Makalah Waris Mela Aul, Rad Dan Kalalah (1) 5
Makalah Waris Mela Aul, Rad Dan Kalalah (1) 5
Oleh :
Mela Natasya
NIM : 1906002011006
Dosen Pengampu :
Dr. Desi Asmaret, M.Ag
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Teknik Sempling
B. Data Penelitian
C. Instrumen Penelitian
D. Teknik Pengumpulan Data
E. Pengelola Data
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah Hukum kewarisan Islam menjelaskan tentang prosedur beserta substansi
dalam hal pembagian waris. Zaman yang semakin berkembang menjadi sebuah
fenomena yang perlu dikaji oleh hukum waris Islam. Problematika baru yang belum
pernah ada di masa lalu sekarang muncul bergantian. Konsep dasar dalam hukum
waris tentunya menjadi hal pokok sebagai landasan guna penyelesaian masalah di
masyarakat. Kasus kelebihan harta waris (radd) dan kasus kekurangan harta waris
(aul) bukanlah yang pertama kali. Sudah sekian lama kasus ini terjadi di dalam
masyarakat. Sejauh ini hukum Islam mencoba memberikan solusi terkait masalah
ini. Sehingga jelas bahwa Hukum Waris Islam senantiasa mengikuti perkembangan
zaman. Karena hukum itu bersifat dinamis sesuai dengan keadaan sosial
masyarakat yang ada.
Indonesia sebagai salah satu negara bekas jajahan Hindia Belanda yang
beraneka ragam suku, bahasa dan budaya serta agama, mempunyai ciri khas
tersendiri, yang tida dipunyai oleh negara-negara lain, karena beraneka ragam
suku, adat istiadat inilah maka mengenai sitem hukum yang berlaku berbeda-
beda, hal ini disebabkan karena adanya sifat kekeluargaan, golongan-golongan
yang masih dipengaruhi dan ditentukan oleh corak warisan dari kolonial Hindia
Belanda, sehingga hukum warisan yang berlaku di Indonesia juga masih
beraneka ragam berdasarkan golongan warga negara.
Umat islam memiliki kewajiban untuk mewariskan harta warisan kepada
alhi waris setelah pewaris meninggal dunia. Umat islam dituntut untuk
menjadikan ajaran hukum waris islam sebagai pedoman dalam menentukan hal-
hal yang berkaitan dengan pembagian waris. Apabila telah terjadi kematian dan
yang mati meninggalkan harta maka hal yang harus dilakukan umat islam yaitu
membagi harta warisan sesuai dengan hukum faraidh
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang masalah diatas dapat ditarik beberapa rumusan masalah,
diantaranya:
1. Bagaimana cara menyelesaikan kasus Aul sesuai hukum Islam yang berkeadilan
prosedural dan substansial ?
2. Bagaimana cara penyelesaian kasus Radd sesuai hukum Islam yang berkeadilan
prosedural dan substansial ?
3. Bagaimana cara permasalahan kasus kalalah sesuai hukum islam yang
berkeadilan prosedural dan substansial?
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui menyelesaikan permasalahan Uaul
2. Untuk mengetahui menyelesaikan permaslahan Rad
3. Untuk mengetahui menyelesaikan permasalahan kalalah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kasus (Aul)
Ibu Reni dan Bapak Aldi menikah pada tahun 2007. Ibu Reni yang berprofesi sebagai guru di
sebuah sekolah SMA dan Bapak Aldi yang berprofesi sebagai anggota POLRI di Polres. Selama
menikah keduanya tidak dikaruniai seorang anak pun. Pada tahun 2012 bu Reni menderita sakit
kanker kandungan sehingga ia pun meninggal pada tahun 2013
Bu Reni meninggalkan beberapa harta mulai dari tanah, tabungan, dan warisan dari
almarhumah bapaknya yang jika dikalkulasikan sebesar Rp. 900.000.000,- . Ibu Reni meninggalkan
seorang suami, dua orang sdri kandung yang bernama Rini dan Luna, dan seorang ibu yang sudah tua.
Bagaimanakah pembagian harta waris masing-masing sesuai hukum kewarisan Islam yang memiliki
keadilan secara prosedural dan secara substansial.
Kedudukan dan posisi ahli waris
Ashabul furudh
Dzawil furudh nasabiyah: 1. Dua sdri kandung (bagian 2/3 tanpa anak) Dalil Naqli
dalam
QS. An-Nisa’ ayat 176.2 ك قُ ِل هّٰللا ُ يُ ْفتِ ْي ُك ْم فِى ْال َك ٰللَ ِة ۗاِ ِن ا ْم ُر ٌؤا َ ۗ َيَ ْستَ ْفتُ ْون
ٓا اِ ْنaaَ َو يَ ِرثُهaُك َوه َ ۚ َرaَف َما ت ُ ْت فَلَهَا نِص ٌ ْس لَ ٗه َولَ ٌد َّولَ ٗ ٓه اُ ْخَ ك لَي َ َهَل
ك ۗ َواِ ْنَ َرa َا الثُّلُ ٰث ِن ِم َّما تaaا ْاثنَتَي ِْن فَلَهُ َمaaَاِ ْن َكانَتa َ ٌد ۚ فa َا َولaaَلَّ ْم يَ ُك ْن لَّه
ظ ااْل ُ ْنثَيَي ۗ ِْن يُبَي ُِّن هّٰللا ُ لَ ُك ْم
ِّ aلذ َك ِر ِم ْث ُل َح َّ َِكانُ ْٓوا اِ ْخ َوةً رِّ َجااًل َّونِ َس ۤا ًء فَل
ࣖ ضلُّ ْوا ۗ َوهّٰللا ُ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِ ْي ٌم ِ َاَ ْن ت
Artinya: jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi
keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Berdasarkan dalil Aqli disini
jelas bahwa jika si mati tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai saudara laki-laki sekandung,
bagian dua orang sdr perempuannya adalah 2/3 yang ketika dibagi masing-masing mendapat 1/3.
Karena pada dasarnya saudara sekandung adalah ahli waris pengganti disaat pengganti utama tidak
ada.
Ibu (bagian 1/3 karena pewaris tidak punya anak)
Dalil Naqli dalam QS. An-Nisa’ ayat 11. 4
ظ ااْل ُ ْنثَيَي ِْن ۚ فَاِ ْن ُك َّن نِ َس ۤا ًء ِّ لذ َك ِر ِم ْث ُل َح َّ ِص ْي ُك ُم هّٰللا ُ فِ ْٓي اَ ْواَل ِد ُك ْم ل
ِ ي ُْو
ۗف ُ aص ْ ِّا النaَ َدةً فَلَهaاح ِ ت َو ْ َك ۚ َواِ ْن َكان َ ق ْاثنَتَي ِْن فَلَه َُّن ثُلُثَا َما تَ َر َ فَ ْو
اِ ْنaaَان لَ ٗه َولَ ٌد ۚ ف َ ك اِ ْن َك َ اح ٍد ِّم ْنهُ َما ال ُّس ُدسُ ِم َّما تَ َر ِ َواِل َبَ َو ْي ِه لِ ُك ِّل َو
ان لَ ٗ ٓه اِ ْخ َوةٌ فَاِل ُ ِّم ِه َ ث ۚ فَاِ ْن َك ُ ُلَّ ْم يَ ُك ْن لَّ ٗه َولَ ٌد َّو َو ِرثَ ٗ ٓه اَبَ ٰوهُ فَاِل ُ ِّم ِه الثُّل
ا ُؤ ُك ۚ ْم اَلaۤ aَا ُؤ ُك ْم َواَ ْبنaۤ aَص ْي ِبهَٓا اَ ْو َدي ٍْن ۗ ٰاب ِ صيَّ ٍة ي ُّْو ِ ال ُّس ُدسُ ِم ۢ ْن بَ ْع ِد َو
اaaان َعلِ ْي ًم َ ضةً ِّم َن هّٰللا ِ ۗ اِ َّن هّٰللا َ َك َ تَ ْدر ُْو َن اَيُّهُ ْم اَ ْق َربُ لَ ُك ْم نَ ْفعًا ۗ فَ ِر ْي
َح ِك ْي ًما
Artinya: jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja),
ۚ ٌدa َك اَ ْز َوا ُج ُك ْم اِ ْن لَّ ْم يَ ُك ْن لَّه َُّن َولَ َرa َا تaaف َم ُ aص ْ َولَ ُك ْم ِن
ِدaaْ َر ْك َن ِم ۢ ْن بَعaaَ ُع ِم َّما تaaُ ٌد فَلَ ُك ُم الرُّ بaaَان لَه َُّن َولaa َ اِ ْن َكaaَف
َر ْكتُ ْمaَ ُع ِم َّما تaُٓا اَ ْو َدي ٍْن ۗ َولَه َُّن الرُّ بaaَي َْن بِهaص ِ صيَّ ٍة ي ُّْو ِ َو
ٌد فَلَه َُّن الثُّ ُم ُن ِم َّماaaَان لَ ُك ْم َول َ اِ ْن لَّ ْم يَ ُك ْن لَّ ُك ْم َولَ ٌد ۚ فَاِ ْن َك
َ صيَّ ٍة تُ ْوص ُْو َن ِبهَٓا اَ ْو َدي ٍْن ۗ َواِ ْن َك
انaa ِ تَ َر ْكتُ ْم ِّم ۢ ْن بَ ْع ِد َو
ِّلa ت فَلِ ُك ٌ ه اَ ٌخ اَ ْو اُ ْخa ٓ ٗ aَ َراَةٌ َّولaةً اَ ِو ا ْمa َث َك ٰلل
ُ ٌل ي ُّْو َرaَر ُج
سُ فَاِ ْن َكانُ ْٓوا اَ ْكثَ َر م ۚ اح ٍد ِّم ْنهُما ال ُّس ُد ِ َو
َ
Artinya: dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak.
Berdasarkan dalil aqli suami mendapatkan bagian waris sebesar ½ karena pewaris
tak mempunyai anak. Dimana suami memiliki hubungan terdekat dengan si mati
melalui sebab perkawinan.
2 Kasus (Radd)
Pak Romi adalah seorang pemborong sawah. Ia mempunyai seorang istri dan
seorang anak perempuan. Istri pak Romi meninggal sebulan yang lalu karena terkena
serangan jantung. Sehingga Pak Romi kehilangan istri yang dicintainya.
Akhir-akhir ini kesehatan pak Romi mengalami penurunan akibat penyakit paru-paru
yang dideritanya. Rokok yang merupakan sesuatu yang digandrungi pak Romi telah
merenggut nyawanya tahun ini. Pak Romi meninggalkan, seorang anak perempuan,
dan empat orang cucu perempuan dari anak perempuan.
Pak Romi tergolong Jutawan yang sukses karena ketika dikalkulasikan hartanya
sebesar Rp. 6.000.000.000,-. Bagaimanakah pembagian harta waris yang sesuai
dengan perspektif konsep hukum waris Islam yang berkeadilan prosedural dan
berkeadilan substansial.
Kedudukan dan Posisi Ahli Waris
Ashabul Furudh
Dzawil Furudh Nasabiyah
Seorang anak perempuan (bagian 1/2 harta waris)8 Dalil Naqli dalam QS. An-
Nisa’ ayat 11.
ۚك َ َرa َا تaaا َمaaَق ْاثنَتَي ِْن فَلَه َُّن ثُلُث َ وa
ِّلa ِه لِ ُكaف ۗ َواِل َبَ َو ْي ُ aص ْ ِّا النaaَ َدةً فَلَهaاح ِ ت َو ْ َانaaَواِ ْن َك
ۚ ٌدa َه َولaٗ aَان لaَ aك اِ ْن َك َ َرa َاح ٍد ِّم ْنهُ َما ال ُّس ُدسُ ِم َّما ت ِ َو
ث ۚ فَاِ ْن ُ ُفَاِ ْن لَّ ْم يَ ُك ْن لَّ ٗه َولَ ٌد َّو َو ِرثَ ٗ ٓه اَبَ ٰوهُ فَاِل ُ ِّم ِه الثُّل
يَّ ٍةaaصِ ِد َوaaْ ُدسُ ِم ۢ ْن بَعaaالس ُّ َوةٌ فَاِل ُ ِّم ِهaaه اِ ْخaa ٓ ٗ َان لa َ aَك
ْدر ُْو َنaَا ُؤ ُك ۚ ْم اَل تaۤ aَا ُؤ ُك ْم َواَ ْبنaۤ aَص ْي بِهَٓا اَ ْو َدي ٍْن ۗ ٰاب ِ ي ُّْو
اَيُّهُم
Artinya: jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta.
Berdasarkan dalil aqli jika seorang suami istri hanya memiliki seorang anak
perempuan secara otomatis harta tersebut akan jatuh di tangan anak perempuan
tersebut. Akan tetapi islam memberikan bagian bagi anak perempuan tunggal
sebesar ½ bagian.
Empat orang cucu perempuan (bagian 1/6 harta waris)9 Berdasarkan dalil aqli
jelas bahwa cucu perempuan berhak mendapatkan 1/6 bagian harta waris karena
mereka termasuk dzawil furudh nasabiyah.
Penyelesaian kasus Melalui Radd
Ahli Waris Fard Asal Masalah: 6, sahamnya Penerimaannya (di-Radd-kan)
Penyebut jadi 4 (3+1) Anak Pr ½ ½ x 6 = 3 ¾ x Rp. 6.000.000.000,- =
Rp.4.500.000.000,- Cucu pr dari anak pr 1/6 1/6 x 6 = 1 ¼ x Rp. 6.000.000.000,-
= Rp. 1.500.000.000,
Berdasarkan penyelesaian pembagian waris menggunakan asal masalah yang
pertama maka harta akan mengalami kelebihan sebesar Rp. 2.000.000.000,-
karena bagian ahli waris total sebanyak Rp. 4.000.000.000,- sedangkan harta
waris sebesar Rp. 6.000.000.000,-. Akan tetapi setelah di-radd-kan, jumlah
masing-masing harta waris yang diterima ahli waris adalah sesuai dengan kaidah
hukum kewarisan. Yakni anak perempuan mendapatkan Rp. 4..500.000.000,- dan
keempat cucu perempuan mendapatkan Rp. 1.500.000.000,-
Secara definitif yang dimaksud dengan radd menurut ulama faradiyun
adalah pengembalian bagian yang tersisa dari bagian zawil furudh
nasabiyah kepada mereka, sesuai dengan besar-kecilnya bagian masing-
masing bila tidak ada lagi orang lain yang berhak menerimanya.
Secara keadilan prosedural telah memenuhi syarat karena diselesaikan
dengan prosedur hukum yang berlaku dan secara keadilan substansial telah
memenuhi syarat juga karena masing-masing ahli waris mendapat bagian yang
semestinya.
3. Kasus ( kalalah)
Kata Kalalah adalah mashdar dari “Kalla”, yang artinya penat atau letih ia.Kala-
Kalalah, kepenatan atau keletihan. Untuk menjelaskan apa sebenarnya Kalalah itu, akan
dikemukakan beberapa kutipan sebagai berikut:
Orang tua dan anak merupakan dua ujung seseorang karena itu bila kedua ujung itu
tidak ada, dan yang mengelilingi si mayit hanya saudara-saudaranya saja, diumpamakan
seperti mahkota yang membelit di kelapa itulah sebabnya disebut Kalalah.
Ulama berbeda pendapat dalam memahami lafaz ‘walad dalam kalimat laisa lahu
walad. Sebagian mengatakan maksud walad hanya anak laki-laki saja tidak termasuk
anak perempuan. Tetapi menurut pendapat ulama muhaqqiqun yang dimaksud dengan
walad adalah anak laki-laki dan perempuan.
1. Saudara perempuan tidak akan mendapat seperdua dari harta warisan jika
ada anak perempuan, jika ia bersama-sama dengan anak perempuan
kedudukannya hanya sebagai asabah ma’al qhair. Memang ada kemungkinan
saudara perempuan mendapat seperdua, dengan syarat ahli waris hanya dia
bersama-sama dengan seorang anak perempuan saja. Tetapi bagian ini pun
dari sebab kedudukannya sebagai asabah, bukan merupakan bagian tetapnya
atau fardhnya.
2. Saudara laki-laki tidak akan mendapat seluruh harta jika ada anak
perempuan, dia hanya mendapat sisa harta setelah bagian anak perempuan.
Dari alasan-alasan ini jelaslah bahwa adanya anak perempuan mempengaruhi
bagian yang telah tercantum dalam ayat. Maka tidaklah dikatakan seseorang itu sebagai
Kalalah, jika dia masih meninggalkan anak perempuan.
Dalam hal ini anak perempuanlah yang mendapat bagian seperdua harta, sedangkan
saudara perempuan hanya sebagai asabah dengan sebab dia bersama-sama dengan
anak perempuan.
Selanjutnya bahwa pengertian walad juga mencakup cucu laki-laki dari anak laki-laki
si mayit, sebab cucu laki-laki tersebut menduduki banyak fungsi, jika ayahnya tidak ada
lagi, yaitu sebagai pendinding saudara-saudara dan kedudukannya sebagai asabah.
Jadi walaupun si mayit tidak mempunyai anak laki-laki atau perempuan, tetapi
mempunyai cucu laki-laki dari anak laki-laki maka saudara-saudara si mayit terdinding.
Dan jelaslah bahwa kehadiran cucu mempengaruhi bagian-bagian saudara seperti
tercantum dalam ayat Kalalah.
Istilah walad secara mutlak mencakup anak turun si mayit (Far’u Warits) betapapun
jauh derajat menurunnya.
Salah seorang ulama ilmu faraidh yang terkenal yaitu Zaid bin Sabid mengatakan
bahwa cucu laki-laki dari anak laki-laki menduduki tempat anak laki-laki, bila si mayit
tidak meninggalkan anak, laki-laki atau perempuannya mereka (cucu-cucu itu) seperti
laki-laki dan perempuannya anak si mayit. Mereka juga dapat menghijab sebagaimana
anak-anak mayit menghijab.
Kemudian timbul masalah, apakah yang dimaksud dengan “ushul” dalam kalalah itu
termasuk juga ibu?
Secara umum, yang dimaksud dengan ushul ialah ayah dan ibu si mayit. Tetapi
dalam masalah ini yang dimaksud ushul disini hanyalah ayah saja. Tidak termasuk ibu
sebab ayahlah yang dapat mendinding bagian saudara, sederhana ibu tidak dapat
mendinding saudara.
Jadi jika seseorang meninggal dunia, tidak ada meninggalkan furu’ waris dan ayah,
tetapi mempunyai ibu dan saudara, maka bagian saudara-saudara tersebut adalah
seperti yang tercantum dalam kalalah. Kehadiran ibu sebagai ahli waris tidak
mempengaruhi bagian saudara-saudara. Bahkan sebaliknya saudara-saudaralah yang
mempengaruhi bagian ibu, sebab dengan adanya dua orang saudara atau lebih dapat
menghijab nuqshan ibu.
Dari uraian-uraian diatas dapatlah diambil kesimpulan sejauh mana pengertian ushul
dan furu’ yang terdapat dalam batasan-batasan untuk pengertian Kalalah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data diatas jika penyelesaian pembagian waris menggunakan asal masalah yang
pertama maka harta akan mengalami kekurangan sebesar Rp. 450.000.000,- karena bagian
ahli waris total sebanyak Rp. 1.350.000.000,- sementara harta waris hanya sebesar Rp.
900.000.000,-. Akan tetapi setelah di-aul-kan, jumlah masing-masing harta waris yang
diterima ahli waris adalah sesuai dengan kaidah hukum kewarisan. Yakni suami mendapatkan
Rp. 300.000.000,-, Ibu mendapatkan Rp. 200.000.000,-, dan kedua saudari kandung
mendapatkan Rp. 400.000.000,-
Secara istilah menurut Ulama Faradiyun aul adalah bertambahnya jumlah bagian dzawil
furudh atau berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka. Sehingga jelas bahwa hal ini
dapat terjadi apabila terdapat banyak ahli waris yang berhak memperoleh warisan sehingga
menghabiskan harta warisan, tetapi masih ada ahli waris lainnya yang belum mendapat
bagian.
Berdasarkan data diatas jika penyelesaian pembagian waris menggunakan asal masalah yang
pertama maka harta akan mengalami kelebihan sebesar Rp. 2.000.000.000,- karena bagian
ahli waris total sebanyak Rp. 4.000.000.000,- sedangkan harta waris sebesar Rp.
6.000.000.000,-. Akan tetapi setelah di-radd-kan, jumlah masing-masing harta waris yang
diterima ahli waris adalah sesuai dengan kaidah hukum kewarisan. Yakni anak perempuan
mendapatkan Rp. 4.500.000.000,- dan keempat cucu perempuan mendapatkan Rp.
1.500.000.000,-
Secara definitif yang dimaksud dengan radd menurut ulama faradiyun adalah pengembalian
bagian yang tersisa dari bagian zawil furudh nasabiyah kepada mereka, sesuai dengan besar-
kecilnya bagian masingmasing bila tidak ada lagi orang lain yang berhak menerimanya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya Kementerian Agama Republik Indonesia Salman S, Otje &
Mustofa Haffas. 2002. Hukum Waris Islam. Bandung: Refika Aditama Umam, Dian
Khairul. 1999. Fiqih Mawaris. Bandung: Pustaka Setia Arifin, Zainal (2010)
Rekontruksi dan redefinisi adat dalam Praktik Sosial Masyarakat
Minangkabau. Jakarta :Penelitian Hibah Kopetensi, Dapertemen Pendidikan
Nasional RI.
Izmi, N. (2019). Konsepsi Adat Basandi Syara‟, Syara‟Basandi Kitabulloh dan
Implikasinya pada Dunia Pendidikan. AL-KARIM, 4(2), 40-55.
Luqmanul, Achmad Hakim. Peran Mediator Adat dalam Menyelesaiakan MAsalah
Perceraian dan Waris di Daerah Terisolasi. Skripsi. (Maulana Malik Ibrahim
Malang, 2016
Ria Agustar. Pelaksanaan Pembagian Warisan atas Harta Pencaharian dalam
Lingkungan Adat Minangkabau. Tesis. Semarang, Universitas Diponegoro,
Semarang, 2008.