BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
2. Vision model
Model ini dingunakan untuk membangkitkan pola pikir, mengorganisasi dan menerjemahkan
perasaan untuk merumuskan hipotesis, analisis, dugaan dan ide tentang permasalahan perawatan
kesehatan klien, beberapa kritis ini digunakan untuk mencari prinsip-prinsip pengertian dan
peran sebagai pedoman yang tepat untuk merespon ekspresi.
3. Exsamine model
Model ini dungunakan untuk merefleksi ide, pengertian dan visi. Perawat menguji ide dengan
bantuan kriteria yang relevan. Model ini digunakan untuk mencari peran yang tepat untuk
analisis, mencari, meguji, melihat konfirmasi, kolaborasi, menjelaskan dan menentukan sesuatu
yang berkaitan dengan ide.
Model berfikir kritis dalam keperawatan menurut para ahli,
a. Costa and colleagues (1985)
Menurut costa and colleagues klasifikasi berpikir dikenal sebagai ‘the six Rs” yaitu:
1. Remembering ( mengingat)
2. Repeating (mengulang)
3. Reasoning (memberi alasan)
4. Reorganizing (reorganisasi)
5. Relating (berhubungan)
6. Reflecting (merenungkan)
Ada empat alasan berpikir kritis yaitu: deduktif, induktif, aktifitas informal, aktivitas tiap
hari, dan praktek. Untuk menjelaskan lebih mendalam tentang defenisi tersebut, alasan berpikir
kritis adalah untuk mengenalisis penggunaan bahasa, perumusan masalah, penjelasan, dan
ketegasan asumsi, kuatnya bukti-bukti,menilai kesimpulan, membedakan antara baik dan
buruknya argumen serta mencari kebenaran fakta dan nilai dari hasil yang diyakini benar serta
tindakan yang dilakukan.
1. Analisis kritis merupakan suatu cara untuk mencoba memahami kenyataan kejadian atau
peristiwa dan pernyataan yang ada dibalik makna yang jelas atau makana langsung. Analisis
kritis mempersaratkan sikap untuk berani menentang apa yang dikatakan atau dikemukaan oleh
pihak-pihak yang berkuasa
2. Analisis kritis merupakan suatu kapesitas potensi yang dimiliki oleh semua orang demikian
analisis kritis tetap akan tumpul dan tidak berkembang apabila tidak di asa atau dipraktekan
3. Analisis kritis merupakan upaya peribadi atau upaya kolektif
4. Analisis kritis menentukan kemungkinan sesuatu kesempatan yang lebih baik ke arah langka
untuk memperbaiki kenyataan atau situasi yang telah dianalisis.
5. Peran terpenting untuk melaksanakan analisis kritis bukanlah serangkaian langkah atau
pertanyaan yang berangkat dari ketidak tahuan menuju kepencerahan.
6. Analisis kritis juga mencoba memahami riwayat pernyataan situasi atau masalah yang perlu
dipahami. Analisis kritis mengkaji situasi atau peristiwa yang tengah dalam proses perubahan.
Berfikir logis adalah penalaran atau keterampilan berfikir dengan tepat, ketepatan berfikir sangat
tergantung pada jalan pikiran yang logis dalam berfikir secara logis. Kita harus terampil untuk
mengerti fakta, memahami konsep hubungan dalam menarik kesimpulan.
Berfikir kreatif adalah berfikir lintas bidang yang ditandai dengan krakterlistik berfikir.
Disamping itu berfikir kreatif juga menuntut adanya pengikatan diri terhadap tugas yang tinggi
yang artinya kreatifitas menuntut disiplin yang tinggi dan konsisten terhadap bidang tungas.
3. Reflektif
Artinya bahwa seseorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau presepsi dalam berpikir
atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan waktu untuk mengumpulkan data dan
menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu. Fakta dan kejadian.
5. Kemandirian berpikir
Seorang berpikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima pemikiran dan
keyakinan orang lain menganalisis semua isu, memutuskan secara benar dan dapat dipercaya.
8. Watak (dispositions)
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat
terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat,resespek
tehadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan
berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang diangapnya baik.
9. Kriteria (criteria)
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai kearah mana
maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai.meskipun sebuah argumen
dapat disusun dari berapa sumber pembelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda.
Apabila kita akan menerapkan standarlisasi maka haruslah berdasarkan relenfansi, keakuratan
fakta-fakta, berdasarkan sumber yang kredibel, teliti tidak benas dari logika yang keliru, logika
yang konsisten dan pertimbangan yang matang.
J. Proses Intuisi
Proses intuisi merupakan pendorong utama untuk benalar logis (masuk akal) sekaligus
pemicu aktifitas berfikir bagi siswa untuk itu perlu adanya upaya pemilihan pendekatan
pembelajaran yang tepat dan efektif untuk tercapainya kemampuan berfikir yang diharapkan
mampu mengoptimalkan serta memupuk sikap positif dan pola berfikir yang membudaya dalam
mengatasipermasalahan real word. Sala satu solusi yang dipandang tepat untuk mewujudkan
tuntutan tersebut adalah pendekatan kontekstual berbasis intuisi sebagai suatu pendekatan yang
diawali dengan berintiwisi informal dalam menyelesaikan masalah berkonteks yang rancang
secara kusus.
1. relevance
relevansi ( keterkaitan ) dari pernyataan yang dikemukan.
2. Importance
Penting tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukaan.
3. Novelty
Kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau informasi baru maupun dalam sikap
menerima adanya ide-ide orang lain.
4. Outside material
Menggunakan pengalamanya sendiri atau bahan-bahan yang diterimanya dari perkuliahan
5. Ambiguity clarified
Mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut jika dirasakan ada ketidak jelasan
Pendahuluan
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan,
pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah
lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Penelitian dan berbagai pendapat
tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini (Patrick,
2000:1). Definisi berpikir kritis banyak dikemukakan para ahli.
Kember (1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang berpikir kritis
menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau melakukan penilaian
ketrampilan berpikir pada siswa. Seringkali pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai
problem solving, meskipun kemampuan memecahkan masalah merupakan sebagian dari
kemampuan berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Review yang dilakukan dari 56 literatur tentang strategi pengajaran ketrampilan berpikir pada
berbagai bidang studi pada siswa sekolah dasar dan menengah menyimpulkan bahwa
beberapa strategi pengajaran seperti strategi pengajaran kelas dengan diskusi yang
menggunakan pendekatan pengulangan, pengayaan terhadap materi, memberikan pertanyaan
yang memerlukan jawaban pada tingkat berpikir yang lebih tinggi, memberikan waktu siswa
berpikir sebelum memberikan jawaban dilaporkan membantu siswa dalam mengembangkan
kemampuan berpikir. Dari sejumlah strategi tersebut, yang paling baik adalah
mengkombinasikan berbagai strategi. Faktor yang menentukan keberhasilan program
pengajaran ketrampilan berpikir adalah pelatihan untuk para pengajar.
Pelatihan saja tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan ketrampilan berpikir jika
penerapannya tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan, tidak disertai dukungan
administrasi yang memadai, serta program yang dijalankan tidak sesuai dengan populasi siswa
(Cotton K., 1991).
Strategi pengajaran berpikir kritis pada program sarjana kedokteran yang dilakukan di Melaka
Manipal Medical College India adalah dengan memberikan penilaian menggunakan pertanyaan
yang memerlukan ketrampilan berpikir pada level yang lebih tinggi dan belajar ilmu dasar
menggunakan kasus klinik untuk mata kuliah yang sudah terintegrasi menggunakan blok yang
berbasis pada sistem organ. Setelah kuliah pendahuluan, mahasiswa diberikan kasus klinik serta
sejumlah pertanyaan yang harus dijawab beserta alasan sebagai penugasan. Jawaban
didiskusikan pada pertemuan berikutnya untuk meluruskan a danya kesalahan konsep dan
memperjelas materi yang belum dipahami oleh mahasiswa. Hasilnya menunjukkan bahwa
mahasiswa pada program tersebut menunjukkan prestasi yang lebih baik dalam mengerjakan
soal-soal hapalan maupun soal yang menuntut jawaban
yang memerlukan telaah yang lebih dalam. Mahasiswa juga termotivasi untuk belajar
(Abraham RR., et al., 2004)
Isi
Definisi berpikir kritis cukup bervariasi, beberapa ahli seperti Paul, Bandman, Stander
mempunyai rumusan berpikir kritis masing–masing. Menurut Paul (2005) berpikir kritis adalah
suatu seni berpikir yang berdampak pada intelektualitas seseorang, sehingga bagi orang yang
mempunyai kemampuan berpikir kritis yang baik, akan mempunyai kemampuan intelektualitas
yang lebih dibandingkan dengan orang yang mempunyai kemampuan berpikir yang rendah.
Menurut Bandman (1988), berpikir kritis adalah pengujian secara rasional terhadap ide–ide,
kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran, masalah, kepercayaan dan tindakan. Stander (1992)
berpendapat bahwa berpikir kritis adalah suatu proses pengujian yang menitikberatkan pendapat
tentang kejadian atau fakta yang mutakhir dan menginterpretasikannya serta mengevaluasi
pendapat-pendapat tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif
atau pandangan baru. Paul (2005) mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan dasar untuk
mempelajari setiap disiplin ilmu. Suatu disiplin ilmu merupakan suatu kesatuan sistem yang
tidak terpisah sehingga untuk mempelajarinya membutuhkan suatu ketrampilan berpikir
tertentu.
Menurut para ahli (Pery dan Potter,2005), berpikir kritis adalah suatu proses dimana seseorang
atau individu dituntut untuk menginterfensikan atau mengefaluasi informasi untuk membuat
sebuah penilain atau keputusan berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu pengetahuan dan
pengalaman. Menurut Bandman (1988), berpikir kritis adalah pengujian secara rasional
terhadap ide-ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran,masalah, kepercayaan, dan tindakan.
Menutut Strader (1992), berpikir kritis adalah suatu proses pengujian yang menitikberatkan
pendapat atau fakta yang mutahir dan menginterfensikan serta mengefaluasikan pendapat-
pendapat tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif pandangan
baru.
Menurut Ennis (1996) berpikir kritis adalah suatu proses, sedangkan tujuannya adalah membuat
keputusan yang masuk akal tentang apa yang diyakini atau dilakukan. Berpikir kritis adalah
berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, karena pada saat mengambil keputusan atau menarik
kesimpulan merupakan control aktif yaitu reasonable, reflective, responsible, dan skillful
thinking.
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam
pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita menjadi lebih mampu
untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat kesimpulan yang valid, semua proses
tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berpikir dan belajar.
Definisi para ahli tentang berpikir kritis sangat beragam namun secara umum berpikir kritis
merupakan suatu proses berpikir kognitif dengan menggabungkan kemampuan intelektual dan
kemampuan berpikir untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dalam kehidupan, sehingga
bentuk ketrampilan berpikir yang dibutuhkan pun akan berbeda untuk masing–masing disiplin
ilmu.
Berpikir berpikir kritis merupakan konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yang
berhubungan dengan proses belajar dan krisis itu sendiri sebagai sudut pandang selain itu juga
membahas tentang komponen berpikir kritis dalam keperawatan yang didalamnya dipelajari
krakteristik, sikap dan standar berpikir kritis, analisis, pertanyaan kritis, pengambilan
keputusan dan kreatifitas dalam berpikir kritis.
Untuk lebih mengoptimalkan dalam proses berpikir kritis setidaknya paham atau tahu dari
komponen berpikir kritis itu sendiri, dan komponen berpikir kritis meliputi pengetahuan dasar,
pengalaman, kompetensi, sikap dalam berpikir kritis, standar/ krakteristik berpikir kritis.
Keterampilan kongnitif yang digunakan dalam berpikir kualitas tinggi memerlukan disiplin
intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan dan dukungan.
Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks, yang berdasarkan pada pikiran rasional
dan cermat menjadi pemikir kritis adalah denominatur umum untuk pengetahuan yang
menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri.
Komponen berpikir kritis terdiri atas standar yang harus ada dalam berpikir kritis dan
elemennya. Menurut Bassham (2002) komponen berpikir kritis mencakup aspek kejelasan,
ketepatan, ketelitian, relevansi, konsistensi, kebenaran logika, kelengkapan dan kewajaran.
sedangkan menurut Paul dan Elder (2002) selain aspek–aspek yang telah dikemukakan oleh
Bassham perlu ditambahkan dengan aspek keluasan kemaknaan dan kedalaman dari berpikir
kritis.
Pendapat mengenai komponen berpikir kritis juga sangat bervariasi. Para ahli membuat
konsensus tentang komponen inti berpikir kritis seperti interpretasi, analisi, evaluasi,
inference, explanation dan self regulation (APPA, 1990).
1) interpretasi, kemampuan untuk mengerti dan menyatakan arti atau maksud suatu
pengalaman yang bervariasi luas, situasi, data, peristiwa, keputusan, konvesi, kepercayaan,
aturan, prosedur atau kriteria.
3) evaluasi, kemampuan untuk menilai kredibilitas pernyataan atau penyajian lain dengan
menilai atau menggambarkan persepsi seseorang, pengalaman, situasi, keputusan, kepercayaan
dan menilai kekuatan logika dari hubungan inferensial yang diharapkan atau hubungan
inferensial yang aktual diantara pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau bentuk–bentuk
representasi yang lain.
6) Self- regulation, kesadaran seseorang untuk memonitor proses kognisi dirinya, elemen–
elemen yang digunakan dalam proses berpikir dan hasil yang dikembangkan, khususnya
dengan mengaplikasikan ketrampilan dalam menganalisis dan mengevaluasi kemampuan diri
dalam mengambil kesimpulan dengan bentuk pertanyaan, konfirmasi, validasi atau koreksi
terhadap alasan dan hasil berpikir (APPA, 1990).
B. Pengukuran berpikir kritis
Pengukuran berpikir kritis yang baik adalah pengukuran yang mampu mengukur komponen–
komponen berpikir kritis yang akan diukur, penggabungan metode merupakan cara terbaik
untuk mendapatkan gambaran kemampuan berpikir kritis yang cukup valid dari seseorang
individu, selain itu validitas dan realibilitas alat ukur tersebut juga harus diperhatikan ketika
memilih alat ukur yang mencakup content validity, concurrent validity, reliabilitas dan fairness.
Secara umum pengukuran berpikir kritis ada 4 cara : pertama dengan cara observasi kinerja
seseorang selama suatu kegiatan. Observasi dilakukan dengan mengacu pada komponen berpikir
kritis yang akan diukur, kemudian observer menyimpulkan bagaimana tingkat berpikir kritis
individu yang diobservasi tersebut. Cara kedua dengan mengukur outcome dari komponen-
komponen berpikir kritis yang telah diberikan. Ketiga dengan mengajukan pertanyaan dan
menerima penjelasan seseorang mengenai prosedur dan keputusan yang mereka ambil terkait
dengan komponen berpikir kritis yang akan diukur. Keempat dengan cara membandingkan
outcome suatu komponen berpikir kritis dengan cara berpikir kritis lainnya. Tidak ada petunjuk
baku mengenai masing–masing cara, yang terpenting adalah menentukan apakah cara
pengukuran yang kita pilih mampu menggali komponen berpikir kritis yang akan kita nilai. Cara
terbaik adalah dengan menggunakan penggabungan berbagai metode sehingga gambaran
kemampuan berpikir kritis individu cukup valid (APA, 1990).
Alat ukur berpikir kritis cukup banyak, salah satunya Watson Glaster Critical Thinking Aprasial
(WGCTA). WGCTA oleh Watson Glaster adalah sebuah contoh alat yang menggunakan
metode mengukur outcome berpikir kritis dari komponen atau stimulus yang diberikan. Elemen
berpikir kritis yang dinilai dalam alat ukur ini adalah inference, pengenalan asumsi, deduksi,
interpretasi, dan evaluasi pendapat. WGCTA form S merupakan format terbaru yang terdiri atas
40 soal multiple choice, dengan pilihan item antara 2 sampai 5. Responden disediakan 5
skenario dan mereka diminta memilih kemungkinan penyelesaian dari data–data yang ada. Skor
penilaian dalam tiap skenario ini antara 0 sampai 40 yang merupakan penjumlahan dari semua
skor 40 soal multiple choice. Format WGCTA disusun dengan pendekatan deduktif, dalam
penyusunan instrument tersebut juga telah diuji validitas dan reliabilitasnya (Gadzella, 1994).
Facione pada tahun 1990 menyusun instrument California Critical Thinking Skill Test
(CCTST), alat ukur ini menggunakan pendekatan berpikir induktif dan deduktif sehingga lebih
lengkap dibandingkan dengan WGCTA. CCTST telah diuji validitas dan realibilitasnya.
Instrumen ini disusun atas 34 pertanyaan pilihan ganda yang mengukur 5 elemen berpikir kritis
yaitu thinking analisis, evaluasi, inference, deduktif dan induktif reasoning. Gambaran berpikir
kritis seseorang diperoleh dari total skor untuk 34 soal yang tersedia dan tingkat kemampuan
seseorang untuk masing–masing elemen diperoleh dari skor untuk masing-masing elemen
tersebut (Facione, 2000).
Alat ukur yang lain adalah Hamilton Critical Thinking Score Rubric (HCTSR) yang lebih
fleksibel untuk mengukur berpikir kritis dalam berbagai kegiatan belajar seperti penulisan esai,
presentasi dan kegiatan pembelajaran di klinik. Elemen yang diukur dalam instrument ini adalah
interpretasi, analisis, evaluasi, inference, penjelasan dan self regulation. Hasil buah pikiran
seseorang yang dituangkan dalam tulisan, presentasi atau kegiatan belajar yang lain, dinilai
dengan menggunakan 4 skala yang mengukur 6 elemen inti critical thinking. Proses penilaian
dilakukan 2 orang atau lebih untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
1. Penerapan profesionalisme.
2. Pengetahuan tehnis dan keterampilan tehnis dalam memberikan askep. Seorang pemikir
yang baik tentu juga seorang perawat yang baik.Diperlukan perawat, karena:
a) perawat setiap hari mengambil keputusan
Berbagai elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen, pemecahan masalah,
keperawatan serta kriteria yang digunakan dengan komponen keterampilan dan sikap
berpikir kritis.
1. Menentukan tujuan
2. Menyususn pertanyaan atau membuat kerangka masalah
3. Menujukan bukti
4. Menganalisis konsep
5. Asumsi
D. Indikator Berpikir Kritis
Adapun indicator dan sub-indikator menurut kesepakatan secara internasional dari para pakar
mengenai berpikir kritis (Anderson, 2003) adalah :
a. Interpretasi (interpretation)
1) Pengkategorian
b. Analisis (analysis)
c. Evaluasi (evaluation)
3) Menjelaskan kesimpulan
e. Penjelasan (explanation)
1) Menuliskan hasil
2) Mempertimbangkan prosedur
3) Menghadirkan argument
f. Kemandirian (self-regulation)
1) Melakukan pengujian secara mandiri
Sedangkan indicator berpikir kritis yang berkaitan pembelajaran di dalam kelas menurut Ennis
(Innabi, 2003) adalah :
Indikator umum :
a. Kemampuan (abilities)
pernyataan-pernyataan
b. Pengaturan (dispositions)
1) Menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi tujuan dan apa yang seharusnya dikerjakan
sebelum menjawab
a. Konsep (concept)
b. Generalisasi (generalization)
7) Menentukan keserupaan dan perbedaan suatu masalah yang diberikan dan masalah lain.
1. Feling Model
Model ini menerapkan pada rasa, kesan, dan data atau fakta yang ditemukan. Pemikir kritis
mencoba mengedepankan perasaan dalam melakukan pengamatan, kepekaan dalam
melakukan aktifitas keperawatan dan perhatian. Misalnya terhadap aktifitas dalam
pemeriksaan tanda vital, perawat merasakan gejala, petunjuk dan perhatian kepada pernyataan
serta pikiran klien.
2. Vision model
Model ini dingunakan untuk membangkitkan pola pikir, mengorganisasi dan menerjemahkan
perasaan untuk merumuskan hipotesis, analisis, dugaan dan ide tentang permasalahan perawatan
kesehatan klien, beberapa kritis ini digunakan untuk mencari prinsip-prinsip pengertian dan
peran sebagai pedoman yang tepat untuk merespon ekspresi.
3. Exsamine model
Model ini dungunakan untuk merefleksi ide, pengertian dan visi. Perawat menguji ide dengan
bantuan kriteria yang relevan. Model ini digunakan untuk mencari peran yang tepat untuk
analisis, mencari, meguji, melihat konfirmasi, kolaborasi, menjelaskan dan menentukan
sesuatu yang berkaitan dengan ide.
Model berfikir kritis dalam keperawatan menurut para ahli:
Menurut costa and colleagues klasifikasi berpikir dikenal sebagai ‘the six Rs” yaitu:
1. Remembering ( mengingat)
2. Repeating (mengulang)
4. Reorganizing (reorganisasi)
1. Total recall
2. Habits ( kebiasaan)
Ada empat alasan berpikir kritis yaitu: deduktif, induktif, aktifitas informal, aktivitas tiap
hari, dan praktek. Untuk menjelaskan lebih mendalam tentang defenisi tersebut, alasan berpikir
kritis adalah untuk mengenalisis penggunaan bahasa, perumusan masalah, penjelasan, dan
ketegasan asumsi, kuatnya bukti-bukti,menilai kesimpulan, membedakan antara baik dan
buruknya argumen serta mencari kebenaran fakta dan nilai dari hasil yang diyakini benar serta
tindakan yang dilakukan.
F.Analisa berpikir kritis
1. Analisis kritis merupakan suatu cara untuk mencoba memahami kenyataan kejadian atau
peristiwa dan pernyataan yang ada dibalik makna yang jelas atau makana langsung.
Analisis kritis mempersaratkan sikap untuk berani menentang apa yang dikatakan atau
dikemukaan oleh pihak-pihak yang berkuasa
2. Analisis kritis merupakan suatu kapesitas potensi yang dimiliki oleh semua orang
demikian analisis kritis tetap akan tumpul dan tidak berkembang apabila tidak di asa
atau dipraktekan
3. Analisis kritis merupakan upaya peribadi atau upaya kolektif
4. Analisis kritis menentukan kemungkinan sesuatu kesempatan yang lebih baik ke arah
langka untuk memperbaiki kenyataan atau situasi yang telah dianalisis.
5. Peran terpenting untuk melaksanakan analisis kritis bukanlah serangkaian langkah atau
pertanyaan yang berangkat dari ketidak tahuan menuju kepencerahan.
6. Analisis kritis juga mencoba memahami riwayat pernyataan situasi atau masalah yang
perlu dipahami. Analisis kritis mengkaji situasi atau peristiwa yang tengah dalam proses
perubahan.
Hak Perawat
Ditinjau dari sudut pandang sosiologi hukum, maka dokter yang melakukan hubungan medis
atau transaksi terapeutik terhadap pasien, masing-masing mempunyai kedudukan dan peranan.
Kedudukan merupakan wadah hak-hak dan kewajiban-kewajiban, sedangkan peranan tidak
lain merupakan pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing pihak tersebut.
Dengan demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa, hak merupakan kewenangan
dokter dan pasien untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban tidak lain merupakan
beban atau tugas yang harus dilaksanakan, sehingga hak dan kewajiban merupakan pasangan,
oleh karena di mana ada hak, disitulah ada kewajiban dan begitu sebaliknya.
Berkaitan dengan hal di atas, Alexandra Indriyanti Dewimengemukakan beberapa hak dan
kewajiban dokter dalam pelayanan kesehatan. Adapun hak-hak dokter yang dimaksud berupa :
a) Hak untuk melakukan praktik kedokteran setelah memperoleh surat izin dokter dan surat
izin praktik;
b) Hak untuk memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasiennya tentang
penyakitnya;
d) Hak untuk menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan etika, hukum,
agama dan hati nuraninya;
e) Hak untuk mengakhiri hubungan dengan pasiennya, jika menurut penilaiannya kerja sama
dengan pasiennya tidak ada gunanya lagi kecuali dalam keadaan darurat;
g) Hak untuk memperoleh ketenteraman bekerja dengan jaminan yang layak di dalam
memberikan kenyamanan dan suasana kerja yang baik;
“Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
c) Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan d)
Dari hak-hak dokter sebagaimana ditentukan dalam Pasal 50 di atas, nampak bahwa dokter
berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan medis yang telah dilakukan,
sepanjang apa yang telah dilakukan dokter atau dokter gigi sesuai standar profesi dan
standar prosedur operasional. Dengan kata lain, bilamana dokter atau dokter gigi telah
melakukan tindakan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional tidak
dapat dituntut secara hukum di persidangan lembaga peradilan.
f) Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan menggunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan penderita;
g) Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
penderita, bahkan setelah penderita meninggal dunia;
h) Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai tugas kemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya;
i) Setiap dokter tidak diperbolehkan mengambil alih penderita dari teman sejawatnya tanpa
persetujuannya.
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncakterjadi saat
ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah
yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio
tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60
sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam pembuluh darah.
Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses ini dimana jantung sebagai
pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah
yang memiliki dinding yang elastis dan ketahanan yang kuat. Sementara itu Palmer (2007)
menyatakan bahwa tekanan darah diukur dalam satuan milimeter air raksa (mmHg).
Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk corong atau diafragma
diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku (rongga antekubital), yang
merupakan titik dimana arteri brakialis muncul diantara kedua kaput otot biseps. Manset
dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan
awitan bunyi berdetak, yang menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal
sebagai Bunyi Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar
dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan diastolik dan pada
titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001). Adapun prosedur pengukuran
tekanan darah dapat dilihat pada lampiran 4.
1. c. Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2001).
Wiryowidagdo (2002) mengatakan bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah
seseorang berada pada tingkatan di atas normal. Jadi tekanan di atas dapat diartikan sebagai
peningkatan secara abnormal dan terus menerus pada tekanan darah yang disebabkan satu atau
beberapa faktor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan
darah secara normal (Hayens, 2003).
Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu hipertensi esensial (primer) dan
hipertensi skunder. Hipertensi esensial (primer) merupakan tipe yang hampir sering terjadi 95
persen dari kasus terjadinya hipertensi. Hipertensi esensial (primer) dikaitkan dengan kombinasi
faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Sedangkan hipertensi
sekunder berkisar 5 persen dari kasus hipertensi. Hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi
medis lain (misalnya penyakit jantung) atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu (Palmer, 2007).
Bahaya Hipertensi
Hipertensi apabila tidak disembuhkan maka dalam jangka panjang dapat menimbulkan
kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ-organ yang mendapatkan suplai darah darinya
seperti jantung, otak dan ginjal (Hayens, 2003). Penyakit yang sering timbul akibat
hipertensi adalah stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal
(Ina, 2008).
Pada organ jantung, hipertensi adalah faktor resiko pendukung terbesar di seluruh dunia
terhadap kejadian penyakit pembuluh darah jantung (Ezzati et al., 2003 dalam Kaplan, 2006).
Infokes (2007) mengatakan bahwa hipertensi adalah salah satu penyebab kematian nomor satu,
secara global. Komplikasi pembuluh darah yang disebabkan hipertensi dapat menyebabkan
penyakit jantung koroner, imfark (penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan kerusakan
jaringan) jantung, stroke, gagal ginjal dan angka kematian yang tinggi. Dari pemaparan di atas,
terlihat bahwa hipertensi berdampak negatif pada organ-organ tubuh bahkan dapat
mengakibatkan kematian.
1. d. Hipotensi
Tekanan darah rendah atau hipotensi terjadi bila tekanan darah lebih rendah dari biasanya, yang
berarti jantung, otak dan bagian tubuh lain tidak mendapatkan cukup darah.
Biasanya, seseorang disebut menderita hipotensi bila tekanan darahnya di bawah 90/60 mmHg .
Namun hal itu tidak berlaku bagi setiap orang. Ada orang yang tekanan darah normalnya selalu
rendah dan tidak merasakan gangguan. Sementara, ada orang yang bertekanan darah di atas
angka tersebut dan mengalami masalah hipotensi. Faktor yang paling penting adalah adanya
perubahan tekanan darah dari kondisi normal. Tekanan darah normal manusia berada pada
kisaran 90/60 sampai 130/80 mm Hg, namun penurunan yang signifikan, bahkan hanya 20 mm
Hg, dapat menyebabkan masalah bagi sebagian orang.
Jenis-Jenis Hipotensi
• Penglihatan kabur
• Kebingungan
• Pingsan
• Pusing
• Kantuk
• Lemas
Penyebab hipotensi
• Dehidrasi.
• Efek samping obat seperti alkohol, anxiolytic, beberapa antidepresan, diuretik,
obatobatan untuk tekanan darah tinggi dan penyakit jantung koroner, analgesik.
• Masalah jantung seperti perubahan irama jantung (aritmia), serangan jantung, gagal
jantung.
• Kejutan emosional, misalnya syok yang disebabkan oleh infeksi yang parah, stroke,
anafilaksis (reaksi alergi yang mengancam nyawa dan trauma hebat.
• Perdarahan, dll. Anda sangat disarankan berkonsultasi dengan dokter atau spesialis jika
sering pingsan atau hipotensi mengganggu kualitas hidup Anda. Diabetes tingkat
lanjut Pengobatan
• Hipotensi pada orang sehat yang tidak menimbulkan masalah biasanya tidak
memerlukan perawatan.
• Jika Anda memiliki tanda-tanda atau gejala tekanan darah rendah, Anda mungkin
memerlukan pengobatan, yang tergantung pada penyebabnya.
• Jika hipotensi ortostatik disebabkan oleh obat-obatan, dokter Anda dapat mengubah
dosis atau memberikan obat yang berbeda. Jangan berhenti minum obat sebelum
berkonsultasi dengan dokter. Pengobatan lain untuk hipotensi ortostatik termasuk
penambahan cairan untuk mengobati dehidrasi atau memakai selang elastis untuk
meningkatkan tekanan darah di bagian bawah tubuh.
• Mereka yang menderita hipotensi jenis NMH harus menghindari pemicu, seperti berdiri
untuk waktu yang lama. Pengobatan lain melibatkan banyak minum cairan dan
meningkatkan jumlah garam dalam makanan. (Pengobatan ini harus atas rekomendasi
dokter karena terlalu banyak garam juga dapat berbahaya bagi kesehatan).
• Hipotensi akut yang disebabkan oleh syok adalah kedaruratan medis. Anda mungkin
akan diberi transfusi darah intravena, obat-obatan untuk meningkatkan tekanan darah
dan kekuatan jantung, serta obat lainnya seperti antibiotik.
2.1.5 Kolaborasi Antara Perawat dan Dokter
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul jika hubungan
kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American Nurses Credentialing Center (ANCC)
melakukan risetnya pada 14 Rumah Sakit melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat bukan
hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berlangsung pada hasil yang dialami pasien ( Kramer dan
Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan kolerasi positif antara kualitas huungan dokter
perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.
Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional dan
institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang
membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat
ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan
kondisi sosial masih mendkung dominasi dokter. Inti sesungghnya dari konflik perawat dan
dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara
berkomunikasi diantara keduanya.
Dari hasil observasi penulis di Rumah Sakit nampaknya perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi khususnya dengan dokter. Perawat
bekerja memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan instruksi medis yang juga
didokumentasikan secara baik, sementara dokumentasi asuhan keperawatan meliputi proses
keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara penulis dengan beberapa perawat
Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi
dalam melaksanakan kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu menganggap bahwa
perawat merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai asistennya, serta kebijakan Rumah Sakit
yang kurang mendukung.
Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat
menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa
pelayang kesehatan, serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai
profesi.
PEMAHAMAN KOLABORASI
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya dipandang
dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru menjadi point
penting yang harus disikapi.bagaimana masing-masing profesi memandang arti kolaborasi
harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama.
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, “ Apa diagnosa pasien ini dan
perawatan apa yang dibutuhkannya “ pola pemikiran seperti ini sudah terbentuk sejak awal
proses pendidikannya.Sudah dijelaskan secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir
seperti itu apalagi kurikulum kedokteran terus berkembang.Mereka juga diperkenalkan dengan
lingkungan klinis dibina dalam masalah etika,pencatatan riwayat medis,pemeriksaan fisik serta
hubungan dokter dan pasien.Mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat langsung dalam
aspek psikososial perawatan pasien melalui kegiatan tertentu seperti gabungan
bimbinganpasien.Selama periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para
perawat,pekerja sosial atau profesional kesehatan lain.Sebagai praktisi memang mereka
berbagi linkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak dididik untuk
menanggapinya sebagai rekanan/sejawat/kolega.
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir,apa masalah pasien ini? Bagaimana pasien
menanganinya? ,bantuan apa yang dibutuhkannya? dan apa yang dapat diberikan kepada pasien
Perawat dididik untuk mampu menilai status kesehatan pasien, merencanakan interfensi,
melaksanakan rencana, mgevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik
menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan dasar argumentasi bahwa
profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang membantu individu sakit atau sehat dalam
menjalankan kegiatan yang mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa
mandiri.
Sejak awal perawat didik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien. Praktek
keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek rumah sakit dan
praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar bekerja di unit perawatan pasien
bersama staf perawatan untuk belajar merawat,menjalankan prosedur dan menginternalisasi
peran.
Seorang perawat berada dalam situasi ketika pasien mengalami hipotensi dan dia ingin
menolong pasien. Tetapi, dia tidak bisa melakukan itu tanpa perintah dokter. Karena itu adalah
kewenangan dokter. Sementara dokter tidak ada di tempat.
2.3 Pembahasan
1. Rumusan Masalah
Apakah perawat harus mengambil tindakan untuk menolong pasien menormalkan tekanan
darahnya atau tidak?
1. Argumen
Hipotensi merupakan penyakit tekanan darah rendah yang biasanya ditandai dengan kondisi
pasien yang melemah, kepala pusing dan pembuluh darah pasien biasanya mengendur.
Perawat harus melakukan tindakan dasar atau melakukan pertolongan pertama pada pasien
agar kondisi pasien tidak menjadi lebih parah. Jika tidak segera ditolong bisa menyebabkan
kondisi yang lebih parah dan bisa berakibat fatal. Kemudian setelah itu perawat sesegera
mungkin menghubungi dokter agar mendapatkan perintah untuk melakukan proses penanganan
pasien selanjutnya.
1. Deduksi
Pada pasien yang menderita hipotensi, sebaiknya perawat melakukan memberikan pertolongan
dasar yaitu, pemeriksaan fisik pasien (suhu, tekanan darah, umur, dan denyut nadi), pasien
diberi minum air, pasien ditidurkan dengan posisi kepala lebih rendah misalnya dengan tidak
diberi bantal agar suplai oksigen ke otak lebih lancar, dan setelah melakukan pertolongan dasar
kepada pasien perawat segera menghubungi (menelepon) dokter.
1. Induksi
Pertolongan dasar seperti pemeriksaan fisik pasien (suhu, tekanan darah, dan denyut nadi),
pasien diberi minum air, dan pasien ditidurkan dengan posisi kepala lebih rendah misalnya
dengan tidak diberi bantal agar suplai oksigen ke otak lebih lancar, harus dilakukan oleh
perawat jika menghadapi pasien dengan keadaan hipotensi serta tak lupa segera menghubungi
(menelepon) dokter jika dokter tidak ada di tempat setelah melakukan pertolongan dasar.
1. Evaluasi
– Melakukan pertolongan dasar tanpa menelepon dokter
Positif :
• Kondisi pasien akan lebih cepat membaik dan hipotensi yang diderita pasien tidak akan
bertambah parah
• Kelancaran suplai oksigen pada otak pasien dapat teratasi dengan cepat dan tepat
Tidak akan membahayakan jiwa pasien Negatif :
• Pasien tidak tertangani dengan sempurna karena penanganan yang dilakukan masih
sangat dasar (setengah-setengah)
– Melakukan pertolongan dasar kemudian segera menelepon dokter
Positif :
• Jika kasus tersebut terjadi pada daerah terpencil yang alat komunikasi masih minim atau
sulit, maka penanganan pasien dapat tertunda
• Harus mengeluarkan biaya untuk menghubungi dokter – Menelepon Dokter untuk
mendapat perintah penanganan pasien
Positif :
• Dokter dapat memberikan perintah untuk menangani pasien meski itu melalui telepon
Negatif :
• Waktu dan tindakan kurang efisien karena tindakan dasar belum dilakukan perawat pada
pasien tersebut
• Harus mengeluarkan biaya untuk menghubungi dokter
– Menunggu kedatangan dokter
Positif :
• Bila dokter berada dalam jarak yang jauh dan tidak segera datang, maka kondisi pasien
dapat menjadi lebih parah karena tidak segera ditangani
• Membahayakan jiwa pasien karena dapat berakibat fatal (pasien tidak tertolong) jika
masih menunggu dokter
– Melakukan injeksi secara langsung tanpa menunggu dokter
Positif :
• Perawat dapat disalahkan atau ditegor karena melakukan injeksi tanpa menunggu dokter
Penutup
3.1 Kesimpulan
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan,
pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah
lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Keterampilan kongnitif yang
digunakan dalam berpikir kualitas tinggi memerlukan disiplin intelektual, evaluasi diri, berpikir
ulang, oposisi, tantangan dan dukungan.
Sebagai perawat atau tenaga kesehatan, kita dituntut untuk selalu berpikir kritis untuk
menangani pasien. Dalam hal ini, kritis yang dimaksud harus tetap berada dalam jalur yang ada
sesuai dengan tugas dan peran perawat. Selain itu, tugas dan peran perawat juga harus
diseimbangkan dengan tenaga medis lain, misalnya dengan tugas dan wewenang dokter.
Seorang perawat tidak memiliki wewenang menginjeksikan obat-obatan kepada pasien tanpa
melalui perintah dokter. Bila hal ini terjadi, perawat tersebut dapat dituntut pidana karena
melanggar undang-undang. Di zaman yang serba canggih ini, perintah penanganan atau
penginjeksian pasien tidak harus dilakukan dokter ketika bertatap muka saja. Tetapi, dapat
melalui telepon. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi terhadap waktu dan tenaga yang
dibutuhkan.
3.2 Saran
Saran penulis, sebagai tenaga kesehatan, perawat sedapat mungkin harus selalu berpikir kritis
dalam penanganan pasien tentunya tetap beracuan pada tugas dan peran perawat itu sendiri.