Allan C. Ornstein
St. John’s University
Francis P. Hunkins
University of Washington, Emeritus
1. PENDAHULUAN
D. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan diwarnai juga dengan aliran- aliran
Prenelialisme,
1. Prenelialisme merupakan jawban pertanyaan pendidikan
merujuk pada satu pertanyaan, yaitu apa hakikat manusia.
Preneliasme menganggap bahwa hakikat manusia adalah
konstan atau tetap. Manusia mempunyai kemampuan memahami
dan mengerti kebenaran- kebenaran universal dari alam. Tujuan
pendidikan adalah mengembangkan rasionalitas manusia dan
menuju kebenaran- kebenaran universal dengan cara melatih
intelektual. Kurikulum prenelialisme adalah subjek inti berasala
dari disiplin- disiplin ilmu apa yang disebut dengan liberal
dengan tekanan pada bahsam sastra, matematika, seni, dan sains.
Guru dipandang sebagai orang yang ahli dalam hal tersebut.
Oleh karenanya guru harus ahli dalam disiplin ilmunya dan
membimbing siswa untuk berdiskusi.
2. Essensialisme dikemukakan oleh William Bagley. Essensialisme
lebih konsen pada isu- isu kontemporer. Menurut esnsialis
kurikulum sekolah harus diarahkan kepada sifatnya yang
esensial saja. Esensialis menolak subyek lain seperti seni,
fisikal, dan vokasional. Menganggap apapun kemampuan siswa
harus mengikuti kurikulum yang sama, tetapi dalam tingkat dan
jumlah yang disesikan dengan kemampuannya. Peranan guru
adalah sebagai model dan mengurasai bidang ilmunya secara
maksimal guru memegang kendali penuh atas kelasnya.
Tuntutan menaikkan standar akademis dan kemampuan berpikir
siswa.
3. Progresifisme dikembangkan dari pragmatis. Menurut paham ini
keterampilan dan alat untuk belajar meliputi metode problem
solving dan scientific. Pengalaman belajar harus meliputi
perilaku kerjasama dan disiplin diri. Keduanya dianggap penting
untuk kehidupn yang demokratis. Progresif sifatnya berpusat
pada anak sebagai peserta didik tidak sebagai subjek didik.
4. Rekonstruksianisme menganggap siswa dan guru tidak hanya
mengambil posisi tertentu tetapi juga mesti bertindak sebagai
agen perbahan untuk memperharui masyarakat. Netralitas dalam
kelas tidak perlu untuk proses demokrasi, tetapi guru dan siswa
harus mengambil sikap untuk memberikan alasan- alasan
berpartisipasi dalam tanggung jawab social. Dalam kurikulum,
dengan pendidikan harus sesuai dengan ekonomi politik yang
baru. Bagi rekonstruksionis analisis, interpretasi dan evaluasi
dari masalah tidak cuku. Komitmen dan aksi dari siswa dan guru
diperlukan karena masyarakat selalu berubah maka kurikuum
juga berubah. Siswa dan guru sebagai agen perubahan.
Kurikulum yang didasarkan pada isu- isu social dan pelayanan
social dianggap ideal.
E. KESIMPULAN