Anda di halaman 1dari 8

Apa Itu Ta’awun?

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Abdul Mu'ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah/Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ahad,18 November 2018, Muhammadiyah merayakan milad ke-106 di Pura


Mangkunegaran, Surakarta, dengan tema "Ta’awun untuk Negeri". Tema ini
menegaskan komitmen, tanggung jawab, dan jati
diri Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, kemanusiaan, dan
keindonesiaan.

Ta’awun adalah satu ajaran dasar dan akhlak Islam. “… Dan tolong-
menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan… (QS al-Maidah [5]:
2).

Ibnu Huwaiz, sebagaimana dikutip al-Qurthubi di dalam tafsirnya


menjelaskan, ta’awun ala al-bir wa al-taqwa adalah akhlak Islam. Akhlak
seorang Muslim yang saling memberi dan memperkuat sesuai
kemampuannya.

Orang berilmu menolong dengan ilmu serta mengamalkannya. Mereka yang


berharta membantu dengan kekayaannya. Orang yang kuat melindungi dan
memperkuat (perjuangan) di jalan Allah.

Ta’awun ala al-itsmi wa al-udwan berarti saling membantu dalam berbuat


maksiat serta melanggar perintah agama dan perintah Allah untuk berbuat
baik kepada manusia (al-udwan). Ta’awun mengandung pengertian luas,
tidak terbatas saat terjadi musibah. Sejak kelahirannya, selain reformasi
pendidikan, Muhammadiyah menunjukkan jati dirinya sebagai gerakan sosial-
kemanusiaan. Berdasar surah al-Maun, Kiai Dahlan menanamkan jiwa
kedermawanan.

Sebagaimana disebutkan Syuja (2009), salah seorang muridnya, Kiai Dahlan


berulang kali mengajarkan surah al-Maun tidak sebatas pemahaman kognitif
dan verbal-ritual tetapi gerakan amal. Muhammadiyah adalah perintis
filantropi Islam, yang tidak sekadar menghimpun sedekah dan
membagikannya sebagai charity yang karikatif.
Melalui bidang Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), Muhammadiyah
merintis pembangunan panti asuhan, rumah singgah, dan gagasan
mendirikan rumah sakit melalui dana dari anggota dan para dermawan.
Kedermawanan telah menjadi “DNA” Muhammadiyah.

Pada abad kedua puluh, Muhammadiyah berkembang menjadi gerakan


filantropi Islam terkemuka. Melalui Lazismu dan Muhammadiyah Disaster
Management Center (MDMC), Muhammadiyah hadir di tengah-tengah
masyarakat yang tertimpa musibah.

Para relawan Muhammadiyah dari semua unsur, melayani dengan sepenuh


hati para korban. Tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di mancanegara.
Bendera Muhammadiyah berkibar di Palestina, Filipina, dan Bangladesh,
mendampingi pengungsi Rohingnya.

Salah satu keberhasilan Muhammadiyah adalah kemampuannya memelihara


nilai-nilai filantropi. Muhammadiyah terus mengembangkan filantropi dengan
tiga prinsip, yakni meaning, doing, dan sustaining.

Filantropi dibangun di atas fondasi dan spirit Alquran. Praksis filantropi


dilaksanakan dengan pelayanan tulus dan manajemen profesional. Selain itu,
sumbangan yang diberikan bersifat pemberdayaan: fresh mind (menyegarkan
pola pikir), fresh money (bantuan yang dirasakan langsung manfaatnya),
dan access for change (advokasi, pendampingan, dan membuka
kesempatan).

Sedekah tidak semata proses giving change (donasi recehan), tetapi giving
chance (membuka peluang). Paradigma bantuan bukan karena belas
kasihan, tetapi cinta kasih kepada sesama. Itulah hakikat filantropi sebagai
transformasi nilai-nilai Qurani.

Di antara karakter Muhammadiyah adalah suka bekerja sama. Amien Rais,


dalam buku Tauhid Sosial; Formula Menggempur Kesenjangan
Sosial (1998), menyebutkan lima doktrin yang merupakan nilai ajaran dan
kepribadian Muhammadiyah.

Salah satu doktrin itu adalah “suka bekerja sama”. Menurut Amien Rais,
Muhammadiyah bisa bekerja sama dengan siapa pun, kecuali dengan iblis
dan setan. Demikianlah, Muhammadiyah tetap tegak berdiri karena
kemampuan, keluasan, dan keluwesan gerakannya. Dalam bidang kesehatan
dan kemanusiaan, Muhammadiyah bekerja sama dengan lembaga
kemanusiaan Islam, seperti Asian Muslim Charity Foundation (AMCF) dan
Muslim Aid.

Dengan lembaga Kristen dan Katolik, Muhammadiyah bermitra dengan


Katolik seperti Catholic Relief, Saint Egidio, Save the Children, dan
sebagainya. Dengan Agama Buddha Muhammadiyah bekerja sama dengan
International Network of Engaged Budhism (INEB).

KONSEP TA'AWUN : MEMBANGUN REALITAS KOMUNIKASI SOSIAL


YANG HARMONIS
oleh | Akhmad Muwafik Saleh

Konsep dasar membangun realitas masyarakat harmonis adalah bermula


dari pola komunikasi dan interaksi antar individu dalam entitas manusia di
kehidupan bermasyarakat pada setiap level pola hubungan yaitu suatu pola
komunikasi yang saling tolong menolong, goyong royong dalam kebaikan dan
ketaqwaan. Inilah yang disebut dengan al mu'awanah atau at ta'awun.
Kebaikan berarti nilai-nilai yang dipercayai oleh masyarakat mampu
membawa pada ketenangan realitas kehidupan bermasyarakat dalam
berbagai aspeknya. Sementara ketaqwaan adalah nilai-nilai yang dibangun
atas motivasi spiritual yang bersifat transendental dalam hubungan diri
dengan Tuhan sang pencipta sehingga menghasilkan berbagai perilaku
berkualitas tinggi. Berarti ta'awun adalah saling memberi, saling membantu,
tolong menolong dalam mewujudkan kebaikan bersama dan saling
memperkuat sesuai kemampuannya.

Anjuran agar dalam interaksi dan komunikasi manusia dibangun atas dasar
saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan ini disebutkan dalam
teks sumber wahyu berikut:

‫ُون فَضۡ اٗل ِ ّمن‬ َ ‫ي َ ٓبَُّيه َا ٱ ذ َِّل َين َءا َمنُو ْا ََل ُ ُِتلهو ْا َش َؼ ٓ ِ َِئ ٱ ذ َِّلل َو ََل ٱمشذ ي َۡر ٱمۡ َح َرا َم َو ََل ٱمۡيَدۡ َي َو ََل ٱمۡقَلَ ٓ ِِئدَ َو ََل ٓ َءا ٓ ِ ّم َن ٱمۡ ََۡۡ ََ ٱمۡ َح َرا َم يَۡۡتَغ‬
ِِّ ِ ۡ‫ذر ِ ّ ِّب ۡم َو ِرضۡ َو ا ۚٗن َوا َذا َحلَلۡ ُ ُۡت فَب ۡض َطا ُدو ْاۚ َو ََل َ َۡي ِر َمنذ ُ ُۡك َشنَ َـ ُان قَ ۡو ٍم َٱن َضده و ُُكۡ َغ ِن ٱمۡ َم ۡسِجِ ِد ٱمۡ َح َرا ِم َٱن ََ ۡؼََدُ و ْا َوََ َؼ َاوهُو ْا ػَ ََ ٱم‬
‫َوٱمَذ ۡق َو ٰۖى َو ََل ََ َؼ َ ّاوهُو ْا ػَ ََ ٱ َۡل ۡ ِۡث َوٱمۡ ُؼدۡ َو ِۚن َوٱَ ذ ُقو ْا ٱ ذ َ َّٰۖلل ا ذن ٱ ذ ََّلل َش ِديدُ ٱمۡ ِؼقَ ِاب‬
ّ ّ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar
kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram,
jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-
hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-
orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan
keridhaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka
bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum
karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu
berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh,
Allah sangat berat siksaan-Nya. (QS. Al-Ma'idah, Ayat 2).

Ada dua konsep ta'awun yang dijelaskan dalam teks ayat tersebut diatas
yaitu pertama, saling membantu dalam kebaikan dan taqwa (ta'awanu 'alal
birri wat taqwa). Kedua, saling membantu dalam perbuatan dosa dan
permusuhan. Ta'awun pada model pertama yang sangat diajurkan.
Sementara model yang kedua adalah sangat tidak dianjurkan bahkan
dilarang. Pada teks ayat diatas disebutkan kata kerja (fi'il) perintah, ‫تعاونوا‬
tanpa menyebutkan siapa pelakunya (fa'il) yang membantu dan siapa yang
harus dibantu, atau siapa objek yang akan dibantu (maf'ul). Hal ini
menandakan bahwa seorang yang beriman haruslah memiliki jiwa untuk
saling tolong menolong dan memberi bantuan dengan sungguh-sungguh
tanpa mempermasalahkan siapa yang menolong dan siapa yang ditolong
tanpa melihat assesoris yang melekat pada diri seseorang, baik gelar,
jabatan, harta ataupun status seseorang.

Setiap orang pasti memiliki kepentingan dan kebutuhan dalam hidupnya.


Pada saat yang bersamaan setiap orang juga pasti memiliki masalah dan
keterbatasan dalam mewujudkan harapan, kepentingan dan kebutuhannya
tersebut. Tidak selamanya manusia mampu memenuhi kebutuhannya atau
mengalami kesenangan. Ada kalanya seorang mengalami kesulitan dalam
hidupnya sehingga membutuhkan pertolongan dan bantuan orang lain.
Ta'awun atau saling membantu atau tolong menolong adalah kesediaan hati
untuk memberikan ruang pada orang lain dengan menyisihkan kepentingan
dirinya lalu mendahulukan dan memenuhi kepentingan atau kebutuhan orang
lain. Dalam ta'awun berarti ada kesediaan mendengar lebih dalam perasaan
orang lain, melihat lebih jeli atas kebutuhan orang lain tanpa orang lain harus
memintanya terlebih dahulu, kemudian kesediaan menggerakkan tangan
atau tindakan untuk meringankan beban yang ada pada diri orang lain itu.
Islam telah membangun nilai-nilai hebat dalam upaya saling membantu dan
tolong menolong antar sesama mukmin. Sebagaimana ditegaskan dalam
banyak sabda nabi:

‫امْ ُم ْؤ ِم ُن ِنلْ ُم ْؤ ِم ِن ََكمْ َُنْيَ ِان يَشُ ده ت َ ْؼضُ ُو ت َ ْؼضً ا‬

“Orang mukmin dengan orang mukmin yang lain seperti sebuah bangunan,
sebagian menguatkan sebagian yang lain.” (HR. Muslim No.4684)

ِ ُ ‫ َوتَ َر‬،‫ َوََ َؼ ُاط ِفي ِْم‬،‫َمث َُل امْ ُم ْؤ ِم ِن َن ِِف َ ََوا ِ ّد ِ ِْه‬
‫ ا َذا ْاش ََ ََك ِم ْن ُو ُغضْ ٌو ََدَ ا َغى َسائِ ُر امْ َج َس ِد ِِب ذمسيَ ِر َوامْ ُح ذمى‬،‫ َمث َُل امْ َج َس ِد‬،‫اُحي ِْم‬
ّ
“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan
menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota
tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (HR. Muslim)

Saling membantu dalam kebaikan dan taqwa adalah maksud dari bangunan
komunikasi sosial profetik umtuk menciptakan realitas kehidupan sosial yang
harmonis. Kebaikan yang dimaksud adalah semua perbuatan yang dapat
mengantarkan orang pada kebahagiaan yang dilandasi oleh bingkai niat
keimanan. Sebagaimana Firman Allah swt:

ِ ِ ‫ۡش ِق َوٱمۡ َم ۡغ ِر ِب َوم َ ِك ذن ٱمۡ ِ ذِ َم ۡن َءا َم َن تِب ذ َِّلل َوٱمۡ ََي ۡو ِم ٱ ۡ ٔۡ ٓ ِِ ِر َوٱمۡ َملَ ٓ ِِئ َك‬
ِ ۡ ‫۞م ذ ۡۡ َس ٱمۡ ِ ذِ َٱن َ َُومهو ْا ُو ُجوى ُ َُۡك ِق َب َل ٱمۡ َم‬
‫َوٱمۡ ِكتَ ِة َوٱمن ذ َِ ِيّ ۧ َن َو َء َاَت ٱمۡ َما َل ػَ ََ ُح ِبّ ِوۦ َذ ِوي ٱمۡ ُق ۡر ََب َوٱمَۡيَََ َمى َوٱمۡ َم َس ِك َن َوٱ ۡب َن ٱ ذمسِۡيلِ َوٱ ذمسآئِ ِل َن َو ِِف ٱ ّ ِمرقَ ِاب‬
‫مَّضا ٓ ِء َو ِح َن ٱمۡ ََبٔۡ ِ ِۗس ٱُ ْوم َ ٓ ِِئ َك‬‫ون ِت َؼيۡ ِد ِ ِۡه ا َذا َغ يَدُ و ْا ٰۖ َوٱ ذمط ِ ِِ َين ِِف ٱمۡ ََبٔۡ َسا ٓ ِء َوٱ ذ ذ‬
َ ُ‫َو َٱقَا َم ٱ ذمطلَو َة َو َء َاَت ٱ ذمز َلو َة َوٱمۡ ُموف‬
ّ
َ ‫ٱ ذ َِّل َين َضدَ قُو ْا ٰۖ َو ُٱ ْوم َ ٓ ِِئ َك ُ ُِه ٱمۡ ُمَذ ُق‬
‫ون‬
Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat,
tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari
akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta
yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-
orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk
memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan
zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang
sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka
itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa. (QS. Al-Baqarah, Ayat 177)
Berarti kebaikan yang dimaksud adalah seluruh realitas kehidupan sosial
manusia, seperti kepedulian atas fakir miskin dan yatim, kepedulian atas
lingkungan sekitar, serta berbagai tindakan sosial kemasyarakatan lainnya.

Sementara konsepsi profetik juga menolak seseorang untuk saling


membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan yang merupakan bentuk
kedhaliman. Karena nabi melarang seseorang untuk bersepakat dalam
sebuah kedhaliman. Karena kesepakatan dalam kedhaliman adalah sebuah
kemungkaran dan penentangan terhadap aturan Allah swt dan RasulNya.

‫ا ذن ُٱ ذم ِِت ََل َ َْتََ ِم ُع ػَ ََ ضَ َٗل َ ٍل‬


ّ
“Sesungguhnya umatku tidak akan mungkin bersepakat dalam kesesatan.”
(HR. Ibnu Majah no. 3950)

Pesan komunikasi profetik ini sangatlah jelas bahwa berkonspirasi dalam


kejahatan sangat dilarang. Konspirasi atau persekongkolan busuk dalam
kedhaliman adalah tindakan yang sangat dibenci sebab manusia telah diberi
karunia akal sehat untuk berpikir, telah diberi hati untuk memilih dan
menimbang baik buruk serta telah diberi keimanan untuk dijadikan pedoman
dalam membangun landasan keyakinan dan bingkai utama menjalani
kehidupan. Maka tidaklah mungkin seseorang dengan akal, hati dan
keimanan yang benar, sehat dan lurus akan melakukan pengkhianatan atas
dirinya sendiri dengan tunduk pada kesesatan. Kesesatan adalah kegelapan
di dunia dan di akhirat.

Namun sekalipun demikian, islam juga mengarahkan agar seorang mukmin


tetap harus membantu saudaranya yang teraniaya ataupun orang yang
melakukan kedhaliman yaitu dengan cara menjauhkannya dari perbuatan
dhalim agar dia tidak melakukan kedhaliman atas dirinya dan orang lain.
Sebagaimana sabda Nabi :

ُ ُ ‫َنُص ًً ُه َم ْظلُو ًما فَ َك ْي َف ه َ ْن‬


‫ُص ُه َظا ِم ًما قَا َل ًَ ََبِخ ُُذ فَ ْو َق‬ ِ ‫اه ُُْص َٱخَاكَ َظا ِم ًما َٱ ْو َمظلُو ًما قَامُوا ََي َر ُسو َل ذ‬
ُ ُ ‫اَّلل ى ََذا ه‬
‫يَدَ يْ ِو‬
Bantulah saudaramu, baik dalam keadaan sedang berbuat zhalim atau
sedang teraniaya. Ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, kami akan
menolong orang yang teraniaya. Bagaimana menolong orang yang sedang
berbuat zhalim?” Beliau menjawab: “Dengan menghalanginya melakukan
kezhaliman. Itulah bentuk bantuanmu kepadanya.” (HR. al-Bukhari)
Cara profetik dalam membantu orang yang berbuat kedhaliman adalah
dengan menyelamatkannya dari kedhaliman itu. Yaitu menjauhkannya dari
perbuatan dhalim dan menggagalkan rencana kedhaliman yang akan
dilaksanakannya. Disinilah peran dari komunikasi nahi mungkar yaitu
mencegah orang dari perbuatan yang dilarang terlebih kemungkaran yang
berdampak secara luas pada orang lain, kemungkaran sosial. Tolong
menolong dalam mencegah kemungkaran ini dijelaskan dan teks sumber
wahyu:

‫ُون ٱ ذمزلَو َة‬ َ ُ ‫وف َويَۡنۡ َ ۡو َن َغ ِن ٱمۡ ُمن َك ِر َوي ُ ِقُم‬


َ َ‫ون ٱ ذمطلَو َة َوي ُ ۡؤ‬ ِ ‫ون تِبمۡ َم ۡؼ ُر‬َ ‫ون َوٱمۡ ُم ۡؤ ِمنَ َُ ت َ ۡؼضُ ي ُۡم َٱ ۡو ِم ََيا ٓ ُء ت َ ۡؼ ۚظ يَبٔۡ ُم ُر‬ َ ُ‫َوٱمۡ ُم ۡؤ ِمن‬
‫وَل ۚۥٓ ُٱ ْوم َ ٓ ِِئ َك َس َ َۡي َ ُُحي ُُم ٱ ذ ُ َِّۗلل ا ذن ٱ ذ ََّلل َغ ِز ٌيز َح ِك مي‬
ُ َ ‫ون ٱ ذ ََّلل َو َر ُس‬
َ ‫َوي ُ ِطَي ُؼ‬
ّ
Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang
makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat,
menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi
rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS. At-
Taubah, Ayat 71).

Seseorang yang berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia untuk


saling mengingatkan pada kebaikan kemudian orang lain mengerjakan
kebaikan sebagaimana yang dianjurkan maka orang yang mengajaknya
mendapatkan nilai kebaikan sebagaimana orang yang mengerjakannya.
Inilah multilevel pahala kebaikan disaat seseorang saling bermu'awanah atau
ta'awun dalam kebaikan. Sebaliknya juga demikian, jika seseorang saling
tolong menolong dan mengajak dalam keburukan lalu orang lain
menyebarkannya pula atau memviralkan ajakan keburukan itu maka tentu
akan mendapatkan dosa yang juga berlipat-lipat atau multilevel dosa.
Sebagaimana sabda Nabi:

‫َم ْن َدػَا ا ََل ىُدً ى ََك َن َ َُل ِم َن ا َۡ ْج ِر ِمث ُْل ٱُ ُج ِور َم ْن ََ َِ َؼ ُو ََل ي َ ْن ُق ُص َذ ِ َِل ِم ْن ٱُ ُجو ِر ِ ِْه َشْۡئًا َو َم ْن َدػَا ا ََل ضَ َٗل َ ٍل‬
ّ ّ
‫ََك َن ػَلَ َْي ِو ِم َن اَل ْ ِۡث ِمث ُْل ٱ ٓ ََث ِم َم ْن َ َ َِ َؼ ُو ََل ي َ ْن ُق ُص َذ ِ َِل ِم ْن ٱ ٓ ََث ِمي ِْم َشْۡئًا‬
ّ
Artinya: “Barangsiapa yang menyeru kepada sebuah petunjuk maka baginya
pahal seperti pahala-pahala orang-orang yang mengikutinya, hal tersebut
tidak mengurangi akan pahala-pahala mereka sedikitpun dan barangsiapa
yang menyeru kepada sebuah kesesatan maka atasnya dosa seperti dosa-
dosa yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi dari dosa-dosa
mereka sedikitpun. (HR.Muslim).
Apakah kita ingin membangun konspirasi kebaikan ataukah konspirasi
keburukan atau kedhaliman dalam kita menjalin komunikasi dan interaksi
sosial kita? . Semua pilihan ada pada diri kita. Jika kita ingin membangun
realitas komunikasi sosial yang harmonis maka saling tolong menolonglah
dalam kebaikan dan taqwa, lalu yakinlah multilevel pahala akan kita peroleh
dengan derajat kemuliaan.

Penulis KH. Akhmad Muwafik Saleh pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan
Dosen Fisip UB

Anda mungkin juga menyukai