Anda di halaman 1dari 11

PROFIL GAMPONG LAMPAYA

1.1 Gambaran Umum Gampong


1.1.1 Letak Geografis Gampong

Batas wilayah secara administratif, gampong Lampaya Berbatasan dengan


sebelah :

Utara : Dengan Mukim Lamlhom dan Lampuuk

Selatan : Dengan Kec. Leupung

Barat : Dengan Gampong Lam Kruet

Timur : Dengan Kemukiman Kueh

Nama-nama Dusun :

1. Dusun Leun di kepalai oleh : Arifin Sofyan


2. Dusun Mns. Jarat di kepalai oleh : Abdullah B
3. Dusun Tengoh di kepalai oleh : Husni , AR
4. Dusun Lam Ara dikepalai oleh : M. Nur. M

1.1.2 Sejarah Gampong


a. Asal usul Gampong

Gampong adalah merupakan salah satu sarana tempat tatanan kehidupan


masyarakat terpimpin dan teratur yang penuh dengan ketertiban hidup
bermasyarakat, bersosial budaya atau penuh dengan peraturan- peraturan adat
istiadat disertakan degan resam atau kebiasaan yang turun temurun dari nenek
moyang kita menurut yang telah diatur sebagai mana mestinya, ketetapan dari
hasil musyawarah atau kesepakatan bersama dengan masyarakat setempat.

Asal usul terjadinya Gampong Lampaya atas dasar status tanah dan
sawahnya yang cukup dalam sedangkan perkampungan cukup tinggi maka disebut

1
dengan julukan ”Lham Paya” Lham artinya dalam Paya artinya rawa-rawa
yang cukup dalam. Maka jadilah disebut dengan nama Lampaya.

Lampaya adalah sebuah wilayah hukum (gampong) yang sangat strategis


letaknya karena dibelah oleh jalan raya Banda Aceh-Meulaboh tepatnya pada KM
12-13 dalam Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar sebagai mana sebuah
gampong lainnya di Aceh, Lampaya dikepalai oleh seorang kepala gampong yang
selanjutnya disebut Geuchik.

Menurut beberapa nara sumber dan orang-orang tua di Lampaya yang


sekarang masih hidup, Gampong Lampaya sudah menjadi sebuah gampong
semasa raja-raja Aceh berkuasa, dimana disini (gampong Lampaya) sudah berdiri
sebuah pesantren yang bernama Pesantren Lampoh Tapang yang dipimpin oleh
(Tengku Chik Lampaya).

Pada tahun 1887 Belanda masuk ke Aceh, Lampaya tetap merupakan


sebuah gampong berdaulat dan pesantren tetap menghasilkan kader ulama. Jepang
masuk menyerang Belanda di tahun 1942 semua penduduk (masyarakat) di
ungsikan oleh Belanda ketempat-tempat yang dianggap aman dan masyarakat
Lampaya mengungsi di balik sebuah gunung yang bernama Weng Liweut. Di
sana mereka hidup apa adanya dengan cara bercocok tanam dalam kurun waktu
antara enam sampai sembilan bulan, sehingga disana dibuat sebuah Jengki (Alat
Penumbuk Padi).

Sepulangnya masyarakat dari tempat pengungsian dilihatlah suasana


Gampong Lampaya yang dulunya dipenuhi oleh rumah penduduk kini menjadi
dataran yang kosong. Ternyata Belanda kalah dari Jepang sehingga daerah Aceh
dikuasai oleh Jepang dan oleh Jepang daerah Aceh di bakar dan dihancurkan
termasuk Gampong Lampaya. Sehingga masyarakat gampong Lampaya harus
membuat rumah yang baru dengan bahan apa adanya.

Jepang berkuasa selama ± 3,5 tahun, dalam masa penjajahan Jepang


masyarakat hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Penduduk tinggal
di rumah yang tidak layak huni, kelaparan, dan penyakitan hingga timbul
perlawanan terhadap penjajah.
Pada tahun 1945 sekutu menyerang Jepang, masyarakat gampong
Lampaya kembali mengungsi di pinggiran Gampong Lampaya yang terdiri dari
beberapa tempat seperti Bak Angget, Candong, danLampoh Kuta.

Dengan derita dan sengsara Lampaya sebagai sebuah gampong tetap di


pertahankan walau di ujung peluru adanya sehingga banyak di antara mereka yang
menjadi syuhada.

Kemerdekaan pun dicapai (Indonesia merdeka) masyarakat Gampong


Lampaya kembali pulang ke kampung dalam mengisi kemerdekaan baik
membangun rumah tempat tinggal maupun membangun kembali tempat ibadah
(Meunasah) yang pada akhirnya menjadi tempat tinggal yang layak.

Dalam sejarah gampong terdapat dua buah bengkel raksasa yang masing-
masing memproduksi jenis barang yang berbeda. Bengkel di Lapan Lima
misalnya, di bengkel ini memproduksi alat-alat rumah tangga. Sedangkan bengkel
di Pulo Lacon (nama suatu tempat di Lampaya) memperbaiki senjata-senjata
peninggalan Jepang baik ukuran besar maupun kecil. Termasuk meriam yang
dibangun oleh Nyak Neh Lhoknga. Bengkel tersebut di nahkodai oleh beberapa
orang Jepang yang tidak pulang bersama terntara lainnya.

Alhasil dengan bermodalkan senjata dan meriam tersebut pemuda-pemuda


Lhoknga khususnya Aceh pada umumnya dilatih menjadi sebuah pasukan yang
diberi nama Laskar Rakyat dengan persenjataan yang tergolong lengkap Laskar
Rakyat bergabung dengan pasukan Divisi Rencong, lagi-lagi dilatih oleh Tuan
Kerewa (orang Jepang) dengan menumpang kereta api mereka berangkat ke
medan untuk menghadang pasukan Belanda yang akan masuk kembali ke Aceh,
terjadilah perang Medan Area.

Di dalam kemerdekaan masyarakat hidup dengan rukun dan damai


hasilnya pada tahun 1982 Lampaya mengikuti gampong teladan tingkat
Kabupaten Aceh Besar walaupun dengan hasil yang kurang memuaskan. Tahun
1982 juga Lampaya ditunjuk oleh Polda Aceh dalam hal Siskamling tingkat
provinsi yang memperoleh hasil yang memuaskan sebagai juara II siskamling
tingkat provinsi.
Pada tanggal 26 Desember 2004 Lampaya di timpa musibah yang sangat
dahsyat sehingga gampong kembali hancur, masyarakat kembali mengungsi
(minggu ke-3) kali ini di Lapan Lima (pengungsi lapan lima). 27 maret 2005 dari
pengungsian masyarakat kembali kegampong walau harus tinggal di barak-barak,
tetapi dengan satu tekad untuk membangun kampong yang dibantu oleh Pemda,
NGO lokal dan internasional. Akhirnya Lampaya menjadi sebuah gampong
sebagaimana layaknya gampong di Aceh.

b. Sejarah Pemerintahan Gampong

Dari hasil penelusuran yang dilakukan oleh tim perencanaan gampong,


dengan mangacu kepada narasumber yang masih ada digampong, maka sejarah
kepemerintahan Gampong Lampaya yang dapat ditelusuri mulai dari tahun:

1. Muhammad Ali (Periode Masa Belanda)

Roda Kepemerintahan pada masa penjajahan Belanda dipegang oleh


Muhammad Ali. Sistem kepemerintahan yang dilaksanakannya tanpa pandang
bulu, dia mampu mengayomi semua unsur lapisan masyarakat sehingga kondisi
pemerintahan gampong berjalan dengan normal.

Pada saat Muhammad Ali memegang tampuk kepemimpinan di Gampong


Lampaya, di Indonesia masih berkuasanya Pemerintahan Hindia Belanda maka
peraturan yang mengatur tentang Gampong adalah peraturan yang dibuat oleh
pemerintah Hindia Belanda yakni Indische Staatsregering ( IS ), Pasal 128 IS,
peraturan ini lebih memperjelas otonomi dan pengakuan pemerintahan Hindia
Belanda pada keberadaan Gampong termasuk lembaga dan pranata lokalnya,
peraturan ini akan berlaku jika ada pernyataan pemberlakukan oleh Gubernur
Hindia Belanda. Dalam peraturan ini belum ada batasan jelas berapa tahun sekali
akan dilakukan pemilihan Keuchik baru.

Pada saat Pemerintahan Jepang memegang keuasaan yakni pada tahun


1944 mereka membuat satu peraturan yang disebut Osamu Seirei No.7 tahun
1944. Hal yang menonjol dari peraturan baru ini adalah dibatasinya masa jabatan
Keuchik menjadi 4 tahun saja.
2. Muhammad Daud (Periode 1945 – 1964)

Periode 1945-1964 Pucuk Pimpinan Pemerintah Gampong Lampaya


dipegang oleh Muhammad Daud, sistem kepemimpinan yang beliau laksanakan
tidak kaku, roda kepemerintahan berjalan sesuai dengan norma adat yang berlaku
dalam masyarakat, sehingga masyarakat mau patuh dan melaksanakan segala
ketentuan agama dan negara guna memajukan gampong. Sistem kepemerintahan
yang dilaksanakan mulai berlakukan sanksi bagi yang melanggar peraturan
gampong, yang dikenal dengan Reusam.

Penggantian pemerintahan saat itu dengan sistem penunjukan langsung


yang ditunjuk oleh Hulubalang Raja, masa Muhammad Daud memerintah
gampong sampai dengan 5 (Lima) tahun.

3. Makam (Periode 1965 – 1972)

Pada periode ini yang menjadi keuchik Gampong Lampaya adalah


Makam, pemerintahan gampong dilaksanakan dengan penuh empati dan
mengayomi semua unsur yang ada digampong, sehingga roda kepemerintahan
gampong berjalan dengan maksimal.

Karena kepemimpinannya yang dapat mempersatukan semua unsur dalam


kehidupan bermasyarakat di Gampong Lampaya, beliau mengakhiri masa bakti
dengan sangat membekas dihati masyarakat.

4. H. Zainun Hs. (Periode 1973 – 1985)

Pada periode ini Pemerintahan berjalan dengan optimal, pucuk pimpinan


Gampong Lampaya dipegang oleh H. Zainun Hs, dengan sifatnya yang jujur
beliau mendapatkan kepercayaan untuk menjabat sebagai keuchik dalam dua
Periode yaitu 1976-1980 dan 1981-1985.
5. Abdullah Ali (Periode 1986-1990)

Periode beliau sangat disiplin dikarenakan beliau pensiunan TNI AD,


sehingga masyarakat sangat segan kepada beliau dan pada masa beliau banyak
kemajuan yang terjadi di gampong. Beliau juga mampu menjaga hubungan
dengan gampong-gampong lain.

6. Burhanuddin Abdullah (Periode 1991-2007)

Pucuk pimpinan Gampong Lampaya di pegang oleh Burhanuddin


Abdullah, Selama masa kepemerintahannya, Burhanuddin Abdullah hanya
melanjutkan program Pemerintah Gampong sebelumnya, hal ini dikarenakan
suasana Aceh dalam masa konflik.

Beliau dipercayakan sebagai Keuchik, Selama 16 tahun, walaupun


kepemerintahan yang dijalankan berlangsung kurang optimal, namun dikarenakan
suasana Aceh dalam konflik yang berakibat pada keinginan masyarakat untuk
menjadi keuchik sangat kurang, maka mau tidak mau beliau harus menjabat
sebagai keuchik selama delapan tahun lamanya.

7. Nasruddin AR. (Periode 200-2013)

Selama setahun berjalannya kepemerintahan yang dinahkodai oleh


Nasruddin AR, banyak trobosan-trobosan dan program unggulan sudah
dilaksanakan, salah satu keberhasilan beliau adalah, Gampong Lampaya
ditawarkan menjadi salah satu dari gampong-gampong lain yang ikut dalam
Gampong terbaik se-Kabupaten Aceh Besar tahun 2008.

Keaktifan dari aparatur gampong baik itu Sekdes, Kaur dan Kadus sangat
nyata terlihat dalam berbagai aktifitas yang dijalankan di gampong, Gampong
Lampaya akan menjadi tuan rumah pelaksanaan Mushabaqah Tilawatil Qur`an
Tingkat Kabupaten Aceh Besar di Kecamatan Lhoknga.
Tabel 1. Sejarah Pemerintahan Gampong

KONDISI
NO TAHUN GEUCHIK
PEMERINTAHAN

Dibawah Pemerintahan
1. Masa Belanda Muhammad Ali
Belanda

2. 1945-1964 Muhammad Daud Adat dan Resam

3. 1965-1972 Makam Adat dan Resam

4. 1973-1985 H. Zainon Hs UUD

5. 1986-1990 Abdullah Ali

6. 1991-2007 Burhanuddin Abd

7. 2008-2013 Nasruddin AR

1.1.3 Keadaan Fisik Gampong

Pelaksanaan pembangunan gampong Lampaya sejak dari tahun 1880.


Masyarakat yang pada umumnya bermata pencaharian petani, membangun
gampong bersama-sama secara perlahan-lahan sehingga Lampaya layak menjadi
sebuah gampong. Namun, pada 26 Desember 2004 Lampaya di timpa musibah
yang sangat dahsyat sehingga gampong hancur dan masyarakat harus mengungsi.
Kemudian pada 27 maret 2005 masyarakat kembali kegampong walau harus
tinggal di barak-barak, tetapi dengan satu tekad untuk membangun gampong dan
dibantu oleh Pemda, NGO lokal dan internasional akhirnya lampaya menjadi
sebuah gampong sebagaimana layaknya gampong di Aceh.

1.1.4 Kondisi Demografis Gampong

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk


Gampong lampaya berjumlah 1.333 jiwa yang terdiri dari 686 jiwa laki-laki dan
647 jiwa perempuan.
1.1.5 Kondisi Fisik Gampong

Kondisi fisik Gampong Lampaya ditinjau dari segi pemanfaatan lahan/


lingkungannya, dapat dibagi dalam beberapa unsur pemanfaatan, yaitu:

a. Perumahan dan pemukiman


b. Areal Persawahan
c. Areal Perkebunan
d. Areal Tambak
e. Areal Pergunungan
f. Jalan (menghubungkan beberapa gampong yang ada di sekitarnya).

1.1.6 Kondisi Sosial Gampong

Sebelum Tsunami melanda, tatanan kehidupan masyarakat Gampong


Lampaya sangat kental dengan sikap solidaritas sesama dimanapun tempat,
dimana kegiatan-kegiatan yang berbaur sosial kemasyarakatan berjalan dengan
baik dan penuh rasa kekeluargaan dan dipelihara dan saling menghargai. Hal ini
terjadi karena adanya ikatan emosional keagamaan yang sangat kuat antara
sesama masyarakat dan juga latar belakang sosial yang sama.

Dimana dalam agama Islam memang sangat ditekankan untuk saling


berkasih sayang antara sesama umat Islam, saling membantu meringankan beban
saudaranya seagama, dan dituntut pula untuk membina dan memelihara hubungan
ukhwah Islamiah antar sesama masyarakat. Berdasarkan landasan inilah sehingga
tumbuhnya motivasi masyarakat untuk saling melakukan interakasi sosial dengan
baik secara sukarela tanpa mengharapkan pamrih dari masyarakat yang
dibantunya. Baik bantuan dalam skala besar maupun bantuan yang berskala kecil.
Dan sekarang ini pasca Tsunami kondisi ini perlahan juga mulai pulih meskipun
masih ada kekurangan tidak sama seperti sebelum Tsunami.

Hubungan pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah


kecamatan dengan masyarakat yang terjalin baik, juga menjadi salah satu
kekuatan Gampong Lampaya dalam pengelolaan pemerintahan dan
kemasyarakatannya sendiri. Hal ini salah satu contoh dapat dilihat dari adanya
administrasi pemerintahan Gampong yang cukup baik, serta berfungsinya sturktur
pemerintahan Gampong itu sendiri yang selalu mendapatkan bimbingan dari
pemerintah pada tingkat kecamatan.

Hubungan pemerintah gampong dengan masyarakat dalam melayani


segala kebutuhan masyarakat baik menyangkut surat menyurat dan keperluan lain
telah berjalan dengan baik, ini semua terlihat dari lancarnya administrasi gampong
dan kegiatan masyarakat lainnya.

1.1.7 Kondisi Ekonomi Gampong

Kondisi ekonomi Gampong Lampaya kini telah terjadi pergeseran wilayah


usaha. Walaupun dari persentase lebih banyak bergelut dibidang pertanian dan
perkebunan tapi secara bertahap telah tumbuh usaha-usaha swata dari sektor usaha
ekonomi produktif Gampong. Warga Gampong Lampaya memiliki banyak
peluang dari sektor usaha ekonomi, misalnya, usaha warung kopi, usaha las, jual
beli sembako/kelontong, usaha peternakan,usaha kue kering/basah, pertukangan,
lahan pertanian (sawah tadah hujan) dengan luas 40 Ha, lahan perkebunan, usaha
budi daya ikan, tanaman keras (kelapa) dan lainnya diseluruh lahan perkebunan
rakyat, dan lain-lain.

Gampong Lampaya merupakan salah satu dari 4 gampong yang ada dalam
wilayah Kecamatan Lhoknga Kebupaten Aceh Besar sangat strategis wilayahnya,
yang terletak diantara lahan pertanian dan perkebunan serta area tambak ikan.
Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian petani , nelayan, tukang kebun,
tukang bangunan, buruh bangunan, buruh lepas harian, pedagang, PNS,
TNI/POLRI, Karyawan swasta, dan Pengusaha lokal.

Namun terkadang masyarakat gampong Lampaya juga memiliki mata


pencaharian variatif /ganda, hal ini disebabkan oleh faktor kesempatan kerja, skill
serta keahlian yang di miliki individu.

Jika ada peluang bekerja di proyek bangunan mereka menjadi tukang atau
buruh, dan jika sedang tidak ada mereka beralih profesi kepada usaha beternak,
petani atau pekebun dan juga faktor ketergantungan pada musim yang sedang
berjalan sesuai dengan pekembangan zaman.

Secara rata-rata pertumbuhan ekonomi masyarakat gampong Lampaya


pada tahun 2009 mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari peta keluarga
dan peta kerawanan kesejahteraan penduduk.

Pemerintah Gampong Lampaya pada tahun 2010 dalam bidang ekonomi


akan lebih fokus kepada peningkatan kemajuan kelompok tani dalam hal peng-
aktifan kembali persawahan dan penggarapan sawah menjadi 2 kali dalam setahun
dan membina pedagang kecil agar lebih berkembang usahanya karena lokasi
gampong lampaya yang berada dekat dengan lokasi pariwisata dan pemberdayaan
BUMG agar menjadi sumber pendapatan bagi gampong.

1.1.8 Potensi Gampong


a. Sumberdaya Manusia

Rata-rata penduduk Lampaya sudah menamatkan pendidikan sampai


SMA, dan sebagian kecil sudah sempat mengecap pendidikan sampai dengan S1
dan S2. Hal ini akan menjadi sebuah potensi besar yang akan menjadi motor
penggerak gampong Lampaya menuju kearah kemajuan.

b. Sumberdaya Alam

Dari total luas Gampong Lampaya 450 Ha, sekitar 75 Ha digunakan untuk
Pemukiman, sedangkan 375 Ha areal tanah milik gampong digunakan untuk :

 Sawah = 205 Ha
 Tambak = 10 Ha
 Perkebunan = 156 Ha
 Lain-lainnya = 4 Ha

Dengan luasnya Lahan Produktif (Sawah, Tambak, Perkebunan) yang ada


digampong maka ini akan menjadi potensi bagi gampong dalam usaha
mensejahterakan masyarakat gampong.
c. Sumberdaya Ekonomi

Potensi perekonomian di Lampaya didominasi oleh buruh di PT. SBA,


Peternakan dan pertanian, berdasarkan keterangan dari pedagang lambaro dan
Peunayong bahwa cabe di gampong Lampaya/Lhoknga merupakan cabe yang
mutunya paling baik dari gampong-gampong lain yang ada di Kabupaten Aceh
Besar.

Anda mungkin juga menyukai