SAMARINDA,16,OKTOBER,2017
Penulis
1
2
DAFTAR ISI
BAB I..................................................................................................................2
PENDAHULUAN................................................................................................2
BAB II.................................................................................................................4
PEMBAHANSAN...............................................................................................4
BAB III..............................................................................................................25
Kesimpulan......................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................26
3
BAB I
PENDAHULUAN
Rukun artinya tiang atau bagian yang pokok. Sesuatu tidak akan
menjadi atau berdiri tegak, bila bagian-bagian yang pokok atau rukunnya
tidak terpenuhi. Iman menurut bahasa adalah membenarkan. Adapun
menurut istilah syari‟at yaitu meyakini dengan hati, mengucapkan
dengan lisan dan membuktikannya dalam amal perbuatan.
4
1.2 Rumusan Masalah
5
BAB II
PEMBAHANSAN
ولDDان قDDنة اإليمDD( ”السiman ialah perkataan, perbuatan, niat dan mengikuti
sunnah). Di sini secara tegas disebutkan “ Ada pula yang mengatakan “
الجوارحDDل بDDالقلب وعمDDاد بDDان واعتقDDول باللسDD( ”قiman ialah perkataan dengan lisan,
keyakinan dengan hati dan perbuatan dengan organ tubuh). Agar lebih
jelas, ada baiknya kita nukil jawaban Sahl Ibnu Abdillah Al-Tastury, ketika
beliau ditanya tentang iman. Beliau menjawab demikian :
“والً َو َع َمالDْ Dان َقD َ D َوِإ َذا َك،ٌو ُك ْفـرDَ Dان َق ْوالً ِبالَ َع َم ٍل َف ُه ٌ َّـة َو ُس َّن
َ ْاِإل ْي َمانُ ِإ َذا َك،ـة ٌ َق ْو ٌل َو َع َم ٌل َو ِني
ٌ َو َع َمالً ِبال َ ُس َّنـ ٍة َفه َُو ِب ْد َعDًان َق ْوال
ـة َ َوِإ َذا َك،اق ٌ ًِبالَ ِنيَّـ ٍة َفه َُو ِن َف
(Iman ialah perkataan, perbuatan, niat dan sunnah. Iman, jika hanya
perkataan tanpa perbuatan maka itu kekufuran; jika hanya perkataan dan
perbuatan tanpa disertai dengan niat maka itu kemunafikan; jika hanya
perkataan dan perbuatan tanpa mengikuti sunnah maka itu adalah
bid’ah)
Al-Imam Syafi’i rahimahullah meriwayatkan ijma’ para sahabat, tabi’in
dan mereka yang sezaman dengan beliau tentang pengertian iman
sebagai berikut :
6
َأل َ َوِإ ْق,ِْق ِباْل َق ْلب
2 ان ِ ـرا ٌر ِبالِّل َس
ِ َو َع َم ٌل ِباْ رْ َك,ان ٌ ] َتصْ ِدي
Maksudnya “membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan
mengamalkan dengan organ tubuh”.
‘Tashdiqun bi al-qalbi’ yaitu meyakini dan menerima segala apa yang
telah disampaikan oleh Rasulullah SAW.
‘Iqrar bi al-lisan’, mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat).
‘Amalun bi al-arkan’ berarti hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan,
dan organ tubuh yang lainnya mengamalkan dalam bentuk ibadah praktis
individu dan social, sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Pemaknaan iman terbaca di atas sama sekali berbeda dengan kaum
Murji’ahyang menyatakan iman hanyalah keyakinan atau perbuatan hati
semata, tanpa aktualisasi kongkret.[3] Mereka populer dengan doktrin
”4 ةDDر طاعDD( ]التضر مع اإليمان معصية كما ال تنفع مع الكفderajat keimanan tidak akan
berkurang karena laku maksiat, sebagaimana ketaatan kepada Allah
SWT tidak akan mempengaruhi kekufuran). Kaum Murji’ah dengan varian
yang lain, Al-Karamiyah, menyatakan iman ialah pernyataan lisan
semata. Yang lain, versi Murji’ah Fuqaha’, menyatakan, iman cukup
dengan keyakinan hati dan pernyataan verbal. Ketiga rumusan Murji’ah
tersebut bermuara pada satu kesimpulan, mereka tidak memerlukan
amal sebagai aktualisasi kongkret keimanan yang bersemayam di hati
manusia.
َ + ْع ِر الَ ُي+الش
رى+ َّ َوا ِد+س ِ ا++اض ال ِّث َي+
َ ب
َ ِد ْي ُد+ش َ ٌ ات َي ْو ٍم ِإ ْذ َطلَ َع َعلَ ْي َنا َر ُجل
ِ + ِد ْي ُد َب َي+ش َ عليه وسلم َذ
َ ال+ َف َق،الَم+رنِي َع ِن اِإل ْس+ْ ا ُم َح َّم ُد َأ ْخ ِب+ َي:َال+ ِه َو َق+ ِه َعلَى َف ِخ َذ ْي+ض َع َك َّف ْي
َ ُر ْك َب َت ْي ِه ِإلَى ُر ْك َب َت ْي ِه َو َو
7
َْؤ مِن++ (َأنْ ُت:َال++ َق،ان+
ِ + َأ ْخ ِب ْرن ِْي َع ِن اِإل ْي َم+ َف:َال++ َق، ِّدقُ ُه+ص
َ َألُ ُه َو ُي+ ُه َي ْس+َا ل++ َف َع ِج ْب َن. َد ْق َت+ص
َ :ََقال
،دَ ْق َت+ص
َ :َال++ َق،)ِ ِّره+ش
َ ر ِه َو+ َ َوا ْل َي ْو ِم اَآلخ،ِسلِه
ِ +و ُتْؤ مِنَ ِبال َقدَ ِر َخ ْي،ِر ُ َو ُر،ِو ُك ُت ِبه،ِه
َ و َمالِئ َكت،اهلل
َ ِب
َ َاولُ ْون+اءِ َي َت َط+ الش َ (َأنْ َتلِ َد اَأل َم ُة َر َّب َت َه:َ َقال،اراتِها
َّ ا َء+وَأنْ َترى ا ْل ُح َفا َة ال ُع َرا َة ال َعالَ َة ِر َع،ا َ َأ َم
8
sesungguhnya Allah melihatmu.’ Orang itu bertanya, ‘Sampaikan
kepadaku, kapan kiamat terjadi?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, ‘Orang yang ditanyai tidak lebih tahu daripada orang
yang bertanya.’ Orang itu bertanya lagi, ‘Sampaikan kepadaku tentang
tanda-tandanya!’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Budak-
budak wanita akan melahirkan tuannya, dan engkau akan melihat orang
yang tidak memakai alas kaki, suka tidak memakai baju, miskin, dan
penggembala kambing berlomba-lomba dalam membuat bangunan yang
tinggi.’ Kemudian, orang tersebut pergi, sementara aku (Umar) diam
(tidak mencari) beberapa hari. Setelah itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bertanya, ‘Wahai Umar, tahukah kamu, siapa orang yang kemarin
bertanya itu?’ Umar mengatakan, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya, dia adalah
Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.’” (HR.
Muslim, no. 1)
Disebut “hadis Jibril”, karena hadis ini menceritakan tentang Jibril yang
datang mengajarkan islam, iman, dan ihsan kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Hadis ini ditempatkan oleh Imam
Muslim sebagai hadis pertama dalam kitab Shahihnya. Demikian pula,
Imam Al-Baghawi menempatkan hadis ini sebagai hadis pertama dalam
dua kitabnya: Syarhus Sunnah dan Mashabih As-Sunnah. Sementara,
Imam An-Nawawi menempatkan hadis ini sebagai hadis kedua dalam Al-
Arbain An-Nawawiyah (Kumpulan 42 Hadis Penting). Hadis ini memiliki
banyak redaksi riwayat yang berbeda-beda, padahal kisah yang
diceritakan hanya terjadi sekali.
9
Alquran), karena kandungannya mencakup seluruh makna Alquran.
(Syarah Arbain An-Nawawi, Ibnu Daqiqil ‘Id, hlm. 7)
10
Badui yang tidak mengenal tata krama. Ulama menjelaskan bahwa ada
dua alasan sehingga Jibril memanggil dengan nama, bukan dengan
gelar:
Karena Jibril tidak termasuk dalam larangan ayat di atas. Ini adalah
pendapat Ibnu ‘Allan dalam Syarah Riyadhush Shalihin.
Jibril melakukan tindakan demikian agar para sahabat semakin
bingung dengan status dirinya.
11
jika disebut “islam” saja maka maknanya mencakup “iman”. (Hushulul
Ma’mul, hlm. 116)
Tanda kiamat yang disebutkan dalam hadis ini adalah tanda kiamat kecil.
12
dari beliau. Adapun setelah meninggalnya beliau maka hanya boleh
mengatakan “Allahu a’lam”.
“Sesungguhnya, dia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk
mengajarkan agama kalian”: Ini menunjukkan bahwa semua perkara
yang disebutkan dalam hadis di atas adalah agama, karena hadis ini
mengandung semua prinsip penting dalam Islam, yang meliputi:
islam, iman, dan ihsan.
13
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, manusia paling mulia, dan
Jibril,
malaikat paling mulia, tidak tahu kapan kiamat akan terjadi.
10. Orang yang ditanya dan dia tidak tahu, hendaknya mengatakan, “Saya
tidak tahu,” atau “Allahu a’lam.”
iman yang ada di dalam diri seorang hamba itu bisa bertambah
dan bisa pula berkurang atau bahkan hilang tanpa bekas dari diri
seseorang. Al-Imam Abdurrahman bin Amr Al-Auza’i rahimahullah
pernah ditanya tentang keimanan, apakah bisa bertambah. Beliau
menjawab: “Betul (bertambah), sampai seperti gunung.” Lalu beliau
ditanya lagi: “Apakah bisa berkurang?” Beliau menjawab: “Ya, sampai
tidak tersisa sedikitpun.
Nah, inilah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu, yakni meyakini
bahwa sesungguhnya iman seseorang itu bisa bertambah dan bisa pula
berkurang. Setelah kita tahu bahwa ternyata iman itu bisa bertambah dan
bisa berkurang, lalu apa yang harus dilakukan oleh seorang mukmin
untuk menjaga kualitas imannya? Al Imam Allamah Abdurrahman bin
Nashr As Sa’di rahimahullah mengatakan: “Seorang mukmin yang diberi
14
taufiq oleh Allah Ta’ala, dia senantiasa berusaha melakukan dua hal:
Pertama, memurnikan keimanan dan cabang-cabangnya, dengan cara
mengilmui dan mengamalkannya. Kedua, berusaha untuk menolak atau
membentengi diri dari bentuk-bentuk ujian (cobaan) yang tampak
maupun tersembunyi yang dapat menafikannya (menghilangkannya),
membatalkannya atau mengikis keimanannya itu.” (At Taudhih wal Bayan
lisy Syajarotil Iman, hal 38).
15
orang yang menyimpang, sungguh ia telah diberi taufiq dalam
mendapatkan tambahan iman. Karena seorang hamba bila mengenal
Allah dengan jalan yang benar, dia termasuk orang yang paling kuat
imannya dan ketaatannya, kuat takutnya dan muroqobahnya kepada
Allah Ta’ala.
16
benar aqidahnya, paling terpuji akhlaknya, paling adil hukum-
hukumnya. Dari pandangan inilah Allah menghiasi keimanan di hati
seorang hamba dan membuatnya cinta kepada keimanan,
sebagaimana Allah memenuhi cinta-Nya kepada pilihan-Nya, yakni
Nabiyullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat QS. Al
Hujurat [49]: 7)
17
melemahkan iman seseorang adalah sebaliknya, di antaranya:
Kebodohan terhadap syari’at Islam, lalai, lupa dan berpaling dari
ketaatan, melakukan kemaksiatan dan dosa-dosa besar, mengikuti
hawa nafsu dan sebagainya.
18
Shallallahu „alaihi wa sallam tentang Iman, maka Rasulullah
Shallallahu „alaihi wa sallam menjawab: “Iman itu adalah engkau
beriman kepada Allah, Malaikat-MalaikatNya, KitabKitab-Nya, Rasul-
Rasul-Nya, dan Hari Akhir, serta beriman kepada qadar yang baik
maupun buruk.” Rasa percaya yang kuat terhadap rukun iman tersebut
akan membentuk nilai-nilai yang melandasi manusia dalam setiap
aktivitasnya. Dengan nilai-nilai itu, diharap setiap individu memiliki
kepribadian yang lurus atau kepribadian yang baik dalam setiap
tingkah lakunya. 2.2 Peran Rukun Iman dalam Pembentukan
Kepribadian
A. Iman kepada Allah SWT Iman kepada Allah berarti meyakini dengan
sepenuh hati bahwa Allah SWT itu ada, Allah Maha Esa. Keyakinan itu
diucapkan dalam kalimat: “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah” Pada
hakekatnya kepercayaan kepada Allah SWT sudah dimiliki manusia
sejak ia lahir. Bahkan manusia telah menyatakan keimanannya kepada
Allah SWT sejak ia berada di alam arwah. Dengan beriman kepada
Allah kita akan selalu merasa bahwa setiap yang kita lakukan itu
diawasi oleh Allah SWT sehingga kita akan menumbuhkan sikap
diantaranya:
2. Taqwa Taqwa adalah menjaga diri dari segala perbuatan dosa dengan
melaksanakan segala apa yang diperintah oleh Allah SWT dan juga
meninggalkan apa yang telah dilarang-Nya. Keimanan seseorang
19
kepada Allah SWT belum sempurna jika ia tidak bertaqwa, yakni
mewujudkannya dalam bentuk yang nyata dengan beramal shaleh
atau berbuat kebaikan kepada orang lain.
3. Malu Tanda keimanan yang amat penting dari seseorang yaitu al haya’
atau mempunyai rasa malu. Maksud dari mempunyai rasa malu disini
bukan kita merasa malu berbicara di depan orang banyak sehingga
merasakan panas dingin jika berbicara di depan umum atau kita
merasa malu dengan penampilan yang kurang meyakinkan atau
kurang keren di depan teman-teman kita dalam suatu acara. Akan
tetapi, rasa malu yang harus kita tanam sebagai orang yang beriman
yaitu malu jika kita tidak melakukan perbuatan atau hal-hal yang telah
dibenarkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
5. Sabar Sabar merupakan bagian yang penting dari iman. Dalam hadits
yang diriwayatkan oieh Abu Nu‟aim, Rasulullah SAW bersabda “Sabar
adalah sebagian dari iman. Kedudukan sabar bagi iman sangat
penting, seperti kedudukan hari Arafah dalam ibadah haji.”
20
ketentuan Tuhan bagi si hamba dan meninggalkan ketidaksenangan“.
Seorang ulama yang lain, Ruwaim menyatakan: “ Keridhaan adalah
tenangnya hati dalam menjalani ketetapan Allah.” Perilaku-perilaku
yang mencerminkan sikap beriman kepada Allah SWT: Berusaha
untuk lebih maju Tidak bersikap sombong Bersikap pemaaf serta
segera bertaubat jika melakukan kesalahan Menyadari akan
kebesaran dan kekuasaan Allah Berperilaku dan bersikap baik
kepada sesama manusia Beribadah kepada Allah dengan
menjalankan perintah Nya dan menjauhi larangan Nya Selalu
bersyukur dan memenfaatkan yang telah diberikan Allah dengan baik
Menjaga dan melestarikan alam dengan baik
21
4. Ta'at Melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi
larangannya, sebagaimana dicontohkan malaikat dalam
pengabdian-nya kepada Allah SWT.
b. Tidak mudah putus asa Dalam salah satu kitab Allah yaitu Al-Quran
disebutkan bahwa umat manusia dilarang mudah putus asa. Seperti
22
firman Allah QS Yuusuf ayat 87: 9 Artinya: “Hai anak-anakku, pergilah
kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus
asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".( QS Yuusuf:87)
23
hidup selalu bermanfaat bagi orang lain atau masyarakat - Selalu
berbuat baik supaya dapat menikmati nikmatnya surga dan terhindar
dari neraka - Berlaku jujur dan benar (sidiq) - Bertanggungjawab
mengemban amanah (amanah) - Berlaku cerdas dan bijaksana
(fathonah) - Senantiasa sabar menghadapi cobaan, seperti sifat rasul -
Selalu tawakal. Dalam sikapnya rasul-rasul Allah selalu tawakal, jadi
umat manusia menteladani sikap beliau. - Rajin beribadah -
Senantiasa menjaga alam se isinya - Tidak sombong, dan lain-lain
24
yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan
atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang
yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam
sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya, jenis kelamin
dan waktu kematian seseorang.. 12 Setelah seorang muslim
mempercayai qadha dan qadar ini maka mereka akan bersifat: Tidak
mudah putus asa, dermawan, bekerja keras, sabar, tawakal, semangat
dalam menjalankan ibadah dan pekerjaannya, dan lain-lain. Fungsi
Iman kepada Hari Akhir:
g. Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa. Sifat itu terdapat
dalam QS.Yusuf ayat 87 dan Sabda Rasulullah: yang artinya” Tidak
25
akan masuk sorga orang yang didalam hatinya ada sebiji sawi dari
sifat kesombongan.”( HR. Muslim) h. Memupuk sifat optimis dan giat
bekerja. Karena keberuntungan itu tidak datang begitu saja dari
Allah, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang 13 yang
beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat
bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu. Seperti
firaman Allah dalam QS Al- Qashas ayat 77: Artinya : Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-norang yang berbuat kerusakan. (QS Al-
Qashas:77)
26
BAB III
Kesimpulan
27
1
DAFTAR PUSTAKA
28
29