Anda di halaman 1dari 6

Filsafat itu pada hakikatnya adalah penafsiran dari apa yang ada di alam semesta ini

dengan segala isinya melalui pemikiran untuk memperoleh kebenaran, makna, tujuan, dan
nilai-nilai. Untuk itu semua filsafat dapat menelaah segala sesuatu atau objeknya melaluitiga
sudut pandang (Nasution, 2016: 33-34), yaitu:

1. Teori Hakikat (Ontologi)

Teori hakikat adalah cabang filsafat yang membicarakan sesuatu atau hakikat
benda.Teori ini memberikan tugas untuk mencari jawab atas pertanyaan “ apa ”
sesungguhnya objek yang diselidiki itu.

2. Teori Pengetahuan (Epistemologi)

Teori pengetahuan adalah cabang filsafat ilmu yang membicarakan atau mengkaji
tentang cara memperoleh pengetahuan. Dalam cabang ini dikaji soal sumber pengetahuan
dan bagaimana manusia secara metodologis memperoleh pengetahuan yang benar. Dengan
kata lain, cabang ini memberikan tugas untuk mencari jawaban atas pertanyaan “dari mana”
asal-usul dari objek yang diselidiki.

3. Teori Nilai (Aksiologi)

Teori nilai adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang orientasi atau nilai
buatkehidupan. Cabang ini dapat menjadi dasar untuk menjawab sesuatu yang
fundamentalyaitu bagaimana manusia harus hidup dan bertindak berdasarkan nilai yang
dianggapbenar baik dalam kehidupan bermasyarakat atau beragama. Dengan istilah lain,
cabangini memberikan tugas untuk mencari jawab atas pertanyaan “kemanakah akhir
darisegala sesuatu” atau dapat juga diartikan “ apakah tujuan/manfaatnya”.

1. Pola Pikir Manusia Zaman Prasejarah atau Batu Purba (4.000.000 – 10.000 SM)

Sisa-sisa budaya manusia yang dapat ditemui dari masa itu adalah berbagai batu
yang jelas dibentuk oleh manusia. Selain batu mereka juga menggunakan tulang binatang
untuk alat, jelas dari adanya lubang pada tulang untuk memasukkan tali seperti halnya
lubang pada jarum masa kini. Penggunaan batu sebagai alat berburu dapat ditafsirkan
bahwa manusia pada masa itu telah mampu berpikir untuk dapat membedakan mana batu
yang dapat digunakan untuk alat berburu dan mana yang tidak, mana binatang yang enak
disantap atau diburu dan mana yang tidak.

Satu langkah lebih maju dari membedakan adalah mengamati. Untuk dapat berburu
tentulah mereka mengamati kelakuan dari binatang buruannya itu.Manusia pada masa itu
telah pandai menggunakan alat, hal ini dapat diartikan mereka telah mampu meningkatkan
efisiensi dari alat tubuhnya sendiri untuk memenuhi hidupnya. Pada zaman itu manusia juga
telah dapat bercocok tanam atau bertani. Tentunya mereka telah mampu untuk memilih
mana pucuk tanaman yang enak dimakan atau buah-buahan yang enak disantap.
Kemampuan bertani berarti pula bahwa mereka telah mampu untuk membuat desain
ataupun membuat rencana. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa manusia pada
zaman itu telah pandai menulis maupun berhitung. Oleh karena itu, perkembangan
pengetahuan mereka begitu lamban. Zaman ini disebut zaman pra sejarah.

2. Zaman Timbulnya Pola Berpikir Koheren (10.000  –  500 SM)

Pada zaman ini telah timbul berbagai kerajaan besar di dunia, antara lain di negeri
Cina, India, Mesir, Babilonia, Athena, dan Yunani. Namun yang sangat menonjol
pengaruhnya dan masih terasa sampai saat ini adalah budaya yang ditinggalkan oleh orang-
orang Babilonia dari daerah Mesopotamia. Mereka ternyata telah begitu tinggi tingkat
berpikirnya. Berikut ini adalah beberapa cuplikan budaya mereka untuk dapat kita simak
bagaimana pola ataupun kemampuan berpikir mereka dengan perkembangan ilmu
pengetahuan.

Yang pertama adalah dalam bidang perbintangan. Dalam pengamatannya terhadap


peredaran bintang-bintang, mereka telah sampai pada kesimpulan bahwa semua benda-
benda angkasa itu beredar menurut garis edarnya masing-masing, dan semuanya terletak
pada suatu sabuk besar yang melingkar “mengelilingi bumi” yang mereka sebut zodiak.
Peredaran bintang-bintang itu dipergunakan untuk perhitungan waktu. Waktu satu tahun
dihitung dari waktu yang digunakan oleh bintang itu beredar dari suatu titik sampai ke titik
semula. Waktu satu bulan dihitung dengan memperhatikan peredaran bulan mengelilingi
bumi dari suatu posisi sampai kembali ke posisi semula. Ternyata dalam satu tahun bulan
beredar mengelilingi bumi dua belas kali jadi satu tahun sama dengan dua belas bulan.

Waktu satu hari dihitung dari peredaran matahari ‘mengelilingi bumi’ dari suatu titik
ke titik semula. Dan ternyata dalam waktu satu bulan ada tiga puluh hari. Jadi satu tahun
sama dengan tiga ratus enam puluh hari. Kenyataan-kenyataan itu membuat orang-orang
Babilonia mempunyai sistem perhitungan Matematika kombinasi antara decimal dan
Sexagesimal, artinya segala perhitungan didasarkan atas fraksi atau bagian dari enam puluh.
Meskipun demikian mereka pada akhirnya membuat koreksi berdasarkan perhitungan
matematika yang tepat. Mereka berkesimpulan bahwa satu tahun sama dengan 365,25 hari.

Dari kerajaan Mesir pada masa itu didapatkan sisa-sisa kebudayaan yang
menunjukkan bahwa mereka juga telah pandai tulis baca serta matematika. Tulisannya
didasarkan atas abjad dengan tanda-tanda bunyi yang kita kenal sebagai huruf hieroglif.
Dalam bidang matematika, orang Mesir telah mengenal bilangan phi ( π) untuk menghitung
luas suatu lingkaran. Mereka membagi hari menjadi dua bagian yaitu siang dan malam yang
masing-masing dibagi menjadi dua belas jam. Terdapatnya pula peninggalan jam matahari
yang didasarkan atas panjang bayang-bayang tongkat.

Dari negeri Cina ada dua hal yang menarik yaitu tulisannya yang didasarkan atas
gambar-gambar. Dan juga tentang mesin hitung berupa abacus yang mungkin merupakan
kalkulator tertua di dunia yang ternyata masih digunakan sampai saat ini. Dari kenyataan-
kenyataan tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa pada1500 SM orang telah mampu
berpikir abstrak.

Baik orang Babilonia maupun Mesir percaya kepada adanya dewa-dewa artinya
mereka percaya ada suatu kekuatan gaib di luar jangkauan pengalaman yang nyata. Ini
berarti pikirannya telah jauh melampaui batas pengalamannya.Pengetahuan yang
didasarkan atas pengalaman, pemikiran, dan kepercayaan semacam itu kita sebut mitos.

3. Zaman Timbulnya Pola Berpikir Rasional (600 – 200 SM)

Zaman ini dikenal sebagai zaman Yunani oleh karena ajaran-ajaran atau pola berpikir
orang Yunanilah yang paling dominan pada saat itu. Ciri perbedaan yangkhas antara pola
berpikir orang-orang Babilonia dengan orang-orang Yunani adalah dalam hal menetapkan
kebenaran. Orang Yunani menggunakan rasional atau akal sehat dengan metode deduksi.
Sedangkan orang Babilonia memasukkan unsur kepercayaan didalam mencari kebenaran.

Seorang ahli pikir bangsa Yunani bernama Thales (624 – 565 SM) seorang astronom
yang juga ahli di bidang matematika dan teknik. Ialah yang pertama kaliber pendapat bahwa
bintang-bintang mengeluarkan sinarnya sendiri sedangkan bulan hanya sekedar
memantulkan cahayanya dari matahari. Dialah orang pertama yang mempertanyakan asal-
usul dari semua benda yang kita lihat di alam raya ini. Ia berpendapat bahwa benda-benda
di alam yang beraneka ragam sebenarnya merupakan gejala alam saja.

Pendapat tersebut merupakan perubahan besar dari alam pikiran manusia masa itu.
Pada masa itu, orang-orang beranggapan bahwa aneka ragam benda di alam itu diciptakan
oleh dewa-dewa seperti apa adanya. Karena kemampuan berpikir manusia makin maju dan
disertai pula oleh perlengkapan pengamatan, misalnya berupa teropong bintang yang makin
sempurna, maka mitos dengan berbagai legendanya makin ditinggalkan orang. Mereka
cenderung menggunakan akal sehatnya.

Orang-orang Yunani yang patut dicatat sebagai pemberi iuran kepada perubahan
pola berpikir masa itu adalah Anaximander (610 – 547 SM) seorang pemikir kontemporer, ia
adalah murid Thales. Juga Anaximenes (585 – 528 SM), Herakleitos (540 –  480 SM), dan
Pythagoras (540 SM). Pythagoras terkenal dibidang matematika. Salah satu temuannya yang
terpakai sampai sekarang adalah ‘dalil pythagoras’ tentang segitiga siku-siku, yaitu: “Kuadrat
panjang sisi miring sebuah segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi
siku- sikunya”. Pernyataan yang lain tentang segitiga oleh pithagoras adalah bahwa jumlah
sudut suatu segitiga adalah 180°.

Yang lainnya adalah Demokritos (460 – 370 SM), Empedokles (480 – 430 SM), Plato
(427 – 347 SM), dan Aristoteles (348 – 322 SM). Aristoteles merupakan pemikir terbesar
pada zamannya. Ia membukukan intisari dari ajaran orang-orang sebelumnya. Ia membuang
hal-hal yang tidak masuk diakalnya dan menambahkanpendapat-pendapatnya sendiri.
Ajaran Aristoteles yang penting adalah suatu pola berpikir dalam memperoleh kebenaran
berdasarkan logika.

Orang besar 450 tahun setelah Aristoteles adalah Ptolomeus (127–151 SM).
Pendapatnya yang patut dicatat ialah bahwa bumi adalah pusat jagat raya, berbentuk bulat,
diam, setimbang tanpa tiang penyangga. Bintang-bintang menempel pada langit dan
berputar mengelilingi bumi sekali dalam 24 jam. Planet beredar melalui garis edarnya
sendiri dan terletak antara bumi dan bintang.

4. Zaman Timbulnya Pola Berpikir Induktif

Pengaruh ajaran Aristoteles dapat bertahan sampai kurang lebih seribu lima
ratustahun. Hal ini ditandai dengan tidak adanya penemuan-penemuan baru ataupunpola
berpikir yang baru. Sepanjang satu setengah abad seolah-olah terbuai olehajaran-ajaran
filsafat orang-orang Yunani. Sementara itu orang semakin terampil didalam membuat alat-
alat untuk keperluan hidupnya termasuk alat-alat pengamatbintang. Suatu perubahan
terjadi karena makin sempurnanya alat pengamat bintang dan semakin meningkatnya
kemampuan berpikir manusia.

Hal ini ditandai dengan munculnya ajaran Nicolas Copenicus (1473 - 1543). Ia adalah
seorang ahli bintang, matematika, dan ahli dalam bidang pengobatan. Dalam buku itu
Copernicus berpendapat bahwa pusat dari alam semesta itu bukanlah Bumi seperti ajaran
falsafah Yunani tetapi mataharilah yang menjadi pusatnya. Ajaran demikian disebut
heliosentrisme. Buku tersebut tidak segera diterbitkan karena bertentangan dengan
kepercayaan para penguasa pada masa itu, pokok-pokok ajarannya antara lain adalah:

 Matahari adalah pusat dari solar sistem. Di dalam sistem itu bumi adalah salahsatu di
antara planet-planet lain yang beredar mengelilingi matahari.
 Bulan beredar mengelilingi bumi dan bersama bumi mengelilingi matahari.
 Bumi berputar pada porosnya dari barat ke timur yang mengakibatkan adanyasiang
dan malam dan pandangan gerakan bintang-bintang

Pengikut Copernicus yaitu Bruno (1548 –1600) memperoleh kesimpulan lebih jauh lagi,
yaitu:
 Alam raya tak ada batasnya.
 Bintang-bintang tersebar di seluruh ruang angkasa.

Karena keberaniannya mengungkapkan pendapat yang bertentangan dengan penguasa


pada saat itu, maka ia dianggap kemasukan setan lalu ia dibakar sampai mati pada tahun
1600. Salah seorang pelopor dari ilmu pengetahuan alam yang penting untuk dicatat adalah
Galileo Galilei (1564 - 1642). Orang Italia ini dengan berani mengumumkan penemuannya
dengan teleskopnya yang mutakhir pada saat itu, yang bertentangan dengan pandangan
penguasa. Ia membenarkan teori Copernicus tentang heliosentrisme yang jelas
bertentangan dengan ajaran agamasaat itu yang berpandangan homosentris atau
geosentris.

Pendapat lain yang didasarkan atas observasi dan eksperimental ialah tentang adanya gaya
percepatan dari benda-benda yang jatuh ke bumi, yang bertentangan dengan ajaran Aristoteles.
Pelopor ilmu pengetahuan alam lain yang perlu dicatatadalah Johanes Kepler (1571 – 1630). Orang
Jerman ini mempunyai pandanan yang sangat penting yang merupakan reformasi dari pengetahuan
yang telah ada tentang peredaran alam semesta. Pendapatnya itu didasarkan atas penggunaan
matematika sebagai alat bantu empirik untuk menarik kesimpulan. Ia menyelidiki hukum-hukum
ikatan antara anggota-anggota tatasurya. Pendapatnya kita kenal sebagai hukum Kepler, yaitu:

 Planet-planet bergerak mengelilingi matahari tidak dalam bentuk lingkaranyang bulat tetapi
berbentuk elips, di mana matahari merupakan salah satu titikpusatnya.
 Sebuah planet dalam geraknya mengelilingi matahari tidak uniform tetapidengan cara
sedemikian rupa sehingga sebuah garis yang ditarik dari planettersebut ke matahari
bergeser membentuk bidang yang sama luasnya pada waktu yang sama.
Daftar Pustaka
Bahri, Syamsul. (2014). Model Penelitian Kuantitatid Berbasis SEM-Amos. Yogyakarta:
Deepublish.

Gulo, W. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Jasin, Maskoeri. (1986). Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: Rajawali Pers

Kuhn, Thomas S. (2008). The Structure of Scientific Revolution. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Nasution, Ahmad Taufik. (2016).

Filsafat Ilmu: Hakikat Mencari Pengetahuan. Yogyakarta: Deepublish.

Suparsono, W. (1999). Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: Ghalia Indonesia

Suriasumantri, Jujun S. (2003). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: CV


Muliasari.

Tim Dosen IAD. (2004). Ilmu Alamiah Dasar (IAD). Makassar: Tim Cetak UNM

Anda mungkin juga menyukai