SKOLISIS
Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
TINGKAT 2A
Rahmawati 1910035025
Heldi 1910035028
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah- Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “Skolisis” ini dengan baik.
Makalah ini dipergunakan untuk memenuhi tugas kuliah “Keperawatan Anak” di Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
Makalah ini disusun berdasarkan pembelajaran yang telah kami dapatkan selama kami kuliah
di Universitas Mulawarman (UNMUL). Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih kepada inu Ruminem, S.Kp, M.Kes. Selaku Dosen Keperawatan Anak . Dalam
penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan
guna memperbaiki kekurangan dari makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca terutama kepada rekan mahasiswa Universitas Mulawarman.
Atas perhatian pembaca penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Konsep Teori Pada Anak 3
2.2 Pembuatan Larutan Gula dan Garam4
2.3 Askep Teori Diare Pada Anak 3
BAB III PENUTUP 7
3.1 Kesimpulan 7
3.2 Saran 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Skoliosis menurut National Institute of Arthitis and Musculoskeletal and Skin Disease
(NIAMS) USA merupakan kelainan muskuloskeletal yang digambarkan dengan bengkoknya
tulang belakang ke arah samping. 80-85% kasus yang dijumpai merupakan type idiopatik
skoliosis yang ditemukan pada masa pubertas, pada perempuan ditemukan lebih banyak dari
pada laki-laki,bisa diakibatkan dari faktor keturunan (Mujianto, 2013).Skoliosis merupakan
kelainan postur dimana sekilas mata penderita tidak mengeluh sakit, tetapi suatu saat dalam
posisi yang dibutuhkan suatu kesiapan tubuh membawa beban tubuh misalnya berdiri, duduk
dalam waktu yang lama, maka kerja otot tidak akan pernah seimbang. Hal ini yang akan
mengakibatkan suatu mekanisme proteksi dari otot-otot tulang belakang untuk menjaga
keseimbangan, manifestasinya yang terjadi justru overuse pada salah satu sisi otot yang
dalam waktu terus menerus dan hal yang sama terjadi adalah ketidakseimbangan postur tubuh
ke salah satu sisi tubuh. Jika hal ini berlangsung terus menerus pada sistem muskuloskletal
tulang belakang akan mengalami bermacam-macam keluhan antara lain, nyeri otot,
keterbatasan gerak (range of motion) dari tulang belakang atau back pain, kontaktur otot, dan
menumpuknya problematik akan berakibat pada terganggunya aktivitas kehidupan sehari-hari
bagi penderita, seperti halnya gangguan pada system pernapasan, sistem pencernaan dan
sistem kardiovaskuler. Pembengkokan yang disebabkan karena salah sikap terjadi pada masa
kanak-kanak antara umur 6 tahun sampai 17 tahun dan dapat disebabkan karena kebiasan
yang salah, terutama dalam sikap duduk di sekolah. Skoliosis ini tidak berat tidak progresif
dan dapat diperbaiki dengan perbaikan sikap (Soeharso, 1993). Hal ini akibat kebiasaan
posisi duduk dan berdiri yang salah dalam waktu yang lama dan seringnya sikap bermalas-
malasan. Pemeliharaan postur dibutuhkan otot-otot yang kuat. Karena ketidakseimbangan
otot dan adanya kontraktur otot. Ketegangan otot para vertebra salah satu sisi dapat
meningkatkan derajat kelengkungan ke arah lateral atau skoliosis. Pravelensi terjadinya
skoliosis di Sekolah Dasar Negeri 1 Blulukan dari 63 anak Setelah dilakukan pengukuran
dengan test adam foward bending dan menggunakan skoliometer terdapat 12 anak yang
mengalami scoliosis dengan derajat kurang dari 10 derajat. Perbandingan antara laki–laki
41,7% dan perempuan 58,3% yang mengalami skoliosis sebesar lima banding tujuh.Senada
dalam hal tersebut, penyakit ini banyak diketemukan dalam usia remaja dimana saat remaja
terjadi percepatan dari pertumbuhan. Biasanya penyakit ini dirasakan pada umur sekitar 10
tahun sampai umur pertumbuhan tulang berhenti (Soetjiningsih, 2004).
Terapi Latihan merupakan salah satu modalitas yang digunakan fisioterapis untuk
memperbaiki dan meningkatkan kesehatan pasien dengan kondisi muskuloskeletal atau
kardiopulmonari dengan sasaran akhir memperbaiki gerak dan fungsi (Kisner, 1990). Secara
umum tujuan terapi latihan ialah mencegah disfungsi seperti mengembangkan,
meningkatkan, memperbaiki dan memelihara kekuatan, daya tahan dan kesegaran
kardiovaskular, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, koordinasi, keseimbangan dan
keterampilan fungsional (Kisner, 1990). Metode schroth merupakan salah satu bentuk
fisioterapi untuk skoliosis. Bentuk penanganan ini merupakan penanganan konservatif,
dimana berbasis pada prinsip specific postural correction, correction of breathing pattern dan
correction of postural perception (Weiss, 2011). Semakin besar kurva, semakin banyak
latihan schroth dilakukan karena metode pengobatan yang paling efektif dalam lekukan lebih
dari 30° (Weiss HR. 2010). Pada kelengkungan kurva antara 15° dan 25° tidak perlu program
schroth yang agak rumit dan tidak mudah untuk dipelajari, ketika ada pendekatan khusus lain
yang tersedia, yang lebih mudah untuk belajar dan sudah diuji pada pasien dari pusat
rehabilitasi (Weiss dan Klein 2006; Weiss. etal, 2006). Metode ini dikembangkan oleh
Katharina Schroth, seorang penderita skoliosis. Katharina pada awalnya memakai brace,
namun kemudian memutuskan untuk mengoreksi posturnya sendiri. Metode ini banyak
dikembangkan di Amerika Utara, Spanyol, Jerman, dan Inggris. Metode schroth berdasarkan
pada konsep bahwa skoliosis dihasilkan oleh muscle imbalance yang dapat diubah dengan
latihan-latihan tertentu. Pernapasan dan fungsinya memegang peranan penting, maka koreksi
bagian ini merupakan penekanan yang paling pertama, kemudian diikuti dengan koreksi
persepsi postural, dan terakhir latihan koreksi yang spesifik. Perkembangan metode ini
dibantu oleh anak Katharina, Christa Lehner Schroth. Christa mengembangkan metode ini
dan membuat klasifikasi yang masih digunakan oleh fisioterapis hingga saat ini. Secara
sederhana, tujuan dari metode schroth untuk skoliosis yaitu memperbaiki tulang belakang
dibidang sagital, frontal dan transversal. Dalam skoliosis, otot-otot disepanjang tulang
belakang menjadi tidak seimbang pada sisi yang berlawanan. Dengan schroth, pasien belajar
untuk memperpendek otot disisi cembung tulang belakang dan memperpanjang otot-otot
disisi cekung tulang belakang, serta belajar untuk memperkuat otot-otot sekitar tulang
belakang. Hal ini untuk keseimbangan dan stabilitas tulang belakang. Secara konsisten
bekerja untuk memperbaiki tulang belakang (Weiss, 2011).
C. Rumusan Masalah
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Skoliosis adalah deformitas tulang belakang yang ditandai oleh lengkungan ke lateral
dengan atau tanpa rotasi tulang belakang. Etiologi, onset, prognosis, dan terapi skoliosis
dapat bervariasi, namun akibat skoliosis yang tidak diterapi sama, yaitu nyeri, yang disertai
gangguan dalam keseimbangan, fungsi kardiopulmonal, emosional dan perilaku, serta
aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
Gejala yang paling umum dari skoliosis ialah adanya suatu lekukan yang tidak normal
dari tulang belakang yang dapat berakibat nyeri,penurunan kualitas hidup dan disabilitas,
deformitas yang mengganggu secara kosmetik, hambatan fungsional, masalah paru,
kemungkinan terjadinya progresifitas saat dewasa, dan gangguan psikologis. Hal-hal yang
harus diperhatikan pada pemeriksaan fisik ialah deviasi prosesus spinosus dari garis tengah,
punggung yang tampak miring, rib hump, asimetri dari skapula, pinggul, bagian atas dan
bawah trunkus (bahu dan pelvis), serta perbedaan panjang tungkai. Selain itu, pemeriksaan
radiologik untuk melihat sudut Cobb juga penting untuk dilakukan. Terapi skoliosis dapat
berupa observasi, terapi rehabilitasi yaitu pemberian modalitas, ortosis/brace, latihan, atau
terapi invasif seperti operasi. Prognosis scoliosis dipengaruhi oleh jenis kelamin, ukuran
kurva saat pertama kali ditemukan, tipe dan rotasi kurvatura dan usia saat onset skoliosis.
Skoliosis dapat berupa scoliosis fungsional yang dapat diperbaiki sedangkan skoliosis
struktural yang cenderung menetap.1 Sekitar 15-20 % dari kasus skoliosis penyebab awalnya
tidak diketahui,2 serta 80% kasus skoliosis structural mempunyai etiologi idiopatik dan
biasanya ditemukan pada anak-anak atau remaja.3 Etiologi, onset, prognosis, dan terapi
skoliosis dapat bervariasi, namun akibat skoliosis berat yang tidak diterapi akan sama, yaitu
nyeri disertai berbagai gangguan dalam keseimbangan, fungsi kardipulmonal, emosional,
perilaku, dan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Tujuan terapi skoliosis ialah untuk
menjaga agar kurvatura yang terjadi tetap terkontrol selama pertumbuhan. Terapi skoliosis
dapat berupa observasi; terapi rehabilitasi, yaitu: pemberian modalitas,ortosis/brace, dan
latihan; atau terapi invasif seperti operasi.
B. Etiologi
Penyebab dan patogenesis scoliosis belum dapat ditentukan dengan pasti. Kemungkinan
penyebab pertama ialah genetik. Banyak studi klinis yang mendukung pola pewarisan dominan
autosomal, multifaktorial, atau X-linked. Penyebab kedua ialah postur, yang mempengaruhi
terjadinya skoliosis postural kongenital. Penyebab ketiga ialah abnormalitas anatomi vertebra
dimana lempeng epifisis pada sisi kurvatura yang cekung menerima
tekanan tinggi yang abnormal sehingga mengurangi pertumbuhan, sementara pada sisi yang
cembung menerima tekanan lebih sedikit, yang dapat menyebabkan pertumbuhan yang lebih
cepat. Selain itu, arah rotasi vertebra selalu menuju ke sisi cembung kurvatura, sehingga
menyebabkan kolumna anterior vertebra secara relatif
Skoliosis dibagi atas skoliosis fungsional dan struktural. Skoliosis fungsional disebabkan
kerena posisi yang salah atau tarikan otot paraspinal unilateral, yang dapat disebabkan karena
nyeri punggung dan spasme otot. Perbedaan Panjang tungkai, herniasi diskus,
spondilolistesis, atau penyakit pada sendi panggul juga dapat menyebabkan terjadinya
skoliosis didapatkan peningkatan aktivitas pada otot sisi cembung kurvatura. fungsional.
Pada skoliosis fungsional, tidak terjadi rotasi vertebra yang bermakna, dan biasanya
reversible Terapi terhadap penyebab skoliosis dapat memperbaiki kurvatura yang terjadi.
Skoliosis struktural biasanya tidak reversibel dan bisa berupa skoliosis idiopatik, kongenital,
atau yang didapat (skoliosis neuromuskular).
Gejala-gejala yang paling umum dari skoliosis ialah suatu lekukan yang tidak normal dari
tulang belakang. Skoliosis dapat menyebabkan kepala Nampak bergeser dari tengah atau satu
pinggul atau pundak lebih tinggi daripada sisi berlawanannya. Masalah yang dapat timbul
akibat skoliosis ialah penurunan kualitas hidup dan disabilitas, nyeri, deformitas yang
mengganggu secara kosmetik, hambatan fungsional, masalah paru, kemungkinan terjadinya
progresifitas saat dewasa, dan gangguan psikologis.
E. Pemeriksaan fisik
pasien harus dibuka agar tulang belakang dapat diperiksa secara langsung. Posisi terbaik
untuk pemeriksaan ialah posisi berdiri, meskipun pemeriksaan dengan
miring juga dapat dilakukan sesuai dengan kondisi pasien. Hal-hal yang harus diperhatikan
pada pemeriksaan fisik ialah deviasi prosesus spinosus dari garis tengah, punggung yang
tampak miring, rib hump, asimetri skapula, kesimetrisan pinggul serta bagian atas dan bawah
trunkus (bahu dan pelvis), dan perbedaan panjang tungkai. Yang harus dicatat pada saat
pemeriksaan skoliosis ialah bentuk dan derajat kurvatura yang terbentuk pada
berbagai posisi. Deskripsi kurvatura harus meliputi panjang segmen dimana kurvatura
dimulai dan berakhir, bentuk (C atau S), dan arah puncak kurvatura. Skoliometer dapat
digunakan untuk mengukur sudut kurvatura tanpa foto radiografi.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIK
Secara tradisional, diagnosis klinis dari skoliosis dan follow up keberhasilan terapi dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan radiografi, yang dapat mengukur derajat kurvatura
skoliosis secara kuantitatif. Teknik standar untuk mengukur sudut kurvatura skoliosis ialah
sudut Cobb. Pemeriksaan radiografi dilakukan dengan posisi berdiri, kecuali jika kondisi
pasien tidak memungkinkan maka posisi yang dipilih ialah posisi terlentang. Panggul, pelvis,
dan femur, bagian proksimal harus terlihat. Kurva skoliosis dikatakan ringan bila sudut Cobb
yang terbentuk <250 sedang, bila 25-450 ; dan berat, bila >450 Pada anak-anak dan remaja,
maturitas tulang dilihat dengan garis Risser pada
rongga dada sehingga dapat mengganggu pernapasan. Secara radiografi, posisi pedikel
menunjukkan derajat rotasi yang terbaik. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dilakukan atas indikasi nyeri, gangguan neurologik, kurvatura torakal kiri, skoliosis juvenil
idiopatik, progresi yang cepat, dan defek kulit.
Indikasi observasi ialah scoliosis dengan sudut kurvatura <250 pada pasien
yang masih dalam masa pertumbuhan dan <500 pada pasien yang masa pertumbuhannya
telah berhenti. Pemeriksaan dilakukan setiap 6-9 bulan untuk kurvatura <200 dan tiap 4-6
bulan untuk kurvatura >200 Peralatan eksternal yang dapat digunakan untuk terapi skoliosis,
antara lain gips plaster, brace, atau kombinasi. Tujuan penggunaan alat-alat ini ialah untuk
mengoreksi kurvatura scoliosis yang ada atau mempertahankan koreksi yang telah dilakukan
oleh terapi operasi.18 Penggunaan brace direkomendasikan pada skoliosis dengan kurvatura
> 200 pada pasien yang masih dalam masa pertumbuhan dan dengan progresifitas sebesar 5-
100 dalam periode 6 bulan.4 Milwaukee brace atau Cervico Torakal Lumbo Sacral Orthosis
(CTLSO) merupakan brace yang memberikan sanggahan pada pelvis dan koreksi dengan
deformitas rotatorik secara statik.19 Indikasi penggunaan Milwaukee Brace meliputi skoliosis
tahap awal yang sedang berkembang dan mendekati sudut kurvatura 200 Kurvatura yang
melebihi 500 bukan merupakan kandidat yang tepat untuk penggunaan Milwaukee Brace.19
Pemakaian Boston brace paling efektif pada skoliosis dengan puncak kurva di T6 sampai L3.
SpineCor merupakan bentuk ortosis yang fleksibel, dengan tujuan untuk mengurangi
hambatan fisik dan meningkatkan tingkat kepatuhan pasien menggunakan ortosis tersebut.
Latihan pada pasien skoliosis bertujuan utama untuk mencegah morbiditas sekunder dan
mengurangi proses ekstra spinal. Pada kasus skoliosis idiopatik terutama pada pasien yang
menggunakan brace, latihan penguatan otot-otot perut dan bokong harus dilakukan untuk
mencegah terjadinya atrofi otot. Latihan lingkup gerak sendi fleksor panggul juga harus
dilakukan untuk mencegah kontraktur. Latihan yang dilakukan bertujuan untuk memperbaiki
postur, meningkatkan fleksibilitas, serta memperbaiki tonus ligamen dan otot. Latihan dengan
metode Klapp meliputi latihan peregangan dan penguatan otot- otot punggung dengan
menggunakan posisi kucing dan posisi berlutut yang menyerupai hewan berkaki empat.
Latihan ini merupakan bentuk terapi dimana digunakan postur peregangan asimetris. Berbeda
halnya dengan latihan metode Woodcock yang menekankan pola latihan koreksi derotasi
dan perbaikan otot intrinsik tulang punggung. Menurut Woodcock, tanpa latihan derotasi,
pertambahan kurva sulit dicegah. Latihan metode X merupakan kombinasi latihan Woodcock
dan Klapp. Latihan ini mudah dikerjakan, dapat dikerjakan setiap hari, dan tidak memerlukan
tempat latihan khusus. Frekuensi yang diperlukan untuk bertemu dengan terapis lebih jarang.
Latihan ini merupakan modifikasi metode Klapp. Jika pada metode Klapp latihan dilakukan
dalam posisi berlutut, maka pada metode X latihan dilakukan dengan posisi berdiri
disertai fleksi trunkus; sudut fleksi trunkus tergantung pada puncak kurvatura.23 Metode
Schroth ialah salah satu bentuk terapi skoliosis yang menggunakan Latihan isometrik dan
latihan-latihan lainnya untuk memperkuat dan memperpanjang otot-otot yang asimetris pada
skoliosis. Tujuan latihan dengan metode ini ialah untuk memperlambat progresifitas
kurvatura spinal yang abnormal, mengurangi nyeri, meningkatkan kapasitas vital,
memperbaiki kurvatura yang ada (meskipun tidak 100 %), memperbaiki postur dan
penampilan, mempertahankan postur yang telah mengalami perbaikan, dan menghindari
tindakan operasi.
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Pengkajian
1. Pengkajian fisik meliputi:
2. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang.
Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.
Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.
2. Pemeriksaan penunjang
1. Rontgen tulang belakang.
X-Ray Proyeksi Foto polos : Harus diambil dengan posterior dan lateral penuh terhadap
tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat kurva dengan
metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode Risser. Kurva structural akan
memperlihatkan rotasi vertebra ; pada proyeksi posterior-anterior, vertebra yang mengarah ke
puncak prosessus spinosus menyimpang kegaris tengah; ujung atas dan bawah kurva
diidentifikasi sewaktu tingkat simetri vertebra diperoleh kembali.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang d/d Rentan gerak (ROM)
menurun ( D.0054)
2. Nyeri Kronis b/d kondisi muskuloskeletal kronis d/d tampak meringis (D.0078)
3. Gangguan citra tubuh b/d perubahan struktur/bentuk tubuh d/d fungsi/struktur tubuh
berubah ( D.0083)
Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1
Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang d/d Rentan gerak (ROM)
menurun ( D.0054)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan Gangguan
Mobilitas Fisik menurun.
Kriteria Hasil : L.05042
Pergerakan ekstremitas meningkat
Kekuatan Otot meningkat
Rentang gerak ( ROM) meningkat
Kaku sendi menurun
Gerakan terbatas menurun
Intervensi dan Rasional
Observasi
o Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
R: Agar klien merasa nyaman dan aman jika didampingi orang terdekatnya
Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Diagnosa 2
Nyeri Kronis b/d kondisi muskuloskeletal kronis d/d tampak meringis (D.0078)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan Nyeri yang
dialami klien menurun
Kriteria Hasil: L.08063
Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat
Kemampuan menggunakan tekhnik non farmakologis meningkat
Dukungan orang terdekat meningkat
Keluhan Nyeri menurun
Intervensi
Manajemen Nyeri (1.08238)
Observasi
o Identifikasi lokasi ,karakteristik,durasi,frekuensikualitas,intensitas nyeri
Diagnosa 3
Gangguan citra tubuh b/d perubahan struktur/bentuk tubuh d/d fungsi/struktur tubuh berubah
( D.0083)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan Tingkat
percaya diri klien meningkat
Kriteria Hasil : L.09067
Melihat bagian tubuh menurun
Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
Hubungan sosial membaik
R: Agar klien tetap dapat beraktivitas dengan perubahan tubuh yang ia alami
Implementasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
KESIMPULAN
Skoliosis merupakan kelainan yang sering ditemukan pada anak-anak dan remaja yang
menyebabkan disabilitas baik secara fungsional maupun kosmetik. Penatalaksanaan pada
kasus skoliosis meliputi observasi, pemberian modalitas, penggunaan orthosis, latihan, dan
operasi. Dengan deteksi dini pada pasien yang dicurigai menderita skoliosis dan
penatalaksanaan yang tepat, prognosis pasien skoliosis dapat ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
PPNI. 2006. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Jakarta Selatan : Dewan pengurus
PPNI
2004; p.281-3.
http://spinal.com.sg/articles/ThesisScolio
sisAndExercise.pdf
397-405.
from: http://bracingscoliosis.com/
lyon.aspx
net/util/documents/Scoliosis.pdf
http://www.texashealth.org/body.cfm?i
d=3576
Spine 1999;24:2576-83.
org/university/pediatrics/Scoliosis.html