REFERAT Paraparese Inferiorku
REFERAT Paraparese Inferiorku
REFERAT
“Paraplegi Inferior”
Disusun oleh :
Pembimbing :
dr. Slamet Trijono, Sp. S
Puji syukur Penulis panjatkan kepadaTuhan YESUS Kristus atas kasih, karunia dan rahmat-
Nya Penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “ Paraplegia Inferior” dengan baik
serta tepat pada waktunya.
Adapun referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di RSUD KUDUS Periode 13
November 2012 – 15 Desember 2012 dan juga bertujuan untuk menambah informasi bagi
Penulis dan pembaca tentang Paraplegia Inferior.
Penulis sangat bersyukur atas terselesaikannya tugas ini. Hal ini tidak terlepas dari
dukungan serta keterlibatan berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis ingin berterima
kasih kepada :
1. dr. Slamet Trijono, Sp.S selaku ketua SMF Ilmu Penyakit Saraf, dan pembimbing
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Kudus.
2. dr. Susatyo Pramono Hadi,Sp.S selaku pengajar dan pembimbing kepaniteraan klinik
di bagian ilmu penyakit saraf RSUD kota kudus
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu,
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Akhir
kata, Penulis mengucapkan terimakasih dan semoga referat ini dapat memberikan manfaat.
DAFTAR ISI
Cover 1
Kata Pengantar 2
Daftar ISI 3
BAB I Pendahuluan 4
1.1. Latar Belakang 4
1.2. Tujuan…………………………………………………………………………...
....... 4
BAB VI Penutup………………………………………………………...…………………...68
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..72
BAB I
PENDAHULUAN
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS Page 3
“Paraplegia Inferior”
Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower motor
neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik
yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik
di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior. Berdasarkan perbedaan anatomik dan
leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan
anggota gerak. Sedangkan lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan
saraf-saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan
Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan
dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari
badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan
sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah
sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa
informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi)
dan traktus descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan
motorik yang dapat menggerakkan serabut otot. Bilamana terjadi kerusakan pada
motorneuron, maka serabut otot yang tergabung dalam unit motoriknya tidak dapat
ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan
kehilangan atau gangguan fungsi motorik pada suatu bagian tubuh akibat lesi pada
mekanisme saraf atau otot. Paraplegia inferior adalah paralisis bagian bawah tubuh
termasuk tungkai,.3 Penyebab tersering paraplegia adalah spinal cord injury, spondylitis
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini antara lain untuk memenuhi persyaratan
dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu penyakit saraf di RSUD KUDUS. Selain itu, tujuan
penulisan tinjauan pustaka ini juga untuk menambah pengetahuan bagi penulis dan bagi
BAB II
SUSUNAN SARAF
Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk
punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 7 tulang
cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang sacral, dan 4
tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung terdiri atas dua
bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan
bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae.5
belakang atau medulla spinalis. Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira
ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula
spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan
ke ekstremitas, badan, organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis
merupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke
tubuh adalah sistem saraf perifer. 1,5
Ada 31 pasang nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis,
yaitu : 5
a. nervus servikal : berperan dalam pergerakan dan perabaan pada lengan, leher, dan
anggota tubuh bagian atas
b. nervus thorak : mempersarafi tubuh dan perut
c. nervus lumbal dan nervus sakral : mempersarafi tungkai, kandung kencing, usus
dan genitalia.
Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 dan
L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung membentuk
cauda equina. 5
korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu
anterior medula spinalis.1
Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam
susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus
kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Melalui lower motor neuron (LMN), yang
merupakan kumpulan saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari
otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut
mempunyai peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini yang
memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur. 1
Susunan ekstrapiramidal berfungsi untuk gerak otot dasar / gerak otot tonik,
pembagian tonus secara harmonis, mengendalikan aktifitas piramidal
Gangguan pada susunan ekstrapiramidal :
Kekakuan / rigiditas
Pergerakan-pergerakan involunter: Tremor, Atetose, Khorea, Balismus
Merupakan neuron yang langsung berhubungan dgn otot, dapat dijumpai pada
batang otak dan kornu anterior medulla spinalis. Gangguan pada LMN memberikan
kelumpuhan tipe LMN yaitu parese yang sifatnya flaccid, arefleksi, tak ada refleks
Perasaan yang dirasa oleh bagian tubuh baik dari kulit, jaringan ikat, tulang
Perasaan eksteroseptif dalam bentuk rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba.
Perasaan proprioseptif : disadari sebagai rasa nyeri dalam, rasa getar, rasa tekan,
Gangguan Sensibilitas
- Gangguan rasa eksteroseptif
- Gangguan rasa proprioseptif
Gangguan sensibilitas segmental :
Lipatan paha : lesi Medula spinalis L1
Pusat : lesi med. spinalis thorakal 10
Papila mammae : lesi med. spinalis th. 4
Saddle Anestesia : lesi pada konus
Gangguan sensibilitas radikuler :
Ggn sensibilitas sesuai dgn radiks post.
Gangguan sensibilitas perifer :
Glove/stocking anestesia
BAB III
PARAPLEGI INFERIOR
Parese adalah kelemahan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi
yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Plegia adalah
kelemahan berat/kelumpuhan sebagai akibat kerusakan sistem saraf. 6
Plegia pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu :
Monoplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu ekstremitas atas atau
ekstremitas bawah.
Paraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada kedua ekstremitas bawah.
Hemiplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu sisi tubuh yaitu satu
ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.
Tetraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada keempat ekstremitas.
Paraplegia inferior adalah paralisis bagian bawah tubuh termasuk tungkai.3
Paraplegi terbagi menjadi tipe spastic (UMN) dan flaksid (LMN). Paraplegi
spastik adalah kekakuan otot dan kejang otot disebabkan oleh kondisi saraf tertentu.
Paraplegi spastik disebabkan oleh spondylitis TB , spinal cord injury, genetic disorder
(hereditary spastic paraplegia), autoimmune diseases, syrinx (a spinal chord disorder)4
tumor medulla spinalis, mutiple sclerosis,7
Paraplegi flaksid adalah kelemahan atau kurangnya otot yang tidak memiliki
penyebab yang jelas. Otot lemas sebagian karena kurangnya aktivitas dalam otot,
gerakan sukarela yang sebagian atau seluruhnya hilang. Paraplegi flaksid termasuk
polio, lesi pada neuron motorik yang lebih rendah, Guillain Barre sydrome.
3.2.1.2.Epidemiologi
Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara
pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total
jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat denganperkiraan insidensi sekitar
0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama
dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga50 tahun. Diperkirakan 25%
tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak
di segmen lumbosakral.9,10
3.2.1.3. Klasifikasi
Tumor ini dapat dibedakan atas :
A. Tumor primer:
1) Jinak
a) Osteoma dan kondroma berasal dari tulang
b) Neurinoma (Schwannoma) berasal serabut saraf
c) Meningioma berasal dari selaput otak
d) Glioma, Ependinoma berasal dari jaringan otak.
2) Ganas
a) Astrocytoma, Neuroblastoma, yang berasal dari jaringan saraf.
b) sel muda seperti Kordoma.
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian
adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik.
Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker yang menyebar
dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian menembus dinding
pembuluh darah, melekat pada jaringan medulaspinalis yang normal dan membentuk
jaringan tumor baru di daerah tersebut.14
Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi dalam tiga
tahapan10, yaitu:
Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama
Sindroma Brown Sequard
Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral
Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler, nyeri
vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler merupakan
indikasi pertama adanya space occupying lesion (SOL) pada kanalis spinalis dan
disebut pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat
nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24% nyeri
funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas. 10
Nyeri radikuler dicurigai disebabkan oleh tumor medula spinalis bila:
Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktuspiramidalis
Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP seperti C5-7, L3-4, L5,S1
Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah tumor
yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang
menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya
biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks. 10
Tumor Ekstradural
Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi pada
medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat merupakan
gejala awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari, minggu/bulan
diikuti dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks,yang mulanya
hilang dengan istirahat, tetapi semakin lama semakin menetap/persisten, sehingga
dapat merupakan gejala utama, walaupun terdapat gejala yang berhubungan dengan
tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini dapat terjadi spontan, dan sering
bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae, nyeri demikian lebih dikenal dengan
nyeri vertebrae.
Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 5
1) Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis keganasan terutama
dari paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon, tiroid, melanoma, limfoma, atau
sarkoma.
2) Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi metastasis
tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks, sedangkan tumor prostat,
testis dan ovarium biasanya ke daerah lumbosakral.
3) Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level torakal, karena
diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1cm).
4) Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang tajam dan kadang
menjalar (radikuler) serta menghebat pada penekanan atau palpasi
Tumor Intradural-Ekstramedular 3
Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik progresif.
Kejadiannya ± 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak adalah neurinoma
pada laki-laki dan meningioma pada wanita.
1) Neurinoma (Schwannoma) memiliki karakteristik sebagai berikut:
Berasal dari radiks dorsalis
Kejadiannya ± 30% dari tumor ekstramedular
2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya padasatu sisi
dan dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkangejala lanjut
terdapat tanda traktus piramidalis
39% lokasinya disegmen thorakal.
Cairan spinal
Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein danxantokhrom, dan
kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil dan memperoleh cairan
spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-hati karena blok
sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan
paralisis yang komplit.
Foto Polos
Foto polos tulang belakang berguna untuk skrining, memperlihatkan kelainan
pada 90 % pasien dengan tumor sekunder kolom tulang belakang. Evaluasi foto
polos harus termasuk penilaian :
1. Perubahan tulang kualitatif (litik, blastik, sklerotik). Kebanyakan metastasis
spinal memperlihatkan perubahan osteolitik. Perubahaan sklerotik atau
osteoblastik paling sering terjadi pada metastasis dari payudara atau prostat.
2. Daerah yang terkena (elemen posterior, pedikel, badan tulang belakang). Tidak
lazim metastasis spinal mengenai hanya elemen posterior (spine dan lamina).
Lebih sering fokus tumor berlokasi di badan tulang belakang, menyebabkan
kompresi kantung dural serta isinya dari depan. Paling sering, metastasis spinal
mengenai dari lateral, didaerah pedikel, dan meluas keanterolateral dan
keposterolateral. Erosi pedikel lebih dini dan paling sering kelainannya tampak
pada foto polos tulang belakang pasien dengan metastasis spinal. Radiograf
anteroposterior tulang belakang biasanya menampilkan “totem of owls”. Erosi
pedikel menimbulkan tanda “winking owls”; erosi pedikel bilateral
menampilkan tanda “blinking owl”.
Scan Tulang
Menggunakan radioisotop, bisa memperlihatkan adanya tumor spinal metastatik
pada tahap lebih awal dibanding foto polos. Diduga 50-75 % ruang meduler
vertebral tergantikan sebelum perubahan radiografik tampak. Namun sken tulang
relatif tidak spesifik. Perubahan degeneratif dan infeksi, seperti tumor spinal,
menyebabkan take positif. Kegunaan sken tulang adalah untuk menunjukkan adanya
pertumbuhan skeletal multipel.
Mielografi
Dimasa lalu merupakan standar untuk menunjukkan lokasi dan tingkat kord spinal
dan akar saraf yang terganggu tumor spinal. Tumor spinal ekstradural, intradural
ekstrameduler dan intrameduler dibedakan dengan pola khas mielografik. Deviasi
kolom kontras menunjukkan asal (anterior, lateral, posterior) massa penekan. Bila
tingkat blok total ditemukan dengan mielografi lumbar adalah berbeda dengan
penilaian klinis, mielografi sisternal harus dilakukan untuk menentukan perluasan
lesi soliter atau untuk menentukan tingkat yang lebih proksimal yang terkena. MRI
sudah menggantikan mielografi sebagai prosedur diagnostik.9
3.2.1.7. Penatalaksanaan
Tumor Jinak
Tindakan atas neurilemmoma, neurofibroma dan meningioma adalah reseksi bedah
yang biasanya dapat dilakukan lengkap. Terapi radiasi tidak diindikasikan. 11
Tumor Metastasis
Dirancang untuk mengurangi nyeri dan untuk mempertahankan atau memperbaiki
fungsi neurologis. Namun mengurangi nyeri serta menjaga atau memulihkan fungsi
neurologis berperan tidak ternilai dalam menjaga kualitas sisa hidup penderita kanser
dan mengurangi kesulitan perawatan. Tindakan radiasi, bedah atau kombinasinya
tetap kontroversi. Radioterapi biasa dipikirkan sebagai terapi inisial bagi kebanyakan
pasien dengan tumor spinal sekunder radiosensitif yang bergejala dengan tanpa
defisit neurologis atau minimal, terutama efektif untuk lesi limforetikuler. Operasi
dipikirkan sebagai pilihan terakhir. Indikasi operasi biasanya adalah gagal atas
radiasi, diagnosis tidak diketahui, fraktur/dislokasi patologis dan paraplegia yang
berlangsung cepat atau sudah berjalan lanjut.11
3.2.1.8. Prognosis
Prognosis pasien dengan metastasis spinal simptomatis bervariasi. Tindakan
tergantung beratnya defisit, lamanya gejala, jenis tumor, lokasi tumor dan derajat
penyakit.12
Contoh kerusakan saraf tulang belakang, yang dapat tetap mendalam dan
permanen, disebabkan oleh tonjolan ke dalam tiba-tiba ligamentum flavum atau
dislokasi tulang belakang transien diikuti oleh penataan kembali spontan.
Jenis kerusakan saraf tulang belakang, tanpa bukti radiologis fraktur atau
dislokasi, sangat umum pada anak-anak. Yang pecah dari elemen ligamen pendukung
telah terjadi tetap dapat diungkapkan oleh fleksi lembut dan perluasan leher bawah
pengawasan radiologis yang menunjukkan sedikit dislokasi vertebra (tulang belakang
ketidakstabilan).
Tidak ada perubahan histologis, baik oleh cahaya atau mikroskop elektron,
dapat dideteksi selama beberapa menit setelah dampak. Perubahan yang paling awal
jaringan terdiri dari hiperemi dan perdarahan kecil dalam materi abu-abu pusat. Pada 1
jam pertama, perdarahan yang mikroskopis menyatu dan terlihat menjadi
makroskopik. Saturasi oksigen berkurang di wilayah tersebut. Dalam waktu 4 jam,
bagian tengah membengkak kabel dan edema menyebarkan meliputi materi putih di
sekitarnya, namun, nekrosis mungkin tidak jelas hingga 8 jam, sebuah observasi yang
telah menyebabkan berbagai strategi dirancang untuk cadangan saluran panjang.
Ada juga distensi pasif usus, retensi kotoran, dan tidak adanya peristaltik (ileus
paralitik). Genital reflex (Ereksi penis, bulbokavernosus refleks, kontraksi otot dartos)
dihapuskan atau mendalam tertekan. Lamanya tahap syok spinal dengan flexia
lengkap adalah bervariasi seperti yang disebutkan, permanen, atau hanya fragmentaris
aktivitas refleks yang kembali bertahun-tahun setelah cedera.
Pada pasien lain, minimal genital dan fleksor aktivitas refleks dapat dideteksi
dalam beberapa hari dari cedera. Dalam mayoritas, ini aktivitas refleks minimal
muncul dalam jangka waktu 1 sampai 6 minggu. Biasanya bulbokavernosus tersebut
refleks adalah yang pertama untuk kembali. Kontraksi sfingter anal dapat ditimbulkan
oleh rangsangan plantar atau perianal, dan lainnya genital refleks muncul kembali
pada sekitar waktu yang sama.
Setelah derajat cedera pada tulang belakang dan kabel telah dinilai, beberapa
pusat terus mengelola metilprednisolon di tinggi dosis (bolus 30 mg / kg diikuti
dengan 5,4 mg / kg setiap jam), dimulai dalam waktu 8 jam dari cedera dan
dilanjutkan selama 23 jam. Menurut Cord multicenter Nasional Spinal akut Studi
(Bracken et al) menghasilkan sedikit perbaikan tapi signifikan di kedua motorik dan
fungsi sensorik.
Juga, dalam serangkaian kecil pasien, administrasi GM1 ganglioside (100 mg
intravena setiap hari dari saat kecelakaan) ditemukan untuk meningkatkan pemulihan
akhir untuk tingkat sederhana (Geisler et al) namun temuan ini belum telah dikuatkan.
MRI cocok untuk menampilkan proses ini, tetapi jika tidak myelography
tersedia dengan CT scan merupakan alternatif. Ketidakstabilan elemen tulang
belakang bisa sering disimpulkan dari dislokasi atau dari fraktur tertentu dari pedikel,
articularis pars, atau proses melintang,
Risiko terbesar bagi pasien dengan cedera tulang belakang dalam 10 hari
pertama ketika lambung dilatasi, ileus, syok, dan infeksi merupakan ancaman terhadap
kehidupan. Menurut Messard dan rekan, mortalitas Tingkat jatuh cepat setelah 3
bulan, di luar waktu ini, 86 persen dari paraplegics dan 80 persen lumpuh akan
bertahan selama 10 tahun atau lebih.
Dalam paraplegia spastik permanen dengan kekakuan dan kejang yang parah
adduktor dan fleksor kaki, intratekal baclofen, disampaikan oleh pompa otomatis
dalam dosis 12 sampai dengan 400 mg / hari, juga telah membantu. Obat ini diyakini
bertindak pada sinapsis refleks tulang belakang (Penn dan Kroin).
3.2.3.1.Definisi
Spondilitis Tb atau Pott disease ialah suatu osteomielitis kronik tulang belakang
yang disebabkan oleh kuman tbc. Infeksi umumnya mulai dari korpus vertebra lalu ke
diskus intervertebralis dan ke jaringan sekitarnya. Daerah yang paling sering terkena,
berturut-turut ialah daerah torakal terutama bagian bawah, daerah lumbal dan servikal
1 - 4. Akibat perkejuan akan terbentuk abses yang dapat meluas ke sekitamya dan
mencari jalan keluar. Paling sering mengikuti fascia otot psoas, berkumpul dalam fosa
iliaka sampai terjadi fistel kulit.10
3.2.3.2.Epidemiologi
Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan mortalitas
utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia, dimana
malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi merupakan masalah utama. Perlu
dicermati bahwa di Amerika dan Inggris insidensi penyakit 12 ini mengalami
peningkatan pada populasi imigran,tunawisma lanjut usia dan pada orang dengan
tahap lanjut infeksi HIV (Medical Research Council TB and Chest Diseases Unit
1980). Selain itu dari penelitian juga diketahui bahwa peminum alkohol dan pengguna
obat-obatan terlarang adalah kelompok beresiko besar terkena penyakit ini. Di
Amerika Utara, Eropa dan Saudi Arabia, penyakit ini terutama mengenai dewasa,
dengan usia rata-rata 40-50 tahun sementara di Asia dan Afrika sebagian besar
mengenai anak-anak (50% kasus terjadi antara usia 1-20 tahun).
2. Nutrisi
Kondisi malnutrisi (baik pada anak ataupun orang dewasa) akan
menurunkan resistensi terhadap penyakit.
3. Faktor toksik
Perokok tembakau dan peminum alkohol akan mengalami penurunan daya
tahan tubuh. Demikian pula dengan pengguna obat kortikosteroid atau
immunosupresan lain.
4. Penyakit
Adanya penyakit seperti infeksi HIV, diabetes, leprosi, silikosis, leukemia
meningkatkan resiko terkena penyakit tuberkulosa.
6. Ras
Ditemukan bukti bahwa populasi terisolasi contohnya orang Eskimo atau
Amerika asli, mempunyai mempunyai daya tahan tubuh yang kurang terhadap
penyakit ini.
3.2.3.4.Patofisiologi
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang
memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian
bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus
Batson’s yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkann banyak vertebra
yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini
diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus
melibatkan tiga atau lebih vertebra.
Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari vertebra. Area
infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas, berpenetrasi ke dalam korteks tipis
korpus vertebra sepanjang ligamen longitudinal anterior, melibatkan dua atau lebih
vertebrae yang berdekatan melalui perluasan di bawah ligamentum longitudinal anterior
atau secara langsung melewati diskus intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan
fokus yang multipel yang dipisahkan oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga
berdiseminasi ke vertebra yang jauh melalui abses paravertebral.
Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian tersebut akan
menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat badan sehingga
kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi intervertebral dan lengkung syaraf
posterior tetap intak, jadi akan timbul deformitas berbentuk kifosis yang
progresifitasnya (angulasi posterior) tergantung dari derajat kerusakan, level lesi dan
jumlah vertebra yang terlibat. Bila sudah timbul deformitas ini, maka hal tersebut
merupakan tanda bahwa penyakit ini sudah meluas.
Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal yang normal
di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbar lordosis dimana
sebagian besar dari berat badan ditransmisikan ke posterior sehingga akan terjadi
parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya bersifat minimal, kalaupun
tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar berat badan disalurkan melalui
prosesus artikular.
3.2.3.5.Klasifikasi
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk
spondilitis:
(1) Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak
ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan
nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
(2) Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini
sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe
lain. Sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat
terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di
temukan di regio torakal.
(3) Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas
dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped
karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola
ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan
melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau
karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
(4) Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak
dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal
dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di
canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel,
lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di
sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen
posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.
3.2.3.6.Diagnosa
Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung padabanyak
faktor. Biasanya onset Pott's disease berjalan secara mendadak dan berevolusi lambat.
Durasi gejala-gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu diagnosa pasti bervariasi dari
bulan hingga tahun sebagian besar kasus didiagnosa sekurangnya dua tahun setelah
infeksi tuberkulosa.
Anamnesa dan inspeksi
1. Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat malam,
demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan malam hari serta
cachexia.
2. Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah
disertai nyeri dada.
3. Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang
menjalar. Infeksi yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri di
daerah telinga atau nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas akan
menampakkan nyeri yang terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di bagian
torakal bawah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian perut. Rasa
nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk mengurangi nyeri pasien
akan menahan punggungnya menjadi kaku.
4. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah kaki
pendek, karena mencoba menghindari nyeri di punggung.
5. Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat menolehkan
kepalanya, mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk dalam
posisi dagu disangga oleh satu tangannya, sementara tangan lainnya di oksipital.
Rigiditas pada leher dapat bersifat asimetris sehingga menyebabkan timbulnya
gejala klinis torticollis. Pasien juga mungkin mengeluhkan rasa nyeri di leher
atau bahunya. Jika terdapat abses, maka tampak pembengkakan di kedua sisi
leher.
6. Di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku. Bila
berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi panggulnya.
Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara tetap
mempertahankan punggungnya tetap kaku (coin test).
7. Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang
terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui
fistel dalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien
tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi dan menyokong tulang
belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas paha. Adanya kontraktur otot
psoas akan menimbulkan deformitas fleksi sendi panggul.
8. Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang
belakang), skoliosis, bayonet deformity, subluksasi, spondilolistesis, dan
dislokasi.
9. Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis).
Terjadi pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia pada spondilitis
lebih banyak di temukan pada infeksi di area torakal dan servikal. Jika timbul
paraplegia akan tampak spastisitas dari alat gerak bawah dengan refleks tendon
dalam yang hiperaktif, pola jalan yang spastik dengan kelemahan motorik yang
bervariasi. Dapat pula terjadi gangguan fungsi kandung kemih dan anorektal.
10. Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan nyeri akut
seperti pada infeksi septik. Onset yang lambat dari pembengkakan tulang
ataupun sendi mendukung bahwa hal tersebut disebabkan karena tuberkulosa.
11. Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia yang
dikenal dengan nama Pott’s paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara akut
ataupun kronis (setelah hilangnya penyakit) tergantung dari kecepatan
peningkatan tekanan mekanik kompresi medula spinalis. Pada penelitian yang
dilakukan Hodgson di Cleveland, paraplegia ini biasanya terjadi pada pasien
berusia kurang dari 10 tahun (kurang lebih 2/3 kasus) dan tidak ada predileksi
berdasarkan jenis kelamin untuk kejadian ini.
Palpasi
1. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit
diatasnya terasa sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan
dengan abses piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat
paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di sisi leher (di belakang otot
sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di sekitar
dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara ukuran lesi
destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess.
2. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena
Perkusi
Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus
vertebrae yang terkena, sering tampak tenderness.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari
100mm/jam.
Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein
Derivative (PPD) positif.
Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal),
sputum dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paru
yang aktif)
Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang
bersifat relatif.
Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin
haemolysins, typhoid, paratyphoid dan brucellosis (DD)
Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis
tuberkulosa). Xantokrom, Bila dibiarkan pada suhu ruangan akan
menggumpal, Pleositosis (dengan dominasi limfosit dan mononuklear).
Pada tahap akut responnya bisa berupa neutrofilik seperti pada meningitis
piogenik (Kocen and Parsons 1970; Traub et al 1984). Kandungan protein
meningkat. Kandungan gula normal pada tahap awal tetapi jika gambaran
klinis sangat kuat mendukung diagnosis, ulangi pemeriksaan. Kandungan
protein cairan serebrospinal dalam kondisi spinal terblok spinal dapat
mencapai 1- 4g/100ml.
2. Radiologis
Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.
Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti
adanya tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang
abnormal).
Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari
bukti adanya tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru
dapat terlihat setelah 3-8 minggu onset penyakit.
- Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau
Sudut inferior corpus vertebrae, osteoporosis regional yang
kemudian berlanjut sehingga tampak penyempitan diskus
intervertebralis yang berdekatan, serta erosi corpus vertebrae
anterior yang berbentuk scalloping karena penyebaran infeksi dari
area subligamentous.
- Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus
transversus atau prosesus spinosus.
- Keterlibatan bagian lateral corpus vertebra akan menyebabkan
timbulnya deformita scoliosis (jarang)
- Pada pasien dengan deformitas gibbus yang sudah lama akan
tampak tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi lebih besar
dari lebarnya (long vertebra atau tall vertebra)
- Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak, seperti abses
paravertebral dan psoas. Tampak bentuk fusiform atau
pembengkakan berbentuk globular dengan kalsifikasi. Abses psoas
akan tampak sebagai bayangan jaringan lunak yang mengalami
peningkatan densitas dengan atau tanpa kalsifikasi pada saat
penyembuhan.
3.2.3.7.Komplikasi
1) Cedera corda spinalis (spinal cord injury).
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa
sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis atau dapat juga langsung
karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa. Jika cepat
diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI
dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau
karena invasi dura dan corda spinalis.
2) Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke dalam
pleura.
3.2.3.8.Manajemen Terapi
Tujuan terapi pada kasus spondilitis tuberkulosa adalah :
1. Mengeradikasi infeksi atau setidaknya menahan progresifitas penyakit
2. Mencegah atau mengkoreksi deformitas atau defisit neurologis.
Untuk mencapai tujuan itu maka terapi untuk spondilitis tuberkulosa terbagi menjadi :
Terapi konservatif
1. Pemberian nutrisi yang bergizi
2. Pemberian kemoterapi atau terapi anti tuberkulosa. Obat anti tuberkulosa yang
utama adalah :
- Isoniazid (INH) dosis INH adalah 5 mg/kg/hari – 300 mg/hari
- Rifampin (RMP) dosisnya : 10 mg/kg/hari – 600 mg/hari.
- Pyrazinamide (PZA) dosis : 15-30mg/kg/hari
- Ethambutol (EMB) dosis : 15-25 mg/kg/hari
- Streptomycin (STM) dosis : 15 mg/kg/hari – 1 g/kg/hari
3. Istirahat tirah baring (resting)
Terapi pasien spondilitis tuberkulosa dapat pula berupa local rest pada turning
frame / plaster bed atau continous bed rest. Istirahat dapat dilakukan dengan
memakai gips untuk melindungi tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama
pada keadaan yang akut atau fase aktif. Pemberian gips ini ditujukan untuk
mencegah pergerakan dan mengurangi kompresi dan deformitas lebih lanjut.
Istirahat di tempat tidur dapat berlangsung 3-4 minggu, sehingga dicapai keadaan
yang tenang dengan melihat tanda-tanda klinis, radiologis dan laboratorium.
Terapi Operatif
Intervensi operasi banyak bermanfaat untuk pasien yang mempunyai lesi kompresif
secara radiologis dan menyebabkan timbulnya kelainan neurologis. Tindakan operasi
juga dilakukan bila setelah 3-4 minggu pemberian terapi obat antituberkulosa dan tirah
baring (terapi konservatif) dilakukan tetapi tidak memberikan respon yang baik
sehingga lesi spinal paling efektif diterapi dengan operasi secara langsung untuk
mengevakuasi “pus” tuberkulosa, mengambil sekuester tuberkulosa serta tulang yang
terinfeksi dan memfusikan segmen tulang belakang yang terlibat.
Selain indikasi diatas, operasi debridement dengan fusi dan dekompresi juga
diindikasikan bila:
Diagnosa yang meragukan hingga diperlukan untuk melakukan biopsi
Terdapat instabilitas setelah proses penyembuhan
Terdapat abses yang dapat dengan mudah didrainase
penyakit yang lanjut dengan kerusakan tulang yang nyata dan mengancam atau
kifosis berat.
Penyakit yang rekuren.
Setelah tindakan operasi pasien beristirahat di tempat tidur selama 3-6 minggu.
3.2.3.9.Prognosa
Prognosa pasien dengan spondilitis tuberkulosa sangat tergantung dari usia dan
kondisi kesehatan umum pasien, derajat berat dan durasi defisit neurologis serta terapi
yang diberikan.
a. Mortalitas
Mortalitas pasien spondilitis tuberkulosa mengalami penurunan seiring dengan
ditemukannya kemoterapi (menjadi kurang dari 5%, jika pasien didiagnosa dini
dan patuh dengan regimen terapi dan pengawasan ketat).
b. Relaps
Angka kemungkinan kekambuhan pasien yang diterapi antibiotik dengan regimen
medis saat ini dan pengawasan yang ketat hampir mencapai 0%.
c. Kifosis
Kifosis progresif selain merupakan deformitas yang mempengaruhi kosmetis
secara signifikan, tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya defisit neurologis
atau kegagalan pernafasan dan jantung karena keterbatasan fungsi paru.
d.Defisit neurologis.
Defisit neurologis pada pasien spondilitis tuberkulosa dapat membaik secara
spontan tanpa operasi atau kemoterapi.
e. Usia
Pada anak-anak, prognosis lebih baik dibandingkan dengan orang dewasa.
f. Fusi
Fusi tulang yang solid penting untuk pemulihan permanen spondilitis tuberkulosa.
3.2.4.1. Genetika
Sindrom ini secara genetik heterogen, sebagian besar menunjukkan autosomal
dominan warisan keluarga, tapi ada pula yang resesif autosomal dan lain X terkait.
Heterogenitas Locus jelas karena X-linked bentuk peta untuk kromosom Xq28, Xq21,
atau Xq11. Autosomal dominan keluarga memetakan sepuluh lokus yang berbeda
Keluarga dipetakan ke 16q24.3 memiliki mutasi homozigot pada gen untuk
paraplegin, sebuah ATPase mitokondria.
Mutasi juga telah ditemukan dalam gen untuk spastin, heat shock protein 60,
kinesin rantai berat, atlastin, spartin, protein prion, presenilin, atau ekspansi triplet
nukleotida, antisipasi terlihat di beberapa keluarga. Dalam satu X-linked keluarga,
mutasi mempengaruhi gen untuk protein proteolipid, P.856 yang juga terlibat dalam
Pelizaeus-Merzbacher penyakit. Tidak semua bentuk keluarga yang diwariskan karena
infeksi human T-cell lymphotropic virus tipe I (HTLV-I) dapat mempengaruhi lebih
dari satu orang dalam keluarga.
Refleks tendon terlalu aktif, dan Babinski tanda-tanda dan clonus sering
terlihat. Sensasi ini biasanya normal pada pemeriksaan rutin, namun studi kuantitatif
dapat menunjukkan kelainan. Gejala sfingter mungkin muncul pada akhir-onset
bentuk. Manifestasi sering berbeda dalam anggota keluarga yang sama. 15
Laboratorium penelitian, termasuk MRI dari kabel otak atau tulang belakang,
biasanya unrevealing. Namun, satu keluarga menunjukkan lesi materi putih di otak,
dan beberapa pertunjukan terkemuka penipisan corpus callosum. Membangkitkan
potensi sensorik mungkin abnormal bahkan tanpa kehilangan sensori terbukti secara
klinis. Stimulasi magnetik biasanya menunjukkan kelainan konduksi motorik pusat;
respon yang baik ada atau tertunda. CSF ini tidak diagnostik.
Diagnosis biasanya terlihat dari data klinis dan keluarga. Kasus sporadis bisa
menjadi hasil dari mutasi baru, tetapi kebanyakan terbukti menjadi multiple
sclerosis, seperti yang terakhir kemudian dalam diagnosis diferensial amyotrophic
lateral primer. Diagnosis pasti dapat dibuat dalam beberapa identifikasi oleh dari gen
penyebab.
Manajemen terutama gejala. Terapi fisik dan latihan pengkondisian dapat
membantu pasien tetap bergerak. Baclofen (Lioresal), baik lisan maupun intratekal,
dantrolene, dan Tizanidine (Zanaflex) dapat mengurangi spastisitas, tetapi tidak ada
uji coba terkontrol dalam HSP. Oxybutynin (Ditropan) bisa menghilangkan urgensi
kemih.
Gejala awal biasanya dimulai sebelum usia 55 tahun, dengan insiden puncak
antara usia 20 dan 40; perempuan terpengaruh hampir dua kali sesering pria.
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi penyakit meningkat dengan jarak
meningkat dari ekuator, dan tidak ada populasi dengan resiko tinggi untuk penyakit
ini ada antara lintang 40 ° N dan 40 ° S. Sebuah kecenderungan genetik disarankan
oleh studi kembar, kejadian familial sesekali, dan hubungan yang kuat antara
penyakit dan antigen HLA tertentu (HLA DR2). Bukti ini mendukung keyakinan
bahwa penyakit ini memiliki dasar autoimun.
3.2.5.2. Patologi
Kelainan ini ditandai patologis oleh pengembangan daerah focal-sering
perivenular-tersebar demielinasi diikuti oleh gliosis reaktif; mungkin ada kerusakan
aksonal juga. Lesi ini terjadi pada masalah putih otak dan sumsum dan saraf (II) optik.
3.2.5.3. Patofisiologi
Penyebab multiple sclerosis tidak diketahui, tetapi kerusakan jaringan dan gejala
neurologis yang diduga hasil dari mekanisme kekebalan diarahkan terhadap myelin
antigen. Infeksi virus atau faktor lain dapat memicu masuknya sel T dan antibodi ke
dalam sistem saraf pusat dengan mengganggu sawar darah-otak. Hal ini menyebabkan
peningkatan ekspresi sel-adhesi molekul, metaloproteinase matriks, dan sitokin pro
inflamasi, yang bekerja untuk menarik tambahan sel-sel kekebalan tubuh, memecah
matriks ekstraseluler untuk membantu migrasi mereka, dan mengaktifkan respon
autoimun terhadap antigen seperti protein dasar mielin, mielin terkait glikoprotein,
mielin oligodendrocyte glikoprotein, protein proteolipid, a-crystallin,
Perkembangan Gejala
Mungkin ada selang waktu beberapa bulan atau tahun setelah episode awal
sebelum gejala neurologis lanjut muncul. Gejala baru dapat berkembang, atau gejala
lama kambuh dan progresif. Kambuh mungkin dipicu oleh infeksi dan, pada
perempuan, lebih mungkin dalam 3 bulan atau lebih setelah melahirkan. Kenaikan
dalam tubuh suhu dapat menyebabkan kerusakan sementara pada pasien dengan
defisit tetap dan stabil. Dengan waktu dan setelah sejumlah kambuh dan biasanya
tidak lengkap remisi-pasien dapat menjadi semakin dinonaktifkan oleh kelemahan,
kekakuan, gangguan sensorik, kegoyangan anggota badan, gangguan penglihatan,
dan kencing inkontinensia.
3.2.5.5. Diagnosa
Diagnosis multiple sclerosis memerlukan bukti bahwa setidaknya dua wilayah
yang berbeda dari pusat telah terpengaruh pada waktu yang berbeda. Penyakit yang
pasti dapat didiagnosis pada pasien dengan kursus hilang-timbul dan tanda-tanda
dari setidaknya dua lesi yang melibatkan wilayah yang berbeda dari white matter
pusat. Multiple sclerosis kemungkinan didiagnosis ketika pasien memiliki bukti
penyakit multifokal materi putih tapi hanya memiliki satu serangan klinis, atau
memiliki sejarah setidaknya dua episode klinis, tetapi hanya tanda-tanda lesi tunggal.
MRI juga dapat mendeteksi lesi subklinis dan telah menjadi hampir sangat
diperlukan dalam mengkonfirmasikan diagnosis (Gambar 5-2A, 2B-Gambar 5).
Gambar 5-2. J: Sebuah mid-sagital T2-tertimbang MRI dari sumsum tulang belakang serviks pada
wanita muda dengan multiple sclerosis. Sebuah wilayah abnormal intensitas sinyal tinggi (Panah)
terlihat. (Courtesy of RA Heyman.)
B: Aksial T2-tertimbang gambar otak MR seorang pasien dengan multiple sclerosis menunjukkan
beberapa, terutama belang-belang, putih peduli plak (panah); perhatikan lokasi khas di daerah
periventricular (panah). (Courtesy of RA Heyman.)
Pada pasien dengan bentuk tulang belakang dari gangguan dan tidak ada bukti
penyakit disebarluaskan, tulang belakang atau MRI myelography mungkin
diperlukan untuk mengecualikan kemungkinan lesi pembedahan diobati tunggal
bawaan atau diperoleh. Wilayah foramen magnum harus divisualisasikan untuk
mengecualikan kemungkinan lesi seperti Arnold-Chiari malformasi, di mana bagian
dari otak kecil dan batang otak yang lebih rendah mengungsi ke kanalis servikalis,
menghasilkan campuran piramida dan defisit cerebellar pada tungkai.
3.2.5.7. Pengobatan
Pada pasien dengan penyakit hilang-timbul, pengobatan dengan interferon β-
1α diberikan IM sekali seminggu atau β interferon-1b diberikan subkutan pada hari
lain mengurangi tingkat kekambuhan. Glatiramer asetat (sebelumnya kopolimer 1,
campuran polimer acak simulasi komposisi asam amino dari protein dasar mielin)
diberikan melalui suntikan subkutan setiap hari juga efektif. Selain efeknya terhadap
kambuh, interferon b-1a dan asetat glatiramer juga dapat menunda timbulnya
kecacatan pada pasien dengan kekambuhan penyakit. Intravena imunoglobulin
(IVIG) infus juga dapat mengurangi tingkat kekambuhan pada hilang-timbul
penyakit, namun rekomendasi pengobatan dini.
Efek samping yang paling umum dari interferon adalah sindrom seperti flu dan
(dalam kasus interferon-1b β) reaksi di tempat suntikan. Asetat glatiramer umumnya
ditoleransi dengan baik, tetapi dapat menghasilkan eritema di lokasi injeksi, dan
sekitar 15% dari pasien mengalami episode transien flushing, dyspnea, dada sesak,
palpitasi, dan kecemasan setelah suntikan. Ketiga agen disetujui untuk digunakan
dalam hilang-timbul multiple sclerosis dan tersedia dengan resep. Mereka mahal,
tapi biaya mereka harus diseimbangkan dengan mengurangi kebutuhan untuk
perawatan medis dan mengurangi waktu yang hilang dari pekerjaan yang mengikuti
penggunaannya.
diterima. Tidak ada jadwal standar pengobatan dengan kortikosteroid, tetapi rejimen
yang paling umum digunakan adalah metilprednisolon intravena (1 g per hari)
selama 3-5 hari, diikuti oleh lancip prednison oral (1 mg / kg / d selama 1 minggu,
dengan pengurangan cepat atas berikutnya 1-2 minggu). Untuk serangan ringan,
beberapa dokter lebih memilih pengobatan oral dengan prednison 60 atau 80 mg / d,
atau deksametason 16 mg / d, diberikan selama seminggu dan diturunkan dosisnya
selama 2 minggu berikut. ACTH (kortikotropin) tidak lagi digunakan.
Tidak ada terapi imunomodulator tertentu telah terbukti efektif dalam multiple
sclerosis primer progresif, dan manajemen adalah dengan langkah-langkah gejala.
Latihan fisik dan Terapi penting, namun tenaga yang berlebihan harus dihindari,
terutama selama periode kambuh akut. Kelelahan adalah masalah serius bagi banyak
pasien, dan kadang-kadang merespon amantadine atau salah satu dari selective
serotonin reuptake inhibitor antidepresan. Pengobatan untuk aspek-aspek lain dari
multiple sclerosis canggih seperti defisit kognitif, nyeri, tremor, dan ataksia adalah
umumnya kurang berhasil.
3.2.5.8. Prognosa
Setidaknya pemulihan parsial dari episode akut dapat diantisipasi, tetapi tidak
mungkin untuk memprediksi kapan kekambuhan berikutnya akan terjadi. Fitur yang
cenderung menyiratkan prognosis lebih menguntungkan termasuk jenis kelamin
perempuan, onset sebelum usia 40, dan presentasi dengan visual atau somatosensori,
bukan disfungsi piramida atau cerebellar.
yang tepat (Dominan di kaki) dengan tangan kanan menggenggam dan meraba-raba
dan apraxia buccofacial disertai dengan penurunan atau tidak adanya spontan,
agraphia pidato, bekerja, berbicara, dan kemampuan terbatas untuk nama benda dan
menulis.
Gangguan perilaku yang dapat diabaikan adalah abulia, sebagai kelambanan dan
kurangnya spontanitas dalam semua reaksi, kebisuan atau kecenderungan untuk
berbicara dengan berbisik-bisik, dan distractibility.
Dengan oklusi cabang penetrasi dari serebral anterior arteri pada satu atau kedua
sisi, anggota badan anterior internal kapsul dan berekor biasanya terlibat. Dalam
serangkaian 18 kasus infark berekor wilayah sepihak dikumpulkan oleh Caplan dan
rekan, sebuah hemiparesis transien hadir di 13. Dysarthria dan baik abulia atau agitasi
dan hiperaktif juga umum.
Gagap dan kesulitan bahasa terjadi dengan dua leftsided lesi dan mengabaikan
visuospatial dengan tiga dari kanan-sisi yang. Sampai sejauh mana gejala-gejala yang
disebabkan oleh gangguan struktur tetangga sulit untuk menentukan. Dengan berekor
bilateral infark, sindrom tidak perhatian, abulia, pelupa, dan kadang-kadang agitasi
dan psikosis diamati. Sementara dyskinesias choreoathetosis dan lainnya juga telah
dikaitkan iskemia dari ganglia basal, yang terjadi kadang-kadang di bawah kondisi
berdiri terlalu lama dan latihan (Caplan dan Sergay; Margolin dan Marsden).
3.2.7. SIRINGOMIELIA16
Gejala-gejala dan tanda-tanda adalah akibat langsung dari lesi yang meluas
selama beberapa segmen dalam substansi kabelnya. Ada kombinasi dari tanda-tanda
segmental dan saluran. Selama panjang kabel dipengaruhi oleh syrinx ada segmental
gejala dan tanda-tanda. Ini ditemukan terutama di atas anggota badan, karena syrinx
Sensory kerugian yang mempengaruhi rasa sakit dan suhu, dan sering
kabelnya.
Gambar 6.9 ditarik secara simetris, tetapi umumnya ekspresi klinis siringomielia adalah
asimetris. Perpanjangan syrinx ke medulla (syringobulbia), atau karena terkait Arnold-Chiari
meduler kompresi malformasi, dapat mengakibatkan tanda-tanda cerebellar dan bulbar.
Familial Paralysis Periodik terdiri dari penyakit yang ditandai dengan serangan
episodik kelemahan ekstremitas.
Atas dasar klinis, ada tiga jenis utama:
1) paralisis periodik hipokalemia (Hopp, MIM 170.400),
2) hyperkalemic (HyPP, MIM 170.500),
3) sindrom Andersen, atau paralisis periodik dengan aritmia jantung (MIM
170.390).
HyPP untuk gen untuk subunit alpha dari saluran natrium, SCN4A, pada kromosom
17q13. Hopp paling sering ke gen untuk saluran dihidropiridin-sensitif L-jenis
kalsium otot, CACNL1A3 pada 1q32, tetapi juga dapat memetakan ke gen SCN4A.
Andersen sindrom peta untuk gen untuk saluran kalium dalam hati rektifikasi, KCNJ2
pada kromosom 17q23. Heterogenitas Locus memvalidasi klasifikasi klinis, meskipun
banyak peneliti sekarang benjolan kondisi sebagai channelopathies, termasuk
paramyotonia congenita dan myotonias nondystrophic lainnya.
Serangan serupa di semua tiga kondisi, tetapi agak berbeda dalam keparahan dan
durasi (Tabel 127.1). Dua jenis utama pertama kali dipisahkan oleh tingkat kalium
serum selama serangan spontan atau diinduksi. Tes Provokatif dapat dilakukan dengan
pemberian intravena glukosa dan insulin untuk mendorong tingkat kalium bawah atau
dengan pemberian garam kalium untuk meningkatkan tingkat serum, meskipun tes ini
digunakan lebih jarang karena induksi langka aritmia jantung dan karena
meningkatkan ketersediaan tes DNA.
preponderance
Incidence of Interval of weeks or Interval of hours or May not be present;
paralysis months days otherwise, interval
of weeks or months
Degrees of Tends to be severe Tends to be mild Tends to be mild but
paralysis but can be severe can be severe
Effect of cold May induce an May induce an Tends to induce an
attack attack attack
Effect of food May induce an Relieves an attack Relieves an attack
(especially attack
glucose)
Serum Low High Tends to be high
potassium
Oral Prevents an attack Precipitates an Precipitates an
potassium attack attack
Onset During sleep After precipitants After precipitants
*Modified from Hudson AJ. Brain 1963;86:811.
dikaitkan dengan tingkat kalium yang tinggi, rendah, atau normal. Namun demikian,
pasien sensitif terhadap kalium diberikan, yang selalu disebabkan serangan sebelum
terkena dampak cenderung memiliki aritmia jantung yang mengarah pada kebutuhan
untuk alat pacu jantung. Sindrom ini dinamakan Andersen karena dia menggambarkan
seorang anak dismorfik, sejak saat itu dysmorphism telah menjadi salah satu dari lima
kriteria untuk diagnosis, yang lain paralisis periodik, sensitivitas kalium, myotonia
(biasanya ringan), dan aritmia jantung. Disritmia ini dapat didahului oleh suatu
Vakuola ditemukan dalam otot pada tahap awal dari kedua Hopp dan HyPP. Ini
vakuola tampaknya muncul baik dari waduk terminal retikulum sarkoplasma dan dari
proliferasi tubulus T. Pada tahap selanjutnya, mungkin ada degenerasi serat otot,
serangan.
3.3.2. POLIO15
3.3.2.1. Definisi
mungkin akan terpengaruh, termasuk otak tengah, pons, serebelum, ganglia basalis,
dan korteks serebral nonmotor.
3.3.2.3.Epidemiologi
Epidemiologi akut anterior poliomyelitis adalah seluruh dunia dalam distribusi
tetapi lebih umum di daerah beriklim sedang. Ini dapat terjadi dalam bentuk
sporadis, endemik, atau epidemi pada setiap saat sepanjang tahun, tetapi paling
sering terjadi pada akhir musim panas dan awal musim gugur. Akut anterior
poliomielitis dulunya adalah bentuk paling umum dari infeksi virus dari sistem saraf.
Sebelum 1956, antara 25.000 dan 50.000 kasus terjadi setiap tahun di Amerika
Serikat.
Sejak munculnya vaksin yang efektif, kejadian penyakit ini telah menurun
secara drastis di Amerika Serikat, serta di negara-negara maju lainnya. Bahkan, di
negara-negara, lumpuh poliomyelitis menjadi jarang klinis, kecuali untuk kasus-
kasus terisolasi dan epidemi kecil di daerah di mana penduduk belum divaksinasi. Di
Amerika Serikat, pada 1980-an dan 1990-an kurang dari 10 kasus polio paralitik
terjadi setiap tahun, dan sebagian besar vaksin-terkait. Sejak beralih ke semua vaksin
virus polio jadwal tidak aktif (IPV) pada tahun 2000, tidak ada kasus adat telah
terjadi. Paralytic poliomyelitis, bagaimanapun, masih merupakan masalah kesehatan
di enam negara berkembang di dunia. Di seluruh dunia pada tahun 2003, hanya 682
kasus polio paralitik dilaporkan ke WHO.
Tiga jenis antigen berbeda virus polio telah ditetapkan. Semua tiga jenis dapat
menyebabkan lumpuh polio atau meningitis viral, tapi tipe I tampaknya menjadi
yang paling sering dikaitkan dengan penyakit lumpuh.
Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia. Hal ini jarang terjadi sebelum usia
6 bulan. Pada abad ke-20 ke-19 dan awal, poliomyelitis berubah dari endemik
penyakit epidemi. Pada awal epidemi, 90% dari kasus paralitik terjadi pada orang
muda dari 5 tahun. Sebagai epidemi terulang, terjadi pergeseran kasus paralitik
kepada individu yang lebih tua, sehingga sebagian besar kasus terjadi pada anak-
anak yang lebih tua dari 5 tahun dan pada remaja. Kelumpuhan juga terlihat lebih
sering pada dewasa muda.
3.3.2.4. Gejala
Gejala-gejala pada awal poliomyelitis yang mirip dengan infeksi akut (demam,
menggigil, mual, sujud). Pada sekitar 25% dari pasien, ini gejala mereda awal dalam
36 jam sampai 48 jam, dan pasien yang tampaknya baik untuk 2 hari sampai 3 hari
sampai ada kenaikan suhu sekunder (tipe Dromedarius) disertai dengan gejala iritasi
meningeal. Pada kebanyakan pasien, ini tahap kedua penyakit secara langsung
mengikuti pertama, tanpa periode intervensi kebebasan dari gejala. Sakit kepala
meningkat dalam keparahan dan nyeri otot muncul, paling sering di leher dan
punggung. Mengantuk atau mabuk kadang-kadang berkembang, tetapi pasien yang
marah dan khawatir, saat terangsang. Kejang yang kadang-kadang terlihat pada tahap
ini, pada bayi.
Ketika itu terjadi, kelumpuhan biasanya terjadi antara hari kedua dan kelima,
setelah timbulnya tanda-tanda keterlibatan sistem saraf, mungkin gejala awal atau
dalam kasus yang jarang terjadi, mungkin tertunda selama 2 minggu sampai 3
minggu. Setelah terjadinya kelumpuhan, mungkin ada perpanjangan hilangnya motor
untuk 3 hari sampai 5 hari. Kemajuan lebih lanjut dari tanda-tanda dan gejala jarang
terjadi setelah waktu ini. Demam berlangsung selama 4 hari sampai 7 hari dan reda
secara bertahap. Suhu dapat kembali normal sebelum kelumpuhan berkembang atau
saat kelumpuhan ini maju. Otot tungkai biasanya terlibat, tetapi dalam kasus yang
parah otot pernapasan dan jantung mungkin akan terpengaruh. Akut cerebellar
ataxia, kelumpuhan saraf terisolasi wajah, dan myelitis melintang telah diamati pada
individu yang terinfeksi virus polio.
3.3.2.6. Diagnosa
Akut anterior poliomielitis dapat didiagnosis tanpa kesulitan, pada kebanyakan
pasien, bila ada perkembangan akut flaccid paralysis asimetris, disertai dengan
perubahan karakteristik dalam CSF. Diagnosis presumtif dapat dibuat dalam tahap
preparalytic dan dalam kasus nonparalytic selama epidemi. Diagnosis dapat diduga
pada pasien yang belum divaksinasi atau yang memiliki cacat dalam respon
kekebalan tubuh mereka. Diagnosis infeksi virus polio dapat dibentuk oleh
pemulihan virus dari tinja (biasanya berlangsung 2 minggu sampai 3 minggu),
pencucian tenggorokan (selama minggu pertama), atau jarang, dari CSF atau darah.
Pemulihan virus dari tenggorokan atau tinja dan demonstrasi tambahan
kenaikan empat kali lipat dalam pasien cukup titer antibodi yang diperlukan sebelum
diagnosis virus tertentu dapat dilakukan. Polymerase chain reaction (PCR)
amplifikasi genom pengujian CSF biasanya positif. MRI generasi terakhir mungkin
menunjukkan peradangan lokal dengan tanduk anterior sumsum tulang belakang.
3.3.2.7. Pengobatan
Pengobatan pada dasarnya adalah dukungan. Perhatian harus diberikan untuk
respirasi, menelan kandung kemih, dan usus dan fungsi.
Pengobatan pasien dengan kelumpuhan otot pernapasan atau keterlibatan bulbar
membutuhkan perawatan yang besar. Mereka harus diperhatikan tanda-tanda malu
pernapasan, dan segera setelah ini menjadi jelas, bantuan pernafasan mekanik harus
segera diberikan.
Perkembangan kecemasan pada pasien yang sebelumnya tenang adalah
peringatan serius baik anoxia otak atau hiperkarbia dan mungkin mendahului bekerja
pernapasan atau sianosis. Pengobatan dalam tahap penyembuhan, dan selanjutnya,
terdiri dari fisioterapi, pendidikan ulang otot, penerapan peralatan koreksi yang tepat,
dan bedah ortopedi
Oral polio vaksinasi (OPV) dengan virus hidup yang dilemahkan efektif dalam
pencegahan infeksi lumpuh. Respon antibodi tergantung pada perbanyakan virus
dilemahkan dalam saluran pencernaan. Tingkat antibodi yang signifikan
mengembangkan lebih cepat dan bertahan lebih lama daripada mereka yang
mengikuti imunisasi intramuskular dengan polioviruses formal (IPV). OPV juga
mampu menyebar dan dengan demikian imunisasi kontak individu divaksinasi, tetapi
juga dapat menyebabkan vaksin polio terkait. Karena itu, rekomendasi untuk
vaksinasi di Amerika Serikat diubah menjadi jadwal semua-IPV. Namun, di daerah
endemik di dunia, OPV masih disukai.
3.3.2.9. Prognosa
Kurang dari 10% dari pasien meninggal akibat penyakit akut. Kematian
biasanya hasil dari kegagalan pernapasan atau komplikasi paru. Tingkat kematian
tertinggi dalam bentuk bulbar dari penyakit, di mana tingkat seringkali lebih besar
dari 50%. Prognosis buruk ketika kelumpuhan luas atau ketika ada kemajuan lambat
kelumpuhan, dengan eksaserbasi dan keterlibatan otot baru selama hari. Prognosis
berkaitan dengan kembali fungsi tergantung pada usia (bayi dan anak-anak memiliki
pemulihan lebih) dan tingkat kelumpuhan, karena otot kelompok hanya sebagian
lumpuh lebih mungkin untuk pulih.
Gejala baru berkembang di sekitar 50% dari pasien 30 tahun sampai 40 tahun
setelah poliomyelitis akut. Gejala baru telah secara kolektif disebut sindrom
postpolio. Dalam beberapa pasien, kelemahan progresif lambat dengan atrofi dan
fasikulasi mengembangkan dan telah disebut sebagai atrofi otot progresif postpolio.
3.3.3.1. Definisi
Guillain-Barre syndrome (GBS, neuropati demielinasi inflamasi akut) ditandai
dengan onset akut disfungsi saraf perifer dan kranial. Virus pernapasan atau infeksi
gastrointestinal, imunisasi, atau operasi sering mendahului gejala neurologis oleh 5
hari sampai 3 minggu. Gejala dan tanda-tanda termasuk kelemahan simetris cepat
progresif, hilangnya refleks tendon, diplegia wajah, paresis oropharyngeal dan
pernapasan, dan sensasi gangguan di tangan dan kaki. Memperburuk kondisi selama
beberapa hari sampai 3 minggu, diikuti oleh periode stabilitas dan kemudian
perbaikan secara bertahap untuk fungsi normal atau mendekati normal.
Plasmapheresis awal atau infus intravena gamma globulin manusia (IVIG)
mempercepat pemulihan dan mengurangi kejadian cacat jangka panjang neurologis.
3.3.3.2. Etiologi
Penyebab GBS tidak diketahui. Hal ini dianggap karena dimediasi kekebalan
penyakit dengan gambaran klinis yang sama (yaitu, mirip patologis, elektropsikologi,
dan perubahan CSF) dapat diinduksi pada hewan percobaan dengan imunisasi dengan
saraf perifer keseluruhan, saraf perifer myelin, atau, dalam beberapa spesies, perifer
saraf mielin P2 protein dasar atau galactocerebroside. Meskipun tidak ada bukti
sensitisasi terhadap antigen pada manusia dengan GBS spontan, aktivitas penyakit
tampaknya berkorelasi dengan munculnya antibodi serum terhadap myelin saraf
perifer. Ketika GBS didahului oleh infeksi virus, tidak ada bukti infeksi virus
langsung dari saraf perifer atau akar saraf.
kelemahan yang paling mudah terjadi bila ada dikurangi senyawa bermotor potensial
aksi (CMAP) amplitudo kurang dari 20% dari normal.
3.3.3.4. Insidensi
GBS adalah neuropati yang paling sering demielinasi diperoleh, dengan kejadian
0,6-1,9 kasus per 100.000 penduduk. Insiden meningkat secara bertahap dengan usia,
namun penyakit ini dapat terjadi pada semua usia. Pria dan wanita sama-sama
terpengaruh. Peningkatan insiden pada pasien dengan penyakit Hodgkin, serta dengan
operasi kehamilan atau umum.
Pada beberapa pasien, semua modalitas sensorik yang diawetkan, yang lain telah
ditandai penurunan persepsi posisi sendi, getaran, nyeri, dan suhu di kaus kaki-dan-
sarung tangan distribusi. Pasien kadang-kadang menunjukkan papilledema, ataksia
3.3.3.6. Varian
Akut neuropati motorik aksonal (AMAN) adalah varian dari GBS. Ada
bermotor degenerasi aksonal dan demielinasi sedikit atau tidak ada atau peradangan.
Meskipun keterlibatan aksonal, pemulihan adalah mirip dengan bentuk demielinasi.
AMAN dapat mengikuti infeksi Campylobacter jejuni atau injeksi parenteral dari
gangliosides.
GBS lainnya termasuk varian motor yang akut dan neuropati aksonal sensorik,
neuropati sensori akut atau neuronopathy, dan neuropati otonom akut atau
pandysautonomia.
Di masa lalu, penyakit utama yang harus dibedakan dari GBS adalah
polineuropati difteri dan polio akut. Keduanya kini jarang ditemukan di Amerika
Serikat. Polineuropati difteri biasanya dapat dibedakan dengan periode laten yang
panjang antara infeksi pernapasan dan terjadinya neuritis, frekuensi kelumpuhan
akomodasi, dan evolusi yang relatif lambat gejala.
3.3.3.8. Pengobatan
Plasmapheresis awal telah terbukti berguna pada pasien dengan GBS. IVIG
terapi juga dilaporkan untuk menjadi bermanfaat. Administrasi glukokortikoid tidak
memperpendek kursus atau mempengaruhi prognosis. Ventilasi mekanis dibantu
kadang-kadang diperlukan, dan tindakan pencegahan terhadap aspirasi isi lambung
makanan atau harus diambil jika otot orofaringeal terpengaruh. Keratitis Exposure
harus dicegah pada pasien dengan diplegia wajah.
Kadar protein CSF meningkat pada kebanyakan pasien dengan GBS tetapi
mungkin normal dalam beberapa hari pertama setelah onset. Jumlah sel CSF biasanya
normal, tetapi beberapa pasien dengan GBS sebaliknya khas memiliki 10 sampai 100
sel mononuklear / ÂμL dari CSF. Yg mononucleosis menular, cytomegalovirus
(CMV) infeksi, virus hepatitis, infeksi HIV, atau penyakit virus lainnya dapat
didokumentasikan oleh studi serologi. Peningkatan titer imunoglobulin (Ig) G atau
antibodi IgA ke GM1 atau gangliosides GD1a dapat ditemukan dalam bentuk aksonal
dari GBS, anti-GQ1b antibodi yang terkait erat dengan sindrom Miller-Fisher.
3.3.3.10. Prognosis
Gejala biasanya paling parah dalam waktu 1 minggu dari onset namun dapat
berlanjut selama 3 minggu atau lebih. Kematian jarang terjadi, tetapi dapat mengikuti
aspirasi pneumonia, emboli paru, infeksi kambuhan, atau disfungsi otonom. Tingkat
pemulihan bervariasi. Dalam beberapa, itu cepat, dengan restorasi fungsi normal
dalam beberapa minggu.
BAB IV
PENUTUP
Kelumpuhan dari kedua ekstremitas bawah dapat terjadi pada penyakit sumsum tulang
belakang, akar saraf, atau, lebih jarang, saraf perifer. Jika onset akut, mungkin sulit untuk
membedakan kelumpuhan tulang belakang dari neuropatik karena unsur kejutan tulang
belakang, yang hasil dalam penghapusan refleks dan dalam keadaan normal. Dalam penyakit
sumsum tulang belakang akut dengan keterlibatan saluran kortikospinalis, kelumpuhan atau
kelemahan mempengaruhi semua otot di bawah tingkat tertentu, biasanya, jika materi putih
secara ekstensif rusak atau hilang, sensorik di bawah level tertentu hilang (hilangnya rasa
nyeri dan rasa suhu karena kerusakan traktus spinotalamikus, dan kehilangan rasa getaran
akibat keterlibatan posterior kolom).7
Juga, pada penyakit bilateral dari sumsum tulang belakang, sfingter kandung kemih
dan usus biasanya terpengaruh. Kelainan ini mungkin disebabkan oleh lesi intrinsic dari kabel
atau massa ekstrinsik yang mempersempit kanal tulang belakang, kedua jenis lesi yang jelas
pada MRI. Dalam penyakit saraf perifer, kehilangan motor yang cenderung melibatkan otot
distal kaki lebih dari yang proksimal (pengecualian varietas tertentu dari sindrom Guillain-
Barre dan jenis neuropati diabetes dan porfiria); sphincteric Fungsi biasanya terganggu hanya
sementara. 7
Untuk tujuan klinis akan sangat membantu untuk memisahkan paraplegias akut dari
yang kronis dan membagi kedua menjadi dua kelompok: mereka awal dalam kehidupan
dewasa dan mereka yang terjadi pada masa bayi.
Penyebab paling umum dari paraplegia akut (atau quadriplegia jika kabel serviks yang
terlibat) adalah trauma tulang belakang, biasanya berhubungan dengan fraktur-dislokasi
tulang belakang. Penyebab kurang umum yakni hematomyelia karena kelainan vaskular,
sebuah malformasi arteriovenosa dari kabel yang menyebabkan iskemia oleh jelas
mekanisme, atau infark kabel akibat oklusi arteri spinalis anterior atau, lebih sering, untuk
oklusi segmental cabang aorta (karena aneurisma bedah atau ateroma, vaskulitis, dan inti
embolism pulposus). 7
Paralitik poliomyelitis dan akut Guillain- Barre 'sindrom gangguan murni motor
dengan meningitis ringan (sekarang langka), yang kedua didominasi motor tetapi sering
dengan gangguan sensorik-harus dibedakan dari akut dan subakut myelopathies dan dari satu
sama lain. Dalam kehidupan dewasa, multiple sclerosis dan untuk sebagian besar tumor kasus
paraplegia tulang belakang subakut dan kronis, namun berbagai proses ekstrinsik dan
intrinsik dapat menghasilkan efek yang sama. .7
Penyakit neurologis bawaan seperti Friedreich ataksia dan paraplegia keluarga, distrofi
otot, tumor, dan varietas kronis polineuropati cenderung muncul kemudian, selama masa
kanak-kanak dan remaja, dan progresif lambat. Transverse (demyelinative) myelitis
merupakan penyebab paraplegia akut di masa kecil.
Terutama dalam menegakkan diagnosis adalah scan MR dari tulang belakang dan
kadang-kadang teknik pencitraan lain. penyelidikan ini akan mengungkapkan l kompresi
patologi kabedan kebutuhan untuk intervensi bedah saraf. Area demielinasi juga dapat
divisualisasikan dalam kabelnya. Jika tidak ada lesi kabel tekan atau intrinsik ditunjukkan
oleh pemindaian, investigasi lain mungkin bisa membantu:16
CSF analisis, potensi visual yang membangkitkan, MR scan otak-multiple sclerosis;
EMG studi-motor neuron penyakit;
hematologis tes dan vitamin B12 serum estimasi degenerasi subakut gabungan kabelnya.
Dari apa pun penyebabnya, ada sekelompok pasien yang telah menjadi lumpuh parah,
dan akan tetap demikian pada jangka panjang. Mobilitas mereka akan sangat bergantung pada
kursi roda seperti pada multiple sclerosis. Dorongan dan keahlian perawat, fisioterapi, ahli
gizi, pekerja sosial, terapis okupasi, unit rehabilitasi, psikolog dan dokter. Mereka juga
membutuhkan dukungan emosional dari keluarga mereka dan teman-teman. Mereka harus
datang untuk berdamai dengan cacat besar dan percaya pada nilai mereka meskipun
kehilangan fungsi normal di bagian bawah tubuh mereka.
4) Kandung kemih:
• refleks pengosongan kandung kemih, drainase kondom;
• obat kolinergik atau antikolinergik yang diperlukan;
• kewaspadaan terhadap infeksi saluran kemih.
5) Usus: keteraturan diet, obat pencahar dan supositoria.
6) Fungsi seksual:
sering kekecewaan besar;
kenikmatan seksual yang normal, ejakulasi pria, orgasme, keterampilan motorik
untuk melakukan hubungan, semua kurang;
konseling pasien dan pasangan membantu penyesuaian.
7) Berat dan kalori:
Makan dan minum adalah kegiatan menyenangkan masih dibiarkan terbuka bagi
mereka. Berat mempersulit mobilitas mereka
8) Psikologis : kekecewaan, depresi, rasa malu, kebencian, kemarahan dan rasa peran
diubah dalam keluarga adalah beberapa pengalaman perasaan yang dialami pasien
lumpuh.
9) Dukungan keluarga
10) Pekerjaan: harga diri pasien mungkin jauh lebih tinggi jika ia dapat masih
melanjutkan pekerjaan sebelumnya, atau jika ia dapat dilatih untuk mendapatkan
pekerjaan baru.
11) Adaptasi rumah
12) Adaptasi mobil: konversi kontrol untuk penggunaan lengan dan tangan dapat
memberikan banyak kemerdekaan.
13) Saran keuangan
14) Rekreasi kegiatan dan hari libur
15) Saran hukum: mungkin diperlukan jika paraplegia adalah hasil dari kecelakaan, atau
jika paraplegia pasien mengarah ke pernikahan disintegrasi, yang kadang-kadang
terjadi.
16) Respite perawatan:
Masuk ke unit sakit kronis muda selama 1-2 minggu, direncanakan, teratur;
petugas perawatan di rumah pasien selama 1-2 minggu, sementara kerabat
mengambil libur
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. 2007. Human physiology from cells to system. Edisi ke-6. Canada: Thomson
Brooks/ Cole;.p. 77-211.
2. Mardjono M, dkk, Neurologi Klinis Dasar.1988. Jakarta : Dian Rakyat.
3. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.
4. Diana Kohnle. 2011. Paraplegia. Keck Medical Center of University Of Sourthern
California. Diakses dari
http://www.keckmedicalcenterofusc.org/condition/document/230663 diakses 5 Desember
2012
5. R. Putz, R. Pabst. 2006.Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 21.Jilid 2. Jakarta: EGC.
6. Aminorf, J.M., Greenberg, A.D., and Simon, P.R., 2005. Clinical Neurology. Edisi 7.
USA:Lange Medical Books/McGraw-Hill.p 155-157
7. Adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2005. Principles of Neurology. Edisi 8. New
York : McGraw-Hill. p 50-52; 1049-1092
8. Huff, J.S. 2010.Spinal Cord Neoplasma. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. Diakses 2 Desember 2012
9. Japardi, Iskandar. 2002. Radikulopati Thorakalis. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1994/1/bedah-iskandar%20japardi43.pdf.
Diakses 4 Desember 2012.
10. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor
in Adults. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/ webcontent/003088-pdf.
Diakses 4 Desember 2012.
11. Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006.Fundamental of Neurology. NewYork: Thieme. p
146-147.6.
12. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management of Intradural
Intramedullary Neoplasms. http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. Diakses
4 Desember 2012
13. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and Spinal Cord
Tumors - Hope Through Research..
http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainandspinaltumors.ht
m. Diakses 4 Desember 2012
14. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. GramediaPustaka Utama
15. Rowland, Lewis P.2005.Merritt's Neurology. Edisi 11. New York : Lippincott Williams
& Wilkins.
16. Wilkinson I, Lennox G. 2005.Essential neurology. Edisi 4. Massachusetts: Blackwell Publishing.p
83-110.