Anda di halaman 1dari 23

MODUL EKONOMI LIBERAL KLASIK

MENINGKATKAN KUALITAS PANGAN


TRADISIONAL DENGAN NANAS MADU

Disusun Oleh :
Kust
Samsul Arifin (7101419195)
Via Safira 7101419223

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2021
Glosarium

Rulers : Penguasa sebagai pengatur seperti, raja, ilmuwan

Auxiliaritis : Pembantu pelaksana penguasa seperti, tentara, polisi dll.

Wokers : Para pekerja

Wealth : Tentang kekayaan

Division of labor : Pembagian kerja

Nature of men : Khuluk manusia

Market mechanism : Mekanisme pasar

Liberalism : Paham liberalism

Full-equilibrium : Keseimbangan pemanfaatan sumber daya penuh PETA


KONSEP

EKONOMI POLITIK

EKONOMI POLITIK EKONOMI POLITIK


PRAKLASIK LIBERAL KLASIK

Yunani Kuno Tentang Kekayaan

Merkantalisme Pembagian Kerja

Fisiokratisme Khuluk Manusia

Mekanisme Pasar

Paham Liberalisme
KEGIATAN PEMBELAJARAN

EKONOMI POLITIK LIBERAL KLASIK

A. Tujuan Pembelajaran
Setelah kegiatan pembelajaran ini diharapkan Anda dapat mengidentifikasi materi
ekonomi liberal klasik dengan cermat dan teliti dalam kehidupan sehari-hari sehingga
terbentuk sikap kritis, kreatif, jujur, dan bertanggung jawab.
B. Uraian Materi
Liberalisme adalah ideologi politik yang di bedakan dari ideologi lain dengan meberikan
kepentingan dan nilai politik yang jauh lebih besar bagi kebebasan manusia, dipahami
sebagai yang tunduk pada sesedikit mungkin batasan dan batasan yang dipaksakan oleh
orang lain. Semua kaum liberal setuju bahwa dengan tidak adanya sistem hukum yang
membatasi kekuasaan orang atas satu sama lain, oleh karena itu, kaum liberal melihat
undang-undang yang melarang pembatasan ini lebih kondusif bagi kebebasan daripada
destruktif.
Perbedaan doktrinal utama yang membedakan liberalisme klasik dari bentuk-bentuk
ideologi lainya adalah mengenai peran yang harus dimainkan negara dalam memperoleh
dan melestarikan kebebasan dan keadilan. Liberalisme klasik berpikir bahwa kebebasan
dan keadilan memberikan peran yang jauh lebih terbatas kepada negara daripada yang
dipikirkan oleh bentukbentuk liberalisme modern.
1. Ekonomi Politik Praklasik
Secara historis, perkembangan ide tentang hubungan antara ekonomi dan
politik dapat dilihat dari pemikiran-pemikiran para filsuf masa yunani kuno seperti
Plato dan Aristoteles. Aristoteles dalam bukunya politics mengatakan bahwa ilmu
ekonomi merukan bagian dari politik, sedangkan politik sendiri merupakan bagian
dari etika dan falsafah. Ekonomi berawal dari kata eikos (aturan/tata cara) dan nomos
(rumahtangga), memiliki arti seni mengolah rumah tangga’.
Dari pemikiran filsuf itulah, maka, pada masa pra klasik, ilmu ekonomi
politik, diartikan seni mengolah rumah tangga negara. Sehingga, ilmu ekonomi politik
banyak diartikan juga sebagai ilmu tentang etika atau falsafah yang digunakan untuk
mengelola negara menuju masyarakat yang sejahtera secara sosial dan makmur secara
ekonomi. Pemikiran pada masa pra klasik ini diperkuat oleh James Steuart Mill dalam
bukunya an inquiry into the principles of political economy (1767), ekonomi lebih
sempit cakupannya daripada politik, yakni, ekonomi hanya sebagai mengelola rumah
tangga, sedangkan politik mengelola pada negara.
Secara implisit pandangan Steuart, bahwa ekonomi berada di dalam bagian
ilmu politik. Ekonomi harus tunduk dalam tatanan politik yang lebih makro.
Pandangan ini dipercayai dalam tradisi para filsuf yunani menjadi patron kenegaraan.
Salah satunya Plato, yang mana dia berpikiran bahwa individu merupakan organisme
dari kelompok besar. Manusia sebagai mahluk sosial yang mana Individu-individu
tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, dan bergantung pada kelompok besar.
Secara historis, para ahli terdahulu mengonsepsikan hubungan antara Ekonomi
dengan Politik, dimulai dari masa Yunani Kuno, merkantilisme, hingga fisiokratisme.
a. Zaman Yunani Kuno
Pada masa Yunani Kuno terdapat 2 filsuf yang mengembangkan ide tentang
hubungan antara ekonomi dengan politik, yaitu Aristoteles dan Plato.
Aristoteles dalam bukunya Politics mengatakan bahwa Ilmu ekonomi
merupakan bagian dari politik, sedangkan Politik sendiri merupakan bagian dari
Etika dan Falsafah. Ekonomi berasal dari dua kata Yunani, yaitu "oikos" dan
"nomos", yang dapat diartikan sebagai "seni mengelola rumah tangga"Dari
definisi Ekonomi inilah Ilmu Ekonomi Politik berkembang, yang awalnya
diartikan sebagai "seni mengelola negara". Sebagaimana disebutkan James
Steuart dalam An Inquiry into the Principles of Political Economy (1767). Secara
implisit pandangan Steuart,  bahwa ekonomi berada di dalam bagian ilmu politik.
Ekonomi harus tunduk dalam tatanan politik yang lebih makro. Pandangan ini
dipercayai dalam tradisi para filsuf yunani menjadi patron kenegaraan. Salah
satunya Plato, yang mana Plato tidak Percaya kepada orang perorangan Dia
Menganggap Bahwa Ahli filsafatlah yang tahu mana yg terbaik bagi Masyarakat.
Jauh sebelum Adam Smith mengembangkan teori pembagian kerja, Dalam
bukunya yang berjudul Republik, Plato membagi 3 kelas masyarakat pembagi
kerja, yakni :
- Rulers (Pengatur) yakni, raja, ilmuwan
- Auxiliaritis (pelaksana), yakni, tentara, polisi, dan pamong praja
- Wokers (pekerja)
b. Merkantalisme
Era ini memiliki persepsi untuk memajukan suatu negara bisa diperoleh
dari surplus ekspor dan impor. Era ini mengagungkan perdagangan dan
perniagaan. Dalam kajian ekonomi politik, aliran pertama yang menghendaki
campur tangan negara untuk membangun perekonomian negara. Campur tangan
dalam era ini :
- Pemberian fasilitas kepada industri yang masih baru tumbuh.
- Membangun kebijakan monopoli.
- Memberlakukan pajak impor untuk produk-produk penting dalam nilai yang
tinggi sehingga tidak memungkinkan barang tersebut menguasai wilayah
pasar suatu negara itu.

Tujuan campur tangan pemerintah ini, untuk memperbesar surplus, karena


model transaksi pada masa ini menggunakan alat tukar batangan emas, sehingga
jika terjadi surplus maka negara akan kaya. Kritik dalam eara merkantalisme ada
pada: (1) hasil niaga itu hanya dinikmati oleh para saudagar yang berkolabrasi
dengan penguasa. (2) Kebijakan pemerintah tidak dinikmati oleh petani yang
justru hidup dalam keadaan tekanan. (3) Potensi konflik antar negara justru lebih
mengemuka.

c. Fisiokratisme
Aliran ini dikembangkan oleh Francois Quesnay (1694-1774). Pemikiran
fisiokratisme merupakan kebalikan dari pemikiran markantalisme yeng
mengagung-agungkan perdagangan luar negerinya. Kaum fisiokrat cenderung
menekankan pada perdagangan yang lebih steril (bersih dan alami), aktifitas
produktif menurut ukuran fisiokrat adalah kegiatan yang banyak memanfaatkan
kekayaan alam seperti pertanian dan pertambangan. Kaum fisiokrat membagi
peduduk dalam tiga kelas, yakni :
- Kelas produktif
- Kelas semi produktif,
- Kelas steril yang tidak produktif.
2. Munculnya Paham Liberal Klasik
Konsep-konsep Ekonomi Politik baru terbentuk setelah munculnya pemikiran-
pemikiran Ekonomi Politik dari James Steuart, Adam Smith, dan kawan-kawan,
seperti Robert Malthus, David Ricardo, serta John Stuart Mill pada akhir abad ke-18.
Munculnya kaum Klasik dapat disebut sebagai tonggak awal kelahiran Ilmu Ekonomi,
tepatnya Ilmu Ekonomi Politik. Dikatakan demikian sebab di masa itu, Ilmu Ekonomi
dengan Ilmu Politik masih bersatu dalam Ilmu Ekonomi Politik.
3. Perspektif Ekonomi Politik Liberal Klasik
Pemikiran Adam Smith merupakan awal dari berkembangnya aliran ekonomi
liberal, yakni yang tertuang dalam buku karangannya The Wealth of Nation.
Walaupun banyak yang bisa dipelajari dari The Wealth of Nations. di sini yang akan
kita kupas lebih lanjut hanya hal-hal yang terkait dengan perspektif ekonomi politik,
di antaranya pandangan kaum Klasik (terutama Smith) tentang kekayaan (wealth),
pembagian kerja (division of labor), khuluk manusia (nature of men), mekanisme
pasar (market mechanism), dan paham liberalisme (liberalism).
a. Pandangan tentang Kekayaan
Pada awal perkembangannya Ilmu Ekonomi Politik Klasik dianggap
identik dengan Ilmu Ekonomi. Menurut kaum merkantilis kekayaan diidentikkan
dengan uang, sedangkan menurut Adam Smith berpendapat kekayaan adalah
kemakmuran atau kesejahteraan.
Untuk memproduksi kekayaan, diperlukan berbagai faktor produksi,
seperti sumber daya manusia (SDM), kapital, dan sumber daya alam. Berbeda
dengan proses produksi kekayaan, pendistribusian kekayaan ditentukan oleh
keinginan dan tata nilai yang berlaku. Dalam sudut pandang individu
pendistribusian kekayaan ditujukan kepada siapa saja yang disukai, sedangkan
dalam tataran masyarakat memerlukan persetujuan masyarakat.
Menurut mazhab Sosialis, pendistribusian kekayaan didasarkan pada
prinsip "sama rata sama rasa" (ekualitas). Bagi kelompok Liberalis, adalah hal
yang lumrah jika tiap orang memperoleh bagian yang berbeda-beda, dan justru
perbedaan inilah yang menjadi pemicu bagi setiap orang untuk maju. Isu
terpenting dalam Ekonomi Politik Internasional ialah tentang pertukaran
kekayaan. Dalam kenyataannya, tidak ada masyarakat yang mampu menghasilkan
kebutuhannya sendiri. Tiap negara berkonsentrasi untuk memproduksi beberapa
jenis barang, kemudian melakukan pertukaran dengan negara lain.
b. Teori Pembagian Kerja
Teori pembagian kerja menunjukkan bahwa dalam upaya mengejar
keinginan pribadi, orang perlu bekerja sama dengan orang lain. Teori pembagian
kerja tidak berlaku hanya untuk suatu tugas tertentu saja, tetapi juga bisa
diterapkan antarsektor dan antarnegara.
Dalam perdagangan internasional, kaum Klasik memperkenalkan dua
jenis keuntungan yang mendorong dilakukannya perdagangan internasional.
Adam Smith menganggap bahwa perdagangan internasional didasarkan pada
keunggulan absolut (absolut advantage), sedangkan David Ricardo mengatakan
bahwa perdagangan internasional hendaknya didasarkan pada keunggulan
komparatif (comparative advantage).
c. Khuluk Manusia
Sudah merupakan khuluk manusia untuk menjadi homo economicus, yaitu
manusia ekonomi sebagai makhluk rasional yang didorong oleh kepentingan
pribadi untuk selalu berusaha memperoleh hasil yang sebesar-besarnya dari
berbagai kemungkinan yang ada. Berdasarkan hal itu muncullah kepentingan
pribadi . Kepentingan pribadi tersebut bisa saja jelas maupun tidak, tetapi sudah
dianggap sebagai kebenaran bahwa setiap manusia, dalam tindakannya pasti
mengharapkan sesuatu yang berguna untuk kepentinggannya.
Smith juga mengatakan bahwa orang bertindak berdasarkan motif
tertentu, yakni jika menyangkut kegiatan ekonomi ia sangat yakin bahwa
semuanya dilandaskan pada kepentingan pribadi. Selain mengakui adanya motif
tersendiri manusia juga memiliki kecondongan dan kepatutatan, manusi dalam
hidup bermasyarakat.
Orang bekerja dan menghasilkan barang atau jasa yang diperlukan orang
lain. Semakin dengan ia melayani orang lain, semakin banyak orang membeli
barang dan jasa yang ditawarkannya, dan semakin besar pula laba yang akan
diterimanya. Menurut J. S. Mill percaya bahwa apabila orang dibiarkan bebas
maka mereka secara alamiah akan memrlukan orang lain sebagai saudara dan
bekerja dengan harmonis untuk kebaikan bersama
d. Mekanisme Pasar
Fungi utama pasar adalah untuk mengalokasikan sumber daya yang ada
secara rasional. Pada awalnya pasar diartikan sebagai tempat bertemunya antara
konsumen dan produsen. Namun, pada masa sekarang pasar sudah berkembang
menjadi jauh lebih rumit, mengintegrasikan antar individu-individu dan
kelompok-kelompok . Proses integrasi di pasar didukung oleh apa yang disebut
sistem harga. Pasar juga merefleksikan kebutuhan individu dan keinginan
masyarakat, bukan sebagai instrumen untuk digunakan oleh segelintir orang yang
melakukan kegiatan politik.
Menurut Milton Fiedman dalam Capitalism and Freedom (1963), sistem
pasar bahkan secara efektif dapat mengurangi diskriminasi ras dan etnik, sebab
konsumen akan membeli dari siapa saja yang menawarkan barang dengan harga
lebih rendah dan mutu lebih baik, bukan karena latar belakang ras, etnik, atau
agama si penjual.
e. Paham Liberalisme
Inti dari pemikiran Ekonomi Politil Liberal Klasik sesuai pandangan
Adam Smith adalah bahwa tiap pelaku ekonomi haruslah diberi kebebasan untuk
mengejar kepentingan pribadinya masing-masing. Dengan sendirinya apabila
masing pelaku ekonomi dibiarkan maka akan terbentuk keseimbangan/ekulibrium
dalam suatu mekanisme pasar. Dalam model pasar persaingan sempurna (perfect
competition), pasar bersifat self regulating dan self-correcting karena ada tangan
tak kentara yang selalu dapat mengarahkan perekonomian pada keseimbangan
pemanfaatan sumber daya penuh (full-equilibrium) yang menguntungkan semua
pihak dalam masyarakat.
Liberalisme adalah paham yang membela kebebasan, baik individual
maupun nasional, dengan seminimal mungkin campur tangan pemerintah. Paham
yang dikembangkan oleh kaum fisiokrat dengan istilah "laissez-faire laissez-
passer" pada pertengahan abad ke-18 ini muncul sebagai reaksi terhadap
kongkalikong pengusaha dengan penguasa aristokratis masa merkantilisme, yang
menganggap privilese sosial dan kekuasaan sebagai hak warisan.
4. Proses Peminggiran Peran Pemerintah
Perbedaan utama antara kaum klasik dengan pemikir-pemikir terdahulu adalah
bahwa kaum klasik terutama Smith sangat anti dengan campur tangan pemerintah.
Pandangan ini sangat berbeda dengan pandangan yang dianut pada masa
merkantilisme yang percaya bahwa negarawan sebagai layaknya seorang bapak yang
baik dalam suatu hubungan rumah tangga, bertanggung jawab memenuhi semua
kebutuhan seluruh anggota masyarakat dan mengatur ketenagakerjaan.
5. Catatan tentang Pandangan Klasik Adam Smith
Menurut Smith perilaku manusia mempunyai motif cinta terhadap diri sendiri,
simpati, ingin merdeka, rasa sopan- santun, senang bekerja dan senang untuk saling
tukar-menukar. Inilah landasan pembahasan teori-teori Adam Smith. Sebagaimana
diketahui dalam pandangan klasik Smith setiap pelaku ekonomi diasumsikan
didorong oleh motivasi mengejar kepentingan perancang pembangunan serta para
penyelenggara negara, pandangan Smith agak ambigu. Kadang-kadang ia
mengasumsikan semua penyelenggara Negara tersebut mempunyai tujuan yang lebih
mulia yaitu sama-sama ingin mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Dari asumsi inilah muncul konsep benign and welfare maximizing state kaum
Klasik. Akan tetapi di saat lain, ia juga menulis tidak menyukai "orang-orang politik"
yang disebutnya "insidious and crafty animals". Bagi Smith, orang-orang politik sama
saja dengan pelaku ekonomi, dan bahwa perilaku penguasa dan pengusaha dalam teori
maupun dalam praktek sudah biasa melawan atau bertentangan dengan kepentingan
public. Sistem ekonomi yang mengoperasionalkan dasar-dasar itu adalah ekonomi
dengan persaingan bebas, yang diatur oleh tangan yang tersembunyi. Pemerintah
bertugas dalam bidang keamanan yang melindungi rakyatnya, menegakkan keadilan,
dan menyiapkan prasarana dan kelembagaan umum. Proteksi dalam berbagai kegiatan
ekonomi ditiadakan, monopoli dihapuskan, dan setiap orang tahu apa yang terbaik
untuk dirinya dan apa yang sebaiknya dipertukarkan bagi orang lain, sehingga
kekayaan bangsa dapat meningkat.
6. Aspek Optimis dan Pesimis
Ada dua sisi yang di amati oleh Clark (1991) dalam Ekonomi Politik Klasik,
yaitu aspek optimistic dan pesimistis. Pada aspek Optimistik masyarakat berharap
terlalu banyak dari sitem perdagangan bebas tanpa campur tangan pemerintah (raja)
dan gereja. Sistem yang dilandaskan pada mekanisme pasar ini akan selalu menuju
keseimbangan dan mampu memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi
masyarakat.
Namun terdapat juga sisi pesimis yang mebayangi Ekonomi Politik
Klasik.Menurut Malthus, Produksi pertanian meningkat menurut hukum deret
tambah, sedang populasi penduduk meningkat menurut deret ukur.Kalau keadaan
dibiarkan tanpa kendali maka pada suatu saat akan terjadi bencana.
7. Ciri Ekonomi Liberal Klasik
a. Semua sumber produksi adalah milik warga individu.
b. Warga diberi kebebasan dalam mempunyai sumber-sumber produksi.
c. Pemerintah tidak ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan ekonomi.
d. Warga terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber kekuatan
produksi dan warga pekerja (buruh).
e. Timbul persaingan dalam warga, terutama dalam mencari keuntungan.
f. Kegiatan selalu mempertimbangkan keadaan pasar.
g. Pasar adalah dasar setiap tindakan ekonomi.
h. Kebanyakan barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi.
8. Keuntungan dan kelemahan
a. Keuntungan
Mempunyai beberapa keuntungan dari suatu sistem ekonomi liberal, yaitu:
- Menumbuhkan inisiatif dan kreasi warga dalam mengatur kegiatan ekonomi,
karena warga tidak perlu lagi menunggu perintah/komando dari pemerintah.
- Setiap individu lepas sama sekali mempunyai sbg sumber-sumber kekuatan
produksi, yang nantinya hendak mendorong partisipasi warga dalam
perekonomian.
- Timbul persaingan semangat sbg maju dari warga.
- Menghasilkan barang-barang bermutu tinggi, karena mempunyainya
persaingan semangat antar warga.
- Efisiensi dan efektivitas tinggi, karena setiap tindakan ekonomi didasarkan
motif mencari keuntungan.
b. Kelemahan
Selain mempunyai keuntungan, mempunyai juga beberapa kelemahan daripada
sistem ekonomi liberal, adalah:
- Terjadinya persaingan lepas sama sekali yang tidak sehat bilamana
birokratnya korup.
- Warga yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin
- Banyak terjadinya monopoli warga.
- Banyak terjadinya gejolak dalam perekonomian karena kekeliruan alokasi
sumber kekuatan oleh individu.
- Pemerataan pendapatan sulit dilakukan karena persaingan lepas sama sekali
tersebut.
Harus diakui, masyarakat industri baru yang sarat persoalan menyuburkan lahan
bagi tumbuhnya ideologi-ideologi anti-kebebasan pada abad ke-20: sosialisme,
komunisme, dan pada puncaknya nasionalisme-sosialisme. Didukung dengan
militerisme yang memaksakan sentralisasi, ideologi-ideologi anti-kebebasan
membawa masyarakat dunia kepada konflik kemanusiaan yang dahsyat, Perang Dunia
I.
Alih-alih merestorasi kebebasan, kebijakan ekonomi pasca-perang yang diambil
pihak pemenang memperkuat sentralisasi. Ekonom Inggris Jhon Maynard Keynes
(1883-1946) mengenalkan sebuah ekonomi perencanaan yang tersentralisasi, yang
sebetulnya dirancang hanya untuk masa depresi. Sejak ini, keuntungan yang baru saja
tercipta oleh perdamaian pasca-perang tersia-sia untuk memperbesar pemerintah dan
belanja negara, yang akhirnya mendorong inflasi bersamaan dengan pengangguran
dan stagnansi ekonomi.
Di mata para tokoh liberalisme klasik abad ke-20, masalah-masalah yang muncul
dari ekonomi Keynesian bukanlah hal yang mengejutkan. Adalah sebuah
kesombongan yang berbahaya, kata Hayek, jika kita membayangkan dapat
memanipulasi keteraturan spontan dalam kehidupan sosial dan ekonomi semau kita.
Bermula dari pertemuan sejumlah tokoh liberal klasik dari Eropa dan Amereka di
tepi Danau Jenewa pada April 1947, liberalisme klasik bangkit kembali dengan
tawaran gagasan-gagasan yang lebih segar dan relevan dengan masalah-masalah yang
dihadapi. Pasca-pertemuan, berbagai think tank liberalisme klasik berdiri, dan
beberapa ekonomnya—Hayek, George Stigler, Milton Friedman, dan Gary Becker—
mendapatkan Hadiah Nobel atas kontribusi pemikiran mereka dalam bidang ekonomi.
Sampai akhir abad ke-20, gagasan-gagasan liberalisme klasik menjadi rujukan utama
para pemimpin dunia.
Di banyak negara, ide-ide liberalisme klasik dalam bidang ekonomi ditantang
oleh nasionalisme ekonomi yang menutup diri dari keuntungan pasar bebas
internasional atas nama kepentingan domestik, juga oleh berbagai varian sosialisme
yang mengatasnamakan keadilan sosial sebagai dalih proteksi untuk kepentingan
kelompok-kelompok privat tertentu yang berkongsi dengan elit-elit politik. Dalam
kehidupan sosial politik, ide-ide liberalisme klasik juga mendapat tantangan dari
ultranasionalisme dan fundamentalisme agama yang mengkampanyekan ide-ide
intoleransi atas alasan rasial, kebangsaan, dan agama.
C. Rangkuman
Liberalisme adalah ideologi politik yang di bedakan dari ideologi lain dengan
meberikan kepentingan dan nilai politik yang jauh lbih besar bagi kebebasan manusia,
dipahami sebagai yang tunduk pada sesedikit mungkin batasan dan batasan yang
dipaksakan oleh orang lain. Liberalisme klasik berpikir bahwa kebebasan dan keadilan
memberikan peran yang jauh lebih terbatas kepada negara daripada yang dipikirkan oleh
bentuk-bentuk liberalisme modern. Ekonomi Politik Praklasik terbagi atas (1) Zaman
Yunani Kuno (2) Merkantilisme (3) fisiokratisme. Perspektif ekonomi politik liberal
klasik yang terbagi menajdi (1) pandangan tentang kekayaan (2) teori pembagian kerja
(3) khuluk manusia (4) mekanisme pasar (5) paham liberalisme
D. Studi Kasus Prakrik Liberalisme Burma
Praktik Liberalisme dan Pertumbuhan di Burma Bagaimana liberalisme ekonomi
diterapkan di dua Negara jajahan yang berbeda dengan dua Negara peng-koloni yang
berbeda pula? Studi kasus yang menarik kali ini adalah tentang Burma dan Hindia
Belanda. Inggris dan Belanda menerapkan dua metode yang berbeda dalam menjalankan
pemerintahan mereka di Negara koloni. Inggris menjalankan sistem pemerintahan
langsung atau disebut direct rule, untuk menerapkan prinsip institusi-institusi di Eropa
kepada masyarakat pribumi. Sedangkan Belanda menerapkan sistem pemerintahan tidak
langsung atau disebut indirect rule, yang tersusun dari dualisme sistem administrasi,
setengah menerapkan institusi Barat dan setengah pada kebijakan-kebijakan adat (half-
western and half-tropical). Meskipun keduanya berbeda, tapi tujuan utamanya adalah
sama yakni mengembangkan pertumbuhan ekonomi (Furnivall, 1948: 276-77). Burma
adalah tempat yang secara geografis terpencil dan lebih terisolasi dari Indonesia.
Mengingat daerah ini cukup terpencil, maka ia tidak menjadi kawasan yang penting
sebagai tempat strategis untuk perdagangan. Hasil utama dari Negara ini hanyalah pohon
Jati. Dibanding Hindia Belanda, Burma adalah Negara yang jauh lebih miskin.
1. Ekonomi Sosial: Komodifi kasi Buruh, Tanah Sebelum kedatangan koloni Inggris di
Burma, rahib dan ketua-ketua adat mempunyai kekuasaan di desa. Sifat kekuasaan
sangatlah konkrit dan personal. Setelah menganeksasi kawasan-kawasan penting
seperti Arakan, Tenasserim dan Pegu, Inggris mulai mengimplementasikan sistem
perdagagan bebas rentang waktu 1826-1852. Hal pertama yang mereka lakukan
adalah memperkenalkan sistem hukum sebagai kode untuk orang Burma, baik itu
dibidang kriminalitas, pernikahan hingga aturan pendapatan. Inggris mulai
menerapkan metode fiskal dengan cara menarik pajak tanah dan tanaman. Tiap
individu mendapatkan pajak 10% dari produk tanaman komersial. Hal ini berbeda
dengan Hindia Belanda, dimana selama masa tanam paksa, pemerintah cenderung
mengharuskan masyarakat untuk memberikan tenaga pelayanannya dibanding
membayar uang melalui pajak. Orang Burma ikut andil dalam kerja-kerja tanam
paksa. Inggris sadar mereka kekurangan tenaga kerja di Burma, bukan hanya karena
jumlah penduduk yang sedikit, namun banyak penduduk yang lari menghindari
kolonisasi dan perbudakan ketika Inggris masuk ke kawasan Burma. Langkah yang
dilakukan Inggris adalah mengimpor kuli dari India. Pemerintah India mempunyai
pengalaman dalam mengkoloni India sebelumnya. Furnivall (1948:60) melaporkan
bahwa setidaknya terdapat 25 ribu orang India di kota Tenasserim pada awal abad
19. Pada tahun 1880, keberadaan kuli dari Madras dan Bengali meningkat pesat di
kota-kota seperti Rangoon. Mereka mencapai hingga 40 ribu. Pemerintah tidak lagi
mensubsidi kuli-kuli ini, sehingga mereka berstatus sebagai “tenaga kerja lepas”.
Liberalisme ekonomi selalu diikuti dengan tingginya urbanisasi karena masyarakat
yang tercerabut dari tanah, dan khususnya di Negara kolonial dan dunia berkembang
adalah terciptanya lahan-lahan baru untuk pembangunan perkebunan dan
pertambangan.
Kota-kota di Burma kemudian menjadi kumuh karena dipenuhi oleh para kuli-
kuli yang tinggal di kawasan pemukiman dengan sanitasi yang buruk. Tingkat
kematian akibat penyakit menular juga demikian tinggi. Namun demikian, banyak
pula para migran Indian yang bekerja sebagai sipir, juru tulis di kantor pos. Di Ibu
kota Rangoon sendiri, jumlah orang India mencapai hampir 60% menguasai sektor-
sektor pekerjaan klas menengah seperti pegawai dan tenaga ahli (Furnivall, 1948:,
158). Orang-orang kaya dan klas menengah di Burma hampir semuanya bukan orang
Burma asli. Kondisi ini diperburuk dengan hampir tidak ada orang Burma yang
duduk di dewan perwakilan karena hampir semuanya dikuasai oleh orang-orang,
India, Cina, Eropa dan orang Karen (masyarakat Burma yang tidak ingin dianggap
sebagai orang Burma karena mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan
memeluk agama Kristen).
Orang Burma mulai diperkenalkan dengan kegiatan ekspor dan jumlah ekspor
mulai mengalami peningkatan pada tahun 1852-1853. Burma mulai mengekspor
beras, katun dan juga hasil kayu. Meningkatnya tanaman komersial untuk ekspor
mengindikasikan pula bahwa orang Burma harus memproduksi sesuatu yang lebih
dari apa yang biasanya ia konsumsi. Barang-barang yang diimpor juga
mengindikasikan meningkatnya pemegang modal asing pada aktivitas-aktivitas
ekonomi skala besar.
Liberalisme ekonomi memperkenalkan sistem monetisasi dimana uang kas
menjadi alat dominan pertukaran. Monetisasi tidak hanya terjadi di ketika
masyarakat memerlukan barang impor seperti ikan, garam dan pakaian, namun juga
terjadi ranah tanah dan buruh yang terkomodifikasi. Semenjak tanah
dikomodifikasikan, masyarakat desa mulai terjebak hutang karena mereka harus
tinggal di tanah-tanah yang disewakan. Demikian juga penyewa tanah (tenant) yang
merekrut pekerja juga terjerat hutang terhadap pemilik tanah (landlord). Salah satu
cara untuk mendapatkan uang kas adalah berhutang pada lintah darat orang-orang
India (chettyars) ataupun Cina yang menjadi peminjam uang (money lender)
(Namun demikian, pemerintah mencegah klas menengah Burma untuk menjadi
peminjam uang dalam skala besar. Pemerintah tetap menekan klas menengah untuk
bergerak di skala ekonomi menengah.
Di bawah program pertumbuhan ekonomi, para penanam dan penyewa tanah
dirangsang untuk terus meminjam uang, kemudian mereka distumulasi untuk
menanam tanaman komersial agar untuk mendapatkan pendapatan kas dan mampu
membayar hutang, dan tentunya, mampu membeli barang-barang impor untuk
kebutuhan individu, seperti pakaian katun. Selain itu ketika mereka mendapatkan
uang kas dari hasil tanaman komersial, penanam atau penyewa cenderung
menambah jumlah pekerja atau memperpanjang usia sewa tanah. Baik Inggris
maupun Belanda selama masa liberalisme ekonomi merangsang pertumbuhan
ekonomi dengan cara memasok uang kas lebih banyak, sehingga masyarakat
terjebak ke dalam sistem hutang yang akut.
Pertumbuhan ekonomi di Burma ditandai dengan pembangunan jalan kereta
api, jalan raya, bank, dan pendidikan. Rentang waktu antara tahun 1870- 1923
adalah masa pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Sejak dibukanya Terusan
Suez dan perdagangan bebas, pemegang modal di Eropa mulai terlibat dalam
investasi pertambangan, minyak dan perkebunan karet pada tahun 1886. Investasi
Amerika Serikat mulai masuk, dengan menggunakan sistem pompa minyak buatan
Amerika, kapasitas produksi minyak mulai meningkat pesat. Setelah tahun 1871,
transportasi darat mulai berjalan baik. Jalan raya dari arah barat ke timur. Daerah-
daerah pelabuhan mulai dibuka, sehingga mampu menghubungkan Rangoon,
ibukota Burma ke Liverpool, Tokyo dan Kalkutta. Sejak 1870 dan seterusnya, sistem
perdagangan bergeser dari yang menggunakan arus sungai ke bentuk transportasi
baru.
2. Struktur Administrasi, Hukum dan Pendidikan
Inggris datang ke Burma cenderung sedikit terlambat. Di awal abad 19, Burma
masih menjadi bagian dari Provinsi India. Di Burma, prinsip dasar kebijakan
pemerintah colonial Inggris ada dua macam: kebebasan ekonomi dan tata aturan
hukum (economic freedom and rule of law). Dalam sistem administasrinya, Inggris
menekankan apa yang disebut sebagai self-governing institutions, dimana
administrasi pemerintahan dipecah ke dalam otonomi-otonomi desa model baru
dengan tanpa membertimbangkan kesatuan ikatan sosial organik yang sudah ada
sebelumnya. Selain itu, Inggris juga menciptakan struktur kecamatan dengan
mengakuisisi tanah. Di tingkat desa, Inggris memecah pusat kekuasaan biara ke
dalam kantong-kantong baru yang berdasarkan profesionalitas, seperti munculnya
departemen sanitasi, kesehatan publik dan Pendidikan.
Sistem otoritas yang sebelumnya personal menjadi impersonal seiring dengan
diperkenalkanya sistem pengadilan, polisi sebagai kekuatan pengawas, dan sistem
administrasi desa. Di kawasan Pegu misalnya, semua aturan tanam paksa dibagi ke
dalam lima distrik, masing-masing berada di bawah deputi komisioner. Distrik
tersusun dari para pejabat rendah, hakim, dan penarik pajak. Sedangkan kepala desa
(thugy) hanya mempunyai peranan tambahan karena semua jabatan dalam
mengumpulkan pajak pendapatan sebagian besar diambil alih oleh polisi desa. Desa-
desa di Burma hanya menjadi kesatuan semata pada akhirnya. Desa-desa yang
sebelumnya terikat dalam komunitas berubah menjadi sekumpulan individu yang
ramai dan saling berkompetisi satu dengan lainnya. Orang Burma tidak lagi
mempunyai ikatan sosial, melainkan mereka lebih terikat pada peminjam uang yang
berasal dari luar. Para pemilik toko, pedagang, broker, dan saudagar, yang
didominasi oleh Orang Cina dan India, membeli tanah untuk mengontrol suplai padi.
Inggris membuat model pemerintahan mandiri (self-government) dengan cara
menciptakan kotapraja yang didukung oleh pegawai dan hakim-hakim lokal. Tidak
semua orang di kota mereka tinggal mengenal siapa yang berkuasa. Berbeda dengan
pegawai sipil di Hindia Belanda yang diberikan kursus selama sekitar lima tahun
sebelum mereka datang ke Negara jajahan. Pegawai pemerintahan Belanda juga
tidak mempunyai otoritas eksekutif dan hak istimewa secara hukum, sedangkan
pegawai Inggris hampir tidak mempunyai pengalaman-pengalaman praktik
mengenali kehidupan masyarakat pribumi dan ketika mereka di kirim ke Burma,
mereka bekerja sebagai tenaga professional modern di bidang hukum dan
pengumpul pajak. Di Burma, ada jarak dan pembatas yang kuat antara pegawai sipil
dengan masyarakatnya.
Sistem desa banyak yang berubah, dari unit-unit sosial menjadi unitunit
administratif. Kepala desa yang dulunya bersifat turunan digantikan oleh
administrasi lokal yang lebih bersifat mekanistis. Bahkan kepala desa ditentukan
berdasarkan siapa pembayar pajak terbesar. Situasi di desa berubah dari kehidupan
yang organis menjadi individu yang saling berkompteisi. Setiap penduduk desa
diberikan haknya untuk menanam tanaman komersial. Bukan hanya itu, ketika
kepala desa hendak memperluas ekspansi tanahnya, tidak ada opini publik yang
mampu mencegahnya. Sebelum kedatangan Inggris, orang Burma tidak mengenal
konsep tuan tanah. Status tanah adat dimilik secara komunal dan pembayaran
berdasakan tribut dan jasa pelayanan. Para petani menikmati hak istimewa dengan
menanam dan mengirimkan tributasinya kepada biarawan dan kerajaan.
Hukum modern menggantikan hukum moral (Dhammahats) yang menjadi
prinsip etika dalam relasi sosial di Burma (Furnivall, 1948: 132-34). Sistem
pemerintahan yang bersifat warisan dipecah ke dalam organisasi politik desa yang
dipilih langsung oleh pemerintah Inggris. Sistem administrasi Inggris mengebiri
kekuatan kerajaan dan sistem kepemimpinan lokal yang bersifat warisan.
Pengumpulan pajak terhadap kerajaan yang sebelumnya menjadi suatu keharusan,
menjadi illegal dimata pemerintah.
Furnivall sebenarnya mengakui bahwa tidak begitu ada perbedaan tajam
antara sistem pemerintahan langsung dengan sistem pemerintahan tak langsung (no
sharp line distinction of direct and indirect) (ibid, 276-77). Namun, khususnya di
bidang hukum, pemerintah Inggris mempunyai sistem yang lebih tegas dan ketat.
Inggris benar-benar menanam jenjang hukum modern dalam bentuk magistrates,
judges dan servant of law dalam tata kelola masyarakat. Sedangkan pemerintah
Hindia Belanda masih masih memelihara hukum masyarakat adat. Meskipun
demikian, kesamaan antara keduanya adalah hukum modern yang dibuat bukan
datang dari kehendak sosial masyarakat. Berbeda dengan di masyarakat Barat,
dimana hukum adalah ekspresi sosial yang merupakan hasil dari keinginan
masyarakat itu sendiri, sedangkan hukum di Negara koloni bukan dari keinginan
sosial masyarakat. Hukum cenderung merugikan karena memecah tatanan sosial,
mendisintegrasikan kekuatan organik masyarakat ke dalam atom-atom individu dan
menyebar kemiskinan. Dengan demikian, keinginan sosial dalam masyarakat Negara
koloni adalah hasil dari konstruksi ekonomi politik dibanding cerminan dari
kehendak sosial.
Di samping itu, sistem pendidikan monastik, tidak lagi dianggap sebagai agen
pelatihan moral mengingat pendidikan-pendidikan keahlian bersifat sekuler mulai
diperkenalkan. Ketika sekolah modern pertama kali dibuka pada tahun 1862. Pada
awalnya tidak banyak orang Burma yang tertarik, karena mereka masih melihat
biarawan punya peran penting dalam pendidikan tradisional. Namun, mengingat
waktu sebelumnya, pada tahun 1833 biarawan dikebiri fungsinya, sedikit demi
sedikit peran ini mulai tergantikan. Khusus untuk agama dan ekonomi terpisahkan
dari kehidupan sosial dan kultural. Liberalisme ekonomi benar-benar menciptakan
modernitas dan individualisme sehingga tercipta batas yang tajam dengan dunia
tradisionalitas. Penerapan pemisahan antara dunia modernitas dan tradisional ini
paling tampak dalam sistem pendidikan dan birokrasi pemerintahan.
E. Latihan Soal
1. Siapakah tokoh yang mengayatakan dalam bukunya bahwa ilmu ekonomi
merupakan bagian dari politik, sedangkan politik sendiri merupakan bagian dari
etika dan falsafah?
a. Aristoteles
b. Plato
c. Steuart
d. James Steuart Mill
2. Bagaimana pemikiran James Steuart Mill dalam bukunya an inquiry into the
principles of political economy pada masa pra klasik?
a. Ilmu ekonomi merukan bagian dari politik, sedangkan politik sendiri merupakan
bagian dari etika dan falsafah.
b. Ilmu ekonomi politik diartikan sebagai ilmu tentang etika atau falsafah yang
digunakan untuk mengelola negara menuju masyarakat yang sejahtera secara
sosial dan makmur secara ekonomi
c. Ekonomi hanya sebagai mengelola rumah tangga, sedangkan politik mengelola
pada negara.
d. Ekonomi berada di dalam bagian ilmu politik.
3. Plato membagi 3 kelas masyarakat pembagi kerja yaitu kecuali ….
a. Rulers (Pengatur) yakni, raja, ilmuwan
b. Auxiliaritis (pelaksana), yakni, tentara, polisi, dan pamong praja
c. Wokers (pekerja)
d. Rulers (Pengatur) yakni tentara, polisi, dan pamong praja
4. Aliran merkantilisme adalah aliran pertama yang menghendaki campur tangan
negara untuk membangun perekonomian negara. Kritik yang diberikan dalam aliran
merkantilisme adalah,kecuali ….
a. Hasil niaga itu hanya dinikmati oleh para saudagar yang berkolabrasi dengan
penguasa.
b. Kebijakan pemerintah tidak dinikmati oleh petani yang justru hidup dalam
keadaan tekanan.
c. Potensi konflik antar negara justru lebih mengemuka
d. Kesetaraan mengikis keanekaragaman individu dan bahwa pembentukan
masyarakat yang setara terkesan harus memerlukan paksaan yang kuat.
5. Pemikiran fisiokratisme merupakan aliran yang dikembangkan oleh Francois
Quesnay yeng mengagung-agungkan perdagangan luar negerinya. Kaum fisiokrat
membagi penduduk dalam 3 kelas yaitu ….
a. Kelas produktif, Kelas semi produktif, dan Kelas steril yang tidak produktif.
b. Kelas produktif, Kelas semi tidak produktif, dan Kelas steril yang tidak
produktif.
c. Kelas tidak produktif, Kelas semi produktif, dan Kelas steril yang tidak
produktif.
d. Kelas produktif, Kelas semi produktif, dan Kelas steril yang produktif.
6. Pada awalnya pasar diartikan sebagai tempat bertemunya antara konsumen dan
produsen. Namun, pada masa sekarang pasar sudah berkembang menjadi jauh lebih
rumit, mengintegrasikan antar individu-individu dan kelompok-kelompok. Dari
definisi tersebut fungsi utama dari pasar adalah ….
a. Untuk membantu memperlancar penjualan hasil produksi
b. Untuk memudahkan memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan
c. Untuk membantu menyediakan segala macam barang dan jasa
d. Untuk mengalokasikan sumber daya yang ada secara rasional.
7. Perbedaan utama antara kaum klasik dengan pemikir-pemikir terdahulu adalah ….
a. Kaum klasik terutama Smith berada dalam campur tangan pemerintah
b. kaum klasik terutama Smith sangat anti dengan campur tangan pemerintah
c. kaum klasik terutama Smith selalu dalam campur tangan pemerintah
d. Kaum klasik terutama Smith menggunakan campur tangan pemerintah
8. Konsep benign and welfare maximizing state kaum Klasik merupakan sebuah
asumsi dari ….
a. Aristoteles
b. Plato
c. Adam Smith
d. Clark
9. Perhatikan table dibawah ini!

1 Semua sumber produksi adalah milik warga individu.


.
2 Warga diberi kebebasan dalam mempunyai sumber-sumber produksi.
.
3 Pemerintah ikut campur tangan secara langsung dalam
. kegiatan ekonomi
4 Warga terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber
. kekuatan produksi dan warga pekerja (buruh).
5 Tidak menimbul persaingan dalam warga, terutama dalam mencari
. keuntungan.
Yang merupakan ciri dari ekonomi liberal klasik adalah ….

a. 1,2, dan 3
b. 2,3, dan 4
c. 2,3, dan 5
d. 1,2, dan 4
10. Yang merupakan keuntungan dari system ekonomi liberal adalah
a. Timbul persaingan semangat sbg maju dari warga.

b. Terjadinya persaingan lepas sama sekali yang tidak sehat bilamana birokratnya
korup.
c. Warga yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.
d. Banyak terjadinya monopoli warga.

Kunci Jawaban Kegiatan Pembelajaran

1. a
2. c
3. d
4. d
5. a
6. d
7. b
8. c
9. d
10. a
F. Penilaian Diri
Anda sudah menyelesaikan latihan soal, selanjutnya untuk mengevaluasi anda dalam
mempelajari materi pada kegiatan pembelajaran 1 coba anda isi instrumen dibawah ini
dengan jujur dan apa adanya. Jika anda merasa pertanyaan itu sesuai maka anda beri
tanda centang (√) pada bagian “ya” , jika tidak anda beri tanda pada bagian “tidak”
kemudian silahkan nilai anda sendiri.

No Item Penilaian Diri Ya Tidak


.
1. Saya tertarik untuk mempelajari materi ekonomi politik liberal
klasik
2. Saya sudah memahami penjelasan terkait definisi dari ekonomi
politik liberal klasik
3. Saya dapat memahami dengan baik keuntungan dan kelemahan
dari ekonomi politik liberal klasik
4. Saya telaj memahami tentang ciri ciri dari ekonomi politik
liberal klasik
5. Saya sudah memahami studi kasus tentang ekonomi politik
liberal klasik

Jika ternyata jawaban semua “ya” maka anda telah berhasil mempelajari materi pada
kegiatan pembelajaran ini. Jika masih ada jawan “ Tidak “ maka silahkan lihat kembali
materi yang dirasa belum dipahami.
Daftar Pustaka

Baake, David. 2005.”Prospects for Liberatian Socialism”, Zmag (June).


Butler, E. & Mahaganti, J. (2019). Liberalisme Klasik: Perkenalan Singkat. Friedrich
Naumann Foudation Indonesia, bekerjasasama dengan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia.
Conway, D. & Yayla, A. (2011). Klasik Liberalizm . Liberal Düşünce Dergisi , (64) , 85-90 .
Retrieved from https://dergipark.org.tr/en/pub/liberal/issue/48185/609818
Furnivall, J.S. (1948). Colonial Policy and Practice: A Comparative Study of Burma and
Netherlands India (Cambridge: Cambridge University Press, 1948.
Wanniski, Jude. (1998). The Way the World Works. Regenery Gateway. ISBN 0895263440,
9780895263445

Anda mungkin juga menyukai