Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKRO BIOLOGI PANGAN DAN PENGOLAHAN


ACARA 4
PENGARUH FAKTOR PERTUMBUHAN TERHADAP POPULASI
MIKROBA DALAM BAHAN PANGAN

Disusun Oleh
1. Jalasena Reswara A W (V4020015)

DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
ACARA IV
PENGARUH FAKTOR PERTUMBUHAN TERHADAP POPULASI
MIKROBA DALAM BAHAN PANGAN
A. TUJUAN
Tujuan dari Praktikum Analisis Pangan Acara IV “Pengaruh factor
pertumbuhan terhadap populasi mikroba dalam bahan pangan” adalah sebagai
berikut:
1. Mempelajari pengaruh pemanasan dan pendinginan serta hurdle
concept terhadap viabilitas dan pertumbuhan mikroba pangan.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Bahan
Buah jambu biji merah mengandung karbohidrat sebesar 12,2 gr/100 gr
dan serat sebesar 5,6 gr/100 buah jambu biji (Rollo,clyde, 2009). Menurut
Tabel Internasional IG oleh Atkinson et al.17 pada tahun 2008, nilai IG
terendah sebesar 19% dijumpai pada buah jambu biji (Guerra dkk, 2004).
Buah jambu biji merah mengandung banyak biji sehingga buah jambu biji
merah diolah menjadi jus agar mudah saat dikonsumsi.
Tanaman jambu biji dikenal dengan nama latin Psidium guajava L.,
termasuk suku myrtaceae. Tanaman jambu biji berbentuk perdu, memiliki
banyak cabang. Tinggi tanaman dapat mencapai lima meter. Batang
berkulit cokelat dan licin. Pada kulit yang mengelupas akan terlihat kulit
yang terkesan basah. Daun tanaman berbentuk oval, agak kaku, panjang
sekitar 10 cm dan lebar sekitar 6 cm. Bunga kecil, berwarna putih, muncul
dari ketiak daun. Buah jambu biji berukuran sebesar telur itik, berdaging
buah tebal, berkulit tipis, selagi muda berwarna hijau dan setelah tua
menjadi kekuning – kuningan. Buah muda berasa sepet dan setelah masak
berasa manis. Biji berjumlah banyak, berbentuk kecil, bulat, keras dan
terdapat di dalam daging buah (Cahyono, 2010).

2. Tinjauan Teori
Mikroorganisme merupakan semua makhluk yang berukuran
beberapa mikron atau lebih kecil lagi. Yang termasuk golongan ini adalah
bakteri, cendawan atau jamur tingkat rendah, ragi yang menurut sistematik
masuk golongan jamur, ganggang, hewan bersel satu atau protozoa, dan
virus yang hanya nampak dengan mikroskop elektron
(Dwidjoseputro, 1990).

C. METODOLOGI
1. Alat
- Gelas belimbing 200 ml (3 buah)
- Panci
- Kompor
- Refrigerator

2. Bahan
- Jus buah (dibagi ke dalam 3 gelas dengan volume yang sama)

3. Cara Kerja
Gambar 5.1 Diagram alir cara kerja sample

D. HASIL
Tabel 4.1 Pengamatan Visual Jus Buah dengan Beberapa Perlakukan

Sampel Perlakuan Parameter Dokumentasi


Aroma Viskositas Adanya
gas

Suhu ruang + - +++

Pemanasan  + ++

Jus
buah

Pendinginan  + ++

Sumber : Hasil Pengamatan

Keterangan :

Adanya aroma :

 : segar

+ : busuk

Adanya viskositas :

- : cair
+ : sedikit kental

++ : kental

+++ : sangat kental

Adanya gas :

- : tidak ada
+ : sedikit

++ : agak banyak

+++ : sangat banyak

E. PEMBAHASAN
Pembusukan makanan adalah proses metabolisme yang menyebabkan
makanan menjadi tidak diinginkan atau tidak dapat diterima untuk dikonsumsi
manusia karena perubahan karakteristik sensorik. Makanan basi mungkin aman
untuk dimakan, yaitu tidak menyebabkan penyakit karena tidak ada patogen atau
toksin, tetapi perubahan tekstur, bau, rasa, atau penampilan menyebabkannya
ditolak. Beberapa ahli ekologi telah menyarankan bau berbahaya ini diproduksi
oleh mikroba untuk mengusir hewan besar, dengan demikian menjaga sumber
makanan untuk diri mereka sendiri (Burkepile, 2006). Food borne disease adalah
penyakit akibat makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme atau racun.
Makanan yang telah terkontaminasi oleh mikroorganisme atau racun masuk ke
dalam tubuh melalui proses pencernaan yang dapat menyebabkan penyakit,
seperti syndrome gastrointestinal atau gejala neurologic. Setiap tahunnya, di
Amerika Serikat timbulnya food borne disease ini melebihi 80 juta kasus.
Frekuensi penyakit ini memang kurang mewabah, tetapi akan menimbulkan
potensi yang sangat berbahaya bahkan kematian (McCue dan Kahan, 2007).
Cemaran bakteri hanya 30% dari kasus foodborne disease. Namun demikian,
beberapa penelitian memperlihatkan bahwa wabah dan angka kematian
(mortalitas) tertinggi pada foodborne disease disebabkan oleh infeksi bakteri
(ALTEKRUSE et al., 2008). Penularan pada foodborne disease umumnya melalui
oral, jika tertelan dan masuk ke dalam saluran pencernaan akan menimbulkan
gejala klinis diantaranya mual, muntah dan diare. Apabila gejala diare dan muntah
terjadi dalam waktu lama, maka dapat mengakibatkan dehidrasi atau kehilangan
cairan tubuh (SUPARDI dan SUKAMTO, 1999). Salmonellosis dapat ditularkan
melalui berbagai jenis pangan asal ternak, seperti daging sapi, daging unggas dan
telurnya, susu dengan hasil produknya (seperti es krim, keju, dll.) serta makanan
lain yang tercemar bakteri, dan dimasak setengah matang (MEAD et al., 1999). E.
coli patogenik penyebab diare diklasifikasikan menjadi 5 kelompok: kelompok E.
coli patogen yaitu E. coli enteropatogenik (EPEC), E. coli enterotoksigenik
(ETEC), E. coli enteroinvasif (EIEC), E. coli hemoragik (EHEC), dan E. coli
enteroaggregatif (BETTELHEIM, 1989). B. anthracis menyebabkan penyakit
antraks pada hewan dan manusia (SIEGMUND, 1979). Bakteri Clostridium
perfringens dan C. botulinum umum terdapat di alam, misalnya tanah, sampah,
debu, kotoran hewan dan manusia, serta bahan makanan asal hewan. Bakteri ini
menghasilkan 5-7 jenis enterotoksin tipe A, B, C, D, E, dan F, dan sebagai
penyebab keracunan makanan pada hewan dan manusia (NANTEL, 1999;
LABBE, 2004). Infeksi L. nomocytogenes pada manusia pertama kali dilaporkan
pada tahun 1980-an, yaitu dengan adanya wabah listeriosis di Jerman yang
dikaitkan dengan konsumsi susu mentah. Listeriosis pada manusia bersifat fatal,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak (BEUCHAT dan RYU, 1997).
Campylobacter merupakan bakteri penyebab kampilobakteriosis. Bakteri ini
ditemukan dalam saluran pencernaan hewan (DOYLE,2004,). Bakteri E. sakazakii
termasuk ke dalam golongan bakteri yang hidup dalam saluran pencernaan
manusia dan hewan (Mc ENTIRE and BUSTA,2004). Shigella spp. merupakan
bakteri patogenik yang dapat mengakibatkan shigellosis (disentri basiler) pada
manusia dan hewan. Shigella berasal dari nama seorang ilmuwan Jepang, Kiyoshi
Shiga, yang pertama kali mengisolasi Shigella dysenteriae tipe 1 pada kasus
epidemik disentri di Jepang pada tahun 1896 (SUPARDI dan SUKAMTO, 1999).
Bakteri E. sakazakii termasuk ke dalam golongan bakteri yang hidup dalam
saluran pencernaan manusia dan hewan (Mc ENTIRE and BUSTA,2004).
Prinsip dari metode hitungan cawan atau Total Plate Count (TPC) adalah
menumbuhkan sel mikroorganisme yang masih hidup pada media agar, sehingga
mikroorganisme akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat
langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode ini
merupakan metode yang paling sensitif untuk menentukan jumlah
mikroorganisme.Dengan metode ini, kita dapat menghitung sel yang masih hidup,
menentukan jenis mikroba yang tumbuh dalam media tersebut serta dapat
mengisolasi dan mengidentifikasi jenis koloni mikroba tersebut (Hadieoetomo,
1993).
Total Plate Count adalah semua koloni yang tumbuh pada media NA Jumlah
koloni bakteri yang dihitung pada cawan petri adalah berjumlah antara 25-250
koloni. Setelah itu jumlah yang diperoleh dikalikan dengan pengencerannya. Cara
perhitungan TPC yaitu : Jumlah bakteri pada cawan petri x 1/ faktor pengenceran.
Pengenceran adalah melarutkan atau melepaskan mikroba dari substratnya
kedalam air sehingga lebih mudah penanganannya. Tujuan pengenceran yaitu
untuk mengurangi kepadatan bakteri yang ditanam. Pengenceran merupakan
proses yang dilakukan untuk menurunkan atau memperkecil konsentrasi larutan
dengan menambahkan zat pelarut kedalam larutan sehingga volume larutan
menjadi berubah (Purwaningrum, 2015).
Batang L (L Rod) disebut juga spreader adalah alat yang berfungsi dalam
isolasi dan pembiakan mikroba yaitu untuk menyebarkan cairan di permukaan
media supaya mikroba yang tersuspensi dalam cairan tersebut tersebar merata
(Yunilas, 2017).
Menurut Volk, (1998), Counting chamber merupakan Alat berupa
lempeng gelas (grid) yang pada permukaannya di buat petak-petak yang sangat
kecil berbentuk bujur sangkar dengan luas dan kedalam tertentu. Jumlah sel pada
unit perluasan grid dapat dihitung secara langsung di bawah pengamatan
mikroskop sehingga menghasilkan ukuran jumlah sel per volume chamber.
Counting Chamber merupakan suatu metode penghitungan jumlah mikroba secara
langsung dengan cara menghitung jumlah mikroba dalam satuan isi yang sangat
kecil. Alat yang digunakan berupa Haemocytometer yang mempunyai volume
tertentu sehingga satuan isi yang terdapat dalam satu bujur sangkar juga tertentu.
Ruang hitungnya terdiri dari 9 kotak besar dengan luas 1 mm2. Satu kotak besar
ditengah, dibagi menjadi 25 kotak sedang dengan panjang 0,2 mm. Satu kotak
sedang dibagi lagi menjadi 16 kotak kecil. Dengan demikian satu kotak besar
tersebut berisi 400 kotak kecil. Tebal dari ruang hitung ini adalah 0,1 mm. Sel
mikroba yang tersuspensi akan memenuhi volume ruang hitung tersebut sehingga
jumlah bakteri per satuan volume dapat diketahui.
Sari buah adalah cairan jernih atau agak jernih, tidak difermentasi,
diperoleh dari hasil pengepresan buah-buahan yang telah matang dan masih segar.
Pembuatan sari buah bertujuan untuk meningkatkan daya simpan serta nilai
tambah dari buah buahan. Pada umumnya produk sari buah memiliki kenampakan
yang keruh akibat menggunakan ektraksi dengan teknik menghancurkan daging
buah bercampur air lalu disaring menggunakan penyaringan (Yulita, 2013).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)-01 3719-1995 ditentukan bahwa
minuman sari buah memiliki aroma dan rasa yang normal seperti sari buah yang
digunakan dalam pembuatannya. Sedangkan pada percobaan yang telah
dilakukan, sari buah jambu biji sebelum diberi perlakuan telah memenuhi Standar
Nasional Indonesia (SNI) karena memiliki warna merah muda yang bagus, segar
dan bertekstur kental. Sebelum diberi perlakuan pendiaman selama 1-2 hari, jus
buah jambu masih memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) sedangkan
sesudah diberi perlakuan pendiaman selama 1-2 hari, jus jambu sudah tidak
memenuhi nilai SNI karena adanya perubahan warna menjadi merah muda pucat,
berbau tidak sedap dan tengik, timbul gas dan gelembung serta menjadi encer.
Syarat mutu BSN No.01-3840-1995 tentang roti tawar untuk kapang
maksimum 1,0 x 104 koloni/g atau 4 log koloni/g. Roti tawar tanpa penambahan
pengawet hanya mampu menghambat pertumbuhan kapang sampai jam ke- 48
yaitu 3,83 log koloni/g.). Hasil penelitian yang mana sampel roti tawar yang
digunakan mulai ditumbuhi jamur Aspergillus sp pada hari ke- 3 (Mirzana, 2016).
Roti yang dikemas dan disimpan pada suhu ruang dapat bertahan selama 2-3 hari
(Lohano, 2010). Sedangkan pada percobaan yang dilakukan dengan perlakuan
pendiaman roti tawar pada suhu ruang selama 2 hari, menunjukkan perubahan
pada roti namun tidak terlalu sigifikan dimana warna pada roti mengalamai sedikit
perubahan dan munculnya bercak kuning pada permukaan roti di bagian tepi.
Selain itu didapati juga aroma roti yang tidak terlalu berubah drastis, namun
aroma roti menjadi lebih menyengat namun belum menandakan adanya bau tengik
yang muncul. Perubahan-perubahan ini dapat disebabkan oleh adanya
pertumbuhan mikroorganisme pada roti tawar yang menyebabkan munculnya
bercak kuning pada permukaan roti dan berubahnya kadar air roti yang
menyebabkan perubahan tekstur roti menjadi lebih keras. Percobaan yang telah
dilakukan ini mendekati teori dari Lohano (2010) dimana roti yang disimpan
dalam suhu ruang hanya dapat bertahan selama 2-3 hari.
Dalam SNI 2729:2013 ditetapkan bahwa syarat mutu ikan adalah ikan
segar secara organoleptik mempunyai karakteristik kenampakan dengan mata
cerah, cemerlang, bau segar spesifik dan jenis teksturnya elastis, padat dan
kompak (SNI, 2013). Sedangkan pada percobaan yang dilakukan dengan
perlakuan pendiaman selama 1-2 hari, menandakan bahwa sebelum dilakukan
pendiaman ikan pada suhu ruang selama 1-2 hari, mutu ikan telah memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI) karena memiliki kenampakan yang cerah dan
cemerlang, berbau segar serta bertekstur elastis padat dan kompak. Setelah diberi
perlakuan pendiaman pada suhu ruang selama 1-2 hari, menandakan bahwa ikan
sudah tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) karena terjadi penurunan
mutu kualitas ikan seperti warna dimana warna ikan nilai menjadi lebih pucat dan
adanya aroma yang sangat busuk dan menyengat. Selain dari aroma dan warna
didapatkan juga perubahan tekstur diman tektur ikan nila menjadi sangat lembek
dan mudah hancur, selama didiamkan kurang lebih 2 pada uji kelendiran didapati
ikan nila mengeluarkan lendir yang cukup banyak.

F. KESIMPULAN
Berdasarkan Praktikum Mikro Biologi Pangan dan Pengolahan acara III
didapatkan kesimpulan bahwa kerusakan bahan yang disebabkan oleh mikroba
terdapat beberapa tipe namun biasanya kerusakan tersebut disebabkan oleh
Khamir, Bakteri dan yeast dimana di setiap tipe kerusakan memiliki jenis
kerusakan yang berbeda baik secara fisik atau non- fisik dan kebanyakan
disebabkan oleh tipe mikroorganisme juga dapat menyebabkan kerusakan
pada bahan makanan baik sayuran, buah, daging dsb.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, W. (2016). Inventarisasi dan Identifikasi Kapang pada Produk Ikan


Asin. Skripsi. Universitas Nasional Jakarta, 81 pp.
D. Amenu, Factors Influencing The Enumerate Numbers of Viable
Microorganisms in Foods, Landmark Research Journals of Agriculture and
Soil Sciences (LRJASS) Vol. 1(1), pp. 001-002, 2014.
Guerra I, Chaves R, Barros T, Tirapegui J. The influence of fluid ingestion on
performance of soccer players during a match. J Sports Sci Med 2004; 3,
198-202. p.1989.
Gustiano, R., O.Z. Arifin, A. Widiyanti, L. Winarlin. 2003. Pertumbuhan
jantan dan betina 24 famili ikan nila (Oreochromis niloticus) pada umur 6
bulan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor
Hadioetomo, Ratna Siri. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama
J. G. Barus, P. E. Santosa dan D. Septianova. Pengaruh Lama Perendaman
Daging dengan Menggunakan Daun Salam (Szygium polynathum) sebagai
Pengawet Terhadap Total Plate Count dan Salmonella Daging Broiler,
Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan Vol. 1(3), pp. 42-47, Desember 2017.
Moejilianto, 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit PT Penebar
Swadaya, Jakarta
McCue, J., dan Kahan, S., 2007, In A Page Infectious Disease, Penerbit
Lippincott Williams & Wilkins, Amerika.
Nofiani, R., 2008, Urgensi dan Mekanisme Biosintesis Metabolit Sekunder
Mikroba Laut, Jurnal Natur Indonesia, 10 (2), 120-125.
Pitt, I. J. & Hocking, A. D. (2009). Fungi and Food Spoilage. 3rd Ed.
Springer, New York:519 pp.
Purwaningrum, Danarti. 2015. Teknik Pengujian dan Analisis Mikrobiologis
Pada Pengendalian Mutu Produk Jamu di PT. Air Mancur. Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta
Rollo I, Clyde W. The influence of fluid solution before and during a 1-hr
running performance test. Int J Sport Nutr and Exe Metab 2009;
19(6):645-658. p. 645. 13.
D. O. Satife, A. Rahmawati and M. Yazid. Potensi Yeast pada Pengurangan
Konsentrasi Uranium dalam Limbah Organik TBP-Kerosin yang
Mengandung Uranium. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Pengelolaan Limbah IX. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN.
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. ISSN (2012) 1410-6086
Wahyudi.2003.Memproduksi Roti. Jakarta : Direktorat Menengah Kejuruan.
Yunilas, Eri Yusni, 2017. Mikrobiologi Akuatik. Sumatera Utara: Universitas
Sumatera Utara.

LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 3.4 Jus baru Gambar 3.5 Setelah didiamkan

Gambar 3.6 Roti baru Gambar 3.7 Setelah didiamkan


Gambar 3.8 Ikan segar Gambar 3.9 Setalh didiamkan

Anda mungkin juga menyukai