2.1 Pengertian, Tujuan Dan Jenis Surveilans Epidemiologi Pengertian Surveilans-Dikonversi
2.1 Pengertian, Tujuan Dan Jenis Surveilans Epidemiologi Pengertian Surveilans-Dikonversi
Surveilans adalah upaya/ sistem/ mekanisme yang dilakukan secara terus menerus
dari suatu kegiatan pengumpulan, analisi, interpretasi,dari suatu data spesifik yang digunakan
untuk perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program ( Manajemen program kesehatan)
Kedua yaitu menyangkut sistem pelaporan khusus yang diadakan untuk menanggulangi
masalah kesehatan utama atau penyakit, misalnya penyebaran penyakit menahun suatu
bencana alam. Sistem surveilans ini sering dikelola dalam jangka waktu yang terbatas dan
terintegrasi secara erat dengan pengelolaan program intervensi kesehatan. Bila informasi
tentang insidens sangat dibutuhkan dengan segera, sedangkan sistem informasi rutin tidak
dapat diandalkan maka sistem ini dapat digunakan. (Vaughan, 1993).
Menurut WHO :
Surveilans adalah : Pengumpulan, pengolahan, analisis data kesehatan secara sistematis dan
terus menerus, serta desiminasi informasi tepat waktu kepada pihak – pihak yang perlu
mengetahui sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.(Last, 2001 dalam Bhisma Murti,
2003 )
Surveilans adalah : Pengumpulan, analisis dan interpretasi data kesehatan secara sistematis
dan terus menerus, yang diperlukan untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya
kesehatan masyarakat, dipadukan dengan desiminasi data secara tepat waktu kepada pihak –
pihak yang perlu mengetahuinya.
Defenisi Surveilans epidemiologi adalah pengumpulan dan pengamatan secara
sistematik berkesinambungan, analisa dan interprestasi data kesehatan dalam proses
menjelaskan dan memonitoring kesehatan dengan kata lain surveilans epidemiologi
merupakan kegiatan pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek
kejadian penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun
penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan
penanggulangan. (Noor,1997). Surveilans epidemiologi adalah pengamatan yang terus
menerus atas distribusi, dan kecenderungan suatu penyakit melalui pengumpulan data yang
sistematis agar dapat ditentukan penanggulangannya yang secepat-cepatnya (Gunawan,
2000).
Menurut The Centers for Disease Control, surveilans kesehatan masyarakat adalah :
The ongoing systematic collection, analysis and interpretation of health data essential to the
planning, implementation, and evaluation of public health practice, closely integrated with
the timely dissemination of these data to those who need to know. The final link of the
surveillance chain is the application of these data to prevention and control
Merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta faktor
determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat penyakit atau perubahan
jumlah orang yang menderita sakit. Sakit dapat berarti kondisi tanpa gejala tetapi telah
terpapar oleh kuman atau agen lain, misalnya orang terpapar HIV, terpapar logam berat,
radiasi dsb. Sementara masalah kesehatan adalah masalah yang berhubungan dengan
program kesehatan lain, misalnya Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi, dsb. Faktor
determinan adalah kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah
kesehatan.
Merupakan kegiatannya yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus. Sistematis
melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi
sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu, sementara terus menerus menunjukkan bahwa
kegiatan surveilans epidemiologi dilakukan setiap saat sehingga program atau unit yang
mendapat dukungan surveilans epidemiologi mendapat informasi epidemiologi secara
terus menerus juga.
Gambar dibawah ini menyajikan contoh penggunaan surveilans untuk mendeteksi outbreak di
sentri. Grafik yang menghubungkan periode waktu pada sumbu X dengan insidensi kasus pen
yakit pada sumbu Y dapat digunakan untuk memonitor dan mendeteksi outbreak. Kecurigaan
outbreak terjadi pada kuartal ke 4 tahun 2008, ketika insidensi mencapai 3 kali rata-
rata per kuartal.
Surveilans dapat juga digunakan untuk memantau efektivitas program kesehatan. Gambar
5.3. menyajikan contoh penggunaan surveilans untuk memonitor performa dan efektivitas pro
gram pengendalian TB. Perhatikan, dengan statistik deskriptif sederhana surveilans mampu m
emberikan informasi tentang kinerja program TB yang meningkat dari tahun ke tahun, baik ju
mlah kasus TB yang dideteksi, ketuntasan pengobatan kasus, maupun kesembuhan kasus. Per
hatikan pula peran penting data time-
series dalam analisis data surveilans yang dikumpulkan dari waktu ke waktu dengan interval
sama.
1. Surveilans Individu
Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS 1980an dan
SARS. Dikenal dua jenis karantina: (1) Karantina total; (2) Karantina parsial. Karantina total
membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit menular selama masa
inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar. Karantina parsial
membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan
dan tingkat bahaya transmis penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah
penularan penyakit campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan
tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pospos lainnya tetap bekerja.
Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan masalah legal,
politis, etika, moral, dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas langkah-
langkah pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat (Bensimon dan
Upshur, 2007).
2. Surveilans Penyakit
Suatu system yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari fasilitas
kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu, disebut surveilans
sentinel. Pelaporan sampel melalui system surveilans sentinel merupakan cara yang baik
untuk memonitor masalah kesehatan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas.
(DCP2, 2008; Erme dan Quade, 2010)
5. Surveilans Terpadu
Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua kegiatan
surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai sebuah
pelayanan public bersama. Surveilans terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia
yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan
pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan
perbedaan kebutuhan data khusus penyakit-penyakit tertentu. (WHO, 2001, 2002; Sloan et
al., 2006).
b. Pengelolaan data
Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk data mentah (row data) yang masih
perlu disusun sedemikian rupa sehingga mudah dianalisis. Data yang terkumpul dapat diolah
dalam bentuk tabel, bentuk grafik maupun bentuk peta atau bentuk lainnya. Kompilasi data
tersebut harus dapat memberikan keterangan yang berarti.
Data yang telah disusun dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan dilakukan
interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan kejelasan tentang situasi yang ada dalam
masyarakat.
Setelah analisis dan interpretasi data serta telah memiliki keterangan yang cukup jelas
dan sudah disimpulkan dalam suatu kesimpulan, selanjutnya dapat disebarluaskan kepada
semua pihak yang berkepentingan, agar informasi ini dapat dimanfaatkan sebagai mana
mestinya.
e. Evaluasi
Hasil evaluasi terhadap data sistem surveilans selanjutnya dapat digunakan untuk
perencanaan, penanggulangan khusus serta program pelaksanaannya, untuk kegiatan tindak
lanjut (follow up), untuk melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan program dan
pelaksanaan program, serta untuk kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil kegiatan.
2.2.2 Fungsi
1. Mengetahui distribusi geografis penyakit endemis dan penyakit yang dapat menimbulkan
epidemic.
2. Mengetahui perioditas suatu penyakit.
3. Menentukan apakah terjadi peningkatan insidensi yang disebabkan oleh kejadian luar
biasa atau karena perioditas penyakit.
4. Mengetahui situasi suatu penyakit tertentu.
5. Memperoleh gambaran epidemiologi tentang penyakit tertentu.
6. Melakukan pengendalian penyakit.
7. Mengetahui adanya pengulangan outbreak yang pernah menimbulkan endemic.
8. Pengamatan epidemiologi terhadap influenza untuk mengetahui adanya tipe baru dari
virus influenza.
2.2.3 Langkah
1. Perencanaan surveilans
2. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk memproses data
selanjutnya. Data yang dikumpulkan memuat informasi epidemiologi yang dilaksanakan
secara teratur dan terus-menerus dan dikumpulkan tepat waktu. Pengumpulan data dapat
bersifat pasif yang bersumber dari Rumah sakit, Puskesmas dan lain-lain, maupun aktif yang
diperoleh dari kegiatan survey.
Proses pengumpulan data diperlukan system pencatatan dan pelaporan yang baik.
Secara umum pencatatan di Puskesmas adalah hasil kegiatan kunjungan pasien dan kegiatan
luar gedung. Sedangkan pelaporan dibuat dengan merekapitulasi data hasil pencatatan dengan
menggunakan formulir tertentu, misalnya form W1 Kejadian Luar Biasa (KLB) , form W2
(laporan mingguan) dan lain-lain.
4. Analisis data
Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan membandingkan data bulanan
atau tahun-tahun sebelumnya, sehingga diketahui ada peningkatan atau penurunan, dan
mencari hubungan penyebab penyakit malaria dengan factor resiko yang berhubungan
dengan kejadian malaria.
5. Penyebarluasan informasi
Penyebarluasan informasi yang baik harus dapat memberikan informasi yang mudah
dimengerti dan dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan, upaya
pengendalian serta evaluasi program yang dilakukan. Cara penyebarluasan informasi yang
dilakukan yaitu membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada atasan,
membuat laporan kajian untuk seminar dan pertemuan, membuat suatu tulisan di majalah
rutin, memanfaatkan media internet yang setiap saat dapat di akses dengan mudah.
6. Umpan balik
Kegiatan umpan balik dilakukan secara rutin biasanya setiap bulan saat menerima
laporan setelah diolah dan dianalisa melakukan umpan balik kepada unit kesehatan yang
melakukan laporan dengan tujuan agar yang mengirim laporan mengetahui bahwa laporannya
telah diterima dan sekaligus mengoreksi dan member petunjuk tentang laporan yang
diterima. Kemudian mengadakan umpan balik laporan berikutnya akan tepat waktu dan benar
pengisiannya. Cara pemberian umpan balik dapat melalui surat umpan balik, penjelasan pada
saat pertemuan serta pada saat melakukan pembinaan/suvervisi.
Bentuk dari umpan balik bias berupa ringkasan dari informasi yang dimuat dalam
bulletin (news letter) atau surat yang berisi pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan yang
dilaporkan atau berupa kunjungan ke tempat asal laporan untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya. Laporan perlu diperhatikan waktunya agar terbitnya selalu tepat pada waktunya,
selain itu bila mencantumkan laporan yang diterima dari eselon bawahan, sebaliknya yang
dicantumkan adalah tanggal penerimaan laporan.
7. Investigasi penyakit
8. Tindakan penanggulangan
Program surveilans sebaiknya dinilai secara periodic untuk dapat dilakukan evaluasi
manfaat kegiatan surveilans. Sistem dapat berguna apabila memenuhi salah satu dari
pernyataan berikut:
- Kelengkapan laporan.
- Jumlah dan kualitas kajian epidemiologi dan rekomendasi yang dapat dihasilkan.
- Terdistribusinya berita epidemiologi lokal dan nasional.
- Pemanfaatan informasi epidemiologi dalam manajemen program kesehatan.
- Meningkatnya kajian Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) penyakit.
3) Sumber daya
Hambatan yang paling menonjol dari hasil penelitian ini adalah sumber daya
manusia. Hambatan yang berhasil di identifikasi berdasarkan persepsi renponden adlah
sebagai berikut ;
- Jumlah tenaga yang kurang untuk mengcover kegiatan PE
- Banyaknya tugas rangkap.
- Sarana Komputer, biasanya komputer bergantian untuk menyelesaikan tugas lain.
5) Kebijakan
6) Dana
Kegiatan surveilans ini tidak membutuhkan dana yang sedikit juga. Sering kali
permasalahan dana menjadi penghambat dalam melakukan surveilans.
Lokasi yang jauh dari perkotaan dan minimnya transportasi membuat kegiatan
surveilans terhambat. Sering kali jarak membuat kegiatan surveilans berlangsung berhari-hari
karena transportasi yang minim dan jarak yang jauh. Kondisi jalan juga mempengaruhi.
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit menular dan
factor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular.
Ruang lingkupnya antara lain :
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan factor
risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular.
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan factor risiko untuk
mendukung program penyehatan lingkungan.
Merupakan analisis terus-menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan factor
risiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu.
Merupakan analisis terus-menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan factor
risiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra.
- Kesehatan Haji
- Kesehatan Pelabuhan dan Lintas Batas Perbatasan
- Bencana dan masalah sosial
- Kesehatan matra laut dan udara
- KLB Penyakit dan Keracunan
SCREENING
Screening atau penyaringan kasus adalah cara untuk mengidentifikasi penyakit yang
belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan cepat
memisahkan antara orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin
tidak menderita.
Latar belakang sehingga screening ini dilakukan yaitu karena hal berikut ini:
1. Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terhadap orang-
orang yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit, yaitu orang yang
mempunyai resiko tinggi terkena penyakit (Population at risk).
2. Dengan ditemukan penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan secara tuntas
sehingga tidak membahayakan dirinya atau lingkungan dan tidak menjadi sumber
penularan penyakit.
SASARAN
PROSES PENYARINGAN
Kasus campak, dan juga kasus-kasus yang lain, adalah seseorang atau suatu obyek
tertentu, yang menunjukkan ciri-ciri tertentu, berada pada tempat tertentu dan pada waktu
tertentu, sehingga ia dinyatakan oleh seseorang yang mengumpulkan data surveilans sebagai
kasus campak atau kasus-kasus lainnya. Kasus satu dengan kasus lain perlu ditetapkan ciri-
ciri tertentu yang spesifik, sehingga dapat dipilah berbagai jenis kasus yang ada di unit
sumber data. Rumusan ciri kasus tersebut disebut sebagai definisi operasional kasus.
Definsi operasional kasus adalah alat pemilah antara kasus dan bukan kasus. Ketidak
tepatan “definisi operasional kasus A”, misalnya, dapat berakibat suatu obyek dinyatakan
sebagai kasus A, padahal sebenarnya bukan, sebaliknya, suatu obyek dinyatakan sebagai
bukan kasus A, padahal sebenarnya adalah kasus A. Apabila terdapat 1000 obyek dinyatakan
sebagai kasus A, maka bisa terdapat 900 obyek benar sebagai kasus A, tetapi terdapat 100
obyek yang sebenarnya bukan kasus A, sehingga pengukuran besarnya angka kesakitan
menjadi tidak tepat (validitas).
Reliabilitas
Definisi operasional kasus adalah alat untuk menentukan suatu diagnosis, baik
berdasarkan gambaran klinis, dan atau dukungan pemeriksaan lainnya. Reliabilitas adalah
konsistensi suatu definisi operasional kasus ketika digunakan untuk menetapkan kasus atau
bukan kasus, baik oleh petugas yang sama pada waktu berbeda (konsistensi intra petugas),
atau antara satu petugas dengan petugas lain (konsistensi antar petugas) Untuk menjaga
reliabilitas, maka perlu ada pedoman, prosedur operasional standar, pelatihan, dan
monitoring-evaluasi penerapan definisi operasional kasus.
Faktor yg mempengaruhi:
1. Variabilitas alat
2. Variasi subyek
3. Variasi pemeriksa
Contoh
Definisi operasional (DO) kasus campak adalah demam, bercak merah disertai dengan
salah satu gejala diare, mata merah conjunctivitis atau batuk Pada DO kasus campak tersebut,
pengertian demam bisa berbeda satu petugas dengan petugas lain. Pada saat ditemukan kasus
oleh petugas A di Puskesmas, dengan hasil perabaan dahi menunjukkan demam, ditemukan
bercak kemerahan dan batuk, maka sesuai dengan DO kasus campak tersebut dimasukkan
sebagai kasus campak. Tetapi pada saat kasus yang sama tersebut datang ke petugas B, ia
menyebut bukan kasus campak, karena pada perabaan dahi dinyatakan suhu normal, atau
tidak demam. Pengukuran suhu oleh satu petugas bisa berbeda-beda metodenya, misalnya
satu saat petugas mengukur suhu badan pada ketiak, saat lain mengukur suhu badan pada
mulut, tetapi pengukuran dengan alat yang sama bisa dihasilkan simpulan yang berbeda, baik
karena cara menggunakan alat, maupun interpretasinya.