Anda di halaman 1dari 11

1

RANGKUMAN MATERI INFOGRAFIS DANAU TOBA

Nama : Muhammad Irfan Sumantri


Kelas : Perikanan C 2018
NPM : 230110180165

DEFINISI DANAU

Danau merupakan salah satu sumber daya alam yang akuatik yang terbentuk dari
kumpulan air (tawar atau asin) dan dikelilingi oleh daratan. Danau terjadi kerana pencairan
glester, aliran air sungai, atau karena adanya sumber mata air. Danau juga dapat menopang
kehidupan berbagai organisme sehingga danau memiliki ekosistem, bagi mahluk hidup danau
merupakan sumber mata air dan keberadaanya sangatlah penting untuk menunjang kehidupan
baik untuk kehidupan organisme didalam danau atau kehidupan di sekitarnya. Secara umum
perairan danau memiliki peran penting dalam pembangunan dan kehidupan masyarakat serta
memiliki fungsi utama sebagai fungsi ekologi, budidaya dan sosial ekonomi (Anwar, dkk
1984). Sementara itu menurut Barus (2004) perairan disebut danau apabila perairan itu dalam
dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan
tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan pada proses terjadinya
danau dikenal danau tektonik yang terjadi akibat gempa dan danau vulkanik yang terjadi akibat
aktivitas gunung berapi.
Danau Toba merupakan tempat wisata yang sering kali dikunjungi oleh banyak orang,
karena memiliki keindahan alam yang masih alami serta udara yang sejuk dan dikelilingi oleh
perbukitan yang hijau dan pegunungan. Danau Toba adalah salah satu danau terbesar se-Asia
Tenggara dan menjadi warisan alam yang letaknya dikeliling oleh tujuh kabupaten di antaranya
Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten
Dairi, Kabupaten Humbang Hasudutan dan Kabupaten Karo tepatnya di Provinsi Sumatra
Utara Indonesia. Danau Toba tersebut berperan sebagai penghubung aktivitas masyarakat
sekitarnya di dalam kehidupan sehari-hari (Anwar 1984).
Menurut Siagian (2009), perairan Danau Toba banyak dimanfaatkan untuk beberapa
sektor seperti pertanian, perikanan, pariwisata, perhubungan, dan juga merupakan sumber air
minum bagi masyarakat di kawasan Danau Toba. Adanya berbagai aktifitas masyarakat akan
memberikan dampak negatif terhadap ekosistem danau, sehingga Danau Toba akan mengalami
perubahan-perubahan ekologis, kondisinya sudah berbeda dari kondisi alami semula. Sehingga
kegiatan masyarakat di kawasan danau mempengaruhi kualitas air Danau Toba (Anwar 1984).
Dari berbagai penelitian di Danau Toba memberikan indikasi telah terjadi penurunan
kualitas air di lokasi-lokasi yang terkena dampak kegiatan masyarakat (Barus 2007). Limbah
domestik yang berasal dari rumah tangga dan toko dibuang ke berbagai aliran sungai yang
2
bermuara ke Danau Toba. Banyak pemukiman penduduk di sekitar pinggiran Danau Toba
bertata letak membelakangi danau dan ternak masyarakat di kawasan itu juga menghasilkan
limbah yang langsung mencemari Danau Toba.
Air bersih dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia untuk melakukan segala
kegiatan. Air bersih yang layak digunakan sebagai air baku minum, saat ini semakin langka
ditemukan. Oleh karena itu, dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapatkan perhatian
yang seksama dan cermat. Untuk mendapatkan air yang baik sesuai dengan standar tertentu,
saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam
limbah dari hasil kegiatan manusia (Wardhana 2004).

Danau Toba merupakan salah satu danau terluas di Indonesia yang terletak di Propinsi
Sumatera Utara, terbentuk akibat karena proses vulcanotektonis dengan luas permukaan
112.790 ha dan kedalaman maksimum 530 m dan memiliki pulau ditengahnya yang dinamakan
Pulau Samosir (Hedianto & Kartamihardja, 2015) Danau ini merupakan danau yang cukup
penting bagi masyarakat sekitar, hal tersebut dikarenakan danau ini banyak dimanfaatkan
sebagai sumber pengairan irigasi, budidaya KJA, pariwisata lokal dan kegiatan konservasi
satwa endemik seperti pada komoditas ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) di sekitaran
perairan danau toba, Sumatera Utara.

Gambar 1. Danau Toba

SEJARAH DANAU TOBA

Danau ini terbentuk pada sekitar 73.000 hingga 75.000 tahun yang lalu. Sejarah
mencatat bahwa Danau Toba awalnya adalah gunung api raksasa (supervolcano) yang
kemudian meletus. Diperkirakan saat pertama kali meletus gunung supervolcano tersebut dapat
melontarkan 2.800 km3 magma ke area sekitarnya. Letusan ini berskala 8 dalam Volcano
Explosivity Index (VEI), dan yang terkuat dalam dua juta tahun terakhir. Luncuran awan panas
letusan Toba, mencapai area seluas 20.000 km2. Awan panas itu menimbun nyaris seluruh
daratan pulau sumatera mulai dari Samudera Hindia di sebelah barat hingga Selat Malaka di
sebelah timur dengan ketebalan material rata-rata 100 meter dan di beberapa area pantai
3
mencapai 400 meter. Setelah meletus hebat, kaldera Toba tertutup bebatuan beku. Sumber air

kemudian masuk secara alami mengisi cekungan kaldera sekitar dalam waktu yang lama
hingga dapat membentuk sebuah danau yang luas. (Manurung, 2015).

KARAKTERISTIK DANAU TOBA

Danau Toba yang mempunyai luas permukaan lebih kurang 112.970 ha, merupakan
danau yang paling luas di Indonesia. Secara geografis Danau Toba terletak diantara 98o – 99o
Bujur Timur dan 2" - 3" Lintang Utara, berjarak sekitar 175 km dari kota Medan, terletak pada
ketinggian 995 m di atas permukaan laut, dengan kedalaman maksimum yaitu 525 m yang
terdapat di kawasan perairan Haranggaol (Manurung, 2015).

Gambar 2. Kontur Geografis Danau Toba

a) Pola Aliran Air Danau Toba


Pola aliran sungai yang menjadi inlet danau serta outletnya yang akan membentuk
pola regim aliran air yang spesifik untuk setiap danau. Pola regim aliran ini akan berperan
terhadap pola dan dinamika bahan pencemar dari berbagai aktivitas pemanfaatan baik di
wilayah perairan maupun daratannya. Pola aliran air di Danau Toba didominasi oleh inlet
berupa sungai-sungai kecil, dengan jumlah total 289 sungai namun hanya 71 sungai
permanent dan sisanya bersifat musiman (intermitten).
Dari Pulau Samosir mengalir 122 buah sungai dan dari daratan Sumatera 177 buah
(Soedarsono, 1989). Sungai yang memiliki debit paling besar adalah Sungai Simangira
(+10 m3 /dt), sungai yang memiliki debit sedang adalah Naborsahan (+2 m3 /dt), S. Balige
(+2 m3 /dt), dan Sipultakhuda(+1,4 m3 /dt). Sungai- sungai tersebut umumnya berada di
wilayah selatan danau, sementara outletnya sendiri yaitu Sungai Asahan juga berada di
wilayah selatan danau (Koeshendrajana, 2017).
4

Gambar 3. Pola Aliran Air Danau Toba


Berdasarkan kondisi tersebut akan menciptakan pola/waktu simpan air yang
berbeda. Wilayah perairan Danau Toba bagian selatan cenderung akan lebih dinamis
dibandingkan dengan wilayah utaranya, yang harus menjadi pertimbangan
pemanfaatannya terkait dengan tingkat akumulasi pencemar yang berbeda
(Koeshendrajana, 2017).
b) Parameter Kualitas Air Danau Toba
Berikut merupakan tabel hasil pengkuran kualitas air di Danau Toba pada 3 titik
pengukuran yang berbeda pada penelitian yang dilakukan (Silalahi, 2009)

Tabel 1. Parameter Kualitas Air

Hasil pengukuran terhadap nilai BOD5 menunjukkan bahwa nilai terendah sebesar
1,86 mglL diperole h pada lokasi Simanindo (kedalaman 5 m), sedangkan nilai tertinggi
sebesar 4,55 mg/L diperoleh pada lokasi Parapat (kedalaman 5 n). Nilai BOD5 yang
diperoleh pada lokasi pengamatan menunjukkan indikasi tentang kadar bahan organic di
dalam air, yang berasal dari limbah cair yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan manusia. Nilai
yang tinggi pada lokasi Parapat sangat berhubungan dengan pencemaran air danau toba oleh
limbah yang dihasilkan oleh penduduk (limbah domestik), dibandingkan dengan nilai yang
lebih rendah pada lokasi Simanindo. Hal inijuga menunjukkan bahwa pada lokasi-lokasi
tertentu di kawasan Danau Toba telah terjadi pencemaran air yang menyebabkan terjadinya
penruunan kualitas air danau.
5
PEMANFAATAN DANAU TOBA

Danau Toba dimanfaatkan oleh banyak sektor, baik pariwisata, energi, perhubungan
dan perikanan. Kegiatan perikanan yang berkembang adalah perikanan tangkap dan perikanan
budidaya di keramba jaring apung. Namun, pemanfataan yang paling utama adalah kegiatan
Budidaya Perikanan di KJA dan Pemanfataan Pariwisata di sejumlah titik danau.

Gambar 4. KJA di Danau Toba


Upaya pengelolaan perikanan di Danau Toba telah banyak dilakukan, khususnya untuk
mendukung perikanan tangkap dimana salah satunya adalah dengan cara introduksi jenis ikan
tertentu (Tjahjo et al., 2017). Danau ini merupakan sumber daya air yang mempunyai nilai
yang sangat parting ditinjau dari fungsi ekologis serta fungsi ekonomis. Hal ini berkaitan
dengan fungsi Danau Toba sebagai habitat berbagai jenis organisma air, fungsi air Danau Toba
sebagai sumber air minum bagi masyarakat sekitarnya, sebagai sumber air untuk kegiatan
pertanian dan budi daya perikanan serta untuk menunjang berbagai jenis industri (misalnya
kebutuhan air untuk industri pembangkit listrik Sigura-gura, Asahan). Tak kalah pentingnya
adalah fungsi Danau Toba sebagai kawasan wisata yang sudah terkenal ke mancanegara dan
sangat potensil untuk pengembangan kepariwisataan di Propinsi Sumatera Utara.
(Kartamihardja et al., 2015).
6

Gambar 5. PLTA di Danau Toba


Contoh pemanfaatan Danau Toba pada tahun 2003, ikan bilih (Mystacoleucus
padangensis) yang merupakan jenis ikan endemik Danau Singkarak berhasil diintroduksi ke
Danau Toba. Tujuan introduksi ikan bilih, selain sebagai salah satu upaya konservasi karena
populasi ikan tersebut di habitat aslinya mulai menurun, juga sebagai upaya peningkatan
produksi ikan di perairan umum daratan (Kartamihardja et al., 2015) Sejak diintroduksikan,
kegiatan perikanan tangkap ikan bilih telah menyerap banyak tenaga kerja seperti nelayan,
pengumpul pedagang, pengolah dan pemasaran hasil serta berdampak positif terhadap ekonomi
dan sosial masyarakat sekitar Danau Toba (Kartamihardja, 2019).

Gambar 6. Kegiatan Introduksi Ikan Bilih Danau Toba


Danau Toba merupakan habitat bagi banyak organisme air tawar pada umumnya, selain
itu masih ada masyarakat yang memanfaatkan air Danau Toba sebagai sumber air minum,
sebagai penunjang perekonomian masyarakat, misalnya melalui budidaya perikanan dengan
keramba jaring apung (KJA), industri pariwisata, kegiatan transportasi air, dan penunjang
7

berbagai jenis industri seperti kebutuhan air untuk industri pembangkit lisrik di Sigura-gura
Kabupaten Asahan (Hedianto & Kartamihardja, 2015).

PERMASALAHAN DANAU TOBA

Permasalahan utama yang mengancam keberlangsungan ekosistem danau Toba


biasanya disebabkan oleh dua hal yang paling dominan, yaitu pertama disebabkan karena
pencemaran sampah domestic oleh penduduk sekitar, sehingga menyebabkan kadar kualitas air
menjadi tercemar, kemudian permasalahan kedua yaitu disebabkan oleh aktivitas budidaya
KJA yang berlebih dan tidak terkontrol dalam pengelolaannya sehingga juga menyebabkan
lingkungan perairan danau toba menjadi buruk, terutama dapat menyebabkan blooming algae
yang menandakan perairan tersebut tercemar bahan organic yang tinggi. (Harianja, 2018).

Gambar 7. Pencemaran Limbah Domestik di Tepian Danau Toba


Seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat di Danau Toba, banyak hal yang
dikhawatirkan melanda danau Toba, kerusakan ekologi menjadi salah satu yang utama.
Kerusakan ini diakibatkan oleh berbagai hal, dari kebiasaan masyarakat setempat yang
menjadikan danau sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga, berdasarkan Survey yang
dilakukan LIPI sumber-sumber yang potensial menimbulkan pencemaran di perairan Danau
Toba seperti: limbah domestik, perahu motor atau kapal yang menghasilkan residu minyak dan
oli, peternakan yang menghasilkan limbah dan sisa makanan, budidaya perikanan yang
menggunakan keramba jaring apung yang menghasilkan sisa pakan ikan (pellet), pertanian
yang menghasilkan residu pestisida dan pupuk, populasi enceng gondok (Hutagalung et al.,
2014).
8

Keramba jaring apung (KJA) yang semakin banyak sehingga mempengaruhi kualitas
air danau, berdasarkan data citra satelit Spot VII pada 2016 terdapat sekitar 11.282 KJA di
Danau Toba. Jumlah tersebut tersebar di 7 Kabupaten, 80% berada di kawasan Kabupaten
Simalungun. Tingginya aktivitas manusia di Danau toba mengakibatkan potensi terjadinya
penurunan pada kualitas perairan. Khusus pada budidaya perikanan dengan cara keramba
jaring apung (KJA) dinilai sangat berpotensi mengakibatkan penurunan kualitas air melalui
limbah pakan dan kotoran ikan, apalagi aktivitas KJA ini tidak hanya dikerjakan oleh
masyarakat lokal namun juga perusahaan perikanan budidaya (Panjaitan, 2009)

Gambar 8. Ribuan Ton Ikan Mati di KJA Akibat Kualitas Air yang Buruk
Keberadaan KJA di Danau Toba ada yang dikelola oleh perusahaan asing, salah satunya
adalah milik PT Aquafarm Nusantara dan PT JAPFA. Keberadaan KJA ini dianggap
melakukan pencemaran terhadap lingkungan Danau Toba. Kebutuhan akan air pada
masyarakat yang tinggal diseputaran Danau Toba 88% merupakan berasal dari danau itu
sendiri, ini termasuk kebutuhan sumber air minum (N. R. Tampubolon, 2018) menjadi ironi
mengingat air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat setempat sudah tercemar, sehingga
akan berdampak kepada pariwisata di danau Toba pada masa kini hingga pada masa yang akan
datang nanti, air danau Toba menjadi unsur yang sangat penting dalam kehidupan dan dalam
perkembangan pariwisata, jika air danau sudah tercemar maka kehidupan masyarakat menjadi
sulit dan pariwisata akan berhenti dan pasti tidak ada yang mau berwisata ke tempat yang sudah
tercemar. Pariwisata di Danau Toba bukan hanya menawarkan keindahan dan panoramanya
saja tetapi banyak wisatawan yang datang untuk berenang dan merasakan kesegaran air Danau
Toba, dalam masa mendatang itu akan sulit terwujud kalau kualitas air sudah tercemar (Y. C.
W. Tampubolon, 2020).
9
UPAYA PENANGANAN DANAU TOBA

Keramba Jaring Apung (KJA) memang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, namun
penelitian telah menunjukkan bagaimana limbah KJA ini merusak kualitas air dan ekosistem
yang ada di dalamnya. Pemerintah harus melakukan evaluasi dalam waktu yang cepat terhadap
kebijakan pemberian izin KJA di danau Toba, masyarakat setempat membutuhkan air danau
yang bersih untuk kebutuhan hidup. Pemerintah harus tegas dalam menghadapi berbagai
bentuk aktifitas masyarakat yang melakukan pencemaran terhadap lingkungan Danau Toba,
kepentingan meningkatkan pendapatan daerah hendaknya tidak mengorbankan kelestarian
alam dan lingkungan, aktifitas ekonomi diharapkan tidak berseberangan atau tidak menyalahi
ekosistem lingkungan. (Silalahi, 2009).
Pemerintah juga harus meninjau kembali Perpres No. 81 tahun 2014 tentang zonasi
perairan di danau Toba, dimana melalui Perpres ini para pengusaha KJA bersembunyi, karena
dalam perpres disebutkan bahwa KJA diperbolehkan dimana zonanya telah ditentukan oleh
pemerintah pengusaha melihat itu sebagai peluang. Pemerintah daerah juga harus memiliki
paradigma bahwa Danau Toba adalah “warisan” atau harta berharga, bukan sebatas tempat
wisata bahkan tempat sampah sehingga melalui paradigma “warisan” pemerintah daerah dapat
menjaga dan menerbitkan fokus peraturan atau kebijakan yang sifatnya merawat dan tidak
merusak ekosistem danau, harapannya Danau Toba harus bersih dan tetap menjadi tempat yang
layak bagi semua mahluk saat ini dan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, J, J. Damanik. N Hisyam dan A.J. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem. Sumatera.
Yogyakarta : UG Press.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU. Press.
Medan.
Barus, E. 2007. Pengendalian Gulma di Perkebunan : Efektivitas dan Efisiensi. Aplikasi
Herbisida. Yogyakarta.Kanisius. p.60
Harianja, D. (2018). Kajian Tingkat Pencemaran Air Di Kawasan Perairan Danau Toba Desa
Silimalombu Kecamatan Onanrunggu Kabupaten Samosir. UNIMED.
Hedianto, D. A., & Kartamihardja, D. E. S. (2015). Karakteristik Biologi dan Dampak
Introduksi Ikan Kaca (Parambassis siamensis, Fowler 1937) di Danau Toba. Prosiding
Forum Nasional Pemulihan Dan Konservasi Sumberdaya Ikan-V.
Hutagalung, F., Utomo, B., & Dalimunthe, A. (2014). Persepsi Masyarakat di Sekitar Danau
Toba Terkait Rendahnya Tingkat Keberhasilan Reboisasi di Daerah Tangkapan Air
Danau Toba. Peronema Forestry Science Journal, 4(4), 115–119.
Kartamihardja, E. S. (2019). Keberhasilan introduksi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis
Blkr) di Danau Toba perlu pemulihan. Warta Iktiologi, 3(1), 1–8.
Kartamihardja, E. S., Fahmi, Z., & Umar, C. (2015). Zonasi ekosistem perairan Danau Toba
untuk pemanfaatan perikanan berkelanjutan. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, 7(1),
1–8.
Koeshendrajana, S. (2017). Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap di Danau
Toba Paska Introduksi Ikan Bilih. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, 3(1), 1–12.
Manurung, G. A. (2015). Analisis Daya Dukung Perairan Danau Toba Untuk Budidaya Ikan
Keramba Di Desa Horsik Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir. UNIMED.
Panjaitan, P. (2009). Kajian Potensi Pencemaran Keramba Jaring Apung PT. Aquafarm
Nusantara di Ekosis-tem Perairan Danau Toba. Jurnal Visi, 17(3), 290–300.
Silalahi, J. (2009). Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi
Akuatik di Perairan Balige Danau Toba.
Tampubolon, N. R. (2018). Analisis Pencemaran Kualitas Air Danau Toba Akibat Aktivitas
Masyarakat di Kota Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2018.
Tampubolon, Y. C. W. (2020). Analisis Kualitas Air dan Tingkat Pencemaran di Danau Toba
Desa Sipinggan Kabupaten Samosir Sumatera Utara.

12
13

Tjahjo, D. W. H., Nastiti, A. S., Purnomo, K., Kartamihardja, E. S., & Sarnita, A. S. (2017).
Potensi Sumber Daya Perikanan di Danau Toba, Sumatera Utara. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia, 4(1), 1–12.
Harianja, D. (2018). Kajian Tingkat Pencemaran Air Di Kawasan Perairan Danau Toba Desa
Silimalombu Kecamatan Onanrunggu Kabupaten Samosir. UNIMED.
Hedianto, D. A., & Kartamihardja, D. E. S. (2015). Karakteristik Biologi dan Dampak
Introduksi Ikan Kaca (Parambassis siamensis, Fowler 1937) di Danau Toba. Prosiding
Forum Nasional Pemulihan Dan Konservasi Sumberdaya Ikan-V.
Hutagalung, F., Utomo, B., & Dalimunthe, A. (2014). Persepsi Masyarakat di Sekitar Danau
Toba Terkait Rendahnya Tingkat Keberhasilan Reboisasi di Daerah Tangkapan Air
Danau Toba. Peronema Forestry Science Journal, 4(4), 115–119.
Kartamihardja, E. S. (2019). Keberhasilan introduksi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis
Blkr) di Danau Toba perlu pemulihan. Warta Iktiologi, 3(1), 1–8.
Kartamihardja, E. S., Fahmi, Z., & Umar, C. (2015). Zonasi ekosistem perairan Danau Toba
untuk pemanfaatan perikanan berkelanjutan. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, 7(1),
1–8.
Koeshendrajana, S. (2017). Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap di Danau
Toba Paska Introduksi Ikan Bilih. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, 3(1), 1–12.
Manurung, G. A. (2015). Analisis Daya Dukung Perairan Danau Toba Untuk Budidaya Ikan
Keramba Di Desa Horsik Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir. UNIMED.
Panjaitan, P. (2009). Kajian Potensi Pencemaran Keramba Jaring Apung PT. Aquafarm
Nusantara di Ekosis-tem Perairan Danau Toba. Jurnal Visi, 17(3), 290–300.
Silalahi, J. (2009). Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi
Akuatik di Perairan Balige Danau Toba.
Tampubolon, N. R. (2018). Analisis Pencemaran Kualitas Air Danau Toba Akibat Aktivitas
Masyarakat di Kota Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2018.
Tampubolon, Y. C. W. (2020). Analisis Kualitas Air dan Tingkat Pencemaran di Danau Toba
Desa Sipinggan Kabupaten Samosir Sumatera Utara.
Tjahjo, D. W. H., Nastiti, A. S., Purnomo, K., Kartamihardja, E. S., & Sarnita, A. S. (2017).
Potensi Sumber Daya Perikanan di Danau Toba, Sumatera Utara. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia, 4(1), 1–12.
Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai