Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

SKOLISIS

Disusun Oleh :

KELOMPOK 4

TINGKAT 2A

Susi Susanti 1910035023

Nida Alifah S 1910035024

Rahmawati 1910035025

Endang prasini 190035026

Taufik Rahman 1910035027

Heldi 1910035028

Roby Nur 1910035029

Fakultas Kedokteran

Program Studi D3 Keperawatan

Universitas Mulawarman

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah- Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “Skolisis” ini dengan baik.
Makalah ini dipergunakan untuk memenuhi tugas kuliah “Keperawatan Anak” di Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.

Makalah ini disusun berdasarkan pembelajaran yang telah kami dapatkan selama kami kuliah
di Universitas Mulawarman (UNMUL). Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih kepada inu Ruminem, S.Kp, M.Kes. Selaku Dosen Keperawatan Anak . Dalam
penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan
guna memperbaiki kekurangan dari makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca terutama kepada rekan mahasiswa Universitas Mulawarman.
Atas perhatian pembaca penulis mengucapkan terima kasih.

Samarinda, 23 Maret 2021

Penulis

Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Konsep Teori Pada Anak 3
2.2 Pembuatan Larutan Gula dan Garam4
2.3 Askep Teori Diare Pada Anak 3
BAB III PENUTUP 7
3.1 Kesimpulan 7
3.2 Saran 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan menurut undang-undang RI no 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat baik


secara fisik, mental dan spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sehat berarti seseorang harus diberi kesempatan
seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuan yang dibawa sejak lahir (potensial
genetik) menjadi realitas fenotipik (phenotypic ralities). Hal ini sangat terkait dengan pola
kependudukan serta lingkungan yang mempengaruhinya. Sebagaimana dilihat, piramida
kependudukan di Indonesia pada saat ini menunjukkan besarnya jumlah anak-anak umur 0 –
15 tahun yaitu 28,9% dari jumlah seluruh penduduk (Badan Pusat Statistik, 2012).

Skoliosis menurut National Institute of Arthitis and Musculoskeletal and Skin Disease
(NIAMS) USA merupakan kelainan muskuloskeletal yang digambarkan dengan bengkoknya
tulang belakang ke arah samping. 80-85% kasus yang dijumpai merupakan type idiopatik
skoliosis yang ditemukan pada masa pubertas, pada perempuan ditemukan lebih banyak dari
pada laki-laki,bisa diakibatkan dari faktor keturunan (Mujianto, 2013).Skoliosis merupakan
kelainan postur dimana sekilas mata penderita tidak mengeluh sakit, tetapi suatu saat dalam
posisi yang dibutuhkan suatu kesiapan tubuh membawa beban tubuh misalnya berdiri, duduk
dalam waktu yang lama, maka kerja otot tidak akan pernah seimbang. Hal ini yang akan
mengakibatkan suatu mekanisme proteksi dari otot-otot tulang belakang untuk menjaga
keseimbangan, manifestasinya yang terjadi justru overuse pada salah satu sisi otot yang
dalam waktu terus menerus dan hal yang sama terjadi adalah ketidakseimbangan postur tubuh
ke salah satu sisi tubuh. Jika hal ini berlangsung terus menerus pada sistem muskuloskletal
tulang belakang akan mengalami bermacam-macam keluhan antara lain, nyeri otot,
keterbatasan gerak (range of motion) dari tulang belakang atau back pain, kontaktur otot, dan
menumpuknya problematik akan berakibat pada terganggunya aktivitas kehidupan sehari-hari
bagi penderita, seperti halnya gangguan pada system pernapasan, sistem pencernaan dan
sistem kardiovaskuler. Pembengkokan yang disebabkan karena salah sikap terjadi pada masa
kanak-kanak antara umur 6 tahun sampai 17 tahun dan dapat disebabkan karena kebiasan
yang salah, terutama dalam sikap duduk di sekolah. Skoliosis ini tidak berat tidak progresif
dan dapat diperbaiki dengan perbaikan sikap (Soeharso, 1993). Hal ini akibat kebiasaan
posisi duduk dan berdiri yang salah dalam waktu yang lama dan seringnya sikap bermalas-
malasan. Pemeliharaan postur dibutuhkan otot-otot yang kuat. Karena ketidakseimbangan
otot dan adanya kontraktur otot. Ketegangan otot para vertebra salah satu sisi dapat
meningkatkan derajat kelengkungan ke arah lateral atau skoliosis. Pravelensi terjadinya
skoliosis di Sekolah Dasar Negeri 1 Blulukan dari 63 anak Setelah dilakukan pengukuran
dengan test adam foward bending dan menggunakan skoliometer terdapat 12 anak yang
mengalami scoliosis dengan derajat kurang dari 10 derajat. Perbandingan antara laki–laki
41,7% dan perempuan 58,3% yang mengalami skoliosis sebesar lima banding tujuh.Senada
dalam hal tersebut, penyakit ini banyak diketemukan dalam usia remaja dimana saat remaja
terjadi percepatan dari pertumbuhan. Biasanya penyakit ini dirasakan pada umur sekitar 10
tahun sampai umur pertumbuhan tulang berhenti (Soetjiningsih, 2004).

Terapi Latihan merupakan salah satu modalitas yang digunakan fisioterapis untuk
memperbaiki dan meningkatkan kesehatan pasien dengan kondisi muskuloskeletal atau
kardiopulmonari dengan sasaran akhir memperbaiki gerak dan fungsi (Kisner, 1990). Secara
umum tujuan terapi latihan ialah mencegah disfungsi seperti mengembangkan,
meningkatkan, memperbaiki dan memelihara kekuatan, daya tahan dan kesegaran
kardiovaskular, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, koordinasi, keseimbangan dan
keterampilan fungsional (Kisner, 1990). Metode schroth merupakan salah satu bentuk
fisioterapi untuk skoliosis. Bentuk penanganan ini merupakan penanganan konservatif,
dimana berbasis pada prinsip specific postural correction, correction of breathing pattern dan
correction of postural perception (Weiss, 2011). Semakin besar kurva, semakin banyak
latihan schroth dilakukan karena metode pengobatan yang paling efektif dalam lekukan lebih
dari 30° (Weiss HR. 2010). Pada kelengkungan kurva antara 15° dan 25° tidak perlu program
schroth yang agak rumit dan tidak mudah untuk dipelajari, ketika ada pendekatan khusus lain
yang tersedia, yang lebih mudah untuk belajar dan sudah diuji pada pasien dari pusat
rehabilitasi (Weiss dan Klein 2006; Weiss. etal, 2006). Metode ini dikembangkan oleh
Katharina Schroth, seorang penderita skoliosis. Katharina pada awalnya memakai brace,
namun kemudian memutuskan untuk mengoreksi posturnya sendiri. Metode ini banyak
dikembangkan di Amerika Utara, Spanyol, Jerman, dan Inggris. Metode schroth berdasarkan
pada konsep bahwa skoliosis dihasilkan oleh muscle imbalance yang dapat diubah dengan
latihan-latihan tertentu. Pernapasan dan fungsinya memegang peranan penting, maka koreksi
bagian ini merupakan penekanan yang paling pertama, kemudian diikuti dengan koreksi
persepsi postural, dan terakhir latihan koreksi yang spesifik. Perkembangan metode ini
dibantu oleh anak Katharina, Christa Lehner Schroth. Christa mengembangkan metode ini
dan membuat klasifikasi yang masih digunakan oleh fisioterapis hingga saat ini. Secara
sederhana, tujuan dari metode schroth untuk skoliosis yaitu memperbaiki tulang belakang
dibidang sagital, frontal dan transversal. Dalam skoliosis, otot-otot disepanjang tulang
belakang menjadi tidak seimbang pada sisi yang berlawanan. Dengan schroth, pasien belajar
untuk memperpendek otot disisi cembung tulang belakang dan memperpanjang otot-otot
disisi cekung tulang belakang, serta belajar untuk memperkuat otot-otot sekitar tulang
belakang. Hal ini untuk keseimbangan dan stabilitas tulang belakang. Secara konsisten
bekerja untuk memperbaiki tulang belakang (Weiss, 2011).
C. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan scoliosis ?


2. Apa penyebab skoliosis pada anak ?
3.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Skoliosis adalah deformitas tulang belakang yang ditandai oleh lengkungan ke lateral
dengan atau tanpa rotasi tulang belakang. Etiologi, onset, prognosis, dan terapi skoliosis
dapat bervariasi, namun akibat skoliosis yang tidak diterapi sama, yaitu nyeri, yang disertai
gangguan dalam keseimbangan, fungsi kardiopulmonal, emosional dan perilaku, serta
aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).

Gejala yang paling umum dari skoliosis ialah adanya suatu lekukan yang tidak normal
dari tulang belakang yang dapat berakibat nyeri,penurunan kualitas hidup dan disabilitas,
deformitas yang mengganggu secara kosmetik, hambatan fungsional, masalah paru,
kemungkinan terjadinya progresifitas saat dewasa, dan gangguan psikologis. Hal-hal yang
harus diperhatikan pada pemeriksaan fisik ialah deviasi prosesus spinosus dari garis tengah,
punggung yang tampak miring, rib hump, asimetri dari skapula, pinggul, bagian atas dan
bawah trunkus (bahu dan pelvis), serta perbedaan panjang tungkai. Selain itu, pemeriksaan
radiologik untuk melihat sudut Cobb juga penting untuk dilakukan. Terapi skoliosis dapat
berupa observasi, terapi rehabilitasi yaitu pemberian modalitas, ortosis/brace, latihan, atau
terapi invasif seperti operasi. Prognosis scoliosis dipengaruhi oleh jenis kelamin, ukuran
kurva saat pertama kali ditemukan, tipe dan rotasi kurvatura dan usia saat onset skoliosis.

Skoliosis dapat berupa scoliosis fungsional yang dapat diperbaiki sedangkan skoliosis
struktural yang cenderung menetap.1 Sekitar 15-20 % dari kasus skoliosis penyebab awalnya
tidak diketahui,2 serta 80% kasus skoliosis structural mempunyai etiologi idiopatik dan
biasanya ditemukan pada anak-anak atau remaja.3 Etiologi, onset, prognosis, dan terapi
skoliosis dapat bervariasi, namun akibat skoliosis berat yang tidak diterapi akan sama, yaitu
nyeri disertai berbagai gangguan dalam keseimbangan, fungsi kardipulmonal, emosional,
perilaku, dan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Tujuan terapi skoliosis ialah untuk
menjaga agar kurvatura yang terjadi tetap terkontrol selama pertumbuhan. Terapi skoliosis
dapat berupa observasi; terapi rehabilitasi, yaitu: pemberian modalitas,ortosis/brace, dan
latihan; atau terapi invasif seperti operasi.
B. Etiologi

Penyebab dan patogenesis scoliosis belum dapat ditentukan dengan pasti. Kemungkinan
penyebab pertama ialah genetik. Banyak studi klinis yang mendukung pola pewarisan dominan
autosomal, multifaktorial, atau X-linked. Penyebab kedua ialah postur, yang mempengaruhi
terjadinya skoliosis postural kongenital. Penyebab ketiga ialah abnormalitas anatomi vertebra
dimana lempeng epifisis pada sisi kurvatura yang cekung menerima

tekanan tinggi yang abnormal sehingga mengurangi pertumbuhan, sementara pada sisi yang
cembung menerima tekanan lebih sedikit, yang dapat menyebabkan pertumbuhan yang lebih
cepat. Selain itu, arah rotasi vertebra selalu menuju ke sisi cembung kurvatura, sehingga
menyebabkan kolumna anterior vertebra secara relatif

menjadi terlalu panjang jika dibandingkan dengan elemen-elemen posterior. Penyebab


keempat ialah ketidakseimbangan dari kekuatan dan massa kelompok otot di punggung.
Abnormalitas yang ditemukan ialah peningkatan serat otot tipe I pada sisi cembung dan
penurunan jumlah serat otot tipe II pada sisi cekung kurvatura. Selain itu, dari pemeriksaan
C. Klasifikasi

Skoliosis dibagi atas skoliosis fungsional dan struktural. Skoliosis fungsional disebabkan
kerena posisi yang salah atau tarikan otot paraspinal unilateral, yang dapat disebabkan karena
nyeri punggung dan spasme otot. Perbedaan Panjang tungkai, herniasi diskus,
spondilolistesis, atau penyakit pada sendi panggul juga dapat menyebabkan terjadinya
skoliosis didapatkan peningkatan aktivitas pada otot sisi cembung kurvatura. fungsional.

Pada skoliosis fungsional, tidak terjadi rotasi vertebra yang bermakna, dan biasanya
reversible Terapi terhadap penyebab skoliosis dapat memperbaiki kurvatura yang terjadi.

Skoliosis struktural biasanya tidak reversibel dan bisa berupa skoliosis idiopatik, kongenital,
atau yang didapat (skoliosis neuromuskular).

D. Tanda dan Gejala

Gejala-gejala yang paling umum dari skoliosis ialah suatu lekukan yang tidak normal dari
tulang belakang. Skoliosis dapat menyebabkan kepala Nampak bergeser dari tengah atau satu
pinggul atau pundak lebih tinggi daripada sisi berlawanannya. Masalah yang dapat timbul

akibat skoliosis ialah penurunan kualitas hidup dan disabilitas, nyeri, deformitas yang
mengganggu secara kosmetik, hambatan fungsional, masalah paru, kemungkinan terjadinya
progresifitas saat dewasa, dan gangguan psikologis.
E. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan skoliosis, baju

pasien harus dibuka agar tulang belakang dapat diperiksa secara langsung. Posisi terbaik
untuk pemeriksaan ialah posisi berdiri, meskipun pemeriksaan dengan

posisi duduk, tidur tengkurap, atau tidur

miring juga dapat dilakukan sesuai dengan kondisi pasien. Hal-hal yang harus diperhatikan
pada pemeriksaan fisik ialah deviasi prosesus spinosus dari garis tengah, punggung yang
tampak miring, rib hump, asimetri skapula, kesimetrisan pinggul serta bagian atas dan bawah
trunkus (bahu dan pelvis), dan perbedaan panjang tungkai. Yang harus dicatat pada saat
pemeriksaan skoliosis ialah bentuk dan derajat kurvatura yang terbentuk pada

berbagai posisi. Deskripsi kurvatura harus meliputi panjang segmen dimana kurvatura

dimulai dan berakhir, bentuk (C atau S), dan arah puncak kurvatura. Skoliometer dapat
digunakan untuk mengukur sudut kurvatura tanpa foto radiografi.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIK
Secara tradisional, diagnosis klinis dari skoliosis dan follow up keberhasilan terapi dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan radiografi, yang dapat mengukur derajat kurvatura
skoliosis secara kuantitatif. Teknik standar untuk mengukur sudut kurvatura skoliosis ialah
sudut Cobb. Pemeriksaan radiografi dilakukan dengan posisi berdiri, kecuali jika kondisi
pasien tidak memungkinkan maka posisi yang dipilih ialah posisi terlentang. Panggul, pelvis,
dan femur, bagian proksimal harus terlihat. Kurva skoliosis dikatakan ringan bila sudut Cobb
yang terbentuk <250 sedang, bila 25-450 ; dan berat, bila >450 Pada anak-anak dan remaja,
maturitas tulang dilihat dengan garis Risser pada

rongga dada sehingga dapat mengganggu pernapasan. Secara radiografi, posisi pedikel
menunjukkan derajat rotasi yang terbaik. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dilakukan atas indikasi nyeri, gangguan neurologik, kurvatura torakal kiri, skoliosis juvenil
idiopatik, progresi yang cepat, dan defek kulit.

PENATALAKSANAAN REHABILITASI MEDIK PADA SKOLIOSIS

Indikasi observasi ialah scoliosis dengan sudut kurvatura <250 pada pasien

yang masih dalam masa pertumbuhan dan <500 pada pasien yang masa pertumbuhannya
telah berhenti. Pemeriksaan dilakukan setiap 6-9 bulan untuk kurvatura <200 dan tiap 4-6
bulan untuk kurvatura >200 Peralatan eksternal yang dapat digunakan untuk terapi skoliosis,

antara lain gips plaster, brace, atau kombinasi. Tujuan penggunaan alat-alat ini ialah untuk
mengoreksi kurvatura scoliosis yang ada atau mempertahankan koreksi yang telah dilakukan
oleh terapi operasi.18 Penggunaan brace direkomendasikan pada skoliosis dengan kurvatura
> 200 pada pasien yang masih dalam masa pertumbuhan dan dengan progresifitas sebesar 5-

100 dalam periode 6 bulan.4 Milwaukee brace atau Cervico Torakal Lumbo Sacral Orthosis
(CTLSO) merupakan brace yang memberikan sanggahan pada pelvis dan koreksi dengan
deformitas rotatorik secara statik.19 Indikasi penggunaan Milwaukee Brace meliputi skoliosis

tahap awal yang sedang berkembang dan mendekati sudut kurvatura 200 Kurvatura yang
melebihi 500 bukan merupakan kandidat yang tepat untuk penggunaan Milwaukee Brace.19
Pemakaian Boston brace paling efektif pada skoliosis dengan puncak kurva di T6 sampai L3.
SpineCor merupakan bentuk ortosis yang fleksibel, dengan tujuan untuk mengurangi
hambatan fisik dan meningkatkan tingkat kepatuhan pasien menggunakan ortosis tersebut.
Latihan pada pasien skoliosis bertujuan utama untuk mencegah morbiditas sekunder dan
mengurangi proses ekstra spinal. Pada kasus skoliosis idiopatik terutama pada pasien yang
menggunakan brace, latihan penguatan otot-otot perut dan bokong harus dilakukan untuk
mencegah terjadinya atrofi otot. Latihan lingkup gerak sendi fleksor panggul juga harus
dilakukan untuk mencegah kontraktur. Latihan yang dilakukan bertujuan untuk memperbaiki

postur, meningkatkan fleksibilitas, serta memperbaiki tonus ligamen dan otot. Latihan dengan
metode Klapp meliputi latihan peregangan dan penguatan otot- otot punggung dengan
menggunakan posisi kucing dan posisi berlutut yang menyerupai hewan berkaki empat.
Latihan ini merupakan bentuk terapi dimana digunakan postur peregangan asimetris. Berbeda
halnya dengan latihan metode Woodcock yang menekankan pola latihan koreksi derotasi

dan perbaikan otot intrinsik tulang punggung. Menurut Woodcock, tanpa latihan derotasi,
pertambahan kurva sulit dicegah. Latihan metode X merupakan kombinasi latihan Woodcock
dan Klapp. Latihan ini mudah dikerjakan, dapat dikerjakan setiap hari, dan tidak memerlukan
tempat latihan khusus. Frekuensi yang diperlukan untuk bertemu dengan terapis lebih jarang.
Latihan ini merupakan modifikasi metode Klapp. Jika pada metode Klapp latihan dilakukan

dalam posisi berlutut, maka pada metode X latihan dilakukan dengan posisi berdiri

disertai fleksi trunkus; sudut fleksi trunkus tergantung pada puncak kurvatura.23 Metode
Schroth ialah salah satu bentuk terapi skoliosis yang menggunakan Latihan isometrik dan
latihan-latihan lainnya untuk memperkuat dan memperpanjang otot-otot yang asimetris pada
skoliosis. Tujuan latihan dengan metode ini ialah untuk memperlambat progresifitas
kurvatura spinal yang abnormal, mengurangi nyeri, meningkatkan kapasitas vital,
memperbaiki kurvatura yang ada (meskipun tidak 100 %), memperbaiki postur dan
penampilan, mempertahankan postur yang telah mengalami perbaikan, dan menghindari

tindakan operasi.
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Pengkajian
1. Pengkajian fisik meliputi:
2. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang.
Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.
Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.

1. Mengkaji tulang belakang


Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang), Kifosis (kenaikan kurvatura tulang
belakang bagian dada), Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)

1. Mengkaji system persendian


Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan,
adanya kekakuan sendi.

1. Mengkaji system otot


Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot.
Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.

1. Mengkaji cara berjalan


Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih
pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan
abnormal (mis. cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah
– penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).

1. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer


Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya
dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu
dan waktu pengisian kapiler.

2. Pemeriksaan penunjang
1. Rontgen tulang belakang.
X-Ray Proyeksi Foto polos : Harus diambil dengan posterior dan lateral penuh terhadap
tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat kurva dengan
metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode Risser. Kurva structural akan
memperlihatkan rotasi vertebra ; pada proyeksi posterior-anterior, vertebra yang mengarah ke
puncak prosessus spinosus menyimpang kegaris tengah; ujung atas dan bawah kurva
diidentifikasi sewaktu tingkat simetri vertebra diperoleh kembali.

1. Pengukuran dengan skoliometer (alat untuk mengukur kelengkungan tulang


belakang).
Skoliometer adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurvaturai. Cara pengukuran dengan
skoliometer dilakukan pada pasien dengan posisi membungkuk, kemudian atur posisi pasien
karena posisi ini akan berubah-ubah tergantung pada lokasi kurvatura, sebagai contoh kurva
dibawah vertebra lumbal akan membutuhkan posisi membungkuk lebih jauh dibanding kurva
pada thorakal. Kemudian letakkan skoliometer pada apeks kurva, biarkan skoliometer tanpa
ditekan, kemudian baca angka derajat kurva. Pada screening, pengukuran ini signifikan
apabila hasil yang diperoleh lebih besar dari 5 derajat, hal ini biasanya menunjukkan derajat
kurvatura > 200 pada pengukuran cobb’s angle pada radiologi sehingga memerlukan evaluasi
yang lanjut.

1. MRI (jika ditemukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen).

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang d/d Rentan gerak (ROM)
menurun ( D.0054)
2. Nyeri Kronis b/d kondisi muskuloskeletal kronis d/d tampak meringis (D.0078)
3. Gangguan citra tubuh b/d perubahan struktur/bentuk tubuh d/d fungsi/struktur tubuh
berubah ( D.0083)

Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1
Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang d/d Rentan gerak (ROM)
menurun ( D.0054)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan Gangguan
Mobilitas Fisik menurun.
Kriteria Hasil : L.05042
 Pergerakan ekstremitas meningkat
 Kekuatan Otot meningkat
 Rentang gerak ( ROM) meningkat
 Kaku sendi menurun
 Gerakan terbatas menurun
Intervensi dan Rasional

Dukungan Ambulasi (1.05173)

Observasi
o Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

R: Agar memudahkan perawat dalam menentukan intervensi selanjutnya


o Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan

R: Agar memudahkan perawat dalam menentukan intervensi selanjutnya


o Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

R: Agar kondisi klien tetap terpantau


Terapeutik
o Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu ( mis. Pagar tempat tidur)

R: Agar klien tetap aman dalam melakukan mobilisasi


o Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam meningkatkan pergerakan

R: Agar klien merasa nyaman dan aman jika didampingi orang terdekatnya
Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

R: Agar klien dan keluarga mengetahui penjelasan perawat


o Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk di (tempat
tidur),duduk di sisi tempat tidur ,pindah dari tempat tidur ke kursi)

R: Agar mempercepat proses penyembuhan klien

Diagnosa 2
Nyeri Kronis b/d kondisi muskuloskeletal kronis d/d tampak meringis (D.0078)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan Nyeri yang
dialami klien menurun
Kriteria Hasil: L.08063
 Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat
 Kemampuan menggunakan tekhnik non farmakologis meningkat
 Dukungan orang terdekat meningkat
 Keluhan Nyeri menurun

Intervensi
Manajemen Nyeri (1.08238)
Observasi
o Identifikasi lokasi ,karakteristik,durasi,frekuensikualitas,intensitas nyeri

R: Agar memudahkan perawat dalam melakukan tindakan keperawatan


o Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

R: Agar memudahkan perawat menentukan intervensi selanjutnya


Terapeutik
o Berikan tekhnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

R: Agar keluhan nyeri klien berkurang


o Fasilitasi istirahat dan tidur

R: Agar klien merasa nyaman


Edukasi
o Jelaskan strategi meredakan nyeri

R: Agar klien dapat meredakan nyeri dengan mandiri

Diagnosa 3
Gangguan citra tubuh b/d perubahan struktur/bentuk tubuh d/d fungsi/struktur tubuh berubah
( D.0083)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan Tingkat
percaya diri klien meningkat
Kriteria Hasil : L.09067
 Melihat bagian tubuh menurun
 Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
 Hubungan sosial membaik

Promosi citra tubuh (1.09305)


Observasi
o Identifikasi harapan citra tubuh berdasrkan tahap perkembangan
R: Agar perawat mengetahui perkembangan tubuh klien
o Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin , dan umur terkait citra tubuh

R: Untuk meningkatkan kepercayaan diri klien


Terapeutik
o Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya

R: Agar klien memahami apa yang terjadi pada tubuhnya


o Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh

R: Agar keluarga dapat memotivasi klien


Edukasi
o Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh

R: Agar keluarga klien memahami dan dapat memotivasi klien


o Latih fungsi tubuh yang dimiliki

R: Agar klien tetap dapat beraktivitas dengan perubahan tubuh yang ia alami

Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat


untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Tujuan dari
pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang mencakup
peningkatan kesehatan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan,
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. ((Ika dan Saryono, 2010)

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang digunakan


sebagai alat untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan proses ini
berlangsung terus menerus yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang diinginkan
(Ika dan Saryono, 2010).

Ada tiga yang dapat terjadi pada tahap evaluasi, yaitu:

1) Masalah teratasi seluruhnya.


2) Masalah teratasi sebagian.
3) Masalah tidak teratasi.

KESIMPULAN

Skoliosis merupakan kelainan yang sering ditemukan pada anak-anak dan remaja yang
menyebabkan disabilitas baik secara fungsional maupun kosmetik. Penatalaksanaan pada
kasus skoliosis meliputi observasi, pemberian modalitas, penggunaan orthosis, latihan, dan
operasi. Dengan deteksi dini pada pasien yang dicurigai menderita skoliosis dan
penatalaksanaan yang tepat, prognosis pasien skoliosis dapat ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. 2006. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Jakarta Selatan : Dewan


pengurus PPNI

PPNI. 2006.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Jakarta Selatan : Dewan pengurus


PPNI

PPNI. 2006. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Jakarta Selatan : Dewan pengurus
PPNI

1. Freeman TL, Freeman ED.

Musculoskeletal rehabilitation. In:

Cucurullo SJ, editor. Physical Medicine

and Rehabilitation Board Review. New

York: Demos Medical Publishing,

2004; p.281-3.

2. Lau K. Scoliosis: Literature review of

current treatment modalities and

exercise therapy [serial online]. [cited

2012 Feb 5]. Available from:

http://spinal.com.sg/articles/ThesisScolio

sisAndExercise.pdf

3. Rossi R, Alexander M. Pediatric

Rehabilitation. In: Cucurullo SJ, editor.

Physical Medicine and Rehabilitation

Board Review. New York: Demos

Medical Publishing, 2004; p.665-7.


4. Murphy K, Wunderlich CA, Pico EL,

Driscoll SW, Moberg-Wolff E, Rak

M, et al. Orthopaedic and

musculoskeletal condition. In:

Alexander MA, Matthews DJ (editors).

Pediatic Rehabilitation Principles and

Practice (Fourth Edition). New York:

Demos Medical Publishing, 2010; p.

397-405.

5. Iunes DH, Cecilio MBB, Dozza MA,

Almeida PR. Quantitative

photogrammetric analysis of the Klapp

method for treating idiopathic scoliosis.

Rev Bras Fisioter. 2010;14(2):133-40.

6. Lyon Brace [homepage on the Internet].

2008 [cited 2012 Feb 5]. Available

from: http://bracingscoliosis.com/

lyon.aspx

7. LaRusso L. Scoliosis [homepage on the

Internet]. Nodate [cited 2012 Feb 5].

Available from: http://doctors-hospital.

net/util/documents/Scoliosis.pdf

8. Texas Health Resources. Scoliosis

[homepage on the Internet]. Nodate


[cited 2012 Feb 17]. Available from:

http://www.texashealth.org/body.cfm?i

d=3576

9. Machida M. Causes of idiopathic scoliosis.

Spine 1999;24:2576-83.

10. Kuester V. Idiopathic Scoliosis [homepage

on the Internet]. Nodate [cited 2012 Jan

17]. Available from: http://w3.cns.

org/university/pediatrics/Scoliosis.html

11. Wong YC, Yau AC, Low WD, Chin NK,

Lisowski FP. Ultrastructural changes

of the back muscles of idiopathic

scoliosis. Spine. 1977;2:251-60.

Anda mungkin juga menyukai