Anda di halaman 1dari 8

JURNAL PENGKAJIAN FISIK DAN DIAGNOSTIK SISTEM PERSYARAFAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB II

Dosen pengampu: Dede nur aziz muslim S.Kep.,Ners.,M.Kep


RESUME

Oleh
Syalida Asa Azkia
2C
191FK01129

PRODI DIII FAKULTAS KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2021
 Jurnal pengkajian fisik

PELAKSANAAN PEMERIKSAAN FISIK OLEH PERAWAT RUMAH SAKIT


ADVENT BANDAR LAMPUNG
Pendahuluan:
Perawat masa kini dituntut untuk dapat mengaplikasikan metode pendekatan
pemecahan masalah dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
Pengkajian merupakan tahap yang paling utama dalam proses keperawatan, dimana
pada tahap ini perawat melakukkan pengkajian data yang diperoleh dari hasil
wawancara/anammesis, catatan kesehatan lain dan pemeriksaan fisik. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas pemeriksaan fisik oleh perawat
diruang rawat inap medikal bedah dewasa di Rumah Sakit Advent Bandar Lampung.
Metode: Deskriptif dengan melakukan observasi yang menggunakan checklist
blangko yang berisi 69 butir pelaksanaan pemeriksaan fisik yang di adaptasi dari
prosedur pemeriksaan fisik menurut Estes (2006). Populasi dalam penelitian ini
adalah perawat di ruang rawat inap medikal bedah dewasa Rumah Sakit Advent
Bandar Lampung yang berjumlah 46 orang dipilih secara purposive sampling.
Pengukuran dilakukan dengan menghitung persentase. Hasil: Hasil pelaksanaan
pemeriksaan fisik oleh perawat diruang medikal bedah dewasa Rumah Sakit Advent
Bandar Lampung secara keseluruhan adalah 47,29% dengan kategori rendah. Aspek yang
paling sering dilaksanakan adalah aspek pra-prosedur dengan nilai 68,2%, yang
dikategorikan sedang. Sedangkan aspek yang kurang dilakukan adalah intra-
prosedur(43.3%) dikategorikan kurang. Diskusi: Kualitas pemeriksaan fisik oleh
perawat diruang medikal bedah dewasa di Rumah Sakit Advent Bandar Lampung
termasuk dalam kategori rendah dengan interpretasi bahwa perawat kurang
melakukan pemeriksaan fisik dengan benar yang mengakibatkan pengidentifikasian
masalah kurang dan proses asuhan keperawatan tidak maksimal.

Pembahasan

Hidayat (2004:98) menjelaskan bahwa pengkajian merupakan langkah pertama dari


proses keperawatan dengan mengumpulkan data yang akurat dari klien
sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Sedangkan menurut
Wilms, Schneiderman dan Algranati (2005:1) pengkajian fisik meliputi proses yang
dilakukan klinikus dalam melakukan observasi melalui inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi terhadap fisik pasien. Tanda-tanda dari gangguan dapat ditemukan
melalui proses pemeriksaan tersebut. Rospond (2009) menjelaskan bahwa
pemeriksaan fisik umumnya dimulai setelah anamnesa selesai dilakukan. Perawat
seharusnya memiliki suatu kontak yang mudah dibawa untuk menyimpan
peralatannya yang berisi alat-alat pemeriksaan fisik seperti stetoskop,
thermometer, jam, senter, garputala, jarum, pita pengukur, spigmanometer,
spatula lidah, lidi kapas, kasa, sarung tangan, gel lubrikan, speculum hidung.
Rumus yang digunakan untuk menghitung hasil jawaban seluruh responden:
Nilai = Total Skor Responden (xf)
x 100% Responden Total Skor Tertinggi (fn)
P = 1501 x 100% = 47.29% 3274
Hasil pelaksanaan pemeriksaan fisik oleh perawat diruang medical bedah dewasa
Rumah Sakit Advent Bandar Lampung secara keseluruhan adalah 47,29% dengan
kategori rendah. Hal ini berarti perawat kurang melaksanakan sesuai prosedur seperti
yang disarankan Hidayat (2004:98), sehingga pengumpulan data tidak akurat yang
mengakibatkan pengidentifikasian masalah kurang dan proses asuhan keperawatan
tidak maksimal. Aspek pemeriksaan fisik yang paling dominan dilakukan oleh
perawat Rumah Sakit Advent Bandar Lampung terlihat pada tabel 3.
Tabel 3. Aspek Pemeriksaan Fisik

Aspek Rata-rata Peringkat


Pra-prosedur 68.2 1
Pasca prosedur 58.2 2
Intra prosedur 43.3 3

Dari tabel diatas aspek yang paling sering dilaksanakan adalah aspek pra-prosedur
dengan nilai 68,2%, dan dikategorikan sedang. Hal ini berarti perawat telah
melaksanakan pengumpulan data dengan cukup baik, dimana data riwayat kesehatan
untuk memperoleh informasi riwat kesehatan pasien sekarang dan riwayat kesehatan
pasien dahulu, melihat keadaan pasien sampai sebelum tahap mengadakan
pemeriksaan fisik, perawat dapat melihat kesanggupan pasien untuk dilakukan
pemeriksaan fisik. Sedangkan aspek yang kurang dilakukan adalah intra-
prosedur(43.3%). Hal ini berarti bahwa perawat kurang melakukan tahap
pemeriksaan fisik dalam empat tahap yaitu: inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi, sehingga data yang diperoleh tidak lengkap mengakibatkan kelalaian
dalam mengatasi permasalahan fisik yang muncul, sampai pasien sendiri
complainatas kekurangperhatian perawat atas ketidaktahuan perawat atas gejala fisik
yang dialami pasien. Walaupun aspek paska-prosedur dikategorikan hampir mendekati
sedang (58.2%) dan pendokumentasian dilakukan dengan baik, tetap pada
kelemahan pada prosedur kenyamanan pasien dan mencuci tangan.

Kesimpulan

1. Pelaksanaan pemeriksaan fisik oleh perawat bangsal RSABL keseluruhan


termasuk kategori rendah.
2. Aspek yang paling sering dilaksanakan adalah aspek pra-prosedur dan aspek yang
paling kurang dilaksanakan yaitu intra-prosedur.
3. Butir yang paling tinggi adalah butir no 1dan 69 yaitu”mengumpulkan data pasien”
dan “mendokumentasikan data pasien”. Peringkat butir yang paling rendah yaitu butir
no 58 “ekstrimitas atas: perkusi reflex tendo brakioradialis”.
 Jurnal diagnostic sistem syaraf
SISTEM PAKAR DIAGNOSIS PENYAKIT SARAF PUSAT DENGAN METODE
FORWARD CHAINING
Pendahuluan:
Sistem saraf pusat adalah sistem tubuh yang menerima dan memproses semua informasi
dari seluruh bagian tubuh. Ini terdiri dari otak, sumsum tulang belakang dan neuron. Hal
ini dapat dikatakan sebagai sistem yang paling penting bagi tubuh. Pengaruh sistem saraf
yakni dapat mengambil sikap terhadap adanya perubahan keadaan lingkungan yang
merangsangnya [1]. Sebagian besar dari masyarakat kurang memiliki pengetahuan
mengenai penyakit saraf pusat yang menyerang dirinya, sehingga apabila mengalami
gejala
penyakit yang diderita belum tentu dapat memahami cara-cara penanggulangannya.
Sangat disayangkan apabila gejala-gejala yang sebenarnya dapat ditangani lebih awal
menjadi penyakit yang lebih serius akibat kurangnya pengetahuan [2].
Tujuan dari penggunaan sistem pakar adalah agar masyarakat dapat memecahkan
permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh pakar
tanpa harus bertanya langsung kepada pakarnya [3]. Pada sistem pakar, terdapat salah
satu metode inferensi yang mudah untuk diaplikasikan yaitu metode inferensi runut maju
(forward chaining). Metode inferensi forward chaining ini cocok digunakan untuk
menangani masalah pengendalian (controlling), peramalan (prognosis), serta diagnosis
[3]. Metode inferensi ini juga sangat cocok untuk data-data yang berupa sebuah fakta,
keadaan, misalnya mengenai gejala, atau dapat dikatakan metode inferensi ini tidak
cocok pada data yang bersifat angka (numeric). Metode runut maju ini menggunakan
himpunan aturan kondisi-aksi. Metode forward chaining digunakan untuk menangani
masalah pengendalian dimulai dari merunut fakta untuk menghasilkan kesimpulan
penyakit yang menyerang sistem saraf pusat pada manusia. Penelitian ini bertujuan untuk
merancang dan membangun sistem pakar dengan metode forward chaining yang mampu
mendiagnosis penyakit saraf pusat pada manusia sehingga pasien secara mudah dan cepat
mendapatkan hasil diagnosis penyakit saraf pusat beserta keterangan dan solusinya.
Pembahasan :
A. Sistem pakar dan sistem saraf pusat
a. Sistem pakar
Sistem pakar adalah sebuah sistem yang menggunakan pengetahuan manusia
dimana pengetahuan tersebut dimasukkan ke dalam komputer dan kemudian
digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang biasanya membutuhkan
kepakaran atau keahlian manusia.
 Aquisisi Pengetahuan
Digunakan untuk memasukkan pengetahuan dari seorang pakar dengan cara
merekayasa pengetahuan agar bisa diproses oleh komputer dan menaruhnya
ke dalam basis pengetahuan dengan format tertentu (dalam bentuk
representasi pengetahuan). Sumber-sumber pengetahuan bisa diperoleh dari
pakar, buku, dokumen multimedia, basis data, laporan riset khusus dan
informasi yang terdapat di web.
 Basis pengetahuan (knowledge base)
Basis pengetahuan mengandung pengetahuan yang diperlukan untuk
memahami, memformulasikan dan menyelesaikan masalah. Basis
pengetahuan terdiri dari dua elemen dasar, yaitu :
 Fakta, misalnya situasi, kondisi, atau permasalahan yang ada.
 Aturan (rule), untuk mengarahkan pengguna pengetahuan dalam
memecahkan masalah.
 Mesin inferensi (inference engine) Adalah sebuah program yang berfungsi
untuk memandu proses penalaran terhadap suatu kondisi berdasarkan pada
basis pengetahuan yang ada, memanipulasi dan mengarahkan kaidah, model,
dan fakta yang disimpan dalam basis pengetahuan untuk mencapai solusi atau
kesimpulan. Prosesnya, mesin inferensi menggunakan strategi pengendalian,
yaitu strategi yang berfungsi sebagai panduan arah dalam melakukan proses
penalaran. Ada tiga teknik yang digunakan, yaitu forward chaining, backward
chaining, dan gabungan dari kedua teknik tersebut.
 Daerah kerja (blackboard) Untuk merekam hasil sementara yang akan
dijadikan keputusan dan untuk menjelaskan sebuah masalah yang sedang
terjadi. Sistem pakar membutuhkan blackboard, yaitu area pada memori yang
berfungsi sebagai basis data. Tiga tipe keputusan yang dapat direkam pada
blackboard yaitu :
 Rencana : bagaimana menghadapi masalah.
 Agenda : aksi-aksi potensial yang sedang menunggu untuk dieksekusi.
 Solusi : calon aksi yang akan dibangkitkan.
 Antarmuka pengguna (user interface) Digunakan sebagai media komunikasi
antara pengguna dengan sistem pakar. Komunikasi ini paling bagus bila disajikan
dalam bahasa alami (natural language) dan dilengkapi dengan grafik, menu, dan
formulir elektronik. Pada bagian ini akan terjadi dialog antara sistem pakar dan
pengguna.
 Subsistem penjelasan (explanation subsystem / justifier) Berfungsi memberi
penjelasan kepada pengguna, bagaimana suatu kesimpulan dapat diambil.
Kemampuan seperti ini sangat penting bagi pengguna untuk mengetahui proses
pemindahan keahlian pakar maupun dalam pemecahan masalah.
 Sistem perbaikan pengetahuan (knowledge refining system) Kemampuan
memperbaiki pengetahuan dari seorang pakar diperlukan untuk menganalisis
pengetahuan, belajar dari kesalahan masa lalu, kemudian memperbaiki
pengetahuannya sehingga dapat dipakai pada masa mendatang.
 Pengguna (user) Pada umumnya pengguna sistem pakar bukanlah seorang pakar
(non-expert) yang membutuhkan solusi, saran, atau pelatihan (training) dari
berbagai permasalahan yang ada.
b. Sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat adalah sistem tubuh yang menerima dan memproses semua
informasi dari seluruh bagian tubuh. Sistem saraf pusat merupakan pusat
pengaturan informasi, dimana seluruh aktivitas tubuh dikendalikan oleh sistem
saraf pusat. Ini terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Hal ini dapat
dikatakan sebagai sistem yang paling penting bagi tubuh. Pengaruh sistem saraf
yakni dapat mengambil sikap terhadap adanya perubahan keadaan lingkungan
yang merangsangnya (Irianto, 2004).
Metode pengembangan sistem yang digunakan adalah model waterfall. Model
waterfall sering juga disebut dengan model sekuensial liner (sequential linier) atau
alur hidup klasik (classic life cycle). Model waterfall menyediakan pendekatan
alur hidup perangkat lunak secara sekuensial atau terurut dimulai dari analisis,
desain, pengodean, pengujian, dan tahap pendukung [8] Data yang digunakan
dalam penelitian ini diperoleh dari buku seputar saraf pusat atau neurology klinis
serta data penderita penyakit saraf pusat yang diambil dari rekam medis rumah
sakit Goeteng Taroenadibrata, Purbalingga yang digunakan adalah data penyakit
dan data gejala untuk yang menjadi poin penting dalam mendiagnosis penyakit
saraf pusat.

Kesimpulan :

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terkait dengan sistem pakar untuk
mendiagnosis penyakit saraf pusat pada manusia, maka dapat ditarik kesimpulan
diantaranya, sebagai berikut :

 Penelitian ini telah berhasil merancang dan membangun sistem pakar yang
mampu mendiagnosis penyakit saraf pusat pada manusia dengan menggunakan
metode inferensi forward chaining.
 Gejala yang berkaitan dengan penyakit dalam penelitian ini telah berhasil
direpresentasikan kedalam rule atau aturan atau kaidah produksi agar dapat
dimengerti oleh komputer.

Anda mungkin juga menyukai