Anda di halaman 1dari 35

PANDUAN PEMBUATAN IPAL MINIMALIS

UNTUK PENANGANAN LIMBAH TAMBAK UDANG

Disusun oleh :
Itang Hidayat
&
Forum Udang Indonesia
( Budhi Wibowo, Coco Kokarkin, Supito )
KATA PENGANTAR KETUA UMUM FUI

Kami bersyukur atas selesainya Pedoman IPAL Tambak yang telah disusun melalui serangkaian
diskusi dan merujuk pada berbagai sumber. Terima kasih kepada Bapak Dirjen Budidaya Bapak
Dr TB Haeru MSc yang selalu mendukung dan memberi arahan pada program program
FUI, semoga sinergitas kita bermanfaat besar bagi seluruh masyarakat produser udang
Indonesia. Saudara Itang Hidayat adalah pakar utama dalam penyusunan pedoman IPAL
minimalis yang sangat penting ini. FUI berusaha agar pedoman ini dapat dijadikan acuan praktis
para petambak udang terutama bila sudah memahami perhitungan limbah yang dihasilkan, sifat2
dan kandungan limbah dari pemeliharaan udang serta batasan batasan yang ditetapkan oleh
pemerintah
Pehitungan luas dan volume sarana IPAL yang hanya sekitar 5% dari total sarana
produksi terpakai dan potensil seharusnya tidak akan memberatkan siapapun yang memiliki usaha
tambak demi daya saing udang Indonesia di pasar internasional dan pasar domestik. IPAL yang
dapat mengurangi beban lingkungan hingga dapat dibersihkan secara alami oleh lingkungan, juga
berguna untuk mencegah berkembangnya patogen menjadi penyakit yang endemik (menetap) di
satu kawasan.
Kami dari FUI sangat berharap pedoman IPAL Minimalis ini dapat menjadi pijakan awal seluruh
produsen dan pemangku kepentingan udang untuk menyamakan visi Indonesia sebagai
produsen udang terbaik dan bersaing di dunia, penopang devisa negara yang signifikan dan yang
terpenting, mensejahterakan masyarakat Indonesia.
Masukan dan saran yang membangun demi kesempurnaan pedoman ini serta penyusunan acuan2
praktis yang lain sangat kami harapkan dari semua pembaca. Semoga Tuhan yang Maha Kuasa
memberikan berkahNya untuk kita semua. Aamiin.

Jakarta, Oktober 2021

( Budhi Wibowo )
LATAR BELAKANG

Budidaya udang merupakan keberlanjutan seiring meningkatnya pemenuhankebutuhan protein


hewani bagi masyarakat dunia. Kegiatan budidaya udang saat ini berpotensi menghasilkan limbah
yang dapat mengganggu ekosistem. Pembuangan limbah budidaya udang ke lingkungan tanpa
pengolahan akan berdampak pada degradasi lingkungan tambak seperti perluasan zona dangkal di
laut, penambahan lapisan anoksia (oksigen rendah) dan lapisan euksinia (kaya sulfida) di laut serta
pergeseran dominasi plankton oleh bakteri. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan atau
akumulasi bahan organik dalam air laut. Pada lingkungan internal tambak udang sendiri terdampak
langsung dengan mikroorganisme patogen yang berlimpah; laju nitrifikasi yang meningkat karena
peningkatan kelimpahan bakteri nitrifikasi di air laut yang dapat berpengaruh terhadap fluktuasi
alkalinitas; dinamika fosfat yang menjadi gangguan healthy plankton bloom; dan pembentukkan
toksin yang dapat menyebabkan wabah seperti early mortality syndrome (EMS) / acute
hepatopancreatic necrosis disease (AHPND). Oleh karena itu, pengolahan air limbah budidaya
udang perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan (responsibility) dan keberlangsungan
usaha (sustainability).

Proses terpenting dalam pengolahan limbah tambak udang adalah pemisahan limbah padat
(sludge) dari air limbah. Urgensi pemisahan sludge terkait dengan habitat bakteri patogen
penyebab terjadinya wabah penyakit yang sering kali ditemukan pada sludge limbah budidaya
tersebut dalam bentuk biofilm, seperti pada fenomena pembentukan biofilm bakteri Vibrio
parahaemolyticus AHPND pada lumpur dasar laut / kolam budidaya yang memproduksi toksin
PirA dan PirB yang menyebabkan wabah EMS dimana 70% toksin ditemukan pada bagian sludge
dan 30% terdeteksi di air. Selain itu, pemisahan sludge dapat memaksimalkan efisiensi proses
pengolahan air di IPAL tambak udang. Keengganan pembangunan instalasi pengolahan air limbah
(IPAL) tambak udang pada umumnya akibat keterbatasan lahan dan asumsi kompleksitas
teknologi yang digunakan. Desain IPAL tambak udang minimalis menjadi jawaban yang praktis
dan tepat sasaran bagi para petambak udang Indonesia karena sudah memprioritaskan pemisahan
limbah padat dari limbah cair agar tidak bermasalah dari segi fisik, kimia dan biologis lingkungan
dan juga dari segi hokum dan peraturan.
PENDAHULUAN

Prinsip dasar pengolahan limbah

Mengubah bahan organik menjadi bentuk molekul sederhana yang tidak bersifat polutan.

CxHyOz ---> CO2 + H2O + solid

Mengubah senyawa bernitrogen menjadi nitrat dan gas nitrogen (N2).

Mengubah senyawa berposfor menjadi senyawa yang tidak larut dalam air.

Metode pengolahan limbah

• Pengolahan limbah secara fisika (filtrasi, sedimentasi, flotasi, absorpsi, adsorpsi, aerasi)
lebih berhubungan dengan cara cara pemisahan / separasi padatan dari cairan limbah.
• Pengolahan limbah secara biologi, berupa pemanfaatan mikroba untuk penguraian limbah
(biofilm / biofiltrasi, bioflokulasi / lumpur aktif / activated sludge, enzimasi & fermentasi).
• Pengolahan limbah secara kimia (oksidasi, asam-basa, disinfeksi, elektrolisis, koagulasi,
membran ultra filtrasi, resin kation anion, reverse osmosis).

Pengolahan limbah secara kimia berlangsung singkat, tidak memerlukan lahan yang luas, investasi
pengadaan IPAL sedang namun biaya operasional tinggi.

Pengolahan limbah secara biologi berlangsung lama, memerlukan lahan yang luas, investasi tinggi,
namun biaya operasional rendah.

Pemilihan metode pengolahan limbah dapat berupa metode tunggal atau kombinasi dari ketiga
jenis metode pengolahan limbah tersebut.

Pengolahan limbah secara biologi

Pengolahan limbah secara biologi memanfaatkan mikroorganisme untuk menguraikan limbah cair
atau padat menjadi molekul yang lebih sederhana dan tidak bersifat polutan.

Proses pengolahan limbah secara biologi dapat berlangsung secara aerob atau anaerob atau
kombinasi aerob - anaerob (fakultatif).
Proses Prinsip Kerja Kelebihan Kekurangan
Pengolahan Aerobik
Activated Pertumbuhan mikroba dengan sistem Kebutuhan Memerlukan
sludge suspended growth, mengoksidasi aerator untuk lahan yang
material organik membentuk flok dan oksigen luas, proses
akan mengendap sebagai lumpur yang terlarut dan operasional
disirkulasikan kembali. pengadukan rumit, energi
HRT: 4 – 8 jam lumpur tinggi dan biaya
yang
dibutuhkan
besar

Aerated Pertumbuhan mikroba dengan sistem Aerasi Energi dan


lagoon suspended growth, suplai O2 dibantu mekanis biaya yang
melalui injeksi udara mekanis. meningkatkan dibutuhkan
treatment besar serta
efficiency, membutuhkan
membutuhkan keterampilan
area yang operator
relatif kecil untuk
dan menguasai
kebutuhan sistem
teknologi
sederhana.

Aerasi Pertumbuhan mikroba dengan sistem Energi yang Pengurasan


fakultatif suspended growth, suplai O2 dibantu digunakan lumpur secara
aerator dan oksigenasi tergantung rendah berkala
aktivitas alga dan fotosintesis karena energi
aerator tidak
sebesar pada
sistem
aerated
lagoon.
Pengolahan Kombinasi
Kolam  Kolam kombinasi proses anaerob, Kebutuhan Memerlukan
stabilisasi fakultatif dan aerobik dengan tujuan teknologi lahan yang
menyeimbangkan fluktuasi beban sederhana luas;
organik dan beban hidrolis limbah. sehingga kandungan
 Ketiga kolam memiliki ketinggian energi yang algae tinggi;
yang berbeda. dibutuhkan adanya
 Pengendapan dilakukan pada kolam relatif rendah, penguapan air
anaerob. Pada kolam fakultatif dapat
memanfaatkan proses fotosintesis menghindari
oleh algae sebagai sumber oksigen, kelebihan
dan pada kolam aerobik terjadi pembebanan
penyempurnaan kualitas air serta bahan organik
mengurangi mikroorganisme patogen.

MBBR  Pertumbuhan mikroba dengan sistem Efisiensi Investasi alat


attached growth membentuk biofilm pengolahan tinggi.
Moving pada media bergerak. BOD dan Membutuhkan
Bed  Kombinasi proses aerob dan anaerob. nitrifikasi pergantian
Biofilm  Sistem ini tidak membutuhkan tinggi; media secara
Reactor resirkulasi lumpur. Tidak rutin
memerlukan
lahan yang
luas karena
menggunakan
reactor
SBBR  Pertumbuhan mikroba dengan sistem Tidak Membutuhkan
Sequencing attached growth membentuk biofilm memerlukan pergantian
Batch pada media statis. lahan yang media secara
Biofilm  Kombinasi proses aerob dan anaerob. luas, compact rutin.
Reactor  Sistem ini tidak membutuhkan system. Untuk debit
resirkulasi lumpur. air limbah
yang kecil.

SBR  SBR menggunakan modifikasi Tidak Kebutuhan


Sequencing pengolahan lumpur aktif dalam memerlukan sistem
Batch reaktor secara berurutan dan kontinu. lahan yang otomatisasi
Reactor  Kombinasi sistem aerob dan anaerob, luas karena peralatan dan
dimana limbah dari reaktor anaerob seluruh dibutuhkan
dialirkan ke reaktor aerob lalu proses terjadi keterampilan
dikembalikan ke anaerob lagi pada reaktor operator
(recycle) untuk denitrifikasi tunggal
sempurna.
 Penambahan molase hingga C:N ratio
10:1, efektif mengurangi amonia,
nitrit, dan nitrat hingga 99% dalam 9
hari.

Mikroorganisme memerlukan waktu untuk melakukan proses perombakan bahan limbah secara
sempurna. Sehingga dikenal istilah “waktu tinggal” / retention time atau HRT (hydraulic retention
time) pada proses pengolahan limbah secara biologi, yang didefinisikan sebagai waktu rata-rata
suatu senyawa dapat terurai oleh mikroorganisme dalam sistem tersebut. Nilai HRT dapat
diketahui dengan membagi volume air pada wadah IPAL dengan laju alir air limbah yang masuk.

Pengolahan Limbah Secara Biologi dengan Lumpur Aktif (Activated Sludge)

IPAL berupa kolam aerasi tersuspensi dengan menggunakan lumpur aktif / activated sludge ( di
dunia perikanan dikenal sebagai Bioflok) paling umum digunakan untuk pengolahan limbah
industri dan limbah domestik.

"Mesin utama" pengolahan limbah secara biologi dengan kolam aerasi tersuspensi adalah lumpur
aktif/activated sludge/bioflok dengan SV 30 (sludge volume pengendapan 30 menit) = 400 mL/L.
Gambar 1 : Flowchart IPAL secara biologi dengan activated sludge
• Kolam ekualisasi : HRT minimal 4 jam
• Kolam anaerob : HRT minimal 72 jam
• Kolam aerob : HRT minimal 8 jam
• Kolam pengendapan : HRT minimal 2 jam
• Kolam stabilisasi : HRT minimal 2 jam

Limbah hasil kegiatan perikanan seperti hatchery , pabrik pakan, pabrik pengolahan ikan /
coldstorage sudah umum menggunakan IPAL dengan kolam aerasi tersuspensi (activated sludge)
atau aerasi suspensi terlekat (MBBR) dan kemungkinan besar juga akan disyaratkan untuk IPAL
tambak udang nantinya.
Pengadaan sistem pengolahan limbah yang komplit dengan standar IPAL SNI di tambak udang
masih menjadi pertimbangan bagi para petambak terkait keterbatasan lahan, kesanggupan
finansial, serta tingkat kompleksitas teknologi desain instalasi pengolahan air limbah yang
digunakan.

Oleh karena itu, sejalan dengan tujuan sosialisiasi bertahap mengenai pengadaan sistem
pengolahan limbah yang ideal di tambak udang, diperlukan desain IPAL tambak yang bersifat
sementara namun dapat mengakomodasi resiko pencemaran lingkungan dari kegiatan budidaya
tambak udang dengan teknologi tepat guna, sederhana, biaya relatif rendah dengan luasan lahan
yang terbatas, sebagai jembatan / transisi sebelum penerapan infrastruktur IPAL yang sebenarnya
dapat diadakan.
IPAL MINIMALIS UNTUK TAMBAK UDANG

Filosofi Dasar

Target utama keberhasilan IPAL minimalis adalah menahan limbah padat (suspensi dan lumpur)
supaya tidak keluar dari lingkungan tambak udang. Sesuai dengan pedoman untuk pengolahan
limbah tambak udang pada PERMEN-KP no 75 tahun 2016.

IPAL minimalis mampu menahan limbah padat tidak keluar dari tambak udang ke lingkungan
perairan sekitar tambak udang ; baik buangan air limbah saat panen maupun buangan air limbah
harian dari kegiatan budidaya.

Perhitungan nota teknis IPAL minimalis berdasarkan pengadaan kolam ekualisasi dengan waktu
tinggal / waktu retensi / HRT 4 jam seperti pada Gambar 1 flowchart IPAL pengolahan secara
biologi (kolom yang diarsir warna merah) yang mampu mengantisipasi suspensi dan lumpur
supaya terendapkan pada saat peak load (beban puncak) debit air limbah tertinggi saat panen
berlangsung. HRT kolam ekualisasi 4 jam sesuai dengan rata rata kecepatan panen / kuras air
kolam saat panen yang rata rata memerlukan waktu 4 jam.

Kolam ekualisasi dimodifikasi lebih lanjut untuk pengolahan air buangan harian tambak udang
dan ke depannya diharapkan petambak mampu menambah dan melengkapi dengan kolam kolam
IPAL lainnya sesuai pada flowchart Gambar 1 di atas.

Pengolahan limbah tambak udang minimalis menerapkan kombinasi fungsi kolam ekualisasi,
kolam pengendapan, kolam aerob dan anaerob dalam satu kolam pengolahan limbah.

Metode yang diterapkan pada pengolahan limbah tambak udang minimalis yaitu gabungan dari 3
sistem pengolahan limbah secara biologi : aerated lagoon, SBR (sequencing batch reactor) dan
fakultatif anaerob. Ketiga proses tersebut berlangsung secara simultan. dengan memanfaatkan
lahan yang ada (tidak memerlukan lahan yang luas karena seluruh proses terjadi dalam satu
reaktor), perawatan mudah serta biaya operasional yang rendah.

Berdasarkan perhitungan, rasio dimensi IPAL minimalis adalah 5% - 6,5% dari volume air seluruh
kolam budidaya. Sebagai contoh, jika hamparan tambak udang terdiri atas 100 kolam budidaya
dengan ukuran kolam seragam maka dapat menggunakan IPAL modular, dimana setiap 20 kolam
dilengkapi dengan 1 unit IPAL minimalis. Atau, untuk 100 kolam budidaya dapat dilengkapi 1
unit IPAL minimalis sentral dengan dimensi 5% - 6,5% dari volume total air kolam budidaya.

Perhitungan Dimensi Kolam IPAL Minimalis

1. Luas / volume IPAL minimalis berdasarkan beban puncak debit air limbah tambak udang,
yakni saat panen.
2. Dengan asumsi saat panen kolam dikuras airnya satu per satu, dengan waktu panen rata rata 4
jam maka dari perhitungan diketahui dimensi IPAL minimalis untuk tambak udang setara
dengan dimensi kolam saat panen.
3. Sebagai contoh, untuk tambak udang dengan kolam kolam yang seragam ukuran dan
dimensinya sebut saja dengan ukuran kolam budi daya 50 m x 50 m dengan tinggi air 1,5 m :
• Volume air kolam : (2500 x 1,5) = 3.750 m3 panen tuntas dalam 4 jam : Q (debit air) =
3.750 m3/4 jam = 937,5 m3/jam.
• Dimensi kolam IPAL minimalis = HRT 4 jam = 4 x 937,5 m3 = 3.750 m3 dengan kata
lain 1 : 1 dengan volume air 1 kolam budidaya.
Untuk tambak udang dengan ukuran kolam beragam dengan luasan dan kedalaman air yang
berbeda beda, dimensi kolam IPAL minimalis setara dengan volume air kolam yang terbesar
yang ada di tambak udang tersebut.
4. Saat panen, petak pengolahan minimalis berfungsi sebagai kolam pengendapan saja untuk
pemisahan lumpur, supaya partikel limbah padat tertahan di kolam IPAL, sementara air
dialirkan langsung ke lingkungan.Saat tidak panen, kolam IPAL minimalis digunakan untuk
pengolahan air limbah harian secara fakultatif.
5. Mengingat rata rata laju pengendapan air kolam saat di jar test sekitar 0,5 jam maka dimensi
kolam pengendapan awal dengan HRT 4 jam masih akomodatif untuk menerima debit air dari
panen lebih dari 1 kolam dalam satu waktu dan masih akomodatif juga untuk menerima debit
air dari panen 1 kolam dengan waktu kuras cepat 2 - 3 jam.
6. Waktu tinggal (HRT) minimum untuk sistem fakultatif adalah 24 jam ( 1 hari), ini menjadi
faktor pembatas kemampuan 1 kolam IPAL minimalis untuk mampu melayani berapa kolam
budidaya. Tergantung dari jumlah pergantian air harian tambak udang tersebut (debit limbah
harian) :
Pergantian air harian/kolam Jumlah kolam yang mampu dilayani 1 kolam IPAL
2.5% 93.75 m3 40
5% 187.5 m3 20
10% 375 m3 10
15% 562.5 m3 7
20% 750 m3 5
Jumlah kolam yang mampu dilayani kolam IPAL = Volume kolam IPAL : debit limbah harian

Layout Sistem IPAL Minimalis

Keterangan:

1. Drying bed/kolam pasir penirisan lumpur

2. Pipa transfer lumpur/sludge

3. Pompa transfer air limbah

4. Pintu kayu monik

5. Dinding pengarah arus air limbah


Flow Chart Alur Proses Air Limbah

• Pompa transfer air limbah ke bak IPAL berupa pompa submersible, jumlah
pompa yang dipasang sebanyak 2 unit
• Penggunaan pompa dikarenakan faktor elevasi kolam tambak budidaya yang
berada pada daerah landai.
• Pompa transfer lumpur berupa pompa submersible type sewage pump
sebanyak 1 unit.
• Paddle wheel aerator 1 HP sebanyak 12 unit, ditempatkan sesuai titik
gambar rencana kerja.
• Air limbah masuk ke IPAL dengan pemompaan dan diarahkan arusnya
sedemikian rupa dengan bantuan paddle wheel aerator untuk memusatkan
pengumpulan lumpur pada central drain/sludge collector.
• Pengeluaran air limbah secara overflow dengan mengatur ketinggian pintu
air papan monik atau menggunakan pipa overflow
Dimensi Unit IPAL Minimalis

15,8 m

15,8 m

5m

10 m

50 m 20 m

50 m

Kedalaman kolam 2 m, tinggi air kolam 1,5 m


Bentuk Central Drain/Sludge Collector
Over View Unit IPAL Minimalis

General over view-1 IPAL Minimalis

General over view-2 IPAL Minimalis


Potongan Bak Ekualisasi/Stabilisasi/Pengendapan

Potongan Tampak Pompa Transfer Air Limbah (pintu masuk air limbah)
Over view Sludge Drying Bed (tampak lapisan gravel & pasir)

Lapisan Gravel Sludge Drying Bed


Posisi Pipa Drain Sludge Drying Bed

Tampak Atas Unit IPAL Minimalis


Sistem Operasional Pengolahan IPAL Minimalis

a. Seluruh peralatan mekanik dan elektrik harus dipastikan dalam keadaan berjalan dengan baik.
Seperti pompa dan paddle wheel aerator .
b. Air limbah yang berasal dari kegiatan budidaya masuk ke petak pengolahan limbah minimalis
melalui pompa sentrifugal atau submersible. Jumlah pompa yang dipasang berdasarkan debit
air limbah.
c. Saat panen, petak pengolahan minimalis berfungsi sebagai kolam pengendapan untuk
pemisahan lumpur pada sludge drying bed kemudian air dialirkan ke lingkungan secara
overflow.
d. Saat tidak panen, pengolahan air limbah harian secara fakultatif.
e. Air limbah pada petak pengolahan kemudian diaerasi menggunakan paddle wheel aerator .
Pemasangan paddle wheel aerator yaitu setiap rasio 200 m2 dipasang 1 paddle wheel aerator
1 HP.
f. Petak pengolahan limbah minimalis dioperasikan dengan sistem fakultatif anaerob yaitu
paddle wheel aerator diaktifkan 12 jam pada siang hari dan di non-aktifkan 12 jam pada
malam hari.

Sistem Maintenance Pengolahan IPAL Minimalis

a. Untuk mendukung proses nitrifikasi – denitrifikasi berlangsung cepat, 100 ppm kapur Ca(OH)2
atau CaCO3 ditambahkan setiap harinya pada proses pengolahan limbah.
b. Jika timbul bau tidak sedap pada petak pengolahan limbah minimalis karena aktifitas bakteri
belerang/ bakteri filament, 10 ppm H2O2 50% ditambahkan pada proses pengolahan limbah.
c. Lumpur yang terakumulasi pada sludge collector secara mekanis dipompa menuju drying bed
setiap hari. Lumpur yang terdapat pada drying bed dipindahkan secara periodik untuk proses
pengolahan lumpur lebih lanjut. Sehingga bak pasir dapat meniriskan lumpur secara maksimal.
d. Diperlukan perawatan rutin pompa air limbah,pompa transfer lumpur dan paddle wheel
aerator.
Standar Instalasi Pengolahan IPAL Minimalis

a. Pompa transfer air limbah ke petak pengolahan limbah dapat berupa pompa sentrifugal
atau pompa submersible. Jenis pompa sentrifugal digunakan untuk head yang besar,
sedangkan pompa submersible umumnya digunakan untuk mengalirkan air limbah dengan
head yang tidak terlalu besar.
• Pompa air 4 inch untuk debit 50 m3/jam
• Pompa air 6 inch untuk debit 100 m3/jam
• Pompa air 8 inch untuk debit 400 m3/jam

Penggunaan tipe pompa (centrifugal – submersible - submersible)

b. Paddle wheel aerator 1 HP memiliki satu pasang kipas di sisi k iri dan kanan. Penyebaran
gelembung oksigen pada satu titik atau di sekitar pemasangan paddle wheel aerator .
Paddle wheel aerator 1 HP memiliki daya listrik sekitar 745 watt.

Kincir 1 HP untuk aerasi


Perhitungan Sludge Drying Bed

• Sludge drying bed 10% dari luasan kolam ekualisasi/pengendapan


• 2500 m2 x 10% = 250 m2
• Kadar lumpur 2 – 4%
• Tebal lumpur 0,3
• Influent lumpur : 3750 x 0.02 = 75 m3
• Volume bed:
V = p x l x tebal lumpur
= 15,8 x 15,8 x 0,3
= 74,8 m3
• Jumlah bed yang diperlukan = 1 bak
• Luas bidang pengeringan
A = V/h
= 74,8 m3/0,3
= 249,3 m2

Perhitungan Kebutuhan Udara

Untuk kebutuhan suplai udara pada proses nitrifikasi menggunakan unit paddle wheel aerator ,
dimana satu paddle wheel aerator dipasang dengan rasio 200 m2 pada kolam minimalis.

Perhitungan Kebutuhan Pompa Transfer dan Pompa Lumpur

1 Transfer Pump
Type = Submersible
Total capacity = 470 m3/h
Number of duty pump = 2 unit
Single pump capacity = 470 m3/h
Head = 0.0 bar
Pump working pressure taken = 1 bar
Theoritical energy consumption
= 70,500,000 N.m/h
= 19583 watt
= 19.6 kW
Pump motor power taken = 14.8 kW
= 19.9 HP
Pipe Dimension
Capacity = 470 m3/h
Velocity limit = 1.5 m/s
Pipe cross section = 0.0870 m2
Pipe diameter = 0.333 m
= 333.0 mm
= 13.1 inch
Pipe diameter taken = 10.0 inch
Head Statis
Pump elevation to water surface = 2 m HSd
Pump elevation to water surface = -2 m HSs
Major Headloss
Flow = 470 m3/h
Pipe Diameter = 10.0 inch
= 0.254 m
Diameter nominal = 0.284 m
Pipe length = 5 m
Dynamic Viscocity = 0.0008355
Reynold number (Re)
= 782,124.83
ɛ/D = 0.000035
friction factor (f) = 0.016 Based on Moody Chart
Calculation
Pipe cross section = 0.051 m2
Water Velocity (v) = 2.58 m/s
Major Head loss = 0.10 m
Minor Headloss
Elbow = 2 units
Tee = 1 units
Flange = 3 units
Butterfly valve = 1 units
Water meter = 0 units
Check valve = 0 units
Minor head loss = 0.12 m

Total Head loss = 0.22 m


2 Sludge Pump (slurry pump)
Type = Submersible
Total capacity = 37.5 m3/h
Number of duty pump = 1 unit
Single pump capacity = 37.5 m3/h
Head = 1.1 bar
Pump working pressure taken = 1.5 bar
Theoritical energy consumption
= 8,437,500 N.m/h
= 2344 watt
= 2.3 kW
Pump motor power taken = 1.5 kW
= 2.0 HP
Pipe Dimension
Capacity = 37.5 m3/h
Velocity limit = 1.5 m/s
Pipe cross section = 0.0069 m2
Pipe diameter = 0.094 m
= 94.1 mm
= 3.7 inch
Pipe diameter taken = 3.0 inch
Head Statis
Pump elevation to water surface = 2 m HSd
Pump elevation to water surface = -2 m HSs
Major Headloss
Flow = 37.5 m3/h
Pipe Diameter = 3.0 inch
= 0.076 m
Diameter nominal = 0.085 m
Pipe length = 45 m
Dynamic Viscocity = 0.0008355
Reynold number (Re)
= 208,011.92
ɛ/D = 0.000035
friction factor (f) = 0.013 Based on Moody Chart
Calculation
Pipe cross section = 0.005 m2
Water Velocity (v) = 2.29 m/s
Major Head loss = 1.97 m
Minor Headloss
Elbow = 3 units
Tee = 0 units
Flange = 3 units
Butterfly valve = 1 units
Water meter = 0 units
Check valve = 0 units
Minor head loss = 9.08 m

Total Head loss = 11.05 m

VARIASI, IMPROVISASI DAN MODIFIKASI

Desain dan skenario pengoperasian IPAL minimalis seperti yang telah dijelaskan di atas
mengakomodasi kebutuhan petambak untuk pengadaan IPAL yang paling sederhana, paling
murah biaya operasionalnya. Terutama di pengoperasian aerator guna menekan biaya operasional
dengan sistem SBR aerob-anaerob dimana aerator tidak dioperasikan selama 24 jam dan jenis
aerator yang digunakan hanya berupa kincir air saja.

Jika diantara petambak ada yang bersedia mengeluarkan biaya lebih untuk meningkatkan kualitas
air buangan limbah tambak udangnya atau kualitas effluen / air buangan masih belum optimal
dapat menerapkan tambahan kolam aerasi / biofiltrasi / disinfeksi dengan tambahan luasan 20%
dari luas IPAL minimalis yang ada.

Modifikasi IPAL minimalis dapat berupa :

1. Variasi 1 : Kolam IPAL minimalis dengan kolam biofiltrasi aerob

2. Variasi 2 : Kolam IPAL minimalis full aerasi dengan kolam biofiltrasi / disinfeksi

1. Kolam IPAL minimalis dengan tambahan biofiltrasi aerob


Desain pengolahan limbah minimalis juga dapat digabungkan dengan proses biofiltrasi
menggunakan media batu. Hal ini dapat dilakukan jika efisiensi penurunan kadar polutan masih
belum maksimal. Proses biofiltrasi ini didukung dengan adanya pemberian aerasi sehingga terjadi
degradasi polutan oleh mikroorganisme yang melekat pada biofilter dan dilakukan proses recycle
air hasil biofiltrasi ke dalam kolam pengendapan untuk meningkatkan efisiensi penurunan kadar
polutan. Desain pengolahan air limbah tambak udang minimalis kombinasi biofiltrasi ditunjukkan
pada Gambar 2.
Pada Gambar 2, kolam biofiltrasi dengan media batu memiliki dimensi 20% dari kolam minimalis,
nomor (1). Sebagai contoh, IPAL yang berukuran 2500 m2 dengan kedalaman kolam 2 m, maka
kolam biofiltrasinya 500 m2 dengan kedalaman 2 m (panjang = 50 m dan lebar = 10 m). Proses
aerasi pada kolam biofiltrasi dibantu oleh pompa udara root blower yaitu ditunjukkan pada nomor
(6). Air limbah yang diolah pada kolam pengendapan mengalir secara over-flow melalui pintu kayu
monik, pipa over-flow, atau coakan/celah dinding (nomor 5) menuju sistem biofilter aerobik.

Gambar 2. Desain pengolahan air limbah tambak udang minimalis yang dikombinasikan dengan
kolam biofiltrasi

Pada sistem tersebut dipasang tumpukan batu kali (diameter 20-30 cm) sebagai biofilter.
Tumpukan batu kali pada sistem biofilter (nomor 4), dicontohkan memiliki dimensi lebar atas 2 m
dan lebar bawah 4 m dengan ketinggian 2 meter dan panjang 10 m. Air limbah hasil pengolahan
/effluent keluar melalui pintu kayu monik atau pipa monik atau coakan/celah pada bagian atas
tanggul secara over-flow keluar ke lingkungan perairan, seperti yang ditunjukkan nomor (2).
Untuk lebih meningkatkan efisiensi IPAL dilakukan proses recycle yaitu air limbah hasil biofiltrasi
dialirkan kembali pada sistem pengendapan dengan menggunakan pomp air (nomor 3). Pompa air
untuk recyle cukup menggunakan satu unit pompa saja dengan ukuran diameter 3 atau 4 inch.
Pada saat panen, air limbah tidak dilewatkan ke kolam biofiltrasi namun bypass overflow langsung
keluar dari kolam IPAL utama.

General Overview Kolam IPAL Minimalis dengan Biofiltrasi

Kolam Biofiltrasi Tampak Atas


Kolam Biofiltrasi Tampak Samping

Overview Jaringan Pipa Aerasi dan Pompa Udara (Root Blower)


2. Kolam IPAL minimalis full aerasi dengan kolam biofiltrasi / disinfeksi
Dengan menggunakan desain kolam IPAL minimalis yang dilengkapi kolam biofiltrasi seperti di
atas, namun agak berbeda pada pengoperasiannya :
• Setingan posisi kincir air ditarik agak menjauhi titik tengah kolam / central drain
• Kincir air dinyalakan 24 jam (aerob)
• Dilakukan penambahan berkala molase, kapur untuk pembentukan lumpur aktif / bioflok
• Lumpur dari central drain secara berkala tetap ditransfer ke kolam pasir penirisan lumpur
/ drying bed
• Kolam biofiltrasi sewaktu waktu dialih fungsikan untuk penambahan dan homogenisasi
disinfektan berupa kaporit powder / kaporit tablet, jika diperlukan sterilisasi air kolam
sebelum dibuang keluar.

CATATAN TAMBAHAN

1. Untuk tambak udang intensif dengan permodalan yang besar dan memliki lahan kosong yang
cukup, dapat menambahkan 1 kolam lagi disamping kolam IPAL minimalis dengan dimensi
yang sama dengan kolam IPAL minimalis, untuk menampung air overflow, effluent dari IPAL
minimalis. Kolam tersebut dilengkapi dengan aerator berupa kincir air untuk penyempurnaan
lanjutan proses oksidasi bahan organik sebelum air limbah terbuang secara overflow keluar
dari IPAL. Kolam tampungan tersebut dapat berupa kolam dengan central drain biasa (tidak
berupa desain shrimp toilet yang dalam) atau berupa kolam zig zag.
2. Untuk kolam drying bed, jika petambak keberatan untuk membuat kolam drying bed pasir
dapat diganti dengan menyiapkan 1 kolam dengan kontur tanah (diutamakan kontur tanah
berpasir), yang disekat dengan tanggul, dijadikan 2 kolam kecil. Kolam kecil tersebut
dilengkapi dengan central drain dan pipa pembuangan air atas (untuk pembuangan air hujan).
Kolam kecil tersebut dipakai secara bergantian, Jika 1 kolam sudah penuh dengan lumpur cair,
maka kolam tersebut didrainase, lumpur cair dibiarkan mongering berupa bongkahan untuk
kemudian diangkut keluar untuk penggunaan sebagai pupuk tanaman. Sementara kolam yang
satunya lagi digunakan untuk penampungan lumpur dari IPAL minimalis, dioperasikan secara
bergantian.
3. Jika persyaratan konstruksi IPAL minimalis dipenuhi, terutama pada rancang bangun central
drain dan disiplin untuk mengeluarkan lumpur dengan pompa dari kolam IPAL minimalis,
maka efisiensi kinerja IPAL minimalis untuk mereduksi beban polutan di air limbah dapat
mencapai 80%.

4. Target keluaran effluent air limbah dari IPAL minimalis memenuhi ketetapan PERMEN-KP
dan PERMEN-LH dengan kualitas air buangan :

- pH : 6–9
- TSS : < 200 ppm
- COD : < 200 ppm
- BOD : < 45 ppm
- PO43- : < 0,1 ppm
- NO3- : < 75 ppm
- NO2- : < 2,5 ppm
- NH3 : < 0,1 ppm

5. Pada saat infrastruktur IPAL tambak udang akan diugrade ke IPAL yang lebih komplit, dengan
sistem activated sludge misalnya, kolam IPAL minimalis eksisting tidak perlu dibongkar,
hanya dialih fungsikan menjadi kolam ekualisasi atau kolam pengendapan awal, selanjutnya
hanya perlu connecting ke kolam kolam pengolahan tambahan lainnya, seperti kolam aerasi,
kolam pengendapan utama (main settler), kolam disinfeksi dan kolam kontrol.
PENUTUP

Kunci keberhasilan pengoperasian IPAL minimalis adalah pengeluaran lumpur secara rutin dari
central drain IPAL minimalis ke kolam drying bed, sehingga tidak ada deposit lumpur di kolam
IPAL minimalis, hanya limbah cair saja. Prioritas pada sludge removal ini diatur pada PERMEN-
KP no 75 tahun 2016. Lumpur kering yang telah ditiriskan dan terkomposkan dapat dimanfaatkan
untuk pupuk organik bagi pertanian.

Sebelum dapat mengalokasikan dana dan sumber daya untuk pengadaan IPAL yang lebih
kompleks dan komplit, paling tidak petambak untuk tahap awal dapat menerapkan IPAL yang
minimalis untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitar dan kesinambungan budidaya tambaknya,
meminimalkan resiko dan kerugian yang ditimbulkan oleh aktifitas pembuangan air limbah
tambak udang yang tanpa pengolahan terlebih dahulu ke lingkungan perairan sekitar tambak
udang.

Dari 3 variasi IPAL minimalis yang ada, petambak dapat memilih varian IPAL minimalis mana
yang lebih sesuai dengan kemampuan dana dan sumber dayanya.

-----
LAMPIRAN
PERMEN-KP RI NO 75 2016

PERMEN-KP RI 2014
PERMEN-LH RI NO 5 TAHUN 2014
PERMEN-TAN RI NO 70 TAHUN 2011

Anda mungkin juga menyukai