Terhadap bisnis asuransi kredit existing, perlu dilakukan langkah restrukturisasi
pengelolaan bisnis dengan mempertimbangkan faktor kondisi keuangan perusahaan,
aspek legal / hukum serta aspek kredibilitas / nama baik perusahaan di market.

77

Anda mungkin juga menyukai