Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Ruang
dalam Penataan Ruang
Andi Oetomo
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan
(SAPPK)
Institut Teknologi Bandung
2013
Kedudukan Pengendalian Pemanfaatan
Ruang dalam Penyelenggaraan Penataan
Ruang Versi UU 26/2007
SISTEM PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG:
• Konsep Zoning (regulatory
system)
• Konsep Development Control
(discretionary system) ~ Planning
Permission/Permit
INDONESIA?:
Berubah dari “Discretionary
System” (UU 24/1992) ke
“Regulatory System” (UU 26/2007) ?
REGULATORY VS
DISCRETIONARY SYSTEM:
• Regulatory System: pemanfaatan ruang
yang didasarkan pada kepastian hukum yang
berupa peraturan-perundang-undangan
• Discretionary System: pemanfaatan ruang
yang proses pengambilan keputusannya
didasarkan pada pertimbangan
pejabat/lembaga perencanaan yang
berwenang untuk menilai proposal
pembangunan yang diajukan
Zoning Regulation vs
Development Control
• Zoning Regulation/Peraturan Zonasi
Pembagian lingkungan kota dalam zona-zona & menetapkan
pengendalian pemanfaatan ruang yang berbeda-beda
(Barnett, 1982).
• Development Control/Permit System
Mengatur kegiatan pembangunan yang meliputi pelaksanaan
kegiatan pendirian bangunan, perekayasaan, pertambangan
maupun kegiatan serupa lainnya dan atau mengadakan
perubahan penggunaan pada bangunan atau lahan tertentu
(Khulball & Yuen, 1991).
Memungkinkan tetap dilaksanakannya pembangunan
sebelum terdapat dokumen rencana.
Perbedaan “Izin” pada
Regulatory & Discretionary System dalam
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Zoning/ Discretionary/
Regulatory System Permit System
ditetapkan
dengan dikeluarkan dan/atau diperoleh dgn batal demi hukum
tidak melalui prosedur yg benar Ps. 37 ayat (3)
PP untuk arahan peraturan
zonasi sistem nasional diperoleh melalui prosedur yang
Perda provinsi untuk arahan benar tetapi kemudian terbukti tidak dapat dibatalkan
peraturan zonasi sistem provinsi Ps. 37 ayat (4)
sesuai dengan RTRW
Perda kabupaten/kota untuk
peraturan zonasi akibat adanya perubahan RTRW penggantian / ganti
Ps. 36 ayat (3)
kerugian yg layak
BHK-DJPR/Presentasi/DR
Ps. 37 ayat (6)
“Landasan Kewenangan Pemerintah”
untuk Pengendalian Pemanfaatan Ruang
1. Bundles of Rights (Hak atas Lahan) Kewenangan
untuk mengatur hak atas lahan, hubungan hukum
antara orang/badan dengan lahan, dan perbuatan
hukum mengenai lahan.
2. Police Power (Pengaturan)
Kewenangan menerapkan peraturan hukum
(pengaturan, pengawasan dan pengendalian
pembangunan di atas lahan maupun kegiatan
manusia yang menghuninya) untuk menjamin
kesehatan umum, keselamatan, moral
dan kesejahteraan.
Seringkali dianggap sebagai ‘limitation on private
property/individual rights
“Landasan Kewenangan Pemerintah”
untuk Pengendalian Pemanfaatan Ruang
3. Eminent Domain (Pencabutan Hak atas Lahan)
Kewenangan tindakan mengambil alih atau
mencabut hak atas lahan di dalam batas
kewenangannya dengan kompensasi seperlunya, untuk
alasan “kepentingan umum”.
4. Taxation (Perpajakan)
Kewenangan mengenakan beban atau pungutan
yang dilandasi kewajiban hukum terhadap
perorangan/kelompok atau pemilik lahan untuk tujuan
kepentingan umum.
5. Spending Power (Kewenangan Pembelanjaan
Fiskal)
Kewenangan membelanjakan dana publik untuk
kepentingan umum (melalui APBN dan/atau APBD)
ZONING REGULATION
KEDUDUKAN ZONING REGULATION
DALAM PRAKTIK PENATAAN RUANG KOTA
PERATURAN
PENGELOLAAN
MANAJEMEN “LAHAN”
“LAHAN”
1. STRUKTUR (KAWASAN)
RUANG 1. PERATURAN
2. POLA RUANG 2. PERIZINAN
3. KEPADATAN 3. PENGAWASAN
4. INTENSITAS 4. PENERTIBAN
PENGEMBANGAN 5. KELEMBAGAAN
“LAHAN”
(PERSIL, BLOK &
SEKTOR)
ZONING
REGULATION
Zoning? (1)
• Secara umum: pembagian suatu kawasan ke
dalam beberapa sub-kawasan yang disebut
dengan zona.
• Dalam penggunaan lahan: zoning adalah suatu
sistem dari pengaturan pemanfaatan ruang yang
menetapkan penggunaan yang diijinkan pada
suatu lokasi.
• Tujuan dari zoning adalah untuk melindungi atau
menjamin agar pembangunan baru tidak
mengganggu penghuni atau pemanfaat ruang
yang telah ada.
Zoning? (2)
• Zoning secara umum & generik berisi aturan-aturan:
atas:
– jenis-jenis kegiatan yang akan diperbolehkan pada
suatu zona/kawasan (seperti ruang terbuka,
perumahan, pertanian, komersial, atau industri),
– kepadatan dari kegiatan-kegiatan tersebut (misalnya
perumahan kepadatan rendah seperti rumah tunggal,
hingga perumahan kepadatan tinggi seperti
bangunan-bangunan apartemen),
– sempadan bangunan,
– ketinggian bangunan,
– koefisien dasar bangunan,
– koefisien lantai bangunan,
– koefisien dasar hijau,
– penyediaan tempat parkir,
– dan sebagainya.
Variances/Variansi
• Adalah suatu pengecualian administratif
terhadap zoning regulation, dalam rangka
menyelesaikan defisiensi di dalam suatu
properti/kapling yang akan
menghalanginya memenuhi zoning
regulation
• Dibuat untuk menghindari potensi
terbentuknya aturan (regulasi) yang justru
melanggar hukum (kesemena-menaan)
atau “Regulatory Taking”
Regulatory Taking
• Arti pragmatisnya: “aturan/pengaturan yang secara
‘semena-mena’ mengambil hak (pembangunan)
seseorang untuk memanfaatkan properti/kaplingnya
sesuai kepentingannya”
• Dipakai sebagai argumen melawan Zoning
• Di USA, hal ini dilarang oleh “the Fifth Amendment”,
kecuali ada kompensasi yang layak sesuai dengan
nilai/harga pasar.
• Pengaturan yang justru menimbulkan ‘kerugian’ nilai
ekonomis adalah melanggar hukum.
• MA di USA telah menetapkan bahwa proses eminent
domain (demi kepentingan umum) tidak diperlukan
kecuali si pemilik akan kehilangan semua hak
pemanfaatan lahannya secara substansial, yang pada
umumnya berarti bahwa lahan tersebut harus
dibebaskan.
Dinamika ‘manfaat’ Zoning
• Dahulu: alat yang penting di dalam melawan
penyakit-penyakit sosial, satu bagian dari konsep yang
lebih besar yaitu rekayasa sosial (social engineering).
Mengelola pertumbuhan melalui perencanaan
komprehensif untuk mengkoordinasikan pertumbuhan
perumahan, industri, komersial dengan dampak-dampak
yang dimiliki pertumbuhan, pada isu-isu seperti
transportasi, utilitas, rekreasi, sekolah-sekolah,
perlindungan terhadap bahaya kebakaran, perlindungan
oleh polisi, dan sebagainya
• Sekarang: juga mulai terlihat sebagai salah satu
sumber dari penyakit sosial yang baru, termasuk
implikasi pemisahan antara rumah-rumah dari tempat-
tempat kerja, dan meningkatnya budaya mobil –perlu
diinternalisasi dalam zoning masa kini!
Sejarah Zoning di USA
• Kota New York di USA, menggunakan Zoning
Regulation pertama pada tahun 1916 sebagai reaksi
atas pembangunan The Equitable Building yang sampai
sekarang masih berdiri di Broadway 120.
• Ditulis oleh suatu komisi yang diketuai oleh Edward
Basset dan ditandatangani oleh Walikota John Purroy
Mitchel dan kemudian menjadi “blueprint” untuk
semua wilayah lainnya di negara tersebut.
• Edward Basset kemudian juga mengepalai suatu
kelompok hukum perencanaan yang menuliskan The
Standard State Zoning Enabling Act, yang pada waktu
itu diterima hampir tanpa perubahan oleh semua negara
bagian.
• Di akhir era 1920-an sebagian besar USA telah
mengembangkan satu set zoning regulation yang
memenuhi keinginan lokal masing-masing.
Perlawanan hukum thd Zoning
• Kasus antara Village of Euclid, Ohio melawan Ambler
Realty Co. (sering disingkat Euclid v. Ambler), 272 U.S.
365 (1926).
• Ambler keberatan thd zoning perumahan, menginginkan
sebagai industri sehingga akan menghasilkan uang jauh
lebih banyak.
• Euclid menang: preseden terbentuk untuk mendukung
pemberlakuan dan penegakan hukum-hukum zoning.
• Tahun 1926 Mahkamah Agung menetapkan bahwa
zoning sebagai hak dari negara-negara bagian di
USA (melalui kota-kota dan county mereka) untuk
dikenakan pada pemilik lahan.
• Beberapa hukum zoning juga telah dikalahkan di
beberapa tempat di USA, aturannya melanggar proteksi
kesetaraan (equal protection) atau dianggap melanggar
kebebasan bicara (free speech). Contoh kasus billboard
di suburb di Atlanta – Roswell, Georgia.
Komponen utama yang diatur dalam
ZONING REGULATION masa kini:
1. Zona-zona dasar, sub-zona, jenis perpetakan
(main land use), jenis penggunaan (sub uses)
2. Penggunaan lahan dan bangunan
(penggunaan utama, pelengkap, sesuai
pengecualian khusus)
3. Intensitas atau kepadatan (KDB, KLB,
bangunan/ha, KDH, dll.)
4. Massa bangunan (tinggi, sempadan, luas
minimum kapling, dll)
Komponen yang diatur Zoning
Regulation, secara terpisah:
1. Pengaturan lebih lanjut mengenai penggunaan
terbatas & bersyarat
2. Setback, kebun
3. Pengaturan pedagang kaki lima
4. Pengaturan fasilitas tunawisma, panti jompo, dll.
5. Pengaturan kawasan khusus
6. Off-street parking and loading
7. Ukuran distrik, spot zoning dan floating zones
8. Tata informasi, aksesoris bangunan, daya tampung
rumah dan keindahan
9. Hal-hal lain yang dianggap penting (mis. Menara BTS)
Di beberapa kota di USA, mulai muncul “Comprehensive Zoning Regulation”
yang tidak lagi mengatur hal-hal tersebut secara terpisah (mis. Clovis City
lihat di http://www.cityofclovis.org:80/citycode/_DATA/TITLE17/index.html)
Komponen lain yang dapat diatur
Zoning Regulation:
Materi penanggulangan dampak
pembangunan
1. Penanggulangan pencemaran
lingkungan
2. Development impact fees
3. Traffic impact assessment
Kelebihan & Kelemahan
Zoning
• Kelebihan: adanya kepastian,
predictability, legitimacy, accountability.
• Kelemahan: tidak ada yang dapat
meramalkan keadaan di masa depan
secara rinci, sehingga banyak permintaan
REZONING! ~ tuntutan flexibilitas
Varian/fleksibilitas zoning:
• Incentive/bonus zoning
• Minor variance
• Special zoning
• Transfer of Development Right
• Negotiated development
• Design & historic preservation
• Flood plain zoning
• Conditional uses
• Non-conforming uses
• Spot zoning
• Floating zoning
• Exclusionary zoning
• Contract Zoning
• Growth control
Aspek Kelembagaan Zoning
• Governing body (DPRD): mengesahkan Perda Zoning,
kewenangan tertinggi dalam perubaan peraturan/peta
zoning
• Planning commission (DTK?, Independen?):
merekomendasikan batas zona; menelaah dan
membuat rekomendasi untuk semua perubahan
terhadap peraturan/peta zoning
• Board of Appeal/Adjusment; Zoning Board:
mempertimbangkan permohonan variansi; pengecualian;
mempertimbangkan keberatan; menafsirkan
ketidakjelasan aturan/batas zona
• Staff: mengadministrasikan peraturan zoning;
menegakkan peraturan zoning; menyediakan telaah
proyek atau informasi lainnya untuk ketiga lembaga di
atas
Zoning Regulation sebagai
Instrumen Pengendalian (1)
• Kompleksitas tinggi
• Implikasi dari pemenuhan kebutuhan lokal akan
hal-hal apa yang harus dan/atau memerlukan
pengaturan sebagai tindakan kuratif maupun
preventif antisipatif terhadap kemungkinan
tindakan-tindakan pemanfaatan ruang yang
dapat mengganggu kualitas ruang sebagai
common resources.
• Rural Area vs Urban Area: substansi kontekstual
• Lebih menjanjikan untuk diterapkan sebagai
instrumen dalam pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan ruang di Indonesia?
Zoning Regulation sebagai
Instrumen Pengendalian (2)
• Semua aturan teknis pemanfaatan ruang harus secara
eksplisit tercantum di dalamnya
• Sangat memudahkan bagi pemberian izin: pemanfaat
ruang dapat menilai sendiri apakah proposal mereka
memenuhi ketentuan atau tidak
• ‘Izin’ menjadi persoalan administratif pencatatan formal
saja
• Kejelasan aturan bagi masyarakat: dapat membantu
segera melaporkan pelanggaran-pelanggaran
pemanfaatan ruang (fungsi, intensitas, teknis) yang
seringkali kurang dapat terpantau cepat oleh perangkat
pemerintah
Zoning Regulation sebagai
Instrumen Pengendalian (3)
• Harus ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah
(Perda), sehingga mengikat baik masyarakat maupun
pemerintah daerah
• Penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah daerah
untuk meloloskan pemanfaatan yang menyalahi aturan
zoning juga akan sangat mudah diketahui dan dikontrol
oleh masyarakat.
• Perlu ditegaskan lagi bahwa penataan ruang di
Indonesia menggunakan Zoning System dengan
perangkat Zoning Regulation dalam penataan ruang
• Implikasi negatif yang timbul dari zoning system perlu
diatasi sedini mungkin (diarahkan kepada compact &
integrated development menuju sustainable
development)
PERIZINAN
PERIZINAN?
• Penjelasan UUPR Pasal 37 Ayat (1): Yang
dimaksud dengan perizinan adalah
perizinan yang terkait dengan izin
pemanfaatan ruang yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan
harus dimiliki sebelum pelaksanaan
pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah
izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang,
dan kualitas ruang.
Perizinan Pemanfaatan Ruang
• Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan pula melalui
perizinan pemanfaatan ruang
• Dalam UUPR, “Perizinan” sebagai operasionalisasi
Penyelenggaraan Penataan Ruang, hampir sepenuhnya
menjadi kewenangan Daerah Kabupaten/Kota
• UUPR Pasal 37 Ayat (1): Ketentuan perizinan diatur oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah menurut
kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan:
– Nasional: Perizinan Kegiatan Sektoral? (Kehutanan?,
Pertambangan?, Hankam?, Industri Strategis?, Dst.)
– Provinsi: ?
Perizinan Pemanfaatan Ruang
• Di Nasional, RTRWN hanya memuat “Arahan perizinan”
[UUPR Psl 20 Ayat (1)]
• Di Provinsi, RTRWP hanya memuat “Arahan Perizinan”
[UUPR Psl 23 Ayat (1)]
• Di Kabupaten/Kota RTRWKab/Kota:
– Memuat “Ketentuan Perizinan” [UUPR Psl 26 ayat (1)];
– “Dasar penerbitan perizinan lokasi pembangunan & administrasi
pertanahan” [UUPR Psl 26 ayat (3)];
• PP PPR Psl 161 Ayat (2): Izin pemanfaatan ruang
diberikan kepada calon pengguna ruang yang akan
melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu
kawasan/zona berdasarkan rencana tata ruang.
Tujuan Perizinan Pemanfaatan
Ruang?
PP 15/2010 Pasal 161 ayat (1):
Izin pemanfaatan ruang diberikan untuk:
a. menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan
rencana tata ruang, peraturan zonasi, dan
standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang;
b. mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang;
dan
c. melindungi kepentingan umum dan masyarakat
luas.
Jenis Izin Pemanfaatan Ruang?
(PP PPR Psl 163)
• Jenis Izin Pemanfaatan Ruang:
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
d. izin mendirikan bangunan;
e. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan
perundangundangan.
• Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota.
Dasar Pemberian Izin
• PP PPR Pasal 165
• Ayat (1): Izin prinsip dan izin lokasi
diberikan berdasarkan rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota.
• Ayat (2): Izin penggunaan pemanfaatan
tanah diberikan berdasarkan izin lokasi.
• Ayat (3):Izin mendirikan bangunan
diberikan berdasarkan rencana detail tata
ruang dan peraturan zonasi.
Retribusi Dalam Perizinan?
[PP PPR Pasal 162 Ayat (2)]:
• Retribusi dalam perizinan pemanfaatan ruang
dimaksudkan untuk membiayai administrasi
perizinan pemanfaatan ruang.
• Retribusi izin pemanfaatan ruang tidak
dimaksudkan sebagai sumber pendapatan asli
daerah.
• Pemerintah daerah tidak perlu menetapkan
target pendapatan asli daerah dari retribusi
perizinan pemanfaatan ruang.
Diskusi Perizinan
• Mengapa Izin Pemanfaatan Ruang tidak
sepenuhnya menjadi Tugas dan Fungsinya
Pemda Kab/Kota saja, sehingga masih diberikan
kewenangan kepada Pusat dan Provinsi?
• Apa sebenarnya jenis Izin PR yang tepat di level
Provinsi?
• Izin apa saja yang sebenarnya diperlukan dalam
rangka penyederhanaan PR yang menggunakan
sistem Regulatory System?
Insentif/Disinsentif
Insentif/Disinsentif? Versi UU 26/2007
• Insentif merupakan perangkat atau upaya
untuk memberikan imbalan terhadap
pelaksanaan kegiatan yang sejalan
dengan rencana tata ruang.
• Disinsentif merupakan perangkat untuk
mencegah, membatasi pertumbuhan, atau
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan
dengan rencana tata ruang.
• Tidak mentaati rencana tata ruang; • penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp. 1, 5 miliar
69 ayat (2) • mengakibatkan perubahan fungsi ruang; dan
• mengakibatkan kerugian terhadap harta benda/rusaknya
barang.
• Tidak mentaati rencana tata ruang; • penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 5 miliar
69 ayat (3)
• mengakibatkan perubahan fungsi ruang; dan
• Mengakibatkan Kematian orang
70 ayat (1) • Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan • Pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 500
ruang dari pejabat yang berwenang. juta
70 ayat (2) • Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan • Pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 1
ruang dari pejabat yang berwenang; dan miliar
• mengakibatkan perubahan fungsi ruang;
70 ayat (3) • Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan • Pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 1.5
ruang dari pejabat yang berwenang; dan miliar
• Mengakibatkan kerugian thd harta benda/kerusakan barang.
70 ayat (4) • Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan • Pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 5 M
ruang dari pejabat yang berwenang; dan miliar
• Mengakibatkan kematian orang
71
• Tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan • Pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 500
izin pemanfaatan ruang. juta
72
• Tidak memberikan akses terhadap kawasan yg oleh peraturan • Pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp. 100
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum juta
73
• Pejabat pemerintah penerbit izin; dan • Pidana penjara paling lama 5 tahun & denda paling banyak Rp. 500 jt
Sanksi Administrasi
• Tidak sama dengan Sanksi Administratif
• Ketentuan sanksi administrasi disusun dan ditetapkan dalam tahapan
“Pengaturan” (Pasal 4 PP-PPR: Provinsi & Kabupaten) sementara
penerapan pengenaannya ada di tahap “Pelaksanaan PR (Pengendalian
Pemanfaatan Ruang)”
• Wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai Operasionalisasi
Pengendalian Rencana Tata Ruang di lapangan
• Di Nasional hanya “arahan pemberian sanksi”, sebagai bagian dari “arahan
pengendalian”(Pasal 20 UUPR)
• Di Provinsi juga hanya “arahan pemberian sanksi”, sebagai bagian dari
“arahan pengendalian” (Pasal 23 UUPR)
• Jadi secara riil di lapangan hanya Pemda Kab/Kota yang menjalankan
pengenaan sanksi dalam penataan ruang melalui penerapan Peraturan
Zonasi. Sementara “arahan sanksi”-nya ada di RTRW Kab/Kota (Pasal 26
UUPR).
Sebab Dikenakan Sanksi Administrasi
aoetomo@pl.itb.ac.id