Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat taufiq dan hidayah-Nya
lah penulisan makalah ini dapat disesuaikan.

kami selaku penyusun sadar bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh sebab itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran dari Anda demi perbaikan
selanjutnya.

Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak
yang telah membantu terselesaikannya pembuatan makalah ini terutama kepada Bapak / Ibu
guru selaku pembimbing kami.

Terlepas dari semua kekurangan penulisan makalah ini, baik dalam susunan dan penulisannya
yang salah, penulis memohon maaf dan berharap semoga penulisan makalah ini bermanfaat
khususnya kepada saya selaku penulis dan umumnya kepada pembaca.

Akhirnya, semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada siapa saja
yang mencintai pendidikan. Amin Ya Robbal Alamin.

Rancah, 22 September 2015

Penyusun,
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng
Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara
lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau
Sumatera, sebelah Selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah
Utara Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan itu
maka terbentuk palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan,
sebaran gunung api, dan sebaran sumber gempa bumi. Gunung api yang ada di Indonesia
berjumlah 129. Angka itu merupakan 13% dari jumlah gunung api aktif dunia. Dengan
demikian Indonesia rawan terhadap bencana letusan gunung api dan gempa bumi. Di
beberapa pantai, dengan bentuk pantai sedang hingga curam, jika terjadi gempa bumi dengan
sumber berada di dasar laut atau samudera dapat menimbulkan gelombang Tsunami.

Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan gunung api.
Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat
subur. Tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan
dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim
hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman
keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan di atas maka kami merumuskan masalah yang perlu
ditanggulangi sebagai berikut :

1) Faktor apa saja yang menyebabkan bencana tanah longsor ?

2) Bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk menghindari terjadinya bencana tanah
longsor ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tanah Longsor

Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide, adalah perpindahan material
pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut,
bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan
sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air
tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka
tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan
keluar lereng.

B. Jenis - jenis Tanah Longsor

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok,
runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi
paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan
korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.

1. Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir
berbentuk rata atau menggelombang landai.

2. Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk
cekung.

3. Pergerakan Blok

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk
rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.
4. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah
dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung
terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang
parah.

5. Rayapan Tanah

Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa
butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu
yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau
rumah miring ke bawah.

6. Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan
aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya.
Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di
beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung
api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

C. Gejala Umum Tanah Longsor

Gejala-gejala umum yang biasanya timbul sebelum terjadinya bencana tanah longsor adalah :

Ø Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.

Ø Biasanya terjadi setelah hujan

Ø Munculnya mata air baru secara tiba-tiba

Ø Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan

D. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tanah Longsor

Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada
gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan
tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta
berat jenis tanah batuan.
1. Hujan

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya
intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan
air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau
rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan.

Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat
mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering
terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat.

Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang
merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan
gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air
akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.

2. Lereng terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal
terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng
yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang
longsorannya mendatar.

3. Tanah yang kurang padat dan tebal

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih
dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya
tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap
pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.

4. Batuan yang kurang kuat

Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil,
pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila
mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada
lereng yang terjal.
5. Jenis tata lahan

Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya
genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk
mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga
mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar
pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di
daerah longsoran lama.

6. Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan
getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai,
dan dinding rumah menjadi retak.

7. Susut muka air danau atau bendungan

Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang,
dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang
biasanya diikuti oleh retakan.

8. Adanya beban tambahan

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan
memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada
daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang
arahnya ke arah lembah.

9. Pengikisan/erosi

Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan
hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

10. Adanya material timbunan pada tebing

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan


tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan
sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi
penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.
11. Bekas longsoran lama

Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung
api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi.
Bekas longsoran lama memilki ciri :

Ø Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda

Ø Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya
gembur dan subur

Ø Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai

Ø Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah

Ø Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada
longsoran lama

Ø Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil.

Ø Longsoran lama ini cukup luas.

12. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)

Bidang tidak sinambung ini memiliki cirri :

Ø Bidang perlapisan batuan

Ø Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar

Ø Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat

Ø Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang
tidak melewatkan air (kedap air).

Ø Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat

Ø Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai


bidang luncuran tanah longsor.
13. Penggundulan hutan

Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air
tanah sangat kurang.

14. Daerah pembuangan sampah

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak
dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang
terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini
menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.

E. Wilayah Rawan Tanah Longsor

Setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya kerugian yang
ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang
terancam sekitar 1 juta.

Daerah yang memiliki rawan longsor :

Ø Jawa Tengah 327 Lokasi

Ø Jawa Barat 276 Lokasi

Ø Sumatera Barat 100 Lokasi

Ø Sumatera Utara 53 Lokasi

Ø Yogyakarta 30 Lokasi

Ø Kalimantan Barat 23 Lokasi

Ø Sisanya tersebar di NTT, Riau, Kalimantan Timur, Bali, dan Jawa Timur.
PEMBAHASAN DEGRADASI LAHAN

Degradasi lahan dapat di artikan sebagi hilangnya manfaat atau potensi dari suatu lahan.
Bahkan Degradasi lahan juga dapat diartikan sebagai peristiwa terjadinya penurunan kualitas
lahan, hilang, atau berubahnya berbagai organisme pada lahan yang tidak dapat digantikan.

Berikut disajikan beberapa pengertian, faktor dan dampak mengenai degradasi lahan menurut
beberapa ahli :

Degradasi lahan dapat dianggap dalam hal hilangnya produktivitas aktual atau potensial atau
utilitas sebagai akibat faktor alam atau antropis, melainkan penurunan kualitas tanah atau
penurunan produktivitas. Dalam konteks produktivitas, hasil degradasi lahan dari
ketidaksesuaian antara kualitas lahan dan penggunaan lahan (Beinroth et al 1994.,).

Faktor degradasi lahan adalah proses biofisik dan atribut yang menentukan jenis proses
degradatif, misalnya erosi, salinisasi, dll termasuk kualitas tanah Yang dipengaruhi oleh sifat
intrinsiknya iklim, medan dan posisi landscape, klimaks vegetasi, dan keanekaragaman
hayati, khususnya keanekaragaman hayati tanah. (Eswaran et al 2000.,)

Sedangkan untuk dampak degradasi sebagai contoh adalah Produktivitas beberapa tanah di
Afrika mengalami penurunan sebesar 50% sebagai akibat dari erosi tanah dan penggurunan
(Dregne, 1990)

Dari definisi, faktor dan dampak yang di kemukakan di atas dapat di simpulkan bahwa
degradasi lahan adalah berkurangnya atau hilangnya produktivias alam yang di sebabkan oleh
pelapuakan, erosi dan masswasting.

B.Pembahasan

1.Pengertian Degradasi Lahan

Tenaga Eksogen atau epigen adalah tenaga yang berasal dari luar bumi. Tenaga ini
menimbulkan proses perubahan pada permukaan bumi, yang disebut proses eksogen atau
epigen.
Air yang mengalir di permukaan bumi, angin yang bertiup, gletsyer yang bergerak,
gelombang dan arus laut, penyinaran matahari, hujan, turunnya salju, merupakan kekuatan
yang dapat menyebabkan terjadinya proses perubahan pada permukaan bumi.

Di satu pihak proses-proses itu menyebabkan kerusakan pada permukaan bumi, sedangkan di
lain pihak sama-sama membangun. Di suatu tempat terjadi perendahan bagian permukaan
bumi yang menonjol (proses degradasi), sedangkan di tempat lain menimbuni bagian-bagian
yang rendah (proses agradasi) oleh bahan-bahan yang diangkut dari tempat pertama tadi.
Proses degradasi terdiri dari erosi, pelapukan, dan masswasting.

Erosi adalah pelepasan dan pemindahan massa batuan secara alami dari suatu tempat ke
tempat lain oleh suatu zat pengangkut yang bergerak di atas permukaan bumi. Faktor-faktor
utama terjadinya proses erosi yaitu air mengalir, gelombang dan arus laut, air tanah, gletsyer,
dan angin. Erosi yang cepat dapat menimbulkan berbagai kerugian, antara lain penimbunan
terhadap tanah pertanian dan banjir, di samping hilangnya lapisan tanah.

Pelapukan adalah proses yang berhubungan dengan perubahan sifat (fisis dan kimiawi)
batuan di permukaan bumi oleh cuaca. Faktor yang menyebabkan terjadinya pelapukan
batuan yaitu struktur batuan, iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan yang menutupi batuan.

Masswasting adalah pemindahn massa batuan oleh gaya beratnya sendiri (gerakan massa).
Masswasting dibagi menjadi tiga macam yaitu pemindahan lambat (rayapan dan solifluksi),
pemindahan cepat (tanah mengalir, lumpur mengalir, lawina hasil rombakan), tanah longsor
(tanah nendat,longsor bahan rombakan, jatuhnya bahan rombakan, longsor massa batuan
berbongkah, jatuhnya massa batuan berbongkah).

Degradasi lahan berarti hilangnya manfaat atau potensi manfaat dari suatu lahan. Degradasi
lahan juga dapat diartikan sebagai peristiwa terjadinya penurunan kualitas lahan, hilang, atau
berubahnya berbagai organisme pada lahan yang tidak dapat digantikan.

Jadi, kerusakan lahan tidak hanya menyangkut kerusakan pada tanah, tetapi juga menyangkut
sumber daya berupa organisme yang ada diatas tanah. Kerusakan tersebut bisa terjadi karena
faktor alam maupun karena faktor manusia.

Penebangan hutan yang semena-mena merupakan degradasi lahan. Selain itu tidak terkendali
dan tidak terencananya penebangan hutan secara baik merupakan bahaya ekologis yang
paling besar. Kerusakan lahan atau tanah akan berpengaruh terhadap habitat semua makhluk
hidup yang ada di dalamnya dan kerusakan habitat sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan makhluk hidup yang disangganya.

Degradasi lahan akan tetap merupakan isu global penting untuk abad ke-21 karena dampak
negatif terhadap produktifitas agronomi, lingkungan, dan pengaruhnya terhadap ketahanan
pangan dan kualitas hidup.

Produktifitas dampak degradasi tanah disebabkan oleh penurunan kualitas lahan di situs mana
terjadi degradasi (erosi misalnya) dan situs dari mana endapan sedimen ditemukan.

Namun, dampak on-site degradasi lahan terhadap produktifitas mudah bertopeng akibat
penggunaan masukan tambahan dan adopsi teknologi ditingkatkan dan telah menimbulkan
pertanyaan tentang dampak negatif dari penggurunan. Relatif besarnya kerugian ekonomi
akibat penurunan produktivitas versus kerusakan lingkungan juga telah menciptakan sebuah
perdebatan.

Beberapa ekonom berpendapat bahwa dampak on-site dari erosi tanah dan proses degradatif
lainnya tidak parah cukup untuk menjamin pelaksanaan rencana aksi di tingkat nasional atau
internasional. manajer tanah (petani), mereka berpendapat, harus berhati-hati dari input
restoratif yang diperlukan untuk meningkatkan produktifitas.

Ahli agronomi dan tanah ilmuwan, di sisi lain, berpendapat tanah yang merupakan sumber
daya tidak terbarukan pada skala waktu manusia dan beberapa efek yang merugikan dari
proses degradatif terhadap kualitas tanah dapat diubah, misalnya pengurangan kedalaman
perakaran efektif. Efek masking teknologi perbaikan memberikan rasa aman palsu.

Produktifitas beberapa tanah telah menurun sebesar 50% karena erosi tanah dan
penggurunan. Hanya sekitar 3% dari permukaan tanah global dapat dianggap sebagai perdana
atau Kelas I tanah dan ini tidak ditemukan di daerah tropis. Ini 11% tanah harus memberi
makan enam milyar orang hari ini dan 7,6 miliar diharapkan pada tahun 2020. Desertifikasi
dialami pada 33% dari permukaan tanah global dan mempengaruhi lebih dari satu miliar
orang, setengah di antaranya hidup di Afrika.

Degradasi lahan, penurunan kualitas lahan disebabkan oleh aktifitas manusia, telah menjadi
isu global besar selama abad ke-20 dan akan tetap tinggi pada agenda internasional di abad
21. Pentingnya degradasi lahan antara isu-isu global ditingkatkan karena dampaknya terhadap
keamanan pangan dunia dan kualitas lingkungan.

Kepadatan penduduk yang tinggi tidak selalu berhubungan dengan degradasi lahan, tapi itu
adalah suatu populasi tidak ke tanah yang menentukan tingkat degradasi.. Orang bisa menjadi
aset utama dalam membalikkan kecenderungan degradasi. Namun, mereka harus sehat dan
politik dan ekonomi termotivasi untuk merawat tanah, pertanian subsisten, kemiskinan, dan
buta huruf bisa menjadi penyebab penting dari tanah dan degradasi lingkungan.

Degradasi lahan dapat dianggap dalam hal hilangnya produktifitas aktual atau potensial atau
utilitas sebagai akibat faktor alam atau antropis, melainkan penurunan kualitas tanah atau
penurunan produktivitas. Dalam konteks produktivitas, hasil degradasi lahan dari
ketidaksesuaian antara kualitas lahan dan penggunaan lahan.

Mekanisme yang memulai degradasi lahan meliputi fisik, kimia, dan biologis proses. Penting
antara proses fisik adalah penurunan struktur tanah yang mengarah ke crusting,, pemadatan
erosi, penggurunan, polusi anaerobism, lingkungan, dan pemanfaatan berkelanjutan sumber
daya alam.

Proses kimia yang signifikan termasuk asidifikasi, pencucian, salinisasi, penurunan kapasitas
kation retensi, dan penipisan kesuburan.. proses biologis termasuk pengurangan karbon total
dan biomassa, dan penurunan keanekaragaman hayati tanah. Yang terakhir ini terdiri dari
keprihatinan penting yang terkait dengan eutrofikasi permukaan air, pencemaran air tanah,
dan emisi dari sisa-sisa gas (CO2, CH4, N2O, NOx) dari darat / ekosistem air ke atmosfer.
Struktur tanah adalah sifat penting yang mempengaruhi ketiga proses degradatif.

Tingkat aplikasi untuk menanggulangi fenomena degradasi lahan itu, adopsi teknologi
konservasi lahan masih ditentukan oleh faktor-faktor yang mempunyai keterkaitan antara
tingginya tingkat degradasi lahan dan tingkat keuntungan pada suatu lahan dan tingkat
kemiringan yang berbeda.

Tetapi program konservasi lahan bukan satu-satunya jalan untuk menanggulangi masalah
degradasi lahan terutama di lahan kering, karena degradasi lahan itu sangat berkaitan dengan
perekonomian secara keseluruhan.

Yaitu, Pertama, tingginya tingkat intensifikasi penggunaan lahan hanya akan menimbulkan
kegiatan yang seakan-akan menambang tanah (soilmining activities). Hal tersebut terutama
sangat tidak tepat dilakukan pada daerah-daerah yang mempunyai lapisan atas tanah (topsoil)
yang dangkal, seperti kebanyakan tempat di Sulawesi dan Nusa Tenggara. Pada daerah-
daerah yang seperti itu, salah satu cara untuk mengurangi derajat intensifikasi penggunaan
lahan adalah membatasi perluasan lahan pertanian tanaman pangan itu sendiri secara
berlebihan.

Kedua, pengurangan tekanan penduduk tentunya tidak terbatas pada usaha-usaha keluarga
berencana atau population control semata, tetapi diarahkan pada strategi diversifikasi di
pedesaan.

Ketiga, degradasi lahan mengakibatkan penurunan tingkat pendapatan petani, terutama


mereka yang mengusahakan tanaman-tanaman yang relatif sensitif, seperti padi lading dan
ubi jalar. Dengan demikian, pemilihan jenis tanaman dan perencanaan pola usaha tani yang
lebih tepat sesuai dengan kapasitas sumber daya yang ada menjadi alternatif yang tidak dapat
ditawar-tawar lagi.

Dengan demikian, degradasi lahan adalah proses biofisik didorong oleh sebab-sebab sosial-
ekonomi dan politik.

2.Faktor-faktor Penyebab Degradasi Lahan

Faktor degradasi lahan adalah proses biofisik dan atribut yang menentukan jenis proses
degradatif, misalnya erosi, salinisasi, dll termasuk tanah kualitas, yang dipengaruhi oleh sifat
intrinsiknya iklim, medan dan posisi landscape , klimaks vegetasi, dan keanekaragaman
hayati, khususnya keanekaragaman hayati tanah.

Penyebab degradasi lahan adalah agen yang menentukan tingkat degradasi. Ini adalah biofisik
(penggunaan lahan dan pengelolaan lahan, termasuk metode deforestasi dan persiapan lahan),
sosial ekonomi (misalnya kepemilikan tanah, pemasaran, bantuan pendapatan, kelembagaan
dan kesehatan manusia), dan kekuatan politik (insentif misalnya, stabilitas politik) yang
mempengaruhi efektifitas proses dan faktor degradasi tanah.

Tergantung pada karakteristik yang melekat dan iklim, tanah bervariasi dari sangat resisten,
atau stabil, kepada mereka yang rentan dan sangat sensitif terhadap degradasi.. Kerapuhan,
kepekaan ekstrim untuk proses degradasi, bisa merujuk ke seluruh negeri, sebuah proses
degradasi (erosi misalnya) atau properti (struktur tanah misalnya). Stabil atau tahan tanah
tidak selalu menolak perubahan Mereka berada dalam kondisi kondisi stabil mapan dengan
lingkungan baru. Di bawah tekanan, tanah rapuh menurunkan ke steady state baru dan negara
diubah kurang baik untuk pertumbuhan tanaman dan kurang mampu melakukan fungsi
regulasi lingkungan hidup.

Oleh karena itu, untuk lebih singkat dan jelasnya, faktor penyebab degradasi lahan dibagi
menjadi dua yaitu :

a.Faktor Alam

Beberapa faktor alam yang dapat menyebabkan terjadinya degradasi lahan antara lain sebagai
berikut :

1)Bencana alam seperti banjir, longsor, badai, gempa, atau letusan gunung api.

2)Iklim, jenis tanah, dan kemiringan lereng sangat mempengaruhi laju kerusakan lahan.
Daerah dengan curah hujan tinggi seperti Indonesia memiliki potensi erosi yang tinggi pula.
Akibatnya, jika hutan ditebangi, laju erosinya akan semakin tinggi. Jenis tanah tertentu lebih
rawan terhadap erosi. Semakin besar kemiringan lereng, biasanya semakin besar pula potensi
erosi sehingga dapat menimbulkan kerusakan lahan yang lebih besar.

b.Faktor Manusia

Berbagai aktifitas manusia dapat menyebabkan terjadinya degradasi lahan. Aktifitas-aktifitas


tersebut antara lain sebagai berikut :

1)Penebangan hutan yang dilakukan oleh para pengusaha hutan secara besar-besaran atau
penebangan sedikit demi sedikit oleh para perambah hutan.

2)Kerusakan lahan oleh manusia sering didasari oleh kepentingan ekonomi semata, tanpa
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungannya.

3)Pertumbuhan penduduk yang tinggi, sehingga membutuhkan lahan untuk permukiman


maupun aktifitas pertanian.

4)Aktifitas pertanian seringkali tidak cocok dengan kondisi lahan. Misalnya, aktivitas
pertanian yang dilakukan pada lahan dengan kemiringan lereng yang besar.

5)Kerusakan lahan banyak pula terjadi karena sejumlah penduduk yang miskin atau tidak
memiliki lahan yang membuka lahan baru di daerah pegunungan. Akibatnya, tumbuhan dan
hewan di dalamnya terancam serta tanahnya menjadi rawan terhadap erosi.
6)Lahan-lahan bekas penambangan bahan galian seringkali dibiarkan begitu saja jika bahan
galiannya telah habis sehingga lahan menjadi rusak.

3. Dampak Degradasi Lahan

Faktor-faktor penyebab terjadinya degradasi lahan memberikan dampak yang merugikan


terhadap lahan. Kerugian tersebut seringkali tidak ternilai atau tidal dapat dinilai dengan
uang.

Kerugian yang diderita akibat degradasi lahan seringkali jauh lebih besar dibandingkan
keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan lahan itu sendiri.

Dampak yang ditimbulkan akibat degradasi lahan tersebut antara lain :

a. Dampak Degradasi Lahan Terhadap Perubahan Kondisi Iklim

Tumbuhan berfungsi meningkatkan penguapan melalui dedaunan (transpirasi) dan menyerap


panas. Jika tumbuhan banyak ditebang, suhu udara meningkat dan penguapan berkurang.

b.Dampak Degradasi Lahan Terhadap Lingkungan

1) Spesies makhluk hidup yang ada di dalam hutan menjadi hilang atau bahkan punah karena
hutan sebagai habitatnya mengalami kerusakan. Sebagian hewan bermigrasi ke wilayah lain
yang kondisi hutannya lebih baik atau terpaksa masuk ke permukiman penduduk, merusak
kebun atau mengganggu aktivitas manusia.

2)Hilangnya berbagai jenis spesies makhluk hidup karena rusaknya lahan menimbulkan
kerugian yang tak ternilai harganya.

3)Banjir dan kekeringan semakin sering terjadi karena berkurangnya infiltrasi dan
meningkatnya limpasan permukaan.

4)Berkembangnya masalah kemiskinan di kalangan petani karena produktivitas lahannya


terus menurun.

5)Terbukanya lahan karena kerusakan hutan memungkinkan terjadinya erosi yang sangat
intensif pada lahan sehingga tanah menjadi tidak subur.

6)Nilai estetika dari keanekaragaman tumbuhan dan hewan yang hidup pada suatu lahan
menjadi hilang.
7)Hasil-hasil hutan yang secara ekonomi dapat memberikan keuntungan seperti kayu, buah-
buahan, dan tanaman obat menjadi hilang.

4.Usaha-usaha untuk Mengatasi Degradasi Lahan

Ada beberapa cara untuk mengatasa terjadinya degradasi lahan yang semakin menyebar luas
di dunia, berikut adalah beberpa usaha untuk mengtasi terjadinya degradasi lahan.

a.Remediasi

Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah. Sebelum dilakukan


remediasi hal yang perlu diketahui adalah:

Jenis perusak atau pencemar (organik/ anorganik), terdegredasi/ tidak, berbahaya atau tidak.

1)Berapa banyak zat perusak/ pencemar yang telah merusak/ mencemari tanah tersebut.

2)Perbandingan Karbon (C), Nitrogen (N), dan Fosfat (P)

3)Jenis tanah

4)Kondisi tanah (basa, kering)

5)Telah berapa lama zat perusak terendapkan di lokasi tersebut.

Ada dua jenis remediasi tanah:

a)In situ (on-site)

In situ adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri
dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.

b)Ex situ (off site)

Ex situ meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang
aman. Dari daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar, caranya:

(1) Tanah tersebut disimpan di bak/ tangki yang kedap

(2)Kemudian pembersih dipompakan ke bak/ tangki tersebut

(3)Selanjutnya zat perusak/ pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah
dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
b.Bioremediasi

Bioremediasi adalah proses pembersihan perusakan atau pencemaran tanah dengan


menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun
(karbondioksida dan air).

Empat teknik dasar yang biasanya digunakan dalam bioremediasi:

1)Stimulasi aktifitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrient,
pengaturan kondisi redoks, optimasi PH, dan sebagainya.

2)Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang


memiliki kemampuan biotransformasi khusus.

3)Penerapan immobilized enzymes.

4)Penggunaan tanaman (phyroremediation)

Ada beberapa proses bioremediasi harus memperhatikan:

a)Temperatur Tanah

b)Ketersediaan Air

c)Nutrient (N,P,K)

d)Perbandingan C:N kurang dari 30:1

e)Ketersediaan Oksigen

Ada tiga langkah yang terlibat dalam proses mengatasi masalah: penilaian, pemantauan, dan
penerapan teknologi mitigasi. Semua tiga langkah berada dalam lingkup agriculturists dan
khususnya, ilmuwan tanah. Yang terakhir ini jelas memiliki tanggung jawab untuk ilmu
tanah, dan selama dekade terakhir kemajuan substansial telah dibuat dalam
mengkomunikasikan bahaya degradasi lahan.. Namun, masih banyak yang harus dilakukan.

Ilmu tanah telah memberikan kontribusi signifikan terhadap tugas penilaian sumberdaya
tanah tetapi praktisi telah menunjukkan minat sedikit atau tidak ada dalam tugas tambahan
monitoring sumber daya. Ini masih tetap merupakan daerah baru penyelidikan membutuhkan
pedoman, standar, dan prosedur. Tantangannya adalah untuk mengadopsi suatu prosedur
yang diterima secara internasional untuk tugas ini.

Tanah ilmuwan memiliki kewajiban bukan hanya untuk menunjukkan distribusi spasial
sistem menekankan tetapi juga untuk memberikan estimasi yang memadai dari tarif mereka
dari degradasi.. Mereka harus mengembangkan indikator-indikator peringatan dini degradasi
yang memungkinkan mereka untuk berkolaborasi dengan orang lain, seperti ilmuwan sosial,
untuk mengembangkan dan menerapkan teknologi mitigasi. ilmuwan tanah juga memiliki
peran dalam membantu para pengambil keputusan nasional untuk mengembangkan kebijakan
penggunaan tanah yang tepat.

Ada banyak alasan, biasanya pengganggu, mengapa izin pengguna lahan tanah mereka untuk
mendegradasi. Banyak alasan yang berkaitan dengan persepsi masyarakat tanah dan nilai
yang mereka tempat di darat.

Degradasi juga merupakan proses yang lambat dan tidak terlihat begitu banyak orang tidak
menyadari bahwa tanah mereka merendahkan. Menciptakan kesadaran dan membangun rasa
kepengurusan merupakan langkah penting dalam mengurangi degradasi tantangan.

Akibatnya, teknologi tepat guna hanya jawaban parsial. Solusi utama terletak pada perilaku
petani yang tunduk pada tekanan ekonomi dan sosial masyarakat / negara di mana dia tinggal.
Ketahanan pangan, keseimbangan lingkungan, dan degradasi tanah sangat saling terkait dan
masing-masing harus ditangani dalam konteks yang lain memiliki dampak terukur. Ini adalah
tantangan dari abad ke-21 yang harus siap kita hadapi.
DAFTAR KEJADIAN DAN KORBAN BENCANA TANAH LONGSOR

No. Propinsi Jumlah

Kejadian Korban Jiwa RH RR RT LPR

(ha) JL

(m)

MD LL

Jawa Barat 77 166 108 198 1751 2290 140 705

Jawa Tenah 15 17 9 31 22 200 1 75

Jawa Timur 1 3 - - 27 - 70 –

Sumatera Barat 5 63 25 16 14 - 540 60

Sumatera Utara 3 126 - 1 40 8 – 80

Sulawesi Selatan 1 33 2 10 - - - -

Papua 1 3 5 - - - - -

Jumlah 103 411 149 256 1854 2498 751 920

Keterangan :

MD : Meninggal dunia

ML : Luka – luka

RR : Rumah rusak

RH : Rumah hancur

RT : Rumah terancam

BLR : Bangunan lainnya rusak

BLH : Bangunan lainnya hancur

LPR : Lahan petanian rusak ( dalam hektar)


JL : Jalan terputus

Tampak bahwa kejadian bencana dan jumlah korban bencana tanah longsor di Propinsi Jawa
Barat lebih besar dibandingkan dengan propinsi lainnya. Hal demikian disebabkan oleh faktor
geologi, morfologi, curah hujan, dan jumlah penduduk serta kegiatannya.

F. Tahapan Mitigasi Bencana Tanah Longsor

Ø Pemetaan

Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di suatu
wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota dan
provinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari
bencana.

Ø Penyelidikan

Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalam
perencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah.

Ø Pemeriksaan

Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui
penyebab dan cara penanggulangannya.

Ø Pemantauan

Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan
jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang
bertempat tinggal di daerah tersebut.

Ø Sosialisasi

Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota atau Masyarakat


umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi
dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau
dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah

Ø Pemeriksaan bencana longsor


Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara
penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.

G. Tindakan Yang Bisa Dilakukan Selama dan Sesudah Tanah Longsor

1. Tanggap Darurat

Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan
korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, antara lain :

Kondisi medan

Kondisi bencana

Peralatan

Informasi bencana

2. Rehabilitasi

Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana
transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya
supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila
tanah longsor sulit dikendalikan.

3. Rekonstruksi

Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi


pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena
kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan
rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng.
Proses terjadinya tanah longsor adalah air yang meresap ke dalam tanah akan menambah
bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai
bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak
mengikuti lereng dan keluar lereng.

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng
Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Konsekuensi dari tumbukan
itu maka terbentuk palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan,
sebaran gunung api, dan sebaran sumber gempa bumi.

B. Saran

Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-tempat
hunian, antara lain :

Ø Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap).


Ø Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pembangunan)
Ø Vegetasi kembali lereng-lereng.
Ø Beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi hunian.
Selain itu ada hal-hal yang harus diketahui untuk menghindari bencana tanah longsor adalah :
Ø Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat
pemukiman
Ø Buatlah terasering (sengkedan) [ada lereng yang terjal bila membangun
permukiman
Ø Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam
tanah melalui retakan.
Ø Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal
Ø Dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia. 2007. Tanah Longsor. http://id.wikipedia.org/wiki/tanah_longsor. diakses Maret


2008.

Bachri, Moch. 2006. Geologi Lingkungan. Malang : CV. Aksara.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2005. Pengenalan Gerakan Tanah.
Jakarta : Mancamedia.
MAKALAH TANAH LONGSOR DAN DEGRADASI LAHAN
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran PLH

KELOMPOK IV

Disusun Oleh :

Nurlinda
Nia kurniasari
Rohman Padluloh
Farhan Fadilatul Falah
Risman Susanto
Riana Rahmawati

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGRI 1 RANCAH


Desa Rancah Kecamatan Racnah Kabupaten Ciamis

Anda mungkin juga menyukai