Anda di halaman 1dari 11

PENETAPAN KADAR TABLET ASETOSAL DENGAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI UV

I. TUJUAN

Mahasiswa mengetahui dan mampu menetapkan kadar asetosal dalam sediaan


tablet.

II. DASAR TEORI

Tablet asetosal disebut juga tablet asam asetilsalisilat atau acidi acetylosalicylici
compressi. Tablet asam asetilsalisilat mengandung asam asetilsalisilat C9H8O4 tidak
kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Struktur asam asetilsalisilat :

(Farmakope Indonesia edisi IV,1995)

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgesik antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan
dalam obat bebas (Farmakologi dan Terapi,1995).

Asam monohidroksi benzoat bisa terdapat sebagai isomer orto, meta, dan para. Isomer
orto adalah asam salisilat dan turunan-turunannya misalnya natrium salisilat, ester dari gugus
karboksilnya seperti metil salisilat dan ester dari gugus hidroksilnya seperti asetosal. Sebagai
contoh turunan isomer para adalah nipasol dan nipagin sedangkan isomer meta dan
turunannya hampir tidak digunakan dalam farmasi.

Beberapa senyawa-senyawa turunan asam hidroksi benzoat :

Asam benzoat merupakan asam yang cukup kuat dan dapat digunakan sebagai
baku primer untuk pembakuan basa kuat dengan indikator fenolftalin

Asetosal mempunyai pemerian berupa hablur putih,umumya seperti jarum atau


lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau berbau lemah. Stabil diudara
kering; didalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam
asetat (Depkes, 1995).
Asetosal yang merupakan asam salisilat yang gugus hidroksinya telah teresterkan
mudah larut dalam natrium hidroksida dan terhidrolisa dalam basa yang berlebihan pada
pemanasan dalam penangas air (Sudjadi dan Rohman A., 2004).

III. ALAT DAN BAHAN

Alat:

o Mortir
o Stamper
o Pipet tetes
o Pipet volum
o Corong
o Labu takar
o Spektrofotometer
o Kuvet

Bahan:

o Tablet aspirin produksi PT. Bayer Indonesia dengan nomor registrasi


DBL 8802001410 A 1 mengandung 0,5 gram asetosal
o H2SO4 0,1 N
o Etanol
o Aquadest

IV.CARA KERJA

Uji keseragaman bobot tablet:

- Timbang 20 tablet satu per satu


- Timbang 20 tablet sekaligus
- Hitung bobot reratanya

Pembuatan Larutan Baku:

- Timbang saksama 100 mg asetosal murni


- Masukkan labu takar 100 ml
- Tambahkan 5 ml etanol atau secukupnya
- Tambahkan H2SO4 0,1 N sampai batas tanda

Pembuatan Larutan Sampel:

- Gerus 10 tablet aspirin


- Timbang saksama 100 mg aspirin
- Masukkan labu takar 100 ml
- Tambahkan etanol secukupnya sampai aspirin larut
- H2SO4 0,1 N sampai batas tanda

Pembuatan Kurva Baku :

- Ambil 1 ml larutan baku

(lakukan beberapa variasi pengambilan volume larutan baku untuk


mendapatkan kadar yang berbeda)

- Masukkan labu takar 100 ml


- Tambahkan H2SO4 0,1 N sampai batas tanda
- Scanning λ maks
- Ukur absorbansi pada λ maks (227 nm) dengan blanko H2SO4 0,1
- Diperoleh absorbansi baku (Ab)
- nbuat persamaan kurva baku antara kadar (x) dengan Absorbansi (y)

2. Penetapan kadar:

- Ambil 1 ml larutan
- Masukkan labu takar 100 ml
- Tambahkan H2SO4 0,1 N sampai batas tanda
- Ukur absorbansi pada λ maks (227 nm) dengan blanko H2SO4 0,1
- Diperoleh absorbansi sampel (As) Replikasi 2 kali

V. DATA DAN PERHITUNGAN

o Uji Keseragaman Bobot

Data berat tablet:

1. 600 mg 11. 610 mg


2. 610 mg 12. 610 mg
3. 610 mg 13. 600 mg
4. 610 mg 14. 600 mg
5. 610 mg 15. 610 mg
6. 600 mg 16. 600 mg
7. 600 mg 17. 630 mg
8. 620 mg 18. 600 mg
9. 610 mg 19. 600 mg
10. 600 mg 20. 600 mg

Berat 20 tablet : 12120 mg

Berat rata-rata tablet : 12120/20 = 606 mg

SD : 8,1273
5 % dari 606 mg = 30,30 mg

606 mg + 30,30 mg = 636,30 mg

10 % dari 606 mg = 60,6 mg

606 mg + 60,60 mg = 666,60 mg

Tidak ada 1 tablet pun yang menyimpang lebih dari 5 % dan tidak ada 1 tablet
pun yang menyimpang lebih dari 10 %. Hal ini sesuai dengan Farmakope
Indonesia III.

Jadi dapat disimpulkan tablet seragam.

 Kurva Baku
Kadar (mg/ml) Absorbansi

0,02 0,262

0,04 0,509

0,06 0,731

0,08 1,037

0,1 1,232

Dari Regresi linier didapatkan : A = 0,0138

B = 12,34

r = 0,9983

persamaan kurva baku : y = Bx + A  y = 12,34x + 0,0138

Data Absorbansi
Senyawa Berat senyawa (mg) Absorbansi

Sampel 1 610 0,327

Sampel 2 610 0,367

Sampel 3 610 0,314


Perhitungan kadar:

Kadar sample (x) = y – 0,0138 y = absorbansi

12,34

Kadar asetosal tiap tablet

= kadar sampel x bobot rata-rata per tablet x Volume x f. pengenceran

bobot sampel

Sampel 1

Kadar sampel = 0,327 - 0,0138 = 0,0254 mg/ml

12,34

Kadar asetosal tiap tablet = 0,0254 mg/ml x 606 mg x 250 ml

610 mg

= 6,3084 mg

Sampel 2

Kadar sampel = 0,367 - 0,0138 = 0,0286 mg/ml

12,34

Kadar asetosal tiap tablet = 0,0286 mg/ml x 606 mg x 250 ml 610 mg

= 7,1031 mg
Sampel 3

Kadar sampel = 0,314 – 0,0138 = 9,7402 x 10-3 mg/ml

12,34

Kadar asetosal tiap tablet = 9,7402 x 10-3 mg/ml x 606 mg x 250 ml 610 mg

= 2,4191 mg

Kadar rata-rata asetosal tiap tablet = 6,3084 mg + 7,1031 mg + 2,4191 mg

= 5,2769 mg/ tablet

Recovery = kadar tiap sampel tablet x 100%

Kadar tiap tablet teoritis

Sampel 1 = 6,3084 mg x 100% = 1,26%

500 mg

Sampel 2 = 7,1031 mg x 100% = 1,42%

500 mg

Sampel 3 = 2,4191 mg x 100% = 0,48%

500 mg

Rata-rata recovery = 1,05%

X = 5,2769 mg

SD = 2,5066
CV = SD x 100% = 47,5014%

VI. PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk menetapkan kadar Asetosal dalam sediaan


tablet Aspirin 500 mg yang diproduksi oleh PT Bayer Indonesia. Sampel yang
diperoleh diuji organoleptis, tablet berwarna putih, homogen, berasa pahit, dan tidak
berbau. Syarat umum untuk sediaan tablet adalah memenuhi keseragaman ukuran,
keseragaman bobot, dan waktu hancur. Untuk keseragaman ukuran, kecuali
dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3
tebal tablet. Waktu hancur yang dipersyaratkan untuk tablet tidak bersalut enterik
adalah 15 menit. Akan tetapi kedua uji tersebut tidak dilakukan. Untuk uji
keseragaman bobot, dari penimbangan 20 tablet didapatkan bahwa semua tablet
menyimpang lebih dari 5 % dari bobot yang tertera pada wadah sediaan. Sedangkan
ada beberapa tablet yang menyimpang lebih dari 10%. Sehingga dapat dikatakan
bahwa untuk keseragaman bobot, sampel yang digunakan kurang memenuhi syarat.
Seharusnya untuk penetapan kadar suatu senyawa dalam sediaan seperti tablet, maka
syarat pertama yang harus dipenuhi adalah keseragaman bobot. Karena diasumsikan
jika bobot sample seragam, maka zat aktif yang terdapat didalamnya juga akan
mendekati keseragaman jumlah. Namun karena keterbatasan sample dan waktu, maka
penetapan kadar dengan sample yang kurang memenuhi keseragaman bobot tablet ini
tetap dilanjutkan.

Struktur asetosal:

Tablet asam asetilsalisilat mengandung asam asetilsalisilat C9H6O4 tidak


kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
(Farmakope Indonesia edisi IV, hal.32). Tablet asam asetilsalisilat (asetosal) dapat
ditetapkan kadarnya secara asidi-alkalimetri titrasi langsung terhadap asam bebas,
asidi-alkalimetri dengan hidrolisis dan titrasi kembali, bromometri, spektrofotometri
UV, spektrofluorometri, dan HPLC (High Performance Liquid Chromatography).

Pada percobaan ini, tablet asetosal ditetapkan kadarnya secara


spektrofotometri UV dengan menggunakan persamaan kurva baku. Senyawa ini bisa
ditetapkan kadarnya secara spektrofotometer UV karena memiliki ikatan rangkap
terkonjugasi yang bertanggung jawab terhadap penyerapan sinar UV. Dengan adanya
absorbsi sinar oleh senyawa maka bisa ditetapkan kadarnya berdasarkan Hukum
Lambert-Beer.
Langkah kerja pertama yang dilakukan yaitu menimbang 20 tablet satu per
satu dan dilanjutkan denga menimbang 20 tablet sekaligus. Kemudian dihitung bobot
reratanya. Perhitungan bobot rerata dilakukan dengan menimbang 20 tablet sekaligus
lalu bobot 20 tablet dibagi 20. Jika bobot masing-masing tablet dijumlah kemudian
dibagi 20, kemungkinan kesalahan yang terjadi akan lebih besar karena langkah kerja
yang dilakukan lebih banyak.

Selanjutnya adalah pembuatan larutan baku yaitu dengan menimbang saksama


100 mg asetosal murni lalu tambahkan etanol secukupnya sampai semua serbuk
terlarut.. Kemudian tambahkan asam sulfat 0.1 N pada labu takar 100 ml sampai
tanda. Untuk pembuatan kurva baku, ambil 1 ml larutan baku, kemudian tambahkan
H2SO4 sampai volume 100 ml. Sehingga didapatkan konsentrasi larutan baku sebesar
1 mg %. Selanjutnya ambil beberapa variasi volume larutan baku, sehingga dari
langkah tersebut diperoleh beberapa seri kadar larutan baku. Kemudian lakukan
scanning panjang gelombang dengan spektrofotometer UV untuk mendapatkan
maks pengukuran absorbansi.

Dari hasil scanning diperoleh maks adalah 227 nm. Selanjutnya lakukan
pengukuran absorbansi dari seri kadar larutan baku yang telah dibuat. Lalu buat
persamaan kurva baku dengan program regresi linier dengan kadar sebagai x dan
absorbansi sebagai y. Dari perhitungan didapatkan persamaan kurva baku asetosal: y
= 61,069 x – 0,117

Pembuatan larutan sampel dilakukan dengan menggerus 10 tablet aspirin dan


timbang saksama sebanyak 100 mg serbuk. Masukkan labu takar 100 ml dan
tambahkan etanol secukupnya untuk membantu melarutkan serbuk. Kemudian,
tambahkan H2SO4 0,1 N sampai tanda. Kemudian ambil 1 ml larutan sampel,
masukkan labu takar 100 ml dan tambahkan H2SO4 sampai tanda. Ukur absorbansi
larutan sampel pada λ maks (227 nm) dengan blanko H2SO4 0,1 N. Pengukuran
dilakukan pada λ maks karena pada λ maksimal memberikan nilai absorbansi
maksimum. Absorbansi diusahakan masuk rentang 0,2 sampai 0,8 karena pada
rentang tersebut kesalahan pengukurannya paling kecil. Lakukan replikasi dua kali.
Perhitungan kadar sampel yaitu dengan memasukkan nilai absorbansi sampel pada
persamaan kurva baku.

Dari percobaan didapatkan kadar rata-rata asetosal tiap tablet ialah 473,97 mg.
Sedangkan pada etiket produk aspirin yang diukur kadarnya tertera mengandung
asetosal sebesar 500 mg. Dari perhitungan diperoleh nilai SD (standar deviasi) yang
menunjukkan akurasi metode yaitu 0,72. sehingga bisa dikatakan bahwa metode yang
digunakan cukup akurat karena nilai SD < . Presisi yang diperoleh dari percobaan ini
cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai CV kurang dari sama dengan 2 % yaitu
0,15 %. Hal ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan cukup valid ditinjau dari
presisinya dalam menetapkan kadar tablet aspirin. Selain itu dihitung pula rata-rata %
recovery atau perolehan kembali dan dari perhitungan diperoleh sebesar 94,80 %.

Penetapan kadar asetosal dengan metode spektrofotomeri UV sebenarnya


memerlukan pertimbangan lagi. Ini didasarkan bahwa asetosal (aspirin) yang kami
analisis dapat terurai menjadi asam salisilat dan asam asetat.
Jika peruraian tersebut benar terjadi pada analisis yang kami lakukan, maka
absorbansi yang terbaca tidak hanya asetosal saja, tetapi juga absorbansi dari asam
salisilat. Meskipun asam salisilat tidak menyerap sinar secara sempurna pada 
masksimum asetosal, hal ini tetap dapat mengacaukan analisis.

Berikut kami uraikan beberapa metode lain yang bisa digunakan untuk
penetapan kadar asetosal :

1. Spektrofotometri dengan pembacaaan pada dua panjang gelombang yang berbeda

Pada pengukuran yang pertama dilakukan pada panjang gelombang visibel.


Yang terbaca kadarnya disini hanya asam salisilat (a). Ketika pembacaan absorbansi
dilakukan pada panjang gelombang UV, kadar yang terbaca merupakan gabungan dari
asetosal dan asam salisilat (b). Jadi kadar asetosal dalam sampel = b-a

2. Fluorimetri

Asetosal dan asam salisilat mempunyai energi eksitasi yang sama. Namun
energi emisi yang dipancarkan oleh kedua senyawa tersebut berbeda dalam hal
panjang gelombangnya. Energi emisi inilah yang nantinya diukur.

3. HPLC

Suatu metode yang telah terbukti handal dalam menganalisis beberapa


senyawa yang terdapat dalam suatu sampel. Pada kasus kami, penggunaan HPLC
dapat memberikan gambaran secara langsung berupa kadar asetosal utuh dan kadar
asam salisilat yang terbentuk dari hasil peruraian asetosal dalam satu kali pengukuran.

4. Titrasi

Yaitu dengan menghitung jumlah NaOH yang menghidrolisis ikatan ester


gugus hidroksi dan asetat. Pertama-tama, sampel dititrasi sampai titik akhir sehingga
diketahui jumlah NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asetosal dan asam
salisilat serta asam asetat yang mungkin terbentuk.

Kemudian tambahkan sejumlah NaOH yang sama pada titrasi tadi ditambah
15 ml lagi kepada sampel tadi sehingga terdapat basa yang berlebih. Adanya
kelebihan basa ini akan menghidrolisis ikatan ester gugus hidroksi dan asetat pada
asetosal.
Jumlah kelebihan basa ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah asetosal
yang terdapat dalam sampel

VII.KESIMPULAN

1. Tablet asetosal dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri UV


2. Dari uji keseragaman bobot 20 tablet yang dilakukan, sampel kurang memenuhi
persyaratan keseragaman bobot karena semua tablet menyimpang > 5%
3. Persamaan kurva baku asetosal yang diperoleh pada percobaan ini

y = 61,069 x – 0,117

4. Kadar asetosal rata-rata tiap tablet pada percobaan ini adalah 473,97 mg/tablet.
5. Dari percobaan diperoleh SD = 0,72 dan CV = 0,15 % sehingga dapat dikatakan
bahwa metode penetapan kadar asetosal yang digunakan cukup akurat dan presisinya
baik.
6. Harga rata-rata recovery yang diperoleh dari percobaan sebesar 94,80 %
7. Penetapan kadar asetosal dengan spektrofotometri UV memberikan kemungkinan
hasil pengukuran yang kurang tepat karena asetosal mudah terurai menjadi asam
salisilat dan asam asetat, dimana metode ini tidak bisa membedakan kadar dari
asetosal atau asam salisilat.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Jakarta, Depkes RI.

Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, Jakarta.

Auterhoff, Harry, 1987, Identifikasi Obat, Penerbit ITB, Bandung.

Chattan, Leslie g., 1966, Pharmaceutical Chemistry Volume 1 Theory and Application,
Marcel Dekker, Inc., New York

Klaus, Florey, 1973, Analytical Profiles of Drugs Substances, Vol. 2, pp 469-486,


Academic Press, New York.

Sudjadi dan Abdul Rohman, 2004, Analisis Obat dan Makanan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai