Anda di halaman 1dari 3

Pembahasan

Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk
mengamatinya diperlukan alat bantuan. Mikroorganisme disebut juga organisme mikroskopik.
Mikroorganisme sering kali bersel tunggal maupun bersel banyak. Setiap mikroorganisme
membutuhkan nutrisi yang berbeda-beda tergantung dari jenisnya. Dimana komposisi suatu
bahan pangan sangat menentukan jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh dengan baik pada
bahan tersebut. Pada praktikum ini, mikroorganisme yang akan diuji merupakan bakteri halofilik.
Bakteri ini membutuhkan kondisi khusus untuk dapat tumbuh yaitu bakteri ini dapat tumbuh
pada kondisi yang memiliki konsentrasi garam tinggi salah satunya pada makanan yang memiliki
kadar garam tinggi. Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan pada beberapa sampel berupa
beragam jenis ikan yang memiliki kadar garam tinggi dengan tujuan untuk mengetahui
pertumbuhan bakteri halofilik pada berbagai jenis ikan asin.

Bakteri halofilik merupakan jenis mikroorganisme yang habitatnya berada pada kadar garam
tinggi. Bakteri halofilik dapat diklasifikasikan berdasarkan kadar garam yang dibutuhkan
diantaranya jenis halofil rendah yang tumbuh optimal pada 2-5% NaCl, jenis halofil sedang yang
tumbuh optimal pada 5-20% NaCl dan untuk jenis halofil yang ekstrim (kadar garam tinggi)
tumbuh optimal pada kadar garam sekitar 20-30% NaCl. Jenis bakteri halofilik Archea berupa
Halobacterium salinarum, Haloarcula marismortui, Haloquadratum walsbyi dan
haloalkaliphile Natronomonas pharaonis mempunyai kebutuhan nutrisi yang berbeda dan
tingkat mendegradasi senyawa-senyawa organik yang berbeda seperti gliserol, pentosa dan folat.
Beberapa bakeri disebut halotoleran (tahan garam), yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan atau
tanpa garam. Jika bakteri halofilik dapat tumbuh optimal pada konsentari garam 3-15% maka
bakteri ini dapat hidup dengan atau tanpa garam. Konsentrasi garam yang dibutuhkan halotoleran
yaitu sekitar 5% atau lebih. Adapun contoh bakteri halotoleran yaitu Bacillus, Micrococcus,
Corynobacterium, Streptococcus, dan Clostridium. Bakteri holofilik dan halotoleran sering
ditemukan pada makanan berkadar garam tinggi atau di dalam larutan garam.

Seperti yang diketahui bahwa berbagai masakan, produk makanan, ataupun bahan mentah yang
ada di Indonesia banyak yang mengandung garam. Hal ini tentu saja menimbulkan kemungkinan
adanya bakteri halofilik di dalam berbagai makanan tersebut. Beberapa makanan yang memiliki
kandungan garam di dalamnya yaitu ikan asin, teri kering, cumi kering, dan ikan peje. Keempat
bahan makanan tersebut merupakan sampel dari paraktikum mengenai uji bakteri halofilik ini.
Kemampuan bakteri halofilik bertahan pada bahan pangan mengandung garam disebabkan
karena memiliki kandungan kalium klorida (KCl) yang tinggi dalam selnya, dimana bakteri ini
memerlukan konsentrasi kalium yang tinggi untuk mempertahankan stabilitas ribosomnya. Tak
hanya itu, bakteri halofilik juga memiliki membran purple bilayer yang dinding selnya terdiri
dari murein sehingga tahan terhadap ion natrium. Seperti yang diketahui bahwa bakteri halofilik
agar tetap hidup membutuhkan nutrien-nutrien seperti karbon (C), oksigen (O) dan nitrogen (N)
yang merupakan elemen utama penyusun sel bakteri tersebut.
Media yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri pada praktikum ini yaitu TSA dan juga TSA
+NaCl. Media TSA adalah media kultur universal karena hampir semua jenis bakteri bisa
tumbuh pada media dan ditambahkan garam NaCl. Garam NaCl merupakan garam murni yang
dapat membantu mempertahankan tekanan osmotik disamping juga membantu menjaga
keseimbangan asam dan basa. Selain itu, tujuan penambahan NaCl yang jumlahnya bervariasi
adalah untuk mengetahui kebutuhan garam untuk pertumbuhan optimumnya, sedangkan untuk
medium TSA yang tidak ditambahkan NaCl digunakan sebagai pembanding. Garam
mempengaruhi aktivitas air (Aw) dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme
dengan suatu metoda yang bebas dari pengaruh racunnya, dan bakteri halofilik dapat tumbuh
dalam larutan garam yang hampir jenuh, tetapi bakteri ini membutuhkan waktu penyimpanan
yang lama untuk tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan.

Ikan atau bahan pangan yang berasal dari laut yang digunakan dalam praktikum ini mengandung
garam yang cukup tinggi. Cara pengolahan yang menggunakan garam sebagai pengawetnya
dapat meningkatkan kandungan garam pada ikan atau bahan pangan sehingga dengan
penambahan garam NaCl pada media TSA akan membuat daya simpan pada ikan akan semakin
lama, sehingga pertumbuhan bakteri halofilik menjadi semakin terhambat. Oleh karena itu,
fungsi garam yang ada mempengaruhi aktivitas air (Aw) yang terkandung dalam daging ikan
menyebabkan aktifitas bakteri dalam ikan menjadi terhambat, dapat menjadikan protein daging
terdenaturasi, menyebabkan sel-sel mikroba menjadi lisis karena perubahan tekanan osmosis,
sedangkan ion klorida pada garam dapur memiliki daya toksisitas yang tinggi pada mikroba serta
memblokir sistem respirasinya

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan, terlihat bahwa sebaran
jumlah koloni tiap sampel dan tiap faktor penegenceran pada hasil pengamatan pada hasil
pengamatan ini menunjukkan keragaman data. Prinsip dari faktor pengenceran yaitu, semakin
tinggi faktor pengenceran maka semakin rendah jumlah koloni mikroba atau faktor pengenceran
berbanding terbalik dengan jumlah koloni mikroba. Dari hasil yang didapatkan, terlihat bahwa
dari berbagai faktor pengenceran yang dilakukan mulai dari 10 -3, 10-4, dan 10-5, sampel berupa
ikan asin merupakan sampel yang memiliki hasil TBUD (Terlau Banyak Untuk Dihitung),
sementara sampel lainnya berupa teri kering, cumi kering, dan ikan peje memiliki hasil yaitu
7,95 x 105 Σ koloni (CFU/ gram) ; 2,5 x 106 Σ koloni (CFU/ gram) ; 3,7 x 106 Σ koloni (CFU/
gram). Dari keempat hasil ini terlihat bahwa ikan asin merupakan hasil tertinggi dan teri kering
mendapatkan hasil terendah sehingga dapat diketahui bahwa koloni bakteri halofilik yang paling
banyak berada di ikan asin.

Pertumbuhan bakteri pada ikan asin dikarenakan prinsip pengawetan ikan dan pengolahannya
merupakan kombinasi antara penambahan garam dan pengeringan, dalam jumlah yang cukup
garam dapat mencegah terjadinya pembusukan oleh jasad renik. Namun sebenarnya, sampel ikan
asin memiliki jumlah koloni rendah karena ikan asin memiliki kadar garam mencapai 20% dan
pada konsentrasi ini bakteri halofilik tidak dapat hidup ditambahkan lagi dengan media TSAS
yang mengandung garam. Banyaknya bakteri halofilik yang tumbuh pada ikan asin dapat
disebabkan karena ikan asin merupakan produk pengawetan yang dihasilkan melalui proses
penggaraman dan pengeringan. Daya pengawetan oleh garam ini disebabkan garam atau NaCl
mempunyai osmotik yang tinggi sehingga selain dapat menarik air dari daging ikan sekaligus
menarik cairan sel mikroorganisme sehingga sel mengalami plasmolisis dan mati.

Pada dasarnya kandungan protein ikan asin maupun bahan hasil laut yang dikeringkan relatif
tinggi (16%) dengan kandungan airnya mencapai 80% akan menyebabkan bahan mudah rusak.
Pada pengolahan tradisional secara umum cara pengolahan yang kurang saniter dan higienis serta
penyimpanan dalam keadaan yang tidak dilindungi atau dikemas dengan baik mengakibatkan
produk ikan asin dan hasil laut lainnya sangat rentan terhadap keusakan mikrobiologi.
Pengawetan dengan garam dilakukan karena sifat pengawetan dari garam juga disebabkan
adanya garam didalam jaringan ikan akan mengurangi atau menghilangkan oksigen dari jaringan
ikan sehingga pertumbuhan jasad renik yang membutuhkan oksigen akan terhambat. Disamping
itu garam dapat terurai menjadi ion natrium dan ion klorida. Ion klorida ini bersifat beracun
terhadap jasad renik selain itu pengeringan akan mengurangi kadar air pada ikan sehingga jasad
renik tidak bisa tumbuh dan proses pembusukan dapat dicegah.

Berdasarkan SNI, batas maksimum angka lempeng total (ALT) atau total plate count mikroba
pada ikan dan hasil laut lainnya termasuk moluska, crustase yang dikeringkan dengan atau tanpa
garam maksimum 1 x 105CFU/g pada suhu 30°C dalam kurun waktu 72 jam. Penyebab cemaran
mikroba pada bahan pangan dapat disebabkan karena jumlah awal mikroba pada ikan
mempengaruhi jumlah mikroba selanjutnya sehingga akan meningkatkan jumlah cemaran
mikroba pada produk hasil perikanan, selain itu juga dipengaruhi oleh lama penyimpanan
sebelum dipasarkan ataupun waktu pemasaran yang terlalu lama. Selain itu, faktor yang menjadi
penyebab cemaran mikroba yaitu rendahnya sanitasi dan tingkat higienitas pada proses
pengolahan dan tempat pemasaran. Pengolahan yang dilakukan oleh produsen juga menjadi
faktor yang mempengaruhi cemaran mikroba pada ikan seperti apabila pencucian ikan sebelum
diasinkan dan dikeringkan menggunkan air yang tidak higienis atau tercemar oleh mikroba.

Anda mungkin juga menyukai