Mikosis Paru Uce
Mikosis Paru Uce
A. Definisi
Mikosis paru adalah gangguan paru yang disebabkan oleh infeksi/kolonisasi jamur
atau reaksi hipersensitif terhadap jamur.1
B. Klasifikasi
Berdasarkan jamur penyebab, Riddell menglasifikasikan mikosis paru menjadi2:
1. Aktinomisetes (aktinomikosis, nokardiomikosis).
2. Ragi dan jamur menyerupai ragi (kriptokokosis, kandidosis).
3. Jamur berfilamen (aspergillosis, mukormikosis).
4. Jamur dimorfik (histoplasmosis, koksidiodomikosis, blastomikosis).
Sementara, berdasarkan keberadaan jamur dalam tubuh, mikosis paru dibagi menjadi2:
1. Mikosis paru yang disebabkan jamur pathogen, bisa bersifat:
- Endemic yaitu histoplasmosis, blastomikosis, koksidiodomikosis dan
parakoksidiodomikosis.
- Nonendemik yaitu kriptokokosis
2. Mikosis paru disebabkan jamur oportunis, yaitu aspergillosis, kandidosis, nokardiosis,
mukormikosis
Berikut ini merupakan penjelasan dari beberapa mikosis paru yang sering terjadi,
yaitu:
1. Histoplasmosis
Histoplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan jamur Histoplasma
capsulatum.H. capsulatum bersifat dimorfik, hidup dalam tanah yang mengandung
kotoran burung, ayam, kelelawar. Histoplasmosis hidup dan tumbuh sangat baik pada
suhu 22-29°C dengan kelembaban udara berkisar 67%-87%.1,3
Manusia biasanya terinfeksi dengan cara terhirup spora H. capsulatum, tidak
ditularkan dari manusia ke manusia lainnya maupun dari hewan ke manusia atau
sebaliknya.2 Saat terinhalasi spora H capsulatum, beberapa spora berhasil menghindari
pertahanan nonspesifik paru hingga mencapai alveolus. Spora kemudian berubah menjadi
fase ragi dan bermultiplikasi dengan pembelahan biner. Sistem pertahanan tubuh yang
pertama berespon kemudian adalah neutrofil, lalu diikuti dengan makrofag yang
memfagosis ragi. Ragi yang difagosit tidak berhasil dibunuh, justru bermultiplikasi dalam
tubuh makrofag, menyebar ke hilus lalu ke seluruh tubuh.3
Dua minggu setelah inhalasi, respon imun yang dimediasi limfosit mulai berkembang.
Terjadi peningkatan limfosit dan makrofag untuk mengendalikan infeksi jamur
histoplasosis. Berbagai sitokin proinflamasi dikeluarkan, seperti interleukin-12 (IL-12),
interferon-γ (IFN-γ), tumor necrosis factor-α (TNF-α), yang bersifat protektif terhadap
jamur. Pembentukan granuloma bergantung interaksi antara limfosit dan makrofag,
semakin meningkat intensitas inflamasi akan memunculkan nekrosis kaseosa yang sulit
dibedakan dengan TB.3
Penyembuhan lesi ini disertai fibrosis periferal. Area tengah berupa nekrosis yang
terkapsulasi, seringkali disertai kalsifikasi. Fokus kalsifikasi dapat terlihat sebagai nodul
tunggal atau multipel pada foto rontgen atau sebagai kompleks Gohn yang disertai
kalsifikasi hilar dan periferal.3
Manifestasi penyakit ini dapat tidak bergejala, positif dengan uji kulit histoplasmin
sampai penyakit paru yang fatal. Masa inkubasi sekitar 14 hari dengan gambaran klinis
kadang menyerupai tuberculosis. Gambaran klinis histoplasmosis paru dibagi atas2,3:
a) Histoplasmosis asimtomatik, dapat dijumpai sekitar 90% penduduk terinfeksi H.
capsulatum pada daerah endemik, tidak ada gejala, tes histoplasmin positif.
b) Histoplasmosis paru akut, seringkali terjadi pada orang yang berkunjung ke
daerah endemic. Gejala klinis tidak khas, bila spora yang terhirup cuku banyak,
dapat menimbulkan sesak napas, sianosis, sakit dada, ruam, eritema multiforme,
dan sakit pleura. Stadium akut ini berakhir dalam 3 minggu dengan penyembuhan
sempurna.
c) Histoplasmosis paru kronik, dijumpai pada orang dewasa dengan riwayat penyakit
paru kronik, misalnya TB paru, dapat juga pada penderita diabetes mellitus. Foto
toraks menunjukkan gambaran kaverne pada kedua lobus atas paru, sering
disangka TB paru.
d) Histoplasmosis diseminata, timbul pada pasien yang disertai dengan gangguan
imun. Secara klinis sering didapati demam tinggi yang tidak spesifik,
hepatosplenomegali, limfadenopati, pansitopenia dan lesi di mukosa dapat terjadi
berupa lesi ulseratif di mulut, lidah, dan orofaring. Pada foto toraks, gambaran
dapat normal atau didapati infiltrat difus.2
2. Kriptokokosis
Penyakit ini disebabkan oleh ragi berkapsul, Cryptococcus neoformans.Infeksi jamur
ini terjadi melalui alat pernapasan.2 Saat mencapai alveolus, ragi tumbuh dan berkapsul.
Makrofag alveolus merupakan pertahanan pertama terhadap C. neoformans. Jamur ini
memiliki protein antifagositik (Appl) yang menghambat jalur termediasi komplemen
untuk perlekatan dan ingesti ragi.Selain itu, jamur ini juga memiliki kapsul polisakarida
yang membuatnya tahan saat difagosit neutrofil. Kapsulnya juga dapat mengganggu
maturasi sel dendritik sehingga tidak bisa mengeluarkan IFN-γ.3
Infeksi primer di paru jarang menimbulkan gejala klinis. Gejala yang timbul
menyerupai infeksi paru subakut dengan batuk. Kebanyakan akan menimbulkan
meningitis, terutama akibat disfungsi sel T dan sel natural killer (NK).3
Pada individu normal, infeksi kriptokokus dapat diatasi secepatnya oleh reaksi
granulomatosa. Pasien dengan gangguan imunitas berat tidak akan membentuk granuloma
sehingga kriptokokus dapat tumbuh subur. Jamur ini memiliki tropisme ke sistem saraf
pusat, sehingga meningitis kriptokokus merupakan bentuk ekstraparu yang sering pada
penyakit ini.3
Foto toraks menunjukkan gambaran yang bervariasi dan tidak spesifik, bisa berupa
infiltrat, konsolidasi lobus, abses, nodul, bentuk milier, adenopati hilus atau efusi pleura.
Diagnosis ditegakkan bila menemukan Cryptococcus pada pemeriksaan histopatologi atau
isolasi Cryptococcus dari dahak, cairan bilasan bronkus, atau jaringan paru.2
3. Aspergilosis
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Aspergillus, terutama spesies A. fumigatus. Jamur
ini banyak berhamburan di udara sehingga gampang dihirup melalui saluran napas.Spora
jamur yang terhirup, kemudian mengadakan kolonisasi di permukaan mukosa.Jamur
dapat menembus jaringan hanya bila ada gangguan sistem imun, baik lokal atau
sistemik.Bergantung kepada status imunologis dan genetic, A. fumigatus dapat
menimbulkan berbagai manifestasi, yaitu:2,3
a) Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA)
ABPA merupakan manifestasi aspergillosis yang sering muncul. Penyakit ini
timbul akibat respons berlebihan imunoglobulin E (IgE) dan IgG terhadap
pertumbuhan intrabronkial jamur. IgE spesifik Aspergillus dapat ditemukan pada
pasien ABPA, biasanya dilepaskan ke darah tepi saat eksaserbasi. IgE spesifik
tersebut menyebabkan degranulasi sel mast, pelepasan mediator inflamasi, dan reaksi
inflamasi lokal. Secara histopatologi, plug bronkial dapat terlihat pada ABPA, yang
terdiri dari campuran eosinophil dan benang-benang hifa jamur. Bronkus proksimal
berdilatasi menggambarkan bronkiektasis sakular, tapi bronkus distal normal.3,4
Manifestasi klinis ABPA sangat bervariasi, berupa badan tidak enak, demam,
sesak, sakit dada, wheezing, dahak purulent dan batuk darah. Berdasarkan
pemeriksaan klinis, laboratorium, dan serologis, sudah dikenal 5 macam staging
ABPA seperti tercantum pada tabel 1.2,4
Tabel 1. Sistem staging ABPA4
b) Aspergiloma
Aspergiloma biasanya terjadi pada pasien yang sudah mempunyai kelainan
anatomis paru, misal ada kavitas karena TB paru, bronkiektasis, abses paru, tumor
paru. Jamur tidak menembus sampai ke parenkim paru. Secara klinis, hemoptysis
(batuk darah) merupakan gejala utama yang dapat massif sehingga mengancam jiwa.
Selain batuk darah, dapat dijumpai gejala penyakit dasarnya. Secara radiologis,
tampak kelompok hifa dan spora jamur memberikan bayangan radioopak, sedangkan
rongga kavitas radiolusen, sering disebut fungus ball.2,4
c) Aspergillosis Invasif
Aspergillosis pneumonia merupakan penyakit infeksi jamur paru yang banyak
dijumpai pada pasien yang mempunyai kelainan sel neutrofil. Jamur menimbulkan
nekrosis dan infark multipel, jamur juga menyerbu pembuluh darah yang dapat
menimbulkan abses di otak, hati, kulit, dll. Karena yang diserang pembuluh darah,
bisa menyebabkan hemoptisis ringan atau perdarahan paru yang fatal. Pemeriksaan
radiologi berupa high resolution CT scan memberikan gambaran nodul kecil di dasar
pleura dengan “halo sign” yaitu area yang atenuasinya lemah mengelilingi lesi
noduler tersebut. Temuan lainnya berupa rongga dari lesi noduler tersebut berupa
radiolusen seperti bulan sabit yang menggambarkan jaringan paru yang infark.2,4
d) Aspergillosis Kronik Nekrotizing
Penyakit ini merupakan bentuk antara aspergiloma dan aspergillosis invasif.
Jamur tumbuh dan berkembang dalam rongga udara yang tidak normal pada paru
yang juga tidak normal. Infeksi menyebar secara perlahan, menembus dan
menghancurkan daerah paru yang berdekatan, dijumpai lesi berongga pada lobus atas
paru menyerupai gambaran tuberculosis yang berlanjut membentuk aspergiloma, atau
awalnya aspergiloma kemudian menjadi invasive secara lokal. Gejala yang timbul
berupa sesak napas, batuk kronik, berdahak, berat badan menurun, keringat malam,
demam, dan batuk darah intermitten.2
4. Kandidosis
Penyakit ini disebabkan oleh jamur spesies Candida, terutama C. albicans. Kandida
dapat hidup sebagai organisme komensal di mulut, saluran cerna dan vagina, tapi pada
keadaan tertentu dapat menjadi pathogen dan menyebabkan kandidosis. Infeksi jamur ini
banyak terjadi secara endogen dari traktus gastrointestinal atau kulit yang menyebar
melalui pembuluh darah, walaupun infeksi eksogen dapat juga terjadi melalui inhalasi
spora tapi tidak lazim. Pasien dengan kandidosis biasanya juga memiliki gangguan sistem
kekebalan tubuh. Sistem imun yang terutama berperan adalah sel polimorfonuklear
(PMN).2,3
Manifestasi klinis kandidosis paru bisa berupa:2
Jamur hidup sebagai saprofit di saluran napas, misalnya pada penyakit paru kronik
Kandidosis primer, timbul karena aspirasi jamur dari rongga mulut. Manifestasi
berupa pneumonia atau dapat menyebar ke berbagai organ.
Infeksi sistemik yang melibatkan berbagai organ
Kadang berupa misetoma
Kandidosis bronkopulmoner alergi
Secara radiologis bisa dijumpai bercak-bercak segmental atau ada juga berupa
gambaran abses. Diagnosis dapat dipastikan dengan biopsi paru atau ditemukan candida
dalam jumlah banyak di dalam dahak dan sekret bronkus.2
C. Diagnosis
Prosedur diagnosis mikosis paru masih menjadi tantangan sampai saat ini. Anamnesis
dan pemeriksaan fisis yang cermat merupakan langkah penting dalam prosedur diagnosis
mikosis paru. Langkah tersebut harus diikuti pemeriksaan penunjang yang tepat, meliputi:
pemeriksaan laboratorium rutin, radiologi dan mikologi. Meningkatnya kewaspadaan klinisi
terhadap kemungkinan infeksi jamur paru dan pemilihan modalitas diagnosis yang tepat akan
membuat penatalaksanaan lebih baik. 1
Keluhan pasien mikosis paru mirip dengan keluhan penyakit paru, pada umumnya,
tidak ada kelugan patognomonik. Keluhan demam, batuk, sesak, dll perli diwaspadai sebagai
gejala mikosis paru pada pasien dengan keadaan sebagai berikut 1:
1. Pasien yang memiliki kondisi imunosupresi (neutropenia berat, keganasan darah,
transplantasi organ atau kemoterapi)
2. Penggunaan jangka panjang alat-alat kesehatan invasif
3. Pasien dengan kondisi imunokompromis akibat penggunaan jangka panjang
antibiotika berspektrum luas, kortikosteroid dan obat imunosupresi
4. Penyakit kronik seperti keganasan rongga toraks, PPOK, bronkiektasis, luluh paru,
sirosis hati, insufisiensi renal, diabetes
5. Gambaran infiltrat di paru dengan demam yang tidak membaik setelah pemberian
antibiotika adekuat dengan atau tanpa adenopati
6. Pasien dengan manifestasi mikosis kulit berupa lesi eritema nodosum pada
ekstremitas bawah terutama di daerah endemik jamur tertentu
7. Pasien terpajan atau setelah bepergian ke daerah endemik jamur tertentu.
Pada pemeriksaan fisis, mikosis paru sulit dibedakan dengan penyakit paru lainnya,
tergantung pada kelainan anatomi yang terjadi pada paru. Pemeriksaan penunjang untuk
mendiagnosis mikosis paru antara lain pemeriksaan radiologi, pemeriksaan laboratorium
klinik tertentu, serta pemeriksaan mikologi. Gambaran foto toraks pada sebagian besar
mikosis paru tidak menunjukkan ciri khas, dapat ditemukan infiltrat interstisial, konsolidasi,
nodul multipel, kavitas, efusi pleura. Gambaran yang khas dapat terlihat pada aspergiloma,
yaitu fungus ball di dalam kavitas pada pemeriksaan foto toraks. Hasil laboratorium rutin
yang mungkin berkaitan dengan mikosis paru adalah peningkatan jumlah sel eosinofil. 1
Gambar 1. Fungus ball
D. Penatalaksanaan1
Penatalaksanaan mikosis paru berkaitan erat dengan jenis jamur, status imun pejamu,
lokasi infeksi, kepekaan jamur terhadap obat, terapi antijamur sebelumnya, penanganan
sumber infeksi dan faktor risiko. Penatalaksanaan ini terdiri atas medikamentosa dan bedah.
Terapi medikamentosa dilakukan dengan memberikan obat anti jamur (OAJ), yang terdiri
atas beberapa golongan obat: polien, flusitosin, azol dan ekinokandin. 1
1. Golongan polien
Golongan polien termasuk amfoterisin-B (AmB), nistatin dan natamisin. Cara
kerjanya adalah merusak membran sel jamur dengan cara berikatan dengan ergosterol
(komponen penting dinding sel), sehinga permeabilitas selular meningkat dan terjadi
kebocoran isi sel yang berakibat kematian jamur (efek fungisidal). Saat ini golongan
polien yang tersedia di Indonesia adalah amfoterisin-B deoksikolat (fungizone) dan
nistatin.
2. Flusitosin
Turunan pirimidin ini aktif terhadap infeksi Candida, Cryptococcus. Cara kerjanya
dengan mengganggu sintesis asam nukleat. Mudah mengalami resistensi. Absorpsi oral
baik, disekresi dalam urin. Obat ini terdistribusi baik dalam SSP dan dapat
dikombinasikan dengan amfoterisin-B untuk infeksi jamur sistemik. Efek samping
meliputi neutropenia, trombositopenia. Perlu dilakukan pengawasan terhadap
kemungkiman terjadinya gangguan fungsi ginjal. Obat ini tidak tersedia di Indonesia.
3. Golongan azol
Selama lebih dari dua dekade, antijamur golongan azol telah digunakan dalam praktek
klinis. Golongan azol diklasifikasikan menjadi dua kelas berbeda:
a. imidazol (misalnya klotrimazol, mikonazol dan ketokonazol)
b. triazol (flukonazol, itrakonazol, vorikonazol dan posakonazol)
Cara kerja obat golongan azol adalah dengan mengganggu sintesis ergosterol, suatu
komponen penting dalam membran sel jamur. Efek ini terjadi melalui penghambatan
enzim lanosterol 14-alfa demetilase yang berperan mengubah lanosterol menjadi
ergosterol, sehingga terjadi gangguan struktur dan fungsi normal membran sel.
Selanjutnya pertumbuhan jamur akan terhambat (efek fungistatik), meskipun beberapa
penelitian in vitro melaporkan efek fungisidal beberapa obat golongan azon pada dosis
standar.
Obat golongan azol pada umumnya ditoleransi baik oleh tubuh. Efek samping yang
pernah dilaporkan adalah gangguan gastrointestinal (mual, muntah, diare),
hepatotoksisitas. Obat golongan azol tidak boleh diberikan pada perempuan hamil. Obat
ini dimetabolisme melalui sistem enzim sitokrom P-450, sekaligus merupakan inhibitor
poten sitokrom P-450 yang memungkinkan terjadinya interaksi dengan berbagai obat,
misalnya rifampisin, barbiturat, karbamazepin, statin.
4. Golongan ekinokandin
Ekinokandin merupakan antijamur golongan baru, cara kerjanya melalui
penghambatan sintesis enzim 1,2-beta-D dan 1,6-beta-D-glucan synthase. Enzim itu
penting dalam produksi glukan (komponen penting dinding sel jamur) yang
mengakibatkan ketidakstabilan osmotik sehingga sel jamur tidak dapat mempertahankan
bentuknya dan berujung pada kematian jamur. Glukan tidak ditemukan pada dinding sel
mamalia sehingga efek samping ekinokandin terhadap sel manusia sangat sedikit. Semua
golongan ekinokandin memiliki keterbatasan bioavailabilitas oral dan hanya tersedia
dalam sediaan intravena.
Obat anti jamur dapat diberikan sebagai: terapi profilaksis, empiris, pre-emptive
(targeted prophylaxis), dan definitif. 1
1. Terapi profilaksis
Pemberian OAJ kepada pasien dengan faktor risiko, tanpa tanda infeksi, dengan
tujuan mencegah timbulnya infeksi jamur. Terapi profilaksis biasanya diberikan pada
awal periode risiko tinggi terkena infeksi.
2. Terapi empirik
Pemberian OAJ kepada pasien dengan faktor risiko, disertai tanda infeksi (misalnya
persisiten dengan neutropenia biasanya selama 4-7 hari) yang etiologinya belum diketahui
dan tidak membaik setelah tearpi antibiotika adekuat selama 3-7 hari. Terapi empirik
diberikan kepada pasien dengan diagnosis possible.
3. Terapi pre-emptive (targeted prophylaxis)
Pemberian OAJ kepada pasien dengan faktor risiko, disertai gejala klinis, dan hasil
pemeriksaan radiologi dan atau laboratorium yang mencurigakan infeksi jamur. Terapi
pre-emptive diberikan kepada pasien dengan diagnosis probable.
4. Terapi definitif
Pemberian OAJ kepada pasien yang terbukti (proven) mengalami infeksi jamur
sistemik.
pemeriksaan mikologi
5. Jakarta: Interna Publishing, 2009. h. 2267-73.
(konfirmasi jamur). Bila operasi tidak FR (+) Possible Probable Proven
3. Davies SF, Knox KS, Sarosimungkin
GA. Fungal Infection.
Infeksi (-) Dalam: Mason RJ, Murray JF,
in
Broaddus VC, Nadel JA (editor). Murray and Nadel’s
Infeksi (-)Textbook of Respiratory Medicine.
Profilaksi Terapi Terapi pre- Terapi
4th ed (e-book). Philadelphia: ElSevier Saunders. s2005. empirik emptive definitif
Evaluasi respons OAJ
4. Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AI. Aspergillus,
Candida, and Other Opportunistic Mold Infections of the Lung. Dalam: Fishman’s
Usahakan OAJ sesuai jenis jamur
(+) (-)
Pulmonary Diseases and Disorders, 4th edition (e-book). New York: The McGraw-Hill
tatalaksana
invasif minimal
(kevemostomi,
Companies, Inc. 2008: h. 2291-2321.
kavemoplasti)
Terapi OAJ Evaluasi toksisitas dan respons terapi
OAJ sampai faktor risiko teratasi >> OAJ dilanjutkan 2 minggu setelah
3-4 minggu perbaikan klinis, radiologi dan
mikologi