Anda di halaman 1dari 4

Nama : Hoerudin

NPM : 41182170170012

MK : UAS ( Geografi Tanah )

Dosen : Asep Gunawan S.pd M.pd

1. Di era keterbukaan informasi pada pertanian 4.0, sistem informasi pertanian dan
mekanisasi pertanian menjadi tools yang sangat strategis bagi institusi pendidikan di
bawah Kementrian Pertanian yaitu Polbangtan dan PEPI dalam upaya menghasilkan
lulusan yang adaptif terhadap teknologi, yang siap terjun ke dunia kerja dan
wirausaha agribisnis, berorientasi ekspor serta menjadi agents of changes dalam
pembangunan pertanian, utamanya penyebaran informasi pertanian bagi
stakeholders dan modernisasi pertanian.

Pengembangan sistem informasi pertanian (ICT, IoT, artificial intelligent) diperuntukkan


bagi kepentingan penyebaran informasi baik secara internal maupun secara eksternal
dengan maksud memberikan layanan terhadap informasi secara cepat, tepat, akurat dan
kekinian yang dapat mendukung institusi dalam pengambilan keputusan.

Dekan Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Ir. Kudang Boro
Seminar, M.Sc. menyampaikan bahwa pertanian itu sejatinya menyatukan antara darat,
lautan, dan udara yang kegiatannya meliputi dari lahan hingga sampai ke meja makan,
Itulah mengapa kita tidak bisa membatasi keilmuan kita melainkan perlu menjadikannya
sebagai pendekatan transdisiplin.

2. Di samping itu agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi


manusia, khususnya di daerah pedesaan. Untuk daerah tropis, beberapa masalah
ekonomi dan ekologi berikut menjadi mandat agroforestri dalam pemecahannya
(von Maydell, 1986):

Menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan:

Meningkatkan persediaan pangan baik tahunan atau tiap-tiap musim; perbaikan kualitas
nutrisi, pemasaran, dan proses- proses dalam agroindustri. Manfaat yang dapat
diperoleh adalah menambah penghasilan untuk kebutuhan sehari-hari. Pada lahan
wanatani, polanya bisa saja tanaman kayu ditanam pada bagian tepi sebagai pelindung,
sedangkan tanaman semusim ditanam di bagian dalamnya. Diversifikasi produk dan
pengurangan risiko gagal panen. Keterjaminan bahan pangan secara berkesinambungan.

Memperbaiki penyediaan energi lokal, khususnya produksi kayu bakar:

Suplai yang lebih baik untuk memasak dan pemanasan rumah terutama di daerah
pegunungan atau berhawa dingin.

Meningkatkan, memperbaiki secara kualitatif dan diversifikasi produksi bahan mentah


kehutanan maupun pertanian:

Pemanfaatan berbagai jenis pohon dan perdu, khususnya untuk produk- produk yang
dapat menggantikan ketergantungan dari luar misal: zat pewarna, serat, obat-obatan,
dan zat perekat atau yang mungkin dijual untuk memperoleh pendapatan tunai.

Memperbaiki kualitas hidup daerah pedesaan, khususnya pada daerah dengan


persyaratan hidup yang sulit di mana masyarakat miskin banyak dijumpai:

Mengusahakan peningkatan pendapatan, ketersediaan pekerjaan yang menarik.


Mempertahankan orang-orang muda di pedesaan, struktur keluarga yang tradisional,
pemukiman, pengaturan pemilikan lahan. Memelihara nilai-nilai budaya.

Memelihara dan bila mungkin memperbaiki kemampuan produksi dan jasa lingkungan
setempat:

Mencegah terjadinya erosi tanah, degradasi lingkungan.

3. Berdasarkan pemikiran tersebut, seperti tertuang dalam Pedoman Umum Model KRPL
(Kementrian Pertanian, 2011), tujuan pengembanngan Model KRPL adalah :

a.Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi
pemanfaatan pekarangan secara lestari,

b. Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan


pekarangan diperkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah,
sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan
hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos,

c. Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan


pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan, dan
d. Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih
dan sehat secara mandiri.

Berdasarkan tujuan tersebut sasaran yang ingin dicapai dari Model KRPL ini adalah
berkembangnya kemampuan keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan sosial dalam
memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari, menuju keluarga dan masyarakat
yang sejahtera (Kementrian Pertanian, 2011)

3. 4. TABEL ALAT PERTANIAN

Gebitan digunakan ketikka panen.


Gebotan adalah alat tradisional yang
dibuat dari bambu, alat ini memang
sudah jarang dipake tapi gebotan juga
masih digunakan oleh para sebagian
petani dikala panan padi yang terkena
hama.

Cangkul adalah alat pemotong padi


tradisional yang masih digunakan
oleh sebagian besar petani di
Indonesia.

Etem adalah alat tradisional untuk


memetik padi yang masih digunakan
oleh ibu-ibu petani untuk memelilih
padi.

5. Istilah budidaya perairan (akuakultur) berasal dari bahasa lnggris “Aquaculture ” yang
berarti pengusahaan budidaya organisme akuatik termasuk ikan, moluska, krustase dan
tumbuhan akuatik. Kegiatan budidaya menyiratkan semacam intervensi dalam proses
pemeliharaan untuk meningkatkan produksi, seperti penebaran yang teratur, pemberian
pakan, perlindungan terhadap pemangsa (predator) pencegahan terhadap serangan
penyakit dan sebagainya (Pusat Riset Perikanan Budidaya, 2001). Kegiatan budidaya
dapat dilaksanakan di lingkungan air payau, air tawar dan air laut. Pemilihan jenis
(spesies) tertentu akan berkaitan langsung dengan lingkungan perairan sebagai habitat
dari sposies yang dipelihara.

Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk
kegiatan budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir. Secara umum tambak
biasanya dikaitkan langsung dengan pemeliharaan udang windu, walaupun sebenamya
masih banyak spesies yand dapat dibudidayakan di tambak misalnya ikan bandeng, ikan
nila, ikan kerapu, kakap putih dan sebagainya. Tetapi tambak lebih dominan digunakan
untuk kegiatan budidaya udang windu. Udang windu (Penaeus monodon) merupakan
produk perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi berorientasi eksport. Tingginya
harga udang windu cukup menarik perhatian para pengusaha untuk terjun dalam usaha
budidaya tambak udang. Para pengusaha di bidang lain yang sebelumnya tidak pernah
terjun dalam usaha budidaya tambak udang windu secara beramai-ramai membuka
lahan baru tanpa memperhitungkan aturan-aturan yang berkenaan dengan kelestadan
lingkungan sehingga meninbulkan masalah. Masalah yang menonjol adalah terjadinya
degradasi lingkungan pesisir akibat dari pengelolaan yang tidak benar, Penurunan mutu
lingkungan pesisir akibatnya membawa dampak yang sangat serius terhadap
produktivitas lahan bahkan sudah sampai pada ancaman terhadap kelangsungan hidup
kegiatan budidaya tambak udang. Permasalahan yang dihadapi oleh para petambak
udang saat ini sangat kompleks, antara lain penurunan produksi yang disebabkan oleh
berbagai penyakit, adanya berbagai pungutan liar di jalan sampai pada harga udang yang
tidak stabil

Sumber:
https://salamadian.com/alat-pertanian-tradisional-modern/
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4034324/peran-generasi-petani-milenial-di-era-
pertanian-40
https://kabartani.com/mengenal-sistem-pertanian-agroforestri.html
https://media.neliti.com/media/publications/15204-ID-analisis-faktor-faktor-yang-
mempengaruhi-produksi-tambak-udang-sistem-ekstensif.pdf

Anda mungkin juga menyukai