Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Memahami Makna Rukun Iman
dan Merefleksikannya dalam Aspek Kehidupan ” dapat diselesaikan
untuk memenuhi tugas perkuliahan Kemanusiaan dan Keimanan.

Dalam menyusun makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai


pihak. Untuk itu penulis kami mengucapkan banyak terima kasih.

Akhirnya perlu kami sampaikan bahwa makalah ini selalu terbuka


untuk menerima masukan berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan dari Dosen, maupun yang membaca
makalah. Terima kasih.

SAMARINDA,16,OKTOBER,2017

Penulis

1
2
DAFTAR ISI

BAB I..................................................................................................................2

PENDAHULUAN................................................................................................2

1.1 Latar Belakang......................................................................................2

1.2 Rumusan Masalah................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................3

BAB II.................................................................................................................4

PEMBAHANSAN...............................................................................................4

2.1 Pengertian Iman Secara etmologi dan terminologi..............................4

2.2 Hadist Jibril tentang iman, Islam dan ihsan..........................................5

Penjelasan hadis jibril:................................................................................8

Pelajaran penting dari hadis.....................................................................11

2.3 Karakteristik Iman Yazid Wa Yanqush................................................12

2.4 Mangidentifikasi Rukun Iman.............................................................16

BAB III..............................................................................................................25

Kesimpulan......................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................26

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rukun artinya tiang atau bagian yang pokok. Sesuatu tidak akan
menjadi atau berdiri tegak, bila bagian-bagian yang pokok atau rukunnya
tidak terpenuhi. Iman menurut bahasa adalah membenarkan. Adapun
menurut istilah syari‟at yaitu meyakini dengan hati, mengucapkan
dengan lisan dan membuktikannya dalam amal perbuatan.

Iman menurut etimologi berarti percaya, sedangkan menurut


terminologi berarti membenarkan secara dengan hati, lalu diungkapkan
dengan kata-kata, dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Di
dalam islam rukun iman terdiri dari enam pilar keyakinan. Enam pilar itu
meliputi iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-
kitab Allah, iman kepada Rasul, iman kepada hari kiamat, iman kepada
qada‟ dan qadar. Rukun iman sangat berperan penting dalam kehidupan
manusia, utamanya dalam pembentukan sikap kepribadian umat
manusia. Kepribadian ialah sesuatu yang dengan jelas membedakan
seseorang dengan orang lain. Kepribadian itu adalah karakteristik umum
seseorang. Kepribadian itu mengandung berbagai karakteristik pula
seperti cara bertindak, minat, kemampuan intelektual, dan sikap pada
umumnya. Gabungan seluruh karakteris- tik itulah yang membentuk
kepribadian. Kepribadian menunjuk keseluruhan individu itu. Memang,
dalam garis besarnya kepribadian itu merupakan gabungan karakteristik
pisik dan psikis seseorang individu. Tetapi karakteristik psikis itulah yang
menandai secara dominan kepribadian seseorang.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian rukun iman?

2. Bagaimana peran rukun iman dalam pembentukan kepribadian?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Memberikan pengetahuan tetantang rukun iman.

2. Manumbuhkan rasa iman kepada AllahSWT,malaikat-malaikatNya,


kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari akhir, serta beriman kepada qada‟
dan qadar.

3. Menumbuhkan individu yang memiliki kepribadian lurus atau

kepribadian yang baik dalam setiap tingkah lakunya.

5
BAB II

PEMBAHANSAN

2.1 Pengertian Iman Secara etmologi dan terminologi

Secara etimologis, iman berarti membenarkan dengan hati.


Adapun secara istilah syar’iy, Al-Imam Ibnu Taymiyah, dalam kitabnya Al-
Iman, menukil beberapa definisi “iman” yang dipahami oleh generasi
Salaf. Diantaranya sebagai berikut; “‫ول وعمل‬DD‫ان ق‬DD‫ة اإليم‬DD‫(”وني‬iman ialah
perkataan, perbuatan dan niat). Penyebutan kata ‘niat’ secara eksplisit
bermaksud untuk menjelaskan bahwa tidak semua perbuatan selalu
dipahami sebagai “niat”. Sebagian yang lain berpendapat “ ‫وعمل ونية واتباع‬

‫ول‬DD‫ان ق‬DD‫نة اإليم‬DD‫( ”الس‬iman ialah perkataan, perbuatan, niat dan mengikuti
sunnah). Di sini secara tegas disebutkan “ Ada pula yang mengatakan “
‫الجوارح‬DD‫ل ب‬DD‫القلب وعم‬DD‫اد ب‬DD‫ان واعتق‬DD‫ول باللس‬DD‫( ”ق‬iman ialah perkataan dengan lisan,
keyakinan dengan hati dan perbuatan dengan organ tubuh). Agar lebih
jelas, ada baiknya kita nukil jawaban Sahl Ibnu Abdillah Al-Tastury, ketika
beliau ditanya tentang iman. Beliau menjawab demikian :

“‫والً َو َع َمال‬Dْ D‫ان َق‬D َ D‫ َوِإ َذا َك‬،ٌ‫و ُك ْفـر‬Dَ D‫ان َق ْوالً ِبالَ َع َم ٍل َف ُه‬ ٌ ‫َّـة َو ُس َّن‬
َ ‫ ْاِإل ْي َمانُ ِإ َذا َك‬،‫ـة‬ ٌ ‫َق ْو ٌل َو َع َم ٌل َو ِني‬
ٌ ‫ َو َع َمالً ِبال َ ُس َّنـ ٍة َفه َُو ِب ْد َع‬Dً‫ان َق ْوال‬
‫ـة‬ َ ‫ َوِإ َذا َك‬،‫اق‬ ٌ ‫ًِبالَ ِنيَّـ ٍة َفه َُو ِن َف‬
(Iman ialah perkataan, perbuatan, niat dan sunnah. Iman, jika hanya
perkataan tanpa perbuatan maka itu kekufuran; jika hanya perkataan dan
perbuatan tanpa disertai dengan niat maka itu kemunafikan; jika hanya
perkataan dan perbuatan tanpa mengikuti sunnah maka itu adalah
bid’ah)
Al-Imam Syafi’i rahimahullah meriwayatkan ijma’ para sahabat, tabi’in
dan mereka yang sezaman dengan beliau tentang pengertian iman
sebagai berikut :

6
‫َأل‬ َ ‫ َوِإ ْق‬,ِ‫ْق ِباْل َق ْلب‬
2 ‫ان‬ ِ ‫ـرا ٌر ِبالِّل َس‬
ِ ‫ َو َع َم ٌل ِباْ رْ َك‬,‫ان‬ ٌ ‫] َتصْ ِدي‬
Maksudnya “membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan
mengamalkan dengan organ tubuh”.
‘Tashdiqun bi al-qalbi’ yaitu meyakini dan menerima segala apa yang
telah disampaikan oleh Rasulullah SAW.
‘Iqrar bi al-lisan’, mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat).
‘Amalun bi al-arkan’ berarti hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan,
dan organ tubuh yang lainnya mengamalkan dalam bentuk ibadah praktis
individu dan social, sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Pemaknaan iman terbaca di atas sama sekali berbeda dengan kaum
Murji’ahyang menyatakan iman hanyalah keyakinan atau perbuatan hati
semata, tanpa aktualisasi kongkret.[3] Mereka populer dengan doktrin
”4 ‫ة‬DD‫ر طاع‬DD‫( ]التضر مع اإليمان معصية كما ال تنفع مع الكف‬derajat keimanan tidak akan
berkurang karena laku maksiat, sebagaimana ketaatan kepada Allah
SWT tidak akan mempengaruhi kekufuran). Kaum Murji’ah dengan varian
yang lain, Al-Karamiyah, menyatakan iman ialah pernyataan lisan
semata. Yang lain, versi Murji’ah Fuqaha’, menyatakan, iman cukup
dengan keyakinan hati dan pernyataan verbal. Ketiga rumusan Murji’ah
tersebut bermuara pada satu kesimpulan, mereka tidak memerlukan
amal sebagai aktualisasi kongkret keimanan yang bersemayam di hati
manusia.

2.2 Hadist Jibril tentang iman, Islam dan ihsan

‫لى هللا‬++‫ول هللاِ ص‬


ِ +‫س‬ ٌ ‫و‬+ْ +ُ‫ا َن ْحنُ ُجل‬++‫ َب ْي َن َم‬:‫ال‬++‫ا ً َق‬+‫ ُه َأيض‬+‫َعنْ ُع َم َر َرضِ َي هللاُ َت َعالَى َع ْن‬
ُ ‫ َد َر‬+‫س ِع ْن‬

َ +‫ ْع ِر الَ ُي‬+‫الش‬
‫رى‬+ َّ ‫ َوا ِد‬+‫س‬ ِ ‫ا‬++‫اض ال ِّث َي‬+
َ ‫ب‬
َ ‫ ِد ْي ُد‬+‫ش‬ َ ٌ ‫ات َي ْو ٍم ِإ ْذ َطلَ َع َعلَ ْي َنا َر ُجل‬
ِ +‫ ِد ْي ُد َب َي‬+‫ش‬ َ ‫عليه وسلم َذ‬

‫ َن َد‬+‫لم َفَأ ْس‬++‫ه وس‬+‫لى هللا علي‬+‫س ِإلَى ال َّن ِبـي ص‬


َ َ‫ ٌد َح َّتى َجل‬+‫ ُه ِم َّنا َأ َح‬+ُ‫ َف ِر َوالَ َي ْع ِرف‬+‫الس‬
َّ ‫ ُر‬+‫َعلَ ْي ِه َأ َث‬

َ ‫ال‬+‫ َف َق‬،‫الَم‬+‫رنِي َع ِن اِإل ْس‬+ْ ‫ا ُم َح َّم ُد َأ ْخ ِب‬+‫ َي‬:َ‫ال‬+‫ ِه َو َق‬+‫ ِه َعلَى َف ِخ َذ ْي‬+‫ض َع َك َّف ْي‬
َ ‫ُر ْك َب َت ْي ِه ِإلَى ُر ْك َب َت ْي ِه َو َو‬

ُ ‫ َه ِإالَّ هللاُ َو َأنَّ ُم َح َّمدَ اً َر‬+َ‫ َهدَ َأنْ الَ ِإل‬+‫ش‬


ُ ‫ول‬+‫س‬ ْ ‫الَ ُم َأنْ َت‬+‫ (اِإل ْس‬:‫سول ُ هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬
ُ ‫َر‬

،)ً‫ ِب ْيال‬+‫س‬ َ ‫ َو َت ُح َّج الب ْي َت ِإ ِن ا ِْس َت َط‬، َ‫ضان‬


َ ‫ ِه‬+‫عت ِإل ْي‬ َ ‫الز َكا َة‬
ُ ‫و َت‬،
َ ‫ص ْو َم َر َم‬ َّ ‫ َو ُتْؤ ت َِي‬،‫صالَة‬
َّ ‫و ُتقِ ْي َم ال‬،‫هللا‬
َ

7
َ‫ْؤ مِن‬++‫ (َأنْ ُت‬:َ‫ال‬++‫ َق‬،‫ان‬+
ِ +‫ َأ ْخ ِب ْرن ِْي َع ِن اِإل ْي َم‬+‫ َف‬:َ‫ال‬++‫ َق‬،‫ ِّدقُ ُه‬+‫ص‬
َ ‫َألُ ُه َو ُي‬+‫ ُه َي ْس‬+َ‫ا ل‬++‫ َف َع ِج ْب َن‬.‫ َد ْق َت‬+‫ص‬
َ :َ‫َقال‬

،‫دَ ْق َت‬+‫ص‬
َ :َ‫ال‬++‫ َق‬،)ِ‫ ِّره‬+‫ش‬
َ ‫ر ِه َو‬+ َ ‫ َوا ْل َي ْو ِم اَآلخ‬،ِ‫سلِه‬
ِ +‫و ُتْؤ مِنَ ِبال َقدَ ِر َخ ْي‬،‫ِر‬ ُ ‫ َو ُر‬،ِ‫و ُك ُت ِبه‬،‫ِه‬
َ ‫و َمالِئ َكت‬،‫اهلل‬
َ ‫ِب‬

َ +‫راهُ َفِإ َّن ُه َي‬+


،)‫را َك‬+ َ +‫هللا َكَأ َّن َك َت‬
َ +‫ ِإنْ لَ ْم َت ُكنْ َت‬+‫ َف‬،ُ‫راه‬+ َ ‫ (َأنْ َت ْع ُب َد‬:َ‫ َقال‬،‫ان‬
ِ ‫س‬َ ‫ َفَأ ْخ ِب ْرن ِْي َع ِن اِإل ْح‬:َ‫َقال‬

ْ‫ َفَأ ْخ ِب ْرن ِْي َعن‬:َ‫ َقال‬،)‫اِئل‬


ِ ‫س‬ َّ ‫ ( َما ا ْل َمسُئ ُول ُ َع ْن َها ِبَأ ْعلَ َم مِنَ ال‬:َ‫ َقال‬،ِ‫السا َعة‬
َّ ‫ َفَأ ْخ ِب ْرنِي َع ِن‬:َ‫َقال‬

َ‫ َاولُ ْون‬+‫اءِ َي َت َط‬+ ‫الش‬ َ ‫ (َأنْ َتلِ َد اَأل َم ُة َر َّب َت َه‬:َ‫ َقال‬،‫اراتِها‬
َّ ‫ ا َء‬+‫وَأنْ َترى ا ْل ُح َفا َة ال ُع َرا َة ال َعالَ َة ِر َع‬،‫ا‬ َ ‫َأ َم‬

‫سوله‬ ُ ‫الساِئلُ؟) قُ ْل‬


ُ ‫ هللاُ َو َر‬:‫ت‬ َّ ‫ ( َيا ُع َم ُر أ َتدْ ِري َم ِن‬:َ‫ت َملِ َّيا ً ُث َّم َقال‬
ُ ‫ ُث َّم ا ْن َطلَ َق َفلَ ِب ْث‬،)‫ان‬
ِ ‫فِي ال ُب ْن َي‬
‫ رواه ُمسلِ ٌم‬.)‫ ( َفِإ َّن ُه ِج ْب ِر ْيل ُ َأ َتا ُك ْم ُي َعلِّ ُم ُك ْم ِد ْي َن ُك ْم‬:َ‫ َقال‬،‫َأ ْعلَ ُم‬

Dari Umar radhiallahu ‘anhu, dia menceritakan, “Ketika kami sedang


duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba
muncul seorang laki-laki yang pakaiannya sangat putih, rambutnya
sangat hitam, pada dirinya tidak ada bekas-bekas datang dari perjalanan,
namun tidak ada satu pun di antara kami yang mengenalnya. Kemudian,
dia duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia menempelkan
lututnya ke lutut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meletakkan
telapak tangannya di atas paha Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian, dia bertanya, ‘Wahai Muhammad, sampaikan kepadaku, apa
itu islam? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Islam adalah
engkau bersyahadat bahwasanya tiada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,
menegakkan salat, menunaikan zakat, berpuasa ramadhan, dan
melaksanakan haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke sana.’ Orang
ini berkata, ‘Engkau benar.’” Umar pun mengatakan, “Kami terheran; dia
bertanya lalu dibenarkannya sendiri. Orang tersebut bertanya,
‘Sampaikan kepadaku tentang apa itu iman!’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, ‘Iman itu, engkau beriman kepada Allah, para
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan hari akhir, serta
beriman kepada takdir baik maupun buruk.’ Orang tersebut menyahut,
‘Kamu benar. Sampaikan kepadaku tentang apa itu ihsan!’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Ihsan itu, engkau beribadah
kepada Allah seolah engkau melihatnya. Jika engkau tidak bisa, maka

8
sesungguhnya Allah melihatmu.’ Orang itu bertanya, ‘Sampaikan
kepadaku, kapan kiamat terjadi?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, ‘Orang yang ditanyai tidak lebih tahu daripada orang
yang bertanya.’ Orang itu bertanya lagi, ‘Sampaikan kepadaku tentang
tanda-tandanya!’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Budak-
budak wanita akan melahirkan tuannya, dan engkau akan melihat orang
yang tidak memakai alas kaki, suka tidak memakai baju, miskin, dan
penggembala kambing berlomba-lomba dalam membuat bangunan yang
tinggi.’ Kemudian, orang tersebut pergi, sementara aku (Umar) diam
(tidak mencari) beberapa hari. Setelah itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bertanya, ‘Wahai Umar, tahukah kamu, siapa orang yang kemarin
bertanya itu?’ Umar mengatakan, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya, dia adalah
Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.’” (HR.
Muslim, no. 1)

Disebut “hadis Jibril”, karena hadis ini menceritakan tentang Jibril yang
datang mengajarkan islam, iman, dan ihsan kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Hadis ini ditempatkan oleh Imam
Muslim sebagai hadis pertama dalam kitab Shahihnya. Demikian pula,
Imam Al-Baghawi menempatkan hadis ini sebagai hadis pertama dalam
dua kitabnya: Syarhus Sunnah dan Mashabih As-Sunnah. Sementara,
Imam An-Nawawi menempatkan hadis ini sebagai hadis kedua dalam Al-
Arbain An-Nawawiyah (Kumpulan 42 Hadis Penting). Hadis ini memiliki
banyak redaksi riwayat yang berbeda-beda, padahal kisah yang
diceritakan hanya terjadi sekali.

Banyak ulama yang menyebutkan bahwa “hadis Jibril” ini merupakan


hadis yang agung dan mendapatkan banyak perhatian, karena hadis ini
mencakup semua pokok amal zahir dan batin, sehingga semua ilmu dan
pengetahuan syariah masuk dalam lingkup “hadis Jibril”. Mengingat
status “hadis Jibril” memuat semua ilmu sunah maka Ibnu Daqiqil ‘Id
menggelari hadis ini sebagai ummus sunnah (induk sunnah),
sebagaimana “Al-Fatihah” digelari sebagai “ummul Qur’an” (induk

9
Alquran), karena kandungannya mencakup seluruh makna Alquran.
(Syarah Arbain An-Nawawi, Ibnu Daqiqil ‘Id, hlm. 7)

Penjelasan hadis jibril:

 “Rambutnya sangat hitam”: Dalam riwayat Ibnu Hibbah dinyatakan,


“Jenggotnya sangat hitam.”
 “Pada dirinya tidak ada bekas-bekas datang dari perjalanan, namun
tidak ada satu pun di antara kami yang mengenalnya”: Jibril datang
dengan penampilan yang sangat mengherankan sahabat. Beliau datang
dengan penampilan orang asli Madinah, sehingga tidak ada bekas
datang dari perjalanan, namun anehnya, tidak ada seorang sahabat pun
yang mengenalnya.
 “Meletakkan telapak tangannya di atas paha Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam”: Terjemahan ini berdasarkan penegasan yang terdapat dalam
riwayat An-Nasa’i, bahwa Jibril meletakkan tangannya di paha
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan di pahanya sendiri. Sebagian
ulama menjelaskan bahwa sikap Jibril ini untuk semakin mengelabui para
sahabat, sehingga mereka menyangka orang yang datang ini adalah
orang Arab Badui, yang umumnya tidak mengenal sopan santun, karena
meletakkan tangannya di paha Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
 “Kemudian, dia bertanya, ‘Wahai Muhammad”: Beliau memanggil
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan namanya, tanpa gelar.
Padahal, hal ini terlarang, sebagaimana firman Allah,

ً ‫سول َب ْي َن ُك ْم َك ُدعَاءِ َب ْعضِ ُك ْم َب ْع‬


‫ضا‬ َّ ‫اَل َت ْج َعلُوا ُد َعا َء‬
ُ ‫الر‬

“Janganlah kalian jadikan panggilan untuk Rasul sebagaimana panggilan


di antara sesama kalian.” (QS. An-Nur:63)

Pada ayat ini, Allah melarang para sahabat untuk memanggil


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan nama asli beliau, sebagaimana
memanggil orang lain. Namun yang benar adalah memanggil dengan
gelar beliau. Sehingga, tidak ada satu pun sahabat yang memanggil
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan nama beliau, selain orang

10
Badui yang tidak mengenal tata krama. Ulama menjelaskan bahwa ada
dua alasan sehingga Jibril memanggil dengan nama, bukan dengan
gelar:

 Karena Jibril tidak termasuk dalam larangan ayat di atas. Ini adalah
pendapat Ibnu ‘Allan dalam Syarah Riyadhush Shalihin.
 Jibril melakukan tindakan demikian agar para sahabat semakin
bingung dengan status dirinya.

Namun, terdapat dalam riwayat Abu Hurairah bahwa Jibril memanggil


dengan gelar “Wahai Rasulullah ….”

 Dalam riwayat Muslim tidak disebutkan bahwa Jibril datang dengan


menyampaikan salam. Namun, dalam riwayat An-Nasa’i disebutkan
bahwa beliau menyampaikan salam.
 Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan islam
dengan amal zahir (baca: rukun islam) dan iman dengan amal batin
(baca: rukun iman). Namun, dalam riwayat Ibnu Abbas, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian, apa itu
iman kepada Allah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang
lebih tahu.” Kemudian, beliau menjelaskan, “(Iman kepada Allah adalah)
bersyahadat ‘la ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah’, menegakkan
salat, membayar zakat, puasa ramadan, dan memberikan seperlima
ganimah kepada baitul mal.” (HR. Al-Bukhari, no. 53). Di hadis ini,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan iman dengan amal zahir
(rukun islam).

Sebagian ulama menjelaskan, di “hadis Jibril”, Nabi shallallahu


‘alaihi wa sallam membedakan iman dan islam, sementara di hadis Ibnu
Abbas, beliau hanya menyebut iman dan beliau menafsirkannya dengan
rukun islam. Ini menunjukkan bahwa kata “iman” dan “islam” memiliki
hubungan erat. Jika disebut bersamaan maka maknanya berbeda, dan
jika disebut sendirian maka maknanya mencakup keduanya. Artinya, jika
disebut “iman” saja maka maknanya mencakup “iman” dan “islam”, dan

11
jika disebut “islam” saja maka maknanya mencakup “iman”. (Hushulul
Ma’mul, hlm. 116)

 “Sampaikan kepadaku tentang tanda-tandanya (kiamat)”: Tanda kiamat


ada dua: tanda kiamat besar dan tanda kiamat kecil. Tanda kiamat besar
artinya tanda-tanda kiamat yang menunjukkan bahwa kiamat telah dekat,
seperti: munculnya Dajal, turunnya Nabi Isa, dan yang lainnya. Tanda
kiamat kecil, yaitu tanda kiamat yang telah terjadi atau sedang terjadi,
sementara terjadinya kiamat masih jauh, contoh: terbelahnya bulan,
terjadinya banyak bencana, dan seterusnya.

Tanda kiamat yang disebutkan dalam hadis ini adalah tanda kiamat kecil.

 “Budak-budak wanita akan melahirkan tuannya”: Ulama berselisih


pendapat tentang makna kalimat ini, di antaranya:
 Kalimat ini menunjukkan banyaknya budak wanita di akhir zaman.
Sementara, anak hasil hubungan dengan tuannya berstatus
sebagaimana ayahnya (merdeka). Maka, jadilah anak ini sebagai tuan
yang ditaati budaknya, termasuk ibunya.
 Bahwa di akhir zaman, budak wanita akan melahirkan raja,
sementara ibu mereka seorang budak. Maka, jadilah ibunya bagian
dari rakyat anaknya yang menjadi raja tersebut, sehingga sang ibu
pun wajib taat kepada anaknya.
 “Engkau akan melihat orang yang tidak memakai alas kaki, suka tidak
memakai baju, miskin, dan penggembala kambing mereka berlomba-
lomba dalam membuat bangunan tinggi”: Allah jadikan mereka orang
kaya, sehingga bisa dengan mudah meninggikan bangunan.
 “Sementara, aku (Umar) diam (tidak mencari) beberapa hari”:
Menurut riwayat An-Nasa’i, At-Turmudzi, dan yang lainnya disebutkan,
“Saya diam (tidak mencari tahu) selama tiga hari.”
 “Umar mengatakan, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu’”:
Pernyataan ini hanya berlaku ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam masih hidup, karena ilmu masih memungkinkan untuk diambil

12
dari beliau. Adapun setelah meninggalnya beliau maka hanya boleh
mengatakan “Allahu a’lam”.
 “Sesungguhnya, dia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk
mengajarkan agama kalian”: Ini menunjukkan bahwa semua perkara
yang disebutkan dalam hadis di atas adalah agama, karena hadis ini
mengandung semua prinsip penting dalam Islam, yang meliputi:
islam, iman, dan ihsan.

Pelajaran penting dari hadis

1. Hendaknya seorang pemimpin berusaha merakyat dengan bawahannya,


mendatangi dan duduk-duduk bersama rakyatnya, sebagaimana yang
dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabat.
2. Malaikat memiliki kemampuan untuk berubah wujud menjadi manusia.
Biasanya, mereka berubah wujud dengan bentuk fisik manusia yang
paling bagus.
3. Anjuran untuk berdandan dan memperindah penampilan ketika hendak
menemui ulama atau orang yang mulia lainnya. Sebagaimana Jibril yang
mencontohkan dengan memakai pakaian putih bersih dan rambut rapi
ketika hendak menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
4. Anjuran untuk mendekat kepada guru atau pengajar mendengarkan
kajian. Jibril mendekat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
sedang belajar.
5. Diperbolehkan untuk bertanya sesuatu yang sudah diketahui dalam
rangka mengajarkan kepada pendengar yang lain.
6. Jika kata “islam” dan “iman” digabungkan dalam satu hadis, maka makna
“islam” adalah amal zahir sedangkan “iman” adalah amal batin.
7. Agama ada tiga tingkatan: tingkatan islam (paling bawah), iman
(tengah),dan ihsan (atas).
8. Pentingnya beriman kepada takdir baik maupun yang buruk (dalam
pandangan makhluk).
9. Tidak ada makhluk yang tahu waktu kiamat akan terjadi, Nabi

13
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, manusia paling mulia, dan
Jibril,
malaikat paling mulia, tidak tahu kapan kiamat akan terjadi.
10. Orang yang ditanya dan dia tidak tahu, hendaknya mengatakan, “Saya
tidak tahu,” atau “Allahu a’lam.”

2.3 Karakteristik Iman Yazid Wa Yanqush

iman yang ada di dalam diri seorang hamba itu bisa bertambah
dan bisa pula berkurang atau bahkan hilang tanpa bekas dari diri
seseorang. Al-Imam Abdurrahman bin Amr Al-Auza’i rahimahullah
pernah ditanya tentang keimanan, apakah bisa bertambah. Beliau
menjawab: “Betul (bertambah), sampai seperti gunung.” Lalu beliau
ditanya lagi: “Apakah bisa berkurang?” Beliau menjawab: “Ya, sampai
tidak tersisa sedikitpun.

Demikian pula Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Ahmad bin


Hambal rahimahullah pernah ditanya tentang keimanan, apakah bisa
bertambah dan berkurang? Beliau menjawab: “Iman bertambah sampai
puncak langit yang tujuh dan berkurang sampai kerak bumi yang tujuh.”
Beliau juga menyatakan: “Iman itu (terdiri atas) ucapan dan amalan, bisa
bertambah dan berkurang. Apabila engkau mengamalkan kebajikan,
maka iman akan bertambah, dan apabila engkau menyia-nyiakannya,
maka iman pun akan berkurang.“

Nah, inilah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu, yakni meyakini
bahwa sesungguhnya iman seseorang itu bisa bertambah dan bisa pula
berkurang. Setelah kita tahu bahwa ternyata iman itu bisa bertambah dan
bisa berkurang, lalu apa yang harus dilakukan oleh seorang mukmin
untuk menjaga kualitas imannya? Al Imam Allamah Abdurrahman bin
Nashr As Sa’di rahimahullah mengatakan: “Seorang mukmin yang diberi

14
taufiq oleh Allah Ta’ala, dia senantiasa berusaha melakukan dua hal:
Pertama, memurnikan keimanan dan cabang-cabangnya, dengan cara
mengilmui dan mengamalkannya. Kedua, berusaha untuk menolak atau
membentengi diri dari bentuk-bentuk ujian (cobaan) yang tampak
maupun tersembunyi yang dapat menafikannya (menghilangkannya),
membatalkannya atau mengikis keimanannya itu.” (At Taudhih wal Bayan
lisy Syajarotil Iman, hal 38).

Saudaraku muslimin, ketahuilah! Ada beberapa amalan yang


insya Allah akan dapat menyebabkan bertambahnya iman seseorang, di
antaranya adalah:

1. Membaca dan tadabbur (merenungkan atau memikirkan isi


kandungan) Al Quranul Karim. Orang yang membaca, mentadabburi
dan memperhatikan isi kandungan Al Quran akan mendapatkan ilmu
dan pengetahuan yang menjadikan imannya kuat dan bertambah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang orang-orang


mukmin yang berbuat demikian: “Sesungguhnya orang-orang yang
beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah,
gemetarlah hati-hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya maka bertambahlah iman bereka, dan kepada Rabb
mereka itulah mereka bertawakkal.” (QS. Al Anfal [8]: 2)

Al Imam Al Ajurri rahimahullah berkata: “Barangsiapa


mentadabburi Al Quran, dia akan mengenal Rabb-nya Azza wa Jalla
dan mengetahui keagungan, kekuasaan dan qudrah-Nya serta ibadah
yang diwajibkan atasnya. Maka dia senantiasa melakukan setiap
kewajiban dan menjauhi segala sesuatu yang tidak disukai maulanya
(yakni Allah Ta’ala).

2. Mengenal Al Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Al


Quran dan As Sunnah yang menunjukkan kesempurnaan Allah secara
mutlak dari berbagai segi. Bila seorang hamba mengenal Rabbnya
dengan pengetahuan yang hakiki, kemudian selamat dari jalan orang-

15
orang yang menyimpang, sungguh ia telah diberi taufiq dalam
mendapatkan tambahan iman. Karena seorang hamba bila mengenal
Allah dengan jalan yang benar, dia termasuk orang yang paling kuat
imannya dan ketaatannya, kuat takutnya dan muroqobahnya kepada
Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah


di antara hamba-Nya adalah ulama.” (QS. Fathir [35]: 28). Al Imam
Ibnu Katsir menjelaskan: “Sesungguhnya hamba yang benar-benar
takut kepada Allah adalah ulama yang mengenal Allah.” (Tafsir Ibnu
Katsir 3/533).

3. Memperhatikan siroh atau perjalanan hidup Rasulullah shallallahu


alaihi wa sallam, yakni dengan mengamati, memperhatikan dan
mempelajari siroh beliau dan sifat-sifatnya yang baik serta perangainya
yang mulia.

Al Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan: “Dari sini


kalian mengetahui sangat pentingnya hamba untuk mengenal Rasul
dan apa yang dibawanya, dan membenarkan pada apa yang beliau
kabarkan serta mentaati apa yang beliau perintahkan. Karena tidak
ada jalan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat
kecuali dengan tuntunannya. Tidak ada jalan untuk mengetahui baik
dan buruk secara mendetail kecuali darinya.Maka kalau seseorang
memperhatikan sifat dan akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam Al Quran dan Al Hadits, niscaya dia akan mendapatkan
manfaat dengannya, yakni ketaatannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjadi kuat, dan bertambah cintanya kepada beliau. Itu
adalah tanda bertambahnya keimanan yang mewariskan mutaba’ah
dan amalan sholih.”

4. Mempraktekkan (mengamalkan) kebaikan-kebaikan agama Islam.


Ketahuilah, sesungguhnya ajaran Islam itu semuanya baik, paling

16
benar aqidahnya, paling terpuji akhlaknya, paling adil hukum-
hukumnya. Dari pandangan inilah Allah menghiasi keimanan di hati
seorang hamba dan membuatnya cinta kepada keimanan,
sebagaimana Allah memenuhi cinta-Nya kepada pilihan-Nya, yakni
Nabiyullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat QS. Al
Hujurat [49]: 7)

Maka iman di hati seorang hamba adalah sesuatu yang sangat


dicintai dan yang paling indah. Oleh karena itu seorang hamba akan
merasakan manisnya iman yang ada di hatinya, sehingga dia akan
menghiasi hatinya dengan pokok-pokok dan hakikat-hakikat keimanan,
dan menghiasi anggota badannya dengan amal-amal nyata (amal
sholih). (At Taudhih wal Bayan, hal 32-33)

5. Membaca siroh atau perjalanan hidup Salafush Shalih. Yang dimaksud


Salafush Shalih di sini adalah para shahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan orang-orangyang mengikuti mereka dengan baik
(lihat QS. At Taubah [9]: 100). Barangsiapa membaca dan
memperhatikan perjalanan hidup mereka, akan mengetahui kebaikan-
kebaikan mereka, akhlak-akhlak yang agung, ittiba’ mereka kepada
Allah, perhatian mereka kepada iman, rasa takut mereka dari dosa,
kemaksiatan, riya’ dan nifaq, juga ketaatan mereka dan bersegera
dalam kebaikan, kekuatan iman mereka dan kuatnya ibadah mereka
kepada Allah dan sebagainya.

Dengan memperhatikan keadaan mereka, maka iman menjadi


kuat dan timbul keinginan untuk menyerupai mereka dalam segala hal.
Sebagaimana ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah :
“Barangsiapa lebih serupa dengan mereka (para shahabat Rasulullah),
maka dia lebih sempurna imannya.” (lihat Kitab Al Ubudiyah, hal 94).
Dan tentunya, barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia
termasuk golongan mereka.

Itulah beberapa amalan yang insya Allah akan dapat


menyebabkan bertambahnya keimanan. Adapun hal-hal yang dapat

17
melemahkan iman seseorang adalah sebaliknya, di antaranya:
Kebodohan terhadap syari’at Islam, lalai, lupa dan berpaling dari
ketaatan, melakukan kemaksiatan dan dosa-dosa besar, mengikuti
hawa nafsu dan sebagainya.

2.4 Mangidentifikasi Rukun Iman

Iman berarti membenarkan Allah dan membenarkan Nabi


Muhammad SAW , malaikat-malaikat, kitab kitab, hari kiamat dan juga
qadha‟ dan qadharNya. Ia merangkumi semua aspek kepercayaan dan
kenyakinan adalah mu‟min dan mu‟minah. Rukun iman adalah
kepercayaan dalam diri. Seorang islam dikatakan beriman bila ia
percaya pada rukun iman. Rukun iman itu terdiri atas iman kepada
Allah SWT, iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada Kitab-kitab-
Nya, iman kepada para rasul-Nya, percaya pada Hari Akhir, dan
percaya pada ketentuan Allah biasa disebut dengan qadha‟ dan qadar.
Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah ayat 177:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi
dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan)
dan orangorang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba
sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang
yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar
dalam 4 kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.

Mereka Itulah orangorang yang benar (imannya); dan mereka


itulah orang-orang yang bertakwa.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim
dari hadits „Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu „anhu yang
menyatakan bahwa Malaikat Jibril pernah bertanya kepada Rasulullah

18
Shallallahu „alaihi wa sallam tentang Iman, maka Rasulullah
Shallallahu „alaihi wa sallam menjawab: “Iman itu adalah engkau
beriman kepada Allah, Malaikat-MalaikatNya, KitabKitab-Nya, Rasul-
Rasul-Nya, dan Hari Akhir, serta beriman kepada qadar yang baik
maupun buruk.” Rasa percaya yang kuat terhadap rukun iman tersebut
akan membentuk nilai-nilai yang melandasi manusia dalam setiap
aktivitasnya. Dengan nilai-nilai itu, diharap setiap individu memiliki
kepribadian yang lurus atau kepribadian yang baik dalam setiap
tingkah lakunya. 2.2 Peran Rukun Iman dalam Pembentukan
Kepribadian

A. Iman kepada Allah SWT Iman kepada Allah berarti meyakini dengan
sepenuh hati bahwa Allah SWT itu ada, Allah Maha Esa. Keyakinan itu
diucapkan dalam kalimat: “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah” Pada
hakekatnya kepercayaan kepada Allah SWT sudah dimiliki manusia
sejak ia lahir. Bahkan manusia telah menyatakan keimanannya kepada
Allah SWT sejak ia berada di alam arwah. Dengan beriman kepada
Allah kita akan selalu merasa bahwa setiap yang kita lakukan itu
diawasi oleh Allah SWT sehingga kita akan menumbuhkan sikap
diantaranya:

1. Berbuat baik. Orang yang beriman akan selalu mendapat bimbingan


dari Alah SWT, oleh karena itu apa yang dilakukannya adalah
perbuatran-perbuatan baik dan terpuji. Contoh-contoh perbuatan baik
itu meliputi : rendah hati, memiliki sikap dan jiwa sosial, mengahrgai
sesama orang lain, jujur, sabar, santun, berani dalam 5 hal kebenaran,
hatinya tenang, tidak goyah atau terombang ambing oleh ajakan nafsu
jahat atau orang yang akan menyesatkan. Seperti Firman Allah dalam
QS Ar-ra‟d ayat 28: Artinya: “ orang-orang yang beriman dan hati
mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya
dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”

2. Taqwa Taqwa adalah menjaga diri dari segala perbuatan dosa dengan
melaksanakan segala apa yang diperintah oleh Allah SWT dan juga
meninggalkan apa yang telah dilarang-Nya. Keimanan seseorang

19
kepada Allah SWT belum sempurna jika ia tidak bertaqwa, yakni
mewujudkannya dalam bentuk yang nyata dengan beramal shaleh
atau berbuat kebaikan kepada orang lain.

3. Malu Tanda keimanan yang amat penting dari seseorang yaitu al haya’
atau mempunyai rasa malu. Maksud dari mempunyai rasa malu disini
bukan kita merasa malu berbicara di depan orang banyak sehingga
merasakan panas dingin jika berbicara di depan umum atau kita
merasa malu dengan penampilan yang kurang meyakinkan atau
kurang keren di depan teman-teman kita dalam suatu acara. Akan
tetapi, rasa malu yang harus kita tanam sebagai orang yang beriman
yaitu malu jika kita tidak melakukan perbuatan atau hal-hal yang telah
dibenarkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

4. Syukur Tanda keimanan seseorang yang amat penting adalah selalu


bersyukur. Allah SWT menganugerahkan nikmat yang banyak kepada
manusia. Setiap detik dalam kehidupan manusia tidak akan pernah
lepas dengan yang namanya nikmat Allah SWT. 6 Oleh karena itu,
sudah sepatutnya manusia selalu bersyukur kepada Allah SWT.
Syukur berarti “berterima kasih kepada Allah SWT”. Dalam arti lain,
syukur ialah memanfaatkan nikmat yang diberikan Allah SWT kepada
kita sesuai dengan kehendak yang memberikannya.

5. Sabar Sabar merupakan bagian yang penting dari iman. Dalam hadits
yang diriwayatkan oieh Abu Nu‟aim, Rasulullah SAW bersabda “Sabar
adalah sebagian dari iman. Kedudukan sabar bagi iman sangat
penting, seperti kedudukan hari Arafah dalam ibadah haji.”

6. Ridha dengan Keputusan Allah Ridha berarti menerima keputusan


kalah atau menang dengan hati yang lapang. Jika mendapat
kemenangan maka siap untuk menjalankan tugas sebagai tanda
kesyukuran kepada Allah SWT, dan jika dinyatakan kalah, maka terima
dengan hati yang lapang, dan merasa bahwa memang belum
rejekinya. Seorang ulama tasauf, Ibnu Athaillah Sakandari
menyatakan: “Keridhaan adalah mengarahkan perhatian hati kepada

20
ketentuan Tuhan bagi si hamba dan meninggalkan ketidaksenangan“.
Seorang ulama yang lain, Ruwaim menyatakan: “ Keridhaan adalah
tenangnya hati dalam menjalani ketetapan Allah.” Perilaku-perilaku
yang mencerminkan sikap beriman kepada Allah SWT:  Berusaha
untuk lebih maju  Tidak bersikap sombong  Bersikap pemaaf serta
segera bertaubat jika melakukan kesalahan  Menyadari akan
kebesaran dan kekuasaan Allah  Berperilaku dan bersikap baik
kepada sesama manusia  Beribadah kepada Allah dengan
menjalankan perintah Nya dan menjauhi larangan Nya  Selalu
bersyukur dan memenfaatkan yang telah diberikan Allah dengan baik
Menjaga dan melestarikan alam dengan baik

B. BerIman kepada malaikat-malaikat Iman kepada malaikat allah berarti


percaya atau yakin dengan sepenuh hati bahwa malaikat ada dan
diciptakan Allah SWT dari nur (cahaya) yang bertugas mengawasi dan
mencatat apapun perbuatan yang manusia kerjakan. Dalam
menjalankan tugasnya malaikat tidak memiliki rasa lelah dalam
mengawasi sehingga setiap muslim akan bersikap:

1. Berhati-hati pada setiap apa yang ia kerjakan Itu terjadi karena


malaikat selalu mengwasi tindakan kita, apabila kita berbuat dosa
maka malaikat akan mencatatnya dan akan diminta
pertanggungjawaban di akhirat nanti.

2. Tenang karena malaikat selalu mengawasinya Prilaku yang tenang


timbul karena kita dalam pengawasan malaikat, jadi disetiap
perbuatan yang baik akan dicatat, dan pasti akan mendapatkan
pahala sesuai perbuatannya.

3. Banyak bersyukur Dengan adanya malaikat kita harus banyak


bersukur kepada Allah, karena Allah SWT menugaskan para
malaikat untuk menjaga, membantu, mendoakan hamba-
hambaNya dan para malaikat selalu memintakan ampun umat
muslim.

21
4. Ta'at Melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi
larangannya, sebagaimana dicontohkan malaikat dalam
pengabdian-nya kepada Allah SWT.

C. Iman kepada kitab-kitab Kitab adalah kumpulan wahyu atau firman


Allah SWT yang disampaikan kepada para rasulNya melalui malaikat
jibril yang berisi ajaran-ajaran agama sebagai pedoamn hidup manusia
yang lengkap dan dibukukan. Iman kepada kitab Allah adalah meyakini
dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT menurunkan kitabkitabNya
kepada Rasul-rasulNya untuk disampaikan kepada seluruh umat di
dunia agar memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat.

8 Fungsi beriman kepada kitab-kitab Allah Beberapa fungsi


beriman kepada kitab-kitab Allah swt antara lain:Memberi petunjuk
kepada manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat  Memperoleh penjelasan yang mutlak mengenai kebenaran
dalam menghadapi segala persoalan. Dapat membedakan yang hak
dan batil  Mengetahui kisah umat di zaman dahulu, ada yang durhaka
da juga yang taat sehingga dapat diambil pelajaran dari kisah tersebut.
Perilaku yang mencerminkan iman kepada kitab-kitab Allah :

1. Meyakini bahwa sebelum Al Qur‟an, Allah SWT menurunkan kitab-kitab


kepada rasul-rasul dan nabi-nabi-Nya b. Meyakini dengan sebenarnya
bahwa kitab yang terakhir adalah Al Qur‟an yaitu sebagai pedoman
hidup. c. Menyembah dan beribadah hanya kepada Allah SWT.

2. Meyakini bahwa Al Qur‟an adalah mukjizat Nabi Muhamad SAW


sebagai penyempurna. Dengan mempercayai kitab-kitab Allah SWT
seorang muslim akan memiliki sifat:

a. Senang dalam menuntut ilmu Itu disebabkan karena dalam salah


satu kitab Allah menerangkan kebaikan orang-orang yang berilmu.

b. Tidak mudah putus asa Dalam salah satu kitab Allah yaitu Al-Quran
disebutkan bahwa umat manusia dilarang mudah putus asa. Seperti

22
firman Allah QS Yuusuf ayat 87: 9 Artinya: “Hai anak-anakku, pergilah
kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus
asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".( QS Yuusuf:87)

c. Santun pada orang tua.

d. Berkata benar, dan lain-lain.

D. Iman Kepada Rasul Allah Beriman kepada Rasul ialah percaya


bahwa Allah telah memilih diantara anak dan cucu Adam a.s, diutus
untuk membimbing umatnya kejalan yang benar agar mereka hidup
bahagia baik di dunia maupun di akhirat kelak, seperti firman Allah
SWT dalam QS Al-Mu‟min ayat 78: Artinya: “ Dan sesungguhnya telah
Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada
yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang
tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang rasul
membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah”; maka
apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara)
dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang
kepada yang batil. ( QS AlMu‟min:78} o Fungsi iman kepada rasul
Allah adalah:

1. Meningkatkan kepercayaan bahwa ajaran dan janji Allah adalah benar

2. Memantapkan keyakinan bahwa hal-hal yang dilakukan dari ajaran


rasul adalah benar. 10

3. Meningkatkan semangat beramal saleh dan melakukan perbuatan


yang bermanfaat bagi dirinya serta masyarakat untuk kehidupan di
dunia dan akhirat.

4. Memperkuat kepercayaan bahwa para rasul adalah teladan hidup


yang wajib diikuti dalam meraih kebahagiaan o Perilaku yang
mencerminkan beriman kepada rasul Allah adalah: - Melaksanakan
ajaran yang dibawa oleh rasul dan menjauhi larangannya - Menjadikan

23
hidup selalu bermanfaat bagi orang lain atau masyarakat - Selalu
berbuat baik supaya dapat menikmati nikmatnya surga dan terhindar
dari neraka - Berlaku jujur dan benar (sidiq) - Bertanggungjawab
mengemban amanah (amanah) - Berlaku cerdas dan bijaksana
(fathonah) - Senantiasa sabar menghadapi cobaan, seperti sifat rasul -
Selalu tawakal. Dalam sikapnya rasul-rasul Allah selalu tawakal, jadi
umat manusia menteladani sikap beliau. - Rajin beribadah -
Senantiasa menjaga alam se isinya - Tidak sombong, dan lain-lain

E. Iman Kepada Hari Kiamat Kiamat dibagi menjadi 2 yakni kiamat


sugro(kiamat kecil) dan kiamat kubro(kiamat besar). Kiamat
sugro(kiamat kecil) adalah kiamat yang terjadi hanya pada seseorang
atau kaum tertentu saja misalnya kematian seseorang atau kematian
suatu kelompok tertentu sedangkan kiamat kubro(kiamat besar) adalah
kehancuran semua makhluk hidup dan alam semesta raya dan tak ada
yang hidup satu pun. Dengan beriman kepada hari akhir seorang
muslim akan bersifat: - Rajin beribadah - Selalu berbuat baik - Jujur 11
- Berusaha untuk tidak berbuat dosa - Hormat pada kedua orang tua,dll
f. Iman Kepada qadha’ dan qadar Allah SWT telah menciptakan
manusia beserta takdirnya. Takdir Allah di bagi 2 yakni : 1) Takdir
mua’llaq: yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar
manusia(Takdir yang masih dapat diubah). Contoh: seorang siswa
bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-
citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan
menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian.

Hal ini Allah berfirman dalam QS Ar-Ra‟d ayat 11: Artinya:


Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu
kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia. ( QS ArRa‟d:11) 2) Takdir mubram;

24
yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan
atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang
yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam
sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya, jenis kelamin
dan waktu kematian seseorang.. 12 Setelah seorang muslim
mempercayai qadha dan qadar ini maka mereka akan bersifat: Tidak
mudah putus asa, dermawan, bekerja keras, sabar, tawakal, semangat
dalam menjalankan ibadah dan pekerjaannya, dan lain-lain. Fungsi
Iman kepada Hari Akhir:

a. Menambah iman serta ketaqwaan kepada Allah SWT

b.Lebih taat kepada Allah dan Rasulullah SAW


denganmenghindarkan diri dari perbuatanmaksiat

c. Senantiasa hidup dengan hati-hati, waspada, dan selalumeminta


ampunan kepada Allah SWT

d. Memberi motivasi untuk beramal dan beribadah karenasegala


perbuatan baik akan mendapat balasan di akhirat

e. Selalu menghiasi diri dengan berzikir kepada Allah SWTsehingga


jiwa menjadi tenang

f. Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar. Karena orang


yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat
keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu
merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila
terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut
merupakan ujian, seperti firman Allah dalam QS. AnNahl ayat 53:
Artinya:”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari
Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya
kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan. ”( QS. An-Nahl:53).

g. Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa. Sifat itu terdapat
dalam QS.Yusuf ayat 87 dan Sabda Rasulullah: yang artinya” Tidak

25
akan masuk sorga orang yang didalam hatinya ada sebiji sawi dari
sifat kesombongan.”( HR. Muslim) h. Memupuk sifat optimis dan giat
bekerja. Karena keberuntungan itu tidak datang begitu saja dari
Allah, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang 13 yang
beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat
bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu. Seperti
firaman Allah dalam QS Al- Qashas ayat 77: Artinya : Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-norang yang berbuat kerusakan. (QS Al-
Qashas:77)

i. Menenangkan jiwa. Orang yang beriman kepada qadha dan qadar


senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia
selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah
kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena
musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi. Seperti firman
Allah dalam QS. Al-Fajr ayat 27- 30: Artinya : “Hai jiwa yang tenang.
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-
Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan
masuklah kedalam sorga-Ku.”( QS. Al-Fajr:27-30).

26
BAB III

Kesimpulan

Iman berarti membenarkan Allah dan membenarkan Nabi Muhammad SAW


, malaikat-malaikat, kitab kitab, hari kiamat dan juga qadha‟ dan
qadharNya. Penanaman karakter dasar kepribadian implementasi rukun
iman seharusnya menumbuhkan sifat-sifat mulia seperti tanggung jawab,
selalu berusaha berbuat , rendah hati, menjauhi segala larangan Allah,
bertawakal kepada Allah, sabar, hati tenang, tidak mudah putus asa,
berjiwa social, jujur, optimis, selalu mensyukuri nikmat Allah. Takdir Allah di
bagi menjadi 2 yakni Takdir mua‟llaq(Takdir yang masih dapat diubah) dan
Takdir mubram(takdir yang tidak dapat di tawar-tawar lagi).

27
1
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jumaanatul „alii, hal 27,252,246,476,250,272,394,594.CV Penerbit


Jumaanatul „Alii-Art(Al-Qur‟an)
http://kebunhidayah.wordpress.com/2009/08/18/rukun-islam-rukun-imandan-
rukun-ihsan/, 10 November 2012, Sabtu, 14.00. Diunduh pada tanggal 17
November 2014 http://www.scribd.com/doc/25481906/Pengertian-Iman, 10
November 2012, Sabtu, 14.25. Diunduh pada tanggal 17 November 2014
http://manhaj-salafusshalih.blogspot.com/2010/12/dalil-laranganberputus-
asa.html,11 November 2012, Minggu, 22.05. Diunduh pada tanggal 17
November 2014 http://nprayoga01.blogspot.com/2013/12/peran-rukun-islam-
dan-rukuniman-dalam_8697.html . Diunduh pada tanggal 17 November 2014
http://www.scribd.com/doc/35443595/Makalah-Iman-Kepada-HariKiamat
(Dinukil dari buku” Detik-detik Terakhir Kehidupan Rasulullah saw, hal 75-79
disusun oleh K.H. Firdaus A.N., Publicita, Jakarta , 1977) Diunduh pada

qodar.com. Diunduh pada tanggal 4 november 2012 Diunduh pada tanggal 17


November 2014 http/// google.www iman kepada rosul-rosul Allah.com.
Diunduh pada tanggal 4 november 2012 Diunduh pada tanggal 17 November
2014 http/// www.rukun iman.com/doc/makalah rukun iman Diunduh pada
tanggal 18 November 2014

28
29

Anda mungkin juga menyukai