Anda di halaman 1dari 9

Jawaban Tugas Tutorial 2

1. Keterkaitan indra pendengaran dan indra perabaan pada anak tuna netra. Kemampuan
seseorang untuk mendengar sangat tergantung padaseberapa utuh sel-sel rambut ini.
Ketika sel-sel ini hilang maka tidak akan tumbuh kembali, ini berlaku untuk semua
orang termasuk anak yang tuna netra. Jadi secara fisik, orang yang tuna netra
kemapuan mendengarnya belum tentu di atas orang normal pada umumnya. Namun
biasanya orang yang tuna netra sering mengungguli orang yang dapat melihat dalam
tugas pendengaran, misalnya dalam menemukan sumber suara. Hal ini bukan di
sebabkan organ sensorik, tetapi pada proses informasi sensorik di otak.

Kita mengalami persepsi ketika otak menafsirkan sinyal yang diberikn olehorgan
indra kita, dan bagian otak merespon informasi yang dating dari organ indra yang
berbeda. Ada area yang merespon informasi visual (korteks visual) dan area yang
merespon informasi suara (korteks audiotori). Tetapi ketika indra penglihatan hilang,
otak melakukan hal yang luar biasa: otak mengatur ulangfungsi-fungsi area tersebut.
Tingkat terorganisasi dalam otak tergantung pada seseorang kehilangan penglihatan
mereka. Otak dapat mengatur ulang dirinya sendiri di setiap titik dalam kehidupan,
tetapi pada masa kanak-kanak otak lebih mampu beradaptasi dengan perubahan. Ini
karena selama masa kanak-kanak, otak masih berkembang dan reorganisasi otak yang
baru tidak harus bersaing dengan yang sudah ada. Akibatnya, orang yang kehilangan
penglihatan sejak usia dini menunjukan tingkat reorganisasi yang jauh lebih besar di
otaknya.

Orang tuna netra akan lebih mengandalkan indra mereka yang tersisa untuk
melakukan tugas sehari-hari, yang berari mereka melatih inra mereka yang tersisa
setiap harinya. Pengaturan ulang otak disertai dengan pengalaman lebih dalam
menggunakan indra mereka yang tersisa di yakini sebagai factor penting yang
membuat orang tuna netra memiliki keunggulan dalam hal pendengaran dan sentuhan
dibandingkandengan orag yang dapat melihat pada umumnya.

(sumber : https://theconversation.com/apakah-orang-tunanetra-memiliki-
pendengaran-yang-lebih-baik-118688)
2. Metode-metode pengajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar mngalami
perkembangan dari waktu ke waktu, sehingga variasi metode pembelajaran
bertambah. Pada dasarnya metode yang digunakan untuk siswa tuna netra hamper
sama hamper sama dengan siwa normal pada umumnya, hanya saja yang
membedakan ialah adanya beberapa modifikasi dalam pelaksanaannya, sehingga anak
yang tuna tentra mampu mengikuti kegiatan pembelajaran yang bias mereka ikuti
dengan menggunakan indra pendengaran dan perabaan.
Ada beberapa metode pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan fungsi
pendengaran dan perabaan, tanpa harus menggunakan penglihatan.

A. Deskripsi media pembelajaran


a. Nama media :papan timbul
b. Tujuan pembuatan : anak berkebutuhan khusus (tuna netra)
c. Manfaat : secara umum manfaat dari media pembelajaran sebagai berikut.
 Proses belajar mengajar akan terlihat lebih menarik
 Metode mengajar akan lebih bervariasi
 Materi yang disampaikan akan lebih mudah diterima dan dipahami oleh
anak.
 Siswa akan lebih banyak melakukan belajar, sebab tidak hanya mendengan
uraian dari guru tetapi juga melakukan aktivitas lain seperti mengamati,
mendemonstasikan dan lain-lain.
 Memberikan motivasi belajar yang lebih kepada siswa.
Secara khusus manfaat dari media pembelajaran bagi anak tuna netra yakni
pemanfaatan media belajar dalam proses belajar mengajar bagi ABK sangatlah
penting, agar mereka dapat menerima dan memahami materi yang disampaikan
oleh guru. Namaun dalam hal memanfaatkan media pembelajaran tersebut, kita
harus betul-betul memperhatikan jenis media yang digunakan, agar sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik dari setiap ABK. Sehingga proses belajar mengajar
dapat berlangsung dengan baik, menari (tidak membosankan) dan mudah di
pahami.

B. Cara pembuatan
Alat :
1) Gunting
2) Lidi
3) Kuas
4) Ember
5) Papan
Bahan :
1) Koran
2) Lem
3) Cat air
4) Air

C. Langkah pembuatan
1) Siapkan Koran sesuai kebutuhan
2) Potong Koran tersebut menggunakan gunting agar menjadi bagian-bagian
kecil
3) Siapkan ember yang sudah diisi air secukupnya
4) Rendam Koran tersebut selama 5jam atau hingga bagian daro Koran
terebut menjadi hancur.
5) Kemudian rendaman Koran tersebut diperas hingga kering dan potong
kecil-kecil
6) Siapkan sterofoam kemudian lapisi dengan lem yang di ambil oleskan
menggunakan lidi secara merata.
7) Ambil potongan rendaman Koran lalu letakan diatas sterofoam yang sudah
dilapisi lem dengan sedikit di tekan perlahan secara merata hingga
permukaan steorofoam tertutup oleh Koran tersebut.
8) Jemur hingga bagian dari Koran tersebut mongering
9) Setelah mongering buatlah gambar (bentuk) bangun datar dari pembahasan
matematika
10) Kemudian jemur hingga mongering
11) Setelah mongering oleskan cat airpada permukaan bangun datar tersebut
agar terlihat menarik menggunakan kuas agar terlihat lebih rapih
12) Jemur kembali hingga mengering
D. Cara penggunaan
Dalam penggunaan media pembelajaran ini anak yang berkebutuhan khusus (tuna
netra) dapat menggunakannya dengan cara meraba untuk dapat mengetahui
bentuk datar dalam pembelajaran matematika dengan disertai penjelasan
mengenai bangun datar tersebut oleh guru pendamping.
(Sumber : www.itasf.blogspot.com)
3. Pendidikan segresi adalah sekolah yang memisahkan anak yang berkebutuhan khusus
dari system persekolahan regular. Di Indonesia bentuk sekolah segresi ini berupa
satuan pendidikan khusus atau sekolah luar biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta
didik. sebagai satuan pendidikan khusus, maka system pendidikan yang digunakan
terpisah sama sekali dari system pendidikan disekolah regular, baik kurikulum, tenaga
pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, sampai pada system pelajaran dan
evaluasinya. Kelemahan dari sekolah segresi ini antara lain aspek perkembangan
emosi dan social anak kurang luas karena lingkungan pergaulan yang terbatas.

Menyelenggarakan system pendidikan integrasi di sekolah merupakan kemajuan yang


baik, tetapi tidak semudah membalikan telapak tangan. Namun kita harus berani
memulai supaya anak dengan disabilitas kurang mendapatkan tempat dan penanganan
yang terbaik. Konsep pendidikan integrasi memiliki penafsiran yang bermacam-
macam antara lain:
 Menempatkan anak dengan disabilitas dengan anak pada umumnya secara
penuh.
 Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan koqnisis, emosi,
jasmani, dan intuisi.
 Mengintegrasikan pendidikan anak ABK dengan pendidikan pada umumnya.
 Mengintegrasikan manusia sebagai makhluk individual sekaligus makhluk
social.
 Istilah yang luas untuk merujuk pada bersekolahnya seorang anak
berkebutuhan khusus pada sekolah regular. Dapat diartikan pada proses
pemindahan seorang siswa pada lingkungan yang tidak terlalu terpisah.
Banyak sekolah yang mempunyai kelas berkebutuhan khusus mempunyai
program khusus untuk mendorong interaksi antara siswa dengan dan tanpa
kebutuhan pendidikan khusus. Misalnya, pada beberapa sekolah, anak-anak
menghabiskan pagi harinya pada kelas khusus dan pada siang harinya kelas
regular.

Pendidikan inklusi adalah sekolah regular yang mengkordinasi dan


mengintegrasikan siswa regular dan siswa berkebutuhan khusus dalam
program pembelajaran yang sama, dari satu jalan untuk menyiapkan
pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus adalah pentignya pendidikan
inklusif, tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan
pendidikan dasar 9 tahun, akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya
memenuhi hak-hak asasi manusia dan hak-hak anak tetapi lebih penting lagi
bagi kesejahteraan anak, karena pendidikan inklusi mulai dengan
merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung di mana
akan menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian anak yang
berkebutuhan khusus akan merasa tenang, percaya dirir, merasa di hargai,
dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung jawab. Inklusi terjadi pada
semua lingkungan social anak, pada keluarga, pada kelompok teman sebaya,
pada sekolah, dan pada intitusi-intitusi kemayarakatan lainnya.

Dari ketiga system pendidikan di atas, menurut pandangan saya sisten


pendidikan inklusi mungkin lebih efektif dilaksanakan disekolah biasa dengan
melihat keterbatasan keluarga yang mempunyai anak berkebutuhan khusus.
Merujuk pada prinsip dasar pendidikan inklusi yang membedakan dengan
system pendidikan lainnya adalah sebagai berikut:
1) Semua anak, siapapun dia, memiliki hak untuk menempuh pendidikan
di sekolah manapun, dan sekolah wajib menerima murid, siapapun dia.
2) Setiap anak adalah individu yang unik, oleh karenanya, system
pendidikan harus dibuat fleksibel, memberikan kemungkinan pada
guru untuk melakukan penyesuaian, guna mengakomodasikan
kebutuhan khusus setiap siawa.
3) System pendidikan pada suatu Negara harus dibuat satu system, dan
system pendidikan untuk anak yang menyandang kecacatan merupakan
bagian integral dari system pendidikan umum tersebut bukan terpisah
atau khusus.
Maka dari itu, system pendidikan inklusif akan lebih efektif
dilaksanakan di sekolah regular di wilayah kita.
(Sumber : https://dewinrplb.wordpress.com/2016/03/13/pendidikan-segregasi-
integrasi-dan-inklusi/)

4. Chronological age adalah umur kelahiran, yaitu usia yang dihitung sejak anak lahir
sampai usia anak sekarang. Sedangkan, mental age adalah perkembangan kecerdasan
dalam hal rata-rata penampilan anak pada usia tertentu. Misalnya, seorang anak
berusia 8 tahun (CA 8 tahun). Jika MA nya 5 tahun berarti perkembangan
kecerdasannya kurang lebih sama dengan anak rata-rata (normal) yang berusia 5
tahun.
Kecerdasan seseorang biasanya dikatakan IO (intelligence quotient), ada dua cara
intuk mengetahui IQ:
1) Membagi MA dengan CA lalu dikali 100
IQ=MA/CA x 100
2) Menggunakan table dengan perkembangan anak normal seperti table di bawah
ini:

Bayi baru lahir Dapat minum menggunakan botol, apabila jarinya dipegang
dia akan merespon dengan menggenggam tangan kita
Pada minggu Dapat melihat benda-benda disekitarnya
keempat
Umur 6 bulan Dapat menangkap benda-benda yang digantungkan
didepannya tanpa pertolongan
Umue 10-11 Telah dapat berkata, “mama, papa”
bulan
Umur 1 tahun Dapat berbicara menggunakan 3-4 kata.
Umur 14 bulan Umumnya dapat berjalan
Umur 18 bulan Dapat menyebut bagian-bagia badan seperti: hidung, mata
dan lain sebagainya
Umur 2 tahun Dapat menyusun kalimat yang terdiri dari 2 suku kata,
mendengarkan cerita dan membedakan gambar
Umur 3 tahun Dapat bercakap-cakap menggunakan 5-6 suku kata
Umur 4 tahun Dapat menghitung sampai 10, menunjukan kecepatan dalam
memperkaya kata kata
Umur 5 tahun Dapat mengadakan percakapan, dapat menyebutkan 4 atau
lebih benda yang dilihatnya.
Umur 6 tahun Dapat mencontoh lambing bunyi(huruf) dan telah siap
masuk sekolah
3) Klasifikasi anak tunagrahita yang telah lama dikenal dengan adalah debil,
imbesil, dan idiot, sedangkan klasifikasi yang dilakukan oleh kaum pendidik
di Amerika adalah educable mentally retarded (mampu didik), trainable
mentally retarded (mampu latih) dan totally/custodial dependent (mampu
rawat). Pengelompokkan yang telah disebutkan itu telah jarang digunakan
karena terlampau mempertimbangkan kemampuan akademik seseorang.
Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah yang dikemukakan oleh American
Asociation on Mental Deficiency (Hallahan, 1982; 43), sebagai berikut.
a. Mild mentyal ratardation(tunagrahita IQ-nya 70-55 ringan)
b. Moderate mental retardation (tunagrahita IQ-nya 55-40 sedang)
c. Severe mental retardation (tunagrahita IQ-nya 40-25 berat)
d. Profound memtal retardation ( sangat berat) IQ-nya 25 ke bawah
Untuk memperjelas klasifikasi tersebut, diilustrasikan seperti berikut.
Ada lima orang anak berusia 10 tahun. Si A, IQ-nya 100 (normal); si B IQ-nya
70-55; si C IQ-nya 55-40; si D IQ-nya 40-25; dan si E IQ-nya 25 ke bawah.
Untuk kebutuhan pendidikannya perlu ditentukan lebih dahulu umur
kecerdasannya (mental age).
12

10

6 CA (Chronological Age)
MA (Mental Age)

0
A B C D E
Dari grafik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. A berusia (chronological age) 10 tahun dan MA-nya 10 tahun
b. B berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 7-5,5 tahun artinya ia dapat
mempelajari materi pelajaran/tugas anak normal usia 5,5-7 tahun.
c. C berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 5,5-4,0 tahun artinya ia dapat
mempelajari materi pelajaran/tugas anak normal usia 5,5-4,0 tahun.
d. D berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 4,0 – 2,5 tahun artinya ia dapat
mempelajari materi pelajaran/tugas anak normal usia 4,0 – 2,5 tahun.
e. E berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 2,5 tahun artinya ia dapat
mempelajari materi pelajaran/tugas anak normal usia 2,5 tahun ke bawah.
(Sumber modul dan http://arisandrap-k5113005-
plbuns13.blogspot.com/2013/11/hubungan-ca-dan-ma-dalam-
tunagrahita.html)
5. Sebuah contoh di dalam suatu kelas ada seorang anak yang dapat dikatakan
tunagrahita dia lebih banyak diam ketika belajar dan juga kecepatan menerima
pelajarannya lambat. Supaya anak ini lebih aktif dalam belajar seorang guru dapat
memberikan motivasi kepada anak dengan memberikan pujian kepada anak ketika
anak dapat menyelesaikan tugas-tugas, dan dalam belajar guru hanya menggunakan
metode tanya jawab, demonstrasi, penugasan dan latihan. Melihat dari kondisi tidak
tampak aktifnya anak dalam belajar di kelas dibandingkan teman-temannya seorang
guru dapat meningkatkan partisipasi belajar aktif anak di kelas dengan menggunakan
strategi pembelajaran kooperatif, dengan mengelompokkan siswa yang aktif dan
kurang aktif. Alasannya strategi pembelajaran kooperatif adalah sebagai alternatif
untuk meningkatkan partisipasi dalam belajar. Strategi ini relevan dengan kebutuhan
anak tunagrahita dimana kecepatan belajarnya tertinggal dari anak normal. Strategi ini
bertitik tolak pada semangat kerja dimana mereka yang lebih pandai dalam membantu
temannya yang lemah (mengalami kesulitan) dalam suasana kekeluargaan dan
keakraban. Stretegi kooperatif memiliki keunggulan seperti meningkatkan sosisalisasi
antara anak tunagrahita dengan anak normal, menumbuhkan penghargaan dan sikap
positif anak normal terhadap prestasi belajar anak tunagrahita sehingga
memungkinkan harga diri anak tunagrahita meningkat, dan memberi kesempatan
pada anak tunagrahita untuk mengembangkan potensialnya seoptimalnya.
Dalam pelaksanaanya guru harus memiliki kemampuan merumuskan tujuan
pembelajaran, seperti untuk meningkatkan keterampilan bekerja sama. Selain itu guru
dituntut mempunyai keterampilan untuk mengatur tempat duduk, pengelompokan
anak dan besarnya anggota kelompok.
(Sumber : modul)

Anda mungkin juga menyukai