GOOD
MINING COMPANY (GMC) DI KOTA JAYAPURA,
KECAMATAN ABEPURA, KAMPUNG KOYA KOSO
LAPORAN
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Perencanaan
Tambang PT. Good Mining Company (GMC) yang merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan mata kuliah perencanaan tambang.
Dengan segenap kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya kepada orang tua kami terkasih yang telah membesarkan dan
mendidik penulis dengan kasih sayang dan juga tak henti-hentinya memberikan
dukungan doa dan perhatian. Dalam penyusunan laporan ini, penulis juga banyak
mendapatkan bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak secara moril
maupun materil, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan ketulusan dan
kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Beviano Marcho Nahumury ST,. MT., yang telah membimbing dan
selalu memberikan kami penilaian yang cermat sehingga judul yang penulis
bawakan ini layak di pertimbangkan.
2. Teman-teman kami angkatan 2018 dan semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan semangat, dukungan,
bantuan dan doa selama ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan laporan ini,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak dalam rangka penyempurnaan laporan ini.
3
tahapan reklamasi oleh PT. Good Mining Company (GMC) yang akan dijelaskan
dalam masing-masing perencanaan.
PT. Good Mining Company (GMC) merupakan perusahaan pertambangan
Batugamping yang tujuan utamanya adalah penambangan berwawasan
lingkungan, dengan luas sumber daya 44851,5 m² dan total cadangan tertambang
313.366 m3 maka target produksi yang diperkirakan adalah 45.600 m 3/tahun. Oleh
karena itu diharapkan PT. GMC dapat berperan penting dalam pembangunan
ekonomi daerah dengan keuntungan yang diperoleh.
4
1.3. Ruang Lingkup
Dalam pembuatan perencanaan, PT. Good Mining Company (GMC)
membahas mengenai :
1. Perencanaan Teknis
a. Cadangan dan umur tambang
b. Sistem Penambangan
c. Drainase tambang
d. Jalan tambang
e. Geoteknik tambang
f. Lingkungan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
g. Reklamasi dan pasca tambang
2. Perencanaan Ekonomi
a. Manajemen produksi (pemasaran)
b. Cash flow
5
6
1.6. Jadwal Waktu Kegiatan
7
1.7. Diagram Alir
MASUK ARSIP
PENAMBANGAN Produksi
Pengangkutan
Promosi PENAMBANGAN
Pengembangan Produksi
9
BAB II
KEADAAN UMUM
10
2.5. Iklim
Wilayah pada lokasi penambangan PT. Good Mining Company (GMC) di
klasifikasi sebagai wilayah tropis dengan suhu berkisar 22-310 derajat pada siang
hari. Adapun cuaca pada umumnya tidak menentu, terkadang panas dan bisa tiba-
tiba hujan, berikut data cura hujan yang dapat dilihat pada table dibawah ini.
13
BAB III
GEOLOGI DAN KEADAAN PENGENDAPAN
3.1. Stratigrafi
Berdasarkan pengamatan dilapangan, serta analisa kandungan fosil yang
di dapatkan selama penelitian berlangsung, dan setelah dibuat penampang
stratigrafinya maka penulis mengelompokan, Penyusunan stratigrafi daerah
penelitian didasarkan pada kesamaan ciri litologi dominan yang ada di daerah
penelitian. Secara umum, daerah penelitian disusun oleh batuan - batuan sediment
dan beberaapa batuan volkanik yang pada kala kapur telah terbentuk oleh aktifitas
gunung api bawah laut yang giat menjemari dengan formasi Auwewa. Bagian
atasnya menjemari dengan formasi makats, bersentuhan tektonik dengan satuan
ultramefik.
Secara tratigrafi daerah Kota Jayapura tersusun oleh batuan beku, sedimen
dan metamorfik yang berasal dari umur praTersier, Tersier hingga Kuarter. Urutan
batuan yang menyusun daerah Kota Jayapura dari umur tertua kemuda, sebagai
berikut. Pra-Tersierter diri dari batuan beku mafik dan ultarmafik (m dan um),
serta batuan metamorfik (pTmc). Kelompok batuan ini digolongkan sebagai
batuan tektonit (SuwarnodanNoya, 1995).
Tersierter diri kelompok batuan piroklastik yang berupa lava basal, diabas, andesit
dan breksi volkanik, tuf dan sisipan batugamping, greywacke dan tuf (Formasi
Auwewa/Tema), Kelompok batugamping bersispan biomikrit, napal, batupasir
halus, greywacke gampingan, tufaan, dan tuf (FormasiNubai/Tomn), kelompok
batuan sedimen berupa greywacke yang berselingan dengan batulanau dan
batulempung serta bersisipan dengan konglomerat dan napal
(FormasiMakats/Tmm), batupasir dan batu lempung yang bersisipan dengan
14
batugamping, napal dan lanau (FormasiAurimi/Tmpa), dan batugamping
(FormasiBenai/Tmpb). Hampir semua formasi saling jari menjemari. Secara
selaras di atasnya diendapkan greywacke yang berselang-seling dengan
batulempung, batulanau, napal, konglomerat serta sisipan batupsir dan lignit
(FormasiUnk/Qtu). Kuarter terdiri dari Kelompok batuan campur aduk (Qc) dan
endapan lumpur (Qmd), kelompok endapan laut dangkal seperti batugamping
koral-ganggang, kalkarenit dan kalsirudit (FormasiJayapura/Qpj) dan
batugamping koral (Qcl), serta kelompok endapan darat seperti kipas aluvial (Qf)
dan endapan aluvial dan pantai (Qa).
17
50 477128 9702257 29
51 477137 9702246 27
52 477137 9702231 28
53 477140 9702267 30
54 477133 9702233 25
55 477143 9702236 23
56 477150 9702240 23
57 477149 9702248 26
58 477123 9702250 32
59 477144 9702255 29
60 477129 9702257 33
61 477134 9702259 32
62 477134 9702226 22
63 477131 9702226 36
64 477128 9702256 34
65 477133 9702259 34
66 477157 9702259 28
67 477144 9702244 31
68 477149 9702225 23
69 477132 9702220 26
70 477164 9702201 15
71 477136 9702190 39
72 477122 9702238 32
73 477128 9702219 29
74 477136 9702256 34
75 477141 9702228 29
76 477151 9702251 32
77 477144 9702270 36
78 477152 9702261 35
79 477162 9702261 37
80 477110 9702251 30
81 477117 9702263 32
82 477119 9702300 45
83 477129 9702300 47
84 477138 9702295 47
85 477148 9702283 45
86 477145 9702272 40
18
87 477155 9702269 42
88 477140 9702240 31
89 477144 9702244 34
90 477148 9702239 34
91 477166 9702244 37
92 477106 9702268 30
93 477142 9702239 28
94 477130 9702244 30
95 477128 9702251 32
96 477150 9702254 32
97 477136 9702268 36
98 477144 9702292 43
99 477129 9702220 24
100 477154 9702252 32
101 477143 9702242 30
102 477142 9702275 35
103 477150 9702263 34
19
a. Survei tinjau
b. Prospeksi
c. Eksplorasi umum
d. Eksplorasi rinci
Kegiatan dari a ke d menunjukkan makin rincinya penyelidikan, sehingga
tingkat keyakinan geologinya makin tinggi dan tingkat kesalahannya makin
rendah.
20
keyakinan geologi tertentu dapat berubah menjadi cadangan setelah
dilakukan pengkajian kelayakan tambang dan memenuhi kriteria layak
tambang.
1. Sumber Daya Mineral Hipotetik (Hypothetical Mineral Resource)
adalah sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh
berdasarkan perkiraan pada tahap Survei Tinjau.
2. Sumber Daya Mineral Tereka (Inferred Mineral Resource) adalah
sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh
berdasarkan hasil tahap Prospeksi.
3. Sumber Daya Mineral Terunjuk (Indicated Mineral Resource) adalah
sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh
berdasarkan hasil tahap Eksplorasi Umum.
4. Sumber Daya Mineral Terukur (Measured Mineral Resource) adalah
sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh
berdasarkan hasil tahap Eksplorasi Rinci.
Cadangan (Reserve) adalah endapan mineral yang telah diketahui
ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitasnya dan yang secara
ekonomis, teknis, hukum, lingkungan dan sosial dapat ditambang pada saat
perhitungan dilakukan.
1. Cadangan Terkira (Probable Reserve) adalah sumber daya mineral
terunjuk dan sebagian sumberdaya mineral terukur yang tingkat
keyakinan geologinya masih lebih rendah, yang berdasarkan studi
kelayakan tambangsemua faktor yang terkait telah terpenuhi,sehingga
penambangan dapat dilakukan secara ekonomik.
2. Cadangan Terbukti (Proved Reserve) adalah sumber daya mineral
terukur yang berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang
21
terkait telah terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara
ekonomik.
3.5.3. Metode Penaksiran Evaluasi Cadangan
A. Metode Cross Section
Masih sering dilakukan pada tahap paling awal dari perhitungan. Hasil
perhitungan secara manual ini dapat dipakai sebagai alat pembanding untuk
mengecek hasil perhitungan yang lebih canggih dengan menggunakan
komputer.
B. Metode Polygon
Metoda poligon ini merupakan metoda perhitungan yang paling
konvensional. Metoda ini umum diterapkan pada endapan-endapan yang
relatif homogen dan mempunyai geometri yang sederhana. Kadar pada
suatu luasan di dalam poligon ditaksir dengan nilai conto yang berada
ditengah-tengah poligon sehingga metoda ini sering disebut dengan poligon
daerah pengaruh. Daerah pengaruh dibuat dengan membagi dua jarak antara
dua titik conto dengan satu garis sumbu.
C. Metode Segitiga
Metode triangulasi dilakukan dengan konsep dasar menjadikan titik yang
diketahui menjadi titik sudut suatu prisma segitiga. Prisma segitiga
diperoleh dengan cara menghubungkan titik-titik yang diketahui tanpa
berpotongan.
22
BAB IV
RENCANA PENAMBANGAN
23
BAB V
FASILITAS PENUNJANG DAN INFRASTRUKTUR
24
BAB VI
LINGKUNGAN DAN K3
6.2.1. Tujuan K3
a) Untuk mengetahui Kecelakaan Kerja Tambang.
b) Untuk mengetahui peran K3 dalam mencegah kecelakaan kerja guna
meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
c) Untuk mengetahui Sistem Manajemen K3 Pertambangan
27
6.2.2. Sebab-Sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan
yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan
merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang
mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan
mencapai suatu yang jauh di atas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara
yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki
kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.a
Penyebab dasar kecelakaan kerja :
a) Faktor personil
b) Kelemahan pengetahuan dan skill
c) Kurang motivasi
d) Problem fisik
e) Faktor pekerjaan :
Standar kerja tidak cukup memadai
Pemeliharaan tidak memadai
Pemakaian alat tidak benar
Kontrol pembelian tidak ketat
Tindakan tidak aman
Mengoperasikan alat bukan wewenangnya
Mengoperasikan alat dengan kecepatan tinggi
Posisi kerja yang salah
Perbaikan alat, pada saat alat beroperasi
Kondisi tidak aman
Tidak cukup pengaman alat
28
Tidak cukup tanda peringatan bahaya
Kebisingan/debu/gas di atas nab
Housekeeping tidak baik
Penyebab kecelakaan kerja (Heinrich Mathematical Ratio) dibagi atas 3
bagian berdasarkan persentasenya :
a) Tindakan tidak aman oleh pekerja (88%)
b) Kondisi tidak aman dalam areal kerja (10%)
c) Diluar kemampuan manusia (2%)
30
Gambar 6. 1 Safety helmet
31
32
6. Kacamata Pengaman (Safety Glasses)
Kacamata pengaman (safety glasses) berfungsi sebagai pelindung mata
ketika bekerja (misalnya mengelas).
7. Masker (Respirator)
Masker (respirator) berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat
bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun,
Gambar 6. 7 Masker
dsb).
33
35
1. Pelindung pernafasan dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin
yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya.
2. Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat pelindung
pernafasan yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat
tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan.
3. Kondisi dan kebersihan alat pelindung pernafasan menjadi tanggung
jawab karyawan yang bersangkutan,
4. Kontrol terhadap kebersihan alat tersebut akan selalu dilakukan oleh
managemen lini.
Sarung tangan
1. Sarung tangan dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang
menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya oleh
manajemen lini.
2. Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan sarung tangan yang
kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta
tidak dibenarkan untuk dipergunakan.
3. Penyimpanan sarung tangan harus terjamin sehingga terhindar dari
debu, kondisi yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin),
kelembaban atau kemungkinan tercemar bahan-bahan kimia
berbahaya.
6.2.8. Undang-Undang K3
1. Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie).
2. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
3. Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 203 Tentang
Ketenagakerjaan.
36
Peraturan Pemerintah Terkait K3
1. Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).
2. Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973 Tentang Pengawasan Atas
Peredaran, Penyimpanan Dan Peredaran Pestisida.
3. Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1973 Tentang Pengaturan Dan
Pengawasan Keselamatan Kerja Di Bidang Pertambangan.
4. Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 1979 Tentang Keselamatan Kerja
Pada Pemurnian Dan Pengolahan Minyak Dan Gas Bumi.
Peraturan Menteri Terkait K3
1. Permenakertranskop Ri No 1 Tahun 1976 Tentang Kewajiban
Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
2. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 Tentang Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Dalam Pengangkutan Dan Penebangan Kayu.
3. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1978 Tentang Penunjukan Dan
Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Dan Ahli Keselamatan Kerja.
4. Permenakertrans RI No 1 Tahun 19879 Tentang Kewajiban Latihan
Hygienen Perusahaan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Bagi
Tenaga Paramedis Perusahaan.
5. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 Tentang Keselamatan Kerja
Pada Konstruksi Bangunan.
6. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 Tentang Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan
Kerja.
7. Permenakertrans RI No 4 Tahun 1980 Tentang Syarat-Syarat
Pemasangan Dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
37
8. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 Tentang Kewajiban Melapor
Penyakit Akibat Kerja.
9. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1982 Tentang Bejana Tekan.
10. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1982 Tentang Kualifikasi Juru Las.
11. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 Tentang Pelayanan Kesehatan
Tenaga Kerja.
12. Permenaker RI No 2 Tahun 1983 Tentang Instalasi Alarm Kebakaran
Otomatis.
13. Permenaker RI No 3 Tahun 1985 Tentang Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes.
14. Permenaker RI No 4 Tahun 1985 Tentang Pesawat Tenaga Dan
Produksi.
15. Permenaker RI No 5 Tahun 1985 Tentang Pesawat Angkat Dan
Angkut.
16. Permenaker RI No 4 Tahun 1987 Tentang Panitia Pembina
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli
Keselamatan Kerja.
17. Permenaker RI No 1 Tahun 1988 Tentang Kualifikasi Dan Syarat-
Syarat Operator Pesawat Uap.
18. Permenaker RI No 1 Tahun 1989 Tentang Kualifikasi Dan Syarat-
Syarat Operator Keran Angkat.
19. Permenaker RI No 2 Tahun 1989 Tentang Pengawasan Instalasi-
Instalasi Penyalur Petir.
20. Permenaker RI No 2 Tahun 1992 Tentang Tata Cara Penunjukan,
Kewajiban Dan Wewenang Ahli Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.
38
21. Permenaker RI No 4 Tahun 1995 Tentang Perusahaan Jasa
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.
22. Permenaker RI No 5 Tahun 1996 Tentang Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.
23. Permenaker RI No 1 Tahun 1998 Tentang Penyelenggaraan
Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja Dengan Manfaat Lebih
Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga
Kerja.
24. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 Tentang Tata Cara Pelaporan Dan
Pemeriksaan Kecelakaan.
25. Permenaker RI No 4 Tahun 1998 Tentang Pengangkatan,
Pemberhentian Dan Tata Kerja Dokter Penasehat.
26. Permenaker RI No 3 Tahun 1999 Tentang Syarat-Syarat
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lift Untuk Pengangkutan Orang
Dan Barang.
Keputusan Menteri Terkait K3
1. Kepmenaker RI No 155 Tahun 1984 Tentang Penyempurnaan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Kep
125/Men/82 Tentang Pembentukan, Susunan Dan Tata Kerja Dewan
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja Wilayah Dan Panitia Pembina Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja.
2. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja Dan Menteri Pekerjaan
Umum Ri No 174 Tahun 1986 No 104/Kpts/1986 Tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan
Konstruksi.
39
3. Kepmenaker RI No 1135 Tahun 1987 Tentang Bendera Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja.
4. Kepmenaker RI No 333 Tahun 1989 Tentang Diagnosis Dan
Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
5. Kepmenaker RI No 245 Tahun 1990 Tentang Hari Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Nasional.
6. Kepmenaker RI No 51 Tahun 1999 Tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika Di Tempat Kerja.
7. Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 Tentang Unit Penanggulangan
Kebakaran Di Tempat Kerja.
8. Kepmenaker RI No 197 Thun 1999 Tentang Pengendalian Bahan
Kimia Berbahaya.
9. Kepmenakertrans RI No 75 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Standar Nasional Indonesia (SNI) No Sni-04-0225-2000 Mengenai
Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (Puil 2000) Di Tempat
Kerja.
10. Kepmenakertrans RI No 235 Tahun 2003 Tentang Jenis-Jenis
Pekerjaan Yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan Atau
Moral Anak.
11. Kepmenakertrnas RI No 68 Tahun 2004 Tentang Pencegahan Dan
Penanggulangan Hiv/Aids Di Tempat Kerja.
Instruksi Menteri Terkait K3
1. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No 11 Tahun 1997 Tentang
Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran.
Surat Edaran Dan Keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial Dan
Pengawasan Ketenagakerjaan Terkait K3
40
1. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial
Dan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja Ri No
84 Tahun 1998 Tentang Cara Pengisian Formulir Laporan Dan
Analisis Statistik Kecelakaan.
2. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan
Pengawasan Ketenagakerjaan No 407 Tahun 1999 Tentang
Persyaratan, Penunjukan, Hak Dan Kewajiban Teknisi Lift.
3. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan
Pengawasan Ketenagakerjaan No 311 Tahun 2002 Tentang
Sertifikasi Kompetensi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Teknisi
Listrik.
41
1. Memberikan pelatihan individu mengenai keselamatan dan prosedur
kerja efesien.
2. Mempercayakan pekerjaan ke pekerja baru.
3. Meninjau prosedur kerja setelah terjadi kecelakaan.
4. Mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan ditempat kerja.
5. Meningkatkan partisipasi pekerja mengenai keselamatan ditempat
kerja.
6. Mengurangi absen.
7. Mengurangi biaya kompensasi pekerja
8. Meningkatkan produktivitas.
Menurut Greenwood (2006), proses job safety analisys terdiri dari beberapa
tahapapan, yaitu :
1. Memilih pekerjaan.
Pekerjaan dengan kecelakaan yang besar akan menjadi prioritas dan
analisa terlebih dahulu. dalam memilih pekerjaan yang akan dianalisa,
terdapat beberapa faktor yang harus dipenuhi antara lain :
a. Frekuensi kecelakaan.
Pekerjaan dengan frekuensi kecelakaan tinggi menjadi prioritas
utama dalam job safety analysis.
b. Tingkat cedera yang menyebabkan cacat.
Setiap pekerjaan yang menyebakan cacat harus dimasukan
kedalam job safety analysis.
c. Kekuatatan potensi
Beberapa pekerjaan mungkin tidak mempunyai sejarah
kecelakaan namun berpotensi untuk menimbulkan bahaya.
d. Pekerjaan baru
42
Job safety analysis untuk setap pekerjaan baru harus dilakukan
segera mungkin. Job safety analysis untuk setiap pekerjaan baru
tidak boleh ditunda hingga dapat terjadi kecelakaan atau hampir
terjadi kecelakaan.
e. Mendekati bahaya
Pekerjaan dengan tingkat bahaya yang besar harus menjadi
prioritas dalam job safety analysis.
2. Membagi pekerjaan
Untuk membagi pekerjaan diperlukan seorang pekerja yang harus
mampu melakukan observasi. Pekerja yang mampu melakukan
obsevasi adalah pekerja yang berpengalaman dan kooperatif sehingga
mampu berbagi ide.
3. Identifikasi Bahaya dan Potensi Kecelakaan Kerja
Tahap berikutnya untuk mengembangkan job safety analysis adalah
melakukan identifikasi semua bahaya. Identifikasi dilakukan terhadap
bahaya yang disebabkan oleh lingkungan dan berhubungaan dengan
prosedur kerja.
4. Mengembangkan Solusi
Langkah terakhir dalam job safety analysis adalah mengembangkan
prosedur kerja yang aman untuk mencegah kejadiaan atau potensi
kecelakaan. Beberapa solusi yang diterapkan antara lain :
a. Menemukan cara baru untuk suatu pekerjaan.
b. Mengubah prosedur kerja.
c. Mengurangi frekuensi pekerjaan.
43
ANALISIS KESELAMATAN KERJA (JOB SAFETY ANALYSISI)
Nama Pekerjaan : Mengganti roda truk Tanggal :
Bagian : Dianalisis Oleh :
Lokasi : Koya Barat Disetujui Oleh :
Alat Pelindung Diri Yang Digunakan : Helm Safety, Sepatu Safety, Kacamata Safety, Kaos Tangan
Bahaya yang
No. Uraian Pekerjaaan Tindakan pencegahan / pengendalian
ditiumbulkan
1 Persiapan
44
Tangan dan pinggang
Ikuti prosedur mengangkat roda
terkilir saat mengangkat
manual
roda
Roda terlepas saat Kencangkan nut roda dengan kunci
berjalan torgue wrench sesuai spesifikasi
Mengamankan area kerja Amankan semua peralatan yang
Kendaraan ditabrak oleh
5 dan mengoperasikan digunakan sebelum mengoperasikan
kendaraan lain
kendaraan kembali kendaraan
Periksa kendaraan dari arah depan
dan belakang sebelum
mengoperasikan kendaraan untuk
meninggalkan area
45
BAB VIII
INVESTASI KEEKONOMIAN DAN KELAYAKAN TAMBANG
46
BAB VII
ORGANISASI DAN SUMBERDAYA MANUSIA
47
BAB IX PASCA TAMBANG DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT
(COMMUNITY DEVELOPMENT)
48
BAB X PEMASARAN
49
BAB XI KESIMPULAN
50