Anda di halaman 1dari 8

INTEGRASI IMAN, ISLAM, IHSAN

Iman, Islam, dan Ihsan adalah tiga pilar dalam membangun agama Islam. Hubungan ketiganya yang
saling terkait dapat saling mempengaruhi satu sama lainnya dalam sebuah sinergi untuk mencapai tingkat
tertinggi sebagai manusia, yaitu insan kamil. Insan kamil adalah manusia yang mampu mensinergikan
antara Iman dan Ilmu, Iman dan akhlak. Imannya kuat, ilmunya dalam, akhlaknya mulia

Masyarakat hidup dalam tradisi ilmiah dan segala aspek kehidupan ini nyaris dipahami dari sudut
pandang ilmu. Tentu saja, ini adalah pertanda bagi zaman ilmu pengetahuan di mana mitos menjadi
khayalan masa lalu yang tak pernah mendapat tempat. Orang bisa saja begitu mudah mereduksi segala
bentuk keyakinan mitos dari aspek-aspek mendasar ilmu pengetahuan, hingga kesimpulan ini menjadi tanda
ketidakberdayaan masa lalu yang begitu gelap. Iman adalah gambaran sejarah yang nyaris tidak pernah
pudar. Betapapun agak primitif untuk didefinisikan, namun ia menghapus semua tatanan masa lalu yang
bersifat mitologis. Andai saja sifat ilmiah dari zaman ini dihapus, jenis keyakinan mana yang bukan mitos.
Tanpa logika, iman begitu rapuh, ia bahkan mudah menjadi pudar tanpa landasan empiris. Iman bukan
sesuatu yang mudah untuk dijelaskan, jika ia adalah bahan mentah bagi agama, maka kebenaran akan
mengekspresikan tatanan yang lebih mendalam dari semua itu. Jika agama mengajari kita kemampuan
untuk menjelaskan pemikiran yang tak terpikirkan dan mampu mengungkap hal-hal yang tak mudah
dipahami, tentu rumusan kebahagiaan akan mudah ditemukan. Kita terkadang dihadapkan dengan masalah-
masalah yang tak mudah untuk dipecahkan, menemukan tragedi yang tak masuk akal, dan hampir-hampir
tidak tahu apa yang harus dilakukan. Jika semua orientasi kita berjalan melalui iman, entah bagaimana pun
hidup ini terasa begitu mudah, kegembiraan, kedamaian, dan tentu saja hasrat akan sesuatu yang sempurna
dapat ditemukan.
Logika iman selalu menuntun kita pada hal-hal yang tidak logis, meski kenyataannya akal sehat
mempengaruhi spiritual kita. Orang cenderung mudah menjelaskan kebenaran iman hanya ketika ia
mengalaminya. Kontemplasi personal terhadap yang transenden adalah bentuk ekspresi eksternal dunia luar
yang tidak hanya menjelaskan kenyataan di luar dirinya, tetapi juga ditemukan dimensi wujud yang
merupakan bagian dari dirinya. Logika akal dan hati memang tidak bisa dibandingkan, ia bukan merupakan
dua wujud diri yang terpisah dan kontradiktif, meski kenyataannya orang melihat logika iman terpusat pada
hati, begitupun sebaliknya dengan logika akal. Tentu saja, kenyataan ini bukan yang sesungguhnya, karena
dimensi manusia merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, ia bukan sesuatu yang terpisah antara
daging fisik dan jiwa spiritual, melainkan bentuk jalinan sinergi wujud yang utuh. Ini merupakan tafsir yang
sangat rasional bagi tatanan iman betapapun menyangkut hal-hal yang irasional. Klaim kebenaran tidak
pernah keluar dari batas-batas kedirian kita, karena bahasa memiliki keterbatasan. Ketika struktur logika
akal tidak bisa memahami makna ilahiah, maka pada saat itu kita mengalami kepastian yang jauh
melampaui diri. Ini adalah saat di mana logika menemukan kebenaran transenden. Justru makna ilahiah
ditemukan saat logika menemukan batas-batasnya dalam bahasa.
Setiap zaman, iman selalu mewujud dalam kenyataan yang begitu kompleks. Antara kepastian,
keraguan, dan sikap kesalehan memiliki ciri khas yang tidak selalu sama. Meski iman tidak selalu rasional,
tetapi kenyataan sejarah membawa kita pada pemahaman bahwa keinginan mereka untuk menumbuhkan
sikap kebenaran selalu berharap mendapatkan pengakuan. Penegasan ini menghasilkan bukti yang rasional,
bahkan bersifat ilmiah jika dihadapkan secara kontradiktif dengan mitos. Terkadang, pengalaman iman kita
masih terasa cukup dangkal, kepercayaan kita terhadap Tuhan harus diwujudkan dalam amalan-amalan
kesalehan, karena hanya dengan ini konsep dan pemikiran tentang Tuhan dapat diterima, paling tidak dapat
diketahui. Terlalu banyak di antara kita merasa kehilangan iman sejati, corak berpikir dan cara menjalani
hidup melalui iman hampir tidak pernah berkembang. Ini adalah warisan sejarah yang tampak konyol dalam
kehidupan kita. Betapapun kompleksnya hal-hal yang kita hadapi dalam hidup, iman kita masih masih
terbelakang. Logika iman yang selalu dipakai belum pernah sampai pada satu titik yang memuaskan. Arti
kebahagiaan, kedamaian, dan keabadian masih tampak begitu absurd di mata kita. Tak jarang justru banyak
orang memperlihatkan bentuk keimanannya yang saling bermusuhan, iman bukan saja tentang Tuhan dan
kebenaran, tetapi ia lebih merupakan gejolak fenomena diri yang selalu berperang dengan jenis keimanan
yang lain. Apa arti kedamaian sejati jika jenis keimanan masih selalu dipertentangkan.
Di segala zaman, orang-orang berpikir tentang Tuhan dengan cara yang mirip, karena watak
kebenaran religius menunjukkan Tuhan yang tak terbatas. Kita tidak pernah menemukan kata akhir untuk
mengurainya, betapapun logika iman menegaskan kesucian dan finalitas dalam kebenaran. Hari ini dan
untuk selamanya ilmu pengetahuan terobsesi dalam mengatasi dan menjelaskan realitas, mengendalikannya
di bawah otoritas akal universal, dan menemukan segala-galanya demi kemajuan, tetapi dialektika ruang
dan waktu ini membatasinya dengan keterbatasan sejarah dan kemewaktuan masa depan. Ini berakhir pada
begitu banyak hal-hal yang tidak terpecahkan. Melalui bentuk kepercayaan yang bagaimanapun, kita perlu
menemukan sumber kepastian, kepuasan, ketakjuban, dan keabadian dalam kontemplasi iman. Iman kita
harus tercerahkan, melalui logika dan tatanan akal yang sehat, kita perlu memiliki keterbukaan pikiran
untuk menghargai kebenaran yang mungkin tidak pernah kita bayangkan, semua agama dan jenis keimanan
tidak perlu dipertentangkan. Perang suci lintas iman merupakan noda sejarah bagi segala keimanan. Ia
bukan sebuah prestasi melainkan ketidakbertanggungjawaban atas logika iman yang kita miliki. Di atas
segala-galanya, “Tuhan” bukan sesuatu yang mudah untuk dipahami.
Iman sendiri dapat diartikan sebagai mengikrarkan sesuatu dengan pikiran, mengucapkan
dengan lisan, meyakini dalam hati, dan mengaplikasikan dengan anggota tubuh. Misalnya, beriman
kepada Allah dan Rasul maka ucapkan syahadat, meyakini di dalam hati, dan mengikrarkan dengan
pikiran. Kemudian melakukan segala sesuatu dalam kehidupan sehari -hari sesuai ketentuan-
ketentuanNya. Iman menurut Istilah Dalam buku Ensiklopedi Iman (2016) karya Syaikh Abdul Majid Az-
Zandani, definisi iman menurut istilah syara' adalah iman terkadang diartikan sebagai tashdiq (memercayai)
seperti makna linguistiknya.
Al Quran menyebutkan tentang iman dengan menggunakan lafal yaqin (meyakini) yang didukung oleh
bukti-bukti sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surah Al Baqarah ayat 4.
َ ُ ُ ْٰ َ َ ُْ ٓ َ َ ُْ ٓ َ ُ ْ َّ
‫َوال ِذ ْي َن ُيؤ ِمن ْون ِب َما ان ِز َل ِال ْيك َو َما ان ِز َل ِم ْن ق ْب ِلك ۚ َو ِباْل ِخ َرِة ه ْم ُي ْو ِقن ْون‬

Artinya: "Dan mereka yakin dengan adanya hari akhirat."

Dalam firman Allah SWT surah lain, yakni Surah Al-An'am ayat 75
َ ْ َ ٰ ٰ َّ َ ْ ُ َ َ َ ْ ْ ْْٓ ُ َ ٰ َ َ
َْ ْ ‫اْل ْرض َول َي ُك ْو َن م َن ْال ُم ْوقن‬
‫ي‬ ِِ ِ ِ ِ ‫وكذ ِلك ن ِري ِابر ِٰهيم ملكوت السمو ِت و‬

Artinya: "Dan demikianlah kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (kami yang terdapat) di langit
dan bumi dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin."

Ada ulama yang menyatakan iman itu adalah ucapan dan perbuatan. Iman ini dinamakan juga
ucapan hati. Makna iman yang ada di dalam hati juga berati lawan dari kekafiran. Ada juga ulama yang
berpendapat bahwa iman adalah keyakinan yang terbentuk di dalam hati dan itu adalah makna iman yang
utama. Kata iman dalam Al Quran dan As-Sunnah diartikan sebagai amal (aktivitas). Allah SWT berfirman
dalam surah Al Baqarah ayat 143
َُ َ َ َ َ
ُ ‫ان ه‬
‫اّٰلل ِل ُي ِض ْي َع ِا ْي َمانك ْم‬ ‫وما ك‬

Artinya: "Dan Allah akan menyia-nyiakan imanmu." Maksud dari imanmu adalah salatmu (wahai
Muhammad) yang kau kerjakan ketika masih berkiblat ke arah Baitul Maqdis. Iman merupakan keyakinan
dalam hati yang dituturkan dengan lisan dan diamalkan dalam perbuatan. Itulah pendapat mayoritas ulama.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka kita bisa menyimpulkan bahwasanya pengertian
iman dalam pandangan agama Islam ialah meyakini atau mengakui sesuatu dengan lafal dan
membenarkannya dengan kesungguhan hati kemudian mengamalkannya dengan berkata baik atau
berperilaku baik sebagaimana perintah Allah SWT.

Hal ini sendiri telah dijelaskan oleh Al Imam Ibnul Qayyim sebagai berikut: “pokok keimanan memiliki
cabang yang banyak. Setiap cabang adalah bagian dari iman. Shalat adalah cabang keimanan, begitu pula
dengan zakat, haji, puasa dan amalan-amalan hati seperti malu, tawakal, ... jujur adalah cabang iman".

Pernyataan Al Imam Ibnul Qayyim tadi juga didasarkan pada Rasulullah SAW yang juga telah menjelaskan
bahwasanya saat kita melakukan amalan baik sekecil apapun, hal tersebut bisa dianggap sebagai bentuk
iman atau ketaatan terhadap perintah Allah SWT. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadist berikut
ini: “Rasulullah SAW bersabda: ‘Iman itu ada tujuh puluh tiga sampai tujuh puluh sembilan, atau enam
puluh sembilan cabang. Yang paling utama adalah perkataan “laa ilaaha illallah (tidak ada tuhan yang
berhak disembah selain Allah). Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan
malu itu adalah sebagian dari iman”.

Iman memiliki korelasi dengan kata aman. Korelasi kedua kata tersebut dapat diartikan
bilamana meyakini Allah, maka akan diberikan ketenangan dalam jiwanya, aman dari kegelisahan
dunia dan ancaman di akhirat. Maka turunlah Quran Surat Al - An'am ayat 82 yang berbunyi sebagai
berikut:
َ َُ ُ َْ َ َ ٰٰۤ ُ ْ ُ َ ْٓ ْ َ ُ ٰ َّ َ
ࣖ ‫ال ِذ ْي َن ا َمن ْوا َول ْم َيل ِب ُس ْوا ِا ْي َمان ُه ْم ِبظل ٍم اول ِٕىك ل ُه ُم اْل ْم ُن َوه ْم ُّم ْهتد ْون‬

Artinya : "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik,
mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk."

Rukun iman ada 6 yang mesti diyakini umat Islam. Iman dalam Islam merupakan dasar atau pokok
kepercayaan yang harus diyakini setiap muslim. Jika tak memiliki iman, seseorang dianggap tidak sah
menganut Islam. Dalam buku Rukun Iman (2012), Hudarrohman menjelaskan bahwa iman menjadi sah
ketika dilakukan dalam tiga hal, yaitu iman yang diyakini dalam hati, kemudian diikrarkan dengan lisan,
dan diamalkan dengan anggota badan. Aspek-aspek rukun iman dalam islam adalah sebagai berikut :

1. Iman kepada Allah SWT


Iman kepada Allah SWT dilakukan dengan mempercayai dan meyakini bahwa Allah itu benar-
benar ada, kendati seseorang tidak pernah melihat wujud-Nya atau mendengar suara-Nya. Untuk beriman
kepada-Nya, seorang muslim harus mengetahui sifat-sifat-Nya, baik itu sifat-sifat wajib maupun jaiz, atau
dapat juga dilakukan dengan mengenal 99 Asmaul Husna yang tertuang dalam Alquran atau hadits.
2. Iman kepada Malaikat Allah SWT
Iman kepada malaikat Allah SWT dilakukan dengan mempercayai bahwa malaikat itu benar-benar
ada. Seorang muslim mesti meyakini adanya malaikat kendati tidak pernah melihat wujudnya, mendengar
suaranya, atau menyentuh zatnya. Perintah mengimani malaikat ini tertera dalam Alquran surah Al-Baqarah
ayat 285:
ُُ َ ٰٰۤ ‫ْ َّ ِّ َ ْ ْ ُ ْ َ ُ ٰ َ ه‬ َ َ ْ ُ ٓ ُ ْ ُ َّ َ َ ٰ
‫اّٰلل َو َمل ِٕىك ِت ٖه َوكت ِب ٖه َو ُر ُس ِل ٖه‬
ِ ‫الرسول ِب َما ان ِزل ِال ْي ِه ِمن رب ٖه وال ُمؤ ِمنون ك ٌّل ا َمن ِب‬ ‫ا من‬

Artinya : "Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya,"

3. Iman kepada Kitab-kitab Allah SWT


Iman kepada kitab-kitab Allah SWT dilakukan dengan mempercayai bahwa Allah menurunkan
kitab kepada utusan-Nya. Kitab ini merupakan pedoman, petunjuk kebenaran dan kebahagiaan, baik itu di
dunia maupun akhirat. Keberadaan kitab-kitab Allah SWT ini tertera dalam Alquran surah Al-Hadid ayat
25:
ۚ ْ ُ َّ َ ْ ُ َ َ َْ ْ ْ َ َ ٰ ْ ُ ُ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ٰ ِّ َ ْ َ َ ُ ُ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ
‫اس ِبال ِق ْس ِط‬‫لقد ارسلنا رسلنا ِبالبين ِت وانزلنا معهم ال ِكتب وال ِميان ِليقوم الن‬

Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata
dan telah Kami turunkan bersama mereka Alkitab dan neraca [keadilan] supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan,”
Dengan beriman kepada kitab Allah, seorang muslim membenarkan secara mutlak bahwa kitab-kitab itu
merupakan firman Allah SWT. Isinya adalah kebenaran yang wajib diikuti dan dilaksanakan. Dalam buku
Rukun Iman (2007) yang diterbitkan Universitas Islam Madinah, disebutkan bahwa beriman kepada kitab
Allah dapat dilakukan dengan dua hal, yaitu beriman secara umum dan terperinci. Pertama, beriman secara
umum artinya meyakini bahwa Allah SWT menurunkan kitab-kitab kepada rasul-Nya. Jumlahnya, tiada
yang tahu kecuali Allah SWT sendiri. Kedua, beriman secara terperinci artinya mengimani kitab-kitab yang
disebutkan Allah SWT secara spesifik dalam Alquran, seperti Taurat, Injil, Zabur, Alquran, serta Suhuf
Ibrahim dan Musa.
4. Iman kepada Rasul-rasul Allah SWT
Iman kepada rasul-rasul Allah SWT dilakukan dengan mempercayai bahwa Allah benar-benar
menurunkan rasul-Nya kepada suatu masyarakat tertentu untuk menyampaikan ajaran-Nya. Siapa saja yang
mengikuti rasul-rasul itu akan memperoleh hidayah dan petunjuk. Sebaliknya, yang mengingkari Rasul-
Nya akan tersesat. Keberadaan rasul Allah SWT ini tertera dalam Alquran surah Al-Hajj ayat 75:
ٌۢ َ ‫َّ ه‬ َّ َ َّ ‫َ ه ُ َ ْ َ ْ ْ َ ْ َ ٰٰۤ َ ُ ُ ا‬
ۚ ‫اس ِان اّٰلل َس ِم ْي ٌع َب ِص ْ ٌي‬
ِ ‫اّٰلل يصط ِ يف ِمن المل ِٕىك ِة رسًل و ِمن الن‬
Artinya : “Allah memilih utusan-utusan-Nya dari malaikat dan dari manusia, sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat,”
5. Iman kepada Hari Kiamat
Iman kepada hari kiamat dilakukan dengan mempercayai bahwa suatu hari kehidupan di semesta
akan musnah. Selepas itu, manusia akan dibangkitkan dari kubur, dikumpulkan di padang mahsyar, dan
diputuskan ke surga atau neraka. Dalam surah Al-Infithar ayat 14 dan 15, Allah SWT berfirman:
‫ين‬
ِّ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َّ ُ ْ َّ َ
ِ ‫و ِإن ٱلفجار ل ِف ج ِحيم ْ يصلونها يوم ٱلد‬
Artinya : “Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka. Mereka masuk
ke dalamnya pada hari pembalasan [hari kiamat],”
6. Iman kepada Qada’ dan Qadar
Iman kepada qada dan qadar dilakukan dengan mempercayai bahwa Allah SWT telah menetapkan
takdir manusia, baik itu yang buruk maupun yang baik. Pertama, qada merupakan takdir atau ketetapan
yang tertulis di lauh al-mahfuz sejak zaman azali. Takdir dan ketetapan ini sudah diatur oleh Allah SWT
bahkan sebelum Dia menciptakan semesta berdasarkan firman-Nya dalam surah Al-Hadid ayat 22:
‫ر‬ ‫َ ََ ه‬ َّ َ َ ْ َّ ْ َ َ ْ ٰ ْ ْ َّ ْ ُ ُ ْ َ ْْٓ ْ َ َ ْ َ ْ ْ َ ْ ُّ ْ َ َ َ ٓ َ
‫اّٰلل َي ِس ْ ٌي‬
ِ ‫ف ِكت ٍب ِّمن ق ْب ِل ان ن ْ َياها ِان ذ ٰ ِلك عَل‬
‫ض وَل ِ يف انف ِسكم ِاَل ِ ي‬
ِ ‫ما اصاب ِمن م ِصيب ٍة ِف اْلر‬
Artinya : “Tiadalah sesuatu bencana yang menimpa bumi dan pada dirimu sekalian, melainkan sudah
tersurat dalam kitab [lauh al-mahfuz] dahulu sebelum kejadiannya,”
Maka dapat diartikan bahwa qada merupakan ketetapan Allah SWT terhadap segala sesuatu sebelum
sesuatu itu terjadi. Hal ini juga tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW: "Allah SWT telah
menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi,"
(H.R. Muslim). Kedua, qadar adalah realisasi dari qada itu sendiri. Artinya, adalah ketetapan atau keputusan
Allah SWT yang memiliki sifat Maha Kuasa (qudrah dan qadirun) atas segala ciptaan-Nya, baik berupa
takdir yang baik, maupun takdir yang buruk. Jika qada itu ketetapan yang belum terjadi, maka qadar adalah
terwujudnya ketetapan yang sudah ditentukan sebelumnya itu. Karena qada dan qadar adalah perkara gaib,
keduanya tidak bisa menjadi alasan seorang muslim bersikap pasif dan pasrah dengan takdirnya. Dengan
beriman kepada qada dan qadar, seorang muslim tetap harus berikhtiar, berusaha, dan mengupayakan
potensinya agar dapat terwujud, serta produktif di kehidupan sehari-hari.
Adapun dalil keenam dasar iman di atas ini ialah sabda Nabi kita Muhammad saw yang
diriwayatkan oleh sahabat Umar ra. sebagai yang terkutip oleh Imam Nawawi di dalam kitab arbain, ketika
Gusti Nabi Muhammad saw diminta menerangkan apakah iman itu? lantas beliau bersabda : “Berimanlah
kamu kepada Allah dan malaikat-Nya dan kitab-kitab-Nya dan utusan-utusan-Nya dan hari Qiamat dan
imanlah kamu pada kepastian Allah dalam baiknya dan buruknya”. Oleh karenanya, barang siapa yang
beriman tetapi tidak berdasar pada enam hal tersebut, maka imannya tidak berguna dan tidak menghasilkan
apa-apa kecuali berdiam selamanya di dalam siksa neraka.
Hikmah beriman kepada Allah SWT:
1. Hati menjadi tenang mendapat bimbingan dari Allah subhanahu wa ta'ala
2. Diampuni dosanya dan mendapat pahala besar
3. Diberi kemudahan hidup
4. Mencegah perbuatan Syirik
5. Rasa syukur bertambah
6. Ketaatan kepada Allah bertambah
7. Mendapat kebahagiaan sesungguhnya
Hikmah beriman kepada malaikat Allah SWT :
1. Semangat berbuat kebaikan karena ada malaikat yang melihat
2. Memperkuat rasa iman dan taqwa terhadap Allah SWT
3. Menghindari keinginan berbuat dosa
4. Menjadi semakin yakin akan pertolongan dari Allah SWT
5. Takjub akan kebesaran dan keagungan Allah SWT
6. Membuat sadar keberadaan alam ghaib yang tidak terlihat mata
7. Selalu yakin akan ada pertolongan Allah SWT melalui malaikatNya
8. Berlomba-lomba dalam hal kebaikan
9. Membentuk sikap jujur dan amanah serta mendorong diri untuk selalu berbuat kebaikan
10. Kesempurnaan iman ketika yakin akan keberadaan malaikat.
Hikmah Beriman Kepada Kitab Allah SWT :
1. Memperkuat keimanan kepada Allah SWT
2. Mengetahui bagaimana berperilaku yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengetahui dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, karena dalam kitab suci
dijelaskan tentang bagaimana cara berperilaku, baik sebagai makhluk sosial maupun individu.
4. Hidup manusia menjadi tertata karena adanya pedoman yang bersumber pada kitab suci.
5. Memupuk sikap toleransi karena kitab-kitab Allah selalu memberikan penjelasan tentang
penanaman sikap toleransi. Artinya kita harus selalu menghormati dan menghargai pemeluk agama
lain.
6. Menambah ilmu pengetahuan, karena kitab Allah selain berisi perintah dan larangan juga berisi
pokok-pokok ilmu pengetahuan.
7. Memberikan pengetahuan sejarah tentang kehidupan orang-orang terdahulu agar menjadi pelajaran
hidup yang berharga bagi umat manusia saat ini.
8. Menumbuhkan sikap optimis untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan dunia akhirat.

Hikmah beriman kepada Rasul Allah SWT :

1. Memiliki akidah yang benar, orang yang beriman dengan sungguh-sungguh kepada rasul Allah
SWT sudah pasti memiliki akidah yang benar karena menyakini rukun iman.

2. Rajin beribadah karena seseorang yang telah beriman kepada rasul Allah dengan benar, pasti akan
gemar menjalankan ibadah.

3. Menjadi pemimpin yang berani dalam membela kebenaran seperti sikap para rasul.

4. Terhindar dari perbuatan yang sesat


5. Menumbuhkan sifat sabar dan kasih sayang sesama makhluk hidup.

Hikmah beriman kepada hari akhir :


1. Meningkatkan Ketakwaan kepada Allah SWT
Beriman kepada hari akhir berarti memercayai bahwa segala perbuatan yang dilakukan di dunia,
baik maupun buruk akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Karena itu, umat Muslim yang
mengamalkannya akan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT agar lebih dekat dengan-Nya.
2. Senantiasa Beramal Saleh
Seorang hamba yang beriman kepada hari akhir akan senantiasa beramal saleh. Misalnya menjalani
sholat lima waktu, memperbanyak sholat sunnah, dzikir, puasa, dan sebagainya. Karena mereka
yakin bahwa setelah hari akhir pasti ada hari pembalasan di mana semua perbuatan selama di dunia
akan dibalas oleh Allah SWT.
3. Berbuat Baik kepada Sesama
Tidak hanya mempererat hubungan dengan Allah SWT, beriman kepada hari akhir juga
mengingatkan seorang Muslim untuk memerhatikan hablu minannas, hubungan antarsesama
manusia. Hubungan ini perlu diperhatikan agar keseimbangan hidup dapat terjaga.
4. Muncul Rasa Takut Berbuat Maksiat
Akan muncul rasa takut ketika berbuat maksiat selama di dunia. Mereka akan menjauhi
kemaksiatan karena takut tidak bisa mempertanggungjawabkannya saat hari akhir telah tiba.
Karena itu, umat Muslim akan lebih berha-hati dalam berperilaku agar perbuatannya tidak
membawanya merasakan azab Allah SWT.
5. Mempersiapkan Diri dengan Baik
Tidak ada seorang pun kecuali Allah SWT yang tahu kapan hari akhir tiba. Karena itu, seorang
Muslim yang beriman kepada hari akhir akan mempersiapkan dirinya dengan sebaik mungkin
untuk menghadapinya. Dengan penuh kesungguhan, umat Muslim akan memperbaiki amal
ibadahnya agar membawa bekal yang cukup saat kelak hari akhir tiba.

Hikmah beriman kepada qada’ dan qadar :


1. Termasuk orang beriman
Untuk masuk ke dalam golongan orang beriman tentu harus memiliki rasa iman kepada qada dan
qadar. Umar bin Al-Khathab radhiyallahu 'anhu berkata "Engkau benar". Kami pun heran, ia
bertanya lalu membenarkannya. Orang itu berkata lagi, "Beritahukan kepadaku tentang Iman."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Engkau beriman kepada Allah, kepada para
Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir
yang baik maupun yang buruk." Orang tadi berkata, "Engkau benar." (HR. Muslim, no. 8).
2. Lebih banyak bersyukur
Hikmah beriman kepada qada dan qadar adalah membuat muslim lebih banyak bersyukur. Mereka
yang beriman kepada qada dan qadar adalah orang yang akan lebih banyak bersyukur. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman pada surat An-Nahl ayat 53 :
َۚ َ َ َ ُّ ُّْ ُ ُ َّ َ َ َّ ُ ‫َ َ ُ ْ ِّ ْ ِّ ْ َ َ َ ه‬
‫الّض ف ِال ْي ِه ت ْج َٔـ ُر ْون‬ ‫اّٰلل ثم ِاذا مسكم‬
ِ ‫وما ِبكم من نعم ٍة ف ِمن‬

Artinya : "Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allâh, kemudian apabila kamu
ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan."
3. Sabar
Hikmah kepada qada dan qadar selanjutnya adalah meningkatkan kesabaran. Seorang muslim akan
menyadari bahwa segala sesuatunya yang terjadi adalah ketetapan dari Allah SWT dan hanya Allah
yang mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Allah SWT berfirman pada surat Asy-Syura
ayat 32-33 :
ُ َ ُ ِّ ٰ َ َ ِّ ‫اْل ْع ًَلم ِا ْن َّي َش ْأ ُي ْس ِكن‬
ْ ْ ‫الر ْي َح َف َي ْظ َل ْل َن َر َو ِاك َد َع َٰل َظ ْهره ِا َّن‬
‫ف ذ ٰ ِلك ْل ٰي ٍت لك ِّل َص َّب ٍار شك ْو ٍر‬
َ ْ َ ْ َْ ْ َ َ ْ ٰٰ ْ َ
‫و ِمن اي ِت ِه الجو ِار ِف البح ِر ك‬
ِ‫ي‬ ِٖ ِ ِ

Artinya : "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut
seperti gunung-gunung. Jikalau Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah
kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-
tanda (kekuasaan) -Nya bagi setiap orang yang bersabar dan banyak bersyukur."
4. Selalu berusaha
Keimanan kepada qada dan qadar membuat seseorang akan selalu berusaha melakukan yang
terbaik. Dengan usaha dari seorang manusia, maka Allah akan memberikan jalan yang ringan
baginya. Allah Maha Adil pada setiap hal yang dilakukan oleh hamba-Nya. Allah berfirman dalam
At Taubah ayat 105.
َۚ ُ َ ُ ْ ُ ُ ُ َ َ َ َّ َ ْ ٰ ٰ َ ُّ ُ َ ُ ْ ْ ٗ ُ ُ َ َ ُ‫ه‬ َ ُ ْ ُ
‫َوق ِل اع َمل ْوا ف َس َ َيى اّٰلل ع َملك ْم َو َر ُس ْوله َوال ُمؤ ِمن ْون َو َس َيد ْون ِاٰل ع ِل ِم الغ ْي ِب َوالش َهاد ِة ف ُين ِّبئك ْم ِب َما كنت ْم ت ْع َمل ْون‬
Artinya : Dan Katakanlah "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan
yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."
5. Terhindar dari sifat sombong
Hikmah selanjutnya yang akan didapatkan dari beriman kepada qada dan qadar adalah terhindar
dari sifat sombong. Segala yang terjadi pada kita, baik maupun buruk adalah ketetapan dari Allah
sehingga sudah seharusnya kita tidak bersifat sombong. Allah Ta'ala berfirman pada surat Luqman
ayat 18
ۚ ُ َ َ ْ ُ ُّ ُ َ َ ‫َ َ ً َّ ه‬ ْ َ ْ ْ ‫َو ََل ُت َص ِّع ْر َخ َّد َك ل َّلناس َو ََل َت ْم‬
‫ب ك َّل ُمخت ٍال فخ ْو ٍر‬ ‫ض مرحا ِان اّٰلل َل ي ِح‬
ِ ‫ش ِف اْلر‬ِ ِ ِ
Artinya : "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri."
6. Selalu berharap kepada Allah
Hikmah beriman kepada qada dan qadar adalah selalu berharap pada Allah an diberi ketenangan
Tidak akan pernah putus asa dari rahmat Allah SWT seseorang yang beriman kepada qada dan
qadar karena ia percaya bahwa Allah akan selalu memberikan yang terbaik bagi tiap orang yang
beriman. Allah ta'ala berfirman pada surat Yusuf ayat 87
َ ٰ ْ َ ْ َّ ‫ه‬ ْ َّ ْ ُ ‫ا َّن ٗه ََل َي ۟ا ْي َٔـ‬
‫اّٰلل ِاَل الق ْو ُم الك ِف ُر ْون‬
ِ ‫س ِمن رو ِح‬ ِ

Artinya : "Sesungguhnya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir."
7. Jiwa yang tenang
Beriman kepada qada dan qadar akan membuat jiwa menjadi lebih tenang. Hidupnya akan jauh dari
kesusahan. Bahkan meski ujian yang ia hadapi sangat sulit, namun keyakinannya pada takdir Allah
akan membuatnya selalu merasa tenang dan damai. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman pada
surat Ar-Ra’du ayat 28
ُ ُ ْ ُّْ َ ْ َ ‫ْ ه‬ َ َ ‫َّ ْ َ ٰ َ ُ ْ َ َ ْ َ ُّْ ُ ُ ْ ُ ُ ْ ْ ه‬
‫ي القل ْو ُب‬ ِٕ ‫اّٰلل تطم‬
ِ ‫اّٰلل اَل ِب ِذك ِر‬
ِ ‫ال ِذين امنوا وتطم ِٕي قلوب هم ِب ِذك ِر‬

Artinya : "Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir
(mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram"
8. Lebih tawakal
Hikmah beriman kepada qada dan qadar yang terakhir adalah lebih tawakal. Kita akan menjadi
lebih ikhlas dan rela menerima setiap keputusan Allah SWT. Allah berfirman pada surat Al-Maidah
ayat 23 dan surat Ath-Thalaq ayat 3
‫ي‬َْ ْ ‫اّٰلل َف َت َو َّك ُل ْْٓوا ِا ْن ُك ْن ُت ْم ُّم ْؤمن‬
‫َ ََ ه‬
ِ ِ ِ ‫وعَل‬

Artinya : "Dan hanya kepada Allah-lah kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang yang
beriman"
ٗ َ ‫َ َ ْ َّ َ َ َّ ْ َ َ ه‬
‫اّٰلل ف ُه َو َح ْس ُبه‬
ِ ‫ومن يتوكل عَل‬

Artinya : "Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Dialah yang mencukupinya"

Anda mungkin juga menyukai